lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20366952-PR-Gabriella Frederika-Laporan.pdflib.ui.ac.id
Embed Size (px)
Transcript of lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20366952-PR-Gabriella Frederika-Laporan.pdflib.ui.ac.id
-
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT SAMMARIE TRAMEDIFA
JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU,DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA
PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S. Farm.1206329644
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2014
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT SAMMARIE TRAMEDIFA
JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU,DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA
PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S. Farm.1206329644
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2014
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh:Nama / NPM : Gabriella Frederika Punu, S.Farm. / 1206329644Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas IndonesiaJudul Laporan : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie
Tramedifa Jl. Cipinang Muara 1 No. 23C, Pondok Bambu,Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta Periode 17 Juni 15Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagaibagian persyaratan yang diajukan untuk memperoleh gelar Apoteker padaProgram Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
Pembimbing I : T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS. (.................................)
Pembimbing II : Dr. Harmita, Apt. (.................................)
Pembimbing lapangan : Eka Ayu Gustari, S.Si., Apt. (.................................)
Penguji I : (.................................)
Penguji II : (.................................)
Penguji III : (.................................)
Ditetapkan di : DepokTanggal :
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya
sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm.
NPM : 1206329644
Tanda tangan :
Tanggal : 5 Februari 2014
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
melaksanakan dan menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT
SamMarie Tramedifa. Dalam setiap hal pasti ada kesulitan yang menghadang dan
hambatan yang merintangi, termasuk dalam penulisan laporan ini. Namun, dengan
kesabaran dan doa semua dapat teratasi. Sebagai rasa syukur atas semua ini maka
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi
UI sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker dan pembimbing
PKPA di PT SamMarie Tramedifa.
4. T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS. selaku direktur PT SamMarie
Tramedifa atas izin, kesempatan, fasilitas, serta bimbingan yang diberikan
selama PKPA di PT SamMarie Tramedifa.
5. Annisah, S.Si., Apt selaku Pharma Manager dan Eka Ayu G., S.Si., Apt.
selaku DMP Supervisor, pembimbing yang selalu berbagi ilmu dan
pengalaman selama PKPA di PT SamMarie Tramedifa.
6. Bapak Mulahatoropan, S.Kom. selaku GA Manager dan selaku koordinator
selama PKPA di PT.SamMarie Tramedifa.
7. Seluruh staf dan karyawan PBF PT. SamMarie Tramedifa atas bimbingan
dalam pengerjaan tugas khusus, serta pembelajaran selama PKPA.
8. Kedua orang tuaku tercinta dan adik-adikku tersayang yang selalu senantiasa
memberikan cinta dan kasih sayangnya dalam membesarkan, mendidik,
mendukung, serta memberikan doa.
9. Teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 77 atas kebersamaan,
support, kerja sama selama perkuliahan dan PKPA
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
vi
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena keterbatasan ilmu, pengetahuan, dan kemampuan penulis. Untuk itu,
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dan akan dapat
penulis terima dengan senang hati. Tidak ada sesuatu yang dapat penulis berikan,
kecuali doa. Semoga amal baik semua pihak mendapat imbalan yang setimpal dari
Allah SWT. Harapan penulis semoga tugas ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin.
Penulis
2014
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm.NPM : 1206329644Program Studi : Profesi ApotekerFakultas : FarmasiJenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie Tramedifadi PT SamMarie Tramedifa dengan alamat Jl. Cipinang Muara 1 No.23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI JakartaPeriode 17 Juni 15 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengelola,mengalihmedia/formatkan dalam bentuk basis data, merawat, danmempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : DepokPada Tanggal : 5 Februari 2014
Yang menyatakan,
(Gabriella Frederika Punu, S. Farm.)
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
viii
ABSTRAK
Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm.NPM : 1206329644Program Studi : Profesi ApotekerJudul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie
Tramedifa
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT SamMarie Tramedifa denganalamat Jl. Cipinang Muara 1 No. 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, JakartaTimur, DKI Jakarta pada periode 17 Juni 15 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013.Kegiatan PKPA ini bertujuan agar peserta dapat memahami kegiatan yangdilakukan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK) PTSamMarie Tramedifa selaku distributor obat dan alat kesehatan, sertamembandingkannya dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan CaraDistribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Selain itu, juga agar peserta dapatmemahami tugas dan peran apoteker selaku penanggung jawab PBF dan PAKsebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja. Tugas khusus yang diangkatberjudul Kategorisasi Alat Kesehatan dan Penyalur Alat Kesehatan. Tugas khususini bertujuan untuk mengkaji dan memahami kategorisasi alat kesehatan, sertamengkaji dan memahami pengelompokan PAK.
