Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

15
HARIS FAOZAN ahasan lingkungan pemerintahan daerah dalam bab ini terkait dengan lingkungan stratejik pemerintahan daerah yang secara langsung dan signifikan memberikan dampak kepada eksistensi pemerintahan daerah pada umumnya 1 . Melakukan pencermatan terhadap lingkungan pemerintahan daerah adalah sesuatu yang sangat penting dan sekaligus perlu untuk menjadi concern bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungan pemerintahan suatu daerah, yang pada prinsipnya bervariasi antara pemerintahan daerah yang satu dengan yang lain. Mengamati perkembangan lingkungan pemerintahan daerah dalam beberapa tahun terakhir, tidak bisa dipungkiri bahwa seluruh pihak terkait 1 Terminologi “ekologi” dalam konteks ekologi pemerintahan daerah dalam tulisan ini diartikan sama dengan ekologi pemerintahan maupun ekologi administrasi negara. Hal ini dilakukan mengingat kemiripan konten dan/atau konteks antara pemerintahan daerah, pemerintahan, dan administrasi negara meskipun domain ketiganya memiliki kapasitas masing-masing. B

description

Melakukan pencermatan terhadap lingkungan pemerintahan daerah adalah sesuatu yang sangat penting dan sekaligus perlu untuk menjadi concern bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungan pemerintahan suatu daerah, yang pada prinsipnya bervariasi antara pemerintahan daerah yang satu dengan yang lain. Mengamati perkembangan lingkungan pemerintahan daerah dalam beberapa tahun terakhir, tidak bisa dipungkiri bahwa seluruh pihak terkait dituntut untuk bertindak lebih antisipatif dan cerdas, serta bekerja lebih keras, agar seluruh lingkungan tersebut dapat dikelola secara lebih bijak dan optimal sehingga tujuan pemerintahan daerah dapat tercapai.

Transcript of Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Page 1: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

HARIS FAOZAN

ahasan lingkungan pemerintahan daerah dalam bab ini terkait dengan lingkungan stratejik pemerintahan daerah yang secara langsung dan signifikan memberikan dampak kepada eksistensi pemerintahan daerah pada umumnya1. Melakukan pencermatan

terhadap lingkungan pemerintahan daerah adalah sesuatu yang sangat penting dan sekaligus perlu untuk menjadi concern bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungan pemerintahan suatu daerah, yang pada prinsipnya bervariasi antara pemerintahan daerah yang satu dengan yang lain.

Mengamati perkembangan lingkungan pemerintahan daerah dalam beberapa tahun terakhir, tidak bisa dipungkiri bahwa seluruh pihak terkait

1 Terminologi “ekologi” dalam konteks ekologi pemerintahan daerah dalam tulisan ini diartikan sama dengan ekologi pemerintahan maupun ekologi administrasi negara. Hal ini dilakukan mengingat kemiripan konten dan/atau konteks antara pemerintahan daerah, pemerintahan, dan administrasi negara meskipun domain ketiganya memiliki kapasitas masing-masing.

B

Page 2: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 2

dituntut untuk bertindak lebih antisipatif dan cerdas, serta bekerja lebih keras, agar seluruh lingkungan tersebut dapat dikelola secara lebih bijak dan optimal sehingga tujuan pemerintahan daerah dapat tercapai.

Pembahasan mengenai lingkungan (ecology), dapat merujuk pada beberapa referensi, baik di dalam lingkungan administrasi negara maupun lingkungan pemerintahan. Fred W. Riggs (1961) adalah pakar pertama yang membukukan konsep dan aplikasi ekologi terkait dengan bahasan ini, dengan judul bukunya ”The Ecology of Public Administration”. Di Indonesia, bahasan tentang ekologi administrasi negara ditulis oleh S. Pamudji pada tahun 1983 dalam buku ”Ekologi Administrasi Negara”. Kemudian pada tahun 2003, Inu Kencana Syafiie menulis ”Ekologi Pemerintahan” sebagai buku teks bagi mahasiswa. Dalam penulisan buku tersebut, Syafiie cukup banyak merujuk tulisan S. Pamudji dalam ”Ekologi Administrasi Negara”. Sementara itu, penulis lain yang menyinggung mengenai ekologi pemerintahan adalah Taliziduhu Ndraha (2003) dalam bukunya ”Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru)” Jilid 2.

