LO Skenario 4 Blok 3 Jaringan Periodontal

30
LO TUTORIAL SKENARIO 4 BLOK 3 Nama : Rafika Purna Kinasih NIM : 20140340113 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

description

Jaringan Periodontal

Transcript of LO Skenario 4 Blok 3 Jaringan Periodontal

LO TUTORIAL SKENARIO 4 BLOK 3

Nama : Rafika Purna Kinasih

NIM : 20140340113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

LO Skenario 4 Blok 3 Rafika Purna Kinasih

20140340113

1. Jelaskan macam-macam jaringan periodontal (fungsi, anatomi, histologi)!

2. Apa saja gangguan pada jaringan periodontal?

3. Apa etiologi gingivitis?

4. Apa saja tipe gingivitis?

5. Bagaimana penanganan dan pencegahan gingivitis?

6. Bagaimana mekanisme pertahanan gingiva terhadap gingivitis?

1. a. Gingiva

Fungsi- Indikator apabila jaringan periodontal terkena penyakit, seperti gingivitis.- Menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya.- Melindungi kerusakan mekanik maupun bacterial tulang alveolar.

Anatomi- Dibagi menjadi marginal, attached, dan area interdental.- Melekat pada tulang alveolar serta menutupi dan mengelilingi leher gigi- Meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke mukogingival junction (batas

antara gingiva dan mukosa mulut lainnya)- Berbatasan dengan membrane mukosa mulut yang menutupi palatum durum- Mengelilingi gigi dan meluas sampai ke ruang interdental- Antara permukaan oral dan vestibular, gingiva akan berhubungan satu sama

lainnya melalui gingiva yang berada di ruang interdental ini Histologi

- Merupakan jaringan ikat longgar.- Lapisan ephitelium stratificatum squamosum, cornificartum, dibagi menjadi

stratum corneum, stratum granulosum, stratum spinosum, stratum basale.- Lapisan epitel mempunyai tonjolan-tonjolan.

b. Tulang Aveolar

Fungsi- Membentuk dan mendukung soket gigi

Anatomi- Alveolar bone proper: bagian tulang alveolar yang membentuk dinding soket gigi.- Supporting alveolar bone: kompak, yang membentuk keeping oral dan vestibular

dan tulang spongi, yang terletak diantara lempeng cortical dan alveolar bone proper

Histologi

- Periousteum adalah lapisan yang menghubungkan jaringan lunak yang menutupi permukaan luar tulang yang terdiri dari lapisan luar yang terdiri dari jaringan kolagen dan bagian terdiri dari serabut elastik lempeng cortical oral maupun vestibular langsung bersatu dengan maksila maupun mandibula.

c. Ligamen Periodontal

Fungsi- Mendukung gingival.- Melekatkan sementum gigi dengan tulang alveolar.

Anatomi- Mengisi ruangan antara permukaan gigi dengan dinding soket, mengelilingi akar

gigi bagian koronal.- Mengelilingi akar gigi dan melekatnya ke tulang alveolar.- Melanjutkan diri dengan jaringan ikat gingiva dan berhubungan dengan sumsum

melalui kanalis vaskuler yang ada pada bone proper Histologi

- Merupakan jaringan ikat- Serabut kolagen yang tersusun secara teratur yang menghubungkan antara gigi

dan tulang alveolar. Serat-serat kolagen yang terutama adalah: serat krestal alveolar; serat horisontal; serat oblique; serat apikal.

- Terdapat sel mesenkhimal, fibroblas, osteoblas, osteoklas, sementoblas dan epitel malasez.

d. Sementum

Fungsi- Melapisi akar.- Mengikatkan gigi ke tulang alveolar, yaitu dengan adanya serat utama ligementum

periodontal yang tertanam didalam sementum (serat sharpey) Anatomi

- Tipis dan menutupi permukaan akar gigi.- Berbatasan dengan dentin dan email, maupun ligament periodontal- Menutupi permukaan akar gigi

Histologi- Strukturnya mempunyai banyak persamaan dengan struktur tulang- Jaringan mesenchymal yang tidak mengandung pembuluh darah/saraf dan

mengalami kalsifikasi.- Sementum seluler terbentuk setelah gigi mencapai bidang oklusal, bentuknya

kurang teratur (ireguler) dan mengandung sel-sel (sementosit) pada rongga-rongga yang terpisah-pisah (lakuna-lakuna) yang berhubungan satu sama lain melalui anastomosis kanalikuli. Dibanding dengan sementum aseluler, sementum seluler kurang terkalsifikasi dan hanya sedikit

- Sementum aseluler adalah sementum yang pertama kali terbentuk, menutup kurang lebih sepertiga servikal atau hingga setengah panjang akar, dan tidak mengandung sel-sel. Sementum ini dibentuk sebelum gigi mencapai bidang

oklusal, ketebalannya berkisar antara 30 – 230 µm. Shrapey merupakan struktur utamanya, yang peran utamanya mendukung gigi.

