Lingkar Hijau #2

8
bersambung ke halaman 2 EDISI II, April 2011 B ambang Saptono, M.Si., PD III FIP menegaskan, “Dalam tiga minggu ke depan pi- hak dekanat akan menyusun formu- lasi dan kebijakan terkait operasi kantin-kantin tersebut.” Kantin tak berlabel sudah ada sekitar 1,5 bulan. Banyak anggapan yang bermunculan mengenai kejelasan jajan, perizinan dan pertanggungjawabannya. Salah satu pemilik kantin kejujuran yang beredar saat ini adalah mahasiswa FISE. “Saya ingin usaha saja, sudah gede malu minta orangtua terus,” ungkap salah satu pengelola kantin kejujuran, Ita Nurmala S. Kemauannya berusaha terinspirasi dari sang kakak dan buku “Sukses Sebelum Kuliah”. Menurut Ita Nurmala S., sebelumnya sudah Legalitas Kantin Segera Diperketat Sejumlah kantin ke- jujuran yang beredar di FIP mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan civitas akademika. Kebijakan bagi peredaran kantin-kantin itu masih lemah. Dekanat pun belum memperoleh titik temu menanggapi kantin yang tak berlabel tersebut. Rencananya mereka akan menertibkan kantin-kantin kejujuran yang tersebar. Referensi yang la- yak untuk dibaca bagi akademisi pe- nggiat pendidikan karakter. Bercermin dari Si cacing Salah satu momen yang pa- ling ditunggu-tunggu oleh pa- ra mahasiswa FIP adalah saat adanya pengumuman lowongan beasiswa. “Pertama datang ke sini langsung nampak aura kekeluargaannya, jarang-jarang lembaga Ormawa bisa berkumpul seperti ini.” ungkap Fadli Rozaq, Ketua BEM FT UNY Event Kampus Persepsi Resensi Kantin sepatutnya menjaga kualitas produk jajanannya. Tapi bagaimana bila itu dikesamping- kan? Mempertanyakan Keseha- tan Kantin Opini Beasiswa Kurang Tepat Sasaran Terima kasih kepada pembaca atas apresiasi Anda sehingga Lingkar Hijau dipercaya sebagai buletin Ormawa UNY terbaik dengan kategori analisis isi, kenyamanan baca, dan artistik dalam Ekspresi Awards 2011. Open House Ormawa FIP andrean/LH

description

Buletin edisi April

Transcript of Lingkar Hijau #2

Page 1: Lingkar Hijau #2

bersambung ke halaman 2

EDISI II, April 2011

Bambang Saptono, M.Si., PD III FIP me ne gas kan, “Dalam ti ga ming gu ke de pan pi­

hak de ka nat a kan me nyu sun for mu­la si dan ke bi jakan terkait operasi kantin­kantin tersebut.” Kantin tak berlabel sudah ada sekitar 1,5 bulan. Banyak anggapan yang bermunculan mengenai kejelasan jajan, perizinan dan pertanggungjawabannya. Sa lah sa tu pe mi lik kantin

ke ju juran yang beredar saat ini adalah mahasiswa FISE. “Saya ingin usaha saja, sudah gede malu minta orangtua terus,” ungkap salah satu pengelola kantin kejujuran, Ita Nurmala S. Kemauannya berusaha terinspirasi dari sang kakak dan buku “Sukses Sebelum Kuliah”. Menurut Ita Nurmala S., sebelumnya sudah

Legalitas Kantin Segera Diperketat Sejumlah kantin ke­ju juran yang beredar di FIP me ndapat perhatian serius da ri berbagai kalangan civitas ak ademika. Kebijakan bagi pe redaran kantin­kantin itu ma sih lemah. Dekanat pun be lum memperoleh titik temu me nanggapi kantin yang tak ber label tersebut. Rencananya me reka akan menertibkan kan tin­kantin kejujuran yang tersebar.

Referensi yang la­yak untuk di baca b agi akademisi pe­nggiat pendidikan karakter.

Bercermin dari Si cacing

Salah satu momen yang pa­ling ditunggu­tung gu o leh pa­ra mahasis wa FIP adalah saat adanya pengumuman lo wongan beasiswa.

“Pertama da tang ke sini langsung nampak aura kekeluargaannya, ja rang­jarang lembaga Ormawa bisa berkumpul seperti ini.” ung kap Fadli Rozaq, Ketua BEM FT UNY

Event Kampus

Persepsi

Resensi

Kantin sepatutnya menjaga kualitas produk jajanannya. Tapi bagaimana bila itu dikesamping­kan?

