Liabilitas-ekuitas (Pak Sesi 4-Kel3)
-
Author
hani-rizky-savitri -
Category
Documents
-
view
61 -
download
7
Embed Size (px)
Transcript of Liabilitas-ekuitas (Pak Sesi 4-Kel3)
LIABILITAS DAN EKUITAS
disusun oleh: Afina Fisabilia Ajeng Santi Ratnatiwi Bimo Muhammad Donny Iskandarsyah Dwi Putra R.A (12/MPA-XXVIC/01) (12/MPA-XXVIC/03) (12/MPA-XXVIC/12) (12/MPA-XXVIC/18) (12/MPA-XXVIC/19)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2013
1
1. LIABILITAS 1.1 Pengertian Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain yang datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Selain itu, KDPPLK paragraf 49 ayat b menyatakan liabilitas merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Kewajiban memiliki tiga kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai akibat transaksi masa lalu. 1. Menjadi pengorbanan sumber ekonomik yang cukup pasti di masa depan (probable future sacrifices of economic benefits). 2. Menjadi kewajiban saat ini atau perioda ini (present obligation) untuk menyerahkan kas, barang, atau jasa di masa datang. 3. Terjadi karena transaksi masa lalu. 1.2 Penggolongan Liabilitas 1.2.1 Kewajiban Lancar (current liabilities) Kewajiban yang likuiditasnya diperkirakan secara layak memerlukan penggunaan sumber daya yang ada yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau penciptan kewajiban lancar lainnya. Terdapat banyak jenis kewajiban lancar yang berbeda, antara lain; hutang usaha, wesel bayar, jatuh tempo berjalan hutang jangka panjang, kewajiban jangka pendej yang diharapkan akan didanai kembali,
2
hutang dividen, deposito yang dapat dikembalikan, pendapatan diterima dimuka, hutang pajak, kewajiban yang berhubungan dengan karyawan. Menurut PSAK No.1 paragraf 67 suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek jika: a) Entitas memperkirakan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam silklus operasi normal; b) Entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan; c) Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jk waktu 12 bln setelah periode pelaporan; atau d) Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya 12 bln setelah periode pelaporan. Entitas mengklasifikan liabilitas yang tidak termasuk katagori tersebut sebagai liabilitas jangka panjang. 1.2.2. Kewajiban Jangka Panjang (long-term liabilities) Kewajiban jangka panjang terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan. Jenis-jenis hutang jangka panjang antara lain; Hutang obligasi, wesel bayar jangka panjang, hutang hipotik, kewajiban pensiun. 1.3 Pengakuan dan Pengukuran Liabilitas Pengakuan Liabilitas berdasarkan KDPPLK paragraf 91 yaitu liabilitas diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban saat ini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal . dalam praktik, kewajiban menurut kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah pihak (misalnya, liabilitas atas persediaan yang belum diterima) pada umunya tidak diakui sebagai liabilitas dalam laporan keuangan. Namun demikian,
3
kewajiban semacam itu dapat memenuhi definisi liabilitas dan , kalau dalam keadaan tertentu criteria pengakuan terpenuhi, maka kewajiban tersebut dapat dianggap memenuhi syarat pengakuan. Dalam kasus ini, pengakuan liabilitas mengakibatkan pengakuan aset atau beban yang bersangkutan.
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban. Pengukuran Liabilitas berdasarkan KDPPLK paragraf 100 a. Biaya historis : liabilitas dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban, atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi liabilitas dalam pelaksanaan usaha yang normal. b. Biaya kini : liabilitas dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara
kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban masa kini. c. Nilai realisasi / penyelesaian (realizable/settlement value).
Liabilitas dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi liabilitas dalam pelaksanaan usaha normal.
Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka
4
pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset. Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskon dan premium obligasi merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif. Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat saat yang pasti. Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai diskonan pembayaran kas masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal (jangka pendek). Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. kewajiban nonmeneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa.
1.4 Penyajian dan Pengungkapan Liabilitas Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang . hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Penyajian akun kewajiban lancar biasanya disajikan sbagai klasifikasi pertama dalam kelompok kewajiban dan ekuitas pemegang saham di neraca.
