Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1900/8/LAMPIRAN.pdfpada waktu...
Transcript of Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1900/8/LAMPIRAN.pdfpada waktu...
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
75
LAMPIRAN A: TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara ini dilakukan di sekretariat FFD di jalan Sajiono 15, Kotabaru,
Yogyakarta pada tanggal 8 November 2012.
Rekaman 1.
Penulis : Latar belakang dibentuknya FFDY?
N. Nuranto : FFDY engga ada mas adanya FFD.
Penulis : Oh FFD.
Yudha : Iya karena sebenernya Yogyakarta itu cuman dipakai sebagai
nama tempat.
Penulis : Ohh gitu, jadi latar belakang dibentuknya FFD?
N. Nuranto : Latar belakangnya itu sederhana aja mas, jadi intinya tuh ya, gini
loh, setiap festival film itu dokumenter itu pasti nyempil satu dua
cuma bagian kecil dari sebuah festival film. Padahal sebenernya
kalo kita bicara dokumenter salah satunya kalo kamu bisa
merekonstruksi realita menjadi sesuatu itu kan menjadi lebih jos
lagi gitu loh kalo bikin film cerita. makanya kita bikin khusus
dokumenter untuk mengangkat dokumenter itu sendiri, gitu loh.
Bukan bagian dari, ngga hanya bagian dari festival film secara
keseluruhan. Itukan juga memang mengawalinya “udahlah kita
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
76
bikin aja” gitu, tanpa ada nantinya bagaimana lanjutannya,
bagaimana kalau, kalau kata Nike, „just do it‟ kita kerjain aja.
Penulis : Jadi latar belakangnya itu bisa dibilang karena tempat film
dokumenter itu di festival – festival lain itu dikit ya? Kebanyakan
film fiksi.
N. Nuranto : Iya hanya bagian dari keseluruhan, kebanyakan film fiksi, salah
satunya itu trus kalo melihat sejarah pembuat film banyakkan kalo
misalkan Steven Spielberg, segala macam itu kan dulu dimulainya
karena, maju aja. Itu latar belakang ya, simple–simple aja.
Penulis : Nah ini kan udah tau latar belakangnya, sekarang tujuan utama
didirikannya itu dari FFDY, eh FFD ini, tujuan utamanya?
N. Nuranto : Ya tujuan utamanya yang tadi itu loh mengangkat dokumenter
menjadi bagian tersendiri dari, artinya juga dari situkan festival.
Kemudian tujuan yang kedua bagaimana memotret cara berfikir.
Penulis : Ohh gitu.
N. Nuranto : Ya kalo mau bikin film kan sebenernya dia punya konstruksi atau
cara berfikir yang kemudian dituangkan ke dalam gambar dan
yang main adalah bahasa gambar dari bahasa gambar kita tahu
kerangka berfikirnya juga.
Penulis : Maksud saya juga disinikan dari beberapa buku yang saya baca
festival itu ada beberapa fungsi atau tujuan yang ada sebagai
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
77
bisnis, kemudian sebagai geopolitik, kemudian ada yg sebagai
estetika.
N. Nuranto : Ini, ini, lebih kepada media edukasi sih sebenernya.
Penulis : Ohh media edukasi,b erarti bisa dimasukkan kedalam estetika
gitu ya.
Yudha : Tidak hanya estetik sebenernya, itu juga ngmongin apa, tahun itu
tahun 2001 kan dokumentasi disini itu kayak apa sih?.
Dokumenter – dokumenter Indonesia seperti apa kan.Kayak, yaa
itu juga sebenernya imbas dari 98 kalo dulu. Dokumenter tv
propaganda dari mas mas ini yang kenapa selalu dokumenter
selalu disitu. Apa engga ada ruang khusus yang memang bisa
mengapresiasi atau untuk mendidik gitu.
N. Nuranto : Kalo mendidikan tadi kan saya bilang pertama kita ingin tahu
pada waktu dokumenter Indonesia itu jenisnya apa aja dalam
pengertiannya itu. Dari situ kita akan mengumpuli, setelah sekian
lama kita bisa tau cara berfikir atau konstruksi cara berfikir dari
anak–anak muda sih sebenernya, awal - awalnya juga itu. Nah
kemudian akhirnya berkembang, nah itu cerita lain. Hanya kalo
ngeliat sekarang, sekarang pun juga ada School Doc, ada tetep
persoalan edukasi yang menjadi konsen utama festival ini.
