Lkti Novalina Annisa y . Unri

download Lkti Novalina Annisa y . Unri

of 23

Transcript of Lkti Novalina Annisa y . Unri

  • LOMBA KARYA TULIS ILMIAH ENGINEERING FAIR

    PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL INFUS MENJADI BAHAN

    BAKAR ALTERNATIF DENGAN TEKNIK PIROLISIS

    DIUSULKAN OLEH

    NOVALINA ANNISA YUDISTIRA (1107114131)

    PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

    PEKANBARU

    2013

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul PEMANFAATAN

    LIMBAH BOTOL INFUS MENJADI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

    DENGAN TEKNIK PIROLISIS . Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Dosen-dosen teknik lingkungan yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.

    2. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat dan dorongan sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan

    3. Teman-teman seperjuangan Teknik Lingkungan Universitas Riau atas dukungan yang telah diberikan

    Penulis menyadari penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

    penulis sangat terbuka atas kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

    demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis juga berharap karya tulis ilmiah

    ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca.

    Pekanbaru, Mei 2013

    Penulis

  • ii

    ABSTRAK

    Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun khususnya limbah medis di wilayah

    Sumatera belum dilakukan secara optimal oleh tempat tempat penyedia pelayanan kesehatan yang terkait. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya rumah sakit

    yang membuang botol bekas infuse ke TPA. Seiring dengan hal itu, kelangkaan

    bahan bakar fosil di Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Untuk itu

    diperlunan terobosan baru untuk dapat mengoptimalkan pemakaian bahan bakar fosil

    yang masih tersisa, yaitu dengan mengubah botol bekas infuse yang berasal dari

    turunan minyak bumi menjadi bahan bakar alternatif. Rata rata setiap pasien rawat inap menggunakan dua buah infuse setiap hari. Sehingga untuk mengatasi hal ini,

    botol bekas infuse bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan energy alternative

    dengan teknik pirolisis yang sangat potensial. Energi hasil pirolisis botol bekas infus

    hampir mendekati bahan bakar solar. Dengan efisiensi hasil minyak dari bahan baku

    mencapai 80 90 %. Dengan demikian botol bekas infuse sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bahan bakar solar.

    Kata kunci : Botol bekas infuse, teknik pirolisis

  • iii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar.... i

    Abstrak ii

    Daftar Isi... iii

    BAB I Pendahuluan .................................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

    1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penulisan..... 3

    BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 4

    2.1 Bahan Kimia Penyusun Botol Infus .............................................................. 4

    2.2 Pirolisis .......................................................................................................... 7

    2.3 Pengolahan Plastik menjadi BBM... 10

    BAB III Metode Penulisan .................................................................................... 12

    BAB IV Pembahasan ... 13

    4.1 Pengolahan botol infuse menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi. 13

    BAB V Kesimpulan dan Saran.16 5.1 Kesimpulan 16 5.2 Saran.... 16

    Daftar Pustaka ........................................................................................................... 17

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Tidak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi, pertumbuhan penduduk dan

    sifat manusia yang tidak pernah puas telah mengeksplorasi sumber daya alam yang

    ada di bumi ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terutama pada penggunaan

    bahan bakar fosil. Di setiap tahunnya kebutuhan manusia akan energy fosil selalu

    meningkat. Dan selama 10 tahun terakhir, permintaan energi berbahan bakar fosil

    telah naik sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena hampir 80 % sumber energy dunia

    masih berasal dari bahan bakar fosil (IEA : 2013). Cadangan bahan bakar fosil,

    terutama minyak bumi, makin menipis dan diperkirakan habis dalam 22 tahun

    kedepan (Media Brief : 2011). Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi,

    orang orang mulai mencari energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil. Beraneka bahan diolah menjadi bahan bakar fosil, terutama bahan yang

    mengandung lemak yang berasal dari nabati ataupun hewani. Hasil pengolahan

    pengganti bahan bakar fosil sekarang dikenal dengan biofuel. Bahan baku yang cocok

    untuk dikonversi menjadi biofuel termasuk dari pati (seperti jagung), lemak hewan

    atau minyak sayur, bahan lignoselulosa (seperti pohon, rumput atau batang jagung ,

    limbah kertas), limbah organic dan lain - lain.

    Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari bahan organik, yang juga disebut

    non-fossil energy . Biofuel yang terdiri atas Bio-diesel dan Bio-ethanol (ethanol)

    merupakan pilihan untuk dipergunakan sebagai sumber energi pengganti minyak.

    Biofuels, baik dalam bentuk Bio-diesel maupun Bio-ethanol (ethanol) yang dibuat

    dari biomasa atau bahan hayati, sejak abad 19 sudah dipergunakan sebagai bahan

    bakar mesin kendaraan, namun sejak ditemukan dan dikembangkannya minyak yang

    berasal dari fosil, pemanfaatan biofuels sebagai bahan bakar mesin kendaraan

    terabaikan karena tidak dapat bersaing secara ekonomi dengan bahan bakar fosil yang

    lebih murah. Biofuels dipromosikan kembali, selain disebabkan oleh semakin

    meningkatnya harga minyak dunia, ketersediaan bahan baku biofuels yaitu biomasa

    seperti kelapa sawit, kedelai, ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan jagung yang banyak

    tersedia di Indonesia, serta makin menipisnya cadangan minyak bumi Indonesia

    (Endang :2006).

