Linguitik Terapan Edi

download Linguitik Terapan Edi

of 27

Transcript of Linguitik Terapan Edi

METODE TERJEMAHAN, METODE LANGSUNG dan METODE AUDIOLIGUAL

Makalah disusun dan disampaikan Untuk melengkapi tugas mata kuliah Linguistik Terapan Yang diampu oleh Dr. Indawan Syahri, M. Pd., dan Drs. Supriyadi, M. Pd.

Oleh Edi Suryadi NIM 20102506019

Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya Program Studi Pendidikan Bahasa Tahun Pelajaran 2010

METODE TERJEMAHAN TATA BAHASA

A. Latar Belakang Sejarah Walau sulit bagi kita untuk mendapatkan sejarah lengkap dan terperinci mengenai metode terjemahan tata bahasa ini, merupakan suatu kenyataan bahwa pengajaran tata bahasa dan terjemahan telah berlangsung dalam pengajaran bahasa selama berabad-abad (Escher 1928; Kelly 1969). Akan tetapi, kombinasi yang teratur antara kaidah tata bahasa dengan terjemahan ke dalam bahasa sasaran sebagai teknik praktik utama menjadi populer pada akhir abad ke-18 saja. Salah satu karya yang terkenal mengenai pengajaran tata bahasa seperti itu ialah karya Meudinnger yang berjdul Praktische Franzoische Gramatik (1783). Kombinasi penyajian singkat butir-butir tata bahasa dan praktik atau latihan terjemahan secara besar-besaran, sebagai strategi pengajaran mandiri juga pada kursus-kursus bahasa Ollendorff yang menjadi populer serta banyak digunakan sekitar tahun 1984. Pada pertengahan abad ke-19, Poetz di Jerman mengadaptasi buku teks bahasa Prancis karya Seidnstrucer untuk dipakai di sekolah-sekolah. Dengan demikian, terjemahan tata bahasa menjadi metode utama bagi pengajaran bahasa-bahasa modern di sekolah-sekolah. Dalam tata bahasanya, Ploetz (1848) penekanan pada praktik latihan paradigma verba, sedangkan dalam karya Shoulgramatik der franzosichen Sprache (1949) yang lebih maju justru tata bahasa sistematiklah yang merupakan tema inti kursus tesebut. Pada akhir abad ke-19, terjemahan tata bahasa diserang sebagi pendekatan yang kaku dan mati terhadap pengajaran bahasa asing. Mayoritas pembaharuan pengajaran bahasa pada akhir abad ke-19 dan sampai pertengahan pertama abad ke-20 justru dikembangkan untuk menentang terjemahan tata bahasa. Walaupun banyak tantangan dan serangan, terjemahan tata bahasa masih banyak digunakan sampai sekarang, paling sedikit sebagai strategi penyumbang dan pelengkap dalam kaitannya dengan strategi lainnya. Oleh karena itu,

walaupun masih mungkin kita mengatakan metode terjemahan tata bahasa itu masih terpakai secara luas, tetapi ucapan kita itu tidak mendapat dukungan.

Itulah metode yang tanpa tiori. Tidak ada pustaka yang dasar pemikiran atau dasar pembenaran terhadap hal itu atau yang menghubungkannya dengan masalah-masalah dalam linguistik, psikologi, atau teori pendidikan. Pada pertengahan dan akhir abad ke-19, berkembanglah oposisi terhadap metode terjemahan tata bahasa di beberapa Negara Eropa. Gerakan pembaharuan ini meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan cara-cara baru mengajarkan bahasa dan menimbulkan kontroversi yang berlangsung sampai saat ini (Richard & Rodger, 1986:4-5) B. Ciri-Ciri Utama Dalam bentuknya yang asli, metode terjemahan tata bahasa ini memiliki ciri-ciri seperti berikut: 1. Para siswa petama-tama mempelajari kaidah tata bahasa dan daftar kosakata dwibahasa yang berkaitan erat dengan bahan bacaan pada pelajaran yang bersangkutan. Tata bahasa dipelajari secara deduktif dengan bantuan penjelasan yang panjang serta terperinci. Segala kaidah dipelajari degan segala kekecualian dan ketidakreguleran diejakan dengan instila grametikal tata ketatabahasaan. 2. Sekalipun kaidah dan kosakata dipelajari, petunjuk bagi penerjemah latihan yang mengikuti penjelasan ketatabahsaan pun diberikan. 3. Pemahaman akan kaidah dan bahan bacaan pun diujikan melalui terjemahan (dari bahasa sasaran ke bahasa ibu atau bahasa asli, dan sebaliknya) para siswa dikatakan telah (dapat) mempelajari bahasa tersebut jika mereka dapat menerjemahkan paragraf-paragraf atau bagian-bagian prosa dengan baik. 4. Bajasa asli atau bahasa ibu dan bahasa sasaran dibandingkan secara konstan. Tujuan pengajaran adalah untuk mengalihkan B1 ke dalam B2, dan sebaliknya dengan menggunakan kamus jika diperlukan. 5. Memang sangat sedikit kesimpatan bagi praktik atau latihan menyimak dan berbicara (dengan pengecualian pada kegiatan membaca pragraf atau kalimat-kalimat secara nyaring). Selama metode ini memusatkan perhatian pada latihan membaca dan terjemahan. Kebanyakan waktu kelas tercurah

pada pembicaraan mengenai bahasa; dalam kenyataan tidak ada waktu yang terdedia untuk berbicara dengan bahasa itu Omagio (dikutif Tarigan 1986:55). Jack C. Richard dan Theodore S. Rodgers (1986:3-3) merangkum ciriciri pokok metode terjemahan tata bahasa ini sebgai berikut: 1. Tujuan telaah bahasa asing adalah mempelajari suatu bahasa agar dapat membaca perkembangan intelektual yang timbul dari telaah bahsa asing itu. Terjemahan tata bahasa adalah suatu cara menelaan bahasa yang mendekati bahasa tersebut, pertama melalui analisis kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh teks-teks ke dalam dan dari bahasa sasaran. Oleh karena itu, pembelajaran dan fakta-fakta untuk dapat memahami serta memanipulasi morfologi dan sintaksis bahasa asing tersebut. Bahasa pertama diperlakukan sebagai sistem acuan dalam pemerolehan bahsa kedua (Stern, 1987:455). 2. Membaca dan menulis merupakan fokus utama atau sasaran pokok; bahkan tidak ada perhatian sistematik diberikan pada berbicara atau menyimak. 3. Pemilihan kosakata semata-mata didasarkan pada teks-tesk bacaan yang diggunakan, dan kata-kata diajarkan melalui daftar kata dwibahasa, telaah kamus dan hafalan. Dalam teks terjemahan tata bahasa yang khas, kaedah tata bahasa pun disajikan dan diilustrasikan, suatu daftar butir-butir kosakata disekolah dengan padanan terjemahannya, dan latihan-latihan terjemahan ditetapkan. 4. Kalimat merupakan unit dasar pengajaran dan praktik atau latihan bahasa. Kebanyakan dari jam pelajaran diperuntukkan bagi penerjemahan kalimatkalimat ke dan dari bahasa sasaran dan justru fokus terhadap kalimat inilah yang merupakan ciri khusus pada metode ini. 5. Kecermatan dan ketepatan sangat ditekankan, dan sangat diutamakan. Para siswa diharapkan dapat mencapai norma atau standar yang tiggi dalam terjemahan, karena pioritas utama yang diberikan pada norma-norma ketepatan dan kecermatan yang tinggi seperti juga halnya pemilikan nilai