Perlu diketahui bahwa beberapa referensi yang mengupas mengenai ekologi atau lingkungan administrasi negara atau pemerintahan tidak menunjukkan kesamaan antara satu penulis dengan penulis lainnya. Hal demikian mungkin disebabkan oleh cara pandang atau latar belakang yang berbeda. Fred W. Riggs dalam The Ecology of Public Administration (1961), misalnya, menuliskan bahwa faktor-faktor ekologis administrasi negara di Amerika Serikat terdiri atas: economic foundation, social structures, communication network, ideological/symbol patterns, dan political system. Sementara itu menurut S. Pamudji (1983) menyatakan bahwa ekologi administrasi negara Indonesia meliputi 1) faktor-faktor yang beraspek alamiah (trigatra) yang terdiri atas (a) lokasi dan posisi geografi, (b) keadaan dan kekayaan alam, dan (c) keadaan dan kemampuan penduduk; dan 2) faktor-faktor yang beraspek kemasyarakatan yang mencakup (a) ideologi dan politik, (b) ekonomi, (c) sosial budaya, dan (d) militer (pertahanan dan keamanan).

Di pihak lain, penulis yang mengupas ekologi pemerintahan adalah Inu Kencana Syafiie (2003) yang membagi ekologi pemerintahan ke dalam dua aspek yaitu 1) aspek alamiah yang mempunyai trigatra, yaitu (a) geografi, (b) kependudukan, dan (c) kekayaan alam, dan 2) aspek kemasyarakatan yang mempunyai pancagatra, yaitu (a) politik, (b)

Page 3: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 3

ekonomi, (c) budaya, (d) agama, dan (e) pertahanan keamanan. Tampaknya, referensi yang secara khusus membahas ekologi atau lingkungan pemerintahan daerah di Indonesia belum dijumpai.

Oleh karena itu, pembahasan mengenai lingkungan pemerintahan daerah dalam bab ini dapat dijadikan referensi baru bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tentunya, uraian substansi materi tentang lingkungan pemerintahan daerah memiliki karakter yang lebih khusus dan cakupannya lebih sempit dibandingkan dengan ekologi atau lingkungan pemerintahan atau administrasi negara.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai lingkungan pemerintahan daerah, perlu terlebih dahulu memberikan batasan tentang pengertian lingkungan pemerintahan daerah2. Kata ”lingkungan (environment)” dalam konteks ini diartikan sebagai keadaan sekitar yang mengelilingi suatu makhluk hidup (organism) atau suatu kehidupan3. Terkait dengan hal tersebut maka lingkungan memiliki faktor-faktor (environmental factors) yang mampu mempengaruhi makhluk hidup yang dikelilinginya. Dalam hubungannya dengan lingkungan pemerintahan daerah, dimana pemerintahan daerah sebagai organisma, maka environmental factors yang relevan tersebut perlu dicermati. Environmental factors yang relevan terhadap pemerintahan daerah biasa disebut dengan faktor-faktor ekologis (ecological factors).

Dikaitkan dengan kata ”lingkungan” maka pengertian lingkungan pemerintahan daerah adalah keadaan sekitar yang mampu mempengaruhi kinerja sistem multiproses yang dilakukan oleh pemerintah daerah (gubernur/walikota/bupati beserta jajarannya dan DPRD) dalam melindungi masyarakat daerah dan memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat daerah akan seluruh jasa-publik dan layanan sipil.

Namun demikian, secara umum dapat dipaparkan bahwa lingkungan pemerintahan daerah di Indonesia dapat diperinci ke dalam 5 lingkungan

2 Dalam bab ini tidak digunakan terminologi ”ekologi pemerintahan daerah” sebagaimana beberapa referensi yang telah disebut sebelumnya. Hal ini dilakukan karena terminologi ”lingkungan” dalam konteks ini tidak banyak mengandung makna tersirat dan tentunya lebih mudah dipahami karena bersifat eksplisit. Selain itu cukup banyak referensi yang secara langsung menyebut “lingkungan” untuk menjelaskan hal yang memiliki konteks seperti ini. 3 Lihat S. Pamudji (1983). Ekologi Administrasi Negara (edisi pertama). Bumi Aksara. Jakarta.

