limn Sosial Modern · 2020. 5. 6. · limn Sosial Modern: Perkembangan dan Thntangan Sunyoto...

5
limn Sosial Modern: Perkembangan dan Thntangan Sunyoto UsmanO) Para ilmuwan sosial sebenamya sudah lama merasa gelisah mengamati perkembanganilmusosialdewasaini.Pelbagaiparadigma,teori,metodologi serta metodepenelitiansosialyang ada selarnaini dirasakansemakinsukar digunakanuntuk membacaatau membuatanalisis yang sistimatisterhadap fenomenasosial yang tumbuhkian kompleks.Perangkat-perangkatilmiah tersebut seakan-akan stagnant, hampir tidak menemukan urgensinya. Berangkatdarikegelisahanyangsarna,parailmuwansosialberusahamengkaji kembali perangkat-perangkat ilmu sosial modern, serta bila mungkin mengembangkan tumbuhnyailmu sosialalternatif. Apa sebenamyayang terjadi dalampertumbuhandan perkembangan ilmu-ilmu sosial modem (Barat), sehingga mendorong sejumlah pemikir mendambakanaltematifilmu-ilmusosialbarn? Apasebenarnyayangselama 0) Stafpengajar pada Jurosan Sosiologi, Faku1tas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

Transcript of limn Sosial Modern · 2020. 5. 6. · limn Sosial Modern: Perkembangan dan Thntangan Sunyoto...

  • limn Sosial Modern:Perkembangan dan Thntangan

    Sunyoto UsmanO)

    Para ilmuwan sosial sebenamya sudah lama merasa gelisah mengamatiperkembanganilmusosialdewasaini. Pelbagaiparadigma,teori, metodologiserta metodepenelitiansosialyang ada selarnaini dirasakansemakinsukardigunakanuntuk membacaatau membuatanalisisyang sistimatisterhadapfenomenasosial yang tumbuh kian kompleks.Perangkat-perangkatilmiahtersebut seakan-akan stagnant, hampir tidak menemukan urgensinya.Berangkatdarikegelisahanyangsarna,parailmuwansosialberusahamengkajikembali perangkat-perangkat ilmu sosial modern, serta bila mungkinmengembangkantumbuhnyailmu sosialalternatif.

    Apa sebenamyayang terjadidalampertumbuhandan perkembanganilmu-ilmusosial modem (Barat), sehinggamendorongsejumlah pemikirmendambakanaltematifilmu-ilmusosialbarn? Apasebenarnyayangselama

    0) Stafpengajar pada Jurosan Sosiologi, Faku1tas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.

    JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

  • Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan Sunyoto Usrnatl sunyoto Usman Rmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan

    ini mengganggu sehingga perlu ada gugatan-gugatan mendasar terhadap ilmu-ilmu sosial modern tersebut? Bukankahilmu-ilmusosial moderntersebuttelah berusaha membangun paradigma, teori, metodologi dan metodepenelitianyang dikemassedemikianrupa sehinggatelah menjadireferensibanyak orang dalam membuatidentifikasigejala-gejalasosial? Bukankahparadigma,teorl,metodologidanmetodepenelitiantersebuttelahditempatkansebagaiacuanbanyakpihak dalammembuateksplanasidanprediksi?Tidakmudah menjawabpertanyaan-pertanyaansemacamitu. Tulisanpendekinidimaksudkansebagaikoridoruntukmelihatkembaliperkembanganpemikiranilmu sosialmodem.