    Namun pemanfaatan bahan pangan sebagai biofuel juga menjadi kontroversi.

    Hal ini dikarenakan pengekplorasian bahan pangan menjadi pengganti bahan bakar

    fosil secara berlebihan akan mengakibatkan krisis pangan untuk generasi selanjutnya.

    Berbagai terobosan pun diciptakan seperti pemanfaatan limbah sisa dari limbah

    pertanian. Dengan adanya pemanfaatan limbah organik dari bahan pangan, maka

    muncullah ide untuk pengolahan bahan bakar fosil dari sampah plastik. Plastik adalah

    suatu produk kimia yang telah dikenal dan digunakan secara luas oleh seluruh lapisan

    masyarakat, baik yang tinggal di desa maupun didaerah perkotaan.

    Saat ini, sekitar 129 juta ton plastik setiap tahunnya diproduksi, dari jumlah itu

    diproduksi dari bahan minyak bumi (Tri Anggono dkk : 2009). Karena plastik

  • 2

    diproduksi dari bahan minyak bumi yang merupakan salah satu bahan bakar fosil,

    maka sangat berpotensi dilakukan pengolahan untuk mengubahnya kembali menjadi

    minyak bumi.

    Plastik merupakan bagian dari molekul hidrokarbon zat yang penyusun

    dasarnya adalah karbon dan hidrogen (Anonymous : 2006). Secara garis besar, plastik

    dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : plastik thermoplast dan plastik

    thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang

    dengan adanya panas. Yang termasuk plastic thermoplast antara lain : PE, PP, PS,

    ABS, SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dan lain lain. Sedangkan plastik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak

    dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.

    Yang termasuk plastic thermoset adalah : PU (Poly Urethene), UF (Urea

    Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dan lain sebaginya

    (Iman M : 2008).

    Salah satu limbah plastic yang cukup berbahaya dan belum termanfaatkan

    dengan baik adalah limbah yang berasal dari kantong infus. Meskipun telah ada

    ketentuan khusus untuk penanganan limbah rumah sakit, tidak banyak rumah sakit

    yang melakukannya. Bahkan sering kita lihat dipemberitaan tentang pembuangan

    kantong infuse ke TPA. Limbah kantong infuse harus ditangani dengan baik karena

    dikhawatirkan mengandung bibit penyakit. Selama ini kantong infuse banyak

    digunakan oleh pengusaha kecil mainan anak anak sebagai bahan baku mainan. Hal ini tentu akan memberikan kemungkinan penyebaran bibit penyakit bagi anak melalui

    mainan.

    Kantong infuse biasanya terbuat dari polimer etilena atau polipropilena.

    Polimer etilena dibuat melalui polimerisasi adisi dari etena. Plastik ini sifatnya sangat

    fleksibel. Polipropilena merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses

    polimerisasi gas propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah

    dibandingkan dengan jenis plastic lain (Iman M:2008).

    Proses sintesis bahan pengganti minyak bumi dari limbah plastic ini

    menggunakan teknik pirolisis dan dilanjutkan dengan kondensasi. Pirolisis adalah

    dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit

    oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan

    struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis

    ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi

    (Fajri:2012).

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

    1.2.1 Bagaimanakan potensi dari sampah botol infuse yang dapat diolah

    menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi ?

    1.2.2 Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengolah sampah dari botol

    infuse menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi ?

  • 3

    1.3 Tujuan Penulisan

    1.3.1.Mengetahui kandungan dari botol infuse sehingga dapat dilakukan

    pengolahan menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi

    1.3.2 Mengetahui cara pengolahan botol infuse menjadi bahan bakar pengganti

    minyak bumi

    1.4 Manfaat Penulisan

    Manfaat dari karya tulis ini dapat dikategorikan menjadi:

    1.4.1 Bagi Pemerintah

    1.4.1.1 Membantu pemerintah menangani krisis energi yang terjadi di Indonesia

    1.4.1.2 Membantu pemerintah menanggulangi pencemaran akibat sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan

    1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi

    1.4.2.1 Menjadi alternatif penanggulangan krisis energi bahan bakar fosil di Indonesia

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bahan kimia penyusun botol infuse

    Botol infus terbuat dari bahan polimer sintetis berupa plastik. Menurut Jons

    Jacob Berzelius, senyawa dengan rumus empiris sama, tetapi massa molekulnya

    berbeda dinamakan polimer. Polimer didefinisikan sebagai senyawa dengan massa

    molekul besar dan merupakan gabungan dari monomer-monomer pembentuknya.

    Polimer yang berasal dari alam disebut polimer alam. Polimer yang dapat dibuat di

    laboratorium maupun diproduksi dalam jumlah besar di industri, dikenal dengan

    polimer sintetik. Plastik merupakan bagian dari molekul hidrokarbon zat yang

    penyusun dasarnya adalah karbon dan hydrogen.

    Bahan plastik buatan pertama kali dikembangkan pada abad ke-19, dan saat ini

    di awal abad ke-21 jenis bahan ini telah ada disekeliling kita dalam bentuk dan

    kegunaan yang sangat beragam. Cellulose nitrate merupakan salah satu jenis bahan

    plastik yang pertama-tama dikembangkan. Bahan ini ditemukan oleh Alexander

    Parkes dipertengahan abad ke-19 dan pertama kali dipamerkan pada suatu Pameran

    Akbar di London tahun 1862 dalam bentuk sol sepatu dan bola-bola billiard. Pada

    tahun 1869 John Wesley Hyatt mengembangkan bahan Cellulose nitrate ini lebih

    lanjut dengan cara mencampurkannya dengan camphor menjadi bahan baru yang

    kemudian diberi nama Celluloid. Bahan ini menjadi sangat popular digunakan pada

    produk-produk sisir rambut, kancing pakaian dan gagang pisau (Tommy P : 2011).