Page 4: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 4

utama, yaitu lingkungan alamiah, lingkungan politik administratif, lingkungan sosial budaya, lingkungan ekonomi, dan lingkungan teknologi informasi. Yang disebut terakhir --teknologi informasi-- dipandang sebagai faktor lingkungan yang sama pentingnya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya, mengingat eksistensi teknologi informasi di era kini menjadi hal yang patut diperhitungkan oleh setiap pemerintah daerah.

Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa masing-masing lingkungan berpengaruh terhadap pemerintahan daerah menunjukkan inter-face, dan di dalamnya terdapat hubungan saling mempengaruhi. Hal demikian memberikan pengertian bahwa setiap lingkungan mampu memberikan dampak terhadap lingkungan yang lainnya. Lebih dari itu, masing-masing lingkungan mampu mempengaruhi eksistensi pemerintahan daerah, terutama kinerjanya. Lingkungan dalam kondisi demikian bisa menjadi ancaman maupun peluang. Oleh karena itu, masing-masing lingkungan harus dapat dikelola dengan baik sehingga seluruh lingkungan berpengaruh tersebut pada akhirnya justru dapat memberikan kontribusi positif terhadap eksistensi pemerintahan daerah.

Gambar 3.1.

Inter-relasi Lingkungan Pemerintahan Daerah

PEMERINTAHAN DAERAH

LingkunganTeknologi Informasi

LingkunganSosial Budaya

LingkunganEkonomi

LingkunganPolitik Administratif

LingkunganAlamiah

PEMERINTAHAN DAERAH

LingkunganTeknologi Informasi

LingkunganSosial Budaya

LingkunganEkonomi

LingkunganPolitik Administratif

LingkunganAlamiah

Page 5: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 5

Merujuk pada uraian terdahulu, pada hakekatnya penyelenggaraan pemerintahan daerah berinteraksi dengan sistem-sistem lain yang merupakan faktor-faktor lingkungan yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem pemerintahan daerah tersebut.

Adapun beberapa faktor-faktor lingkungan pemerintahan daerah diantaranya meliputi: (a) Lingkungan Alamiah; (b) Lingkungan Politik Administratif; (c) Lingkungan Sosial Budaya; Lingkungan Ekonomi ; dan (d) Lingkungan Teknologi Informasi.

1. Lingkungan Alamiah

Salah satu topik yang menjadi concern dunia dalam dua dekade terakhir adalah issue kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu pembahasan lingkungan alamiah pada bagian ini memfokuskan pada faktor lingkungan alam secara fisik termasuk di dalamnya kekayaan alam suatu daerah. Faktor penduduk akan dibahas dalam lingkungan sosial budaya. Sedangkan faktor geografi suatu daerah tidak dijadikan pokok bahasan meskipun nantinya secara tidak langsung akan sedikit disinggung.

Permasalahan lingkungan hidup dalam konteks nasional merupakan permasalahan kolektif bangsa yang harus juga ditangani secara kolektif, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, politisi, maupun warga masyarakat bangsa. Dalam konteks daerah, permasalahan lingkungan hidup harus juga ditangani secara sinergis oleh pemerintah daerah, masyarakat daerah, politisi lokal, dan bahkan oleh pemerintah pusat dan politisi pusat. Hal demikian bisa dipahami karena permasalahan lingkungan hidup di suatu daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari permasalahan lingkungan hidup secara nasional yang harus ditangani secara serentak, sinergis, dan berkesinambungan. Hal demikian memberikan catatan bahwasanya konsep-konsep yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam skala nasional perlu terus dikembangkan dengan melibatkan seluruh pihak terkait dimaksud.