Mempertanyakan Keseha-tan Kantin

Opini

Beasiswa Kurang Tepat Sasaran

Terima kasih kepada pembaca atas apresiasi Anda sehingga Lingkar Hijau dipercaya sebagai buletin Ormawa UNY terbaik dengan kategori analisis isi,

kenyamanan baca, dan artistik dalam Ekspresi Awards 2011.

Open House Ormawa FIP

andrean/LH

Page 2: Lingkar Hijau #2

Editorial Laporan Utama

Diterbitkan oleh Dept. Kominfo BEM FIP UNY

Alamat Redaksi : Gedung Ormawa FIP Lantai 1, Kampus Karang Malang Yogyakarta 55281

email : [email protected] website : www.mikafip.com

PELINDUNG: Prof. Dr. Achmad Dardiri, M.Hum PEMBIMBING: Bambang Saptono, M.Si PENASEHAT: Sisca

Rahmadona, M.Pd PENANGGUNGJAWAB: Ali Wafa Mukhtar PEMIMPIN PROYEK: Akhmad Akbarudin REDAKTUR

PELAKSANA: Rima Sekarani Imamun Nisaa’ REDAKTUR & REPORTER: Akhmad Akbarudin, Andrean Wahyu Effendy,

Cipto Wardoyo, Gilang Primada, Rima Sekarani Imamun Nisaa’, Yuliani Haj Mukaromah, Yocta Nur Rahman

ARTISTIK: Andrean Wahyu Effendy

Redaksi menerima tulisan dalam bentuk opini, artikel, surat pembaca dan berhak mengedit tulisan tanpa merubah isi.

Mr. Guwek : Eh, kantin kejujuran tuh pake ijin gak sih!Si Cojo : tau ah ...!!Mr. Guwek : gimana kalau kita nanya ke petugas kebersihan?Si Cojo : ???

Pojok

Mempertegas PerijinanUsaha Mahasiswa

LH Edisi II I April 2011 I Hal 2

ada mahasiswa FIP yang meletakkan kan tin kejujuran di FISE. “Kita be­ra ni berjualan di FIP karena ada ma­ha siswa FIP yang berjualan di FISE juga,” jelasnya. Ke beranian tersebut tidak lan tas di be nar kan o leh Bam bang Saptono, M.Si. “Kantin kejujuran yang

beredar mestinya tidak bertindak liar dan diketahui dekanat,” ungkapnya. Pihak dekanat sendiri menginginkan kejelasan dibalik pengedar jajanan di lingkungan kampus. “Bila kantin berasal dari fakultas lain, perlahan a kan ditertibkan dan digantikan pi­hak HIMA,” tegasnya. Peraturan penyelenggaraan kantin kejujuran memang belum jelas. Selama usaha tersebut dirasa tidak menuai masalah, para pedagang akan te tap menjalankannya. Meskipun be gitu, mereka bersedia mematuhi pera tur an yang akan ditetapkan. “Ka lau memang ada peraturan yang melarang, ya kita nggak jualan lagi,”

tegasnya. Yuanita A.R., mahasiswa FISE yang menjalankan bisnis sama, dengan tanggapan yang berbeda. “Kita, kan, satu mahasiswa UNY, masa harus dibeda­bedakan dari fakultas mana?” Berbeda dengan kantin ke­ju jur an la in, kan tin HIMA PLS yang

be ra da di gedung Ormawa FIP sudah men dapat persetujuan dari bidang ke mahasiswaan. “Pihak Dekanat me­la lui PD III telah mengetahui ke be­ra da an Kantin PLS. PD III pun be­be ra pa kali mengadakan inspeksi,” ung kap kepala bidang kewirausahaan HIMA PLS, Dwi Marfuji. Namun Seiring berjalannya kan tin PLS, kesepahaman bersama ju ga belum dirasakan. “Hingga kini be lum ada hitam di atas putih terkait penyelenggaraannya,” ungkap Dwi Marfuji. Kebijakan pelaksanaaan kan­tin pun masih menunggu konfirmasi lebih lanjut. Si si po si tif yang bi sa di ra­

Kan tin tak ber la bel nam­pak nya me nge sam ping kan ke sa daran a ka de mik ba gi

pa ra pe nge lo la nya . Ke bi ja kan pun dibutuhkan untuk mengatur hal tersebut. Sa yang , i jin pe nye leng ga­ra an kantin yang lebih “bersahabat” be lum je las . Ke pas ti an mengenai pihak yang ber tang gung ja wab ma­sih sa mar . A pa kah si tu a si ter se but akan dibiarkan?

