Limbah Industri

39
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan KONSEP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah Industri Pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan Disusun Oleh Kelompok 1 Cintia Risma Yuliani Dian Andini Dinny Dwi Cahyanti Shinta Widyaningrum

description

limbah industri

Transcript of Limbah Industri

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan FaletehanKONSEP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRIMAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah IndustriPada Program Studi Kesehatan MasyarakatPeminatan Kesehatan LingkunganSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan

Disusun Oleh

Kelompok 1Cintia Risma Yuliani

Dian Andini

Dinny Dwi Cahyanti

Shinta Widyaningrum

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SERANG

2015A. PENGERTIAN LIMBAH INDUSTRILimbah adalah semua benda yang berbentuk padat (solid wastes), cair (liquid wastes), maupun gas (gaseous wastes), merupakan bahan buangan yang berasal dari aktivitas manusia secara perorangan maupun hasil aktivitas kegiatan lainnya antaranya industri, rumah sakit, laboratorium, reaktor nuklir dll. (Budiman Chandra, 2010)Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya. (Mahida, 1984)Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan limbah. Limbah merupakan suatu benda yang mengandung zat yang bersifat membahayakan atau tidak membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi. (UU RI. No. 32/2009 Pasal 1)Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. (Undang-Undang No. 3 Tahun 2014)Limbah industri adalah limbah yang berasal dari industri. Hasil buangannya dapat berbentuk padat, cair, dan gas bergantung benda yang dibuat.

Limbah industri adalah segala bentuk bahan yang tidak atau belum dipakai dan atau hal lain yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya harus terbuang keluar dari berbagai unit proses yang ada. (Setiana, 1996)Dapat disimpulkan bahwa limbah industri adalah buangan dari kegiatan proses produksi dalam bentuk padat, cair maupun gas (termasuk debu/partikel), baik masih memiliki nilai ekonomis maupun tidak dan dapat menyebabkan menurunkan kualitas lingkungan penerimanya serta dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.B. PERBEDAAN PENGELOLAAN DAN PENGOLAHANPengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain atau proses yg membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; dan atau proses yg memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)Pengolahan adalah sebuah proses mengusahakan atau mengerjakan sesuatu (barang dan sebagainya) supaya menjadi lebih sempurna. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988)Dari hal diatas dapat dikatakan bahwa Pengelolaan limbah merupakan upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan minimasi limbah yang dihasilkan dari proses produksi sehingga tidak menimbulkan gangguan/kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Dengan metode pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Pernyataan ini biasanya mengacu pada material limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan limbah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan limbah bisa melibatkan zat padat, cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat. Tujuan pengelolaan limbah adalah mengendalikan pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara) yang disebabkan oleh pembuangan limbah hasil berbagai kegiatan manusia, termasuk proses produksi yang dilakukan oleh industri. Tujuan khusus pengelolaan limbah dalam industri adalah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan menghasilkan efisiensi serta penghematan biaya bagi perusahaan. Sedangkan pengolahan limbah adalah proses penghilangan kontaminan dari air limbah yang meliputi proses fisika, kimia, dan biologi untuk menghilangkan kontaminan fisika, kimia dan biologi didalamnya. Tujuan dari pengolahan limbah adalah untuk menghasilkan limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan, tanpa menimbulkan kerugian atau masalah kepada masyarakat dan tentunya dapat mencegah pencemaran lingkungan. Limbah industri dapat diolah menjadi barang baru yang layak jual seperti limbah kayu industri furniture yang bisa dimanfaatkan untuk membuat anek kerajinan tangan yang memiliki nilai jual sehingga selain bisa menyerap tenaga kerja juga bisa mendatangkan pemasukan bagi kita, limbah industri diolah supaya layak konsumsi ini berlaku bagi limbah industri cair supaya tidak mencemari sumur warga dan menerapkan limbah cair yang dihasilkan menjadi air bersih yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, limbah industri didaur-ulang seperti plastik dan kertas adalah contoh jenis limbah industri yang bisa didaur-ulang untuk dijadikan sebuah produk baru atau bahkan menjadi materal/bahan industri yang lain, dan mengolah limbah industri dapat menggunakan bakteri pengolah limbah yaitu dengan Cara dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan bakteri-bakteri aerob yang banyak terdapat di udara dengan membiarkan bak-bak penampungaan limbah di udaraterbuka sehingga bakteri-bakteri aerob bisa mengoksidasi limbah contoh jenis bakteri yang digunakan untuk proses ini adalah bakteri hydrogenomonas flava.C. JENIS-JENIS LIMBAH1. Berdasarkan sumber atau asal limbah, maka limbah dapat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu :a. Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut, lemak.b. Limbah non domestik, yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumber-sumber lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas pestisida, bahan pupuk dan lainnya (Kristianto,2002)

2. Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu :a. Limbah ekonomis, yaitu limbah dengan proses lebih lanjut/diolah yang dapat dijadikan produk sekunder untuk produk yang lain dan memberikan nilai tambah. Contohnya : limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alkohol, ampas tebunya dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas. Limbah pabrik tahu masih banyak mengandung protein dapat dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhan mikroba misalnya untuk produksi Protein Sel Tunggal/PST atau untuk alga, misalnya Chlorella sp.

b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang tidak akan memberikan nilai tambah walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya untuk mempermudah sistem pembuangan. Karena limbah ini dapat merugikan dan membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Contohnya: limbah pabrik tekstil yang biasanya terutama berupa zat-zat pewarna.3. Berdasarkan materi pembentuknya, limbah digolongkan sebagai berikut.a. Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob. Limbah organik mudah membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, daun-daunan kering, potongan-potongan kayu, dan sebagainya. Limbah organik terdiri atas bahan-bahan yang bersifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri.

b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Limbah ini tidak dapat diuraikan oleh organisme detrivor atau dapat diuraikan tetapi dalam jangka waktu yang lama. Limbah ini tidak dapat membusuk, oleh karena itu dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. 4. Berdasarkan karakteristiknya, secara umum limbah dapat digolongkan sebagai berikut:a. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil yang dapat kita lihat.

b. Dinamis, artinya limbah tidak diam di tempat, selalu bergerak, dan berubah sesuai dengan kondisi lingkungan.

c. Penyebarannya berdampak luas, maksudnya lingkungan yang terkena limbah tidak hanya pada wilayah tertentu melainkan berdampak pada faktor yang lainnya.

d. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan ada pada generasi yang akan datang.