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan yang akan diperlukan oleh generasi mendatang. Implikasi dari konsep pembangunan berkelanjutan adalah perlunya sejak jauh-jauh hari diambil langkah-langkah untuk mengurangi tekanan eksploitasi sumber

Page 6: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 6

daya alam, mengembangkan teknologi yang lebih adaptif dengan kondisi ekologi, serta membangun dan menjamin terciptanya akses yang seimbang ke sumber-sumber alam yang terbatas jumlahnya. Komisi Bruntland, sebagaimana dikutip dari dokumen Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004)

Sebagai contoh konsep Pembangunan Berkelanjutan adalah pengelolaan hutan yang menjadi salah satu tema penting dalam forum World Summit on Sustainable Development (WSSD). Dalam hal ini, pengelolaan hutan tersebut memiliki perspektif luas yang mencakup pengelolaan hutan dalam dimensi pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan perlindungan lingkungan hidup. Isu utama yang dibahas meliputi antara lain: menghidupkan kembali komitmen politik pada tingkat paling tinggi mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan; peningkatan kontribusi sektor kehutanan dalam upaya pengentasan kemiskinan; peningkatan pertumbuhan ekonomi; peningkatan lapangan kerja; pembangunan pedesaan serta peningkatan kesejahteraan umat manusia4.

Contoh lain Pembangunan Berkelanjutan adalah apa yamg disebut dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanisme/CDM), yang juga merupakan salah satu kontribusi negara berkembang (seperti Indonesia) dalam mengatasi pemanasan global (global warming). Melalui mekanisme CDM, Pemerintah Indonesia – tentu termasuk pemerintah darah – dapat melaksanakan proyek-proyek yang didanai oleh negara-negara Annex-1 (Negara Maju) dalam rangka mengurangi emisi gas buang ke udara. Salah satu proyek tersebut adalah penanaman kembali lahan-lahan gundul yang diakibatkan pembalakan liar (illegal logging) selama beberapa tahun terakhir. Proyek “Penanaman Satu Juta Pohon” merupakan contoh upaya Indonesia dalam rangka mengatasi global warming.

Dalam kaitan ini, tentunya peran serta dan kerjasama pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi “ujung tombak” bagi pemeliharaan lingkungan di sekitarnya, dan bukan sebaliknya, justru malah menjadi pelopor kerusakan lingkungan di daerahnya.

4 Sri Murniningtyas et al., Milestone: Kehutanan dalam Forum Global World Summit on Sustainable Development (WSSD).

Page 7: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 7

Menyimak uraian di atas, tampaknya masalah kerusakan lingkungan hidup menjadi pemicu bencana alam di penjuru tanah air akhir-akhir ini. Kondisi demikian tentunya memberikan gambaran bahwa lingkungan alamiah merupakan ecological factor penting bukan saja bagi eksistensi pemerintahan daerah, tetapi juga pemerintahan pusat dalam mengemban tugas dan fungsinya.

2. Lingkungan Politik Administratif

Lingkungan politik administratif dalam konteks ini ditekankan pada penentuan titik berat kebijakan dalam pemberian otonomi daerah berdasarkan perkembangan peta kekuatan politik nasional di sekitar pemerintahan daerah5. Lingkungan politik administratif pemerintahan daerah di Indonesia menunjukkan dinamika tersendiri yang bisa diamati dari perkembangan kebijakan tentang pemerintahan daerah. Sejarah perkembangan pemerintahan daerah di Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945, dapat ditilik melalui perubahan-perubahan konsep otonomi yang diaplikasikan.

Peraturan perundangan mengenai pemerintahan daerah sejak kemerdekaan hingga saat ini, yaitu (1) UU No. 1 Tahun 1945, (2) UU No. 22 tahun 1948, (3) UU No. 1 Tahun 1957, (4) Penetapan Presiden (Penpres) No. 6 Tahun 1959, (5) UU No. 18 Tahun 1965, (6) UU No. 5 Tahun 1974, (7) UU No. 22 Tahun 1999, dan terakhir (8) UU No. 32 Tahun 2004. Karakteristik yang melekat pada konsep otonomi daerah di dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah di atas adalah tentang titik berat kebijakan dalam pemberian otonomi daerah. Titik berat kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi diimplementasikan secara silih berganti. Perubahan kebijakan tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh peta kekuatan politik nasional yang berkembang dalam kurun waktu tersebut.