Kata kunci : Tramedifa, PBF, PAK, CDOB, CDAKBTugas umum : xiv + 83 halaman; 36 lampiranTugas khusus : iv + 16 halaman; 1 tabel; 3 lampiranDaftar Acuan Tugas Umum : 10 (1997 - 2012)Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 (2009 - 2012)
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
ix
ABSTRACT
Name : Gabriella Frederika Punu, S. Farm.NPM : 1206329644Program Study : Apothecary ProfessionTitle : Pharmacist Fieldwork Report in PT Sammarie Tramedifa in
Cipinang Muara 1 Street 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit,Jakarta Timur, DKI Jakarta, Period of June 17th to July 15th andJuly 29th to August 16th 2013
Pharmacist Fieldwork implemented in PT SamMarie Tramedifa to address Jl.Cipinang Muara 1 Number 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, East Jakarta,Jakarta in the period June 17 to July 15 and July 29 to August 16, 2013. PKPAactivity is intended that participants can understand the activities carried PedagangBesar Farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK) PT SamMarieTramedifa as a distributor of drugs and medical devices, and compared with CaraDistribusi Obat yang Baik (CDOB) and Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik(CDAKB). In addition, also for participants to understand the tasks and role of thepharmacist as a responsible person of PBF and PAK as a preparation for theprofessional world. Appointed a special task called Kategorisasi Alat Kesehatandan Penyalur Alat Kesehatan. This particular task aims to assess and understandthe categorization of medical devices, as well as reviewing and understanding thegrouping of PAK.
Keywords: Tramedifa, PBF, PAK, CDOB, CDAKBGeneral Assignment: xiv + 83 pages; 36 appendicesSpecific Assignment: iv + 16 pages, 1 table, 3 appendicesBibliography of General Assignment: 10 (1997 - 2012)Bibliography of Specific Assignment: 9 (2009 - 2012)
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................. iHALAMAN JUDUL ................................................................................ iiHALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iiiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ivKATA PENGANTAR ................................................................................ vHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ viiABSTRAK .............................................................................................. viiiABSTRACT ............................................................................................. ixDAFTAR ISI ............................................................................................ xDAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiiiDAFTAR TABEL .................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 11.1 Latar Belakang .................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 32.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) ............................................ 3
2.1.1 Definisi PBF ............................................................. 32.1.2 Landasan Hukum PBF ............................................... 32.1.3 Tugas dan Fungsi PBF ............................................... 32.1.4 Persyaratan PBF ........................................................ 42.1.5 Apoteker Penanggung Jawab PBF ............................... 62.1.6 Tata Cara Perizinan PBF ............................................ 92.1.7 Masa Berlaku Izin PBF .............................................. 122.1.8 Pencabutan Izin PBF .................................................. 122.1.9 Penyelenggaraan PBF ................................................ 122.1.10 Pelaporan Kegiatan PBF ............................................ 14
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) ............................... 152.2.1 Manajemen Mutu ...................................................... 152.2.2 Organisasi dan Manajemen Personalia ........................ 162.2.3 Bangunan dan Peralatan ............................................. 172.2.4 Operasional .............................................................. 192.2.5 Inspeksi Diri ............................................................. 222.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian,
Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali ........................ 232.2.7 Transportasi .............................................................. 242.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak ..................... 242.2.9 Dokumentasi ............................................................ 25
2.3 Penyalur Alat Kesehatan (PAK) ............................................ 272.3.1 Definisi Alat Kesehatan dan PAK .............................. 272.3.2 Landasan Hukum PAK .............................................. 292.3.3 Tugas dan Fungsi PAK .............................................. 29
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
xi
2.3.4 Persyaratan PAK ....................................................... 292.3.5 Tata Cara Perizinan PAK ........................................... 302.3.6 Masa Berlaku Izin PAK ............................................ 312.3.7 Perubahan Izin PAK ................................................. 312.3.8 Pencabutan Izin PAK ................................................ 312.3.9 Penyerahan Alat Kesehatan ........................................ 322.3.10 Sarana dan Prasarana ................................................. 322.3.11 Pemeriksaan PAK ...................................................... 332.3.12 Pelaporan Kegiatan PAK ........................................... 33
