“LIHAT, REKAM, DAN TONTON!” - digilib.uns.ac.id/Lihat... · gempa bumi yang dampaknya lebih...

33
1 “LIHAT, REKAM, DAN TONTON!” (SEBUAH VIDEO DOKUMENTER TENTANG GAMBARAN PROSES FASILITASI PEMBUATAN VIDEO BERBASIS KOMUNITAS DALAM PROGRAM PENDIDIKAN MEDIA KOMUNITAS UNTUK REMAJA DI DAERAH GEMPA, TASIKMALAYA) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Disusun oleh : Arif Syaifuddin D.1207578 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of “LIHAT, REKAM, DAN TONTON!” - digilib.uns.ac.id/Lihat... · gempa bumi yang dampaknya lebih...

1

“LIHAT, REKAM, DAN TONTON!”

(SEBUAH VIDEO DOKUMENTER TENTANG GAMBARAN PROSES FASILITASI PEMBUATAN VIDEO BERBASIS KOMUNITAS DALAM PROGRAM PENDIDIKAN MEDIA KOMUNITAS UNTUK REMAJA DI

DAERAH GEMPA, TASIKMALAYA)

TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : Arif Syaifuddin

D.1207578

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terjangan gempa 7,3 Scala Richter (SR) pada kedalaman 30 Km di

Samudra Hindia atau 142 Km barat daya Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu 2

September 2009, menyebabkan korban jiwa baik yang meninggal, luka-luka

maupun hilang. Menurut laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan

Bencana) per tanggal 30 September 2009, tercatat ada 81 orang meninggal dunia,

1297 orang luka-luka, 42 orang hilang, dan 196.153 orang mengungsi. Selain itu

musibah ini juga mengakibatkan 247.981 rumah, 5523 sekolah, 5965 masjid, 898

kantor, dan 71 pondok pesantren rusak berat, sedang, maupun ringan. Jumlah itu

tersebar di semua wilayah Provinsi Jawa Barat ditambah Kab. Cilacap, Jawa

Tengah.1

Setelah melalui proses pendataan, akhirnya pemerintah melalui BNPB

merencanakan akan menyalurkan bantuan sejumlah uang untuk membantu korban

bencana agar dapat memperbaiki rumah mereka yang rusak. BNPB memutuskan

stimulan untuk rumah yang rusak ringan Rp 1 juta per keluarga. Sementara rumah

kategori rusak berat mendapat Rp 15 juta dan rusak sedang Rp 10 juta.2 Namun

hingga tulisan ini dibuat, di beberapa daerah, bantuan untuk renovasi rumah yang

rusak belum turun juga.

Tidak lama berselang setelah musibah gempa Tasikmalaya terjadi, di

1 http://www.bakornaspb.go.id/website/index.php?option=com_content&task=view&id=2439 2 http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/11/20/brk,20091120-209539,id.html

3

wilayah lain di Indonesia yaitu Padang, Sumatera Barat juga terkena musibah

gempa bumi yang dampaknya lebih besar dari Tasikmalaya. Sebanyak 1.115 jiwa

tewas menjadi korban keganasan gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter yang

berpusat di 57 km dari Pariaman, Sumatera Barat.3 Bahkan getarannya terasa

hingga ke negara tetangga (Malaysia dan Singapura).4 Dikarenakan magnitude

dan jumlah korban yang ditimbulkan lebih besar dari gempa Tasikmalaya,

seketika itu pula perhatian masyarakat luas berpaling kepada korban gempa di

Padang. Sampai saat ini banyak korban gempa Tasikmalaya yang belum

mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya kembali. Jikapun ada warga

masyarakat yang telah membangun kembali rumahnya yang rusak, itu dilakukan

dengan cara swadana.

Soca Tasikmalaya Media Center merupakan kumpulan Anak muda

Tasikmalaya dari berbagai latar belakang. Soca Tasikmalaya Media Center berdiri

pada tanggal 13 April 2008, mempopulerkan penggunaan media populer (foto dan

video) kepada remaja di Tasikmalaya sebagai sarana untuk mengenali peran

mereka di komunitasnya sendiri.5

Soca Tasikmalaya Media Center mengajak para remaja di Tasikmalaya

mempopulerkan media audio visual yang bisa dinikmati oleh khalayak yang lebih

luas dalam mengangkat isu-isu penting yang terjadi lingkungan sekitar, dimana

mereka tinggal.

Diawali keinginan yang kuat untuk ikut memberikan sumbangsih kepada

3 http://www.solopos.com/2009/channel/nasional/bnpb-korban-tewas-gempa-sumbar-1115-orang-

6246 4 http://news.okezone.com/read/2009/09/30/337/261325/gempa-padang-akibat-tumbukan-

lempeng-hindia-asia 5 http://kacapanon.wordpress.com/about

4

korban gempa di wilayah Tasikmalaya, maka Soca Tasikmalaya Media Center

yang didukung oleh Yayasan Kampung Halaman dan Ford Foudation

mengadakan Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah

Gempa Tasikmalaya. Dalam program ini Tim Fasilitator dari Soca akan turun ke

daerah-daerah gempa di Tasikmalaya mengajak remaja ataupun anggota

masyarakat lainnya untuk bercerita melalui media Video Berbasis Komunitas,

Foto Partisipasi, Podcast, dan Tulisan tentang permasalahan yang masih terjadi

pasca gempa di daerah mereka.

Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya dimulai sejak pertengahan Oktober dan telah berakhir 26 Desember

2009. Programnya dilaksanakan di daerah-daerah yang terkena gempa seperti

Golempang, Pasirjaya, Sukabhakti, Manonjaya, dan Citepus. Hasil dari

programnya itu sendiri akan diupload diblog yang mereka buat sendiri yaitu

www.kacapanon.wordpress.com.6

Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya bertujuan untuk membantu menjembatani persoalan dan kondisi

(pasca gempa) secara partisipatif kepada publik yang lebih luas.

