Likuifaksi Fak

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Likuifaksi tanah dan berbagai kegagalan pada struktur tanah yang terkait pada umumnya dihubungkan dengan intensitas gempa bumi yang kuat. Likuifaksi didefinisikan sebagai transformasi material granular dari bentuk solid menjadi cair sebagai akibat dari naiknya tekanan air pori dan kehilangan tegangan efektif. Tanah jenuh seluruhnya (saturated) atau jenuh sebagian (partially saturated) kehilangan kekuatan dan kekakuannya yang pada umumnya dikarenakan getaran gempa bumi atau perubahan pada kondisi tekanan secara mendadak, dan mengakibatkan kondisi tanah berlaku seperti halnya zat cair. Likuifaksi menyebabkan kerugian dalam skala kecil hingga masif, dimana pada umumnya terjadi kerusakan struktural pada bangunan-bangunan hingga keruntuhan yang memakan korban jiwa. Perlu adanya pemahaman lebih lanjut mengenai fenomena likuifaksi tanah, terutama bagi para akademisi teknik sipil sebagai referensi dan bahan pembelajaran di tingkat perkuliahan. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas Pengantar Geologi Teknik di Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas Mulawarman. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui fenomena likuifaksi. 2. Untuk mengetahui dampak likuifaksi terhadap bangunan sipil. 1

description

Likuifaksi

Transcript of Likuifaksi Fak

BAB IPENDAHULUAN1.1.Latar BelakangLikuifaksi tanah dan berbagai kegagalan pada struktur tanah yang terkait pada umumnya dihubungkan dengan intensitas gempa bumi yang kuat. Likuifaksi didefinisikan sebagai transformasi material granular dari bentuk solid menjadi cair sebagai akibat dari naiknya tekanan air pori dan kehilangan tegangan efektif. Tanah jenuh seluruhnya (saturated) atau jenuh sebagian (partially saturated) kehilangan kekuatan dan kekakuannya yang pada umumnya dikarenakan getaran gempa bumi atau perubahan pada kondisi tekanan secara mendadak, dan mengakibatkan kondisi tanah berlaku seperti halnya zat cair. Likuifaksi menyebabkan kerugian dalam skala kecil hingga masif, dimana pada umumnya terjadi kerusakan struktural pada bangunan-bangunan hingga keruntuhan yang memakan korban jiwa. Perlu adanya pemahaman lebih lanjut mengenai fenomena likuifaksi tanah, terutama bagi para akademisi teknik sipil sebagai referensi dan bahan pembelajaran di tingkat perkuliahan. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas Pengantar Geologi Teknik di Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas Mulawarman.1.2 Tujuan1. Untuk mengetahui fenomena likuifaksi.2. Untuk mengetahui dampak likuifaksi terhadap bangunan sipil.3. Untuk mengetahui metode identifikasi likuifaksi.4. Untuk mengetahui metode pencegahan likuifaksi.

1.2.Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan fenomena likuifaksi?2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh fenomena likuifaksi?3. Apa metode mengidentifikasi fenomena likuifaksi?4. Apa metode untuk mengatasi fenomen likuifaksi?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Fenomena LikuifaksiFenomena likuifaksi sering ditemukan pada tanah dengan kondisi jenuh dan loose (kepadatan rendah / tidak kompak). Hal ini disebakan tanah yang berpori besar memiliki kecenderungan untuk tertekan apabila diberi beban, sementara tanah berpori rapat cenderung mengalami peningkatan volume. Apabila tanah yang jenuh oleh air, kondisi dimana sering terdapat ketika tanah dibawah muka air tanah atau muka air lait, kemudian air mengisi ruang diantara butiran tanah (ruang pori). Sebagai tingkah lanjut dari pemadatan tanah, air ini mengalami peningkatan tekanan dan berusaha untuk mengalir keluar dari tanah ke daerah yang memiliki tekanan rendah. Sementara itu, apabila beban diberikan secara langsung dan dalam nominal yang besar atau berulang-ulang (semisal gempa bumi, aliran badai), air tidak sempat untuk keluar dari tanah sebelum terjadi siklus pembebanan yang sama berlangsung kembali. Tekanan air menyebabkan terbentuknya perluasan yang melebihi tekanan kontak diantara butiran tanah, dimana kontak diantara butiran ini merupakan kelanjutan dari berat bangunan yang berada di atas tanah. Beban tersebut kemudian di transfer ke dalam tanah dari permukaan ke lapisan tanah atau batuan di bawahnya pada kedalaman yang dalam. Kegagalan struktur tanah ini menyebabkan tanah kehilangan seluruh kekuatannya dan menyebabkan tanah berlaku layaknya zat cair dan dikenal sebagai likuifaksi. Likuifaksi juga dapat menyebabkan terjadinya permasalah tanah lainnya seperti penurunan tanah setempat dan kejadian kegagalan lereng.