2. Gangguan periodontal dibagi menjadi dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap dan Parah. Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis. Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 tipe :

1. Gingivitis kronis2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)4. Periodontitis kronis5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)6. Periodontitis PrepubertasGejala KlinisUntuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis.1. Gingivitis KronisPresentase gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada usia 6 tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun. Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80- 90 %. Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan.Terjadi inflamasi gingiva tanpa adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan ikat. Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperamie, warna gingiva berubah dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler, sehingga jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva membengkak, licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva spontan atau bila dilakukan probing, gingiva sensitif, gatal dan terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen. Muncul perlahan-lahan dalam jangka lama dan tidak terasa nyeri kecuali ada komplikasi dengan keadaan akut. Bila peradangan ini dibiarkan dapat berlanjut menjadi periodontitis.

2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)_ Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada umur 10-11 tahun._ Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3 : 1)_ Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus._ Angka karies biasanya rendah._ Netrofil memperlihatkan kelainan khemotaksis dan fagositosis_ Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi, tetapi pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva._ Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing bisa terjadi perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang.3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

Periodontitis GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak serta inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2).4. Periodontitis KronisPeriodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata maupun prepubertas._ Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat._ Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama_ Angka karies biasanya tinggi_ Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal5. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)_ Terbentuk lesi seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabu-abuan._ Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh._ Gingiva berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas._ Mulut bau, kerusakan kelenjar limpa , lesu dan perasaan terbakar._ Penyakit ini besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi virus, kurang tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya.6. Periodontitis Prepubertas_ Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan menyeluruh. Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada usia 4 tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan mempengaruhi semua gigi desidui._ Pasien di bawah umur 12 tahun (4 atau 5 tahun)._ Perbandingan jenis kelamin hampir sama._ Angka karies biasanya rendah_ Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit_ Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat secara radiografis._ Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk generalisata dari pada bentuk terlokalisir.Tetapi tanpa adanya iritasi local diragukan terjadi akibat penggoskan dan flosing (membersihkan gigi dengan menggunakan bahwa penyakit sistemik dapat menyebabkan periodontal. Gingivitis hamper selalu benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak tetapt disepanjang garis gusi. Plak merupoakan suatu lapisan yanag terutama terdiri dari bakteri. Plak lebih sering menempel pada tambalan yang salah atau disekitar gigi yang terletak bersebelahan dengan gigi palsu yang jarang dibersihkan. Jika plak melekat pada gigi selama lebih dari 72 jam, maka akan mengeras danmembentuk karang gigi (kalkulusflosing (benang gigi) plak merupakan penyebab utama dari Gingivitis.

3. Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan

kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.Faktor Lokal1. Plak bakteri2. Kalkulus3. Impaksi makanan4. Pernafasan mulut5. Sifat fisik makanan6. Iatrogenik Dentistry7. Trauma dari oklusi1. Plak BakteriMerupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan :1. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh.2. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh.3. Menggerakkan proses immuno patologi.Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh.2. KalkulusTerdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung.3. Impaksi makananImpaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.Tanda-tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan yaitua. perasaan tertekan pada daerah proksimalb. rasa sakit yang sangat dan tidak menentuc. inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering berbau.d. resesi gingivae. pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari soketnya,sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan sensitif terhadap perkusi.

f. kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar4. Pernafasan MulutKebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal.5. Sifat fisik makananSifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi. Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidakdikunyah secara biasa tetapi dikulum di dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit.Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi.6. Iatrogenik DentistryMerupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Dokter gigi harus memperhatikan masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya :_ Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal (penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi tambalan yang menggantung (kelas II amalgam), tidak baik adaptasinya atau kontak yang salah, karena hal ini menyebabkan mudahnya terjadi penyakit periodontal._ Sewaktu melakukan pencabutan, dimulai dari saat penyuntikan, penggunaan bein sampai tang pencabutan dapat menimbulkan rusaknya gingiva karena tidak hati-hati._ Penyingkiran karang gigi (manual atau ultra skeler) juga harus berhati – hati, karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan gingiva. 7. Trauma dari oklusiTrauma ini menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh :_ Perubahan-perubahan tekanan oklusalMisalnya ada gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk seperti bruksim, clenching._ Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal_ Kombinasi keduanya.Faktor SistemikRespon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin,

nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.Faktor-faktor sistemik ini meliputi :1. Demam yang tinggi2. Defisiensi vitamin3. Drugs atau pemakaian obat-obatan4. Hormonal1. Demam yang tinggiPada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal.2. Defisiensi vitaminDi antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya iritasi lokal menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan).3. Drugs atau obat-obatanObat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri.4. HormonalPenyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan hormone estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit periodontal.

4.

a. Menurut durasinya :

1. Gingivitis akut

Suatu kondisi nyeri datang tiba-tiba dan durasi waktu yang singkat.

2. Gingivitis subakut

Fase lebih ringan dari gingivitis akut.

3. Gingivitis rekuren

Gingivitis yang muncul kembali setelah dirawat / hilang dengan sendirinya kemudian muncul kembali.

4. Gingivitis kronis

Gingivitis yang munculnya perlahan-perlahan, durasi lama, tidak begitu nyeri kecuali bila disertai eksaserbasi akut. Gingivitis kronis merupakan tipe yang paling sering dijumpai.

b. Menurut penyebarannya :

Gingivitis lokalis : mengenai 1 gigi / sekelompok gigi

Gingivitis general : dapat mengenai seluruh gigi

Gingivitis marginalis : mengenai marginal gingiva dan juga sebagian attach gingiva.

Gingivitis papillari : melibatkan papilla interdental sering meluas ke marginal gingiva. Papilla interdental yang paling sering diserang terutama peradangan bila dibandingkan marginal gingiva.

Gingivitis difuse : yang terserang marginal, attache, papilla interdental.

5. Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :

1. Kontrol Plak2. Profilaksis mulut3. Pencegahan trauma dari oklusi4. Pencegahan dengan tindakan sistemik5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat7. Pencegahan kambuhnya penyakit1. Kontrol PlakKontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok pencegahan penyakit periodontal , tanpa control plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol plak._ Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti pemeliharaan kesehatan._ Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan._ Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti mencegah kambuhnya penyakit ini. Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia_ Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air._ Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine).2. Profilaksis mulutProfilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :_ Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak. Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-anak._ Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh permukaan.

_ Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta gigi_ Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi._ Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung ._ Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan.3. Pencegahan trauma dari oklusiMenyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching.4. Pencegahan dengan tindakan sistemikCara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat.5. Pencegahan dengan prosedur ortodontikProsedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung rahang.6. Pendidikan kesehatan gigi masyarakatAgar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada masyarakat. Hal yang penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit periodontal dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode pencegahan karies gigi. Pendidikan kesehatan gigi masyarakat adalah tanggung jawab dokter gigi, organisasi kedokteran gigi dan Departemen Kesehatan. Pengajaran yang efektif dapat diberikan di klinik. Sedangkan untuk masyarakat dapat diberikan melalui kontak pribadi, aktivitas dalam kelompok masyarakat, media cetak maupun elektronik, perkumpulan remaja, sekolah dan wadah lainnya. Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti :_ Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak._ Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah tua._ Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga masyarakat tidak menyadarinya. Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan adanya penyakit_ Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada menanggulangi penyakit._ Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan perawatan gigiyang teratur._ Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi masyarakat.7. Pencegahan kambuhnya penyakitSetelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan

untuk menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat.PerawatanSering dijumpai pasien datang ke dokter gigi, dengan kasus yang dialami telah lanjut, sehingga tidak mungkin menghambat penyakit tersebut. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menyebabkan trauma bagi pasien usia remaja bila mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa mereka mempunyai penyakit periodontal dan akan kehilangan satu atau semua gigi-giginya bila tidak segera dirawat. Pada kasus ini, pasien harus ditenangkan dari keputusasaan dan diyakinkan bahwa walaupun penyakit tidak dapat dirawat, masih banyak usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan gigi selama bertahun-tahun. Dengan perawatan banyak gigi dapat dipertahankan sampai pasien mencapai dewasa. Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat sesegera mungkin setelah penyebab penyakit itu ditemukan. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih parah dan kehilangan gigi.Menurut Glickman ada empat tahap yang dilakukan dalam merawat penyakit periodontal yaitu:1. tahap jaringan lunak2. tahap fungsional3. tahap sistemik4. tahap pemeliharaan