Kon sep pe nye leng ga ra an ka ntin di per ta nya kan . Ma ha sis wa men ja­di kan kam pus se ba gai seg men pa­sar yang ber pe lu ang . Selain kan tin pu sat yang ada , kan tin ke ju ju ran ke mu di an mun cul se o lah men ja di “tan dingan”. Mes ki be gi tu , be lum a da hal yang di per ma sa lah kan da­lam sis tem ju al beli yang berlaku.

Pe nge lo la kan tin ke ju ju ran be­lum ba nyak di ketahui. Pe lu ang hal yang m erugikan konsumen dapat terjadi kapan pun. Jika itu terjadi, tidak jelas pada siapa mereka akan menuntut per tang gung ja wab an .

Ja ja ran de ka nat coba me nge­depan kan transparansi. Se ga la hal yang berada di ling kup kampus harus memiliki per tang gung ja wa­ban. Me ngingat penempatan jajanan sadar atau tidak mempengaruhi ketertiban dan kebersihan kampus. Bila hal­hal yang tidak diinginkan terjadi, integritas kampus menjadi ta ru han nya . De ngan a tu ran yang je las , hen dak nya se ga la se su a ­tu ter kait penyelenggaraan kantin kejujuran menjadi lebih tertata.

Redaksi

Rim

a/LH

Page 3: Lingkar Hijau #2

Mereka Bicara

LH Edisi II I April 2011 I Hal 2 LH Edisi II I April 2011 I Hal 3

sa kan da ri kan tin ke ju jur an a da­lah ke mu da h an ja jan, jajanan lebih variatif, dan harga ekonomis. Se ba­lik nya, a da be berapa hal yang justru di khawatirkan dari penyelenggaraan

kan tin tersebut. Ketidakadanya pi hak yang bertanggungjawab sangat ren tan ter hadap berbagai tindakan yang me­rugikan. “Jajanan yang ada ba nyak , ta pi nggak tahu kejelasan produknya. Semisal keracunan siapa juga yang mau dimintai pertanggungjawaban?” kata Ratna Y., mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling. Se la in ma sa lah le ga li tas o pe­ra si , a da nya kantin kejujuran yang kurang tertata ini memberi ke san tidak nyaman. Kantin­kantin ter se­but pe rlu ditata ulang agar lebih ba ik

lagi dan tidak mengganggu pe man da­ngan, apalagi menyalahi fasilitas. De­ngan peraturan yang jelas, tentu pe­man da ngan yang semrawut itu dapat diatasi.

Akhmad AkbarudinRima, Yocta

Dibutuhkan Dialog untuk Fasilitas

Terwujudnya iklim akademik dalam lingkungan kam pus merupakan harapan bagi setiap Perguruan Tinggi, termasuk kampus III FIP

UNY. Kampus ini khusus digunakan untuk Jurusan PPSD, Prodi PGSD dan PG­PAUD yang penggunaan semua fasilitas harus saling bergantian. Kita berbagi ruang kelas, LCD, Laboratorium Musik hingga jaringan hotspot yang disinyalir terkoneksi paling kuat di pendopo. Pendopo ini merupakan center area mahasiswa melakukan semua aktivitas, baik akademik maupun non akademik. Sudah banyak mahasiswa PG­PAUD yang menyampaikan permohonan untuk melengkapi fasilitas kampus, seperti memperluas jaringan internet hingga ke kelas dan tersedianya AC per kelas. Menurut saya, memang dengan fasilitas yang memadai, mahasiswa menjadi lebih nyaman untuk melakukan aktivitas. Hanya saja butuh kesabaran dan kesadaran dalam menyikapi persoalan fasilitas tersebut. Apalagi saat ini Kampus III sedang merenovasi Mushola Darul Falah. Fokus fakultas untuk melengkapi fasilitas yang sudah diusulkan menjadi teralihkan. Memang butuh komunikasi yang efektif dari fakultas dengan mahasiswa terkait dengan fasilitas, sehingga adanya sikap saling pengertian. Fakultas memahami situasi dan kondisi mahasiswa, tetapi mahasiswa juga tidak terlalu cepat menuntut.

Tika MuslimahMahasiswa PG­PAUD 2009

Dies Natalies UNY?