moral instrinsik merupakan prasyarat bagi kelulusan sebagian besar ujian tulis formal yang berkembang selama abad ini (Howatt, 1984:132) 6. Tata bahas diajarkan secara deduktif, dengan penyajian dan pengkajian kaidah tata bahasa, yang kemudian dipraktikkan melalui latihan terjemahan. Dalam kebanyakan teks terjemahan tata bahasa, suatu silabus diikuti dengan baik demi pengurutan butir-butir tata bahasa di seluruh teks, dan ada upaya untuk mengajarkan tata bahasa dengan suatu cara yang tersusun rapi dan sitematik. 7. Bahasa asli atau bahasa ibu siswa merupakan media pengajaran bahasa tersebut yang dipakai untuk menjelaskan hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara bahasa asing dan bahasa ibu siswa. Secara singkat, kita dapat mengatakan bahwa MTTB pada hakikatnya mencakup dua komponen, yaitu: 1) Telaah ekplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakat, dan 2) Penggunaan terjemahan. Tujuan MTTB berubah sesuai dengan perkembangn zaman. Pada dasarnya metode ini mempunyai dua tujuan utam, yaitu: 1. Telaah sastra bahasa kedua, dan 2. Pengembangan keterampilan menganalisis melalu telaah tata bahasa. C. Teknik Pengajaran Dalam MTTB ini, bahasa disajikan dalam pelajaran ketatabahasaan singkat yang masing-masing memuat beberapa kaidah tata bahasa, yang disusun serta diilustrasikan dengan contoh-contoh. Ciri-ciri ketatabahasaan memang menjadi fokus perhatian dalam buku pelajaran dan pada pelajaran yang diberikan oleh guru tidak harus disembunyikan atau tidak ditutup-tutupi. Istilah-istilah teknis ketatabahasaan tidak dihindari pembelajar diharapkan dapat menelaah, mengkaji, dan menghapalkan kaidah tertentu beserta contoh-contohnya, misalnya paradigma verbal atau daftar preposisi. Biasanya tidak ada pendekatan bersistem yang dibuat kosakata atau aspek B3 lainnya. Latihan-latihan terdiri atas kata-kata, frasa-frasa, kalimat-kalimat dalam B2 yang terjemahkan oleh

pembelajar dalam bahasa sasaran (BS) dengan bantuan daftar kosakata dwibahasa untuk mempraktikan butir atau kelompok butir ketatabahasaan tertentu. Salah satu ciri-ciri MTTB yang dikemukakan serta diperkenalkan oleh Meidinger adalah meningkatkan kerumitan tugas pembelajaran dengan membentuk kalimat praktis yang menggambarkan sejumlah kaidah secara simultan atau serentak. Pendekatan ini cenderung membuat pembelajaran bahasa terlihat sebagai upaya penyelesain masalah atau penebakan teka-teki. Latihan lainnya dirancang untuk mempraktikkan terjemahan dari BS ke BI. Apabila pembelajar telah memperoleh kemajuan, dia dapat maju dan beralih dari penerjemahan kalimat-kalimat terpisah ke arah teks-teks B2 yang koheren ke dalam B1, atau dari teks-teks B1 ke dalam B2. Asumsi teoritis yang mendasari hal tersebut ialah bahwa BS terutama diinterpretasikan sebagai sistem kaidah yang akan diobservasikan dalam teksteks dan kalimat-kalimat serta dihubungkan dengan kaidah dan makna B1. Pembelajaran bahasa secara implisit dipandang sebagai aktivitas intelektual yang melibatkan pembelajaran kaidah, penghafalan kaidah dan fakta-fakta yang berkaitan dengan makna B1 dengan bantuan parktik penerjemahan secara besarbesaran. Bahasa pertama diperlukan sebagai sistem acuan dalam pemerolehan B2. Metode pembelajaran bahasa modern ini dianggap juga sebagai pelatihan mental, bila ditinjau dari sudut psikologis yang mendasarinya. Lebih lanjut lagi, berfikir mengenai ciri-ciri formal B2 dan terjemahan sebagai suatu teknik praktis akan membawa atau mengikutsertakan sang pembelajar pada situasi pemecahan masalah yang aktif. Dengan kata lain, hal itu akan membentuk sebagain dari siasat pembelajaran akademik eksplisit. Akhirnya MTTB secara didaktis agak relatif mudah untuk diterapkan.

D. Keunggulan dan Kelemahan Ada tiga keunggulan metode terjemahan tata bahasa, yaitu: 1) Kelas-kelas besar dapat di diajar. 2) Guru yang tidak fasih pun dapat dipakai. 3) Cocok bagi semua tingkat linguistik para siswa (pemula, lanjutan, dan atas).

Kelemahan metode terjemahan tata bahasa, yaitu: 1) Secara linguitik dibutuhkan guru yang terlatih. 2) Kebanyakan pokok bahasa (subject matteri) tidak mengenai orang tertentu. 3) Tidak sesuai dengan orang yang tuna aksara.