1. Tahap jaringan lunakPada tahap ini dilakukan tindakan untuk meredakan inflamasi gingiva, menghilangkan saku periodontal dan faktor-faktor penyebabnya. Disamping itu juga untuk mempertahankan kontur gingiva dan hubungan mukogingiva yang baik. Pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal dapat dilakukan dengan penambalan lesi karies, koreksi tepi tambalan proksimal yang cacat dan memelihara jalur ekskursi makanan yang baik.2. Tahap fungsionalHubungan oklusal yang optimal adalah hubungan oklusal yang memberikan stimulasi fungsional yang baik untuk memelihara kesehatan jaringan periodontal. Untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal, usaha yang perlu dan dapat dilakukan adalah :occlusal adjustment, pembuatan gigi palsu, perawatan ortodonti, splinting (bila terdapat gigi yang mobiliti) dan koreksi kebiasaan jelek (misal bruksim atau clenching).3. Tahap sistemikKondisi sistemik memerlukan perhatian khusus pada pelaksanaan perawatan penyakit periodontal, karena kondisi sistemik dapat mempengaruhi respon jaringan terhadap perawatan atau mengganggu pemeliharaan kesehatan jaringan setelah perawatan selesai. Masalah sistemik memerlukan kerja sama dengan dokter yang biasa merawat pasien atau merujuk ke dokter spesialis.4. Tahap pemeliharaanKunjungan berkala ke dokter gigi untuk memeriksa tambalan, karies baru atau faktor penyebab penyakit lainnya.

6. MEKANISME PERTAHANAN GINGIVA

1.1. Deskumasi Epitel dan Keratinisasi

Secara kontiniu pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke permukaan luar. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana.

1.2. Cairan Sulkular

Keberadaan cairan sulkular atau ca iran sulkus gingiva sebenarnya masih dipertanyakan, apakah suatu transudat yang secara kontiniu diproduksi, atau merupakan eksudat inflamasi.

Komposisi cairan sulkular adalah :

• Elemen seluler : bakteri, sel epitel deskuamasi, limfosit (leukosit polimorfonuklear/LPN, limfosit dan monosit )

• Elektrolit : kalium, natrium, dan kalsium

• Bahan organik : karbohidrat dan protein

• Produk metabolik dan produk bakterial : asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, substansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial.

• Enzim : β glukuronidase, yang merupakan enzim lisosomal;dehidrogenase asam laktat yang merupakan enzim sitoplasmik; kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas atau LPN, atau diekskresi oleh bakteri; posfolipas, suatu enzim lisosomal tetapi yang bisa juga diproduksi oleh bakteri.

Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu :

1. Aksi membilas

2. Kandungan sel protektif

3. Memproduksi enzim

1.3. Leukosit pada Daerah Dentogingival

Leukosit dijumpai dalam sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Leukosit tersebut berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus.

Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah :

• 91,2 % LPN

• 8,5-8,8 % sel mononukleus : terdiri dari 58 % limfosit B, 24 % limfosit T, dan 18 % fagosit mononukleus

Leukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup dan memiliki kemampuan memfagositosa dan membunuh. Dengan demikian lekosit pada daerah dentogingival tersebut merupskan mekanisme protektif utama melawan serangan plak ke sulkus gingiva.

1.4. Saliva

Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah :

• Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral

• Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri

• Mengontrol aktivitas bakterial

Faktor – faktor antibakterial

Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic. Bahan – bahan organicnya meliputi ; ion, gas, bikarbonat, natrium, kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida. Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperoksidase, aglutinin ( seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin, fibronektin ) dan antibody.