Menurut Rina, Koordinator Program, pada awalnya ada beberapa teman

dari LSM dan lembaga yang berkecimpung dalam bantuan mengeluhkan banyak

warga Tasikmalaya yang tinggal di daerah perkotaan pasca gempa seakan tidak

peduli dengan masalah yang terjadi di daerah lain Tasikmalaya itu sendiri. Tetapi

setelah melakukan proses fasilitasi di daerah gempa, yang terjadi adalah ternyata

6 Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk

Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009

5

bukan orang Tasikmalaya yang tidak peduli tapi dikarenakan ketidaktahuan.

Cerita-cerita yang seharusnya muncul ternyata sudah tidak tercover lagi oleh

media massa mainstream.7

Melalui Tugas Akhir yang berbentuk Video Dokumenter ini, penulis

ingin mencoba merekam bagaimana proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis

Komunitas di dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di

Daerah Gempa Tasikmalaya.

Selain ingin mengetahui latar belakang, tujuan, sasaran diadakannya

Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya. penulis tidak ingin video yang dihasilkan nanti hanya berupa

rekaman dokumentasi suatu kejadian semata, tetapi juga ingin memperlihatkan

bagaimana jadinya jika orang yang tinggal di desa atau kampung yang jauh dari

perhatian media diberi sedikit kekuasaan atas media, dalam hal ini media

alternatif yang berbentuk Video Berbasis Komunitas untuk bercerita tentang

permasalahan yang masih terjadi di daerah mereka.

Harapannya nanti, orang-orang atau lembaga-lembaga lain yang bergerak

dibidang pemberdayaan masyarakat yang menonton video dokumenter ini dapat

terinspirasi untuk melakukan sesuatu untuk membantu komunitas-komunitas

lainnya seperti masyarakat miskin, di lapisan terbawah, tidak berpendidikan,

tinggal di desa atau kampung yang tidak memiliki kekuasaan atas media agar

mereka dapat menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri.

7 Ibid

6

B. LOKASI PENGGARAPAN

Adapun lokasi penggarapan video dokumenter ini adalah salah satu

komunitas / kampung yang diajak kerjasama dalam Program Pendidikan Media

Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya oleh Soca Tasikmalaya.

Penulis berkesempatan untuk mengikuti keseluruhan proses dalam

Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya pada suatu komunitas atau kampung yaitu kampung Citepus, Desa

Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa

Barat.

Selain itu juga penulis melakukan beberapa kali wawancara di sekretariat

Soca Tasikmalaya, Jl. Burujul III RT/RW : 01/02 No. 38 Desa Nagarasari, Kec.

Cipedes, Kota Tasikmalaya dan juga dengan warga Dusun Sukabakti (salah satu

komunitas yang diajak kerjasama), Kec. Purbaratu, Kota Tasikmalaya.

C. METODE PENGUMPULAN DATA

Penulis dalam melakukan pengumpulan data tentang tema yang dipilih

dengan berbagai teknik. Adapun teknik pengumpulan data dalam pembuatan

video dokumenter ini menggunakan 3 teknik, yaitu :

1. Metode Pengamatan (Observation)

Melakukan pengamatan berarti melakukan pengamatan terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan suatu peristiwa, suatu gejala, bahkan benda-benda

tertentu dalam masyarakat.8 Penulis melakukan pengamatan langsung di lokasi-

8 Materi Sanggar Kerja Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif dan Penulisan Argument, Kampung

Halaman, Kaliurang, 4-7 Juli 2009, Yuni Sare dan Frenky Simanjuntak

7

lokasi atau komunitas yang telah dan sedang digarap oleh Soca Tasikmalaya

dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya. Citepus adalah komunitas / kampung yang berhasil penulis amati

secara penuh dalam mengikuti Program Pendidikan Media Komunitas Untuk

Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya.

2. Metode Wawancara (Interview)

Wawancara yang dilakukan dalam pembuatan dokumenter ini bukan

hanya tanya jawab biasa. Disini seorang peneliti haruslah membekali diri dengn

pengetahuan awal mengenai masalah/gejala yang akan diteliti. Di sisi lain,

meskipun pembuat dokumenter telah membekali diri dengan pengetahuan awal

yang baik, namun ia tetap tidak boleh mendominasi percakapan dalam sebuah

wawancara. Biasanya untuk mendapatkan data untuk menjawab permasalahan

penelitian atau gejala yang ingin diteliti seorang penggiat dokumenter akan

membuat sebuah pedoman wawancara atau yang sering disebut interview guide.9

Selain mewawancarai Koordinator dan Fasilitator dari Soca Tasikmalaya,

penulis juga melakukan wawancara dengan remaja peserta program, warga dan

juga tokoh masyarakat dalam komunitas / kampung yang telah dan sedang terlibat

dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya. Penulis mencoba menggali pengalaman apa yang di dapat dari

program serta tanggapan mereka terhadap program ini.

Interview guide yang digunakan dalam pembuatan video dokumenter ini

adalah :

9 Ibid

8

Untuk pelaksana program (Soca Tasikmalaya)

1. Penjelasan tentang Latar belakang diadakannya program

2. Penjelasan tentang Tujuan dan Sasaran program

3. Penjelasan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam program

4. Komunitas yang dilibatkan (di fasilitasi)

5. Kendala-kendala yang didapat

6. Lembaga yang terlibat / membantu dalam program

7. Output yang dihasilkan dalam program

Untuk warga dan peserta program

1. Tanggapan terhadap program

2. Apa yang didapat dari mengikuti program

3. Cerita pengalaman mengikuti program

4. Tanggapan terhadap acara pemutaran

5. Apa yang dirasakan setelah adanya acara pemutaran

3. Metode Pustaka

Untuk melengkapi penulisan dan pembuatan video dokumenter ini

penulis juga mengumpulkan beberapa literatur buku-buku, artikel dari internet dan

surat kabar.