E. Contoh Rencana Pelajaran Sebelum kelas dimulai, para siswa sudah duduk di tempat masingmasing dengan buku terbuka, siap menanti pelajaran baru. Pada halam buku di buka mereka, tertera bacaan pilihan yang didahului oleh beberapa kolom kosakata dengan padanan katanya dalam bahasa asli. Pelajaran ini berlangsung dengan urutan berikut ini: 9.00-9.05 Ulangan singkat mengenai kosakata. Para siswa mencatat kata-kata baru pada saat guru membacakan terjemahan bahasa ali. 9.05-9.15 Beberapa orang siswa disuruh membaca nyaring dalam bahaa sasaran dari bahan bacaan dalam buku. Setelah beberapa menit, guru membacakan beberapa kalimat dengan suara nyaring. Kepada siswa, lalu memberikan kesempatan beberapa menit membaca bagian tersebut dalam hati. 9.15-9.25Para siswa mulai menerjemahkan kalimat-kalimat dalam bagian tersebut ke dalam bahasa asli mereka. Bila perlu, guru memberi bantuan kepada para siswa yang menemui kesulitan. 9.25-9.40 Mulailah inti pembelajaran dengan penjelasan tata bahasa. Pada papan tulis, guru telah membuat kerangka penggunaan kala lalu, contohcontoh diambil dari bahan bacaan tadi. Kaidah-kaidah diterangkan secara terperincin dalam bahasa asli (native language). Apabila para siswa terbiasa dengan istilah ketatabahasaan yang dipakai dalam penjelasan, waktu disediakan untuk mengajarkannya. Para siswa menyalin kaidah-kaidah beserta penjelasannya berikut contoh-contoh serta pengecualiannya dalm buku tulis mereka. 9.40-9.55Siswa waktu belajar dipergunakan untuk mengerjakan tugas-tugas tertulis, biasanya yang ada kaitnnya dengan tata bahasa, dari bahasa

asli ke bahasa baru (bahasa kedua atau bahasa asing yang sedang dipelajari) para siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas ini sebelum kelas berakhir disuruh mengerjakan serta menyelesaikannya di rumah, dan juga menghafalkan kosakata untuk kepentingan pelajaran membaca bagian berikutnya dalam buku itu (omaggio, 1986: 55-6; Tarigan, 1988:229-30). Berdasarkan contoh pelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bila ditinjau dari sudut orientasi kecakapan (proficiency orientation) maka sangat sedikit kalaupun ada, unsur-unsur yang telah dihipotesiskan untuk menunjang pekembangan kecakapan. Kurangnya orientasi terhadap tujuan kecapan inilah yang merupakan kekurangan yang paling nyata dan menonjol pada MTTB ini. Pelajaran tata bahasa yang sangat terinci, latihan tertulis yang panjang, daftar kosakata yang panjang, dan bentuk-bentuk bahasa akademik yang dipergunakan dalam penyajian bahan pelajaran sungguh sangat membosankan para siswa terlebih pada tingkat rendah. Pakar pengajaran dan pemerolehan bahasa yang terkenal dewasa ini menyimpulkan bahwa secara implisit MTTB beranggapan bahwa pengawasan terhadap tata bahasa memang sangat penting untuk penguasan bahasa. Dengan kata lain pembelajaran perlu mendahului pemerolehan. Hal ini berarti bahwa semua struktur bahasa sasaran harus diperkenalkan dan dijelaskan. Hal ini merupakan tugas berat baik bagi pengajar maupun bagi pembelajar.

METODE LANGSUNG

A. Latar Belakang Sejarah Secara historis, pembaharuan pengajaran bahsa yang terjadi dari tahun 1850 sampati tahun 1900. Khususnya di Eropa, berupaya membuat pengajaran bahasa lebih efektif dengan perubahan yang radikal dari metode terjemahan tata bahasa(MTTB). Berbagai ragam metode dikembangkan selama periode ini untuk membuktikan rasa ketidakpuasan umum akan teori dan praktik pengajaran bahasa yang sedang berlaku. Pembaharuan yang diusulkan itu

mempunyai berbagai nama metode: metode (reform method), metode alamiah (natural method), metode psikologis (psychological method), metode fonetik (phonetic method), dan sebagainya. Aka tetapi, istilah yang lebih tepat untuk memberikan ciri yang beraneka ragam bagi pendekatan baru dalam pengajaran bahasa ini adalah Metode Langsung atau direct method. Pernyataan

yang jelas mengenai arah yang moderat dalam metode langsung ini, dituangkan dalam enam artikel International Phonetic Associatioan (IPA), yang bila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira berbunyi sebagai berikut. Pasal 1 Telaah bahasa asing hendaknya mulai dengan bahasa tuturan sehari-hari, dan tidak mulai dengan bahasa sastra yang relatif kuno. Pasal 2 Sasaran guru hendaknya secara langsung mebiasakan dan mengakrabkan para siswanya dengan bunyi-bunyi bahasa asing. Untuk mencapai tujuan ini, sang guru seyogyianya menggunakan transkripsi fonetik yang secara eksklusif akan dipakai dalam tahap awal kusrsus tanpa mengacu kepada ejaan konvensional. Pasal 3 Sasaran kedua sang guru adalah mempekenalkan kepada para siswanya kalimatkalimat umum dan frasa-frasa idiomatik bahasa asing itu. Dengan mengarah kepada tujuan ini, para siwanya akan menelaah teks-teks yang saling berkaitan

dengan dialog, deskripsi, dan narasi yang dibuat semudah, sealamiah, dan semenarik mungkin. Pasal 4 Pada tahap awal, tata bahasa hendaknya diajarkan secara induktif untuk melengkapi dan menggeneralisasikan fakta-fakta bahasa yang diamati selama membaca. Telaah bahasa yang lebih sistematik hendaknya ditunda sampai tahaptahap lanjutan kusrsus tersebut. Pasal 5 Sejauh mungkin, ekspresi-ekspresi dalam bahasa asing hendaknya dihubungkan secara langsung oleh guru dengan ide dan ekspresi lainnya dalam bahasa itu, dan bukan dengan bahasa asli. Guru hendaknya memanfaatkan setiap kesempatan untuk menggantikan terjemahan dengan acuan-acuan bagi objek atau gambar yang nyata atau dengan penjelasan yang meberikan dalam bahasa asing tersebut. Pasal 6 Pada tahap selanjutnya, bila menulis telah diperkenalkan, karya tulis seperti itu hendaknya diatur dalam urutan berikut ini: pertama, produksi secara penuh teksteks bacaan terkenal; kedua reproduksi cerita-cerita lisan yang disajikan oleh guru; dan ketiga komposisi bebas. Berdasarkan pasal-pasal IPA tersebut di atas, gerakan maju dalam pengajaran suatu bahasa dapat diluiskan sebgai proses empat tahap yatiu: Kelanjutan tahap 3 ditambah dengan telaah tata bahasa sistematik, terjemahan dari dan ke bahasa asing (bagianbagian yang lain berkaitan) dan telaah teks-teks sastra Kelanjutan tahap 2 ditambah komposisi tulis. Telaah elementer dengan tata bahasa induktif Bunyi-bunyi bahasa dan transkripsi fonetik

