Limfoma Hodgkin

49
BAB I PENDAHULUAN Limfoma merupakan suatu tumor yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Secara garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu: Tabel 1. klasifikasi limfoma Limfoma Hodgkin (LH) Limfoma non Hodgkin (LNH) Histiositosis x Mycosis fungoides Dalam Praktek sehari-hari, yang dimaksud dengan limfoma adalah LH dan LNH, sedang Histiositosis x dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. Di negara maju limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit 3 . 1

Transcript of Limfoma Hodgkin

Page 1: Limfoma Hodgkin

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma merupakan suatu tumor yang berasal dari jaringan limfoid mencakup

sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan

umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan

sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan

imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Secara garis besar,

limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu:

Tabel 1. klasifikasi limfoma

Limfoma Hodgkin (LH)

Limfoma non Hodgkin (LNH)

Histiositosis x

Mycosis fungoides

Dalam Praktek sehari-hari, yang dimaksud dengan limfoma adalah LH dan LNH,

sedang Histiositosis x dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. Di negara maju

limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker yang ada. Akan tetapi,

menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan terbanyak

setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit3.

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit

dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor

penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi.

Akhir-akhir ini angka harapan hidup meningkat 5 tahun bagi pasien limfoma dan bahkan

sembuh (kuratif) dengan manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan

radioterapi3

1

Page 2: Limfoma Hodgkin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Penyakit Hodgkin adalah keganasan sistem limforetikuler dan jaringan

pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran

histopatologi yang khas. Ciri histopatologis yang dianggap khas adalah adanya sel Reed –

Steinberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran pleimorfik kelenjar getah

bening1,2,4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit Hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya

merpakan 1 % dari seluruh kanker. Insidennya di Negara Barat dilaporkan 3,5/100.000 per

tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000 per tahun pada wanita. Dilihat dari jenis kelamin

penyakit Hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan laki:wanita =

2:1. Di Negara barat, peyakit Hodgkin lebih jarang dijumpai dibandingkan limfoma non

Hodgkin, dengan perbandingan 5:2 , tetapi di Negara timur (Asia Tenggara, Papua, New

Guinea, Cina dan Jepang) perbandingan ini menjadi lebih mencolok dengan rasio 9:1.

Faktor apa yang menyebabkan perbedaan ini masih belum diketahui dengan jelas8

Seperti halnya dengan keganasan lain, penyebab penyakit Hodgkin beum diketahui

secara pasti. Tetapi genom virus Epstein-Barr dijumpai pada lebih dari 50% kasus, tetapi

peranannya pada pathogenesis penyakit Hodgkin belum jelas9

Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear seiring

dengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di negara-negara

barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur berbentuk bimodal dengan

puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun). Dan puncak kedua setelah 50 tahun.

2

Page 3: Limfoma Hodgkin

Penyakit Hodgkin lebih prevalen pada laki-laki dan bila kurva insidensi spesifik umur

dibandingkan dengan distribusi jenis kelamin pasien, maka peningkatan prevalensi laki-laki

lebih nyata pada dewasa muda. Pada penyakit Hodgkin anak, predominasi laki-laki ini lebih

mencolok dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa

peneliti beranggapan bahwa terdapat peningkatan kerentan yang berhubungan dengan

faktor genetik terkait seks dan hormonal.5

2.3 PATOLOGI

Susunan histopatologi penyakit Hodgkin bersifat khas dimana sel ganas (sel R-S)

merupakan minoritas, latar belakang sekelilingnya adalah sel-sel inflamasiyang bersifat

nonneoplastik. Sel ganas dari penyakit hodgin terdiri atas1,6 :

1. Sel Red Sternberg = sel R-S merupakan sel besar, berinti banyak dan polipoid. Jika

khas meunjukkan dua buah inti dan menyerupai mata burung hantu (owl eye). Hanya

sel R-S yang patognomik untuk diagnostic penyakit Hodgkin

2. Sel Hodgkin = H-cell merupakan sel pre Reed Sternberg

3. Lacunar cell = sel lakukan yang dijumpai pada limfoma Hodgkin tipe nodular

Sclerosis

4. Varian L&H

5. Varian Pleomorf

Sel ganas penyakit Hodgkin, seperti halnya pada neoplasma ganas lainnya bersifat

monoclonal, sedangkan sel-sel latar belakang (limfosit, eosinofil, sel plasma dan

histiosit) merupakan sel inflamasi yang bersifat reaktif.

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi patologis yang sering dipakai untuk Penyakit Limfoma Hodgkin adalah

menurut Lukas dan Butler sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor.

Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1. Tipe Lymphocyte Predominant

3

Page 4: Limfoma Hodgkin

LH tipe ini merupakan 5% dari penyakit Hodgkin. Pada tipe ini gambaran patologis

kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel

Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.

2. Tipe Mixed Cellularity

Tipe ini merupakan 30% dari penyakit Hodgkin. Mempunyai gambaran patologis yang

pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel

Reed-Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul.

Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan

berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.

3. Tipe Lymphocyte Depleted

LH tipe Lymphocyte Depleted merupakan kurang dari 5% dari Limfoma Hodgkin,

tetapi merupakan tipe yang paling agresif. Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic

lymphoma, sel Reed-Sternberg banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain.

Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan

gejala sistemik. Prognosis buruk.

4. Tipe Nodular Sclerosis

Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 40-69% dari seluruh

Penyakit Hodgkin, ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas, di mana suatu jaringan

ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian masuk ke dalam, mengelilingi kumpulan sel

abnormal, dijumpai sel lakuna dan sel R-S. Dilihat dari perbandingan limfosit dan sel

R-S maka dibagi menjadi 3 subtipe : lymphocyhte predominant, mixed celluarity, dan

lymphocyte depleted. Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat

kolagen. Sering dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin.

Sering didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.

REAL (Revised American European Lymphoma) dan WHO membuat klasifikasi baru

sebagai berikut 10,11

Tabel 2. Klasifikasi Histologik Penyakit Hodgkin Menurut REAL/WHO

Lymphocyte Predominant/

Nodular±diffuse areas

Sel RS tidk dijumpai, terdapat sel limfosit B

polimorfik abnormal (limfositik dan

4

Page 5: Limfoma Hodgkin

histiositik)

Penyakit Hodgkin Klasik (Classical Hodgkin Lymphoma = CHL)

Nodular Sclerosis (NSHL) Pita Kolagen masuk dari kapsula mengelilingi

nodul jaringan abnormal. Sel lakunar yang khas

sering dijumpai. Infiltrate seluler mungkin

bersifat lymphocyte predominant, mixed

cellularity atau lymphocyte-depleted,

eosinofilia sering dijumpai.

Mixed Cellularity (MCHL) Terdapat bayak sel RS, jumlah sel limfosit

moderat (LDHL)

Lymphocyte Depleted Polanya dapat berupa pola retikuler dengan sel

R-S dominant dengan sedikit limfosit atau pola

fibrotic difus dimana kelenjar getah bening

diganti oleh jaringan ikat dengan sedikit

limfosit. Sel R-S mungkin juga sedikit pada

tipe ini

Lymphocyte rich (LRCHL) Sel R-S sedikit, bayak dijumpai limfosit kecil

dengan sedikit eosinofil dan sel plasma, dapat

berupa pola difus atau noduler.

2.5. PATOGENESIS

Sel R-S merupakan sel ganas, yang asal-usulnya masih belum jelas. Diperkirakan

baerasal dari early lymphoid cell atau histiosit. Penelitian terakhir dengan melihat

rearrangement gen immunoglobulin, sel RS bersifat B-lymphoid lineage. Da yag

mengatakan sel R-Sberasal dari sel B dari germinal centre. Penyakit Hodgkin disusun

dalam suatu setting yang terdiri atas sel ganas (sel R-S) yang dikelilingi oleh sel radang

pleomorf. Perbandingan komposisi sel ganas dengan el radang bergantung pada derajat

espons imunologik penderita. Orang dengan status imunologik yang baik akan memberikan

respos sel radang yang kuat sehingga sel-sel limfosit lebih dominan dibandingkan sel R-S,

sedangka orang dengan status imuologik tidak baik akan memberikan respon imunologik

yang rendah sehingga sel-sel limfosit tidak begitu banyak (depleted). Perbandingan sel R-S

5

Page 6: Limfoma Hodgkin

dengan limfosit ini akan menentukan klasifikasi histologik penyakit Hodgkin dan jga

berpengaruh pada prognosis.

Penyakit Hodgkin pada awalnya terlokalisasi pada suatu region kelenjar getah

bening perifer kemudian akan menyebar melalui aliran limfe. Penyebaran penyakit

Hodgkin jauh lebih konsisten melalui aliran limfe, dibandingkan dengan penyebaran

limfoma, non-Hodgkin yag lebih sulit diramalkan, lebih banyak kemungkinan melalui

penyebaran hematogenous. Prinsip ini dipakai dalam terapi radiasi penyakit Hodgkin.

Radiasi diberikan bukan hanya terlokalisasi pada kelenjar getah bening yang terkena, tetapi

juga pada kelenjar getah bening sekitarnya kmana aliran limfe akan terjadi8.

2.6 ETIOLOGI

Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit Hodgkin ini multifaktorial

dan belum jelas benar. Perubahan genetik, disregulasi gen-gen faktor pertumbuhan, virus

dan efek imunologis, semuanya dapat merupakan faktor tumorigenik penyakit ini.

Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai

sekarang. Penyakit limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan ada

kaitannya dengan faktor keturunan. Apabila salah satu anggota keluarga menderita limfoma

Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang

lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang hidup berkelompok insiden limfoma

Hodgkin cenderung lebih banyak.12

2.7. GAMBARAN KLINIS

Penyakit Hodgkin dpat dijumpai pada semua umur, tetapi insiden umur bersifat

bimodal dengan puncak umur 20-30 tahun dan umur di atas 50 tahun. Gejala klinik yng

dijumpai adalah8:

1. Gejala utama berupa pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, asimetrik,

padat kenyal sepert karet. Urutan kelenjar yang terkena : leher (60-70%). Aksila

6

Page 7: Limfoma Hodgkin

(10-15%), inguinal (6-12%), mediastinal (6-11%). Hius paru, kelenjar paraaorta dan

retroperitoneal.