9

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tentang Video Berbasis Komunitas

Beberapa tahun belakangan ini mulai marak gagasan penggunaan media

video dalam kerangka pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Sebagai media

yang memiliki daya pengaruh sangat besar, video menjadi media yang sangat

strategis bagi siapa saja untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Dalam sebuah penelitian tentang korelasi penggunaan media audio visual

dengan prestasi belajar pada siswa di sebuah sekolah di daerah Gemolong, Sragen

yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,

Yogyakarta. Didapat kesimpulan yaitu sebanyak 85% prestasi belajar siswa

bidang studi Pendidikan Agama Islam dipengaruhi oleh penggunaan media audio

visual sedangkan 15% prestasi siswa dipengaruhi oleh aspek-aspek lain.10

Medium "gambar hidup bersuara" (audio visual), dikenal sebagai jenis

media yang memiliki daya susup-pengaruh (persuasion) sangat besar terhadap

penontonnya. Terutama sekali karena kemampuan menirukan (mimetic) dari

kamera video untuk memindahkan berbagai kejadian atau kegiatan dan tindakan

manusia ke dalam bentuk gambar hidup bersuara secara nyaris sempurna (vivid

images).11

10 http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka-mohistiqla-

1824 11 Atmaja, Yoga Dkk., Video Komunitas, 2007, Insistpress dan Kawanusa, Yogyakarta Hal. 4

10

Istilah Video Berbasis Komunitas (Community-Based), merujuk pada

suatu kelompok masyarakat tertentu, dalam batasan ruang dan waktu tertentu.

Pengertian yang mempersyaratkan keterlibatan anggota kelompok masyarakat

dimana video itu dibuat dan digunakan merupakan suatu keharusan.12

Sejarah Video Berbasis Komunitas menunjukkan bahwa prakarsa

awalnya muncul di banyak Organisasi Non Pemerintah yang bekerja langsung di

tengah suatu kelompok masyarakat tertentu justru karena berbagai sebab (faktor

penggerak) yang berbeda dan beragam. Tetapi, satu hal jelas adalah mereka semua

bertolak dari visi, gagasan, dan kegelisahan yang sama, yaitu mengapa media

yang memiliki daya pengaruh sangat kuat dan cepat menyebar luas itu, selama ini

hanya dimanfaatkan dan dikuasai oleh mereka yang bermodal besar, berkuasa,

berpendidikan tinggi, berkeahlian teknis khusus, dan umumnya orang kota?

Mengapa dan apakah kelompok atau lapisan masyarakat miskin, di lapisan

terbawah, tidak berpendidikan, tinggal di desa atau kampung, memang tidak dapat

membuat dan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri?13

Jadi, penulis sangat setuju terhadap pendapat yang menyatakan bahwa

gagasan awal video komunitas adalah sebagai media alternatif bagi mereka yang

tidak memiliki kekuasaan atas media.

Sebagai sebuah media alternatif, Video Berbasis Komunitas juga

memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan jenis video atau film

lainnya. Disaat pembuat video atau film profesional dan komersial menganggap

pekerjaan mereka selesai ketika video atau filmnya selesai sebagai suatu hasil

12 Ibid Hal. 11-12 13 Ibid Hal. 13

11

karya. Pembuat Video Berbasis Komunitas justru baru memulai pekerjaan mereka

yang sesungguhnya ketika video atau filmnya selesai dibuat. Mereka akan

menggunakan video atau film tersebut sebagai alat untuk memulai proses-proses

diskusi di tengah masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tema

atau isu yang diangkat.14

Dengan kata lain, video menjadi alat penghubung atau komunikasi antar

warga dan berkembang menjadi alat refleksi bersama untuk menentukan pilihan-

pilihan arah dan cara-cara yang lebih baik dalam tindakan-tindakan mereka

berikutnya. Seluruh rangkaian ini dikenal sebagai ’daur belajar’ (learning cycle)

atau lingkar aksi-refleksi dalam proses-proses pendidikan masyarakat. Ini menjadi

inti proses dari pembuatan dan penggunaan Video Berbasis Komunitas.15

Dalam Video Berbasis Komunitas, apa yang dilakukan seorang fasilitator

hanyalah melakukan serangkaian tindakan yang merangsang atau mendorong

lahirnya prakarsa dan kreativitas anggota masyarakat setempat sebagai pelaku

utama pembuatan video atau film tentang diri (masalah-masalah, kegiatan,

keadaan, lingkungan, kehidupan) mereka sendiri. Dengan memperkenalkan cara-

cara penggunaan dan karakter teknologi video sebagai ‘sarana bicara’ untuk

mereka, warga setempat diharapkan memiliki tambahan bahasa pengungkapan

(bahasa visual) sebagai alat efektif untuk menyatakan perasaan, pikiran, dan

pandangan-pandangan mereka sendiri (inside view) terhadap berbagai hal yang

terjadi di lingkungan mereka. Ini akan sangat membantu mereka mengatasi

kesulitan menyatakan sesuatu melalui kata-kata terutama yang di daerah pedesaan

14 Ibid Hal. 14 15 Ibid Hal. 15

12

terpencil, apalagi jika berhadapan dengan orang luar yang berkedudukan sosial

dan berpendidikan lebih tinggi dari mereka.16

Perbedaan Video Berbasis Komunitas dengan Video Dokumenter

Pada hal tertentu Video Berbasis Komunitas dan Video Dokumenter

mempunyai kesamaan, salah satunya adalah sama-sama merekam realitas atau

kondisi nyata dari suatu komunitas. Tapi sebenarnya banyak hal-hal mendasar

yang membedakan dari kedua jenis video ini.

Perbedaan yang paling jelas dan utama adalah tujuan pembuatannya.