Awal minggu ke­3 bulan April ini, serasa ada yang berbeda dengan keadaan Kampus III. Kali ini kebersihan tidak hanya dilakukan

dengan menyapu dan memotong rumput. Pohon dan bunga dipangkas agar kelihatan rapi. Di beberapa sudut yang ditumbuhi rumput liar juga dibersihkan. Bahkan tidak hanya petugas kebersihan saja, ada staff Tata Usaha pun turut serta membantu membersihkan kampus. Saya masih bingung, sebenarnya ada apa ini? Setelah saya mencari informasi, ternyata akan diadakan lomba kebersihan kampus dalam rangka memperingati Dies Natalies UNY. Kenapa hanya event lomba kebersihan kampus yang merambah kampus wilayah, padahal banyak sekali event yang diagendakan seperti yang terpampang di papan besar sebelah utara pintu masuk Kampus III. Begitu banyak event yang akan diadakan, meriah pasti tetapi tidak untuk Kampus III. Bahkan sebagian besar mahasiswa tidak mengetahui Dies Natalies UNY dan mungkin tidak menghiraukan, karena di Kampus III tidak ada event yang meriah. Tetapi masih untung juga karena Kampus III masih mendapat bagian dari event yang diadakan dalam rangka Dies Natalies UNY walaupun hanya lomba kebersihan kampus. Namun seharusnya tidak begitu, kampus wilayah juga harus mendapat perhatian dalam rangka memperingati Dies Natalies UNY, karena kampus wilayah juga bagian dari UNY. Agar mahasiswa kampus wilayah juga dapat merasakan kemeriahan Dies Natalies UNY.

SuryantoMahasiswa PGSD 2010

Akb

ar/L

H

Page 4: Lingkar Hijau #2

OPINI

Mempertanyakan Kesehatan Kantin

LH Edisi II I April 2011 I Hal 4

Kantin merupakan tempat pen ting kedua bagi maha­siswa setelah ruang kuliah.

Di tempat itulah, mereka le luasa memperbinca ngkan banyak hal sambil menikmati segarnya mi­numan dan lezatnya makanan yang di sajikan. Obrolan yang ada tidak ha nya berisi hal­hal yang sepele. Dis kusi kritis pun bisa saja terjadi se ca ra spontan. Meski rasanya ber­le bihan, beberapa gagasan kreatif mun cul ketika kawan­kawan ma­hasiswa beristirahat di kantin. Bagi sebuah usaha kuliner, kenyaman pelanggan sangat di­tentukan oleh higienitas, baik tem­pat maupun penyajian. Hal tersebut ku rang teraplikasikan dengan baik di kantin FIP UNY. Se suatu yang sa lah sepertinnya menempel pa da sistem penyajian makanan dan mi­numan di kantin tersebut. Mengapa demikian? Seorang teman menuturkan bah wa sedotan yang digunakan se­bagai pelengkap sajian minuman di kan tin bukanlah sedotan yang baru ke luar dari bungkusnya. Sedotan

itu telah digunakan se belum nya. Terlebih, sedotan tersebut hanya di­celupkan ke dalam air pencuci pi ring. Untuk melihat apakah sedotan itu me mang bekas adalah warnanya yang bermacam­macam pada satu tem­pat. Padahal ketika membeli sedotan baru, hanya ada satu warna dalam satu bungkus plastik Hal itu nampaknya remeh, ta pi tak pelak pula menimbulkan pe­rasaan tidak nyaman untuk me nikmati mi numan yang telah di sajikan. Pada da sarnya dalam se dotan yang telah di gunakan itu sudah melekat kuman, penyakit dan bakteri yang berbahaya ba gi kesehatan tubuh. Mereka dapat me masuki ruang­ruang dalam tubuh seseorang dan berkembangbiak menjadi penyakit yang mungkin saja bisa sangat berbahaya. Padahal sekedar membeli se­dotan baru dengan jumlah banyak bu kan lah hal yang sukar untuk dilakukan. Mengingat harga yang di patok pada berbagai makanan di kantin juga tidaklah mudah dijangkau mahasiswa. Harga disana bisa dikatakan mahal, apalagi bagi