2. Splenomegali sering dijumpai pada 35-50% kasus, tetapi jarang massif.

Hepatomegali lebih jarang diumpai

3. Mediastinum terkena pada 6-11% kasus, lebih sering pada tipe noduler skleosis dan

wanita muda. Dapat disertai efusi pleura dan sindrom vena cava su, lebih sering

pada tipe noduler skleosis dan wanita muda.

4. Kadang-kadang lesi muncul pada jaringan ekstranodal secara primer, yaitu pada

kulit, paru, otak, dan sumsum tulang

5. Gejala konstitusional terdiri atas :

a. Simtom B : demam, penurunan BB>10% dan keringat malam

b. Demam tipe Pel-Ebstein : khas tapi jarang dijumpai

c. Pruritus dijumpai pada 25% kasus

d. Rasa nyeri setelah minum alkohol

Kinik yag dijumpai adalah

2.8. STADIUM PENYAKIT.

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :

Clinical staging

Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.

Pathological staging.

7

Page 8: Limfoma Hodgkin

Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada

jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi

organ, yaitu : hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi

sesuai konferensi Cotswald.12

Table 3. Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.

Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur

limfoid (missal : limpa, timus, cincin Waldeyer).

Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi

diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip

angka, misal : II2, II3, dsb.

Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah

diafragma.

III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal

III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang

tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

A : bila tanpa gejala sistemik

B : bila disertai gejala sistemik yaitu: panas badan ≥ 38˚C yang tak jelas

sebabnya; penurunan berat badan 10 % atau berkeringat malam atau setiap

kombinasi dari 3 gejala itu selama 6 bulan terakhir penyakit ini.

X : bila ada bulky mass (≥ 1/3 lebar thorax dan ≥ 10 cm untuk ukuran kelenjar).

S : bila limpa (spleen) terkena.

8

Page 9: Limfoma Hodgkin

Untuk menentukan luasnya penyakit diperlukan prosedur staging tertentu.

Table 4. Prosedur yang diperlukan untuk menentukan tingkat (stadium)

penyakit Hodgkin.12

I. Riwayat dan pemeriksaan :

Identifikasi gejala-gejala sistemik

II. Prosedur-prosedur radiologis :

Foto dada biasa

CT-Scan dada (bila foto dada abnormal)

CT-Scan abdomen dan pelvis

Limfografi bipedal

III. Prosedur-prosedur hematologis :

Darah lengkap dan hitung jenis

LED

Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

IV. Prosedur biokimiawi

Tes faal hati

Serum albumin, LDH, Ca

V. Prosedur untuk hal-hal khusus :

Laparatomi (diagnostic dan staging)

USG abdomen

MRI

Gallium scanning

Technetium bone scan

Scan hati dan limpa

9

Page 10: Limfoma Hodgkin

2.9. DIAGNOSIS KLINIS 5 7

1. KLINIS (ANAMNESIS)

Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,

aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai

demam, keringat dan gatal

2. PEMERIKSAAN FISIK

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler

dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan

untuk menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlihat

perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat bersama-sama.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian

penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit.

atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit

neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat

sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan

simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi

leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya

menghilang dengan pengobatan.

Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien

yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolute limfositopenia absoluit

(<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium

lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indicator keparahan

penyakit.

10

Page 11: Limfoma Hodgkin

Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi

pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat

penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium,

asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain

dalam serum7

4. SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis

pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi

hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum.

Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun LNH adalah

adanya negatif palsu dianjurkan melakukan biopsy aspirasi multiple hole di beberapa

tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan

gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

5. HISTOPATOLOGI

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtype

histopatologi walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan

bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsy

tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di

leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak

dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsy dilakukan dibawah anestesi

umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur jaringan yang

dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan

6. RADIOLOGI

Termasuk didalamnya :

1. foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka dan

pasca aortal

11

Page 12: Limfoma Hodgkin

3. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus

menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi.

4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

7. LAPAROTOMI

Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka para

aotal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi

radiology misalnya USG dan CT Scan ditambah sitologi biopsy aspirasi jarum halus,

tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.

2.10. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada

pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus,

mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya

limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati

leher lokal. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker

payudara.

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain.

Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama

karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Medistinitis reaktif dan adenopati hilus akibat

histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien

asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati

massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin

harus disingkirkan dalam keadaan ini.

2. 11 PENATALAKSANAAN

Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:

12

Page 13: Limfoma Hodgkin

a. Penyakit yang sudah atau belum pernah diobati.

b. Penyakit yang dini (st I+II) atau yang sudah lanjut (st III+IV)

c. Akan memakai sarana-terapi-tunggal (radioterapi atau kemoterapi saja) atau

sarana terapi kombinasi (sarana terapi kombinasi bukan kemoterapi-

kombinasi).

Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat),

kemoterapi kombinasi (memakai banyak obat) dan akhir-akhir ini dikembangkan

kemoterapi dosis tinggi plus pencangkokan Stem Cell Autologus untuk rescue

(penyelamatan) aplasi system darah yang diakibatkan oleh kemoterapi dosis tinggi

tadi. (KDT + rPSC autologus).

I. Kasus-kasus yang sebelumnya belum pernah diobati (terapi awal)

I.1. Radioterapi saja.

Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini

(st I+II) A. kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena itu

untuk stadium IA dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi kuratif saja

perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan ada tidaknya lesi dibawah

diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi saja tidak cukupperlu

ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila ada tanda-tanda prognosis yang buruk

seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu kombinasi radioterapi + kemoterapi

(kombinasi sarana pengobatan = combined modality therapy) karena radioterapi saja

tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya MOPP 6x dianggap cukup

sebagai adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila tidak ada lesi dibawah diafragma

(dibuktikan dengan staging-laparotomy) untuk stadium IA diberikan radioterapi

extended field, untuk stadium IIA diberikan total nodal irradiation (TNI),dianggap

cukup kuratif.

13

Page 14: Limfoma Hodgkin

I.2. Kombinasi radioterapi + kemoterapi.

Untuk semua keadaan dimana ada penyakit dibawah diafragma radioterapi

harus ditambah dengan kemoterapi adjuvant, baru dianggap kuratif. Terapi dengan

kombinasi modalitas ini juga diindikasikan bila penyakitnya stadium IIA tetapi

pasien menolak laparotomi atau memang tidak akan dilakukan laparotomi karena

ada kontraindikasi.

Untuk stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama adalah

kemoterapi. Kalau ada lesi yang besar (bulky mass) dengan tambahan huruf X pada

stadiumnya, maka pada tempat ini ditambahkan radioterapi adjuvant dosis kuratif,

sesudah kemoterapi.

Kombinasi radio + kemoterapi ini juga dianjurkan pada mereka yang

menunjukkan tanda-tanda prognosis yang buruk, yaitu : 1. Massa mediastinum yang

besar. 2. B-symtoms. 3. kelainan dihilus paru. 4. histologinya bukan Lymphocytic

predominant dan 5. Stadium ≥ III.

I.3. Kemoterapi

Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan IV

saja, namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu untuk

tempat-tempat yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi adjuvant

pada tempat yang semula ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka kesembuhan

nya cukup tinggi. Banyak ahli Onkologi Medis memberi kemoterapi sebagai terapi

utama sejak stadium II ditambah dengan radioterapi adjuvant pada bulky mass,

dengan demikian keperluan staging laparotomy makin sedikit, bahkan tidak

diperlukan lagi karena tindakan ini terlalu invasif, sedangkan hasilnya sama saja,

14

Page 15: Limfoma Hodgkin

namun masih ada silang pendapat terutama antara ahli radioterapi dengan ahli

onkologi medis.

Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada yang

mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai sebagai

penyebab timbulnya kanker sekunder dan sterilitas. Adrianisin menyebabkan

kelainan jantung; Bleomisin kelainan paru; terutama bila dikombinasikan dengan

radioterapi mediastinum.

Regimen-regimen yang kuratif selalu menggunakan kombinasi obat. Regimen yang

menggunakan alkylating agent, misalnya :

MOPP : -M = Mustard nitrogen 6mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- O = Onkovin = Vinkristin 1,2 mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- P = Prokarbazin 100 mg/sqm p.o hari ke 1-14

- P = Prednison 40 mg/sqm p.o. hari ke 1-14 diulang selang 28 hari bila memenuhi

syarat.

Modifikasi regimen MOPP ini juga ada yaitu COPP dan LOPP.

Pada COPP M diganti dengan C + Cyclophosphamide 800 mg/sqm i.v. hari

ke 1,8 atau 3x50 mg/sqm p.o. dd hari ke 1-14. sedangkan pada LOPP M diganti

dengan L + Leukeren = Chlorambucil 8 mg/sm dd p.o. hari ke1-14.

Regimen yang tanpa alkylating agent misalnya ABVD atau ABV saja.

A = Adriamisin 25 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

B = Bleomisin 10 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

(D)= DTIC 150 mg/sqm i.v. hari ke 1-5 diulang selang 4 minggu

Jadi kedua regimen itu dipakai sebagai terapi awal. Kedua regimen itu tidak

cross resistant. Sesuai dengan hipotesis dari Goldie dan Coldman dapat dipakai

MOPP dulu, atau ABV(D) dulu atau begantian MOPP-ABVD-MOPP-ABVD dst

atau regimen hibrida MOPP-ABV(D), hasilnya sama baik, namun masih ada silang

pendapat.

15

Page 16: Limfoma Hodgkin

II. Terapi kasus yang telah diobati sebelumnya

Disini dimaksudkan terapi untuk kasus yang relaps, refrakter sejak terapi

awal, atau setelah diobati beberapa kali. Kadang-kadang MOPP atau ABVD masih

dapat dipakai untuk mendapatkan remisi karena dua regimen ini non-cross-resistant,

namun angka remisinya kecil dan cepat kambuh lagi. Kalau kedua regimen baku itu

tidak dapat menolong lagi dipakai regimen-regimen lain yang digolongkan dalam

salvage-therapy (= terapi penyelamatan). Jadi salvage kemoterapi diberikan untuk

mereka yang :

1. mengalami relaps sesudah remisi lengkap

2. resistant terhadap terapi

Tabel 5. Beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada

Limfoma Hodgkin yang Relaps atau Resistant)