    Di Indonesia, bahan utama botol infuse yang sering digunakan adalan polimer

    etilena dan polipropilena. Polimer etilena dan polipropilena termasuk kedalam

    polimer adisi. Polimer adisi adalah polimer yang terjadi melalui reaksi adisi, yaitu

    reaksi yang melibatkan senyawa yang mengandung ikatan rangkap, kemudian diubah

    menjadi ikatan tunggal (Budiyanto : 2013).

    Poli etilen (PE) adalah bahan termoplastik yang kuat dan dapat dibuat dari

    yang lunak sampai yang kaku. Secara kimia, PE sangat inert. Polimer ini tidak larut

    dalam pelarut apapun pada suhu kamar, tetapi dapat menggembung dalam cairan

    hidrokarbon (bensin) dan karbon tetraklorida (CCl4). PE tahan terhadap asam dan

    basa, tetapi dapat rusak oleh asam nitrat pekat. Jika dipanaskan secara kuat, PE

    membentuk ikatan silang yang diikuti oleh pemutusan ikatan secara acak pada suhu

    lebih tinggi, tetapi tidak terdepolimerisasi (Budiyanto : 2013).

    Gambar 1. Struktur polietilen

    Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh

    dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses polimerisasi yang

    dilakukan ada dua macam, yakni pertama dengan polimerisasi yang dijalankan dalam

    bejana bertekanan tinggi (10003000 atm) menghasilkan molekul makro dengan

  • 5

    banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua,

    polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10 40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun parallel (Mimi N :2002).

    Ada dua jenis polietilen yaitu polietilen densitas rendah (low-density

    polyethylene / LDPE) dan polietilen densitas tinggi (high-density polyethylene /

    HDPE). LDPE adalah plastik yang mudah dibentuk ketika panas, yang terbuat dari

    minyak bumi, dan rumus molekulnya adalah (-CH2- CH2-)n. Polietilen densitas

    rendah relatif lemas dan kuat, digunakan antara lain untuk pembuatan kantong kemas,

    tas, botol infus, industri bangunan, dan lain-lain. Dia adalah resin yang keras, kuat

    dan tidak bereaksi terhadap zat kimia lainnya, kemungkinan merupakan plastik yang

    paling tinggi mutunya. Besarnya densitas dari LDPE ini adalah 0,910 0,940 g/cm3 (Ghanie : 2012).

    Gambar 2. LDPE

    Polietilen densitas tinggi sifatnya lebih keras, kurang transparan dan tahan

    panas sampai suhu 1000C. Densitas HDPE lebih besar atau sama dengan 0,940 g/cm

    3.

    Plastik HDPE bersifat kenyal, tidak mudah sobek, dan tahan terhadap kelembapan.

    Bahan kimia plastik HDPE banyak digunakan untuk pembungkus, dus, isolator

    listrik, pelapis kabel, dan lain-lain. Campuran polietilen densitas rendah dan

    polietilen densitas tinggi dapat digunakan sebagai bahan pengganti karat, mainan

    anak-anak, dan lain-lain (Utiya A: 2009).

    Gambar 3. HDPE

    Sedangkan polipropilena mempunyai sifat sangat kaku, berat jenis rendah,

    tahan terhadap bahan kimia, asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak.

    Polipropilena merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi

    gas propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah dibandingkan dengan

    jenis plastic lain.

  • 6

    Gambar 4. Bentuk struktur polipropilena

    Polipropilena sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga

    serupa. Polipropilena lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,

    ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup

    mengkilap. Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal

    naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi

    dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis

    Natta- Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen.

    Plastik polipropilen digunakan untuk membuat alat-alat rumah sakit, komponen

    mesin cuci, komponen mobil, pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta

    bahan pembuat karung. Polipropilena merupakan plastik polymer yang mudah

    dibentuk ketika panas, rumus molekulnya adalah (-CHCH3-CH2-)n. Yang lentur,

    keras dan resisten terhadap lemak (Chad N : 2007). Secara industri, polimerisasi

    polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalis koordinasi.

    Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai liniar yang berbentuk AA-A-A-A- , dengan A merupakan propilena. Pada polimer polipropilena, rantai

    polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul

    tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara

    tidak teratur). Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral

    dengan sudut antara ikatan C-C 109,5o dan membentuk rantai zigzag planar. Untuk

    polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda - beda

    tergantung pada posisi relatif gugus metal satu sama lain di dalam rantai polimernya.

    Ini menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotakt

    Tabel 1. Perbandingan specific gravity dari berbagai material plastik.