Yudha : Tujuannya kan dikompetisi, dimasalah itu edukasi tanda kutip
dokumenter ya.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
78
Penulis : Tadi ada satu yang ketinggalan, di latar belakang itu mas Nur
membentuk FFD dari individu atau dari sekelompok pecinta
dokumenter yang sama – sama berfikir sama tentang ohh gimana
nih kalo kita buat?.
N. Nuranto : Awalnya kita bertiga tuh, saya, mas Herlambang Yudo, mas
Kuntoro. Dari 3 orang itu aja, saya sendiri dari Tembi Budaya di
Bantul sana, itu karena dari 3 orang itu aja, “kenapa sih” dasarnya
sih kenapa sih festival film dokumenter itu engga ada. Tapi
kemudian kita berfikir oh ini bisa dipake untuk melihat atau
memotret cara berfikir. Itu juga bisa sebagai media edukasi, kita
bisa melihat perkembangan dokumenter setiap tahun, kan gitu.
Setelah itu dilakukan. Dan yang terpenting dari FFD di Jogja ini
itu sebetulnya sebuah kompetisi dan edukasi. Dua itu poin
utamanya, kalau festival yang lain kan festivitinya itu mengkaji
nomor tiga, nomor empat, nomor lima, gitu.
Yudha : Klopnya disitu di festival dan edukasi, workshop pada anak–anak
SMA, Mahasiswa, jadi gitu loh.
Penulis : Jadi latar belakang, emang dari karena pertanyaan kenapa sih ga
ada. jadi bukan karena melihat festival diluar yang sejenis seperti
IDFA dan Yamagata gitu.
N. Nuranto : Engga pernah hahaha, ga ada urusannya itu hahaha. Karena
persoalannya sederhana, saya adalah pemulung informasi, saya itu
kerjaannya yang utama adalah research, mengumpulkan banyak
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
79
informasi. Dari situ, tujuan utama saya kan, itu salah satunya juga
bisa dipake sebagai media research adalah film dokumenter.
Sebenarnya karena disitu kita akan melihat banyak potret
kehidupan, bahasa gambar lah. Itu juga karena kesadaran orang
Indonesia daripada disuruh baca lebih seneng disuruh nonton kan
atau orang pengen bikin statement tuh gambar aja. Tapi banyak
gambar yang akhirnya juga ga bikin apa-apa karena itu cuman
rangkain dokumentasi gitu loh dan tidak menjadi dokumenter.
Penulis : Kalo di mata mas sendiri dokumenter sampai sebelum–
sebelumnya jarang gitu ada di festival, itu apakah karena film
dokumenter itu membosankan atau orang–orang yang
mengeksekusi sebelum–sebelumnya itu istilahnya cara membuat
film dokumenter itu yang membosankan. Istilahnya bukan dari
ceritanya tapi cara eksekusinya jadi orang – orang yang melirik
dokumenter.
N. Nuranto : Bukan soal persoalan membosankan atau tidak. Kan tadi saya
bilang kita ingin melihat cara berfikir lewat gambar. Itu kan
dokumenter kalau hanya ngumpulin gambar itu dokumentasikan,
kan gitu. Bagaimana kemudian itu di rekonstruksi menjadi satu,
punya tujuannya gitu kan, haa itu kita pengen liat. Seperti kamu
bikin skripsi gitu kan mau nanya apa, misalkan pertanyaan kenapa
ada, gitu? FFD itu kenapa ada?. Ya awalnya karna pengen melihat
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
80
potret atau memotret cara berfikir anak – anak Indonesia ini kalau
mereka bikin sebuah film dokumenter. Apakah sekedar
dokumentasi atau kemudian mereka mempunyai kerangka berfikir
tertentu yang itu diwujudkan, misalkan dia punya pertanyaan,
kenapa sih? Kenapa Jogja begini, atau kenapa kota ini begini? Ya
itu mereka bikin jawabannya pake filmkan. Disinikan
problematikanya banyak kalau disini. Jelas engga mas?
Penulis : Jelas, jelas.
Iwan : Seperti halnya kampus, kampus yang menyuruhmu bikin skripsi
tujuannya apa sih, tujuannya ya biar, biar tahu sejauh mana sih
anak – anak mahasiswanya tau tentang apa yang di kasih sebelum
– sebelumnya kan. Jadi ya sama dengan disini, kita juga awalnya
ingin tahu sejauh mana sih Indonesia ini memotret Indonesia
sendiri karna kebanyakan yang memotret Indonesia….