5
Dalam kelompok kewajiban lancar akun-akun itu dapat dicantumkan menurut jatuh temponya, dalam jumlah yang menurun, atau menurut prefensi likuiditasnya. Penyajian akun kewajiban jangka panjang perusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka panjang dalam jumlah besar seringkali hanya melaporkan satu akun dalam neraca dan mendukungnya dengan komentar serta skedul dalam catatan yang menyertainya. Pengungkapan catatan umumnya berisi dari kewajiban, tanggal jatuh tempo, suku bunga, provisi penarikan, pembatasan yang dilakukan oleh kreditor, dan aktiva yang disepakati atau digadaikan sebagai jaminan. 1.5 Provisi Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti (PSAK No.57 paragraf 10). Provisi dapat dibedakan dari liabilitas lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada provisi terdapat ketidakpastian waktu atau jumlah yang harus dikeluarkan pada masa datang untuk menyelesaikan provisi tersebut (PSAK No.57 paragraf 11 dan Kieso 2011 hal. 677). 1.5.1 Pengakuan Provisi Provisi diakui jika (PSAK No. 57 paragraf 14): entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu; kemungkinan besar (probable) penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; dan estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui. 1.5.2 Pengungkapan Provisi Dalam PSAK 57 Paragraf 84, untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan :
6
nilai tercatat pada awal dan akhir periode; provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah pada provisi yang ada; jumlah yang digunakan yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi selama periode bersangkutan; jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Contoh 1: Perusahaan X memberikan garansi kepada pelanggannya dalam penjualan barang elektronik. Garansi yang diberikan berlaku tiga tahun dari barang yang dijual. Berdasarkan pengalaman masa lalu, ada kemungkinan klaim dari pelanggan yang ebeli barang-barang elektronik tersebut. Q: Apakah Perusahaan X seharusnya mengakui biaya garansi pada laporan posisi keuangannya? A: 1. Garansi ini merupakan kewajiban masakini sebagai akibat peristiwa masa lalu. Peristiwa masa lalu tersebut adalah penjualan barang-barang elektronik dengan garansi yang disertakan. 2. Garansi mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi, sehingga adanya kemungkinan besar (probable) kalim dari para pelanggan terhadap garansi yang telah didapatkan dari pembelian barang-baran elektronik tersebut. Maka, Perusahaan X harus mengakui provisi tersebut. Contoh 2: Seorang karyawan menuntut sebuah perusahaan tempat ia bekerja karena kecelakaan yang menimpanya saat jam kerja sehingga menimbulkan
7
sebuah luka yang cukup serius akibat fasilitas perusahaan tersebut. Pengacara perusahaan tersebut yakin bahwa perusahaan tersebut akan menang dalam penuntutan tersebut. Setelah melakukan investigasi tersebut, pengacara yakin, kemenangan yang akan perusahaan dapatkan diatas 50 persen. Q: Apakah seharusnya perusahaan tersebut mengakui provisi tersebut pada akhir periode? A: Meskipun kecelakaan tersebut dari peristiwa masa lalu, namun perusahaan tersebut tidak harus membayar kerugian kepada karyawannya karena pengacara telah melakukan penyelidikan dan kecil kemungkinan untuk kalah. Maka, Perusahan tidak perlu mengakui provisi tersebut, kecuali jika pegacaranya menyatakan bahwa kemungkinan besar perusahaan akan kalah dalam tuntutan tersebut, maka perusahaan harus mengakui provisi tersebut pada akhir periode. 1.5.3 Pengukuran Provisi IFRS menjelaskan bahwa jumlah yang seharusnya diakui adalah dari estimasi terbaik dari sebuah pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban masa kini. Estimasi terbaik harus sesuai dengan jumlah besaran yang akan entitas bayarkan untuk menyelesaikan kewajbannya pada laporan posisi keuangan (Kieso, 2011, hal 680). PSAK No. 57 paragraf 37 juga menyatakan bahwa estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini adalah jumlah yang rasional akan dibayar entitas untuk menyelesaikan kewajibannya pada akhir periode pelaporan atau untuk mengalihkan kewajibannya kepada pihak ketiga pada saat itu. Dalam menentukan sebuah estimasi terbaik, manajemen entitas harus menggunakan sebuah judgement berdasarkan pengalaman masa lalu atau jenis perusahaan yang sejenis, berdiskusi dengan para ahli dan sebagainya (Kieso, 2011, hal. 680).