    2.2 Pirolisis

    Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses

    pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 C, ketika komponen yang tidak stabil

    Resin Specific gravity

    PP 0,85-0,90

    LDPE 0,91-0,93

    HDPE 0,93-0,96

    Polistirena 1,05-1,08

    ABS 0,99-1,10

    PVC 1,15-1,65

    Asetil Selulosa 1,23-1,34

    Nylon 1,09-1,14

    Poli Karbonat 1,20

    Poli Asetat 1,38

  • 7

    secara termal, dan kadar volatil pada sampah akan pecah dan menguap bersamaan

    dengan komponen lainnya. Pirolisis dilakukan di dalam sebuah pengurangan atmosfer

    (hampa udara) pada temperatur hingga 800oC. Limbah plastik melalui proses pirolisis mampu

    diubah menjadi feedstock petrokimia seperti nafta, liquid dan wax seperti hidrokarbon dan

    gas serta minyak dasar untuk pelumas. Teknik pirolisis telah digunakan sejak awal tahun

    1930 di Jerman untuk peningkatan residu hidrogenasi yang diperoleh dari

    pencairan/pelelehan batubara (coal liquefaction). Perusahaan termal dari limbah plastik telah

    dilakukan pada skala industri oleh BASF di Jerman (Cindianty : 2011).

    Produk cair yang menguap mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon.

    Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO, CO2, H2O, dan

    CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh pada kecepatan

    reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks, sehingga model

    matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang diformulasikan oleh setiap

    peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang berbeda (Aprian R : 2013).

    Pirolisis terbagi mejadi dua tahap, yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder.

    Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada bahan baku (umpan),

    sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi pada partikel dan gas atau

    uap hasil pirolisis primer. Pirolisis primer terjadi pada suhu di bawah 600 O

    C dan

    produk penguraian yang utama adalah karbon (arang). Sedangkan pirolisis sekunder

    terjadi pada suhu lebih dari 600 O

    C, berlangsung cepat dan produk penguraian yang

    dihasilkan adalah gas karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), senyawa-senyawa

    hidrokarbon berbentuk gas, serta tar. Pirolisis sekunder ini merupakan dasar proses

    yang digunakan pada sistem gasifikasi (gas producer) dimana biomassa diuraikan

    untuk memperoleh gas bahan bakar karbon monoksida (CO).

    Berdasarkan tingkat kecepatan reaksinya, pirolisis primer dibedakan menjadi

    pirolisis primer lambat dan pirolisis primer cepat. Pirolisis primer lambat terjadi pada

    kisaran suhu 150 300 OC, merupakan proses yang digunakan sebagai teknologi pembuatan arang. Pada proses ini reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi.

    Sedangkan hasil reaksi keseluruhan proses adalah karbon, uap air, karbon monoksida,

    dan karbon dioksida. Semakin lambat proses, semakin banyak dan semakin baik mutu

    karbon yang dihasilkan. Oleh karenanya untuk memproduksi arang dalam jumlah

    besar dan baik mutunya diperlukan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

    Pada pirolisis primer cepat (diatas 300 OC), reaksi keseluruhan menghasilkan uap air,

    arang, gas, dan 50% - 70% uap minyak pirolisis (PPO = primary pyrolisis oil) yang

    menyusun ratusan senyawa monomer, oligomer, monomer penyusun selulosa dan

    lignin (Fajri : 2012 ).

    Faktor-faktor atau kondisi yang mempengaruhi proses pirolisis adalah sebagai

    berikut (Mulyadi, 2010):

    a. Waktu Waktu berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan karena semakin lama

    waktu proses pirolis berlangsung, produk yang dihasilkan (residu padat, tar, dan gas)

    semakin naik. Kenaikan itu sampai dengan waktu tak hingga (t) yaitu waktu yang

    diperlukan sampai hasil padatan residu, tar, dan gas mencapai konstan. Nilai t

    dihitung sejak proses isotermal berlangsung. Tetapi jika melebihi waktu optimal

  • 8

    maka karbon akan teroksidasi oleh oksigen (terbakar), menjadi karbondioksida dan

    abu. Untuk itu pada proses pirolisis penentuan waktu optimal sangatlah penting.

    Dengan mengambil anggapan bahwa reaksi dekomposisi berlangsung secara

    progresif atau seragam pada seluruh partikel, maka persamaan kecepatan reaksi yang

    dinyatakan dalam fraksi massa per satuan waktu adalah

    dw/dt = - k (w - w)n . (1) dengan,

    w = fraksi massa sampa plastik, yang dinyatakan dengan ;

    w = mt / mto , bagian,

    w = fraksi residu padat pada saat t = t , yang dinyatakan dengan

    w = m / mto . (2) dengan :

    mto = massa umpan saat awal pada suhu isotermal, gram,

    mt = massa residu padat setiap saat, gram,

    m = massa residu padat saat t = t pada suhu isotermal, gram,

    n = orde reaksi,

    k = konstante laju dekomposisi termal.

    Pada saat (t), fraksi volatil matter yang terdekomposisi mencapai (xs),

    didefinisikan sebagai. Pada saat (t), fraksi volatil matter yang terdekomposisi

    mencapai (xs), didefinisikan sebagai devolatilization degree yang nilainya adalah:

    xs = [mto - mt]/ [mto- m]

    b. Suhu Suhu sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena sesuai dengan

    persamaan Archenius yang menyatakan suhu semakin tinggi nilainya konstanta

    dekomposisi termal semakin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi

    naik. makin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik. Berdasarkan

    teorema Arrhenius hubungan konstante persamaan reaksi dengan suhu absolute,

    adalah

    k = k0. e-(E/RT) (3)

    dengan,

    k = Konstanta kecepatan reaksi dekomposisi termal

    ko = Faktor tumbukan (factor frekuensi)

    E = Energi aktivasi (kal/gr.mol)

    T = Suhu absolute (0K)

    R = Tetapan gas (1,987 kal/gr.mol 0K) maka persamaan (1) dapat dinyatakan

    dengan

    dw/dt = -ko e -E/RT (w - w)n (4),

    jika kecepatan reaksi (4) mengikuti persamaan reaksi orde satu, maka

    dw/dt = -ko e -E/RT (w - w) (5),

    Pada proses isotermal integrasi persamaan (5) dengan keadaan batas antara t =

    t1 sampai dengan t = t2 , diperoleh

  • 9

    ln (w1 - w) - ln(w2- w) = ko e -E/RT (t2 - t1) (6).