    ILMU SOSIAL MODERN

    Dalam ilmu-ilmu sosial modem, sebagaimana dijumpai dalam ilmu-

    ilmu lain, usaha menerangkan keberadaan sebuah fenomena lazimnyadiupayakanmelalui proses penelitian. Hal itu berarti, jawaban atas pertanyaan:mengapa sesuatu terjadi atau mengapa gejala-gejala sosial tertentu munculdalam masyarakat, tidak diperoleh melalui spekulasi 'bebas', tetapi dibangunmelalui sebuah penelitian (baik penelitian kepustakaan maupun penelitianlapangan). Dalam konteks ini, penelitian bukan semata-mata sebagai kegiatanmembuat diskripsi karakteristik dari sejumlah sebab, tetapi lebih daripadaitu, merupakan kegiatan membuat kaitan sebab-akibat. Meskipun demikian,satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa tidak setiap pertanyaan yang diajukanoleh seorang ilmuwan sosial kemudian perlu dijawab atau memperoleh suatujawaban. Pertanyaan itu sendirl sebenamya muncul dalam konteks interpretasiumum tentang suatu masalah atau berkaitan dengan apa yang lazim disebutdengan istilah a meaning system. Di sinilah kemudian bisa terjadi 'keunikan'dalam membaca fenomenasosia!. Sebab, sesuatu yang dalam pandanganumumadalahsebuahmasalah,bisajadi hanyamenjadipersoalanbiasabagiilmuwansosial, demikianpula sebaliknya.1

    DaJam isu politik misalnya kemcnangan besar organisasi politik tcrta1tu daJam pemilu dapat dianggapdan diartikan sebagai konsekuensi dari kehancuran organisasi politik lain yang menjadi rivaJnya. Olebkarenanya, kemenangan tersebut menjadi hal yang biasa, lumrah, atau bukan masaJah. Tetapi ketikakemenangan besar tersebut dianggap dan diartikan sebagai $Oatu pelanggaran asas langsung. bebas danrahasia, maka penafsirannya lllaliadi lain. Kemenangan besartersebutkemudian menjadi sebuahmasaJahsosiaJ.

    2JSP 0 Vol.I, No.3 - Maret 1998

    Di sampingitu, perbedaandalamcaramelihatdanmerumuskanrealitasakanmelahirkanperbedaanproposisitentanghakekatrealitastersebutbesertakonsekuensi-konsekuensinya.Perbedaanpemahamantentang sesuatu yangdianggapriil, akan diikuti pula oleh munculnyacara yang berbedadalammemilihdata yang relevanbagi realitastersebut, dan strategi yang berbedadalam mengumpulkandata. Aspek-aspekinvestigasidan pemahamaninimenjadibagianutuh dari semuasistim maknatadi. Tendensisemacaminibiasanya diterangkan dengan melihat isu-isu ontologi, epistemologi,metodologidan metode. Isu ontologiadalahyang berkaitandenganbeingatausesuatuyangkitayakiniada (obyekkajiankita). Isuepistemologiadalahyangberkaitandenganknowingataujenispemyataanyangmasukakalataudapatditerimauntukmenerangkanbeingatauapayangkitayakiniada; isumetodologiadalahberkaitandenganlogika menemukanatau menggaliapayangkitayakiniada tadi; danakhimya, isumetodeadalahberkaitandenganteknik-teknikmengumpulkanserta menganalisisdata yang kita peroleh.

    Jikarealitassosialtidakdapatdilepaskandarisistimmakna,di manakahletakkebenaransejati berada? Di sinilahseringkalimuncul sejumlahyangmembingungkan.Di satupihak, ada ambisiluar biasadi kalanganilmuwansosial untuk menerangkanmengapa sesuatu terjadi, tetapi di lain pihak,fenomenayang inginmerekaterangkanberkaitandengansistim maknaatautidak berlaku umum. llmu-ilmusosial memangtidak mungkin mencapaikebenaranmudak. Apayang dihasilkanoleh ilmu-ilmusosial adalahsuatupenjelasanyang bersifat relatif, tidak sempuma. Kendatipunbegitu, apayang dihasilkantersebutadalahsebuahinformasiyang tetap berharga.