Tahap 4 Tahap 3 Tahap 2 Tahap 1

Hal yang terjadi pertanyaan selanjutnya ialah sampai di manakah signifikan dokumen IPA itu sampai dewasa ini?. Daya dorong bagi ML sebagin dapat dikaitkan dengan para pembaru pengajaran praktis yang tidak konvensional, yang menanggapi atau member reaksi terhadap kebutuhan akan pembelajaran bahasa yang lebih baik dalam

dunia insustri baru, perdangangan, dan perhubungan internasional, seperti Berlitz dan Goin. Sebagian juga dirangsang oleh ilmu pengetahuan linguuistik teori, linguistik, filosofi dan fonetik. Secara historis, perkembangan ML berkaitan dengan pengenalan dan pemasukan fonetik ke dalam pedagogi bahasa. Dalam perjalanan sejarahnya, kita dapat melihat bahwa pembelaan terhadap ML menimbulkan banyak kontroversi di antara para guru bahasa pada peralihan abad itu; tetapi pada beberapa Negara (seperti Prussia dan Prancis) pembaruan itu memperoleh pengakuan dalam garis-garis pedoman kementrian dan secara jelas merupakan fakta dalam buku teks kontemporer. Hal yang lebih penting lagi, akibat pengaruh ML ini, banyak guru sampai sekarang menganggap sesuatu yang ideal dalam pedagogi bahasa, walaupun tidak tercapai dalam praktik penghindaran total terjemahan, sebagai teknik praktik dan penghindaran total penggunaan B1, dan sebagai saran penjelasan dan komunikasi dalam kelas bahasa asing. Perdebatan mengenai ML telah diperkenalkan ke dalam konseptualisasi pengajaran bahasa suatu keretakan atau jurang antara apa yang dikerjakan secara aktual oleh para guru di dalam kelas bahasa dan apa yang mereka yakini yang harus mereka perbuat. Belakangan ini, beberapa pakar pendidikan bahasa Amerika (misalnya Hester, 1970; Diller 1975, 1978) memantapkan kermbali ML sebagai pendekatan yang sahih bagi pengajaran bahasa. Dalam interpretasi mereka justru metode kognitif atau metode rasionalis-lah yang menekankan penggunaan B2 tanpa terjemahan di dalam kelas bahasa. Versi baru ML ini tidaklah menghindari penjelasan gramatikal dan praktik formal, tetapi justru meletakkan penekanan yang lebih besar pada pemakaian bahasa pada tindak-tindak komunikasi sejati daripada kepada latihan runtun bahasa, seperti yang terjadi atau berlangsung dalam Metode Audiolingual (MAL) B. Ciri-Ciri Utama Dalam praktiknya, ML ini mempunyai ciri-ciri serta prosedur sebagai berikut: 1. Pengajaran kelas secara eksklusif dilaksanakan dalam bahasa sasaran.

2. Hanya kosakata dan kalimat sehari-hari yang diajarkan. 3. Keterampilan berkomunikasi lisan dibangun secara bertahap dan teratur dengan pertukaran tanya jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil dan intensif. 4. Tata bahasa diajarkan secara induktif. 5. Butir-butir pengajaran baru diperkenalkan secara lisan.

6. Kosakata konkret diajarakan melalui demonstrasi, objek-objek atau gambargambar; kosakata abstrak diajarkan dengan asosiasi ide-ide. 7. Baik pemahaman berbicara maupun menyimak diajarkan. 8. Ucapan dan tata bahasa yang tepat sangat diperhatikan (Richards & Rodgers 1986:10). Prinsip-prinsip tersebut terlihat dengan jelas dalam pedoman bagi pengajaran bahasa lisan berikut ini, yang masih diikuti dengan baik pada sekolah-sekolah Berlitz kontemporer: Jangan terjemahkan, tetapi demonstrasikan Jangan jelaskan, tetapi perankan Jangan buat pembicaraan, tetapi ajukan pertanyaan-pertanyaan Jangan tiru kesalahan, tetapi koreksi atau perbaiki Jangan bicara dengan kata-kata tunggal, tetapi pakilah kalimat-kalimat Jangan bicara terlalu banyak, tetapi buat para siswa bicara banyak Jangan pakai buku, tetapi gunakan rencana pelajaran anda Jangan melompat-lompat, tetapi turuti rencana anda Jangan terlalu cepat, tetapi sesuaikan dengan kecepatan siswa Jangan berbicara terlalu lambat, tetapi berbicaralah secara wajar Jangan berbicara terlalu cepat, tetapi berbicaralah secara alamiah Jangan berbicara terlalu keras, tetapi bicaralah secara alamiah Jangan tergesa-gesa tetapi tenang dan sabar (Titon, 1968:100.1) Gerakan ML dalam pengajaran bahasa, seperti yang dipelopori oleh para pendidik seperti Berlizt dan Jespersen percaya bahwa para pelajar memahami bahasa dengan cara menyimaknya dalam kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan cara berbicara, terutama sekali bila ujaran itu secara simultan berkaitan erat dengan tindakan yang tepat. Pada hakikatnya, metodologi ini