ma hasiswa pendatang dan tinggal dipemukiman padat penduduk seperti kost­kostan. Itu baru perkara sedotan saja. Be lum soal lalat yang sering tampak meng hinggapi ma kanan­makanan yang di w jajakan. Kita semua tahu bah wa la lat merupakan salah satu se­rangga pembawa bibit penyakit. Ba­gaimana jika bibit penyakit yang di­bawa lalat singgah di tubuh kita? Diharapkan adanya kerjasa­ma yang baik antara jajaran pegawai kan tin dengan petugas pengawas da­lam memperhatikan aspek kebersihan dan kesehatan kantin. Harga yang ting gi mestinya diimbangi dengan kualitas yang melekat pada setiap pro­duk. Akan lebih baik lagi jika dengan har ga yang terjangkau, konsumen yang mayoritas adalah mahasiswa su­dah bisa mendapatkan makanan ber­kualitas baik. Melalui kantin lah kekuatan ma hasiswa yang tadinya lemah dapat ‘te risi’ kembali untuk melanjutkan kegiatan perkuliahan dan organisasi. Te ntu kita menginginkan simbiosis mu tualisme antara produsen dan konsumen, saling menguntungkan. Mahasiswa nyaman menyantap sajian sembari berdiskusi dan pihak kantin pun meraup keuntungan materi. Sebagai pembuktian akan kualitas yang rasanya sudah dibayar mahal oleh mahasiswa, kesehatan yang dipengaruhi tingkat kebersihan kantin seharusnya tidak perlu lagi diragukan.

Umi MasithohMahasiswa Prodi TP 2010

istimewa

Page 5: Lingkar Hijau #2

PERSEPSI

Beasiswa Kurang Tepat Sasaran

LH Edisi II I April 2011 I Hal 4 LH Edisi II I April 2011 I Hal 5

Salah satu momen yang pa­ling ditunggu­tung gu o leh para mahasis wa FIP adalah

saat adanya pengumuman lo wongan beasiswa. Tak ka lah dengan fakultas lainnya, di FIP pun banyak macam beasiswa yang ditawarkan. Beasiswa tersebut antara lain Beasiswa Bidik Misi, PPA, BBM, Supersemar, Djarum Foundation, BI, dsb. Saat pe ngu muman lowongan beasiswa di­tem pel di papan pengumuman, para ma hasiswa langsung bergegas melirik pe luang yang kiranya bisa mereka da­patkan. Mahasiswa kemudian ber­lomba­lomba untuk mengajukan su­rat permohonan. Tumpukan map ber­isi permohonan beasiswa dari ratusan ma ha sis wa pun me me nu hi Ka su bag Kemahasiswaan.

Setelah semua persyaratan di pe nu hi, proposal pengajuan bea­sis wa diserahkan ke Kasubag Ke ma ­ha siswaan untuk diseleksi. Para ma­hasiswa pun harap­harap cemas me­nan ti pengumuman siapa yang ber­hak mendapatkan beasiswa tersebut. Se lang beberapa bulan kemudian, ra­sa itu memuncak dengan adanya pe­ngumuman penerima beasiswa di ke­lu ar kan. Nampak ada yang meluap­lu ap, bahagia karena terpilih sebagai pe nerima beasiswa. Si sisi lain, ada ju ga mahasiswa yang terlihat murung ke cewa karena sudah berkali­kali me­nga jukan namun tetap saja belum da pat beasiswa. Yang menjadi per ta­nyaan sekarang, sudah tepat sa sa ran­kah beasiswa tersebut? Jika dicermati, masih ada be­be ra pa alokasi dana beasiswa, khu­sus nya dalam lingkup FIP, yang ma­sih tidak tepat sasaran. Misalnya, a da mahasiswa yang sebenarnya ia mam pu namun bisa memperoleh bea siswa BBM, bahkan lebih dari sa tu kali. Sementara mahasiswa yang benar­benar kurang mampu dan sudah mengajukan malah tidak mendapatkan kesempatan itu. Fe no­

me na ironis ini seakan menjadi hal yang wa jar se tiap ta hun nya. BBM yang mes ti nya un tuk mem ban tu ma ­ha sis wa kurang mampu secara e ko no­mi justru banyak dinikmati oleh me­re ka yang mampu. Otomatis hak para ma hasiswa kurang mampu terzalimi o leh mahasiswa yang mampu. Tentu tidak semua demikian. Mes kipun begitu, hal ini tidak boleh te rus dibiarkan. Pihak kampus yang ber tugas menyeleksi calon penerima bea siswa harus lebih profesional. Pa­ni tia penyeleksi hendaknya be ker­ja sama dengan para dosen Pem bim­bing Akademik (PA), apakah ma ha­sis wanya itu benar­benar layak men­da pat kan beasiswa ataukah tidak. Bi sa juga dari Program Studi (Prodi) ma sing­masing yang menyeleksi dan me ngajukan siapa mahasiswanya yang berhak mendapat beasiswa. Jika me mungkinkan, survey rumah calon pe nerima beasiswa bisa dilakukan.