2.4 Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) .............. 332.4.1 Sistem Manajemen Mutu ........................................... 332.4.2 Pengelolaan Sumber Daya ......................................... 362.4.3 Penyimpanan dan Penanganan Persediaan ................... 382.4.4 Mampu Telusur Produk (Traceability) ......................... 422.4.5 Penanganan Keluhan ................................................. 432.4.6 Pengembalian/Retur Alat Kesehatan ........................... 432.4.7 Pemusnahan Alat Kesehatan ....................................... 442.4.8 Alat Kesehatan Palsu, Tidak Dapat Dipakai, atau Rusak 452.4.9 Audit Internal ........................................................... 442.4.10 Kajian Manajemen .................................................... 45
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT SAMMARIE TRAMEDIFA ............... 463.1 Profil PT SamMarie Tramedifa ............................................. 46
3.1.1 Sejarah Singkat PT SamMarie Tramedifa .................... 463.1.2 Visi dan Misi PT SamMarie Tramedifa ....................... 47
3.2 Lokasi dan Bangunan PT SamMarie Tramedifa ...................... 483.3 Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa ......................... 483.4 Tugas dan Kewajiban, serta Tanggung Jawab di Tiap Jabatan
PT SamMarie Tramedifa ...................................................... 483.4.1 Direktur ................................................................... 483.4.2 General Affairs Manager ............................................ 503.4.3 Finance Manager ....................................................... 523.4.4 Pharma Manager ....................................................... 543.4.5 Sales dan Marketing Manager .................................... 553.4.6 Supervisor Pharma .................................................... 55
BAB 4 PEMBAHASAN ......................................................................... 584.1 Cara Distribusi Obat yang Baik ............................................. 58
4.1.1 Manajemen Mutu ...................................................... 584.1.2 Organisasi, Manajemen, dan Personalia ....................... 594.1.3 Bangunan dan Peralatan ............................................. 594.1.4 Operasional .............................................................. 614.1.5 Inspeksi Diri ............................................................. 674.1.6 Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali .................................................... 684.1.7 Transportasi .............................................................. 684.1.8 Dokumentasi ............................................................ 69
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
xii
4.1.9 Pelaporan Kegiatan di PBF PT SamMarie Tramedifa .... 694.2 Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik .............................. 70
4.2.1 Sistem Manajemen Mutu ........................................... 704.2.2 Pengelolaan Sumber Daya ......................................... 714.2.3 Penyimpanan dan Penanganan Persediaan ................... 744.2.4 Mampu Telusur Produk (Traceability) ......................... 794.2.5 Penanganan Keluhan, Penarikan Kembali, dan
Pemusnahan Produk .................................................. 794.2.6 Audit Internal dan Kajian Manajemen ......................... 80
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 814.1 Kesimpulan ........................................................................ 814.2 Saran ................................................................................. 81
DAFTAR ACUAN ................................................................................... 82
LAMPIRAN ............................................................................................ 83
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Alur penyaluran barang oleh outlet, rumah sakit, atauapotek ke PT SamMarie Tramedifa ................................... 65
Gambar 4.2. Alur penyaluran barang oleh PT SamMarie Tramedifake distributor lain ............................................................ 66
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Temperatur penyimpanan ....................................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh formulir-1 pengajuan izin PBF ......................... 83Lampiran 2. Contoh formulir-2 pengajuan izin PBF ......................... 84Lampiran 3. Contoh formulir-3 pengajuan izin PBF ......................... 85Lampiran 4. Contoh formulir-4 pengajuan izin PBF ......................... 86Lampiran 5. Contoh formulir-5 pengajuan izin PBF .................... ...... 87Lampiran 6. Contoh formulir-1 pengajuan izin PAK ......................... 88Lampiran 7. Contoh formulir-2 pengajuan izin PAK ......................... 89Lampiran 8. Lanjutan contoh formulir-2 pengajuan izin PAK ............. 90Lampiran 9. Contoh formulir-3 pengajuan izin PAK ......................... 91Lampiran 10. Contoh formulir-4 pengajuan izin PAK ......................... 92Lampiran 11. Contoh formulir-5 pengajuan izin PAK ......................... 93Lampiran 12. Contoh formulir-6 pengajuan izin PAK ......................... 94Lampiran 13. Denah bangunan PT SamMarie Tramedifa lantai 1 ......... 95Lampiran 14. Denah bangunan PT SamMarie Tramedifa lantai 2 ......... 96Lampiran 15. Izin Usaha PBF PT Sammarie Tramedifa ...................... 97Lampiran 16. Izin Usaha PAK PT SamMarie Tramedifa ..................... 99Lampiran 17. Form Berita Acara Pemeriksaan Balai Besar POM di
Jakarta .......................................................................101
Lampiran 18. Pre Audit Izin Pindah Alamat PBF dan PergantianPenanggung Jawab .....................................................