Pada video dokumenter sama seperti video atau film umumnya sangat berorientasi

pada hasil video itu sendiri sebagai suatu karya. Video Berbasis Komunitas justru

lebih mementingkan prosesnya. Perbedaan lain, video dokumenter dan video

umumnya selalu mengharuskan ada naskah (script) yang ditulis berdasarkan

kaidah-kaidah baku profesional. Pada Video Berbasis Komunitas, ketentuan atau

persyaratan itu tidak selalu harus ada. Warga masyarakat setempat yang membuat

Video Berbasis Komunitas lebih berpedoman pada gagasan umum yang mereka

sepakati bersama-sama. Memang, kadang-kadang secara bersama-sama mereka

menyusun juga ‘naskah’, tetapi biasanya juga hanya dalam bentuk ‘naskah garis-

besar’ (outline script) saja, atau ‘papan cerita’ (story board) sederhana saja, itupun

menurut cara dan gaya mereka sendiri. Bahkan mereka umumnya tidak pernah

tahu untuk apa kaidah-kaidah baku penulisan naskah video atau film seperti yang

dikenal di kalangan para profesional.17

16 Ibid Hal. 16 17 Ibid Hal. 174

13

Dalam hal biaya produksi, Video Berbasis Komunitas tidak memerlukan

biaya mahal seperti pada video dokumenter, apalagi film seni, atau film

komersial. Seperti nampak pada contoh kasus di Kepulauan Kei dan di Bali,

selama 15 dan 8 tahun terus-menerus, mereka tetap bertahan dan bahkan mampu

membiayai sendiri produksi mereka. Tetapi, harus diakui, pengalaman di dua

tempat itu memperlihatkan ada kelemahan yang juga umum ditemukan di banyak

organisasi masyarakat seperti mereka, yakni kelalaian menghitung biaya-biaya

penyusutan (depresiasi) dan perawatan peralatan. Apabila peralatan rusak,

berhentilah mereka berproduksi. Perlu waktu panjang untuk mampu membeli lagi

yang baru.18

Perbedaan lain yang lebih mendasar, video dokumenter akan selesai

ketika video selesai dibuat, sedangkan Video Berbasis Komunitas justru baru

mulai ketika produknya selesai dibuat. Video tersebut dipergunakan sebagai

media untuk berbagai tujuan. Oleh sebab itu, biasanya memerlukan waktu lebih

lama, karena akan berhenti jika sasaran sudah dicapai.19

B. Tentang Soca Tasikmalaya

SOCA Tasikmalaya adalah organisasi yang mengembangkan peran anak

muda khususnya di Tasikmalaya melalui program pendidikan populer

menggunakan medium video dan foto sebagai alat pendidikan dan penguatan

komunitas.20

18 Ibid Hal. 175 19 Ibid Hal. 175 20 Profil Singkat Soca Tasikmalaya

14

Didirikan oleh Yayasan Kampung Halaman pada awal Maret 2007,

Kampung Halaman adalah Organisasi Nirlaba yang mengembangkan dan

menguatkan peran remaja di komunitas transisi melalui program pendidikan

populer berbasis komunitas untuk transformasi masyarakat yang lebih baik.

Diawali dengan kepercayaan bahwa remaja adalah anggota komunitas

terpenting dimanapun di dunia ini yang bisa menjamin keberhasilan sebuah proses

regenerasi pengetahuan di dalam komunitas. Maka kampung halaman

menggunakan Video Berbasis Komunitas untuk membantu remaja agar lebih

mengenal potensi diri di dalam komunitasnya.21

Selama satu tahun Kampung Halaman melakukan pendampingan di

Tasikmalaya, maka berdiri pula SOCA yang di bentuk pada tanggal 13 April

2008. Asal nama SOCA itu sendiri di ambil dari bahasa sunda yang artinya Mata,

yang mana mata adalah alat panca indera yang sangat besar perannya dalam tubuh

kita dan dilengkapi dengan panca indera lainnya.22

Maka dari itu, diharapkan SOCA dan anak muda khususnya di

Tasikmalaya bisa “melihat” lebih kritis terhadap lingkungan tempat tinggalnya,

dengan menggunakan media Video dan Foto. Media ini diharapkan bisa

mengurangi angka remaja Indonesia yang terjerumus dengan penyalahgunaan

alat-alat modern saat ini. Seperti menjamurnya Video atau Foto bugil anak muda

yang begitu banyak dalam dunia maya.23

21 http://www.kampunghalaman.org/index.php/id/tentang-kh 22 Profil singkat Soca Tasikmalaya 23 Ibid

15

C. Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya.

Diawali dengan kegelisahan tentang kondisi masyarakat Tasikmalaya

pasca gempa dimana rasa solidaritas diantara warga masyarakat Tasikmalaya

dirasakan kurang terhadap korban gempa. Ditambah lagi dengan gempa susulan 3

minggu kemudian yang terjadi di Padang yang mengakibatkan perhatian

masyarakat luas termasuk media massa beralih kesana. Banyak cerita-cerita kecil

yang seharusnya muncul namun sudah tidak tercover lagi di media lain.

Pengalaman langsung penulis ketika mengikuti proses fasilitasi yang

dilakukan oleh Soca Tasikmalaya pada satu komunitas di dalam Program

Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya,

membenarkan hipotesa bahwa memang masih banyak masalah-masalah yang

terjadi di daerah-daerah gempa. Satu satu contoh yang menjadi temuan lapangan

adalah satu keluarga yang masih tinggal ditempat pengungsian sementara, yaitu

sebuah bekas kandang ayam. Padahal saat pertama kali penulis kesana, kejadian

gempa sudah berlalu 2 bulan 23 hari.

Tujuan program ini adalah ingin membangun empati di antara warga

Tasikmalaya dan menjembatani orang yang sedang kesusahan yang punya

kegelisahan punya trauma dengan orang yang tidak tahu dengan kata lain,

program bertujuan membangkitkan berbagai tindakan yang mampu menyuarakan

kepentingan-kepentingan lokal yang belum tersentuh oleh pihak luar.

Setiap proses yang dilakukan dalam program ini tidak akan terlepas dari

ide dasar yaitu memberikan pengetahuan dan pemahaman melek media bagi

16

masyarakat awam yang selama ini terpinggirkan dari konstruksi media

mainstream.

Program yang didukung oleh Yayasan Kampung Halaman dan Ford

Foundation berlangsung sejak Oktober pertengahan dan telah selesai tanggal 26

Desember 2009. Adapun hasil dari programnya itu sendiri adalah 13 Video

Berbasis Komunitas, 2 video lain-lain, 15 Foto Partisipasi, 1 Podcast, dan 2

Tulisan. Programnya itu sendiri telah dilaksanakan di 4 komunitas yang memang

terhitung mengalami kerusakan parah akibat gempa. 4 komunitas yang dilibatkan

dalam program ini adalah Golempang, Sukabhakti, Pasir jaya, dan Citepus.