didasarkan pada cara anak-anak mempelajari bahasa ibu mereka: bahasa dipelajari melalu asosiasi langsung, kata-kata atau frasa-frasa denga objek dan tindakan tanpa penggunaan bahasa ibu sebagai variabel penghalang. Tarigan dan Omagio mengemukakan ciri-ciri utama ML sebagai berikut: Belajar bahasa hendaknya dimulai dengan situasi disini dan kini dengan memanfaatkan objek kelas dan tindakan sederhana. 1. Pelajaran dalam ML kerapkali berkembang di sekitar gambar yang dibuat secara khusus untuk melukiskan kehidupan di Negara pemakai bahasa sasaran. 2. Dari permulaan pengajaran, para siswa mendengarkan kalimat, kalimat sempurna dan bermakna dalam wacana sederhana, yang acap kali menggunakan bentuk pertukaran tanya jawab. 3. Ucapan yang tepat dan benar merupakan pertimbangan penilain penting dalam pendekatan ini, dan penekanan diletakkan pada pengembangan ucapan yang tepat dari awal pengajaran. 4. Kaidah tata bahasa tidak diajarkan secara eksplisit; kaidah itu diharpakan dapat dipelajari melalui praktik dan latihan. 5. Aneka tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman langsung terhadap teks bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan. C. Teknik Pengajaran Prosedur baku ML ini melibatkan penyajian kelas terhadap teks yang dilakukan oleh guru. Teks ini biasanya merupakan suatu narasi bahasa asing yang dirancang khusus di dalam buku teks. Ekspresi yang sulit dijelaskan dalam bahasa sasaran dengan bantuan paraprase, sinonim, demontrasi, atau konteks. Untuk menjelaskan serta menguraikan lebih lanjut makna teks itu, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan itu. Kita memang harus mengakui bahwa ML adalah yang pertama diantara metode yang memanfaatkan daya dorong dari dayacipta beberpa orang pelaksana dan pemikiran kritis serta teoretis mengenai hakikat bahasa juga pembelajaran bahasa beberap sarjan linguistik seperti H. Sweet dan W. Vietor.

Selain itu, ML ini merupakan uapaya pertama untuk membuat situasi pembekajran bahasa sebagai salah satu pemakain bahasa dan melatih pembelajar bahasa sebagai salah satu pemakai bahasa dan melatih pembelajar untuk melepaskan B1 sebagai kerangka acuan. Hal ini jelas menuntut daya cipta para guru untuk menuju kea arah pengembang teknik pengajaran bahasa baru yang tidak berdasarkan terjmahan. Penggunaan teks sebagai basis pembelajran bahasa, demontrasi atau peragaan gambar dan objek penekanan pada tanya jawab, cerita-cerita lisan, dikte peniruan atau imitasi, dan sejumlah tipe baru latihan ketatabahasaan adalah bermula dari ML. Ada dua masalah pokok yang terus-menerus merepotkan dan mengganggu pengajaran ML. hal yang pertama adalah bagaimana cara menyampaikan makna tanpa penerjemahan, dan bagaimana cara menjaga terhadap kesalah pahaman tanpa mengacu kepada B1. Kedua adalah bagaimana cara menerapkan ML di luar tahap permulaan atau elementer pembelajaran bahasa. Seperti halnya metode-metode baru lainnya, ML telah memperluas cakrawala pengajaran bahasa pada tahap-tahap awal pengajaran tetapi secara relatif hanya menyumbangkan sedikit bagi pengajaran para pembelajaran lanjutan. D. Keunggulan dan Kelamahan Metode langsung menggambarkan menghasilkan produk amateurisme yang selalu membutuhkan penerangan atau keamatiran yang belum mantap. Hal ini jelas mencerminkan ada beberapa kekurangan atau kelemahan. Metode ini membutuhkan guru-guru yang benar-benar pembicara asli atau yang mahir dalm bahasa asing tersebut. Hal ini berggantung pada ketarampilan guru daripada buku teks, dan tidak semua guru cukup mahir berbahasa asig untuk menaati prinsip metode itu.

Secara singkat, keunggulan dan kelemahan ML adalah sebagai berikut:

Keunggulan ML

Kelemahan ML

a. Mempersiapkan pengetahuan bahasa a. Hanya dapat diterapkan pada yang beguan bagi ujaran dalam konteks. b. Cocok bagi semua tingkatan kelompok kecil. b. Sukar menyediakan kegiatan dan situasi sebenarnya di kelas. c. Membutuhkan guru yang terampil dan fasih.

linguistic para siswa. c. Tuturan spontan ditampilkan

E. Contoh Rencana Pembelajaran 9.00-910 Guru masuk kedalam kelas dan langsung mulai berbicara dengan bahasa sasaran, menyapa para siswa dan bertanya mengenai pelajaran pada saat itu. Para siswa menjawab dengan bahasa sasaran. Para siswa menjawab dengan bahasa sasaran. Guru meneruskan mengemukakan pertanyaan-pertanyan dan sekali-kali memberi perintah. Setelah para siswa mematuhi perintah dan peraturan ini, maka mereka

menceritakan secara tepat dalam bahasa sasaran apa yang sedang mereka lakukan dan kemudian kelas mengatakan kepada guru apa yang telah terjadi. 9.10-9.25 Pelajaran bekembang seterusnya pada sebuah gambar yang dipakai oleh guru untuk mengajarkan kosakata ini. Berbagai tindakan dan objek pun didiskusikan sesuatu dengan kegiatan yang tetera pada gambar. Guru mendemonstrasikan kegiatan tersebut dan konsep yang tidak segera terlihat nyata, dijelaskan dengan cara menirunya dan menunggunya sampai seluruh kelas seakan-akan memahaminya. Selanjutnya para siwa mengulangi kata-kata dan frasa-frasa baru serta mencoba membuat kalimat sendiri sebgai jawaban bagi pertanyaan guru. 9.25-9.40 Sekali kosakata telah diajarkan dan dipahami, guru menyuruh para siswa membaca teks bacaan mengeni tema yang sama dengan suara

nyaring. Guru memberi contoh kalimat yang dibaca terlebih dahulu dan para siswa meniru secara bersama-sama atau secara individual. Bagian yang menjadi bahan bacaan itu tidak pernah diterjemahkan, tetapi guru menjamin pemahan dengan cara mengajukan pertanyaan dalam bahasa sasaran yang harus dijawan oleh para siswa juga dalam bahasa sasaran. Apabila timbul kesulitan, guru dapat menjelaskan secara singkat dalam bahasa sasaran, sementara para siswa membuat catatan. 9.45-9.50 Pelajaran diakhiri dengan sebuah nyanyian. Bila kelas usai, para siswa meninggalkan kelas dan pualng dengan perasaan senang karena mereka telah ikut berperan, selama belajar itu (Rivers 1981;Omaggio 1986:58, Tarigan,1988:232-3). Berdasarkan contoh pembelajaran diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa masalah kemampuan, kecakapan (proficiency) sangat diperhatikan dalam ML. Namun masalah perbaikan atau koreksi kesalahan tidak begitu diperhatikan dalam ML.