Antibodi saliva

Saliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin A. antibody saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap strein bakteri yang khas pada usus. Banyak bakteri yang terdapat dalam saliva yang dibalut oleh IgA, dan deposit bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG. Diduga Ig yang ada pada saliva parotis dapat menghambat perlekatan spesies Streptococcus ke sel-sel epitel. Beberapa peneliti

melaporkan adanya peningkatan konsentrasi enzim saliva pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal. Enzim dimaksud adalah hialuronidase, lipase, β-gluronidase, kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase.Enzim proteolitik yang ada dalam saliva dihasilkan oleh pejamu maupun bakteri. Enzim-enzim tersebut berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit periodontal. Untuk melawan enzim tersebut, saliva mengandung :

o Antiprotease yang mengahambat protease sistein seperti katepsin

o Antileukoprotease yang mengahambat elastase

Lekosit

Kandungan lekosit saliva yang terutama adalah lekosit morfonukleus dengan jumlah yang bervariasi antar individu, antar waktu dalam sehari, dan meningkat dalam gingivitis. Lekosit mencapai rongga mulut dengan jalan migrasi menembus sulkus gingiva. Lekosit saliva yang hidup dinamakan orogranulosit, dan laju migrasi ke rongga mulut dinamakan laju migrasi orogranulosit

2. RESPON SEL INFLAMASI

2.1. Sel-sel yang terlibat

Sel-sel yang terlibat ada 5 yaitu :

1. Sel Mast

2. Netrofil (Leukosit Polimorfonuklear)

3. Makrofag

4. Limfosit

5. Sel plasma

2.2. Respon Umum Sel Inflamasi

Apabila terjadi serangan bakteri, sel-sel inflamasi akan merespon serangan tersebut dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan memfagositosa bakteri dan komponen bacterial atau menyingkirkan jaringan yang telah rusak. Sebagian sel-sel tersebut seperti limfosit T dan B membelah diri dan bertambah jumlahnya dengan jalan blastogenesis. Sel-sel lain melepas produk vasoaktif, sedangkan sel-sel lain menghasilkan substansi seperti sel-sel plasma dan makrofag yang menyebabkan atau membantu lisis sel –sel pejamu yang lainnya atau destruksi tulang alveolar.

2.3. Respon Khas dari Sel Mast

Sel mast akan mengalami degranulasi akibat reaksi hipersensitif tipe anafilaksis, yaitu bilamana antigen bereaksi dengan antibody imunoglobulin E (IgE). Pada waktu sel ini degranulasi maka granul sitoplasmiknya akan melepas histamin, slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), heparin, eosinofil chemotactic factor of anaphylaxis, dan bradikinin ke jaringan gingival. Dilepas pula interleukin yang efeknya meningkatkan aktivitas kolagenase, dan heparin (yang terkandung di granul lainnya) yang efeknya meningkatkan resorpsi tulang dengan jalan memperhebat efek hormon paratiroid.

2.4. Respon Khas dari Netrofil

Neutrofil atau leukosit polimorfonuklear penting dalam pertahanan pejamu melawan cedera dan infeksi, dan juga berperan penting dalam penyakit periodontal. Sel ini melalui proses khemotaksis akan menuju daerah yang mengalami cedera atau infeksi lalu menelan (fagositosis) dan akhirnya mencerna dan membunuh mikroorganisme serta menetralisis substansi toksik lainnya. Selain bersifat protektif, neutrofil bisa pula menyebabkan kerusakan pada jaringan pejamu. Granulnya mengandung substansi yang dapat membunuh, mencerna dan menetralisir mikroorganisme dan atau produknya. Granulnya juga mengandung lisosim, hidrolase asam, mieloperoksidase, kolagenase I dan III, katepsin D, katepsin G, elastase, dan laktoferin. Bila neutrofil abnormal, misalnya cacat khemotaksis, defisiensi daya adhesinya, dan kurangnya granul tertentu dapat menyebabkan penyakit periodontal yang lebih parah.

2.5. Respon Khas dari Makrofag

Sel ini berdsifat fagositik, dan aktivitasnya diperhebat oleh reseptor permukaan terhadap bagian Fc dari imunoglobulin G. bersama-sama dengan limfosit T, makrofag akan memproses antigen

bagi limfosit B. Pada lesi inflamasi, makrofag dibentuk dengan jalan diferensiai monosit yang diangkut oleh darah ke daerah lesi. Sel mononukleus tertarik ke sisi yang terinflamasi oleh limfokin (substansi yang dilepas oleh limfosit) atau sekarang sering disebut sitokin, misalnya interferon- (IFN-) dan factor komplemen (misalnya C5a). makrofag juga mensekresikan IL-1, IL-6, IL-8, IL-10, tumor necrosis factor- (TNF-), insulin-like growth factor, IFN-, dan IFN-, dan factor-faktor stimulator, inhibitor dan pertumbuhan lainnya. Makrofag juga memproduksi prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate (cAMP), dan kolagenase sebagai respon terhadap stimulasi dari endotoksin bakteri, kompleks imun, atau limfokin/interleukin. Kolagenase yang berasal dari makrofag diduga berperan penting dalm proses penghancuran kolagen pada periodonsium yang terinflamasi.