N. Nuranto, Yudha, Iwan : …orang asing
Iwan : Terus kacamata saya mau dibalik nih, sejauh mana sih orang
Indonesia itu melihat sekelilingnya sendiri, samping – sampingnya
sendiri seperti apa?. Jangan – jangan kita malah terbawa sama
kacamata orang luar, jadi ya awalnya cuma tanda kutip
eksperimental. Juga malahan untuk, bagaimana sih orang
Indonesia ini?.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
81
N. Nuranto : Melihat dirinya sendiri, sekelilingnya, itu kan selalu dengan ide
besar padahal disekelilingnya banyak sekali hal yang belum tentu
ditangkap
Penulis : Ya kalo itu sih, engga jauh – jauh dikampus aja juga kemaren
mas Anggi ngasih tugas buat film dokumenter, yang lain pada
nyarinya, kampus saya di Tangerang pada nyari topik di Jakarta,
eh ngga taunya mas Anggi bisa buat film dokumenter yang ada
disekitar kampus.
N. Nuranto : Yaitu sebenernya, bagaimana itu kan persoalan cara mikir juga.
Penulis : cara berfikir yaa.
N. Nuranto : Iya, bukan sebaliknya bagaimana kamu melihat, ini fenomena
besar tapi kamu melihat engga usah dari yang gede–gede. Dari
yang kecil-kecil aja, ya itu, banyak. Ya gampang aja ngapain
kalian belajar disitu dan kenapa begitu abis itu mau ngapain, kalau
melihat kehidupan kalian ga usah jauh – jauh kesenjangan sosial
ada disitu, iya kan ga usah susah – susah hahaha.
Penulis : Festival itu kan istilahnya kalau ngejalaninnya kan butuh orang
dan butuh dana. Yang saya tau dari FFD ini istilahnya bergerak
secara independen. Voluntir gitu ya, nah itu gimana sih resepnya
bisa awet gitu dari 2002 sampe sekarang, konsistensinya. Orang
kan kalo udah mikir utamanya ada duitnya ga sih? Ga ada, ohh
udah males aja orang kerja, gitu kan.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
82
N. Nuranto : Oh itu dia, saya kan cuman melihat apa itu sudah dikerjakan
dengan anak–anak yang tanpa berfikir begitu
Penulis : Dan ternyata bisa.
N. Nuranto : Dan ternyata bisa, bahwa ada suatu kejiwaan yang ingin
diinginin. Akhirnya menjadi tempat belajar kan, ya karena
menjadi tempat belajar, apalagi di Jogja ini voluntir banyak bener.
Karena ini untuk belajar, ruang belajar juga kalau yang lain – lain
tanya aja mereka tuh. Kalau ditanya konsisten memang konsisten
bener dan penuh orang – orang yang penuh konsisten, militan gitu
loh isitilahnya hahaha.
Yudha : Karena kalau ini, ini yang kita pahami dengan mas ini, apa ini
maksudnya tempat ini semata – mata laboratorium. Ya jadi bahasa
kerennya apa? Human development gitu. Kenapa dari dulu sampe
sekarang, ini juga dari dulu orangnya ganti – ganti. Kayak aku
mulai dari 2006 dan Iwan mulai school doc SMA. Jadi karena itu,
karena energi juga, ada energi baru gitu. Itu yang menurut kami
jadi, jadi bisa lebih semangat untuk menjalankan ini. Beda ketika
kita semua ini stuck, maksudnya pada level yang sama. Pasti kan
orang – orang kemampuannya berbeda – beda, ada yang sudah
keluar terus pondasinya, sementara pondasinya belum siap
akhirnya ya, ya gitu.
Penulis : okey.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
83
N. Nuranto : Tempat belajar, human development, bagaimana pun juga.
Bagaimana anak – anak muda ini ketika memilih sesuatu dan setia
kepada pilihannya meskipun sulit, atau berpikiran duit, itu kan
pilihan.
Penulis : Jadi keuntungan utamanya dari mereka – mereka yang jadi
voluntir itu sebagai pembelajaran saja
N. Nuranto : Pembelajaran, kemudian mereka mengambil sesuatu, akhirnya
mereka pakai di dunia mereka sendiri. Entah apa akhirnya ada
juga yang tertarik bikin film, akhirnya menjadi filmmaker kan.
Ada juga yang jadi filmmaker akhirnya kerja di broadcasting.