    Kendatipun aspek-aspek investigasi dan pemahaman yang telahdisebutkandi depan(ontologi,epistemologi,metodologidanmetode)dapatdidiskusikansecaraterpisah,namonsebenamyatidakberdirisendiri.Keempataspektersebutsalingberkaitansatu sama lain. Konstruksimetodologidanmetodemisalnya,sangatdipengaruhioleh ontologidan epistemologiyangdipilih. Dengan kata lain, cara yang dipilih untuk membangunsebuahpengetahuanserta teknik-teknikyang dipergunakanuntuk .mengumpulkanbuktiatau datapendukungnya,tidakbisadilepaskandari imagekita tentang'realitas' yang berkaitandenganpengetahuantersebut serta bangunanpikirkita dalam memahaminya. Ontologidan epistemologiyang berbeda akanmelahirkan metodologi dan metode penelitian yang berbeda pula.Perkembanganilmu sosial modem pada saat ini ditandai oleh perdebatan

    3JSP"oVol. I, No.3 - Maret 1998

  • Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan TantanganSunyoto UStnJllsunyoto Usman 1Imu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan

    yang belum tuntas tentang realitas tersebut, yang kemudian.melahirkanberbagai macam pendekatan tentang realitas sosial. Konsekuensinya, sebagianbesar pendekatan pemikiran daIam ilmu sosial dihinggapi oleh feilomenayang lazim disebut sebagai a methodological pluralism, yang ditandai olehadanya bermacam-macam metode atau teknik mengumpulkan, mengolah danmenganalisis data. Pendekatan-pendekatan tersebut sangat beragam, namunsecara sederhana dapat dipilah ke dalam dua kategori besar, yakni pendekatanpositivisme dan pendekatan non-positivisme (critical interpretation).

    POSITIVISME

    Sekurang-kurangnyaada dua anggapanpentingyang dikembangkanoleh pendekatan dengan bingkai positivisme.2 Pertama, realitas adalahfenomenayang keberadaannyaditentukanoleh fenomenayang lain. Olehkarenanya,investigasiiImiahditandaiolehbangunanhubungansebab-akibat.Menurutpendekatanini, sesuatudikatakannyata(real)apabilakeberadaannyamengaeupada bukti empirik. Sesuatuyang tidak memiliki dasar berupabuktiempirikdianggapsebagaitidaknyata. Dengandemikian,pengembanganpengetahuanilmiahselalumelibatkaneksplanasiempiriktentangbagaimanasuatufenomenamenyebabkanfenomenayanglain. Hal inibisadiekspresikandalamformat sebag~iberikut:

    apabila A terjadi maka B akan terjadi

    Kita kemudianmenyatakanbahwaA telahmeneiptakanterjadinyaB,dan bukansekedarB mengikutiA. Pernyataanyanguniversalini kemudiandisebutsebagaidaIilatau hokumilmiah.

    Ketika kita menyatakanbahwaA menyebabkanB, maka pertanyaanberikutnya yang muneul adalah apakah hal itu berarti bahwa A selalumenyebabkanB? Apakah A (di mana saja dan kapan saja) menentukan

    HalfPenny. Peter, Positivism and Sociology; &ploining Social Life, George Allen & Unwin (Publishers)Ud., London, 1982, haL 63

    4J5P. Vol. I, No.3 - Maret 1998

    kelahirandan keberadaanB? Tentusajatidak. Karenaitupernyataansebab-akibat yang dikembangkanoleh paham positivismekelihatannyamemanghanya sebuah keeenderungan atau tendensi (a probability statement).Eksplanasitersebutbarangkalilebih tepatapabiladinyatakan: .

    sekian persen dari A, cenderung menyebabkan terjadinya B

    Di samping itu, oleh karena eksplanasi tersebut diwarnai olehpemyataan sebab-akibat,dapat dimengertiapabila pandanganpositivismejuga memberiruang bagi para ilmuwanuntuk melakukanprediksi atas apayangbakal terjadi.