102
Lampiran 19. Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa ................. 103Lampiran 20. Rencana Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa
Periode 2013 2014 ...................................................104
Lampiran 21. Denah Gudang Obat PT SamMarie Tramedifa ............... 105Lampiran 22. Denah Gudang Alat Kesehatan PT SamMarie Tramedifa 105Lampiran 23. Formulir Pengendalian Kondisi Gudang Alat Kesehatan
PT SamMarie Tramedifa ..............................................106
Lampiran 24. Formulir Pengendalian Kondisi Gudang Obat PT 107
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
xiv
SamMarie Tramedifa ..................................................Lampiran 25. Formulir Pengendalian Kondisi Kulkas di Gudang Obat
PT SamMarie Tramedifa ..............................................108
Lampiran 26. Surat Permintaan Barang ............................................. 109Lampiran 27. Faktur Pejualan dari Distributor Lain (Faktur
Pembelian) .................................................................110
Lampiran 28. Surat Permintaan dar PT SamMarie Tramedifa keDistributor Lain ..........................................................
110
Lampiran 29. Salinan Faktur Penjualan PT SamMarie Tramedifa ........ 111Lampiran 30. Salinan Tanda Terima Tukar Faktur PT SamMarie
Tramedifa ..................................................................112
Lampiran 31. Faktur Pajak Pembelian ............................................... 113Lampiran 32. Faktur Pajak Penjualan ................................................ 114Lampiran 33. Nota Retur Penjualan .................................................. 115Lampiran 34. Nota Retur Pembelian .................................................. 116Lampiran 35. Laporan PBF 3 Bulanan .............................................. 117Lampiran 36. Contoh Formulir Laporan Hasil Kegiatan Penyaluran
PAK ............................................................................118
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Adapun dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, diperlukan suatu sumber daya
kesehatan (Presiden RI, 2009).
Obat dan alat kesehatan termasuk perbekalan kesehatan. Pemerintah
menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan
dengan mengelolanya agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan
kesehatan terpenuhi (Presiden RI, 2009). Oleh karena itu, pembentukan dan
proses berlangsungnya kegiatan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
penyaluran dan distribusi obat dan alat kesehatan perlu mendapat persetujuan dan
pengawasan dari pemerintah melalui institusi terkait yang ditunjuk.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penanggung jawab PBF wajib seorang apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan (Menteri
Kesehatan RI, 2011). PBF wajib mengimplementasi dan menerapkan Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sebagai pedoman kegiatan dalam proses
kegiatannya untuk memastikan mutu obat sepanjang jalur distribusi/penyaluran
sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Penyalur Alat Kesehatan (PAK) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat
kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. Produk alat
kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sehingga proses penyalurannya harus berpedoman
pada Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). PBF yang akan
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
2
Universitas Indonesia
melakukan usaha sebagai PAK harus memiliki izin PAK (Menteri Kesehatan RI,
2010).
Apoteker di PBF dan PAK memiliki tanggung jawab yang besar untuk
mengelola perbekalan kesehatan yang didistribusikan, baik obat maupun alat
kesehatan. Oleh karena itu, mahasiswa calon apoteker perlu meningkatkan
pemahaman tentang peran, tanggung jawab, dan kerja apoteker di PBF dan PAK,
salah satu caranya adalah dengan melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di PBF dan PAK. Universitas Indonesia bekerja sama melaksanakan
PKPA dengan PT. SamMarie Tramedifa, selaku PBF dan PAK, pada tanggal 17
Juni 12 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013 demi meningkatkan kemampuan
mahasiswa didiknya. Mahasiswa diharap mampu menyerap ilmu dan mendapat
pengalaman di lapangan melalui kegiatan ini agar dapat diterapkan secara nyata
dalam menjalankan perannya sebagai apoteker kelak.
1.2 Tujuan
Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT SamMarie
Tramedifa bertujuan untuk:
1. Memahami kegiatan yang dilakukan PBF dan PAK PT SamMarie Tramedifa
selaku distributor obat dan alat kesehatan, serta membandingkannya dengan
CDOB dan CDAKB.
2. Memahami tugas dan peran apoteker selaku penanggung jawab PBF dan PAK
sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN UMUM
2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)
2.1.1 Definisi PBF
Definisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1148 Tahun 2011 dan Peraturan
Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat, dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF cabang melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan wajib menerapkan
Cara Distribusi Obat yang Baik (BPOM, 2012).