Sebuah dasar umum dibentuknya suatu pemerintahan daerah dalam suatu negara dengan wilayah yang luas adalah dikarenakan tidak mungkinnya pengelolaan pemerintahan yang efisien dan efektif jika

5 Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa yang turut menentukan gerak perkembangan otonomi daerah bukan semata-mata ditentukan dan atau dipengaruhi oleh proses politik elit dalam menentukan suatu Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, tetapi juga berbagai kebijakan pelaksanaannya (PP dan Perpres) yang diterbitkan.

Page 8: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 8

hanya dilakukan dari Pusat. Alasan inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan untuk membentuk pemerintahan daerah dengan kebijakan desentralisasi. Pada dasarnya desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan bukanlah desentralisasi administratif an sich, tetapi juga desentralisasi di bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Terkait dengan UU No. 32 Tahun 2004 sebagai peraturan perundang-undangan terkini yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah, materi muatannya yang mampu mempengaruhi eksistensi pemerintahan daerah secara politik administratif, Materi mauatan dimaksud, secara garis besar terdiri atas : (a) Tujuan dan Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan daerah; (b) Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus; (c) Pembagian Urusan Pemerintahan; (d) Pemerintahan Daerah; (e) Perangkat Daerah; (f) Keuangan Daerah; (g) Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah; (h) Kepegawaian Daerah; (i) Pembinaan dan Pengawasan; dan (j) Desa; yang dapat diilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar. 3.2.

Pokok-Pokok Muatan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Yang secara Politik Administratif Berpengaruh Terhadap

Eksistensi Pemerintahan Daerah

Tujuan dan Prinsip Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus

Pokok-Pokok Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah

Pembagian Urusan Pemerintahan

Pemerintahan Daerah

Perangkat Daerah

Keuangan Daerah

Peraturan Daerah & Peraturan Kepala

Daerah

Kepegawaian Daerah

Pembinaan dan Pengawasan Desa

Page 9: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 9

3. Lingkungan Sosial Budaya

Sama halnya dengan lingkungan alamiah maupun lingkungan politik administratif sebagaimana diuraikan di muka, lingkungan sosial budaya di suatu daerah dapat juga menjadi ancaman maupun peluang bagi pemerintahan daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya hal tersebut membutuhkan pengelolaan yang memadai dari pihak Pemerintah Daerah sehingga multi proses pemerintahan daerah mampu mencapai kinerja optimal dalam kerangka otonomi daerah yang tengah dikembangkan.

Menurut Pamudji (1983) istilah sosial budaya merupakan kata majemuk terdiri atas kata ”sosial” dan ”budaya”. Kata “sosial” berkaitan dengan kelompok-kelompok manusia, bagaimana susunan kelompok, perpindahan dari kelompok satu ke kelompok lain, dasar-dasar penyusunan kelompok, dan sebagainya. Kata “budaya” berkaitan dengan segala macam karya manusia yang bersumber pada cipta, rasa, dan karsa yang diwujudkan dalam beragam ilmu dan teknologi, beragam seni dan keindahan, dan bermacam ukuran/nilai etika, moral, dan sebagainya.

Selanjutnya, menurut Pamudji (1983) istilah sosial budaya memiliki cakupan arti yang sangat luas dimana mencakup seluruh kehidupan bersama manusia dengan semua buah karyanya yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu pasti, ilmu alam, ilmu sosial (politik, pemerintahan, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya), teknologi fisik dan teknologi sosial yang meliputi seni dan keindahan, ukuran/nilai etika dan moral.

Kandungan lingkungan sosial budaya tersebut dengan demikian mewarnai kehidupan bersama manusia. Melihat kompleksitas kandungan lingkungan sosial budaya tersebut, maka tidak terbantahkan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki berbagai ragam nilai, norma, tradisi, dan buah karya. Namun demikian tampaknya perlu disadari bahwa dalam konteks kondisi pemerintahan daerah dewasa ini, lingkungan sosial budaya di suatu daerah tentunya terdiri atas karakteristik positif maupun negatif yang patut diperhatikan.