8
Namun, jika estimasi yang andal tidak dapat dibuat, maka libilitas yang ada tidak dapat diakui. Oleh karena itu, liabilitas tersebut diungkapkan sebagai liabilitas kontinjensi (PSAK No.57 paragraf 26). 1.6 Liabilitas Kontinjensi 1.6.1 Pengertian Liabilitas Kontinjensi Liabilitas kontinjensi adalah (PSAK No. 57 paragraf 10) 1. Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa lalu, dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas; atau 2. Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena: a. Tidak terdapat kemungkinan entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan
kewajibannya; atau b. Jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
1.6.2 Pengakuan Liabilitas Kontinjensi Menurut PSAK 57 paragraf 28, entitas tidak diperkenankan mengakui liabilitas kontinjensi karena (Kieso, 2011, hal 691): 1. Sebuah kewajban yang mungkin (possible [belum dipastikan sebagai kewajiban masa kini]); 2. Sebuah kewajiban maa kini yang kemungkinan besar tidak dapat dilakukan pembayaran (peyelesaiannya); atau 3. Sebuah kewajiban masa kini yang tidak dapat diukur estimasinya secara andal.
9
Outcome Vitually certain
Probability* At least 90%
Accounting Treatment Report as liability (provision).
Probable (more likely than not) Possible but not probable Remote (Kieso, 2011 hal 691)
51-89% probable
Report as liability (provision).
5-50% Less than 5%
Disclosure required. No disclosure required.
*In practice, the percentage for virtually certain and remote may deviate from those presented here
1.6.3 Pengukuran Liabilitas Kontinjensi Karena kemungkinan arus keluar dalam sebuah penyelesaian kecil, maka entitas harus mengungkapkan liabilitas kontinjensi pada akhir periode pelaporan, menyediakan deskripsi yang singkat darimana asal liabilitas kontinjensi itu berasal dan di mana secara praktis (Kieso, 2011, hal. 691): 1. Estimasi dari dampak keuangannya; 2. Sebuah indikasi dari ketidkpastian yang berhubungan dengan jumlah atau waktu arus keluar; dan 3. Kemungkinan dari penggantian tersebut. Hubungan atara Provisi dan Liabilitas Kontinjensi Secara umum, provisi juga bersifat kontinjensi karena tidak pasti dalam jumlah dan waktu (PSAK No. 57 paragraf 12). Perbedaan mendasar dari kedua liabilitas tersebut adalah (PSAK No. 57 paragraf 13): 1. Provisi yang diakui sebagai liabilitas (dengan asumsi dapat dibuat estimasi andal) karena merupakan kewajiban masa kini dan kemungkinan besar (probable) mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; 2. Sedangkan liabilitas kontinjensi yang tidak diakui sebagai liabilitas karena liabilitas kontinjensi tersebut merupaka salah satu dari berikut ini:
10
a. Kewajiban potensial karena belum pasti apakah entitas memiliki kewajiban kini yang akan menimbulkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; atau b. Kewajiban kini yang tidak memiliki criteria pengakuan secara probable karena estimasi yang memadai dan andal tidak dapat dibuat.
Provisi dan Liabilitas Kontinjensi
Jika, sebagai akibat dari kejadian masa lampau, timbul kemungkinan entitas akan mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dalam rangka menyelesaikan: (a) kewajiban masa kini atau (b) kemungkinan kewajiban yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kemdali entitas. Terdapat kewajiban kini yang kemungkinan besar akan mengakibatkan entitas mengeluarkan sumber daya. Terdapat kemungkinan kewajiban atau kewajiban kini yang kemungkinan, tetapi tampaknya tidak, akan mengakibatkan entitas mengeluarkan sumber daya. Provisi diakui oleh entitas (paragraf 14). Dilakukan pengungkapan Provisi tidak diakui (paragraf 27). Dilakukan pengungkapan Provisi tidak diakui (paragraf 27). Tidak diperlukan pegungkapan (paragraf 86). Terdapat kemungkinan kewajiban atau kewjiban kini sangat kecil kemungkinannya entitas mengeluarkan sumber daya.
mengenai provisi tersebut mengenai liabilitas (paragraf 84 dan 85). kontinjensi tersebut (paragraf 86). Sumber: PSAK No.57 Lampiran A
11
1.7 Aset Kontinjensi 1.7.1 Pengertian Aset Kontinjensi Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam entitas kendali entitas (PSAK No. 57 paragraf 10). Kieso (2011, hal 692) menyebutkan beberapa tipikal dari aset kontinjensi: 1. Kemungkinan penerimaan dana dari hibah, donasi, bonus, hadiah; 2. Kemungkinan merestitusi selisih lebih pembayaran pajak kepada pemerintah; 3. Penundaan menguntungkan. 1.7.2 Pengakuan Aset Kontinjensi Menurut PSAK 57 paragraf 31, entitas tidak diperkenankan mengakui aset kontinjensi. Hal ini disebabkan karena dapat menimbulkan pengakua peghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan, namun jika realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, maka aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset.Outcome Vitually certain Probable (more likely than not) Possible but not probable Remote Probability* At least 90% probable 51-89% probable 5-50% Less than 5% Accounting Treatment Report as aset (no longer contingent). Disclose. No disclosure required. No disclosure required.