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

A = Adrianmisin 40 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

B = Bleomisin 15 U 1-v- tiap minggu sekali

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. tiap 6 minggu

D = Dakarbasin 800 mg/sqm i-v- tiap 3 minggu

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

P = Prednimustin 60 mg/sqm i.v.hari ke 1, diberi selang 3-6minggu

E = Etoposid 200 mg/sqm p.o. hari ke 1-5

V = Vinkristin 2 mg/sqm i.v. hari ke 1

A = Adriamisin 20 mg/sqm i.v. hari ke 1, diberi selang 3 minggu

16

Page 17: Limfoma Hodgkin

M = Metil-GAG 500 mg/sqm i.v. hari ke 1-14

I = Ifosfamid 1 gram/sqm i.v. hari ke 1-5

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. hari ke 3

E = Etoposid 100 mg/sqm i.v. hari ke 1-4, diberi selang 3 minggu

C = Lomustin 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm h. ke 1-3 dan 21-23

M = Metotreksat 30 mg/sqm p.o. hari ke 1,8,21,28, diberi selang 6 minggu

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1 dan 8

dengan rescue

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15

H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15

O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26, diberi selang 4 minggu

E = Etoposid 120 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

V = Vinblastin 4 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

A = Ara-C 30 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

P = Platinum 40 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15, diulang selang 4 minggu

M = Metotreksat 120 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22 plus rescue

O = Vinkristin 2 mg i.v.h. 15 dan 22

P = Prednison 60 mg/sqm p.o. hari ke 1-14

L = Leukovorin rescue

A = Ara-C 300 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v. hari ke 1

E = Etoposid 80 mg/sqm i.v. hari ke 1-3, diberi selang 4 minggu

17

Page 18: Limfoma Hodgkin

Regimen-regimen salvage therapy antara lain adalah : VABCD, ABDIC,

CBVD, CEP, EVA, LVB, MIME, M-CHOP, CEM, EVAP, MOPLACE dll. (lihat

table IV). Kemajuan dibidang pencangkokan sumsum tulang atau selbakal (stem-

cell)-autologous memberikan dampak pula pada terapi limfoma yang resisten.

Pada kondisi ini diberikan kemoterapi yang dosisnya sangat tinggi hingga

timbul aplasi sumsum tulang (myeloablative chemotherapy), kemudian dilakukan

penyelamatan dengan pencangkokan sel bakal autologus yang diambil dari darah

tepi setelah sebelumnya diberi Hemopoetic Growth Factors.

Populasi yang memerlukan kemoterapi dosis sangat tinggi plus stem-cell

rescue (KDTrPSC) adalah penyakit Hodgkin yang sudah lanjut dengan disertai

factor-faktor prognosis buruk yaitu antara lain :

1. Mereka yang gagal mendapatkan complete remission (CR) atau partial (PR)

yang baik (stabil) (yang didefinisikan sebagai hal yang sangat mungkin

karena adanya fibrosis residu dengan terapi awal).

2. Mereka yang mengalami Progresive Disease (PD) saat terapi awal.

3. CR yang lamanya kurang dari 1 tahun

4. Relaps berulang (≥ 2x) tanpa melihat lamanya remisi

5. Adanya gejala-gejala B pada relaps yang pertama

6. Relaps sesudah sebelumnya mengalami stadium IV

Faktor-faktor tersebut diatas juga merupakan peramal hasil buruk dengan

pengobatan garis ke 2 (salvage therapy); mereka ini calon-calon yang baik untuk

KDTrPSC tersebut diatas. Mereka yang tanpa fakto-faktor buruk tersebut bila relaps

masih dapat dicoba dengan kemoterapi garis kedua untuk mendapatkan CR kedua,

namun kemungkinannya hanya 35% saja, sisanya akhirnya juga memerlukan

KDTrPSC; bahkan telah mulai diteliti penggunaan KDTrPSC sebagai terapi awal,

namun kesimpulannya masih belum ada.

2.12. PROGNOSIS

18

Page 19: Limfoma Hodgkin

Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Prognosis ditentukan oleh deraat

penyakit, umur, volume lesi, dan tipe histologik8. Secara umum, masa hidup penderita

Limfoma Hodgkin menurut penyakitnya adalah :

Masa bebas penyakit 5 tahun setelah terapi :

Derajat I-II : 85%

Derajat IIIA : 70%

Derajat IIB&IV : 50%

Oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan mendapatkan late complication makin

besar. Late complication itu antara lain :

1. timbulnya keganasan kedua atau sekunder

2. disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal

3. penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian

antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)

4. penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga

dose related

5. pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

19

Page 20: Limfoma Hodgkin

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : IKA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 64 tahun

Alamat : Br. Pasdalem

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

Pendidikan : SD

Tanggal MRS : 9 Juni 2013

Tanggal Pemeriksaan : 12 Juni 2013

3.2 . ANAMNESIS

- KELUHAN UTAMA :