Awal latar belakangnya sih ga ada yang belajar sinematografi,
yang organisir ini anak fotografi gitu.
Yudha : Katakanlah aku lah ya atau saya, udah bisa bikin film. Ya karena
emang tadi, emang, emang belajar, aku bisa disini ada kebutuhan
untuk mengeksplor diri gitu jadi dari nonton. Kalau sekarang
ngomongin produksi film itu apa sih sebenernya, faktor yang
paling penting apa sih, nonton kan, dari nonton kan. Nah di FFD
ini kan kita udah punya dari 2002 sampe sekarang katakanlah ada
beberapa ribuan film – film yang bisa jadi refrensi kan. Nah dari
situ terus ada kesempatan untuk workshop dan ada ruang produksi
yaudah, artinya kita berkerja sama untuk memproses. Ada yang
memang fokus produksi, ada yang memang pengen tetep
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
84
diapresiasi, ada yang tetep dimenejemen festival. Artinya ada
kebebasan ruang untuk mengekspresikan dirinya sendiri.
N. Nuranto : Sesuai dengan kesenangannya sendiri, ya sebetulnya yang bikin
ini konsisten adalah energinya anak muda itu sendiri. Kalau saya
sih jaraknya kan jauh dengan mereka–mereka ini.
Yudha : Bahkan mas Nur pun sebagai inisiator tidak ada intervensi ke
kami, itu yang jadi.
Penulis : Jadi istilahnya regenerasi baru ya?.
Yudha : iya.
N. Nuranto : Jadi salah biasa, nabrak biasa, benjol biasa, belajarlah dari itu
semua. Jadi misalnya ada orang mengkritik ini festival harus
begini – begini, Ini – ini adalah sarana pembelajaran, jadi biarin
aja mereka benjol, mereka belajar sendiri. Jadi bukan yang oh,
bukan misalkan professional organizer atau professional event
organizer sebuah festival film, enggak. Amatiran kabe, semua
amatiran ada yang pernah, ada yang belum.
Iwan : Tapi poinnya disitu, jadi ketika amatir kita engga punya apa-apa
nih tentang festival, tapi dari amatir itu juga keluar dari pandangan
itu. Kenapa FFD bisa bertahan sampai 2012 ini, kan memang
semangatnya amatiran, jadi beda intinya dengan professional.
Kalau profesional mungkin perhitungannya sama banyaknya.
Cuma disini itu, jadi apa ya, seandainya profesional dikasih
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
85
sebulan untuk nyelenggarain festival udah pasti bisa toh mereka.
Dalam artian ambil aja satu orang profesional penyelenggara
festival. Programmer festival film profesional di hyer orang
menghyer orang yang bisa menyelenggarakan festival sbenernya
pasti jadi. Nah tapi disini karena masih amatir jadi ya emang
prosesnya panjang cukup panjang. Dari awalnya semua orang –
orang yang baru belajar. Disini ada beberapa anak – anak baru jadi
memang prosesnya juga terkadang mereka ber flow lah, atau disini
mau ngapain dan sebagainya. Tapi proses dari awal pun diberi
tempat untuk belajar sendiri, tempat untuk belajar akhirnya.
Tanya-tanya, ngikutin proses belajarnya akhirnya bisa sendiri.
Kayak aku dulu di SMA masuk sini kan dari SchoolDoc,
SchoolDog itu semacem aplikasi dokumenter untuk anak– anak
SMA. Awalnya masuk di situ trus kemudian kenapa sih kok gini
sih festival. Lah aku dulu pikirannya setelah lulus sma atau kuliah,
aku rasa ini keren, FFD ini keren. Awalnya cuman dasarnya gara–
gara ini keren. Anak muda melihat sesuatu yang keren pasti
tertarik. Ya harus nyemplung lah disitu karna ya alasannya kan
keren. Mungkin untuk menggarap skripsi ini kamu ngobrol
personal, engga kaku gini. Engga akan ada teman mu yang curhat.
Mereka akan keluar sendiri semua jawaban–jawabannya, personal
banget dan itu justru yang lebih dalem, karena pertanyaannya gini
ya kita akan menjawab secara formal.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
86
N. Nuranto : Tapi sebenernya kalau untuk saya, ini adalah sebuah ruang untuk
belajar. Objeknya adalah festival film dokumenter dari situ mereka
bisa belajar. Nonton film dokumenter, ga tau udah banyak banget
dari situ. Mereka akan belajar sendiri, memang disini kan saya
taro buku, taro ini, biarkanlah mereka berkembang sendiri.