Gambar 2.1 Skematik beberapa kegagalan tanah akibat terjadinya likuifaksi

Gambar 2.2 Kompilasi kejadian likuifaksi pada tanah dengan kondisi yang berbeda yaitu (a) jenuh dan (b) unsaturated

Gambar 2.3 Tanah longsor Las Colinas akibat gempa El-Savador dengan magnitude 7.3

Gambar 2.4 Tanah longsor tipe mudflow akibat gempa Jepang

Terlihat bahwa peristiwa likuifaksi setelah terjadinya gempa pada tanah dengan kondisi jenuh menunjukan dampak yang berbeda pada area dengan bangunan dan area tanpa bangunan. Terlihat bahwa peristiwa likuifaksi memberikan dampak luar biasa pada area dengan bangunan di atasnya. Bangunan-bangunan tersebut menjadi tenggelam ataupun terguling sehingga dapat menyebabkankorban jiwa serta kerusakan yang tidak sedikit.

Untuk peristiwa likuifaksi pada area tanpa bangunan terlihat munculnya genangan air dipermukaan tanah serta tampak perubahan kondisi tanah bersifat seperti likuid. Contoh peristiwa likuifaksi yang sangat signifikan adalah akibat gempa Christchurch 2011. Hal tersebut ditengarai akibat adanya gempa intensitas rendah (magnituda antara 1,8 hingga 4) yang terjadi berulangkali. Dalam Christchurch Quake Map menyatakan historis frekuensi-kejadian gempa di kota ini sangat tinggi, misalnya pada tanggal 24 Desember 2011, kota Christchurch mengalami total gempa sebanyak 132 kali dengan magnitude antara 2,5 hingga 4 dengan jeda antar terjadinya gempa antara 1 menit hingga 1 jam. Peristiwa inilah diduga sebagai pemicu terjadinya likuifaksi yang sangat signifikan di kota tersebut.