2.6. Respon Khas dari Limfosit

Ada 3 tipe limfosit yaitu limfosit T atau sel T yang berasal dari timus dan berperan pada imunitas yang diperantai sel, limfosit B atau sel B yang berasal dari hati, limfa, dan sumsum tulang, merupakan precursor sel plasma dan berperan pada imunitas humoral, dan sel natural killer (sel NK) dan sel killer (sel K). sel T terdiri dari banyak subset diantaranya yaitu (1)sel-T, penolong-penginduksi (helper-inducer T cells), disingkat dengan sel T>, yang membantu respon seluler sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibody, dan (2)sel T supresor-sitotoksik (suppressor-cytotoxic T cells), disingkat dengan sel T, yang menstimulasi aktivitas mikrobisidal sel-sel imunitas. Sel T> dapat melepas IL-2 dan IFN-g, sedangkan sel T melepas IL-4 dan IL-5. Sel B biasanya dikenali dari imunoglobulinpada permukaan selnya, yang biasanya berupa IgM atau IgD. Imunoglobulin permukaan ini bertindak sebagai reseptor bagi antigen. Sel NK ditandai dari tidak adanya reseptor dan imunoglobulin permukaan. Interaksi antara antigen dengan makrofag, yang dinamakan pemrosesan antigen, akan menyebabkan pengaktifan sel NK.

3. SISTEM KOMPLEMEN

Sekuens aktivasi komplemen adalah rangkaian gerbong kereta dan mirip dengan system koagulasi darah. Setelah salah satu komponen dari system komplemen diikat oleh bagian fc dari antibodi dalam kompleks antigen-antibodi, komponen lain dari system dari komponen bereaksi dalam sekuens yang berurutan. Secara umum, setiap komplemen yang teraktivasi akan membelah komponen-komplemen berikutnya menjadi fragmen, sampai seluruh rangkaian terselesaikan

3.2. Aktivasi system komplemen jalur langsung

Jalur klasik/langsung diaktifkan oleh reaksi antigen dengan antibodi(dulu dikenal sebagai polisakarida) seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lain yang merupakan activator memulai sekuens komplemen dengan jalan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. jalur alternative dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa sengan pada jalur klasik: C5, C6, C7, C8, dan C9.

3.3. Aktivasi sistem komplemen jalur alternative

Antibodi IgG, IgA, IgE teragregasi, endotoksin, lipo-oligosakarida seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lainnya yang merupakan aktivator memulai sekuens komplemen dengan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. Jalur alternatif dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. Sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa dengan pada jalur klasik C5,C6,C7,C8,C9.

4. TIPE REAKSI IMUNITAS

1. Tipe I (anafilaksis)

Pada reaksi anafilaksis antibody IgE melekat erat ke bagian Fc dari reseptor antibody yang terdapat pada sel mast dan leukosit basofilik. Antibody IgE pesensitisasi dinamakan antibody homositotropik karena mengikatkan diri pada sel pejamu tertentu, dalam hal ini sel mast dan leukosit basofilik. Reaksi anafilaksis terjadi apabila 2 antibody IgE yang melekat ke sel mast atau basofil bereaksi dengan antigen pesensitisasi melalui bagian Fab dari antibody. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan dilepasnya substansi farmakologis aktif dari sel yang tersensitisasi. Substansi tersebut berpotensi menginduksi kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.

2. Tipe II (reaksi sitotoksik)

Pada rekasi tipe II antibody bereaksi secara langsung dengan antigen yang terikat erat ke sel. Antibody yang terlibat pada reaksi sitotoksik adalah IgG atau IgM. Disamping menyebabkan lisisnya sel, antibody sitotoksik bisa menyebabkan kerusakan jaringan dengan jalan meningkatkan sintesa dan pelepasan enzim lisosomal oleh leukosit polimorfonuklear yang telah dibalut antigen. Pada saat ini masih belum ada bukti mengenai pentingnya peranan reaksi sitotoksik pada gingivitis dan periodontitis.