5. Karakteristik limbah industri, meliputi:a. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (KepmenLH/51/1995). Contohnya antara lain: Limbah dari pabrik tahu dan tempe yang banyak mengandung protein, limbah dari industri pengolahan susu, dan limbah deterjen pencucian.b. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari sisa kegiatan dan atau proses pengolahan. Contohnya : limbah dari pabrik tapioka yang berupa onggok, limbah dari pabrik gula berupa bagase, limbah dari pabrik pengalengan jamur, limbah dari industri pengolahan unggas, dan lain-lain.Limbah padat dapat di bagi 2 yaitu:1) Dapat didegradasi, contohnya sampah bahan organik, onggok2) Tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan logam.c. Limbah gas adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud gas/asap. Contohnya : Gas CO, O2, NO2, CO2, H2, SO2, HCL, dll.d. Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) Adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (PP no 18 tahun 1999)D. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRIPrinsip hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan internasional, yaitu Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di berbagai Negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Begitu pula pilihan satu upaya pengelolaan yang tidak prioritas harus memperlihatkan upaya pengelolaan lainnya yang lebih prioritas. Dengan demikian diharapkan melalui penerapan prinsip hirarki pengelolaan limbah ini dapat mengurangi jumlah limbah secara signifikan mulai dari sumbernya. Langkah pertama yang paling disarankan dalam hirarki pengelolaan limbah adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya (waste avoidance/waste prevention) sehingaa tidak dihasilkan limbah (zero waste). Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip produksi bersih (clean production) yaitu melalui penerapan teknologi bersih, pengolahan bahan, subtitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi, mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan tekhnik konservasi, dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai limbah sehingga dapat mencegah terbentunya limbah dan zat tercemar.Langkah kedua, apabila pencegahan tidak dapat dilakukan, adalah dengan berupaya melakukan minimisasi atau pengurangan limbah (waste minimization/reduction). Upaya minimisasi limbah ini juga dapat dilakukan dengan cara menerapkan produksi bersih. Penggunaanteknologi yang terbaik yang tersedia (best available technology/BAT) dapat membantu mengurangi konsumsi energy dan sumber daya alam secara signifikan yang pada akhirnya dapat mengurangi timbulnya limbah.Langkah ketiga adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan kembali (Reuse). Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh secra dari konsep reuse ini adalah menggunakan sisa kertas yang masih kosong dari kertas bekas untuk menulis atau untuk membuat amplop.Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara Recyle, yaitu mendaur ulang komponen-kompenen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda. Contoh sederhana dari konsep recyle adalah mengolah kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk dijadikan kertas hasil daur ulang (Recycleled paper) dengan suatu proses tertentu.Langkah yang ke lima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery,yaitu perolehan kembali komponen komponen yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh dari konsep recofry ini adalah penggunaan limbah sekam padi (rice husk) sebagai substitisi bahan bakar.Langkah yang ke enam adalah pengolahan (processing) limbah dengan metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan keselamatan manusia. contoh pengolahan yang umum adalah pembajaran limbah (insinerasi) dan penimbunan (landfilling).E. PRINSIP 6-R DALAM PENGELOLAAN LIMBAHMinimisasi limbah domestik, khususnya sampah perkotaan, merupakan cara pencegahan untuk mengatasi ragam dan jumlah limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia, mengingat jumlah limbah tidak mungkin berkurang dan ragamnya pun cenderung bertambah. Pengelolaan limbah secara terintegrasi diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal bagi kegiatan minimisasi limbah. Prinsip 6-R (Rethinking-Reducing-Recovering-Reusing-Recycling-Responding) nampaknya dapat membantu upaya minimisasi limbah domestik, dan oleh karena itu perlu disosialisasikan secara luas.PRINSIP R-1: RETHINKING (BERFIKIR-ULANG) Yang dimaksud dengan Rethinking (berpikir-ulang) adalah mengubah pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap limbah atau sampah, yakni dari limbah atau sampah sebagai barang tak berguna dan tak memiliki nilai lingkungan maupun nilai ekonomi menjadi limbah atau sampah sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan-ulang untuk memperoleh nilai manfaat bagi lingkungan dan nilai ekonomi yang cukup menjanjikan. Rethinking, dengan demikian, adalah pergeseran paradigma dalam penanganan limbah atau sampah, yang tidak lagi sekedar membuang limbah atau sampah, melainkan memanfaatkan-ulang limbah atau sampah dengan berbagai cara yang sesuai dengan karakteristik masing-masing jenis limbah atau sampah tersebut. Secara ringkas, 3-R dari Prinsip 6R ini dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Recovering (mendapatkan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang barang atau benda yang masih tersisa di dalam limbah terutama limbah industri karena proses produksi berlangsung kurang efisien, sehingga rendemen (out-turn = nisbah antara volume produk jadi terhadap volume bahan baku) rendah. Contohnya, sludge dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) yang dibuang biasanya dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, yaitu dengan cara memisahkan sisa-sisa CPO yang ikut terbuang bersama substrat limbah cair dan padat, untuk diproses lebih lanjut secara tradisional menjadi olein (minyak goreng).2. Reusing (penggunaan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang apa adanya sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas lainnya untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang bermanfaat. Contohnya adalah memanfaatkan botol bekas kemasan strawberry jam atau peanut butter untuk wadah pemeliharaan ikan cupang (laga), wadah bumbu dapur, dsb.3. Recycling (mendaur-ulang) adalah tindakan mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk menghasilkan produk/barang lain yang lazimnya berbeda bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya. Contohnya adalah pendaur-ulangan kertas-kertas bekas untuk menghasilkan kertas seni (artistic paper) atau kertas koran. Efektivitas pelaksanaan minimisasi limbah hanya bisa dicapai apabila disertai dengan perubahan pola pikir masyarakat dalam memperlakukan limbah atau sampah. Peningkatan konsumsi masyarakat akan suatu produk barang baik dalam ragam maupun jumlah secara alamiah terjadi apabila taraf hidup masyarakat meningkat.PRINSIP R-2: REDUCING (MENGURANGI) Reducing (mengurangi) adalah tindakan paling pokok dan paling efektif dalam pengelolaan limbah, yakni mengurangi potensi terjadinya limbah atau sampah di tempat lain (yakni selama transportasi, selama di pasaran, dan pada saat dikonsumsi) mulai dari tempat asal produk atau barang yang bersangkutan. Tindakan pengurangan potensi terjadinya sampah atau limbah ini berlaku bagi barang-barang yang berkaitan dengan rumah tangga, industri, dan perniagaan, baik yang bersifat awet (durable) maupun ti-dak awet (indurable). Tindakan pengurangan potensi terjadinya sampah atau limbah bagi suatu produk atau barang ini lazimnya dapat meningkatkan kualitas dan sanitasi produk atau barang yang bersangkutan. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat disajikan sebagai berikut:

1. Para tengkulak sayur di Cipanas, Pangalengan, dan Garut lazimnya mengangkut kol (cabbage), kembang kol (cauliflower), dan wortel (carrot) bersama-sama dengan lembar-lembar daun yang sebenarnya tidak akan dikonsumsi. Tujuannya adalah untuk menjaga agar bagian-bagian sayur yang dapat dikonsumsi tidak mudah rusak selama transportasi atau muat-bongkar di pasar. Di tempat pemasaran, bagian-bagian sayur yang tidak akan dikonsumsi tersebut dikupas dan dibuang, dan demikian timbullah sampah pasar yang sebagian besar terdiri atas sisa-sisa sesayuran. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh pemasok sayuran ke supermarket. Mereka pada umumnya membersihkan sayuran di kebun atau di tempat pengum-pulan sayur. Kemudian sayuran yang sudah bersih dan dapat dikonsumsi seluruhnya, dikemas rapih dan dimasukkan ke dalam wadah yang bersih. Kualitas dan sanitasi sayuran jauh lebih baik daripada sayuran yang dijelaskan di atas. Sampai di tempat pemasaran, yakni di supermarket, sayuran ini tidak menghasilkan sampah sedikit pun, melainkan langsung dipajang di lemari berpendingin. Tindakan yang dilakukan oleh tengkulak sayur pertama belum menerapkan prinsip Reducing, sedangkan yang dilakukan oleh pemasok supermarket telah menerapkan prinsip Reducing. Tengkulak sayur pertama menyebabkan Pasar Induk Kramatjati kumuh dan harga sayurnya relatif murah, sedangkan pemasok supermarket membuat supermarket tetap bersih dan harga sayurnya pun lebih mahal. Sisa-sisa sayuran yang ditinggalkan di kebun atau di tempat pengumpulan dapat dimanfaatkan-ulang untuk pakan ternak atau pakan ikan gurame, atau didaur-ulang menjadi kompos yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman sayuran pada musim tanam berikutnya. Sisa-sisa sayuran di Pasar Induk Kramatjati dan di pasar-pasar tradisional dibuang menjadi sampah, yang membuat lingkungan perkotaan menjadi kumuh. Akhirnya, sampah ini dibuang ke TPA, yang juga menimbulkan masalah sosial dan dampak lingkungan.2. Pergeseran gaya hidup memang telah memperburuk cara pandang terhadap produk dan limbah. Kecenderungan untuk mendapatkan produk berkualitas lebih baik dan lebih praktis telah membuat ibu-ibu rumahtangga memilih produk-produk kemasan pabrik daripada produk-produk curah, misalnya gula, tepung terigu, minyak goreng, dsb. Padahal, plastik pembungkus gula dan tepung terigu serta botol plastik pengemas minyak goreng akhirnya menjadi limbah dan dibuang cuma-cuma. Seandainya teknologi produksi dan pengemasan produk tidak secanggih sekarang dan gaya hidup masyarakat masih tetap sederhana, maka limbah rumahtangga berupa berbagai jenis kemasan tidak akan terjadi.3. Ada perbedaan mencolok antara membeli makanan jajan pasar yang dibungkus dengan daun pisang, membeli nasi di Warteg yang dibungkus dengan kertas berlaminasi plastik, dan membeli makan siang di outlet franchise semacam Kentucky Fried Chicken atau Hoka Hoka Bento yang dikemas dalam lunch-box mewah. Limbah dari jajan pasar berupa limbah organik yang mudah terurai; buangan pembungkus nasi Warteg pada prinsipnya juga tidak terlalu sulit ter-urai, walaupun tidak dapat dikatakan penghematan hutan untuk membuat ker-tas; sedangkan limbah berupa lunch-box dari outlet waralaba jelas-jelas merupakan pemborosan sumberdaya hutan (bahan baku pulp & kertas), biaya cetak, dan rata-rata akhirnya dibuang begitu saja.PRINSIP R-3: RECOVERING (MENDAPATKAN-ULANG) Seperti telah disinggung di muka, Recovering adalah tindakan memanfaatkan-ulang barang atau benda yang masih tersisa di dalam limbah karena proses produksi berlangsung kurang efisien, sehingga rendemen (out-turn = nisbah antara volume produk jadi terhadap volume bahan baku) rendah. Tindakan recovery nampaknya lebih sesuai bagi industri penghasil barang daripada bagi kehidupan rumahtangga. Selain contoh dalam industri CPO di muka, berikut ini disajikan beberapa contoh mengenai penerapan prinsip Recovering, terutama yang berkaitan dengan kesalahan kebijakan pembangunan industri nasional selama dasawarsa 1980-an, yakni relokasi industri dari negara-negara yang industrinya telah lebih maju daripada Indonesia:1. Ketika pemerintah Indonesia melarang ekspor kayu bulat (log) dari hutan alam pada dasawarsa 1980-an dalam rangka memajukan industri pengolahan kayu dalam negeri, maka banyak industri kayu lapis (plywood) di Jepang, Taiwan, dan Korea yang membongkar instalasi mesin-mesinnya, kemudian menjualnya ke Indonesia. Ir. Hartarto (Menteri Perindustrian ketika itu) dan Ginandjar Kartasasmita (Ketua BKPM dan Menteri Negara Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri ketika itu) mencanangkan kebijakan relokasi industri dan memberi izin puluhan industri pengolahan kayu untuk merelokasi mesin-mesin plywood bekas dari Jepang, Taiwan, dan Korea. Mesin-mesin plywood bekas dari Jepang, Taiwan, dan Korea tersebut, khususnya mesin pengupas veneer (rotary), masih belum mampu meminimkan sisa kayu bulat (center-log), dan hanya mampu menyisakan center-log berdiameter 27 cm. Limbah industri plywood berupa veneer sobek dan center-log di-pulung oleh penduduk sekitar pabrik. Veneer sobek dirangkai lagi dengan cara direkat menggunakan kertas-berperekat untuk mendapatkan veneer utuh, yang dijual ke pabrik plywood lain untuk diproses lebih