Runtuhnya beberapa gedung modern di Christchurch, Selandia Baru, akibat gempa membuat para pakar terkejut karena bangunan tersebut telah dirancang tahan gempa. Mereka menduga kota itu lebih rentan terhadap guncangan gempa daripada yang diperkirakan ahli tata kota setempat. Namun sebuah studi menduga gedung-gedung itu runtuh karena sedimen di bawahnya, yang seharusnya keras, berubah menjadi seperti lumpur.Katedral dan sejumlah bangunan bata tua diketahui memang rentan terhadap getaran gempa. Beberapa di antaranya ada kemungkinan telah goyah akibat gempa magnitude 7 yang mengguncang 25 mil di luar kota itu. Tapi gedung baru dibangun sesuai dengan regulasi yang diharapkan dapat melindunginya dari gempa besar. "Yang mengagetkan bukanlah melihat menara Katedral rusak, melainkan bangunan beton baru bertumbangan," kata Maurice Lamontagne, ahli seismologi di Geological Survey of Canada.Kerusakan parah tampaknya terjadi karena kombinasi gempa dari patahan di bawah kota, yang sebelumnya tak diketahui, dan guncangan hebat karena kota itu berada di atas sedimen basah. John Clague, pakar bencana alam di Simon Fraser University di British Columbia, Kanada, mengatakan, meski belum jelas apa yang menyebabkan kerusakan serius pada bangunan modern, dia menduga ada likuifaksi tanah ketika gempa terjadi."Likuifaksi adalah masalah besar di Christchurch karena kota itu dibangun di atas dataran aluvial, pada sedimen yang rentan terhadap fenomena tersebut," kata Clague. "Ketika terguncang, sedimen berubah menjadi semacam cairan, menyebabkan kondisi tanah tak menentu, yang sangat merusak bagi bangunan dan struktur di bawah tanah seperti saluran air."Pada tanah unsaturated, ilustrasi mengenai peristiwa likuifaksi ditunjukan pada gambar bencana tanah longsor akibat gempa El-Salvador (2001) dan gempa Jepang (2003). Oleh para peneliti, bencana tersebut diindikasikan terjadi akibat adanya likuifaksi yang merupakan pemicu terjadinya longsor. Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dinyatakan bahwa di area bencana tidak turun hujan lebih dari satu minggu dan serta tanah permukaan memiliki kondisi jenuh sebagian (nilai derajat kejenuhan tanah (Sr) untuk kasus gempa El-Salvador sebesar 81% dan untuk kasus gempa Jepang Sr = 59% tetapi ketika gempa, terjadi longsor berupa aliran tanah yang berperilaku seperti likuid. Beberapa penjelasan di atas mengenai likuifaksi menunjukan pentingnya penelitian mengenai fenomena ini terutama bagi masyarakat awam Indonesia yang belum banyak mengetahui tentang likuifaksi dan dampaknya.

2.2.Dampak Likuifaksi pada Bangunan Sipil

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa perilaku likuifaksi pada tanah bersifat merusak dan menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap stabilitas tanah dan bangunan diatasnya. Adapun dampak yang ditimbulkan dari perilaku likuifaksi adalah:

1. Terjadinya penurunan tanah hingga 5 % ketebalan lapisan tanah terlikuifaksi. 2. Terjadinya kehilangan daya dukung lateral tanah. 3. Terjadinya kehilangan daya dukung tanah. 4. Terjadinya pengapungan struktur yang dibenamkan dalam tanah, seperti tangki di bawah tanah. 5. Meningkatkan tekanan lateral tanah yang dapat menyebabkan kegagalan pada struktur penahan tekanan lateral tanah, seperti quay walls. 6. Terjadinya lateral spreading (limited lateral movements). 7. Terjadinya lateral flow (extensive lateral movements

Efek dari likuifaksi tanah pada lingkungan dapat sangat merusak. Bangunan yang pondasinya kontak langsung dengan tanah yang terlikuifaksi akan mengalami kehilangan kekuatan secara tiba-tiba, yang menghasilkan penyesuaian yang drastic dan tak beraturan dari bangunan yang menyebakan keruskan struktural, termasuk retak pondasi dan kerusakan pada bangunannya itu sendiri, atau dapat menyebabkan bangunan tersebut kehilangan sebagian kekuatannya untuk menopang beban walaupun tidak ada kerusakan yang tampak.

Jembatan dan bangunan besar yang dibangun di atas pondasi pancang dapat kehilangan kekuatannya, atau terjadi kemiringan struktur setelah terjadi getaran gempa. Dapat pula terjadi longsor pada tanah di sekitar sungai dan danau dan meninggalkan retak raksasa di tanah dan dapat memberikan efek langsung ke bangunan dan fasilitas lain yang ada di sekitarnya.

2.3.Metode Identifikasi Likuifaksi2.3.1.Metode Seed dan Idriss (1971)Seed dan Idriss (1971) mengemukakan suatu grafik yang menyatakan hubungan antara nilai tahanan penetrasi standar dengan kedalaman tanah yang ditinjau seperti yang diperlihatkan pada Grafik 2.1. Pada grafik tersebut, terdapat garis-garis batas, di mana sebelah kanan garis batas menunjukkan likuifaksi terjadi dan sebelah kiri garis menunjukkan likuifaksi tidak terjadi. Di sini terlihat notasi amax yang merupakan percepatan gempa maksimum dan g yang menunjukkan percepatan gravitasi bumi.