Istilahnya nih ya orang yang berenang ceburin aja gitu dan
bersenang–senang lah. Awalnya bukan, bikin festival begini harus
fun, karena modelnya bukan professional event organizer gitu loh.
Itu mahasiswa semua, itu tadi saya bilang semboyannya kayak
sepatu Nike aja, just do it. Lo nyebur, nyebur deh sono, gue
dorong gitu loh. Emang didorong di ceburin, pada akhirnya
mereka menemukan passion nya sendiri, ada seneng. Akhirnya
Programmer punya pengalaman programming ya dua kali tiga kali
gitu loh. Dulu awalnya kan saya, kita tuh pengennya PIC nya yang
namanya personal in charge itu ga boleh dua kali. kenapa? Karena
tidak boleh dua kali. Itu akan ada dari bawahnya sendiri yang jadi
PIC. Tapi rata – rata akhirnya dua kali, karna satu kali ga puas
sendiri sebenernya. Kemaren gue ga puas! Mau lagi? Ya terserah
gitu kan. Ngobrol sama temen – temennya, iya gue sekali lagi gitu.
Tapi ganti terus itu PIC nya, ga pernah sama. Sebelas tahun ini
kan udah berapa orang ganti–ganti ada yang berani, ada yang ga
berani. Akhirnya mereka juga belajar sendiri, mereka creating
network sendiri. Pelajari dari festival lain, belajar sendiri akhirnya.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
87
Rekaman 2
Penulis : Yang ketiga saya mau menanyakan tentang sistem pemberian
tema festival setiap tahunnya, pastinya tema – tema film gimana
sih yang ikut festival dokumenter ini.
Yudha : Untuk kompetisi itu kan kita tidak pernah menentukan satu tema.
Jadi kompetisi selalu bebas dari awal sampe sekarang itu selalu
di… Karena kita selalu menghindari term-term yang seragam.
Penulis : Ohh gitu jadi lebih variasi.
Yudha : Memang itu yang selalu kita tentukan maksudnya tidak ada satu
tema untuk kompetisi. Tapi seperti Iwan jelaskan tadi kalau tema
festival atau perspektif festival itu selalu ada tapi itu juga tidak
mulai dari awal. Kita mulai memakai metode itu tahun 2006 kalo
ga salah. Itu konotasinya apa trus film–film dokumenter itu kan
sebenernya. Kayak model respon sosial kan, nah biasanya tema–
tema festival film yang diambil mengacu pada itu. Dalam kurun
waktu satu tahun itu, sesuatu apa sih yang penting diangkat. Nah
itu yang kita terjemahkan ke tema atau perspektif festival, untuk
kompetisi memang ga ada tema.
Penulis : Jadi misalnya tahun – tahun ini lagi rusuh gitu jadi temanya
rusuh gitu.
Iwan : Untuk kompetisi engga, tapi untuk tema kita mainkan di
perspektif. Aktualitas apa itu, kita ad di perspektif, soal
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
88
kemudahan bahasa. Itu soal kemudahan bahasa, jadi misalnya ada
temanya ga untuk kompetisi FFD?. Jadi kata tema, itu dijadikan
perspektif. Jadi ketika menjawab ada tema ga FFD tahun ini, ohh
FFD ga punya tema. Dia punya perspektif, perspektif tapi ditahun
ini adalah ini, jadi untuk mempermudah saja. Jadi selalu
beranggapan bahwa kompetisi selalu ada temanya, itu sebetulnya
ngga bisa disalahkan. Memang itu sudah terbiasa dari banyak
festival, banyak lomba itu yang tolong berikan tema. Nah jadi lah
aku mau ikut FFD ahh kira–kira ada temanya ga ya? Nah justru
ingin diubah disini kalau ngga ada temanya. Kita ngobrolnya soal
perspektif, seperti yang diomongin tadi keseragaman yaa nantinya.
Sedangkan yang kita inginkan, di Indonesia ini sangat banyak
topik atau permasalahan. Kalau orang selalu ngomong soal
keberagaman apa itu kan jadi masalah, artinya kan jadi kayak
mengerucutkan dokumenter pada itu akhirnya ada variasi. Itu
menjadi berkurang ketika kita bilang satu tema.
Penulis : Untuk produksinya itu sendiri, itu batasannya produksi dari tahun
berapa?
Yudha : Berarti ini kita ngomongin kompetisi ya?