kasus
di
pengadilan
yang
kemungkinan
besar
*In practice, the percentage for virtually certain and remote may deviate from those presented here
(Kieso, 2011, hal. 692)
12
Perlu diperhatikan bahwa pengungkapan aset kontinjensi tidak boleh memberikan indikasi yang menyesatkan mengenai kemungkinan timbulnya penghasilan (PSAK No. 57 paragraf 90). Aset Kontinjensi
Jika, sebagai akibat dari kejadian masa lampau, terdapat kemungkinan timbul aset yang keberadaannya akan menjadi pasti hanya dengan terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa yang belum pasti di masa depan, yang (peristiwa itu) tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Arus masuk manfaat ekonomi bagi entitas (pada dasarnya) dapat dipastikan. Aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi (paragraf 33). Dilakukan pengungkapan (paragraf 89). Tidak diperlukan pegungkapan (paragraf 89). Sumber: PSAK No.57 Lampiran A Kemungkinan besar Tidak terdapat
akan terjadi arus masuk kemungkinan besar manfaat ekonomi, tetapi tidak bisa dipastikan. Tidak ada aset yang diakui (paragraf 31). akan terjadi arus masuk manfaat ekonomi. Tidak ada aset yang diakui (paragraf 31).
13
2. EKUITAS Empat bentuk utama organisasi bisnis yaitu : Perorangan Entitas Perorangan bukan suatu badan hukum, dan modalnya tidak terbagi atas saham. Harta kekayaan pribadi pemilik entitas terikat pada utang piutang usaha perorangan. Partnership atau persekutuan Modal firma tidak terbagi atas saham dan para anggota Firma bertanggung jawab renteng atas kewajiban Firma sebagai suatu persekutuan perorangan. Modal suatu persekutuan CV harus dipisahkan antara Modal Pesero Aktif dan Modal Pesero Komanditer. Pesero aktif adalah pesero yang bertindak aktif sebagai pengurus CV. Pesero Komanditer adalah pesero tidak aktif sebagai pengurus CV dan hanya bertanggung jawab sebatas modal CV yang menjadi bagiannya. Corporation atau perseroan Perseroan Terbatas (PT), Modal Perseroan Terbatas terdiri atas saham. Tanggungjawab persero terbatas pada jumlah modal saham yang disetor jika PT telah disahkan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Koperasi Koperasi adalah badan hukum. Modal pokok koperasi adalah simpanan pokok anggota, mirip saham atas nama, tak dapat dipindah tangankan dan dapat diambil kembali bila anggota keluar dari keanggotaan koperasi. Ekuitas koperasi atau kekayaan bersih koperasi adalah simpanan pokok, simpanan lain, pinjaman-pinjaman, penyisihan hasil usaha termasuk cadangan.
14
Dari empat bentuk organisasi bisnis diatas, corporation atau perseroan merupakan bentuk organisasi yang mampu menarik dan mengumpulkan modal dalam jumlah besar. Karakteristik khusus dari bentuk corporation yang mempengaruhi akuntansi termasuk : Pengaruh hukum perseroan atau hukum corporation Siapapun yang ingin mendirikan perusahaan harus melengkapi ketentuan-ketentuan ataupun aspek legalitas yang telah ditentukan oleh pemerintah. Setiap pemerintahan memiliki undang-undang perseroan yang berbeda. Akuntansi untuk permodalan perseroan mengikuti ketentuan undang-undang yang ada. Sistem saham Modal perseroan umumnya terdiri atas sejumlah besar saham. Jumlah saham yang dimiliki menentukan kepemilikan masingmasing pemilik.
Berbagai kepentingan pemilik. Salah satu sumber modal perseroan adalah saham, saham biasa dan saham preferen. Saham biasa melambangkan kepemilikan biasa memiliki hak untuk
perusahaan.
Pemilik
saham
mengendalikan manajemen perusahaan. Sedangkan saham preferen memiliki hak awal untuk mengklaim bagian keuntungan
perusahaan. Berbagai kepentingan ini hanya terdapat di perseroan yang salah satu sumber modalnya adalah saham.
2.1 Pengertian Ekuitas Bedasarkan KDPPLK paragraf 49 dijelaskan bahwa ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua liabilitas.