Grafik 2.1

2.3.2.Metode Whitman (1971)Dasar dari metode yang diusulkan oleh Whitman untuk menganalisis kemungkinan terjadinya likuifaksi, adalah hasil penyelidikan di lapangan pada lapisan tanah yang telah pernah mengalami beban gempa bumi.Hasil penyelidikannya menunjukan bahwa terjadi tidaknya likuifaksi pada suatu lapisan tanah yang mengalami beban gempa sangat dipengaruhi oleh nilai cycle ratio (/vo = perbandingan antara nilai tegangan geser gempa rata-rata akibat gempa dengan nilai tegangan efektif) serta nilai kepadatan relatif (Dr) dari lapisan tanah yang bersangkutan.Whitman, 1971 sebagaimana dikutip oleh Amirulmukminin (2008: 9) mengemukakan bahwa suatu nilai kritis yang merupakan hubungan antara nilai cycle ratio dengan nilai kepadatan relatif (Dr) berupa garis lengkung yang dapat dilihat pada Grafik 2.2

Grafik 2.2. Interpretasi Data Lapangan untuk Analisa Likuifaksi

Menurut Seed & Idriss untuk menganalisis kemungkinan terjadi likuifaksi mula-mula dihitung nilai normalisasi tegangan geser siklis ekivalen gempa (eq) dengan nilai tegangan efektif (vo). Nilai tegangan geser siklis ekivalen gempa (eq) dapat diambil sebesar 65 % dari nilai tegangan geser gempa maksimum (max) dan mengusulkan suatu bentuk persamaan untuk menghitung nilai tegangan geser gempa maksimum sebagai berikut:

eq = tegangan geser ekivalen dari gempa;g = percepatan gravitasi bumi;max= tegangan geser maksimum dari gempa;vo = tegangan total akibat beban yang bekerja pada lapisan deposit;amax= percepatan gempa maximum di permukaan tanah; dan rd = faktor reduksi tegangan sebagai fungsi dari kedalaman, Grafik 2.3

Grafik 2.3 Nilai rd

2.3.3.Metode Valera & Donovan (1977)Metode Valera & Donovan memberikan suatu hubungan antara getaran gempa bumi yang menyebabkan likuifaksi dengan nilai tahanan penetrasi standar dari pasir yang dihasilkan dari penyelidikan gempa di negeri cina.Untuk memisahkan keadaan tanah pasir yang mengalami likuifaksi dengan yang tidak, ditentukan suatu nilai kritis tahanan penetrasi standar (Ncrit). Besarnya nilai Ncrit ditentukan dengan persamaan berikut:

Ncrit = Nilai kritis dari tahanan penetrasi standar (blows/ft);-N= Suatu nilai tahanan yang tergantung dari intensitas gempa (blows/ft);Ds= Kedalaman lapisan pasir yang ditinjau (m)dw = kedalaman muka air tanah, dihitung dari permukaan (m).

Kriteria dalam menentukan kemungkinan terjadi tidaknya likuifaksi pada metode ini, adalah dengan membandingkan nilai tahanan standart penetrasi (N SPT) dengan nilai kritisnya (Ncrit);

1. Bila N < Ncrit berarti lapisan pasir yang ditinjau cenderung mengalami likuifaksi; dan 2. Bila N > Ncrit berarti lapisan pasir yang ditinjau cenderung tidak mengalami likuifaksi.

2.4.Metode Penanggulangan Likuifaksi

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan tanah yang rentan likuifaksi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Kerapatan TanahUsaha secara mekanis agar butir-butir tanah merapat, Volume tanah berkurang, volume pori berkurang, tetapi volume butiran tanah tetap. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menggilas atau menumbuk.