Sistem seleksi penerima bea­siswa yang diberlakukan sekarang ini

di akui memang masih perlu dibenahi. Se hingga ketepatan sasaran bisa le­bih dipertanggungjawabkan. Selain i tu, kesadaran mahasiswa pelamar bea siswa juga harus digarisbawahi. Ji ka memang termasuk dalam go lo­ngan yang mampu secara finansial, ja ngan lah mengambil ‘lahan’ me­reka yang kurang mampu. Semua beasiswa memiliki kriteria masing­masing. Ada yang ditujukan bagi me reka yang mampu dan juga bagi yang ti dak mampu. Sebagai ma­hasiswa, se ha rus nya memahami be­nar pembagian ja tah beasiswa.

Selain pembenahan sistem se lek si, kesadaran mahasiswa ter­ha dap kri teria masing­masing je­nis beasiswa ju ga memberi andil yang besar. Se mo ga untuk ke de­pannya beasiswa yang a da benar­benar dapat dinikmati oleh ma­hasiswa yang memang berhak dan membutuhkannya.

Cipto Wardoyo

Page 6: Lingkar Hijau #2

PROFIL

Berwirausaha untuk Mendirikan SekolahLH Edisi II I April 2011 I Hal 6

Ayam Goreng Tulang Lu nak” men jadi salah satu u sa h yang dirintis oleh pe rem­

puan ke lahiran 23 tahun la lu ini. Amin Yusi Nur Sa’ida me mi lih un­tuk berwirausaha sejak di bangku kuliah. Selain usaha di bi dang ku­li ner, sebelumnya dia juga menjadi dis tri butor untuk batik. Be rawal dari sekedar jalan­jalan, ide­idenya untuk berwirausaha muncul. Dia memulai usahanya de­ngan menjadi distributor batik. Ja ri­ngan yang dia peroleh dari ke aktif­an nya dalam organisasi kampus mem be rinya kemudahan. Hingga su atu hari dia berkunjung ke sebuah pa meran franchise dan tertarik mem buat usaha kuliner. Pro mosi usahanya di la ku­kan dengan melalui pesan singkat dan teman­temannya. Karena u sa­ha semakin berkembang dan mulai me ra sa keteteran, dalam waktu de kat Saida merencanakan untuk mem buat blog sebagai media pro­mo si dan publikasi usahanya. “Ka­lau ada blog, saya tidak perlu lagi men jelaskan seperti apa usaha saya le wat email berkali­kali. Cukup me­re ko men dasikan pelanggan untuk me lihat di blog,” jelasnya. “Sebenarnya saya belum per nah mengikuti training enter­pre neur,” kata Sa”ida. Dia memilih un tuk lang sung praktek. Baginya, de ngan menjalani usaha terlebih

da hulu, hal­hal yang dia butuhkan dalam mengembangkan suatu usaha akan terlihat. Memang, semua itu ada hambatannya tapi tidak lantas membuat putus asa. “Saya pernah ter­jatuh tapi itu adalah bagian dari ujian yang justru bisa jadi bahan evalusi agar lebih baik lagi,” tuturnya. Apa saja kiat yang Sa’ida la ku­kan da lam berwirausaha? Hanya ada dua, yaitu sabar dan evaluasi. Orang yang berwirausaha akan berpikir ten­tang tantangan, pengambilan ke pu­tus an, dan melihat peluang. Selain itu me nurut Sa’ida, menjadi wirausaha

Nama : Amin Yusi Nur Sa’ida TTL : Kampar, 21 februari 1988 Hobi : Jalan-jalan, makan-makan, Baca Buku Email : [email protected]