Penulis : Iya
Yudha : Kompetisi biasanya dua tahun lah, misalkan 2012–2010.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
89
Penulis : Nah buat ini, syarat atau standar film yang mengikuti FFD itu
gimana? Apakah misalnya dilihat dulu buat screening gitu, buat
entah itu kompetisi ata buat seleksi?. itu standarnya gimana sih
yang bisa mengikuti FFD ini?.
Iwan : Seleksi itu ada dua ya, pertama tuh seleksi administratif, seleksi
administratif itu kayak hal–hal sifat kayak ketepatan waktu terus
script, foto atau Filmmakernya. Oh ya, kan ada satu FFD
kompetisi ini bahwa Filmmaker itu WNI. Jadi ada beberapa kasus
bahkan ada Filmmaker asing yang ngirim ya itu kita konfirmasi ke
mereka bahwa kompetisi ini khusus untuk Indonesia. Jadi ya
untuk seleksi administrative, itu hal yang kayak gitu lah. Trus
kedua ada yang kita sebut sebagai penjurian Madya. Penjurian
madya ini dari komite FFD jadi dekorasi oleh temen – temen FFD
sendiri. Sebelumnya untuk seleksi Madya ini kita ngundang pihak
luar sebagai juri Madya dulunya. Tapi setelah dua tahun ini kita
mau menyeleksi sendiri. Di tahun 2010 kita mengundang juri luar,
bukan dari komunitas ini sendiri atau dari temen – temen FFD
sendiri. Orang luar maksudnya sih dari Jogja sih. Tapi dia salah
satu, ini sebenernya mengangkat masalah ini loh. Ada kan publik
ngomong ketika ini dikurasi atau ini juri kan adalah masalah
legitimasi. Nah saat ini kita masih belum begitu apa ya, ya ini
ruang belajar kita, ini kan ruang proses kita. Artinya pada titik itu
kita masih belum merasa wah, kita belum layak nih untuk
menyeleksi yang masuk ditahap awal di juri Madya ini. Akhirnya
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
90
kita mengundang beberapa pihak, seperti posisinya sama kayak
juri final cuman yang lebih Jogja ya jadi kayak akademisi.
Filmmaker peneliti gitu, porsi–porsi itu, yang selalu menjuri entah
itu Madya atau final, dan itu dari awal sampe terakhir itu 2009.
2009 itu sudah komposisinya 2 dari luar, 1 dari FFD, nah baru dari
tahun 2010 kita putuskan semuanya kita sendiri yang menyeleksi.
Abis itu baru masuk ke penjurian final. Jadi setelah lolos
administratif film itu dikurasi akan ditentukan beberapa finalis dan
itu jumlahnya tidak tentu. Dulu kita strick pada jumlah tapi
melihat perkembangannya bahwa ada beberapa film yang layak
masuk final ya kita masukan, jadi engga ada batasan. Jadi
sebanyak apa pun yang bisa masuk final ya dimasukin gitu.
Kemudian beberapa catetan, secara teknis film ini jelek tapi dia
punya statement yang kuat. Dari segi cerita, dari segi issue dia
kuat dan bisa tersampaikan itu nanti kita bisa masukkan. Karena
apa? Karena emang salah satu tujuannya FFD kompetisi ini adalah
memberikan peluang tontonan biar film ini nanti bisa di tonton
oleh orang–orang yang datang ke festival. Jadi barangkali sebelum
penjurian itu kami sudah mempunyai prediksi siapa yang menang
atau siapa yang engga. Jadi kami harapkan yang menonton ini
adalah yang datang ke festival.
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
91
LAMPIRAN B: TEMPLATE KOLOM PENJURIAN FFD
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
92
LAMPIRAN C: KATALOG NOMINASI FILM DOKUMENTER
TERBAIK KOMPETISI FFD 2012
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
93
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
94
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
95
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
96
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
97
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
98
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
99
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
100
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
101
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
102
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
103
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
104
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
105
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
106
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
107
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
108
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
109
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
110
LAMPIRAN D: FORMULIR PENDAFTARAN
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
111
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
112
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
113
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
114
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
115
LAMPIRAN E: DOKUMENTASI FFD YOGYAKARTA
N. Nuranto Kurnia Yudha Franciscus Apriwan
Suasana wawancara di Sekre FFD
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013
116
Piala FFD
Sekretariat FFD Logo FFD
Kajian Festival Film..., Otto Pianus, FSD UMN, 2013