Pemahaman demikian menjadi penting karena keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia masih digolongkan dalam kondisi transisi atau menurut konsep Riggs (1964) disebutnya ”prismatic society” yang

Page 10: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 10

bercirikan heterogenitas, tumpang-tindih, dan formalisme6. Meskipun kemunculan konsep prismatic society sudah cukup lama, namun gambaran tersebut masih relevan ditempatkan pada konteks sosial budaya di Indonesia pada umumnya. Mungkin karakteristik prismatic society dimaksud cenderung berkurang atau mungkin dapat dibantah apabila dihadapkan pada lingkungan sosial budaya daerah perkotaan tertentu.

Terkait dengan lingkungan sosial budaya, tampaknya pendapat Dwiyanto dkk (2006) memiliki relevansi, dimana perbedaan antara daerah rural dengan urban, kota besar dan kota kecil, maupun antara kabupaten dengan kota merupakan determinan penting dalam menjelaskan perbedan dinamika politik masyarakat. Oleh karenanya, menurut mereka dalam melihat aspek lokalitas suatu daerah perlu melihat elemen mendasar dari karakteristik penduduknya yaitu meliputi jumlah, kepadatan, dan tingkat heterogenitas.

Dari ini tentunya dapat dipahami juga bahwa kompleksitas permasalahan sosial budaya antara daerah pedesaan dan perkotaan, kota besar dan kota kecil akan menunjukkan perbedaaan yang signifikan. Hal lain yang patut diperhatikan oleh Pemerintah Daerah dalam mencermati lingkungan sosial budaya adalah masalah tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang relatif baik dapat dijadikan modal penting bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang. Namun demikian, sebaliknya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang relatif baik pada umumnya relatif lebih kritis terhadap kinerja pemerintah daerah, sehingga dengan demikian pemerintah daerah harus mampu menampung aspirasi dan berbenah diri.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa lingkungan sosial budaya nunjukkan kompleksitas tersendiri yang mampu mempengaruhi eksistensi pemerintahan suatu daerah. Pemerintah daerah juga semestinya mampu membuat pengaruh terhadap lingkungan sosial budaya dimaksud agar mampu memberikan kontribusi positif terhadap kinerja pemerintahan

6 Heterogenitas diartikan sebagai keadaan yang tampaknya sama tetapi sesungghnya di dalamnya menunjukkan keberagaman atau bahkan sesuatu yang rumit. Tumpang tindih diartikan sebagai sesuatu yang tampaknya otonom tetapi kenyataannya memiliki akar yang sangat dalam dan saling dipengaruhi oleh sistem politik, agama, ekonomi dan sosial yang sudah ada jauh sebelumnya. Sedangkan formalisme diartikan sebagai sebuah bentuk, keadaan atau situasi yang sesungguhnya tidak menunjukkan kenyataan yang sebenarnya.

Page 11: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 11

daerah. Salah satu hal yang mungkin menjadi sangat penting adalah bagaimana menciptakan lingkungan sosial budaya yang memiliki daya tanggap terhadap keadaan daerahnya sendiri7.

Karakteristik prismatic society yang masih melekat cukup kental dalam lingkungan sosial budaya di tanah air tentu membutuhkan perubahan berkesinambungan menuju masyarakat modern yang beradab berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Ketidakmampuan membangun masyarakat seperti itu, jelas akan menjadi bumerang bagi eksistensi pemerintahan daerah secara umum. Hal demikian dapat dipahami, karena karakteristik prismatic society itu sendiri telah mengakar kuat di dalam tubuh organisasi pemerintah secara umum.

Keadaan seperti ini yang kemudian menjadi permasalahan rumit dalam mengembangkan model pembangunan berbasis masyarakat (community based development model). Meskipun model pembangunan berbasis masyarakat telah cukup lama diperkenalkan di Indonesia tetapi belum mampu diterapkan secara optimal sehingga tingkat kesejahteraan dan kemandirian masyarakat belum dapat didongkrak secara memadai.