    Apabila reaksi dekomposisi terjadi pada permukaan partikel dan reaksi

    mengikuti constant size particles, dan berlangsung secara unreacted-core model,

    maka dengan luas permukaan butir (a) dan konstante kecepatan reaksi dekomposisi

    (k) persamaannya berwujud:

    -(1/a)[(dC)/dt] = k C

    -(1/a)[(dmt/mto)/dt]= k C

    -[1/a][dmt/dt]= k mto C (7).

    Dengan menganggap partikel padat berbentuk bola pejal, dan ukuranya relatif

    seragam, maka

    dmt = (r) dVs = (r) 4 p r2 dr ,

    -(1/a)(dmt/dt) = -[1/(4p r 2)][(r)(4p r2)dr /dt] = -(r) [dr/dt]

    -dr/dt = -[1/(r.a)](dmt/dt) (8)

    subtitusi persamaan (7) ke (8)diperoleh,

    -dr/dt = k(mto /r) C (9).

    bila diintegralkan, diperoleh

    t = [r/(C mtok)] (ro -r),

    t = [(ro r)/(m k)](1 - r/ro) (10)

    Plastik yang belum terdekomposisi (1- xs) dapat dihitung, yaitu:

    (1-xs) = (r)(4/3)p r3/{(r)(4/3)pro3}=(r/r o)3,

    r/ro =(1-xs)1/3 (11).

    Subtitusi persamaan 10 ke 11 dihasilkan

    t = [(ro r)/(m k)] [1-(1-xs)1/3] (12).

    Kalau waktu yang diperlukan untuk mencapai dekomposisi sempurna (xs=1) adalah

    tr, maka

    tr = [(ro r)/(m k)] (13).

    penggabungan (12 dan (13) menjadi:

    [1-(1-xs)1/3] = t/tr (14).

    Plastik yang belum terdekomposisi (1- xs) dapat dihitung, yaitu:

    (1-xs) = (r)(4/3)p r3/{(r)(4/3)p r o3}=(r/r o)3,

    r/ro =(1-xs)1/3 (15).

    Subtitusi persamaan 14 ke 15 dihasilkan

    t = [(ro r)/(m k)] [1-(1-xs)1/3] (16).

  • 10

    Menurut Mulyadi (2010) hubungan antara [1-(1-xs)1/3] dengan waktu t, berbentuk

    linear dengan tangen arah [tr] atau [(ro r)/(m k)], maka hal ini merupakan bukti

    bahwa langkah reaksi kimia yang berperan.

    c. Ukuran Partikel Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil,semakin besar ukuran partikel. Luas

    permukaan per satuan berat semakin kecil,sehingga proses akan menjadi lambat.

    d. Berat Partikel

    Semakin banyak bahan yang dimasukkan,menyebabkan hasil bahan bakar

    cair(tar) dan arang meningkat (Aprian R : 2013)

    2.3 Pengolahan plastic menjadi BBM

    Adapun parameter yang terlibat pada pengolahan plastik menjadi BBM adalah :

    2.3.1. Landfill disposal

    Pada tahap ini nantinya berguna untuk memilih sampah plastik dan menyortir

    plastik yang akan digunakan pada pembuatan BBM.

    2.3.2 Waste treatment

    Karena bahan baku kita merupakan plastik limbah dari limbah medis dan botol

    infuse dibuat dari berbagai bahan baku dan memiliki berbagai ukuran maka perlu

    diseragamkan ukurannya dengan menggunakan alat pemotong sejenis double roll

    cutter.

    2.3.3 Dryer/preheater

    Yaitu alat yang berguna untuk mengeringkan plastik yang sudah kita cuci serta

    supaya kandungan air pada produk minyak nantinya sedikit sehingga kualitas produk

    juga bagus. Pengeringan dan preheater disini juga berguna untuk mengurangi

    konsumsi panas pada reaktor/distilasi nantinya.

    2.3.4 Intake manipul (besi).

    Fungsinya memasukkan sampah plastik ke dalam tangki reaktor di atas tungku

    pembakar. Bahan bakarnya bisa limbah kayu bekas atau gas elpiji. Bahkan, juga gas

    metan hasil pembakaran sampah sehingga lebih ekonomis.

    2.3.5 Tangki reaktor (kolom destilasi)

    Reaktor yang dapat digunakan adalah reaktor jenis destilasi vacum dimana

    menggunakan suhu lebih dari 400 OC.