3. Tipe III (reaksi kompleks imun/ arthus)

Apabila antigen dalam level tinggi tidak disingkirkan, kompleks antigen-antibodi (IgG dan IgM) mengendap di dalam dan di sekeliling pembuluh darah halus dan dengan aktivasi komplemen yang berlangsung kemudian akan menyebabkan kerusakan jaringan pada daerah di mana terjadi reaksi. Perusakan jaringan adalah diakibatkan oleh pelepasan enzim lisosomal dari leukosit polimorfonuklear, aktivasi sel mast, aglutinasi platelet, pembentukan mikrotrombin, dan khemotaksis neutrofil. Reaksi tersebut dinamakan kompleks imun (immune complex) atau reaksi arthus (arthus reaction). Antigen bakteri pada gingival yang berasal dari gingival yang terinflamasi akan berkontak dengan cairan gingival/ sulkular yang mengandung antibody sehingga menimbulkan reaksi imun kompleks. Reaksi arthus buatan pada gingival monyet, menunjukan keadaan yang sama dengan yang terjadi pada manusia penderita periodontitis. Reaksi yang berulang-ulang akan menjurus ke pembentukan infiltrat inflamasi oleh makrofag, limfosit, dan sel-sel plasma yang kemudian diikuti oleh penghancuran kolagen dan resorpsi tulang osteoklastik.

4. Tipe IV (imunitas diperantai sel/ hipersensitivitas lambat)

Imunitas diperantai sel/selular tidak melibatkan antibody, tetapi didasarkan pada interaksi antigen dengan permukaan limfosit T. Reaksi diperantai sel diduga melepas limfokin, sekarang disebut sitokin, seperti OAF (osteoclast activating factor) yang berperan mengaktifkan osteoklast. Imunitas diperantai sel yang diinduksi secara eksperimental pada monyet ditandai dengan penghancuran jaringan yang mencakup kehilangan tulang yang hebat, pengurangan jumlah fibroblas, dan degradasi kolagen. Diduga bahwa kehilangan tulang pada reaksi diperantai sel adalah sebagai akibat langsung dari efek sel T atau aktivasi sel B yang meningkat.

5. SITOKIN

5.1. Pengertian Sitokin

Sitokinin yaitu suatu seri protein dengan berat molekul rendah yang memperantarai interaksi kompleks antara limfosit, sel-sel inflamasi, dan elemen seluler lain di jaringan ikat serta membantu pengaturan dan perkembangan sel-sel efektor imunitas, komunikasi antar sel, dan mengarahkan fungsi efektor.

5.2. Sitokin IL-1

Terdiri dari IL-1α dan IL-1β. Merupakan sitokin pleotropik proinflamasi yang multifungsi. Aktivitas biologisnya memungkinkan bergeraknya sel-sel inflamasi ke sisi yang terinfeksi; meningkatkan resorpsi tulang; menstimulasi ke PGE2 yang dilepas monosit dan fibroblas; menstimulasi pelepasan metaloproteinase matriks yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler; dan berpartisipasi dalam banyak aspek respon imun.

IL-1 disekresi oleh monosit, makrofag, sel-B, fibroblas, netrofil, sel-sel epitel dan beberapa tipe sel lainnya yang distimulasi. Pada periodonsium tipe yang dominan adalah IL-1α yang diproduksi terutama oleh makrofag.

5.3. Sitokin IL-2

Interleukin yang terdiri atas IL-2α dan IL-2β ini pada mulanya diberi nama T-cell growth factor karena efeknya terhadap sel-T pengaktif mitogen atau antigen (sel-T dan sel TФ). IL-2 berperan pada respon imun, disamping menstimulasi aktivitas fungsional makrofag, memodulasi fungsi sel NK, dan menginduksi proliferasi sel NK. Sitokin ini disekresi oleh sel-T dan sel NK, dan meningkat jumlahnya pada peridontitis.

5.4. Sitokin IL-4

Dulunya disebut BCGF-1 karena mengaktifkan sel-B, dan kemungkinan mencakup MIF . IL-4 ini berperan dalam aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel-B; pertumbuhan sel-T; fungsi makrofag; pertumbuhan sel mast; dan intesa IgE. Interleukin ini disekresikan sel-T>, dan jumlahnya pada periodonsium meningkat pada periodonsium meningkat menjadi periodontitis.