Dalam pelaksanaan programnya, Soca bekerjasama dengan lembaga

lokal yanga ada di Tasikmalaya seperti Uplink (Urban Poor Linkage), Rumah

Bintang, Oi Trotoar Tasikmalaya, Gepas (Generasi Pasti), Citizen Jurnalisme

Forum, Penggemar Fotografi Tasikmalaya. Selain dari jaringan lokal yang

disebutkan tadi, Soca dalam program ini juga dibantu oleh dua orang remaja dari

Omah Opak, Yogyakarta.24

Melalui program ini, Video Berbasis Komunitas diharapkan dapat

menjadi alat penghubung atau komunikasi antar warga mengenai berbagai

persoalan yang mereka hadapi, menjadi bahan diskusi kelompok untuk bersama-

sama mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan tersebut.

Diawali dengan tahapan pengenalan program bersama remaja dari

komunitas untuk kemudian bersama-sama menentukan ide / tema video yang akan

dibuat. Setelah itu, fasilitator lapangan bersama remaja pembuat video akan

24 Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk

Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009

17

berkeliling kampung untuk mendapatkan gambar (proses syuting) yang sesuai

dengan tema yang telah ditentukan. Jika stok rekaman dirasa sudah mencukupi,

maka tim fasilitator akan membawa hasil rekaman tersebut untuk dieditkan di

sekretariat Soca Tasikmalaya. Pertimbangan untuk membantu proses editing

Video Berbasis Komunitas adalah tidak semua orang akrab dengan teknologi

video apalagi remaja yang tinggal di kampung. Walaupun proses pengeditan

dilakukan oleh Soca namun tetap remaja kampung itu yang menentukan

ceritanya.25

Setelah selesai diedit, Video Berbasis Komunitas yang sudah selesai akan

dikembalikan lagi kepada mereka (komunitas). Dalam artian, Soca Tasikmalaya

bersama dengan remaja kampung tersebut akan mengusahakan pemutaran video-

video dihadapan segenap warga masyarakat disana. Tujuan dari pemutaran adalah

semacam konfirmasi ulang masalah yang terjadi di komunitas. Setelah selesai

menonton biasanya warga diajak untuk berdiskusi tentang isi atau tema video

yang diputar tadi.

Proses pendistribusian hasil program (Video Berbasis Komunitas, Foto

Partisipatori, Dll.) tidak berhenti sampai pemutaran di komunitas saja. Oleh editor

jaringan, hasil dari program ini di upload di blog www.kacapanon.wordpress.com.

Dalam kurun waktu November-Desember (2009) blog ini menjadi semacam

wadah untuk menyebarkan temuan lapangan (hasil program) dari Program

Pendidikan Media Komunitas untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya.26

25 Wawancara dengan Syswandi, Editor video dalam Program Pendidikan Media Komunitas

Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 25 Januari 2010 26 Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk

Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009

18

BAB III

VISI, MISI, DAN TUJUAN PENGGARAPAN

A. VISI

1. Memperlihatkan kegunaan dari Video Berbasis Komunitas sebagai media

yang bersifat partisipatif dalam membangun pola komunikasi yang

demokratis buat masyarakat.

2. Menjembatani permasalahan yang masih tertinggal di komunitas korban

gempa Tasikmalaya, 02 September 2009 yang sudah tidak tercover lagi

oleh media massa mainstream.

B. MISI

1. Memperlihatkan seperti apa proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis

Komunitas dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di

Daerah Gempa Tasikmalaya.

2. Memperlihatkan bentuk lain dari bantuan yang bersifat non materi yang

diberikan kepada korban gempa seperti yang dilakukan oleh Soca

Tasikmalaya dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja

di Daerah Gempa Tasikmlaya.

19

C. TUJUAN PENGGARAPAN

1. Menginspirasi individu-individu atau lembaga-lembaga yang bergerak di

bidang pemberdayaan masyarakat untuk melakukan sesuatu untuk

membantu komunitas-komunitas seperti masyarakat miskin, di lapisan

terbawah, tidak berpendidikan, tinggal di desa atau kampung yang tidak

memiliki kekuasaan atas media agar dapat menggunakannya untuk

kepentingan mereka sendiri.

2. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

FISIP UNS Surakarta.

3. Memperlihatkan keunikan bentuk dan proses pembuatan dari Video

Berbasis Komunitas dibandingkan dengan pembuatan video atau film jenis

lainnya.

20

BAB IV

TAHAPAN PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER

Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film karya Lumiere

bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar

tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali

digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk

film Moana (1962) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter

merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas.27 Sekalipun Grierson

mendapat tentangan dari berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan sampai saat

ini.

Film dapat dibedakan dalam dua kategori besar, yaitu film cerita dan non

cerita atau film fiksi dan film non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi

berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan aktris sedangkan

filn non cerita merupakan kategori film yang mengambil kenyataan sebagai

subyeknya.

Film dokumenter termasuk dalam kategori film non cerita. Selain

mengandung fakta, film dokumenter juga mengandung subjektivitas pembuat.

Subyektivitas disini diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa. Jadi

ketika faktor manusia berperan, persepsi akan kenyataan akan sangat bergantung

pada manusia yang membuat film dokumenter tersebut.28

27 Effendy, Heru. Mari Membuat Film, 2002, Panduan, Yogyakarta. Hal 11 28 Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, 1996, Grasindo, Jakarta. Hal. 14

21

John Ivens, seorang pembuat film dokumenter dari belanda mengatakan

bahwa rasa keotentikan adalah kekuatan utama dari film dokumenter. Tak ada

definisi film dokumenter yang lengkap tanpa mengaitkan faktor-faktor subyektif

pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter bukan hanya cerminan pasif dari

kenyataan yang didokumentasi tapi ada proses penafsiran atas kenyataan yang

dilakukan oleh pembuat film dokumenter.