lanjut menjadi plywood. Sisa veneer lainnya dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk, termasuk komponen furniture, perlengkapan makan dari veneer, dsb. Center-log dirajang untuk dijadikan berbagai produk kayu yang bernilai tinggi, termasuk pinsil, tangkai sapu untuk diekspor, dan perlengkapan rumahtangga. Apa yang dilakukan oleh pemulung limbah industri plywood termasuk tindakan recovery, dan mungkin tidak akan terjadi se-andainya pemerintah ketika itu tidak mengambil kebijakan relokasi industri dengan mengimpor teknologi aus.2. Sebuah pabrik pengolahan makanan di Cilegon milik kelompok supermarket terbesar yang menguasai pangsa pasar makanan basah dalam kemasan di Indonesia mengolah jagung menjadi berbagai produk makanan. Oleh karena efisiensi mesin untuk proses ekstraksi dan hidrolisis jagung sangat rendah, limbah dari proses produksi ini masih mengandung serat dan protein kasar cukup tinggi. Setiap bulan rata-rata dihasilkan tidak kurang dari 700 ton limbah berupa substrat padat. Limbah ini dijual kepada para pemulung untuk diolah lagi menjadi pakan ternak. Pakan ternak dijual ke peternak penggemuk domba dan sapi, sedangkan limbah akhir (sisanya) diproses menjadi kompos. Apa yang dilakukan oleh pemulung ini juga merupakan tindakan recovery, dan mungkin tidak akan terjadi seandainya pabrik pengolahan makanan tersebut menggunakan mesin-mesin berteknologi lebih mutakhir.PRINSIP R-4: REUSING (MENGGUNAKAN-ULANG) Reusing (penggunaan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang apa adanya sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas lainnya untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang bermanfaat. Cukup banyak contoh penerapan prinsip Reusing ini yang dapat dilakukan di lingkungan rumah-tangga dan tempat kerja. Banyak produk kebutuhan rumahtangga yang dapat digunakan lebih dari satu kali. Produk-produk atau kemasan-kemasan produk yang dapat di-gunakan-ulang ini harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan buangan limbah. Beberapa di antaranya adalah:1. Sebagaimana telah disinggung di muka, botol bekas kemasan strawberry jam dan peanut butter dapat digunakan-ulang: (a) Untuk wadah mainan anak-anak, misalnya kelereng; (b) Untuk menyimpan sisa-sisa bahan, misalnya sisa minyak goreng (jelantah), dsb.; (c) Untuk mencampur berbagai macam juice, pasta, dsb.; (d) Bagi yang mempunyai kegemaran memancing, botol bekas juga dapat digunakan untuk wadah umpan.; (e) Botol bekas juga dapat digunakan sebagai jambangan (vas) bunga untuk menghias meja.2. Di kantor ataupun d rumah, kita sering melakukan penggunaan-ulang cartridge tinta printer yang tintanya sudah habis dengan cara mengisi-ulang (refill) tintanya. Pengisian ulang ini sering dilakukan pada cartridge toner printer laser, toner fotokopi, dsb. Selain mengurangi buangan limbah berupa cartridge bekas, tin-dakan ini juga merupakan penghematan biaya operasional kantor atau urusan cetak-mencetak dengan printer di rumah.3. Setelah kita mengenal komputer pribadi (personal computer) dan printer sejak awal dasawarsa 1980-an, yang paling boros adalah penggunaan kertas. Ketika kita masih menggunakan mesin tik baik mesin tik manual ataupun mesin tik elek-trik setiap kesalahan ketik lazimnya kita hapus dengan cairan penghapus atau pita penghapus, lalu kata yang salah-ketik kita ketik-ulang. Hal ini tentu saja tidak dapat atau sangat sulit kita lakukan pada printer. Akhirnya, setiap terjadi salah-ketik satu huruf pun, kita akan mencetak-ulang lembar tadi setelah kesalahan kita perbaiki. Pengalaman menunjukkan, untuk membuat satu laporan pekerjaan setebal 100 halaman, kertas yang kita habiskan untuk cetak-mencetak bisa-bisa sampai satu rim lebih. Walau demikian, sebenarnya kita masih dapat memanfaatkan-ulang lembar-lembar kertas yang salah-cetak tadi, misalnya untuk mencetak draft untuk keperluan proef-reading sebelum dokumen kita cetak-akhir. Atau, kita dapat memanfaatkannya untuk membuat kliping koran pada halaman yang tidak tercetak.4. Selain di kantor dengan urusan komputer dan printer, pengisian-ulang dengan memanfaatkan-ulang kemasan aslinya juga dapat dilakukan pada berbagai jenis barang konsumsi rumahtangga, misalnya kopi instans, kremer, deterjen, pelem-but & pewangi cucian, cairan pel lantai, minyak goreng, lem/perekat, dsb. Produk-produk ini, selain tersedia di pasaran dalam kemasan aslinya (botol plastik atau botol gelas), juga tersedia dalam kemasan isi-ulang yang lebih murah.5. Bagi barang-barang yang tergolong awet (durable), misalnya lemari es, kipas listrik, seterika listrik, dsb., jangan segan-segan mereparasinya apabila suatu saat barang-barang tersebut rusak. Dengan cara ini, Anda telah melakukan penghematan dan tidak membuang barang bekas. Namun, untuk barang-barang elektronik, seperti printer, handphone, dsb., biaya mereparasi kadang-kadang lebih mahal daripada membeli barang sejenis yang baru, kecuali masih dalam jangka waktu berlakunya garansi.PRINSIP R-5: RECYCLING (MENDAUR-ULANG) Recycling (mendaur-ulang) adalah tindakan mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk menghasilkan produk/barang lain, yang lazimnya berbeda bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya. Barang-barang bekas yang lazim didaur-ulang dengan cara pemrosesan-ulang di industri untuk menghasilkan produk baru adalah limbah yang tergolong anorganik, yakni yang terbuat dari kertas, plastik dan bahan-bahan sejenisnya, karet dan bahan-bahan sejenisnya, gelas/kaca, kaleng dan berbagai jenis logam lainnya. Barang-barang bekas lazimnya dikumpulkan oleh pemulung di tempat-tempat pengumpulan sampah, baik Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) maupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA); atau dikumpulkan langsung dari rumah ke rumah. Beberapa contoh pendaur-ulangan limbah anorganik dan permasalahan yang dihadapi dapat disajikan sebagai berikut:1. Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) pada awal 1990-an pernah melaksanakan proyek pendaur-ulangan kertas untuk memproduksi kertas tulis (HVS). Bahkan, pada dasawarsa 1980-an, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup sempat menggunakan kertas surat resmi yang dibuat dari eceng gondok (Eichornia crassipes). Permasalahan yang dihadapi adalah harga jual kertas daur-ulang ini relatif lebih mahal daripada kertas sejenis yang asli, dan kualitasnya pun tidak lebih baik. Kasus yang sama juga dialami oleh pabrik kertas koran daur-ulang di Merak, Banten, yang kualitas hasil kertasnya tidak lebih baik daripada kualitas kertas koran asli, dan biaya produksi daur-ulang ternyata tidak lebih murah dari-pada biaya produksi kertas asli. Kertas koran daur-ulang tidak diterima oleh penerbit koran terkenal, melainkan hanya dipakai oleh penerbit koran, tabloid, dan majalah skala kecil dan murahan.2. Industri plastic-ware (barang-barang dari plastik) yang mendaur-ulang limbah plastik dan PVC (polyvinyl chloride) juga mengalami hal yang sama. Kualitas ember anti-pecah yang dibuat dari campuran limbah karet dan PVC ternyata tidak lebih baik daripada kualitas ember plastik asli. Demikian pula halnya dengan produk-produk daur-ulang plastik lainnya. Selain warnanya yang tidak homogen, kualitasnya kurang baik, kekuatannya rendah, harga penjualannya tidak selalu mampu bersaing dengan hara penjualan produk plastik asli.3. Hingga kini tidak ada produk branded yang dikemas dalam botol gelas yang menggunakan botol daur-ulang, baik produk farmasi, minuman, ataupun makanan. Corporate image menjadi lebih penting dari-pada penghematan bahan kemasan produknya. Yang banyak dilakukan hanya terbatas pada penggunaan-ulang botol kemasan, misalnya botol berbagai merek minuman ringan (soft drink) terkenal. Botol kemasan hasil daurulang lazimnya digunakan untuk mengemas produk-produk yang produsennya tidak terlalu mementingkan corporate image, misalnya produk minyak angin, essence, dsb. Limbah yang tergolong organik, termasuk sisa-sisa sayuran, dedaunan, dsb., pada umumnya tidak dipulung, melainkan langsung dibuang ke TPA. Limbah padat organik ini dinilai sebagai mudah terurai secara biologis (bio-degradable easily), sehingga retensinya di lingkungan relatif singkat. Namun, penanganan sampah padat organik di TPA yang menerapkan sistem bala press system masih menjadi perdebatan antar-pakar. Pernah ditemukan, bahwa sisa-sisa sayuran (kacang buncis, kol, lettuce, dan wortel) yang diperlakukan dalam bala press system (dikempa dan dibungkus dalam kemasan kedap-air dan kedap-udara, lalu ditimbun) ternyata masih belum rusak (belum terurai) setelah tertimbun selama 30 tahun. Bagi limbah padat organik, pendaur-ulangan yang dinilai paling sesuai dan justeru dapat memberi nilai tambah ekonomis terhadap limbah tersebut adalah pengomposan (composting). Di samping itu, pengomposan juga mempunyai nilai tambah terhadap lingkungan, yakni sangat membantu pencegahan pencemaran lingkungan oleh dampak pembusukan bahan organik secara anaerobik dan tak terkendali. Disadari ataupun tidak, penanganan sampah padat organik di TPA dengan metode open dumping ataupun sanitary landfill yang tidak sempurna akan menyebabkan proses pembusukan bahan organik secara anaerobik, yang menghasilkan emisi gas methane (CH4). Gas methane adalah salah satu bahan cemaran udara yang tergolong sebagai gas rumah kaca, yang secara akumulatif dan global dapat memberi kontribusi terhadap pemanasan global (global warming).PRINSIP R-6: RESPONDING (SIKAP TANGGAP) Responding (sikap tanggap) adalah menyikapi dilema limbah atau sampah dengan mempertimbangkan-ulang penanganan kegiatan produksi dalam industri atau kegiatan rumahtangga dengan hasil limbah yang ada dan menggantikannya dengan proses produksi atau kegiatan yang menghasilkan lebih sedikit limbah (least waste). Bagi industri yang menghasilkan limbah, penerapan prinsip Responding pada hakikatnya sama dengan upaya meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan bahan pendukung, yakni meningkatkan rendemen (out-turn). Beberapa hal penting yang dapat dilakukan adalah:1. Bagi industri yang mesin-mesinnya sudah aus (teknologinya sudah ketinggalan zaman), peningkatan rendemen dalam upaya mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi produksi adalah dengan reinvestasi mesin-mesin baru yang lebih efisien dan menghasilkan limbah lebih sedikit (least-waste). Untuk itu, perlu perhitungan yang cermat mengenai perimbangan antara biaya investasi untuk pengganti mesin dengan nilai tambah produksi karena peningkatan efisiensi.