METODE AUDIOLINGUAL

A. Latar Belakang Sejarah Pada tahun 1939, universitas Michigan mengembangkan institute bahasa inggris pertama di Amerika Serikat, yang mengkhususkan diri dalam pelatihan guru-guru bahasa inggris sebagai bahasa asing dan dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan dalam pengajaran bahasa inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Direktur lembaga tersebut, Charles Fries memang melatih dalam linguistik struktural, dan beliau menerapkan prinsipprinsip linguistik struktural itu pada pengajaran bahasa. Fries beserta rekanrekannya menolak pendekatan seperti yang terdapat dalam metode langsung, yang merupakan wadah para pembelajar diperkenalkan dengan bahasa, pemakainya dan secara bertahap menyerap pola-pola grametikalnya. Bagi Fries, tata bahasa atau struktur itu merupakan titik tolak. Struktur bahasa diajarkan dengan perhatian bersitem terhadap ucapan dan dengan latihan runtun yang intensif mengenai pola-pola kalimat dasarnya. Pada tahun 1950, the American Council of Learned Societies (bekerjasama dengan U.S state department) ditugasi untuk mengembangkan buku-buku teks bagi pengajaran bahasa inggris bagi para pembicara sejumlah bahasa asing, format yang digunakan oleh para pakar linguistik dalam proyek ini dikenal sebaga General form, pelajaran dimulai dengan kegiatan mengenai ucapan, morfologi dan tata bahasa, diikuti oleh latihan-latihan runtutan dan latihan lainnnya. Dalam berbagai hal, metodologi yang digunakan oleh para pakar linguistik dan pengajaran bahasa Amerika Serikat pada periode ini agak bersamaan dengan Oral Approach Inggris, meskipun kedua tradisi berkembang secara bedikari. Akan tetapi, pendekatan Amerika tersebut bebeda dalam hal persekutuannya yang erat dengan para pakar linguistik struktural Amerika dan aplikasi linguistik terapannya, khusunya analisis kontrastif. Fries mengajukan prinsip-prinsipnya dalam Teach-ingand Learning English Asa Foreign Language (1945) ketika masalah-masalah pembelajaran suatu bahasa asing dikaitkan dengan konflik sistem struktural yang berbeda (misalnya, perbedaan antara pola gramatikal dan fonologis bahasa asli dan ahasa sasaran).

Pendekatan yang dikembangkan oleh para pakar linguistik di Universitas Michigan dan Universitas lainnya itu menjadi terkenal dengan bebagai nama seperti Oral Appriach, Aural Oral Approach, dan Struktural Approach. Pendekatan ini mengajarkan pelatihan awal terlebih dahulu, kemudian pelatihan ucapan diikuti oleh berbicara, membaca, dan menulis. Apabila ada teori pembelajaran yang mendasari materi Aural Oral, hal itu merupakan aplikasi gagasan yang dapat diterima oleh akal sehat bahwa practice makes perfect, bahwa latihan atau praktiklah yang membuatnya

sempurna. Tidak ada acuan eksplist bagi teori pembelajaran mutakhir ini dalan karya Fries. Munculnya MAL merupakan akibat dari besarnya perhatian yang diberikan kepada pengajaran bahasa asing di Amerika Serikat sampai akhir tahun 1950-an. Perlunya suatu perubahan radikal dan pemikiran kembali metodologi pengajaran bahasa asing justru didorong oleh peluncuran satelit rusia yang pertama pada tahnun 1957. Audiolinguslisme istilah yang dicipatakan oleh Professor Nelson Brooks pada tahun 1964 menuntut perubahan pengajaran bahasa dari satu seni menjadi ilmu, yang akan memudahkan para pembelajar memperoleh penguasaan bahasa asingg secara efektif dan efisien. Metode ini telah diterima secara luas bagi pengajaran bahaa asing di perguruantinggi Amerika Utara. Metode ini memberikan dasar metologis bahan-bahan bagi pengajaran bahasa asinng di tingkat perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Kanada.

B.

Ciri-Ciri Utama Metode Audiolingual yang juga dikenal sebagi Aural-Oral, keterampilan

fungsional, New Key, atau metode Amerika dalam pengajaran bahasa diterima dan diperlakukan sebagai pendekatan ilmiah bagai pengajaran-pengajaran bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Language Teaching A Scitific Approach, Lado (1964) mengemukakan Hukum-hukum empiris mengenai pembelajaran berikut ini sebagai dasar bagi metodologi audiolingual. Hukum dasar hubungan yang menyatakan bahwa apabila dua

pengalaman terjadi bersama-sama, kemunculan yang satu akan mengingatkan kita kembali pada yang satu lagi. 1. Hukum latihan yang mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu responsi dipraktikkan, semakin baik pula hal itu dipelajari dan semakin lama diingat. 2. Hukum intensitas yang menyatkan bahwa semakin intensif suatu responsi dipraktikkan, semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula akan diingat. 3. Hukum asimilasi yang menyatkan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan response yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi yang sama pada masa lalu. 4. Hukum pengaruh yang menyatkan bahwa apabila suatu response disertai atau diikuti oleh peristiwa yang memuaskan, responsi diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan, responsi itu justru dihindarkan, tidak diterima. Hukum-hukum behavioris yangmendasari kelima prinsip MAL di atas juga terdaftar dalam karya Chastain (1976) dan dapat dirangkumkan sebagai berikut: 1. Tujuan pengajaran B2 adalah mengembangkan dalam diri para siwa kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh para pebicara atau penutur asli. Oleh karena itu, para siswa pada akhirnya haruslah memprlakukan bahasa itu seperti pada tingkat tidak sadar atau bawah sadar. 2. Penggunaan bahasa asli atau bahasa ibu hendaklah dilarang di dalam kelas sebuah nuansa budaya hendaklah dibentuk dan depertahankan. Ajarkanlah B2 tanpa mengacu kepada B1. 3. Para siswa mempelajari bahasa melalui teknik-teknik S-R. para siswa harus belajar bebicara tanpa memerhatikan bagaimana bahasa itu disusun. Mereka hendaknya tidak diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban-jawaban mereka. Memorisasi dialog dan latihan-latihan pola merupakan cara tepat ungk meperoleh responsi bersyarat.

