LI tutor 23 F

35
TUGAS INDIVIDU TUTORIAL Skenario F Blok 23 “Perdarahan Postpartum” Disusun oleh: Nama : Tiara Putri Ramadhani NIM : 04121401026 Kelompok : B3 Kelas : PDU Non-reguler 2012 Tutor: dr. Anita

description

topik pembelajaran tutorial

Transcript of LI tutor 23 F

Page 1: LI tutor 23 F

TUGAS INDIVIDU TUTORIAL

Skenario F Blok 23

“Perdarahan Postpartum”

Disusun oleh:

Nama : Tiara Putri Ramadhani

NIM : 04121401026

Kelompok : B3

Kelas : PDU Non-reguler 2012

Tutor: dr. Anita

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 2: LI tutor 23 F

TAHUN 2015A. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN REPRODUKSI WANITA

Anatomi organ reproduksi wanita secara garis besar dibagi dalam dua golongan yaitu:

genetalia eksterna dan genetalia interna.

1.      Genetalia Eksterna (bagian luar)

Meliputi semua organ-organ yang terletak antara os pubis, ramus inferior dan perineum.

Antara lain:

a.      Mons veneris / mons pubis (daerah tumbuhnya rambut)

        Merupakan bagian yang menonjol (bantalan) berisi jaringan lemak dan sedikit jaringan

ikat yang terletak di atas shympisis pubis. Setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup

oleh rambut-rambut. Mons veneris berfungsi untuk melindungi alat genetalia dari masuknya

kotoran selain itu untuk estetika.

b.      Labia Mayora (bibir besar)

        Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari

mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang.Kedua bibir ini di bagian bawah bertemu

membentuk perineum (pemisah anus dengan vulva). Permukaan ini terdiri dari :

2

Page 3: LI tutor 23 F

1)  Bagian luar      : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut

pada  mons veneris.

2) Bagian dalam  : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar

sebasea (lemak)

Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya dan mengeluarkan cairan

pelumas pada saat menerima rangsangan.

c.       Labia Minora atau Nimfae (bibir kecil)

        Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa rambut. Dibagian atas klitoris,

bibir kecil bertemu membentuk prepusium klitoridis dan di bagian bawahnya bertemu

membentuk frenulum klitoridis. Bibir kecil ini mengelilingi orifisium vagina.

d.      Clitoris (jaringan yang berisi saraf)

        Merupakan sebuah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis laki-laki.

Mengandung banyak urat-urat syaraf sensoris dan pembuluh-pembuluh darah sehingga

sangat peka. Letaknya anterior dalam vestibula.Berfungsi untuk menutupi organ-organ

genetalia di dalamnya serta merupakan daerah erotik yang mengandung pambuluh darah dan

syaraf.

e.       Vestibulum (muara vagina)

          Merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas

klitoris, bagian belakang (bawah) pertemuan kedua bibir kecil. Pada vestibulum terdapat

muara uretra, dua lubang saluran kelenjar Bartholini, dua lubang saluran Skene. Berfungsi

untuk mengeluarkan cairan yang berguna untuk melumasi vagina pada saat bersenggama.

f.       Kelenjar Bartholini (kelenjar lendir)

        Merupakan kelenjar terpenting di daerah vulva dan vagina karena dapat mengeluarkan

lendir. Pengeluaran lendir meningkat saat hubungan seks, dan salurannya keluar antara himen

dan labia minora.

g.      Hymen (selaput dara)

        Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah robek.

Himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang dikeluarkan uterus dan darah

saat menstruasi. Bila himen tertutup seluruhnya disebut hymen imperforata dan menimbulkan

gejala klinik setelah mendapat menstruasi.

h.    Lubang kencing (orifisium uretra externa)

        Tempat keluarnya air kencing yang terletak dibawah klitoris. Fungsinya sebagai saluran

untuk keluarnya air kencing.

i.      Perineum (jarak vulva dan anus)

3

Page 4: LI tutor 23 F

          Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4cm.Terdapat otot-otot yang

penting yaitu sfingter anus eksterna dan internaserta dipersyarafi oleh saraf pudendus dan

cabang-cabangnya.

2.        Genetalia Interna (bagian dalam)

Genetalia interna antara kandung terdiri dari :

a.       Vagina (liang senggama)

         Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan uterus dengan vulva.

Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator

ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak di antara kandung kemih dan rektum.

Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Pada dinding

vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebur rugae dan terutama di bagian bawah. Pada

puncak (ujung) vagina, menonjol serviks bagian dari uterus. Bagian serviks yang menonjol ke

dalam vagina disebut porsio. Porsio uteri membagi puncak vagina menjadi forniks anterior

(depan), forniks posterior (belakang),forniks dekstra (kanan), forniks sinistra (kiri). Sel

dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5.

Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina adalah:

1)   sebagai saluran keluar dari uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu haid dan

sekret dari uterus.

2)   sebagai alat persetubuhan.

3)   sebagai jalan lahir pada waktu partus.

4

Page 5: LI tutor 23 F

b.Uterus (rahim)

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis

(panggul), antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan.  Berfungsi sebagai

tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya seperti buah alpukat dengan berat normal 30-50

gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Diding

rahim terdiri dari 3 lapisan :

1)      Peritoneum

        Yang meliputi dinding uterus bagian luar, dan merupakan penebalan yang diisi jaringan

ikat dan pembuluh darah limfe dan urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding

abdomen (perut).

2)      Myometrium

         Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian

rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat proses persalinan.Diantara serabut-serabut

otot terdapat pembuluh darah, pembulh lymfe dan urat syaraf.

3)      Endometrium

         Merupakan lapisan terdalam dari uterus yang akan menebal untuk mempersiapkan jika

terjadi pembuahan. Tebalnya sususnannya dan faalnya berubah secara siklis karena

dipengaruhi hormon-hormon ovarium. Dalam kehamilan endometrium berubah menjadi

decidua.

         Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama perkembangan.

Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba uterina ke uterus.

(pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina). Endometrium disiapkan

untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum itu sekarang tertanam di dalamnya.

Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung selama kira-kira 40 minggu, uterus

bertambah besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar

pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan fetus.

          Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus berkontraksi secara

ritmis dan mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali ke ukuran normalnya

melalui proses yang dikenal sebagai involusi.

c.Tuba Uterina (saluran telur)

          Tuba uterina atau saluran telur, terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke

arah lateral, mulai dari ostium tuba internum pada dinding rahim.Tuba fallopi merupakan

5

Page 6: LI tutor 23 F

tubulo muskular, dengan panjang sekitar 12 cm dan diametrnya 3 dan 8 mm. Tuba fallopi

terbagi menjadi 4 bagian:

1)      Pars interstitialis (intramularis), terletak di antara otot rahim, mulai dari ostium

internum tuba.

2)      Pars isthmika tuba, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang

paling sempit.

3)      Pars ampularis tuba, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk S

4)      Pars infundibulo tuba, bagian akhir tubae yang memiliki umbai yang disebut fimbriae

tuba.

Fungsi tuba fallopi sangat penting, yaitu untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat

ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi,tempat terjadinya

konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai

bentuk blastula, yang siap mengadakan implantasi.

b.    Ovarium (indung telur)

          Ovarium adalah kelenjar berbentuk buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di

bawah tuba uterina, dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium

berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi

sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah dari ovum primitif

ini mulai mematang dan kemudian cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler

(folikel Graaf).

Sewaktu folikel Graff berkembang, perubahan terjadi di dalam sel-sel ini, dan cairan likuor

folikuli memisahkan sel-sel dari membran granulosa menjadi beberapa lapis. Pada tahap

inilah dikeluarkan hormon estrogen. Pada masa folikel Graff mendekati pengembangan

penuh atau pematangan, letaknya dekat permukaan ovarium, dan menjadi makin mekar

karena cairan, sehingga membenjol, seperti pembengkakan yang menyerupai kista pada

permukaan ovarium. Tekanan dari dalam folikel menyebabkannya sobek dan cairan serta

ovum lepas melalui rongga peritoneal masuk ke dalam lubang yang berbentuk corong dari

tuba uterina. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan dan

dikeluarkan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi.

CIRI-CIRI KEMATANGAN ORGAN REPRODUKSI WANITA

1.       Datangnya menstruasi

2.       Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang

6

Page 7: LI tutor 23 F

3.       Pertumbuhan payudara

4.       Tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina

5.    Panggul mulai melebar

6.       Tangan dan kaki bertambah besar

7.       Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar

8.      Vagina mengeluarkan cairan

9.       Keringat bertambah banyak

10.     Kulit dan rambut mulai berminyak

11.     Pantat bertambah lebih besar

B. PEMERIKSAAN OBSTETRI

KONSEP PEMERIKSAAN OBSTETRI

Keluhan yang menyebabkan kedatangan untuk memeriksakan diri:

a. Berkaitan dengan kehamilan.