2.1.2 Landasan Hukum PBF
Penyelenggaraan PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
b. UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekusor.
d. PMK RI Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF.
e. PMK RI Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
f. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 tentang Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB) 2012.
2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF
Tugas dan fungsi PBF berdasarkan PMK RI Nomor 1148 Tahun 2011
adalah:
a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
4
Universitas Indonesia
b. Memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya.
c. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
2.1.4 Persyaratan PBF
Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF
tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, seluruh kegiatan yang
dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB.
2.1.4.1 Tempat/Lokasi
Pemilihan lokasi PBF harus mempertimbangkan segi efisiensi dan
efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan,
serta faktor-faktor lainnya.
2.1.4.2 Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik. Area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan
yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat
dan aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik, serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
5
Universitas Indonesia
pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan
adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (BPOM, 2012).
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:
a. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan
lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang
dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang
kadaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan.
b. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan
penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (misalnya narkotika).
c. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung bahan
radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko
kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan
padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan
debu serta harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu, ruang
istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan
(BPOM, 2012).
2.1.4.3 Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang
memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang
harus dimiliki antara lain:
a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat, seperti lemari obat jadi, lemari
pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer
untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu
penyimpanan rendah
b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan
penyimpanan. Dokumen tersebut misalnya meliputi: blanko pesanan, blanko
faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
6
Universitas Indonesia
jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko
faktur pajak dan stempel PBF
c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-
undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
2.1.5 Apoteker Penanggung Jawab PBF
Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya,
bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat
melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, harus dilakukan
pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang
mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada
penanggung jawab (BPOM, 2012).
Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat
kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya.
Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya dan
tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan
tugasnya (BPOM, 2012).
Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah memiliki
pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,
identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat
dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (BPOM, 2012). Penanggung
jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa fasilitas distribusi
telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik.
Berdasarkan PMK RI No. 889 Tahun 2011, apoteker adalah Sarjana
Farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker, sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/
Asisten Apoteker. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
7
Universitas Indonesia
memenuhi persyaratan sebagai berikut (PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52,
54):
a. Memiliki keahlian dan kewenangan.
b. Menerapkan standar profesi.
c. Didasarkan pada standar kefarmasian dan standar operasional.
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
STRA merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan
kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun selama masih memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan (PMK RI No.
889 Tahun 2011):
a. Memiliki ijazah apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang apoteker yang akan bekerja
sebagai apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan kepada apoteker
untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, apoteker mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan yang harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA, yaitu:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN).
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
8
Universitas Indonesia
b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar.
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
dilakukan apabila:
a. Atas permintaan yang bersangkutan.
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat
izin.
d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan
dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan
rekomendasi KFN.
f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Menurut BPOM (2012), apoteker penanggung jawab PBF memiliki tugas
dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu.
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi.
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat dan/atau bahan obat.
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
9
Universitas Indonesia
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke
dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan
obat.
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu.
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
2.1.6 Tata Cara Perizinan PBF
Berdasarkan PMK RI No. 1148 Tahun 2011 tentang PBF, setiap pendirian
PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (Direktur Jenderal Binfar Alkes) yang dapat diperoleh apabila
pemohon mengajukan permohonan kepada Dirjen Binfar Alkes dengan tembusan
kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai
POM dengan Formulir 1 (Lampiran 1). Untuk memperoleh izin PBF, pemohon
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung
jawab.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
10
Universitas Indonesia
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal,
pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan
apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
g. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
i. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
j. Peta lokasi dan denah bangunan.
k. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
l. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
11
Universitas Indonesia
Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF (PMK RI Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011), yaitu:
a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan administratif.
b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB.
c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal
Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon
dengan menggunakan Formulir 2 (Lampiran 2).
d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil
analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal Binfar
Alkes dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 3).
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal Binfar Alkes
menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4 (Lampiran 4).
f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin c, d, dan e tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pemyataan siap
melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan menggunakan Formulir 5 (Lampiran 5).
g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemyataan
sebagaimana dimaksud pada poin f, Direktur Jenderal Binfar Alkes
menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala
Balai POM.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
12
Universitas Indonesia
2.1.7 Masa Berlaku Izin PBF
Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan. Pengakuan PBF cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF.
2.1.8 Pencabutan Izin PBF
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
c. Izin PBF dicabut.