4. Latihan-latihan pola diajarkan pada permulaan tanpa penjelasan. Latihan dan praktik yan saksama harus mendahului setiap penjelasan, dan diskusi mengenai tata bahasa harus diadakan dalam waktu yang sangat singkat. 5. Dalam memperoleh keempat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis) , urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa asli hauslah dipelihara dan dipengang terus (Omaggio, 1986:60). Rivers (1981) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan mengemukakan lima slogan, sebagai berikut: 1. Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan. 2. Bahasa adalah seperangkat kebiasaan. 3. Bahasa-bahasa berbeda dan beraneka ragam. 4. Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli. 5. Ajarkanlah bahasa, bukan mengenai bahasaa. Pertanyaan terakhir yang berbunyi bahasa-bahasa berbeda dan beraneka ragam berkaitan erat dengan kenyataan bahwa linguis structural menolak gagasan tata bahasa universal yang dapat dipakai sebagai suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian fakta-fakta semua bahasa (Rivers, 1981:43). Sebagai penggantinya, mereka menggunakan analisis kontrastif untuk menyeleksi ciriciri bahasa sasaran terutama yang menimbulkan kesulitan bagi para pembelajar. Tinjaun lebih lanjut dan lebih saksama terhadap buku pelajaran yang menggunakan MAL akan memberikan pandangan lebih lanjut tentang cara atau upaya menerjemahkan metode ini ke dalam praktik. Setiap buku pelajaran MAL terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1) Dialog. 2) Latihan pola. 3) Kegiatan aplikasi. Sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak terdapat, penjelasanpenjelasan mengenai tata bahasa (Ommaggio, 1986-8; Tarigan,1988:234-6). Menurut Stern, (1987:462) mengemukakan ciri khas MAL yaitu, sebagai berikut:

1) Pemisahan keterampilan-keterampilan berbahasa, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dan penggulangan audiolingual atas keterampilan grafik. 2) Pemantapan teori linguistic dan teori psikologis sebagai dasar bagi metode pengajaran bahasa. 3) Penggunaan dialog sebagai sarana utama penyajian bahasa. 4) Penggunaan laboratorium bahasa. 5) Penekanan pada teknik praktek tertentu, mimikri, memorisasi dan latihan runtun. Ciri-ciri MAL yang kita kemukakan di atas masih dapat direntang

panjangkan lagi, seperti yang telah dilakukan oleh dua orang pakar pengajran bahsa (Finocchiaro & Brumfit, 1983:91-3) yaitu, sebagai berikut: 1) Lebih mementingkan struktur dan bentuk daripada makna. 2) Menuntut memorisasi dialog-dialog yang berdasarkan struktur. 3) Butir-butir bahasa tidak perlu dikontekstualisasikan. 4) Pembelajaran bahasa adalah pembelajaran struktur, bunyi, atau kata. 5) Penguasaan, atau pembelajaran berlebih-lebihan memang dianjurkan. 6) Latihan runtun merupakan teknik utama. 7) Ucapan yang mendekati petutur asli sangat diidamkan. 8) Penjelasan grametikal sangat dihindarkan. 9) Kegiatan-kegiatan komunikatif baru dimunculkan sesudah mengalami proses latihan runtun dan latihan keras lainnya secara agak lama. 10) Penggunaan bahasa ibu siswa sangat terlarang. 11) Terjemahan bahasa ibu siswa sangat dilarang. 12) Membaca dan menulis ditunda sampai keterampilan berbicara dikuasai. 13) Sistem linguistik bahasa sasaran akan dipelajari melalui pengajaran polapola sistem yang jelas secara lahiriah. 14) Kompetensi linguistik merupakan tujuan yang ingin dicapai. 15) Varietas unit-unit hanya ditetukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistik.

16) Urutan unit-unit hanya ditentukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistic. 17) Guru mengontrol para pembelajar dan mencegah mereka dari perbuatan yang bertentangan dengan teori. 18) bahasa adalah kebiasaan, jadi kesalahan harus dicegah dengan segala upaya. 19) Ketepatan, akurasi, dalam pengertian kebenaran formal, merupakan tujuan utama. 20) Para siswa diharapakan beriteraksi dengan sistem bahasa, yang terwujud dalam organisasi atau materi yang terkontrol. 21) Motivasi intrinsik akan muncul dari minat atau perhatian pada struktur bahasa (Finnocchiaro dan Brumfit, 1983:91-3) Richards & Rodgers, 1986:67-68). C. Teknik Pengajaran Dalam MAL, penekanan utuma diletakkan pada keterampilan

fundamental, yaitu menyimak dan berbicara. Walaupun membaca dan menulis tidak diabaikan, namun menyimak dan berbicara mendapat prioritas utama dan dalam urutan pengajaran, keduanya mendahului membaca dan menulis. Seperti juga halnya ML, MAL pun mencoba mengembangkan keterampilan berbahasa sasaran tanpa mengacu kepada bahasa ibu. Sebagai contoh, Brooks (1960/1964) menganggap penguasaan terkoordinasi terhadap B2 sebagaihasil pembelajaran bahasa yang ideal. Selama pakar MAL tahan terhadap aspek-aspek kutural pengajaran B2, pembelajaran bahasa akan dipandang sebagai pemerolehan seperangkat keterampilan komunikatif praktis. Jika demikian hal yang membedakan dari MTTB atau ML yang jelas MAL tidak memberikan penekanan pada penyajian pengetahuan ketatabahasaan atau informasi seperti yang dilakukan oleh MTTB, tetapi tidak mematangkannya sama sekali, tidak menganggapnya sebagai hal yang tabu. Memang, MAL menolak pendekatan intelektual dan pemecahan masalah yang dipakai dalam MTTB dan tidak menyetujui pengisolasian ciri-ciri paradigmatik, seperti daftar pronominal atau

bentuk verba. Penggunaan B1 dalam kelas bahasa atau dalam bahan pembelajaran tidak terlalu dibatasi dalam MAL, seperti yang dilakukan dalam ML. metode langsung justru dikritik oleh para pakar MAL, karena kurang dasar linguistiknya dan kegagalannya menjenjangkan data bahasa dengan

pengawasaan atau ketelitian ilmiah yang memadai. Dalam proses pembelajaran dipandang sebagai salah satu kebiasaan dan persyaratan tanpa intervensi analisis intelektual. Dengan kata lain, masalah eksplisit-implisit justru lebih cenderung pada strategi pembelajaran implisit daripada strategi pembbelajaran eksplisit. Penekanan diletakkan pada praktik aktif dan sederhana. Tujuannya adalah membuat pembelajaran bahasa tidak merupakan beban mental. MAL memperkenalkan memorisasi dialog dan ulangan imitatif (mimikri) sebagai teknik pembelajaran khusus. Sebagai tambahan, MAL telah

mengembangkan latihan runtun pola (yang disebut juga latihan runtun struktural atau latihan pola). Latihan runtun seperti itu tidak dikenal sebelumnya, misalnya dalam karya Palmer. Akan tetapi, kemudian semua ini menjadi ciri-ciri pokok MAL dan seterusnya divertifikasikan dan diperhalus sebagai teknik