itu bukan lah sesuatu yang tiba­tiba ta pi merupakan proses. “Kalau kita me nginginkan proses yang instan, ki­ta bisa jadi putus asa sendiri,” kata Sa’ida dengan bijak. Dalam pendidikan, setelah be la jar di jenjang D­2 Pendidikan Guru Taman Kanan­kanak (PGTK) UNY, Sa’ida melanjutkan ke S­1 PG Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perempuan yang juga hobi jalan­jalan ini memiliki impian yang mulia dalam bidang pendidikan. Dia ingin memiliki sekolah, yaitu PAUD. Menurutnya, de ngan be gi­tu di a da pat mem be ri kan ba nyak hal yang ber man fa at bagi orang lain. Apalagi ma sa emas merupakan masa terbaik un tuk mendidik anak­anak. Sa’ida ingin berkontribusi dalam masa tersebut. Lebih jauh, dia ingin mendirikan PAUD di daerah­daerah pelosok sebagai usaha pemerataan pendidikan. Niatnya mem be la jar kan se­se orang bukan untuk menghasilkan sesuatu tapi mengabdi. Meski dia ti­dak ingin mengomersialisasikan pen­didikan, untuk mendirikan sekolah tetap lah dibutuhkan biaya. Itulah yang menjadi salah satu alasan lain da ri usaha yang dijalaninya saat ini. “Wirausaha menjadi langkah untuk membangun pendidikan yang bisa dirasakan semua,” kata Sa’ida.

Rima S.I.N

Page 7: Lingkar Hijau #2

RESENSI

Judul : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2!

Penulis : Ajahn Brahm Penerbit : Awareness Publication Tebal : 340 halaman Cetakan : I, Maret 2011

Bercermin dari Si cacingLH Edisi II I April 2011 I Hal 6 LH Edisi II I April 2011 I Hal 7

Nama­nama semacam Jakob Oetama, Jaya Suprana, hing­ga ak tor na si onal Luk man

Sardi yang berderet di cover be la kang cu kup men jadi alasan kenapa bu ku “Si Cacing Dan Kotoran Ke sa yang­annya 2!” layak untuk di mi liki. Buku ka ra ngan Ajahn Brahm itu mengajak ki ta un tuk be rusaha menertawakan kebodohan dan menangisi kekonyolan diri kita sendiri yang entah sadar atau tidak yang selalu kita lakukan selama ini. Secara garis besar buku i ni be ri si tips dan kiat­kiat dalam ‘meng­akali’ berbagai permasalahan sehari­hari yang akrab kita temui. Sering kali kita melihat permasalahan tidak pada substansinya bahkan persepsi­persepsi yang kita munculkan menjadi se bab baru bagi permasalahan. Sing­kat ka ta, kita diajak untuk mampu berdamai dengan diri sendiri. 108 cerita pembuka pintu hati tersebut dibagi dalam sembilan bab. Semuanya terbagi dalam raga yang rentan, siap menerima perubahan, pukat kelekatan, penolakan terhadap dunia, batin keliru tahu, cinta tanpa keakuan, damai bahagia tanpa syarat, arif menyikapi kehidupan, dan hati bebas lepas. Buku ini ditulis dengan ba ha­sa yang sederhana oleh seorang bik­su bergelar sarjana Fisika Teori da ri Cambride University yang erat ka itan­nya dengan ajaran Budha. Meskipun be gitu, pembaca sama sekali tak akan me rasakan adanya campur tangan dogma agama tertentu. Pembaca di­

ajak secara sadar untuk memahami kebijaksanaan tanpa merasa tergurui. Ki ta akan menikmati cerita­cerita bi­jak yang bersifat universal dan mampu di terima berbagai kalangan tanpa ha­rus terdikotomi oleh suku, agama, dan ras tertentu. Suatu formulasi yang unik di tengah mahalnya sikap to leransi di negara kita. Ilustrasi cover dalam buku itu da pat digambarkan dengan ungkapan jawa sak bejo­bejo ne wong lali iseh tansah bejo wong eling lan waspada. Kita digambarkan tak ubahnya se ba­gai ca cing yang acap kali merasa mam­pu hing ga me man dang re meh segala per ma sa lahan yang ada. Akibatnya