• Ingin mengetahui tentang terjadinya kehamilan. 0 Ingin menggugurkan kehamilan

dengan alasan khusus.

• Terjadi penyulit hamil muda:

• Gangguan mual muntah berlebihan.

• Terjadi perdarahan.

• Sakit pada perut.

Keluhan hamil tua:

• Terjadi perdarahan.

• Mengeluarkan air ketuban.

• Gerak anak berkurang atau hiperaktif.

• Terlambat melahirkan.

• Ingin melahirkan karena perut mulai sakit.

b. Berkaitan dengan terdapat infeksi yang menyertai kehamilan:

Gangguan pada genito urinaria. Terdapat keluhan leukorea. Badan panas.

Dalam melakukan pemeriksaan kehamilan dengan urutan sebagai berikut:

• Anamnesa.

• Pemeriksaan kehamilan.

• Diagnosis kehamilan.

• Prognosis kehamilan.

7

Page 8: LI tutor 23 F

• Pengobatan kehamilan.

1. Anamnesa

a. Identifikasi penderita:

- Nama, umur, pekerjaan, suami, agama, dan alamat.

- Keluhan utama yang menyebabkan datang memeriksakan dirinya. Umur untuk menetapkan

risiko tinggi kehamilan bila:

• Kurang dari 19 tahun sudah hamil.

• Di atas dari 35 tahun hamil pertama.

b. Perkawinan:

- Apakah kawin/tidak kawin.

Berapa kali kawin.

Lamanya kawin dan setelah berapa tahun baru hamil.

c. Kehamilan, persalinan, dan kala nifas.

• Apakah kehamilan pertama, kedua, atau lebih.

• Apakah kehamilan ini mendapat gangguan:

• Emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum.

• Terjadi perdarahan hamil muda.

• Atau gangguan hamil tua.

Bagaimana persalinan dan kehamilan yang lalu:

• Apakah spontan B, aterm, dan hidup serta berapa berat lahir bayi.

• Siapa dan dimana pertolongan dilakukan.

• Apakah pertolongan persalinan dengan tindakan:

Vakum-forceps ekstraksi.

- Tindakan seksio sesarea.

- Dilakukan induksi persalinan.

- Jumlah anak yang hidup dan umur anak terkecil.

- Apakah mengalami komplikasi kala nifas. Apakah terdapat keluhan pada kehamilan

ini.

2. Pemeriksaan kehamilan

a. Pemeriksaan keadaan umum:

- Kesan umum:

• Keadaan gizi, anemia, dan ikterus

• Pernapasan sianosis, dispneu.

• Apakah terdapat edema.

8

Page 9: LI tutor 23 F

• Berauk dan tinggi badan.

• Perubahan pignaentasi:

- Chloasma gravidarum.

- Striae alba, striae lividae, dan striae nigra.

- Hiperpigmentasi mama dan areola mama.

• Pemeriksaan umum meliputi:

• Tensi, riadi, temperatur, dan berat badan.

• Pemeriksaan pare dan jantung.

• Pemeriksaan refleks lutut.

b. Pemeriksaan khusus obstetri.

- Inspeksi abdomen:

• Tinggi fundus uteri.

• Pigmentasi dinding abdomen.

• Penampakan gerak janin.

- Palpasi menurut:

• Leopold I-IV.

• Kneble.

• Buddin.

• Ahfeld.

• Kontraksi Braxton Hicks.

• Tanda cairan bebas.

- Perkusi:

• Meteorisme.

• Tanda cairan bebas.

- Auskultasi:

• Bising usus.

• Gerak janin dalam rahim.

• Detik jantung janin.

• Aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan peredaran darah retroplasenter.

d. Pemeriksaan dalam.: Kehamilan muda:

• Tanda Hegar.

• Tanda Chadwicks.

• Tanda Piskacek.

• Adanya kontraksi Braxton Hicks.

9

Page 10: LI tutor 23 F

• Terdapat ballotement.

• Pembukaan serviks.

• Kehamilan Ma:

• Berkaitan dengan kehamilan.

Serviks:

• Perlunakan serviks.

• Pembukaan serviks.

- Ketuban:

• Apakah sudah pecah atau belum.

• Ketegangan ketuban.

Bagian terendah janin:

• Bagian apakah yang terendah dari janin.

• Penurunan bagian terendah.

• Posisi bagian terendah.

Apakah ada kedudukan rangkap.

• Apakah ada penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan

Perabaan forniks:

• Apakah ada bantalan forniks.