pembelajaran bahasa melebihi serta mengawasi seggala sesuatu yang telah dikenal sebbelumnya. Oleh karena itu teknik audiolingual jelas terlihat memberikankemungkinan pembelajaran bahasa tanpa memerlukan belakang dan kecenderungan pendekatan yang ilmiah yang kuat. itu Kesederhanaan latar dan

kelangsungan

dianjurkan

seakan-akan

membawa

pembelajaran bahasa ke dalam cakupan pembelajaran yang wajar atau biasa. Terlebih berbicara, yang dalam pembelajaran bahasa hanya dianggap sebagai pelengkap terhadap buku yang dipelajari kini justru ditempatkan ke dalam suatu tahapan, teknik-teknik pembelajaran dan alat-alat perekan serta latihan runtun laboratorium bahasa yang memberikan latihan praktek pembicara dan menyimak tanpa percakapan aktual, dan melatih lagi pertukaran verbal pembicaraan biasa dalam bentuk yang bergaya S-R (stimulus dan responsi). Penelitian empiris secara konslusif tidak memantapkan superiositasnya, dan para guru yang menggunakan bahan audiolingual dan menerapkan MAL mengeluhkan kurangnya keefektifan teknik tersebut selama ini serta kebosanan

yang ditimbulkannya para siswa. Dalam menanggapi kritik tersebbut, agaknya kita perlu mengingat kembali akan sumbangan audiolongualisme bagi

pengajaran bahasa. Pertama, MAL adalah salah satu di antara teori pertama yang mengajnjukan pengembangan teori pengajaran bahsa berdasarkan prinsip linguistik dan psikologis yang berlaku. Kedua, MAL telah berupaya membuat pembelajaran bahasa dapa diterima oleh keolompok besar pembelajaran biasa. Dengan kata lain, teori ini mengusulkan agar pengajaran bahasa harus ditata sedemikian rupa agar tidak menuntuk prestasi intelektual yang banyak gerhadap pelanaran abstrak untuk mempelajari suatu bahasa. Ketiga, MAL menekankan perlunya gerak maju sintaksi, sementara metode terdahulu cenderung mengasyikkan diri dengan kosakata dan morfologi. Keempat, MAL mengarah kepada pengembangan teknikk sederhana, tanpa terjemahan yang bervariasi dan bertahap, serta latihan praktik inteksif mengenai ciri-ciri khusus bahasa. Terakhir, MAL mengembangkan pemisahan keterampilan berbahasa menjadi saran pedagolis. D. Keunggulan dan Kelemahan Ada beberapa keunggulan dan kelemahan MAL yaitu, sebagai berikut: Keunggulan MAL 1) Dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang. 2) Memberikan banyak latihan dan praktik dalam aspek keterampilan menyimak dan berbicara. 3) Sesuai bagi tingkatan linguistik para siswa. Kelamahan MAL, anatara lain menyangkut: 1) Guru yang terampil dan cekatan sangat dibutuhkan. 2) Ulangan acapkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidahkaidah bahasa. 3) Kurang sekali memberikan perhatian pada ujaran atau tuturan yang spontan (Steinberg, 1986:1992; Tarigan, 1988:236). E. Contoh Rencana Pelajaran

Contoh rencana pelajaran MAL berdasarkan pemerian yang dibuat oleh pakar pengjaran bahasa Wilga M. Rivers (1981): 9.00-9-25 Seluruh siswa mengulangi baris-baris dialog baru mengikuti contoh yang dibuat oleh guru. Untuk menjelaskan makna kalimat-kalimat tersebut, guru membuat gambaran sketsa orang-orang yang terdapat dalam dialog di papan tulis dan menunjuknya sebagai baris-baris itu disebutkan. Pertama, setiap siswa mengulangi baris-baris secara serempak. Bila sepasang kalimat telah diucapkan dengan baik secara serampak, guru membagi kelas menjadi dua kelompok dan baris yang prtama pun diulangi dan diucapkan secara berbalas-balasan. Berikutnya barisan siswa seorang demi seorang mengambil suatu baris dialog dan mengulanginya. Akhirnya, guru menyruh seorang demi seorang mengulangi menyebutkan kalimat-kalimat baru itu di depan kelas. 9.15-9.40 Guru beralih pada fase latihan pola. Pada fase latihan ini, segala struktur yang dipakai dalam dialog kini dilatihkan satu demi satu. Pertama-tama secara bersama-sama, kelas mengulangi kalimat yang dilatihkan itu setelah guru memberikan contoh modelnya. Selanjutnya mereka membuat transpormasi dapat mencakup perubahan minimal dalam kosakata atau melebarkan manipulasi morfologis yang beraneka ragan. Tujuh atau delapan perubahan tipe ini dilakukan oleh seluruh siswa secara serempak. 9.40-950 Serangkaian latihan dugunakan sebagai kegiatan konsolidasi akhir. Para siswa saling mengajukan pertanyaan atua memberikan petunjuk satu sama lain, berdasarkan urutan barisan dan dari seorang siswa kepada siswa lainya dalam rangkaian stimulus dan responsi (S-R). guru memberikan pekerjan rumah untuk pelajaran yang akan datang yang terdiri atas menyimak rekaman dan melatih atau mepraktikkan lebih banyak lagi serta mendengarkan dialog-dialog yang telah direkam, berikut perintranskripsian kata-kata atau frasa-frasa tertentu dari teks.

Satu hal yang perlu kita ketahui ialah bahwa sampai kini MAL berada dalam status masih banyak digunakan oleh para guru bahasa. Apabila diperlajari sesuai dengan rencana, para siswa akan berhasil menguasai sejumlah kalimat dan pola-pola yan akan dipakai dalam percakapan, dan juga melayani tujuan manjemen percakapan sampai taraf tertentu. Pembelajaran induktif secara implisit memang miningkat, tetapi belum ada upaya untuk mebatasi kaidahkaidah mana yang harus diperlajari atau kaidah itu diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Howat, A.P.R. 1984. A History of English Language Teaching. Oxford: Oxford University Press. Ommagio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context Proficiency-Oruented Instructuction. Boston, Mass.:Heinle & Heinle Publishers, Inc. Stern, H.H. 1987. Fundamental Concepts of Language Teaching. Oxford, New York: Oxford University Press. Tarigan, Hendri Guntur. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.