5.5. Sitokin IL-6

Menstimulasi sel plasma memproduksi imunoglobulin,dan bersama-sama dengan IL-1 mrngaktifkan produksi sel-T>. Diduga IL-6 berperan dalam resopsi tulang. IL-6 disekresi oleh sel-T>, makrofag, monosit, fibroblas, dan sel-sel endotel. Level IL-6 meningkat pada sisi gingiva yang terinflamasi, lebih tinggi pada periodontitis dibandingkan dengan pada gingivitis, dan lebih tinggi pada cairan sulkular pasien periodontitis refraktori.

5.6. Sitokin IL-8

Interleukin ini khemotaksis bagi netrofil dan meningkatkan adhesi netrofil ke sel-sel endotel. Disamping itu, IL-8 secara selektif menstimulasi aktivitas meraloproteinase matriks dari netrofil, sehingga turut berperan dalam penghancuran kolagen pada lesi periodontitis.

Jumlahnya meningkat pada lesi periodontitis, dan levelnya dalam cairan sulkular adalah lebih tinggi pada penderita periodontitis dibandingkan dengan individu dengan periodonsium sehat. IL-8 disekresi oleh monosit sebagai respon terhadap LOS, dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α).

5.7. Sitokinin IL-10

Interleukin ini menghambat kemampuan pengenal antigen dari monosit. IL-10 yang disekresi oleh sel-T> akan ditekan oleh sel-T>,IFN–γ yang diproduksi oleh sel NK dengan diinduksi oleh IL-2.

5.8. Internefron (IFN)

Terdiri atas IFN-α) IFN-β, dan IFN- γ adalah glikoprotein yang diproduksi oleh lekosit, fibroblas, dan limfosit T. IFN menimbulkan aktivitas antivirus, meningkatkan aktifitas makrofag, aktivitas dari sel-T dan sel NK. IFN-γ berperan dalam resorpsi tulang dengan menghambat proliferasi dan diferensiasi progenitor osteoklas.

5.9. Tumor Necrosis Faktor (TNF)

TNF atau tumor necrosis factor yang terdiri atas TNF-α dan TNF-βmenyebabkan nekrosis tumor tertentu. TNF-α diproduksi oleh makrofag setelah distimulasi oleh bakteri gram-negatif, termasuk lipopolisakarida (LPS). TNF-β yang dulu dikenal dengan nama lymphotoxin (LT) diproduksi oleh sel-T. TNF-α dan TNF-β berperan dalam aktivasi osteoklas dan menstimulasinya untuk menyebabkan resorpsi tulang. TNF-α juga membantu lekosit untuk mengadhesi ke sel-sel endotel dan meningkatkan kemampuan fagositosis dan khemotaksisnya. Perubahan tersebut, bersama-sama dengan efeknya terhadap makrofag menujurus ke angiogenesis yang diinduksi makrofag, diduga berperan dalam perubahan vascular yang terlihat pada penyakit periodontal.

5.10. Prostaglandin E2 (PGE2)

PGE2 adalah eikosanoid vasoaktif yang diproduksi monosit dan fibroblast. Prostaglandi E2 menginduksi resorpsi tulang dan sekresi metalloproteinase matriks. Level PGE2 adalah mengikat pada jaringan maupun cairan sulkular pada keadaan periodonsium yang terinflamasi.

6. INTERAKSI PEJAMU-BAKTERI PADA PENYAKIT PERODONTAL

Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa menimbulkan penyakit gingiva ata penyakit periodontal, hal mana karena peranan dari mekanisme pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada didalam plak meningkat jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui daya ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit. Penyakit bias juga timbul sebagai akibat penurunan kemampuan pertahanan pejamu.

Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam jaringan gingiva akan menginduksi respon pejamu secara sistemik maupun local. Pada gingivitis dan periodontitis, respon imunitas tersebut mempunyai fungsi protektif maupun destruktif.

Mekanisme keterlibatan bakteri subgingiva dalam patogenesis penyakit periodontal adalah bervariasi. Periodontopatogen (bakteri yang pathogen terhadap periodonsium) memiliki sejumlah faktor yang memungkinkannya menghancurkan periodonsium secara langsung, atau secara tidak langsung dengan jalan memicu respon pejamu.