2.1.9 Penyelenggaraan PBF
Penyelenggaraan PBF diatur dalam PMK RI No. 1148 Tahun 2011 tentang
PBF disebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri. Untuk pengadaan obat , PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat
dari industri farmasi dan/atau sesama PBF sedangkan PBF cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan obat dan/bahan obat dari PBF pusat.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah
memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung
jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan
kepada Dirjen Binfar Alkes atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB (BPOM, 2012). Sertifikat CDOB
akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib
melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai
penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan
petugas yang berwenang.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
13
Universitas Indonesia
Penyelenggaraan PBF diatur dalam PMK RI No. 1148 Tahun 2011 adalah
sebagai berikut:
a. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
b. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.
c. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.
d. Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.
2.1.9.1 Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat, PBF harus melakukan kualifikasi
yang tepat terlebih dahulu. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan
pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya
didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/atau bahan
obat diperoleh dari industri farmasi, fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa
pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB,
sementara jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi
bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib
memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (BPOM,
2012).
2.1.9.2 Penyaluran
Menurut PMK RI No. 1148 Tahun 2011 , PBF hanya dapat menyalurkan
obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
14
Universitas Indonesia
peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
uskesmas, klinik, dan toko obat (selain obat keras).
Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi:
a. Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras
kepada toko obat. PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat
keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteker penanggung jawab
b. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran
psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang
besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:
1. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan.
2. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
2.1.10 Pelaporan Kegiatan PBF
Menurut PMK RI No. 1148 Tahun 2011 tentang PBF, beberapa kegiatan
yang harus dilaporkan PBF:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
15
Universitas Indonesia
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal Binfar Alkesdengan tembusan
kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM.
b. Selain laporan kegiatan 3 bulanan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat, Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan
penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Laporan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
e. Laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
2.2.1 Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat
dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup
prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan
dan partisipasi aktif, serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.
Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB 2012 meliputi sistem
mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantuan
manjamen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi, pemastian mutu
berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi
yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
16
Universitas Indonesia
berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh
manajemen.
Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan,atau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan
diselidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang tepat diambil untuk memperbaiki
dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen
risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan
tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara
teratur.
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem
manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu
yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.
2.2.2 Organisasi dan Manajemen Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
17
Universitas Indonesia
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.
Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan
dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang
dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak
di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung
jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai
peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personel lainnya harus kompeten
dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil
secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan
yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis
berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup
kesehatan, higiene dan pakaian kerja.
2.2.3 Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin
perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi gedung, gudang
dan penyimpanan. Menurut BPOM RI 2012, persyaratan bangunan dan peralatan
sesuai CDOB antara lain:
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, serta area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan
dilaksanakan secara akurat.
b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus
tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
18
Universitas Indonesia
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan
obat yang dapat disalurkan.
d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan
area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat
yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah
terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan
dan keamanan.
g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak
berhak.
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan
debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi
pelaksanaan pembersihan.
k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
19
Universitas Indonesia
Menurut BPOM RI (2013), persyaratan peralatan sesuai CDOB antara
lain:
a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti
termometer, genset, dan chiller.
a. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan
penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan
kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi
yang tepat.
b. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan
obat.
c. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan
kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut,
misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer atau alat lain
pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang
digunakan pada rantai distribusi.
2.2.4 Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan,
pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/atau bahan
obat.
Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan
bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari
pemasok yang disetujui, tidak rusak, dan tidak mengalami perubahan selama
transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa atau
mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan
obat telah kadaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor bets
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
20
Universitas Indonesia
dan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat
penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau
bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke
instansi berwenang, beserta ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau
bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk
verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik dan fitur kemasan
serta label kemasan.
Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat
dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau
non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau
bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat,
serta terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus
diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi
penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau
bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang
dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya
(obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik, atau diduga palsu).
Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai
dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First
Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan
disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi
dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di
lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik,
dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik
untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stok opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
21
Universitas Indonesia
bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan
untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau
bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau
bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan
obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau
bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kadaluwarsa dan berdasarkan FEFO.
Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan
jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau
bahan obat kadaluwarsa. Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian
rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan
harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan
obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan
dikirimkan harus disegel.
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk
penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/pihak yang berwenang atau berhak
untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan
obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, serta nama
dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-
kurangnya informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
22
Universitas Indonesia
b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon, dan status dari
penerima (misalnya apotek, rumah sakit atau klinik).