• Apakah bagian janin masih dapat didorong ke atas:

• Tentang palvimetri:

Konjugata diagonalis-konjugata vena beberapa cm.

- Perabaan linia innominata.

- Keadaan tulang sakrum dan Binding samping pelvis.

Penonjolan spina ishiadika.

Tentang sudut pubis kurang dari 90° atau lebih.

Sedapat mungkin dengan ukuran sehingga dapat diperkirakan kelancaran persalinan.

e. Pemeriksaan tambahan:

Laboratorium

• Pemeriksaan laboratorium khusus:

Tes biologis kehamilan.

- Fungsi lever, ginjal, dan hormonal.

Laboratorium berkaitan dengan STD

• VDRL-Khan

• HIV-AIDS

10

Page 11: LI tutor 23 F

• Penyakit infeksi dengan kemungkinan kelainan kongenital seperti TORCH dan hepatitis B.

• Alfa fetoprotein:

- Kelainan kongenital CNS.

Pemeriksaan tambahan terhadap kehamilannya:

• Ultrasonografi

Trimester pertama:

• Kepastian kehamilan.

• Kehamilan intra atau ekstrauterin.

• Kehamilan ganda.

• Kelainan kongenital-blighted ovum.

• Kehamilan mola hidatidosa.

• Kehamilan dengan komplikasi perdarahan.

• Menentukan umur hamil.

- Trimester kedua-ketiga:

• Menentukan adanya kelainan kongenital.

• Menentukan posisi pasti kehamilan dan letak plasenta.

• Menentukan umur hamil: – Biparietal.

- Lingkaran perut dan dada.

- Panjang femur. Aktivitas janin dalam rahim.

- Ekstremitas.

- Jantung.

- Pernapasan janin. Keadaan air ketuban.

- Hidramnion-oligohidramnion.

- Kekeruhan air ketuban.

- Penuntun amniosentesis.

Tentang plasenta.

- Besar-lebar plasenta.

- Kalsifikasi plasenta.

- Perdarahan retroplasenter.

Air ketuban janin dalam rahim:

Menentukan maturitas paru.

• Kekeruhan air ketuban.

• Tes biologis Iainnya.

• Jenis kelamin janin dalam rahim.

11

Page 12: LI tutor 23 F

Jumlah air ketuban.

- Amnioskopi: alat khusus amnioskop.

• Kekeruhan air ketuban.

• Identifikasi tentang asfiksia intrauterin dan jumlah air ketuban.

Sitologi cairan vagina:

- Infeksi kandida—trikomonas.

• Infeksi bakteriologis.

• Kemungkinan keganasan serviks.

3. Diagnosis kehanzilatz

Dalam menegakkan diagnosis kehamilan hams dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:

a. Keadaan umum kehamilan:

- Apakah kesehatan optimal untuk bumil.

- Apakah disertai anemia hamil dan jenisnya.

b. Tentang kehamilan:

- Apakah pasti hamil atau tidak.

- Apakah primigravida/multigravida.

- Apakah grandemultigravida.

- Perkiraan umur hamil dan tanggal persalinan.

- Apakah tergolong hamil dengan risiko rendah, meragukan, atau tergolong risiko tinggi.

- Apakah hamil ganda, tunggal, intrauterin, atau ekstrauterin.

- Apakah kehamilannya disertai penyakit ibu atau terjadi komplikasi kehamilan.

Tentang janin:

- Apakah tunggal, ganda, intrauterin, atau ekstrauterin.

- Apakah janin hidup sehat atau terdapat kelainan kongcnital.

- Apakah kehamilan prematuritas, aterm, atau lewat waktu.

- Tentang letak dan kedudukan janin dalam rahim.

- Pertumbuhan janin: IUGR, BBRL, atau janin besar.

d. Tentang keadaan panggul:

• Normal untuk multipara, bila persalinan spontan aterm dan hidup. Normal untuk

primigravida bila:

• Kepala janin masuk PAP pada minggu ke-36.

• Perkiraan persalinan berdasarkan palvimetri dapat berjalan:

- Normal spontan pervaginam.

- Kemungkinan dengan tindakan vaginal atau langsung seksio sesarea.

12

Page 13: LI tutor 23 F

• Apakah pemeriksaan pasien baru atau kelanjutan ANC.

e. Membuat diferensial diagnosis tanda kehamilan pasti dan tidak pasti:

• Tanda pasti kehamilan:

• Merasakan gerak janin dalam rahim.

• Mendengar bunyi jantung janin.

• Melihat kerangka janin dengan rontgen atau USG.

• Teraba bagian janin dalam rahim.