2. Perbaikan dengan Cara Kimiawi / SolidifikasiUsaha secara kimiawi (solidifikasi) agar kedalam struktur tanah dibawah pondasi bangunan guna meningkatkan kepadatan dan stabilitas struktur tanah demi mencegah terjadinya penurunan bangunan, cara ini biasanya dilakukan dengan cara di injeksikan kedalam tanah atau langsung dicampurkan dengan tanah bahan kimianya.

3. Menurunkan Derajat Kejenuhan dengan Melakukan DewaterinPengendalian air adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan untuk memberhentikan atau mengeringkan air tanah atau air permukaan dari sebuah situs, konstruksi dasar sungai, caisson, dengan memompa atau penguapan. Pada lokasi konstruksi, dewatering ini dapat dilaksanakan sebelum penggalian bawah permukaan untuk pondasi, menopang, atau ruang bawah tanah untuk menurunkan muka air

4. Dissipasi Tekanan Air Pori dengan Melakukan DrainasePada metoda ini proses dissipasi tekanan air pori pada tanah berpasir dipercepat sehingga mereduksi tekanan air pori yang terjadi dengan menggunakan material-material yang permeabel (permeable drain piles).

5. Kontrol DeformasiPada metoda ini proses deformasi tanah atau perpindahan tanah yang terjadi akibat likuifaksi dikontrol, agar tidak terjadi kerusakan pada struktur yang berdiri diatas tanah tersebut

6. Memperkuat PondasiSistem pondasi yang digunakan sebaiknya pondasi dalam hingga mencapai kedalaman yang aman terhadap perilaku likuifaksi pada sedimen tanah tersebut.

7. Penggunaan Flexible Joint dalam StrukturStruktur yang saling berfungsi sebagai penahan struktur yang lainnya tetapi apabila terjadi kehilangan daya dukung tanah dibawah salah satu struktur yang ada, tidak akan merausak struktur yang lainnya.

8. Penggunaan Geogrid dalam Memperkuat PondasiGeogrid adalah perkuatan sistem anyaman. Geogrid berupa lembaran berongga dari bahan polymer. Pada umumnya sistem serat tikar banyak digunakan untuk memperkuat badantimbunan pada jalan, lereng atau tanggul dan dinding tegak. Mekanisme kekuatan perkuatan dapat meningkatkan kuat geser.

9. Penggunaan Sheet-Pile untuk TimbunanSheet Pile digunakan sebagai facing dan penahan tanah dengan cara ditanam dan tidak memerlukan konstruksi bawah tanah seperti pilecap dan tiang pancang.

BAB IIIPENUTUP

3.1.Kesimpulan

1. Likufaksi adalah suatu peristiwa naiknya tekanan air pori pada suatu peristiwa gempa pada tanah pasir lepas yang jenuh air, hingga nilai tekanan air pori ini sama dengan tegangan vertikalnya yang mengakibatkan kuat geser tanah menjadi hilang (=0) yang kemudian berakibat pada hilangnya daya dukung tanah serta menyebabkan penurunan. 2. Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh air, sehingga kedalaman muka air tanah akan mempengaruhi potensi terhadap likuifaksi. Potensi terhadap likuifaksi akan menurun dengan bertambah dalamnya muka air tanah. Fenomena likuifaksi terjadi seiring terjadinya gempa bumi. 3. Metode identifikasi likuifaksi, antara lain :a. Metode Seed dan Idriss (1971)b. Metode Whitman (1971)c. Metode Valera & Donovan (1977)4. Metode pencegahan likuifaksi, antara lain :a. Melakukan survei lapanganb. Menghindari daerah yang mengandung pasir lepasc. Perbaikan tanah dengan cara pemadatan (deep compaction & vibro flotation)d. Memaksimalkan pondasi bangunan hingga kedalaman aman. 3.2.SaranAgar kedepannya dalam penyusunan makalah mengenai likuifaksi referensi yang digunakan agar lebih banyak dan variatif, sehingga informasi yang diberikan dapat bertambah dan maksimal.12