15
2.2 Penggolongan Ekuitas Ekuitas pemegang saham dipisahkan dalam dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuridis dan modal setoran tambahan, dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumbangan). Modal perseroan dipisahkan antara modal setoran dan laba ditahan.Modal setoran dapat digolongkan menjadi: A. Modal Setoran 1. Share Capital Saham biasa adalah saham yang pelunasannya dilakukan dalam urutan yang paling akhir saat perusahaan dilikuidasi, sehingga resikonya adalah yang paling besar. 2. Share Premium Agio Saham merupakan selisih antara nilai nominal dengan nilai pasar. 3. Accumulated Other Comprehensive Income Seluruh perubahan modal selama periode tertentu kecuali yang berasal dari investasi pemilik dan distribusi ke pemilik. 4. Treasury Shares Treasury Shares adalah saham perusahaan yang dibeli kembali dari peredaran untuk sementara waktu. 5. Non-Controlling Interest Hak non pengendali merupakan pemegang saham minoritas, kepimilikannya tidak signifikan.
B. Laba ditahan Akumulasi perolehan laba ( rugi ) yang tidak dibagi sejak perusahaan berdiri.
16
2.3 Pengakuan dan Pengukuran Ekuitas Berdasarkan KDPPLK paragraf 101, dasar pengukuran yang lazim digunakan perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis. 2.4 Penyajian dan Pengungkapan Ekuitas Berdasarkan PSAK No.1 paragraf 77, disebutkan bahwa entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut dalam laporan posisi keuangan atau laporan perubahan ekuitas, atau catatan atas laporan keuangan: (a) untuk setiap jenis saham: (i) jumlah saham modal dasar; (ii) jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh, dan yang diterbitkan tetapi tidak disetor penuh; (iii) nilai nominal saham, atau nilai dari saham yang tidak memiliki nilai nominal; (iv) rekonsiliasi jumlah saham beredar pada awal dan akhir periode; (v) hak, keistimewaan, dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham, termasuk pembatasan atas dividen dan pembayaran kembali atas modal; (vi) saham entitas yang dikuasai oleh entitas itu sendiri atau oleh entitas anak atau entitas asosiasi; dan (vii) saham yang dicadangkan untuk penerbitan dengan hak opsi dan kontrak penjualan saham, termasuk jumlah dan persyaratan;
17
(b) penjelasan mengenai sifat dan tujuan setiap pos cadangan dalam ekuitas. Berdasarkan PSAK No.1 paragraf 78 bagi entitas yang modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan atau trust, mengungkapkan informasi yang setara sesuai dengan paragraf 77 (a), yang memperlihatkan perubahan selama suatu periode dari setiap jenis penyertaan, hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis penyertaan. Pada PSAK No.1 paragraf 104 mengenai laporan perubahan ekuitas disebutkan bahwa entitas harus menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan: (a) total laba rugi komprehensif selama suatu periode, yang menunjukkan secara terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada kepentingan nonpengendali; (b) untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai dengan PSAK 25; (c) untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-masing perubahan yang timbul dari: (i) laba rugi; (ii) masing-masing pos pendapatan komprehensif lain; dan (iii) transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak
menyebabkan hilang pengendalian.
18
105. Entitas menyajikan, baik dalam laporan perubahan ekuitas atau dalam catatan atas laporan keuangan, jumlah dividen yang diakui sebagai distribusi kepada pemilik selama periode, dan nilai dividen per saham. 106. Pada paragraf 104, komponen ekuitas termasuk, misalnya, masingmasing jenis modal disetor, saldo akumulasi dari masing-masing jenis pendapatan komprehensif lain dan saldo laba. 107. Perubahan ekuitas entitas di antara awal dan akhir periode pelaporan mencerminkan naik turunnya aset neto entitas selama periode. Kecuali untuk perubahan yang timbul dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik (seperti kontribusi modal, akuisisi kembali instrumen ekuitas entitas dan dividen) dan biaya transaksi yang secara langsung berkaitan dengan tranksaksi tersebut, perubahan keseluruhan atas ekuitas selama periode yang
menggambarkan jumlah total pendapatan dan beban (termasuk keuntungan dan kerugian) yang diakibatkan oleh aktivitas entitas selama periode tersebut.
19
REFERENCES
Kieso, Weygandt, and Terry D. Warfield, 2011. Intermediete Accounting: IFRS Edition. United States: Jhon Willey. PSAK 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan PSAK 57 Tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi KDPP
20
21