4. Lingkungan Ekonomi

Ekonomi merupakan usaha manusia untuk memuaskan kebutuhannya dengan cara memproduksi, mendistribusikan, dan kemudian mengkonsumsi barang-barang dan jasa-jasa (Pamudji, 1983:115). Lingkungan ekonomi dalam konteks ini oleh karenanya diartikan sebagai keadaan sekitar yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia akan barang-barang dan jasa-jasa. Oleh sebab itu, keberadaan lingkungan ekonomi suatu daerah sangat mempengaruhi eksistensi kinerja pemerintahan daerah itu sendiri. Dapat dicermati bahwa lingkungan ekonomi yang berkembang pada suatu daerah tertentu pada umumnya akan dibarengi dengan intensitas aktivitas pemerintahan daerah yang berbanding lurus. Dan sebaliknya, pada kondisi lingkungan ekonomi yang tidak berkembang, di situ pula dapat dilihat bahwa aktivitas pemerintahan daerah kurang menunjukkan intensitas yang memadai. Tetapi yang perlu dipahami di sini adalah bahwa lingkungan ekonomi yang berkembang pada dasarnya dapat diciptakan.

7 Referensi relevan dapat digali dari Agus Dwiyanto dkk (2006). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Page 12: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 12

Di era otonomi daerah dewasa ini, pada umumnya dipersoalkan mengenai kekayaan sumber daya alam daerah. Tidak jarang terjadi konflik antar pemerintah daerah yang berbatasan hanya gara-gara masalah klaim kepemilikan sumber alam. Dari sini dapat ditarik benang merah bahwasanya sumber daya alam sebagai bagian dari kekayaan daerah mengandung arti penting bagi pemerintah daerah.

Selain dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah daerah, kekayaan sumber daya alam juga memberi peluang akan hadirnya penanam modal (investor) di daerah, baik dalam negeri maupun asing. Investasi dimaksud mampu menjadi penggerak ekonomi di daerah sehingga dengan demikian investasi merupakan kebutuhan utama. Merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, tampaknya keberadaan koperasi dan badan usaha milik pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak dalam percaturan ekonomi di daerah. Kecenderungan dewasa ini tampaknya lebih menekankan pada pentingnya kehadiran pihak swasta di daerah. Keadaan demikian bisa dimaklumi karena menurut pandangan mereka (pemerintah daerah), swasta mampu mengelola usaha secara lebih profesoional dan lebih menguntungkan secara finansial, dibandingankan dengan koperasi atau badan usaha milik daerah.

5. Lingkungan Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi informasi berbasis komputer telah diakui kehebatannya. Banyak kalangan merasa sangat terbantu akan hadirnya internet. Berbagai informasi di penjuru dunia dapat diakses kapan saja. Berbagai transaksi bisnis dapat dilakukan secara on-line, berkirim surat menjadi sangat mudah sehingga menghemat banyak waktu dan biaya. Internet menjadi media komunikasi yang sangat dihandalkan, baik bagi dunia bisnis maupun publik.

Teknologi informasi berbasis komputer telah mempengaruhi banyak pihak, termasuk juga pemerintahan. Informasi berbasis teknologi komputer sudah merambah sangat intens hampir ke seluruh aspek kehidupan manusia di seluruh belahan dunia. Perkembangan teknologi informasi dewasa ini telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, berkembang sangat pesat dan bahkan sulit untuk dikendalikan (uncontrolable). Kecanggihan teknologi informasi dewasa ini jelas menguntungkan bagi pihak-pihak yang jeli atas kemanfaatannya. Dikatakan oleh Michael Porter, sebagaimana dikutip Kartajaya dkk.

Page 13: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 13

(2004: 237): ”companies that anticipate the power of information technology will be in control of events. Companies that do not respond will be force to accept changes that others initiate and will find themselves at a competitive advantages.”.