    Kedua,positivismeyakinbahwarealitassosialdapatdibuatklasifikasidan keberadaannyadapatdigambarkandalamsebuahsimboldenganatributtertentu. Hampirsemuasimboltersebutdiambildari bahasayangkitapakai,danolehkarenaitu memungkinkankitamenunjukpadaaspek-aspektertentuyang telah ada atau yang sebenarnyasudah mempunyaimakna. Oi sinilahkemudianterjadipersoalanyangsebenamyaagakraneudanmembingungkan.Mengapa? Karena simbol-simbolyang dipergunakandahlm positivismehanyalahsebuahkategori yang sesungguhnyahanya ada dalam pikiran. Simbolituhanyalahsebuahkonsep,danprodukdarisebuahpemaknaan.Positivismesepertinyaaeuh saja dengan masalah ini. Sebaliknya,positivismeyakinbahwakategoriyangdilekatisimboltersebutdianggapsesuatuyangmemangnyata ada (real)dan dapat digali secaraempirik. Apa yang dilakukannyakemudianadalahmembuathipotesisdaIambentuk hubungansebab-akibatantar variabeI. Untuk mengujihipotesisyang telah dirumuskan, variabel-variabel tersebut dikonsepkan sedemikian rupa sampai dapat diukur.Langkahnya adalah membuat definisi nominal, difinisi operasional dankemudianmelakukanpengukuran. Oenganmanipulasi-manipulasitertentuhipotesisyangtelahdibanguntadi laludiujidenganteknikstatistik. Hasilnyaadalahderajatasosiasidan derajatkorelasiyang bisadikemasdalambentukangka.

    J5P. Vol. I, No.3 - Maret 1998 5

  • llmu Sosial Modem: Perkembangan don Tantangan

    Sunyoto Usman ·:unyotO Usman llmu Sosial Modem: Perkembangan dan TantanganNON-POSITIVISME

    Pendekatan dalam bingkai positivisme sangat bertolak belakang denganpendekatan dalam bingkai non-positivisme (critical interpretation). Dalampendekatan yang disebutkan terakhir ini sejak awal telah dipasang .rambu-rambu bahwa prinsip-prinsip yang terdapat dalam ilmu-ilmu alam tidak bisadiambil dan dimasukkan begitu saja ke dalam ilmu-ilmu sosial. Karakteristikilmu sosial sangat berbeda dengan karakteristik ilmu alamo Dalam ilmualam, eksplanasi hubungan sebab-akibat bisa melibatkan unsur atau kejadianluar (outer events). Prinsip demikian tidak bisa dipakai dalam ilmu sosial,karena eksplanasi hubungan sebab-akibat dalam ilmu sosial seharusnyamenekankan apa yang disebut dengan the meaning of an individual'sexperience of the world (makna pengalaman individual). Bagi non-positivisme, sumber dari perilaku sosial dalam tataran ontologi dianggaptidak terletak di luar diri aktor. ltu berarti bahwa realitas sosial sebenamy.asecara sadar dan secara aktif dibangun sendiri oleh individu-individu. Setiapindividu mempunyai potensi memberi makna apa yang dilakukan. Rea1itassosial adalah produk dari interaksi antar individu yang sarat makna. Karena

    itu dalam membuat eksplanasidan analisis terhadap fenomenasosial seharunyamemperhatikan makna-makna tersebut.

    Sekurang-kurangnya ada tiga prinsip dasar yang dikembangkan olehnon-positivisme dalam membaca fenomena sosial, yaitu: (1) individumenyikapi sesuatu atau apa saja yang ada di lingkungannya berdasarkanmakna sesuatu tersebut bagi dirinya; (2) makna tersebut diberikan berdasarinteraksi sosial yang dijalin dengan individu lain; dan (3) makna tersebut

    dipahami dan dimodifikasi oleh individu melalui proses interpretatif yangberkaitan dengan hal-hallain yang dijumpainya.

    Ketiga prinsip dasar tersebutpertama-tama dibingkaioleh asumsi bahwasetiap individu bisa melihat dirinya sendiri sebagaimana ia melihat oranglain. Individu juga tidak pasif artinya memiliki kemampuan membaca situasiyang melingkupi hidupnya. Pola interaksi yang dikembangkan oleh individudalam aktivitas sosialnyaterutama ditentukanoleh bagaimanaindividu tersebutmenafsirkan situasi yang melingkupi hidupnya. Dengan demikian perhatianteori interaksionisme simbolik banyak difokuskan pada aspek-aspek interaksisosial, baik yang memelihara stabilitas maupun yang mendorong perubahanbagaimana individu seharusnya melihat dirinya sendiri dan menafsirkan situasiyang melingkupi hidupnya.