2. Belajar dari kasus industri pulp di muka, dan juga belajar dari pengalaman relokasi industri di masa lalu, perlu ditegaskan bahwa relokasi industri manufaktur dari negara-negara industri maju harus dicegah, walaupun biaya investasinya relatif lebih murah. Yang harus dibayar mahal pada akhirnya adalah ketidakmampuan industri kita untuk bersaing di pasar dunia, dan harga pencemaran lingkungan yang harus dibayar mahal karena mesin-mesin industri relokasi pada umumnya menghasilkan banyak limbah.3. Industri yang instalasi penghasil tenaganya (power generating plant) dinilai boros bahan bakar, perlu melakukan penggantian mesin atau bahkan penggantian jenis bahan bakar alternatif.F. LIMBAH INDUSTRI YANG DIHASILKAN PERUSAHAAN1. Limbah Industri Tahu-Tempe

Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40C sampai 46C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempeLimbah industri tahu-tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tahu-tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial.Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50% - 70% saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan. Dengan sistem penampungan anaerob terjadi penguraian secara biologis anaerobik, maka zat organik akan terurai dan menghasilgan produk gas methan dan gas H2S serta NH3 yang menyebabkan bau yang kurang sedap.

Gambar : Pengolahan air limbah industri kecil tahu tempe dengan sistem Penampungan (lagon) Anaerob. Dengan sistem lagon tersebut dapat menurunkan kadar zat organik (BOD) sekitar 50 %.Suatu alternatif pengolahan limbah yang cukup sederhana adalah pengolahan secara biologis, yakni dengan kombinasi proses biologis "Anaerob-Aerob". Sistem ini cocok diterapkan pada pengolahan limbah yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Limbah industri tahu/tempe merupakan salah satu jenis limbah yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Pengolahannya yaitu air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.