Menurut rumusan DA Peransi, seorang pembuat film dokumenter,

sebuah film dokumenter yang baik adalah yang mencerdaskan penonton. Pendapat

lain menyatakan, film dokumenter adalah sarana yang tepat untuk

mengungkapkan realitas dan menstimuli perubahan. Jadi yang terpenting dari

sebuah film dokumenter adalah bagaimana film itu dapat menunjukan realitas

pada masyarakat yang dalam keadaan normal tidak melihat realitas itu.29

Dalam pembuatan film dokumenter, kejelian adalah hal yang pokok.

Oleh karena itu dalam pembuatan film memerlukan pemikiran dan proses teknis

yang matang. Suatu produksi program film juga perlu suatu tahap pelaksanaan

produksi yang jelas dan efisien. Setiap tahap harus jelas kemajuannya

dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Perincian tahapan tersebut dikenal

dengan Standard Operation Procedure (SOP), yaitu :

1. Pra Produksi (ide, perencanaan, dan persiapan)

2. Produksi (pelaksanaan)

3. Pasca Produksi (penyelesaian)

29 Ibid Hal. 15

22

I. Pra Produksi

Merupakan tahap awal dari proses produksi, termasuk didalamnya adalah

penentuan ide, pengumpulan bahan berupa data-data untuk mendukung fakta atau

subjek yang dipilih. Tahap Pra Produksi ini sangat penting karena merupakan

landasan untuk melaksanakan produksi dan harus dilakukan dengan rinci dan teliti

sehingga akan membantu kelancaran proses produksi. Jika tahap ini telah

dilaksanakan secara rinci dan baik, sebagian dari produksi yang direncanakan

sudah beres. Kegiatan Pra Produksi meliputi :

1. Memilih Subyek Film Dokumenter (Choosing a Subject)

Ada beberapa kemungkinan yang menjadi dasar untuk memilih subyek.

Subyek film dokumenter bisa berhubungan dengan sejarah, mitos atau legenda,

sosial-budaya, sosial ekonomi, atau yang lainnya. Pertimbangan dipilihnya suatu

subyek bukan hanya karena kebetulan semata tetapi melalui proses panjang,

melalui penelitian dan memiliki dasar pemikiran yang kuat. Dalam sebuah film

dokumenter, apa yang disajikan mengandung subyektivitas pembuatnya, dalam

arti sikap atau opini pembuat film terhadap realita yang didokumentasikannya.

Tugas Akhir berbentuk video dokumenter ini memilih subyek tentang

Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa

Tasikmalaya, dimana isinya nanti tidak hanya sebatas proses / tahapan didalamnya

saja tapi juga dengan latar belakang diadakan kegiatan ini ditambah dengan

pendapat warga dengan dasar pemikiran seperti yang telah disebutkan dalam

uraian sebelumnya.

23

2. Riset (Research)

Riset selalu dilakukan dalam sebuah penelitian. Riset digunakan untuk

mendukung fakta-fakta tentang subyek yang telah dipilih. Riset dilakukan untuk

mendapatkan data-data yang bisa diperoleh melalui wawancara dengan tokoh ahli,

kepustakaan, media massa, internet, dokumen, maupun sumber lain.

Penelitian Tugas Akhir ini sebenarnya sudah dimulai sejak Oktober

2009. Pada kunjungan pertama ke Tasikmalaya, penulis berkesempatan mengikuti

pertemuan antara Soca Tasikmalaya dengan rekan-rekan jaringan mereka disana

untuk melakukan pemetaan dengan tujuan melihat tingkat kerusakan baik itu yang

berupa materiil maupun immateriil untuk kemudian menentukan langkah/tindakan

yang dapat mereka lakukan bersama di daerah gempa Tasikmalaya. Remaja dari

Soca Tasikmalaya Media Center selaku tuan rumah ingin mengajak perwakilan

dari organisasi-organisasi kepemudaan, perguruan tinggi, dll. yang hadir pada saat

itu untuk bekerjasama menentukan bentuk program apa yang hendak dikerjakan.

Setelah melalui proses diskusi yang panjang, akhirnya disepakati bahwa bentuk

program pendidikan media komunitas (fasilitasi pembuatan Video Berbasis

Komunitas, Foto Partisipatory, dll) yang akan mereka berikan untuk remaja dan

warga di daerah gempa Tasikmalaya. Pada kunjungan berikutnya (23 November

2009) selama 2 minggu, Penulis berkesempatan merekam keseluruhan proses

fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas untuk remaja dan warga di daerah

gempa. Komunitas/kampung yang direkam proses fasilitasinya untuk keperluan

Tugas Akhir ini adalah Dusun Citeupus, Desa Santanamekar, Kec. Cisayong,

Kab. Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

24

Selain itu, penulis juga mencari data lewat internet, buku-buku dan media

massa yang berkaitan tentang gempa, video komunitas, dan Soca Tasikmalaya.

3. Mempersiapkan Detail Produksi

Mempersiapkan detail berarti menyiapkan segala hal yang diperlukan

agar proses produksi dapat berjalan lancar. Persiapan-persiapan tersebut antara

lain :

a. Data Teknis.

b. Sinopsis atau tulisan ringkas mengenai garis besar cerita, meliputi

adegan-adegan pokok dan garis besar pengembangan cerita.30

c. Treatment, dapat dijabarkan sebagai perlakuan terhadap hal-hal yang

dijabarkan dalam synopsis. Sebuah uraian mengenai segala urutan

kejadian yang akan tampak dilayar TV atau Video. Uraian ini bersifat

naratif, tanpa menggunakan istilah teknis.31

d. Naskah atau skenario, yaitu cerita dalam bentuk rangkaian sequence

dan adegan-adegan yang siap digunakan untuk titik tolak produksi

film, tetapi belum terperinci.

e. Shooting Script adalah naskah versi siap produksi yang berisi sudut

pengambilan gambar atau angle dan bagian-bagian kegiatan secara

rinci dan spesifik.

f. Timetable Shooting atau penjadwalan syuting yang berbentuk

Shooting Breakdown dan Shooting Schedule.

30 Ibid Hal. 117 31 Sutisno, PCS., Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video, 1993, Grasindo,

Jakarta. Hal. 46

25

II. Produksi

Tahap ini merupakan merupakan kegiatan pengambilan gambar atau

shooting. Pengambilan gambar dilakukan berdasarkan shooting script dan

shooting breakdown dengan pengaturan jadwal seperti yang tercantum dalam

shooting schedule.