    6JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

    Dengan mengacu pada prinsip-prinsip dasar tersebut, non-positivismeIIlenawarkan metodologi yang lebih menekankan pada pemahaman maknadengan cara melakukan empati (an empathic understanding of meaning)terhadap suatu aktivitas, dan menempatkan aktivitas tersebut sebagai bagiandari keseluruhan aktivitas yang ada dalam masyarakat. Bermacam-macammakna bisa teruntai dari suatu jalinan interaksi. Karena itu konsekuensinyakeIIludianadalah suatu aktivitas bisa melahirkan bermacam-macam analisis.Apa yang ingin diingatkan oleh non-positivisme adalah aktivitas sosialdipahami dalam bentuk aktivitas individu dalam situasi nyata, bukan dalambentuk sistim dan bukan pula dalam kategori struktural. Non-positivismelebih suka membaca aktivitas nyata, dengan keyakinan bahwa tingkahlakuindividu bukan produk dari tekanan lingkungan atau stimulan yang datangdari luar. Tingkahlaku individu juga bukan produk dari motif, sikap atauide. Tingkahlaku individu adalah hasil dari bagaimana individu itumenafsirkan dan mengelola berbagai macam hal yang dilakukannya dalamberinteraksi dengan orang lain.

    Berangkat dari asumsi dasar semacam itu, paham non-positivismemenganjurkanagar dalam menangkapdan memahami realitas sosial hendaknyakita menghindari perilaku individual (individual action). Apa yang kita lihatseharusnya adalah bentuk persepsi dan interpretasi seorang aktor (tentangkehidupan sosial) yang dibangun melalui proses interaksi dengan aktor-aktorlain. Bagi non-positivisme menangkap dan memahami realitas sosial melaluiteori dan kategori-kategori hanyalah pekerjaan yang sia-sia, terutama karenadianggap mengabaikan eksistensi dan potensi yang melekat dalam diri aktor.Menangkap dan memahami realitas sosial melalui teori dan kategori-kategoridianggap terlalu menyederhanakanhakekat dan sifat realitas sosial itu sendiri,yaitu selalu mengalami perubahan sesuai dengan sifat-sifat yang melekatdalam aktor-aktor yang menjadi pendudukungannya. Menangkap danmemahami realitas sosial menurut perspektif ini hanya bisa dilakukan melaluiproses interaksi. Karena yang ditekankan adalah proses interaksi, makapernyataan-pernyataan hipotetis (hypothetical statements) seharusnya jugadihindari. Pemyataan-pernyataan hipotesis semacam itu bisa menyempitkananalisis, karena hal-halpenting yang tidak tercakup dalam pemyataan hipotesisbisa terabaikan. Validitasjuga dianggap tidak terletak pada ketepatanpengukuranhubungankausalantarvariabel,tetapijustrupadacarabagaimanarea1itaterbangunmelaluiproses interaksiantaraktor.

    JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998 7

  • Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan Sunyoto Usnl sunyoWUsmanllmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan

    CATATAN AKHIR

    Lalu bagaimanasikap kita sekarang?Mana yang harus kita ikuti?Haruskahkita mengikutijalan pikiranyangdikembangkanolehpositivismeyanglebihmenekankanadanyabuktiempirik,menekankanhubungansebab-akibat dan membangunrealitas sosial melaluiteori dan kategori-kategori?Atau, haruskahkita mengikutijalan pikiran yang dikembanglqmoleh non-positivismeyang dalam menangkapdan memahamirealitas sosial melaluibentuk persepsi dan interpretasiseorang aktor (tentangkehidupansosial)yangdibangunmelaluiprosesinteraksidenganaktor-aktorlain? Sekalilagi,tidak mudahmenjawabpertanyaan-pertanyaansemacamitu.

    Seperti telah diungkapkandi depan bahwa dalam pertumbuhandanperkembanganilmu-ilmusosial modem, pahampositivismememangtelahmenawarkansalahsatu altematifperspektifyangsistimatisdalammenelaahrealitassosial. Bahkanlebihdaripadaitu, positivismemenawarkanlangkah-langkahyang dapat dipergunakanuntuk membuatprediksi apa yang bakalterjadi. Salah satu hal yang sangat ditekankan oleh positivisme dalamkaitannyadenganrealitas sosialadalahbukti empirik. Apa sajayang tidakmempunyaibukti empirikdianggaptidakmasukakal, tidak ilmiah.