Benjolan pada leher kiri

I. ANAMNESIS KHUSUS

Pasien datang rujukan dokter spesialis penyakit dalam dengan keluhan terdapat

benjolan pada leher kiri sejak ± 2 minggu SMRS. Pasien merasakan terdapat dua benjolan

yang terdapat pada leher kiri dan dikatakan semakin lama semakin membesar. Benjolan

dikatakan teraba kenyal dan dirasakan pasien sedikit nyeri. Pasien mengatakan tidak

mengalami kesulitan menelan. Pasien sebelumnya sempat mengalami demam selam 3 hari,

namun demam yang dirasakan pasien membaik dengan obat penurun panas. Pasien

20

Page 21: Limfoma Hodgkin

mengatakan saat ini dirinya semakin kurus, 6 bulan yang lalu berat badan pasien sekitar 70

kg, namun saat ini berat badan pasien 58 kg. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan yang

menurun. Keluhan lain seperti batuk, nyeri menelan, pembesaran pada perut, keringat

malam, dan pruritus tidak dirasakan oleh pasien.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat

hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan asma disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien berobat sempat berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan dianjurkan untuk

melakukan biopsi. Dari hasil pemeriksaan biopsi tersebut, pasien kemudian dirujuk ke RS

Bhyangkara Trijata untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Riwayat Keluargia

Tidak ada satupun anggota keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama dengan

pasien.

Riwayat Pribadi d an Sosial

Pasien bekerja memiliki pekerjaan sebagai petani. Pasien merokok sejak masih remaja

sampai sekarang, sehari pasien maksimal menghabiskan 6-7 batang rokok. Riwayat minum-

minuman beralkohol dikatakan jarang, hanya jika ada upacara adat.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Tanda tanda vital:

Kondisi Umum: Baik

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Sedang

GCS : E4 V5 M6

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

21

Page 22: Limfoma Hodgkin

RR : 20x/menit

Tax : 36,40C

Pemeriksaan Umum

Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ isokor

THT : Kesan tenang

Leher :

- Inspeksi : terdapat pembesaran kelenjar getah bening R. Colli Sinistra yang

asimetris sebanyak 2 buah, tidak hiperemi, pus (-), darah (-)

- Palpasi : teraba pembesaran klenjar getah bening sinistra sebanyak 2 buah,

tepi tegas, terfiksir, tidak nyeri, padat kenyal seperti karet serta tidak ikut

bergerak saat pasien menelan

Thorax

- Inspeksi : Simetris, tidak tampak pulsasi iktus cordis

- Palpasi : Iktus kordis pada ICS V 1cm dari MCL kiri

- Perkusi : Batas atas jantung ICS II

Batas bawah jantung setinggi ICS V

Batas kanan jantung 1cm PSL kanan

Batas kiri jantung 1cm lateral MCL kiri

- Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmo : Ves+/+, Ronki -/- , Wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), BU(+) Normal,

Hepar tidak teraba

Lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat ++/++ edema: --/--

22

Page 23: Limfoma Hodgkin

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap (29 Mei 2013)

Pemeriksaan8,55,424

3,9311,836,091,630,032,89,43366585

NormalWBC 4,1-10,9Neu 2,2-6,6Lym 1,3-3,2RBC 4,0-5,2HGB 12,0-16,0HCT 36,0-46,0MCV 80-100MCH 26,0-34,0

MCHC 31-36RDW 11,6-14,8PLT

LED 1LED 2

140-4400-1510-20

Hasil Rontgen Thorax AP (29/05/13)

Hasil pemeriksaan:

1. Cor: CTR 51%, pinggang jantung (+)

23

Page 24: Limfoma Hodgkin

2. Po: tulang-tulang tidak tampak kelainan, infiltrat (-), sinus kostofrenikus kanan-kiri

tajam.

Kesan: cardiomegali (-)

Pemeriksaan Sitologi (31/05/13)

Hasil pemeriksaan:

Makroskopis :

Dilakukan tiga kali puncture pada dua buah nodul colli kiri, diameter 1 cm dan 1,5 cm

terfiksir. Dibuat tiga buah hapusan slide. Dua buah hapusan slide dilakukan pulasan Diff

Kwik dan satu buah hapusan slide dilakukan pulasan Papaniculaou.

Mikroskopis:

Sediaan berasal dari KGB, menunjukkan populasi sel limfoid heterogen/polimorfik terdiri

dari banyak sel limfosit matur, cukup banyak eosinofil, banyak sel plasma, histiosit, dan

beberapa kelompok (cluster) sel histiosit.

Tampak pula sebaran sel-sel ukuran besar , dengan inti besar tunggal, lobulated memiliki

anak inti yang dapat diamati (sesuai untuk gambaran atypical mononuclear cell/Hodgkin

like cells) & beberapa sel besar dengan gambaran karakteristik untuk suatu Reed Sternberg

Cells

Kesimpulan :

Nodul Colli Kiri, FNAB

Polymorphous/heterogenous infiltrate dengan sebaran atypical mononuclear cells/Hodgkin

like cells

DD/ Hodgin’s Lypmphoma

IX. RESUME

Pasien, laki-laki, 64 tahun, mengeluh terdapat benjolan pada leher kiri sejak 2 minggu

yang lalu. Pasien merasakan terdapat dua benjolan yang terdapat pada leher kiri dan

dikatakan semakin lama semakin membesar. Benjolan dikatakan pasien sedikit nyeri.

Pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan menelan. Pasien sebelumnya sempat

mengalami demam selam 3 hari, namun demam yang dirasakan pasien membaik dengan

24

Page 25: Limfoma Hodgkin

obat penurun panas. Pasien mengatakan saat ini dirinya semakin kurus, 6 bulan yang lalu

berat badan pasien sekitar 70 kg, namun saat ini berat badan pasien 58 kg. Pasien juga

mengeluhkan nafsu makan yang menurun. Keluhan lain seperti pembesaran pada perut,

keringat malam, dan pruritus tidak dirasakan oleh pasien.