se ring kali kita dibuat kelabakan meng hadapi permasalahan kita. Meminjam kalimat prakata Ajahn Brahm, hidup, konon adalah penyakit gawat yang ditularkan secara seksual. Namun itu tidak berarti kita tidak boleh tertawa dan mencintai seumur­umur. Sesungguhnya makna kebijaksanaan adalah mampu me ne­ri ma pasang surut kehidupan, seperti kangguru australia, selalu meloncat terus. Meski mendapat pengakuan ba nyak pihak tentang perubahan po sitif yang mereka alami setelah mem baca kisah­kisah inspiratif yang di ta war kan, buku ini mungkin se be­nar nya belum cukup untuk selalu da­pat merubah pandangan hidup pem­baca. Motivasi saja tidak cukup ji ka kemudian beberapa saat setelah mem­baca tidak ada tindakan nyata. Betapa pun sempurna, buku ini hanyalah sa lah satu motivasi eksternal bagi pem baca dan tidak dapat dijadikan pe nentu dari perubahan seseorang ke a rah yang lebih baik. Terlepas dari celah yang ada, bu ku ini layak dijadikan referensi ba gi mereka yang menamakan diri­nya mahasiswa dan masyarakat pa da umumnya ditengah jargon pen di dik­an karakter yang selama ini sering di­dengungkan. Semoga di saat kita lan­tang meneriakkan pendidikan ka rak­ter, kita telah memahami karakter se ­macam apa yang hendak diba ngun.

Yocta Nur Rahman

Page 8: Lingkar Hijau #2

BERITA KAMPUS LH Edisi II I April 2011 I Hal 8

Open House Ormawa FIP

Jajaran Ormawa FIP menyelenggarakan Open House ber sama, Rabu (20/4). Agenda tersebut dilaksanakan

di Lapangan Hijau FIP UNY. Agenda yang baru per ta­ma kali diselenggarakan itu terbilang sukses dan men­dapat kan apre siasi dari berbagai civitas aka de mi ka. Fadli Rozaq, Ketua BEM FT UNY mengaku bah wa acara tersebut cukup menarik dan mem be ri ke­san tersendiri. Fadli berkata, “Pertama da tang ke sini langsung nampak aura kekeluargaannya, ja rang­jarang lembaga Ormawa bisa berkumpul seperti ini.” Prof. Dr. Ahmad Dardiri, M.Hum., Dekan FIP, menyempatkan diri untuk berkeliling guna me ngun­jungi stand­stand dan berdialog langsung dengan ma­ha sis wa. “Bagus, bisa dijadikan ajang eksistensi bahwa HIMA itu ada. Terlebih bila mampu diperluas hingga ma syarakat,” ungkapnya.

Yocta

Bedah Film Islami Hima PG­PAUD

Selasa (26/3) Hima PG­PAUD menyelenggarakan bedah film Islami di Kampus 3 (Bantul) dengan judul “Turtles Can Fly” sebagai salah satu rangkaian acara open house PG­PAUD. Film tersebut mengisahkan tentang perjuangan dan penderitaan anak­anak korban perang Irak. Bedah film tersebut diikuti oleh mahasiswa PG­PAUD dan beberapa mahasiswa dari jurusan lain. Lalu Wirya Artapati selaku pembicara mengungkapkan, “Film tersebut telah banyak memprovokasi penonton tentang kondisi negara kita saat ini, baik kondisi pemerintahan maupun pendidikan.”

Haj

LH Memborong 3 Nominasi

Lingkar Hijau (LH), buletin BEM FIP UNY, sukses memenangkan tiga kategori sekaligus dalam malam penganugrahan Ekspresi Award. Ketiga kategori tersebut diataranya analisa kedalaman isi, kenyamanan baca, dan tata artistik. Bertempat di Laboratorium Karawitan FBS UNY, agenda tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan peringatan hari jadi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi UNY yang ke 22, Rabu (20/4). “Yang jelas kami bangga dan semoga bisa menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi,” ungkap Rima S.I.N, Redaktur Pelaksana Lingkar Hijau.

Yocta

Workshop PKM

Ka mis (28/4), UKMF Reality bersama de ngan HIMA PLS dan HIMA AP me nga da kan Work shop PKM. Acara tersebut diadakan di ruang Ab dul lah Sigit Hall FIP UNY. Kerjasama yang ba ik an ta ra ti ga lem ba­ga Or ma wa i ni , ber ha sil mem bu at work shop ter se but ber langsung sukses.

Rima

SKB Mandek, Tanya Kenapa ???

Surat keputusan bersama (SKB) jam tutup Ormawa FIP belum dapat direalisasikan. Hingga

saat ini SKB masih mandek di dekanat. Kenyataanya masih banyak hal yang perlu terpenuhi untuk merealisasikannya. Ikapti Puspareni, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIP, mengungkapkan, “Dari birokrasi masih banyak pertimbangan bahwasanya harus dipikirkan matang­matang lagi.” Menanggapi keadaan tersebut DPM berancang­ancang akan mengadakan silaturahmi dengan Pembantu Dekan III FIP serta audiensi bersama dengan berbagai pihak pada minggu kedua Mei.

Yocta