    Argumentasi positivisme tersebut, meskipun kelihatannya runtut,namunsesungguhnyaterlalumenyederhanakanmasalahdanbahkansebagiantidak masuk akal karena mengingkariproses pemikiranyang berkembangdalamilmu-ilmusosialsendiri.Pengetahuankitatentangrealitasyangbersifutempirik sesungguhnyatidak berdasarkanpadapengetahuanyang diperolehmendadakatautiba-tibadanjuga tidakselamanyaberdasarkanpadakejadiannyata yang berada di lingkungankita, tetapi seringkaliatau hampir selaluberdasarkan pada teori yang menerangkanstruktur realitas. Keberadaanstruktur semacam itu hampir tidak pernah ditolak atau dipertanyakan,sebaliknya,justru dipercayaisebagaisesuatuyang benar adanya. Struktursemacamitukemudiandipahamimelaluikategori-kategoriyangdirumuskansedemikianrupa dengan dukunganargumentasiyang seringkali tergolongsederhanadan penuh loncatanpemikiran.

    Bagaimana halnya dengan pandangan yang ditawarkan oleh non-positivisme (critical interpretation)?Kalau kita menolakatau meragukanpositivisme,apakahitu lalu berartimenerimanon-positivisme?Tentusajatidak. Apabila dilihat lebih cermat, non-positivisme ternyata juga

    8 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

    roenyederhanakanmasalahbahkanterkesanmengandunghalyangseharusnyaditegakkandalamprosesmenangkapdanmemahamirealitassosialitusendiri.

    Ketika non-positivismemenyatakanbahwa dalam menangkap danroeroahami realitas sosial kita perIu melakukan empati (an empathicunderstanding of meaning) terhadap suatu aktivitas atau kegiatan, danroenempatkankegiatantersebut sebagai bagian dari keseluruhankegiatanyang ada dalam masyarakat,makapertanyaannyakemudianadalahadakahprinsip-prinsipumum yang dapat dijadikanpatokan bagi .setiapilmuwansosialuntukmelakukanempatidanmemberimaknatersebut? Kalaupatokanitu tidak ada, dan proses melakukanempatidan memberimakna tersebutdiserahkan sepenuhnya kepada masing-masing ilmuwan sosial, makamungkinkahrealitassosialyangsejatiitudapatdikonstruksikan?Perludiingatbahwa ilmuwansosial sebenarnyajuga seorang aktor yang memiliki caradan karakteristiksendiri dalam membacalingkungannya. llmuwan sosialsesungguhnyahanya mampu memberi makna sebatas atau sesuai denganinteraksisosialyangdijalinnyadenganaktor-aktorsosiallain.3 Memangbenarbahwadalamprosesmenangkapdanmemahamirealitassosialtersebutsangatditentukanolehkeroampuandanketahuanilmuwansosialitu sendiri,akantetapikemampuandanketahuanitu sebenarnyabelummenjadijaminanmenghasilkananalisisyangobyektif. Satuhalyangtidakmungkindiabaikanadalah ilmuwan sosial tersebut menjadi bagian dari komunitas yang didalamnyabolehjadi terendapkarakteristikyangunikdalammemahamirealitassosial. Dengan demikian, apa yang mereka sebut sebagai realitas sosialtersebut tidak serta Merta kemudianberlaku umum (dibuat generalisasi)menembusbatas komunitasyangmenjadiafiliasinya.

    Dattar Bacaan

    Halfpenny, Peter, Positivism and Sociology: Explaining Social life, George Allen& Unwin (Publishers) Ltd., London, 1982

    Pressler, Charles A. and Fabio B. Dasilva, Sociology and Interpretation, FromWeber to Habermas, State University of New York Press, Albany, 1996.

    Pressler, Charles A. and Fabio B. Dasilva, Sociology and Interpretation. From Weber to Habermas,State University of New York Press, Albany, 1996, hal.IS

    9JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998