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien

berobat ke dr spesialis Penyakit Dalam dan disarankan melakukan pemeriksaan biopsi.

Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Pasien bekerja

sebagai petani dan pasien memiliki kebiasaan merokok sejak masih remaja sampai

sekarang, sehari pasien maksimal menghabiskan 6-7 batang rokok. Riwayat minum-

minuman beralkohol dikatakan jarang, hanya jika ada upacara adat.

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan diperoleh kesadaran komposmentis, kesan

sakit sedang, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 96 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, tinggi

badan 167 cm, berat badan 58 kg, suhu tubuh 36,50C. Pada pemeriksaan mata dalam batas

normal. Pemeriksaan fisik THT dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisikLeher :

pembesaran kelenjar getah bening R. Colli Sinistra yang asimetris sebanyak 2 buah, tidak

hiperemi, pus (-), darah (-), tepi tegas, terfiksir, tidak nyeri, padat kenyal seperti karet serta

tidak ikut bergerak saat pasien menelan. Pemeriksaan thorak dan abdomen dalam batas

normal. Pada pemeriksaan ekstremitas teraba hangat. .

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan:

a. Darah lengkap: peningkatan LED 1 dan LED 2

b. Thorak foto AP, BOF: dalam batas normal

c. Pemeriksaan Sitologi : Polymorphous/heterogenous infiltrate dengan sebaran

atypical mononuclear cells/Hodgkin like cells

DD/ Hodgin’s Lypmphoma

3.5 DIAGNOSIS BANDING

- Limfoma Hodgkin

- Limfoma Non Hodgkin

25

Page 26: Limfoma Hodgkin

3.6. DIANOSIS KERJA

Limfoma Hodgkin Stadium I

3.7. PENATALAKSANAAN

1. MRS

2. IVFD RL 12 tetes/mnt

3. IVFD D5% selama kemotherpi

4. Dacarbazin 5 seri (@1 vial dalam infuse D5% 250 cc)

5. Injeksi Granisetron 1 mg (bila mual)

3.8 PLANNING

Planning Monitoring

a) Vital Sign

b) Keluhan

3.9 PROGNOSIS

1. Ad vitam: dubius ad bonam

2. Ad fungsional: dubius ad bonam

26

Page 27: Limfoma Hodgkin

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. DIAGNOSIS

Diagnosis Limfoma Hodgkin dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan temuan-temuan

klinis yang dijumpai pada pasien yang mendukung diagnose Limfoma Hodgkin pada

pasien.

No. Teori Pasien1. Anamnesis

1. Gejala Utama : pembesaran kelenjar getah bening leher (60-70%)

2. Splenomegali (35-50%), hepatomegali

3. Mengenai Mediastinum pada 6-11%

4. Kadang-kadang lesi pada jaringan ekstranodal (kulit, paru, otak, dan sumsum tulang)

5. Gejala konstitusional : demam, penurunan BB>10% dan keringat malam

Anamnesis- Benjolan pada leher kiri sejak ± 2

minggu SMRS- Demam selama 3 hari, membaik

dengan obat penurun panas- Penurunan berat bada selama 6

bulan sebanyak 12 kg- Keluhan lain : batuk, nyeri

menelan, pembesaran pada perut, keringat malam tidak dirasakan

2. Pemeriksaan Fisik- Palpasi : pembesaran kelenjar

getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan inguinal.

- lien dan hati dapat teraba membesar.

- Pemeriksaan THT : untuk menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat.

Pemeriksaan FisikMata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ isokorTHT : Kesan tenangLeher :

- Inspeksi : terdapat pembesaran kelenjar getah bening R. Colli Sinistra yang asimetris sebanyak 2 buah, tidak hiperemi, pus (-), darah (-)

- Palpasi : teraba pembesaran klenjar getah bening sinistra sebanyak 2 buah, tepi tegas, terfiksir, tidak nyeri, padat kenyal

27

Page 28: Limfoma Hodgkin

seperti karet serta tidak ikut bergerak saat pasien menelan

Thorax- Inspeksi : Simetris, tidak

tampak pulsasi iktus cordis- Palpasi : Iktus kordis pada

ICS V 1cm dari MCL kiri- Perkusi : Batas atas jantung

ICS II Batas bawah jantung setinggi ICS V Batas kanan jantung 1cm PSL kanan Batas kiri jantung 1cm lateral MCL kiri

- Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmo : Ves+/+, Ronki -/- , Wheezing -/-Abdomen : Distensi (-), BU(+) Normal,

Hepar tidak teraba Lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat ++/++ edema: --/-3. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium- Anemia normokromik

normositer (MCV 80-100)- ↑ Laju endap darah

2. FNAB dan histopatologi : identifikasi penyebab limfadenopati (ditemukan sel Reed Sternberg, sel Hodgkin dan beberapa varian sel lainnya)