    2.3.6 Condensor

    Untuk memperoleh uap reaktor dihubungkan dengan kondensor atau

    pengembun yang berada di atas tangki. Diperlukan minimal dua kondensor untuk

    memisahkan uap yang mengandung rantai molekul pendek dengan uap yang

    mengandung rantai molekul panjang. Penyaluran uap ini menggunakan pipa besi

    sehingga tahan suhu tinggi atau panas. Selanjutnya, pada setiap kondensor dipasang

    pipa penyalur untuk mengalirkan embun dari uap yang dihasilkan. Tetes demi tetes

    embun ditampung dalam botol sebelum proses refinery.

    Dari kondensor ini didapatkan 3 macam produk yaitu : (Rahmad R:2013)

    a. Bensin

    b. Solar dan kerosene

  • 11

    c. Residu/oli/gomok

    Fraksi Jumlah

    atom C

    Titik

    didih

    (oC)

    Kegunaan

    Bensin

    (Gasolin)

    C4 C7 30 100 Bahan bakar kendaraan bermotor.

    Kerosin C10 - C16 165 280 Digunakan sebagai bahan bakar pesawat udara (avtur) dan bahan bakar kompor

    parafin.

    Minyak

    Solar/

    diesel

    C12 - C19 215 340 Digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel; minyak solar untuk

    kendaraan mesin diesel dengan rotasi tinggi,

    sedangkan minyak diesel untuk rotasi

    sedang/rendah,

    disamping sebagai bahan bakar tungku di

    industri.

    Minyak

    pelumas

    C16 - C28 290 440 Digunakan sebagai minyak pelumas. Hal ini terkait dengan kekentalan (viskositas) yang

    cukup besar.

    Tabel 2. Hasil pengolahan bahan bakar minyak

  • 12

    BAB III

    METODE PENULISAN

    Penulisan karya tulis dilakukan dengan telaah pustaka. Dengan mempelajari

    berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah maka diambil kesimpulan yang

    merupakan jawaban dari permasalahan yang dikaji. Literatur yang dijadikan referensi

    berasal dari beberapa buku, jurnal, artikel, serta informasi-informasi dari internet.

    Studi literatur dimulai dengan mendapatkan data potensi keberadaan limbah

    infuse rumah sakit yang belum dikelola secara optimal dan kandungan yang terdapat

    dalam plastic botol infus. Data ini sangat diperlukan sebagai dasar perlunya

    dikembangkan plastic botol infuse sebagai sumber bahan baku alternatif untuk

    memproduksi bahan bakar pengganti energy fosil. Ide tersebut kemudian dianalisis

    dengan mencari informasi pendukung sehingga ide tersebut mungkin dijadikan

    alternatif baru penanganan krisis energi .

    Data selanjutnya yang dicari adalah proses pirolisis pembuatan bahan bakar

    pengganti bahan bakar fosil. Berdasarkan data-data yang didapatkan tersebut dapat

    dijadikan sebagai pedoman pengolahan botol infuse menjadi bahan bakar pengganti

    energy fosil. Sehingga dengan mendapatkan cara pembuatannya maka strategi

    pengembangan pembuatan bahan bakar alternatif dari limbah plastic kantong infus

    dapat dilakukan dan ditariklah sebuah kesimpulan yang merupakan jawaban dari

    penanggulangan yang ditemukan.

  • 13

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Pengolahan botol infuse menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi

    Botol infuse merupakan salah satu sampah yang banyak dihasilkan dalam

    kegiatan medis. Meskipun termasuk kedalam limbah yang beracun dan berbahaya,

    tetapi penanggulangannya belum maksimal. Tidak sedikit rumah sakit dan tempat

    pelayanan kesehatan yang belum mengolah limbahnya termasuk limbah kantong

    infuse. Berikut ini akan diuraikan salah satu proses pengolahan limbah botol infuse

    menjadi bahan bakar minyak.

    Gambar 5. Diagram alir pengolahan botol infuse menjadi bahan bakar

    Hal pertama yang bisa dilakukan adalah pemilahan bahan baku. Dalam hal ini

    bahan baku yang digunakan adalah botol infuse dengan bahan dasar poli etilen

    dengan jenis low density polyethylene (LDPE) dan polipropilena. Sebelum diolah

    botol infuse disterilisasi terlebih dahulu untuk membunuh zat pathogen yang terdapat

    di botol infuse. Botol botol infuse dimasukkan kedalam autoklaf. Autoklaf menggunakan uap bertekanan untuk menaikkan suhu barang yang sedang disterilkan

    sampai suatu taraf yang mematikan semua bentuk kehidupan. Untuk sterilisasi rutin,

    autoklaf biasanya dioperasikan pada tekanan uap 15 lb/in2. Pada tekanan ini suhu

    menjadi 121o C. Waktu yang diperlukan pada suhu ini adalah 15 sampai 20 menit

    (Aisyah : 2009). Meskipun pada tahap pirolisis dilakukan pembakaran, pembunuhan

    kuman kuman pathogen lebih baik dilakukan terlebih dahulu untuk merawat mesin pengolahan yang digunakan. Botol infuse yang telah disterilisasi kemudian

    Pemilahan

    bahan baku

    (LDPE / PP)

    Sterilisasi

    bahan

    Pengeringan

    Pencacahan

    atau

    pemotongan

    Pirolisis

    LDPE = 400oC

    PP = 300oC

    Kondensasi

    Bahan bakar

    pengganti

    bahan bakar

    fosil

  • 14

    dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan alat preheater atau dengan

    pengeringan alami dengan sinar matahari. Kemudian dipilah dari zat pengotor,

    dipotong dengan ukuran rerata 1-2 cm2

    (Aprian R : 2013).