Keadaan demikian sesungguhnya telah disadari oleh segenap jajaran pemerintah pusat dan daerah lebih dari satu dekade lalu. Hal demikian ditunjukkan melalui program pengembangan sistem informasi administrasi negara melalui peningkatan fungsi koordinasi Bakotan dalam pengembangan sistem informasi, pembentukan jaringan, pengembangan electronic data interchange, pengembangan sumber daya manusia, serta peningkatan sarana dan prasarana untuk perumusan kebijaksanaan dan pemecahan masalah.

Menurut Kristiadi (1993) pengembangan sistem informasi tersebut ditujukan untuk dapat menyediakan informasi yang tepat, akurat, lengkap dan mutakhir bagi pengembangan manajemen nasional. Oleh karenanya sistem informasi yang dikembangkan berlingkup nasional, dalam hubungan jaringan yang mantap antara dan antar sektor maupun antara dan antar daerah. Sehubungan dengan hal itu, sistem informasi yang telah dikembangkan di berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah (pada saat itu) akan diarahkan sebagai satu kesatuan yang utuh, saling terkait dan saling menunjang dalam rangka mewujudkan sistem informasi administrasi negara8. Seiring dengan perkembangan yang terjadi, dunia publik maupun privat membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kecepatannya berbanding lurus. Dalam kondisi seperti ini, teknologi informasi menjadi semakin signifikan dalam proses pengambilan keputusan. Kartajaya dkk. (2004) mengatakan bahwa akselerasi dan akurasi pengambilan keputusan sangat tergantung pada ketersediaan data, fakta dan informasi real time yang mutlak didukung oleh kecepatan akses informasi.

Untuk itulah kehadiran teknologi informasi sangat dibutuhkan. Sementara itu, penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah daerah di Indonesia pada umumnya, belum menunjukkan intensitas yang setara. Di satu sisi terdapat beberapa pemerintah daerah yang telah mencoba

8 J.B. Kristiadi. Administrasi Pembangunan (21 Desember 1993), dalam kumpulan tulisan Administrasi/Manajemen Pembangunan. 1994.

Page 14: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 14

mengoptimalkan keberadaan teknologi informasi, dan sementara pemerintah daerah lainnya belum memulainya.

Tentunya ketertinggalan dan kegagapan teknologi seperti ini disebabkan oleh banyak faktor, bisa karena keterbatasan sumberdaya (finansial maupun manusia yang memiliki skills), bisa karena terdapatnya aspek lain yang lebih prioritas, bisa juga karena ketidakpedualian terhadap kemajuan institusi dan daerah, dan bisa jadi karena maraknya praktek-praktek korupsi sehingga anggaran yang ada tidak pernah cukup untuk membangun sistem informasi.

Page 15: Lingkungan Pemerintahan Daerah (Haris Faozan, 2008)

Lingkungan Pemerintahan Daerah

| 15

REFERENSI

Bryson, M. J. 1995. Strategic Planning for Public and Non Profit Organizations: A Guide to Strengthening and Sustaining Organization Achievement (Revised Edition), Jossey-Bass Inc., San Francisco.

Djamin, Awaloedin. 1994. Penyempurnaan Aparatur dan Administrasi Negara RI: Evaluasi Dasawarsa I dan Prospeknya, Yayasan Pembina Manajemen Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Dwiyanto, Agus dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kartajaya, Hermawan dkk. 2004. On Becoming a Customer-Centric Company-Transformasi TELKOM Menjadi Perusahaan Berbasis Pelanggan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lembaga Administrasi Negara. 2004. SANKRI Buku III-Landasan dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan dan Pembangunan Sistem Administrasi Negara. Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 2003a. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. Rineka Cipta, Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 2003b. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 2. Rineka Cipta, Jakarta.

Pamudji, S. 1983. Ekologi Administrasi Negara (edisi pertama). Bumi Aksara, Jakarta.

Riggs, Fred W., 1961. The Ecology of Public Administration. Asia Publishing House, Bombay, London, New York.

Riggs, Fred W., 1964. Administration in Developing Country, The Theory of Prismatic Society. Houghton Mifflin Company, Boston.

Salam, Dharma Setyawan. 2004. Manajemen Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi). Penerbit Djambatan, Jakarta.

Syafiie, Inu Kencana. 2003. Ekologi Pemerintahan. PT. Perca, Jakarta.