3. Radiologi : foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

- HGb: 11,8 g/dL- MCV: 91,6 . 103/Ul

2. FNAB: Polymorphous/heterogenous infiltrate dengan sebaran atypical mononuclear cells/Hodgkin like cells

DD/ Hodgin’s Lypmphoma

3. Ro/ Thorax AP : COR dan Pulmo dalam batas normal

28

Page 29: Limfoma Hodgkin

4.2. DIAGNOSIS BANDING

Pasien didiagnosis banding dengan Limfoma Non Hodgkin karena pasien memiliki gejala

berupa pembesaan kelenjar getah bening yang juga dapat ditemukan tidak hanya pada

Limfoma Hodgkin namun juga pada limfoma non Hodgkin. Berikut perbandinan atara

Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non hodgkin

No. Limfoma Hodgkin Limfoma Non Hodgkin1. Anamnesis

1. Gejala Utama : pembesaran kelenjar getah bening leher (60-70%)

2. Splenomegali (35-50%), hepatomegali

3. Mengenai Mediastinum pada 6-11%

4. Kadang-kadang lesi pada jaringan ekstranodal (kulit, paru, otak, dan sumsum tulang)

5. Gejala konstitusional : demam, penurunan BB>10% dan keringat malam

6. Pruritus

Anamnesis1. Gejala Utama : Pembesaran

kelenjar getah bening2. Gejala konstitusional : demam,

penurunan BB>10% dan keringat malam (lebih jarang dijumpai)

3. Jangkita orofaringea (5-10% kasus): kesulitan menelan

4. Dapat dijumpai hepato/splenomegali

5. Gejala pada organ lain(kulit, otak. Testis dan tiroid)

2. Pemeriksaan Fisik Teraba pembesaran imfonodi

pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla, inguinal)

Cincin Waldeyer dan kelenjar mesentrik jarang terkena

Hepatomegali &solenomegali Sindrom vena cava superior Gejala susunan saraf pusat

(degenerasi serebral dan neuropati)

Pemeriksaan Fisik Melibatkan banyak kelenjar

perifer Cincin Waldeyer dan kelenjar

mesentrik sering terkena Hepatomegali&splenomegali Massa di abdomen dan testis

3. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

- Anemia normokromik normositer (MCV 80-100)

- ↑ Laju endap darah2. Diagnosis : FNAB dan

histopatologi : identifikasi penyebab limfadenopati (ditemukan sel Reed

Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

- Anemia normokromik normositer (MCV 80-100)

- ↑ Laju endap darah2. Pemeriksaan petanda imunologik,

kromosom, biologi molekuler3. Diagnosis: histology biopsy eksisi

29

Page 30: Limfoma Hodgkin

Sternberg, sel Hodgkin dan beberapa varian sel lainnya)

3. Radiologi : foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

4.3 PENATALAKSANAAN

Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan Limfoma Hodgkin Stadium I karena

mengenai satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur limfoid. Secara teori pasien

pada stadium ini dapat diterapi dengan radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi radioterapi

dan kemoterapi. Dalam kasus ini pasien diterapi degan kemoterapi Dacarbazin 5 seri, dan

diulang satu bulan berikutnya. Pada pasien ini keluhan pembesaran kelenjar getah bening

makin lama mengecil setelah mendapatkan kemoterapi Dacarbazin 5 seri

4.4 KOMPLIKASI

Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi dari penyakit yang dialami.

4.5 PROGNOSIS

Pasien IKA yang didiagnosis dengan Limfoma Hodgkin Stadium I secara teori memiliki

masa bebas penyakit sekitar 85% selama 5 tahunsetelah terapi maka prognosis padaasien

ini adalah dubius ad bonam

30

Page 31: Limfoma Hodgkin

BAB 5

RINGKASAN

Limfoma Hodgkin ialah suatu keganasan yang menyerang kelenjar getah bening. Penyakit

ini khas ditandai dengan kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,

berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat

ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah

kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium

kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun

cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan

kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal

dan penyebab yang masih diperdebatkan.

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya

dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti

infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah,

kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.

Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai

dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh

kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.

Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral

untuk mencegah kehamilan ektopik berulang. 

31

Page 32: Limfoma Hodgkin

DAFTAR PUSTAKA

1. Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rogers GM. Parasvekas F Glader B. Wintrobe’s Clinical Hematology. 11th edition. Philadelphia : Lippincott-William & Wilkins, 2004

2. Hoffman R, Benz EJ, Shatil SJ, Furie B, Cohen HJ, Silbersteil LE, McGlave P. Henatology : Basic Principle and Practice. Third edition. New York : Churchill Livingstone. 2000

3. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 88-89. 1995.

4. Harmening, DM. Clinical Haematology and Fundamental of Hemostasis. 4th edition. Philadelphia : F.A. Davis Company. 2002

5. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000

6. Cannelos GP et al. The Lymphoma. Philadelphia : WB Saunders co; 1998. 7. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi

(Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2004

8. I Made Bakta. Hematlogi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, pp. 192-202. 2006.

9. Reksodiputro Ah, et all. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. pp.111-127 1999

10. Hillman RS, Ault KA. Hematology in Clinical Practices. A guide to Diagnosis and Management. 3rded. Internal edition. New York; McGraw Hill inc, 2002.

11. Jaffe ES, et all. Pathology and Genetic of Tumours of Haematopoietic and Lymphoid Tissues, Lyon : WHO/IARC. 2001

12. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi 4. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2006.

 

 

32