    Tahap selanjutnya adalah proses pirolisis. Proses pirolisis akan menghasilkan

    asap cair. Reaktor pirolisis dilengkapi dengan sistem pendingin es dan penampung

    destilat. Alat terdiri atas saluran pemasukan atau intake manipul dari besi. Fungsinya,

    memasukkan botol infuse bekas ke dalam tangki reaktor di atas tungku pembakar.

    Bahan bakarnya bisa limbah kayu bekas atau gas elpiji. Bahkan, juga gas metan hasil

    pembakaran sampah sehingga lebih ekonomis. Setelah semuanya siap furnace

    dihidupkan dan dibiarkan naik hingga temperature optimal. Untuk proses peleburan

    botol infus berbahan dasar LDPE sebanyak 1 kg, suhu optimal yang dapat dilakukan

    adalah pada suhu 400oC dengan waktu pemanasan 60 menit (Aprian

    R:2013).Sedangkan untuk melakukan proses pirolisis propilena sebanyak 500 gram

    dibutuhkan temperature nyala api sebesar 300oC selama 15 menit 30 detik

    (Kadir:2012). Ketika temperatur tersebut tercapai, temperatur dijaga konstan selama

    tiga jam (Tri A dkk : 2009).

    Gambar 6. Alat pengolahan secara pirolisis

    Setelah diperoleh asap cair, tahap selanjutnya adalah proses kondensasi. Proses

    kondensasi terjadi di kondensor. Untuk memperoleh uap, tangki reaktor dihubungkan

    kondensor atau pengembun yang berada di atas tangki. Diperlukan minimal dua

    kondensor untuk memisahkan uap yang mengandung rantai molekul pendek dengan

    uap yang mengandung rantai molekul panjang. Penyaluran uap ini menggunakan pipa

    besi sehingga tahan suhu tinggi atau panas. Selanjutnya, pada setiap kondensor

    dipasang pipa penyalur untuk mengalirkan embun dari uap yang dihasilkan. Tetes

    demi tetes embun ditampung dalam botol sebelum proses refinery. Begitulah

    rangkaian proses pembuatan minyak berbahan limbah botol infus.

    Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Tri Handoko 1 kg limbah plastik

    menghasilkan 1 liter bahan dasar minyak atau minyak mentah. Ketika diolah jadi

    premium atau solar, hasilnya tinggal 0,8-0,9 liter. Kotoran yang melekat pada plastik

    turut memengaruhi. Demikian pula kualitas plastik yang dipakai. Makin bagus

  • 15

    kualitas plastik yang diolah, makin tinggi pula hasil yang didapat. Hal ini juga dapat

    dilihat dalam penelitian Aprian R dan Munawar Ali bahwa efesiensi tertinggi tercapai

    pada suhu 400oC dengan waktu pemanasan 60 menit dengan nilai 89% pada plastik

    LDPE. Begitu juga dengan proses pirolis polipropilen akan menghasilkan minyak

    sekitar 80 90 %. Kualitas minyak yang dihasilkan dengan metode pirolisis antara HDPE dan

    LDPE dan Propilena masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berikut ini adalah

    perbandingan kualitas minyak dari HDPE dan LDPE (Aprian R :2013). Untuk

    kualitas minyak yang dihasilkan oleh polipropilena belum terdapat penelitian lebih

    lanjut :

    Tabel 3. Perbandingan dengan Jenis-Jenis Minyak Lain

    Dari tabel diatas, minyak pirolisis dari botol infuse yang mengandung LDPE.

    Besarnya nilai kalor yang hampir mendekati nilai kalor dari minyak solar. Sehingga

    pirolisis plastic LDPE memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat diolah menjadi

    minyak solar.

  • 16

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    5.1.1 Proses pengolahan botol infus menjadi bahan bakar alternative dapat

    dilakukan dengan beberapa tahap yaitu proses sterilisasi bahan baku,

    pembakaran dengan metode pirolisis dan diakhiri dengan proses

    kondensasi untuk mengubah asap cair menjadi tetesan minyak.

    5.1.2 Proses pirolis polietilena dan polipropilena dapat dilakukan pada suhu

    optimum masing masing yaitu 300oC 400oC. Dengan efisiensi pemakaian bahan baku sebesar 80 90 %, baik itu berasal dari sintesa polietilena atau polipropilena.

    5.1.3 Nilai kalor yang dihasilkan dari proses pengolahan botol infuse berbahan

    dasar low density poly etilene (LDPE) adalah sebesar 10885 Kkal/kg. Nilai

    kalor ini mendekati dengan nilai kalor dari solar yaitu 10955,7 Kkal/kg.

    Sehingga limbah botol infuse ini sangat potensial sebagai pengganti bahan

    bakar solar.

    5.2 Saran

    5.2.1 Partisipasi pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan strategi

    produksi bahan bakar pengganti bahan bakar fosil sangat mendorong

    pengembangan ide karya ilmiah ini.