Gambar : Diagram proses pengolahan air limbah industri tahu-tempe dengan sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".2. Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah POME atau Palm Oil Mill Effluent, sedangkan limbah padatnya terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang, batang dan serat mesocarp. Serat mesocarp dan tandan kosong merupakan limbah yang diperoleh ketika proses produksi berlanjut, sementara pelepah dihasilkan ketika dilakukan pemangkasan pelepah. Limbah batang sawit dihasilkan ketika proses replantasi, penggantian tanaman tua dengan tanaman yang lebih muda.

POME memiliki kandungan organik yang sangat tinggi, sehingga jika dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan masalah pencemaran yang cukup berat serta emisi GRK. Namun jika emisi ini ditangkap dengan menggunakan teknologi fermentasi anaerobik, biogas yang ada bisa menggantikan fungsi LPG.Jenis dan Pemanfaatan limbah pabrik Kelapa Sawit

JENISMANFAAT

Tandan KosongPupuk kompos, pulp kertas, papan partikel, energi

Wet Decanter SolidPupuk, kompos, makanan ternak

CangkangArang, karbon aktif, papan partikel

Serabut (fiber)Energi, pulp kertas, papan partikel

Limbah CairPupuk, air irigasi

Air KondensatAir umpan broiler

Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik

Kolam Anaerob

Kolam Aerasi

Untuk treatmen limbah cair kelapa sawit standar output dialirkan ke badan sungai mengandung kadar BOD < 100 ppm.G. Undang-Undang Mengenai Limbah1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.3. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.4. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah.5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.DAFTAR PUSTAKAChandra, B.(2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:EGC

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. http:// www.bplhdjabar.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]

Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat, 2011, Gambaran Umum Pelaksanaan

Pengelolaan Limbah Padat di PT. Bayer Material Science Indonesia Tahun 2011. STIKes Faletehan:Serang

Mukono, H J, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya

Susanti, W. (2012). Gambaran Pengelolaan Limbah Cair, Padat, Gas dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di PT Krakatau Steel (PERSERO) TBK Cilegon Tahun 2012. STIKes Faletehan:Serang. Jurusan Ilmu Keshatan MasyarakatUndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. http://www.menlh.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. http://www.kemenperin.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]http://www.ecostargrp.com/pengolahan-limbah/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]