Beberapa istilah yang digunakan dalam pengambilan gambar atau

shooting antara lain :

· Shot, adalah sebuah unit visual terkecil berupa potongan film yang

merupakan hasil satu perekaman.32

· Camera Angle, atau biasa disebut sudut pengambilan gambar, adalah

posisi kamera secara relative terhadap subyek atau obyek.

· Sequence, adalah serangkaian shot-shot yang merupakan satu kesatuan

utuh.

· Scene, atau adegan adalah satu shot atau lebih dari suatu lokasi atau

action yang sama.

· Close Up, atau pengambilan terdekat. Tembakan kamera pada jarak yang

sangat dekat dan memperlihatkan hanya bagian kecil subyek (detail),

misalnya wajah seseorang.33

· Long Shot, shot jarak jauh yang kepentingannya untuk memperlihatkan

hubungan antara subyek-subyek dan lingkungan maupun latar belakang.

32 Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, 1996, Grasindo, Jakarta.Hal. 116 33 Ibid Hal. 112

26

· Medium Shot, shot yang diambil lebih dekat pada subyeknya

dibandingkan long shot. Bila objeknya manusia, medium shot

menampilkan bagian tubuh dari pinggang ke atas.34

· Medium Long Shot, atau disebut juga knee shot. Bila obyeknya manusia

maka yang tampak adalah dari kepala sampai lutut, bagian latar belakang

tampak rinci.35

· Composition, komposisi merupakan teknik menempatkan gambar pada

layar dengan proporsional.

· Pan, menggerakan kamera ke kanan dan ke kiri pada poros (as)

horizontalnya.36

· Tilt, gerakan kamera menunduk dan mendongak pada poros

vertikalnya.37

· Traking Shot, shot yang diambil dengan memindahkan kamera mendekat

ke subyek (track in) maupun menjauh dari subyek (track out). Kamera

bisa diletakkan diatas peralatan beroda karet yang bisa disebut Dolly.38

· Follow, gerakan kamera yang mengikuti kemana obyek bergerak.

III. Pasca Produksi

Pasca produksi bisa dikatakan sebagai tahap akhir dari keseluruhan

proses produksi. Tahap ini dilaksanakan setelah semua pengambilan gambar

selesai. Tahap pasca produksi ini meliputi Logging, Editing, dan Mixing.

34 Ibid Hal. 115 35 Ibid Hal. 115 36 Ibid Hal. 115 37 Ibid Hal. 117 38 Ibid Hal. 117

27

Logging merupakan kegiatan pencatatan timecode hasil shooting. Setelah

logging selesai, barulah dilakukan penyusunan gambar sesuai skenario atau

shooting script melalui proses editing. Setelah editing selesai, maka dilakukan

mixing gambar dengan suara. Suara dapat berupa atmosfir, suara asli, background

music, atau narasi. Untuk lebih rinci, tahapan ini terdiri dari :

1. Melihat kembali hasil shooting, kegiatan ini diperlukan agar editor dapat

menangkap suasana dan emosi dalam gambar-gambar yang dimiliki.

2. Logging kaset, kegiatan mencatat keseluruhan hasil pengambilan gambar

yang sudah dilakukan (visual, timecode, audio, dan keterangan).

Pencatatan ini akan memudahkan editor dan sutradara dalam menentukan

gambar-gambar mana yang akan digunakan dan yang tidak akan

digunakan.

3. Paper Edit, setelah mengetahui seluruh gambar yang dimiliki maka editor

membuat paper edit untuk merangkai gambar yang sudah dimiliki.

4. Assembly Editing, pada tahap ini editor menyusun gambar dengan bebas.

5. Rought Cut, berdasarkan treatment, editor mulai menyusun gambar,

memotong sesuai kebutuhan sehingga alur cerita sudah mulai terlihat.

6. Narasi, narasi dibuat berdasarkan treatment dan disesuaikan dengan

gambar.

7. Musik, pemilihan musik dilakukan oleh seorang editor dengan bantuan

penata suara.

8. Fine Cut, pada tahap ini gambar mulai diberi efek dan transisi yang

dibutuhkan.

28

9. Sound Mixing, menyatukan narasi dengan backsound music dan SFX.

10. Titling, pemberian judul dan credit title pada video.

11. Screening, proses melihat kembali keseluruhan hasil editing sebagai bahan

pertimbangan hasil akhir.

12. Duplikasi, memperbanyak master sesuai kebutuhan.

Time Table / Alur Pembuatan Tugas Akhir Pengganti Skripsi

Adapun Alur / Timetable dari keseluruhan proses pembuatan Tugas Akhir

Pengganti Skripsi yang berbentuk Video Dokumenter ini adalah :

· Pra Produksi (Oktober 2009). Kunjungan pertama ke Tasikmalaya,

mengikuti pertemuan Soca Tasikmalaya dengan rekan-rekan jaringan

mereka di Tasikmalaya untuk membahas rencana aksi yang akan

dilakukan untuk membantu warga yang terkena musibah.

· Produksi (23 November 2009 - 01 Februari 2010), Proses Pengambilan

Gambar / Shooting sekaligus Riset Visual di komunitas-komunitas yang

terlibat dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja Di

Daerah Gempa Tasikmalaya.

· Februari – Juni 2010, Kegiatan Pasca Produksi yang meliputi Logging,

Editing, dan Mixing. Disaat yang bersamaan berlangsung juga proses

penulisan naskah Tugas Akhir Pengganti Skripsi ini.