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan, dan
kekuatan (jika perlu).
d. Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa.
e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu).
f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima
(jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
2.2.5 Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap
sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah
sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri
di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan
dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB
dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya
dilakukan pada bagian tertentu saja.
Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh
personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang
dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan
sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan
CDOB.
Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari
program inspeksi-diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan
harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan
tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
23
Universitas Indonesia
dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan,
penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat Corective Action Preventive Action
(CAPA). CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Jika terjadi keluhan, semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis, serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan, termasuk pengembalian dan penarikan kembali, serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali,
harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali antara lain jika:
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung
jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang.
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-
usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat
untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan
obat dan/atau bahan obat palsu.
Untuk obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, penyalurannya harus
dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari
instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat
tersebut palsu, harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi
yang berwenang.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
24
Universitas Indonesia
2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara, atau kombinasinya.
Apapun mode transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk
mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam
pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai
untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya
selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat
dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang
ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin,
alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara
berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada
kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika
diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan
bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang
dipersyaratkan selama transportasi.
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak, terutama yang terkait dengan keamanan,
khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas
distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa
(transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya).
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak, serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
25
Universitas Indonesia
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang
diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan
terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai
dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat,
personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan, dan pengalaman dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak
tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh
pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi dan
mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukan audit ke pihak
ketiga tersebut.
2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi
(pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi
yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu
dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, dapat ditelusuri dengan sistem
dokumentasi perjalanan distribusi.
c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan
penelusuran (sejarah bets, instruksi dan prosedur), dokumentasi harus tertulis
jelas.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan
rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan
kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
a. Tanggal
b. Nama obat dan/atau bahan obat
c. Nomor bets
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
26
Universitas Indonesia
d. Tanggal kadaluwarsa
e. Jumlah yang diterima/disalurkan
f. Nama dan alamat pemasok/pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah
untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh
personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani
dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis
tangan dan harus tercetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal, dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia
sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali,
disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan
yang tidak sah, kerusakan, dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat
harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dari tanggal pembuatan
dokumen.
Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat
dan atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan
yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk
bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan
nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.
Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.
2.2.9.1 Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait
Menurut pasal 8 PMK RI No. 1148 Tahun 2011tentang PBF:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
27
Universitas Indonesia
kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala
Balai POM.
b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Binfar Alkes setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
e. Laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
2.2.9.2 Pelaporan Narkotika Dan Psikotropika
Menurut UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 14 Ayat 2,
industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,
dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan
menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika
yang berada dalam penguasaannya. Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang
berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan disimpan
dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud
adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan
narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam
penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika. Menurut PMK RI Nomor 912
Tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 7 Ayat 1, pabrik obat dan pedagang besar
farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan
psikotropika setiap bulan.
2.3 Penyalur Alat Kesehatan (PAK)
2.3.1 Definisi Alat Kesehatan dan PAK
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
28
Universitas Indonesia
Menurut PMK RI No. 1191 Tahun 2010 Pasal 1 Angka 1, alat kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Sementara
dalam Pasal 2 turut disebutkan bahwa selain alat kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, alat kesehatan dapat juga mengandung obat
yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses
farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang
diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Definisi lain mengenai alat kesehatan disebutkan dalam Petunjuk Teknis
Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (Juknis CDAKB) menyebutkan bahwa
alat kesehatan merupakan instrumen, apparatus, mesin, alat untuk ditanamkan,
reagen, produk diagnostic in vitro, atau barang lain yang sejenis atau yang terkait,
termasuk komponen, bagian dan perlengkapannya yang:
a. Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan
Formularium Nasional atau suplemennya dan/atau;
b. Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat,
memulihkan, meringankan atau mencegah penyakit pada manusia dan/atau;
c. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia
dan/atau;
d. Dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati;
e. Dimaksud untuk mencegah kehamilan dan/atau;
f. Dimaksud untuk pensucihamaan alat kesehatan dan/atau;
g. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam
mencapai tujuan utamanya.
Penyalur Alat Kesehatan, menurut PMK RI No. 1191 Tahun 2010 dan Juknis
CDAKB, adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai
ketentuan perundang-undangan. Bentuk PAK bisa berupa badan hukum perseroan
terbatas, koperasi, atau perusahaan perorangan yang memiliki izin sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PAK dan PAK cabang untuk dapat
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
29
Universitas Indonesia
menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran alat kesehatan harus
memenuhi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).