    5.2.2. Aplikasi pengembangan teknologi produksi bioetanol nira nipah perlu

    dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kualitatif dan kuantitatif

    bioetanol.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah. 2009. METODE STERILISASI. Diakses melalui http://rgmaisyah.

    wordpress. com/2009/03/15/metode-sterilisasi/. Diakses pada 24 Desember

    2012

    Anonymous . 2006 . Kimia Dasar untuk Plastik. Diakses melaui

    http://www.plastic.web.id/ plastic_chemistry. Diakses pada 18 April 2013

    Anggono, Tri dkk . 2009. PIROLISIS SAMPAH PLASTIK UNTUK

    MENDAPATKAN ASAP CAIR DAN PENENTUAN KOMPONEN

    KIMIA PENYUSUNNYA SERTA UJI KEMAMPUANNYA SEBAGAI

    BAHAN BAKAR CAIR. Diakses melalui

    http://fmipa.unlam.ac.id/sainskimia/wp content/uploads/2012/04/Vol-3-No-

    2_pp.-164-173.pdf. Diakses pada 23 April 2013

    Azizah, Utiya. 2009 . Bentuk Polimer : Plastik. Diakses melalui http://www.chem-is-

    try.org/ materi kimia/kimia-polimer/bentuk-polimer-dalam-kehidupan/bentuk-

    polimer-plastik/. Diakses pada 18 April 2013

    Brief, Media . 2011 . Hentikan Candu Energi Fosil!. Diakses melalui

    http://www.iesr.or.id/wp-content/uploads/ media brief_jointcampaign_

    moving planet 23sept2011.pdf. Diakses pada 23 April 201Budiyanto . 2013 .

    MACAM MACAM POLIMER. Diakses melalui http: //budisma.web.id/ materi/ sma/kimia-kelas-xii/macam-macam-polimer/. Diakses pada 19 April

    2013

    Cindianty dkk. 2011. PABRIK BASE OIL DARI LIMBAH PLASTIK DENGAN

    PROSES PIROLISIS. Diakses melalui http://digilib.its.ac.id/ITS-NonDegree-

    3100011045012-/17088 . Diakses pada 24 April 2013

    Handoko, Tri dkk . 2009. Mengubah Limbah Plastik Jadi Bahan Bakar Minyak.

    Diakses melalui http://indonesiaproud.wordpress.com/2011/12/01/tri-handoko-

    mengubah-limbah-plastik-jadi-bahan-bakar-minyak/. Diakses pada 23 April

    2012

    IEA . 2013 . SOLUSI ATASI PENCEMARAN BAHAN BAKAR FOSIL. Diakses

    melalui http://www.hijauku.com/2013/01/05/solusi-atasi-pencemaran-bahan-

    bakar-fosil/. Diakses pada 23 April 2013

    Ilham, Fajri . 2012 . PIROLISIS. Diakses melalui

    http://fajrxiil.blogspot.com/2012/04/ pirolisis.html. Diakses pada 24 April 2013

  • 18

    Kadir . 2012. KAJIAN PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK SEBAGAI

    SUMBER BAHAN BAKAR CAIR. Diakses melalui http://jurnal dinamika.

    files. wordpress. com/2012/11/kadir.pdf. Diakses pada tanggal 18 April 2013

    Mujiarto, Iman. 2008. SIFAT DAN KARAKTERISTIK MATERIAL PLASTIK

    DAN BAHAN ADITIF . Diakses melalui http://mesinunimus .files.

    wordpress. com/ 2008/ 02/sifat-karakteristik-material-plastik.pdf. Diakses pada

    19 April 2013

    Mulyadi, E., 2010 Kinetika Reaksi Katalitik Dekomposisi Gambut, Semnas Hasil Penelitian Balitbang prov Jatim, ISBN 978-979-10-3

    Norman, Chad. 2007. Plastik no. 4: Low Density Polyethylene. Diakses melalui

    http:// pranaindonesia.wordpress.com/pemanasan-global/plastik-4-ldpe/.

    Diakses pada 19 April 2013

    Nurminah, Mimi . 2002. PENELITIAN SIFAT BERBAGAI BAHAN KEMASAN

    PLASTIK DAN KERTAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

    BAHAN YANG DIKEMAS. Diakses melalui

    http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-mimi.pdf. Diakses pada 25 April 2013

    P, Aprian Ramadhan dan Munawar Ali. 2013. PENGOLAHAN SAMPAH

    PLASTIK MENJADI MINYAK MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS.

    Diakses melalui

    http://eprints.upnjatim.ac.id/4247/1/%286%29Jurnal_Munawar.pdf.Diakses

    pada 25 April 2013

    Putra, Tommy . 2011. Polimer Polipropilena (Pp), Acrylonitrile Butadiene

    Styrene (Abs) , Dan Poliuretan. Diakses melalui

    http://1tommyputra.wordpress.com/2011 05/21/polimer-polipropilena-pp-

    acrylonitrile-butadiene-styrene-abs-dan-poliuretan/. Diakses pada 24 April

    2013

    Ramadhan, Rahmad . 2013 . Pembuatan BBM dari limbah Plastik dengan metode

    pirolisis. Diakses melalui http://rahmad1989.blogspot.com/p/blog-

    page_1793.html. Diakses pada 18 April 2013

    Suarna, Endang . 2006 . PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN

    BIOFUEL SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI

    MINYAK DI INDONESIA . Diakses melalui http://www.oocities.org/

    markal_bppt/publish/ biofbbm/bisuar.pdf. Diakses pada 25 April 2013

    Utomo, Ghanie Ripandi . 2012 . POLIETILEN. Diakses melalui http://bilangapax.

    blogspot.com/2011/02/polietilen.html. Diakses pada 24 April 2013

  • 19