· 05 Juli 2010, Presentasi video dokumenter “Lihat, Rekam, Dan Tonton!”

di depan tim penguji skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

29

BAB V

KESIMPULAN

Denis McQuail dalam bukunya mengatakan bahwa Teori Fungsionalisme

Individual dikembangkan dalam tradisi penelitian pemakaian dan kepuasaan

khalayak media. Dari hasil penelitian yang mencoba menjawab pertanyaan

mengapa pada umumnya orang berhubungan dengan media, saluran media, dan isi

media tertentu; McQuail membagi fungsi penggunaan media menjadi 4 macam.39

Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah :

1. Informasi

2. Identitas Pribadi

3. Integrasi dan Interaksi Sosial

4. Hiburan

Di dalam video dokumenter ini, berdasarkan fungsi media yang telah

disebutkan diatas tadi, ada beberapa fungsi media yang terlihat melalui proses

fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas dalam Program Pendidikan Media

Komunitas untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Fungsi-fungsi tersebut

adalah :

1. Informasi

Melalui pemutaran Video Berbasis Komunitas remaja peserta program dan

juga warga di daerah gempa dapat mengetahui kondisi antar komunitas gempa di

Tasikmalaya. Mereka menjadi tahu bahwa kerusakan akibat gempa itu sendiri

ternyata tidak hanya terjadi di wilayah mereka saja, bahkan kerusakan di wilayah

lain bisa saja lebih parah namun aktivitas tetap berjalan seperti biasa.

39 McQuail, Denis, Teori Komunikasi Msssa SuatuPengantar,1972, Erlangga, Hal. 72

30

Tanggapan Asep N.S. Kepala Dusun Citeupus terhadap acara pemutaran Video Berbasis Komunitas di kampungnya.

“Udah ada yang liat kemarin itu seperti di daerah Manonjaya, ya mungkin parah lebih parah tapi tetap aktivitas jalan terus. Itu dia, mungkin ada yang liat oh…berarti bukan cuma di saya yang rusak tuh”.

2. Identitas Pribadi

Pada awal tim fasilitator mengajak remaja di daerah gempa untuk terlibat

dalam program, mereka memperlihatkan video yang sudah dibuat oleh komunitas

sebelumnya. Rumah Kedua, Salah satu video hasil program menunjukan bahwa

musibah gempa dapat menunjang nilai-nilai pribadi dan meningkatkan

pemahaman tentang diri sendiri.

Adapun scene yang mewakili gambaran fungsi ini adalah:

Diskusi antara fasilitator dengan remaja Citeupus

“Ceritanya tentang apa?” “Ini tuh curhat tentang dirinya, sebelumnya kan, dia itu namanya Indah, sebelumnya kan dia orangnya tertutup banget. Sama orang tuanya tertutup. Jadi sejak kena gempa, sekarang jadi bisa terbuka ke orangtuanya gitu.”

3. Integrasi dan Interaksi Sosial

Setelah pemutaran Video selesai, tim fasilitator dari Soca Tasikmalaya

bersama dengan remaja dari komunitas tersebut akan mengajak segenap warga

yang hadir pada saat pemutaran untuk bersama-sama mendiskusikan ide cerita/isu

yang diangkat lewat video untuk mencari solusi permasalahan yang terbaik.

Sayangnya, proses diskusi pada saat pemutaran Video Berbasis Komunitas di

31

Dusun Citeupus tidak dapat bergulir dikarenakan beberapa faktor teknis dan non

teknis.

4. Hiburan

Dengan mengikuti Program Pendidikan Media Komunitas untuk Remaja

di Daerah Gempa Tasikmalaya, remaja di komunitas gempa dapat mengisi waktu

luang mereka dengan membuat video berbasis komunitas. Selain itu melalui acara

pemutaran video hasil program di hadapan segenap anggota komunitas, video

menjadi pelepas rasa sedih dan trauma untuk sementara waktu.

Tanggapan Ibu Wiwin (warga Sukabakti) terhadap Program

“Biarpun udah gempa tapi anak-anak tetap bersemangat untuk bikin aktivitas gitu kan.”

Tanggapan Juniawati (peserta program) terhadap acara Pemutaran

“Pada dasarnya semua masyarakat sini senang dengan adanya pemutaran film apalagi yang maennya warga sini juga. Bisa ngurangin rasa sedih, soalnya kan abis gempa juga.”

Tanggapan Ibu Wiwin (warga Sukabakti) terhadap acara Pemutaran

“Tuh ada artis tuh..hehehe…jadi hiburan, sejenak bisa ngelupain semuanya deh. Bisa ngelupain kepahitan, trauma, jadi bisa lupa deh dikit.”

32

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Yoga Dkk. 2007. Video Komunitas. Yogyakarta : Insistpress dan

Kawanusa.

BNPB, (Pdf) Laporan Harian Pusdalops BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Rabu, 30 September 2009, (http://www.bakornaspb.go.id/website/index.php?option=com_content&task=view&id=2439) diakses tanggal 25 Desember 2009

Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film. Yogyakarta : Panduan. KACAPANON, Tentang Kacapanon, (http://kacapanon.wordpress.com/about),

diakses tanggal 25 Desember 2009

KAMPUNGHALAMAN, Profil Kampung Halaman, Kamis, 09 Oktober 2008 15:33, (http://www.kampunghalaman.org/index.php/id/tentang-kh) Diakses tanggal 01 Januari 2010.

McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, edisi kedua. Jakarta : Erlangga.

OKEZONE, Gempa Padang Akibat Tumbukan Lempeng Hindia & Asia , Rabu, 30 September 2009 - 18:22 WIB (http://news.okezone.com/read/2009/09/30/337/261325/gempa-padang-akibat-tumbukan-lempeng-hindia-asia) diakses tanggal 25 Desember 2009

Sutisno, PCS. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video. Jakarta : Grasindo.

Sare, Yuni dan Simanjuntak, Frenky, Materi Sanggar Kerja Dasar-Dasar Penelitian Kualitaif dan Penulisan Argument, 4-7 Juli 2009, Kampung Halaman: Yogyakarta.

Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta : Grasindo.

SOLOPOS, BNPB : Jumlah Korban Tewas Gempa Sumbar 1115 Orang, (http://www.solopos.com/2009/channel/nasional/bnpb-korban-tewas-gempa-sumbar-1115-orang-6246) diakses tanggal 25 Desember 2009

TEMPOINTERAKTIF, Baru Enam Daerah Cairkan Dana Rehabilitasi Gempa, Jum'at, 20 November 2009, 13:59 WIB (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/11/20/brk,20091120-209539,id.html) diakses tanggal 25 Desember 2009

33