2.3.2 Landasan Hukum PAK
PAK memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. PP RI No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
d. PMK RI No. 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan.
e. PMK RI No. 1190/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
2.3.3 Tugas dan Fungsi PAK
Dalam PMK RI No. 1191 Tahun 2010 disebutkan bahwa tugas dan fungsi
PAK mencakup pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran alat kesehatan dalam
jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan.
2.3.4 Persyaratan PAK
Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK, PMK RI No. 1191 Tahun
2010 mencantumkan pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan
yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya
yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik
sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;
d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual untuk perusahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan yang memerlukannya;
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
30
Universitas Indonesia
e. Memenuhi CDAKB.
2.3.5 Tata Cara Perizinan PAK
Untuk dapat diberikan izin PAK, pemohon harus mengikuti tata cara
sebagai berikut:
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
Binfar Alkes melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat menggunakan
contoh Formulir-1 (Lampiran 6).
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat.
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan
menggunakan contoh Formulir-2 (Lampiran 7 dan Lampiran 8).
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal Binfar
Alkes menggunakan contoh Formulir-3 (Lampiran 9).
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan
huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan
dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur
Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat menggunakan
contoh Formulir-4 (Lampiran 10).
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, Direktur Jenderal Binfar
Alkes dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan izin PAK
menggunakan contoh Formulir-5 (Lampiran 11).
g. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jenderal Binfar
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
31
Universitas Indonesia
Alkes mengeluarkan izin PAK menggunakan contoh Formulir 6 (Lampiran
12).
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
2.3.6 Masa Berlaku Izin PAK
Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan:
a. Melaksanakan ketentuan CDAKB.
b. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
c. Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal Binfar Alkes melakukan audit menyeluruh terhadap PAK
paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB.
2.3.7 Perubahan Izin PAK
Perubahan izin PAK harus dilakukan apabila terjadi:
a. Perubahan badan hukum perusahaan.
b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis.
c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel.
d. Perubahan izin PAK dilakukan dengan mengajukan permohonan mengikuti
tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan dengan melampirkan
izin PAK lama asli.
2.3.8 Pencabutan Izin PAK
Izin PAK dapat dicabut apabila:
a. PAK mendistribusikan produk yang tidak memiliki izin edar atau tidak sesuai
dengan klaim yang disetujui pada waktu mendapatkan izin edar.
b. PAK dengan sengaja menyalahi jaminan pelayanan purna jual.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi lagi
persyaratan sarana dan prasarana.
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
32
Universitas Indonesia
2.3.9 Penyerahan Alat Kesehatan
Untuk penyerahan alat kesehatan, harus diperhatikan bahwa:
a. Penyerahan alat kesehatan hanya dapat dilakukan dalam rangka pelayanan
kesehatan dan/atau kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
b. Alat kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya baik cacat fisik maupun
kematian, penyerahannya harus dilakukan oleh orang yang memiliki
kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.3.10 Sarana dan Prasarana
a. PAK wajib mempunyai sarana dan prasarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan dan menjamin kelancaran pelaksanaan penyaluran
pengelolaan, pengadaan, dan penyimpanan.
b. Gudang PAK wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu, kemananan dan kemanfaatan alat kesehatan yang disimpan.
c. PAK wajib melaksanakan pencatatan, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian secara tertib di tempat usahanya.
d. PAK yang menyalurkan alat kesehatan yang memerlukan pelayanan purna
jual, wajib menyediakan atau memiliki jaminan purna jual berupa:
e. Bengkel dengan peralatan yang memadai dan dilengkapi dengan suku cadang
secukupnya dalam rangka perbaikan sesuai dengan alat kesehatan yang
disalurkan;
f. Tenaga ahli atau teknisi yang berpengalaman untuk dapat memperbaiki atau
melakukan reparasi alat kesehatan yang disalurkan; dan
g. Memberikan bantuan rujukan reparasi ke luar negeri untuk produk impor,
apabila ternyata alat kesehatan tersebut tidak dapat diperbaiki di dalam
negeri.
h. PAK wajib melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian
yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tentang CDAKB dan ketentuan lain yang berlaku
Laporan praktek.., Gabriella Frederika, FFar UI, 2014
-
33
Universitas Indonesia
2.3.11 Pemeriksaan PAK
PAK harus bersedia diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal dan kepala dinas kesehatan provinsi.
2.3.12 Pelaporan Kegiatan PAK
PAK wajib melaporkan hasil kegiatan penyaluran setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan kepada kepala
dinas kesehatan provinsi.
2.