• Tanda tidak pasti kehamilan.

• Pembesaran rahim.

• Perubahan serviks.

• Terasa gerakan janin.

• Gejala subjektif:

- Amenore.

- Mual-muntah.

Merasa gerak janin dalam rahim.

- Sering kencing.

Perubahan mama menuju perubahan hamil.

4. Prognosis kehamilan

Kesimpulan akhir kehamilan dapat digolongkan ke dalam:

• Kehamilan risiko rendah dapat bersalin setempat.

• Kehamilan risiko meragukan dan risiko tinggi bersalin di rumah sakit dengan fasilitas

sehingga tercapai well born baby dan well health mother.

5. Manajemen kehamilan dan persalinan

a. Mengupayakan pengobatan dini penyakit yang menyertai hamil sehingga tidak

menimbulkan komplikasi lanjut.

b. Mencegah kemungkinan komplikasi hamil sehingga tidak berlanjut, terutama pre-

eklampsia dan eklampsia.

c. Melakukan preventif persalinan sehingga komplikasi dapat ditiadakan atau diatasi dengan

segera.

d. Manajemen: pseodosiesis.

Aspek psikologis dan pengobatan untuk induksi menstruasi.

13

Page 14: LI tutor 23 F

C. PERDARAHAN POSTPARTUM

Pengertian Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III

selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).

Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai

penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai

10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang

dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan

postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan

sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan

yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya

jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh

dalam syok (Mochtar, 1995).

Penyebab Perdarahan Postpartum

Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :

1. Atonia uteri 50% - 60%

2. Retensio plasenta 16% - 17%

3. Sisa plasenta 23% - 24%

4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%

5. Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).

Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24

jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam

pertama.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24

jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

14

Page 15: LI tutor 23 F

Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total

tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah

sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi

lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita

pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain

(Wiknjosastro, 2005).

Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum

15

Page 16: LI tutor 23 F

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Perdarahan Postpartum Primer

Pengertian Perdarahan Postpartum Primer

Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam

pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri (Manuaba, 1998).

Penyebab Perdarahan Postpartum Primer

a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada

bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting

dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan

tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut

mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk

angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot

berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk

berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :

16

Page 17: LI tutor 23 F

1. Partus lama

2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,

hidramnion atau janin besar

3. Multiparitas

4. Anestesi yang dalam

5. Anestesi lumbal

Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III

persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan

plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro,

2005).

b. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin

lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian

plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)

2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua

sampai miometrium (plasenta akreta)

3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di

bawah peritoneum (plasenta perkreta).

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak

adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi

lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta

(inkarserasio plasenta).

c. Sisa Plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara

efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi

segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta

17

Page 18: LI tutor 23 F

segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang

hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).

d. Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan

dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina

(Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan

perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah

persalinan.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.

Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah

perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,

serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan

robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.

Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan

pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan

dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).

e. Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat

secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah

dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba

dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah

kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali

pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio

uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut

2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan

itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa

menyebabkan syok.

18

Page 19: LI tutor 23 F

Penanganan Perdarahan Postpartum Primer

Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-

kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah

penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai

sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan

manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan

dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan

antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada

trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat

membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada

perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila

sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus

berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar

Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan,

dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah

ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir

diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena)

(Mochtar, 1995).

Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari

dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum.

Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk

mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg

ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi

lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa

banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu

depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada

persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan

perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu

ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan

19

Page 20: LI tutor 23 F

lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk

mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).

Manajemen Aktif Kala III

Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk

mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah

perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane,

2002) :

a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu dua menit

setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu intervensi

paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat

uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam

mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama. Syntometrine (campuran

ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine

dikaitkan dengan lebih banyak efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan

darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum

lebih mahal dan memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan

Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan dipotong setelah

persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat

mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan

penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari

plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan

hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia

zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini

adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan melakukan

tekanan terhadap rahim melalui perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah dengan sangat hati-

hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke atas

pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya

hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu

plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila

plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut.

20

Page 21: LI tutor 23 F

Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer

a. Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan

kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi

seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun

fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan

terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan

adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di

bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada

usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun

(Wiknjosastro, 2005)

Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi yang prima

seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah menyangkut

dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada usia kurang dari 20

tahun. Adapun risiko yang mungkin terjadi jika hamil di bawah 20 tahun antara lain

keguguran, preeklampsia (tekanan darah tiggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan

kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi belum sempurna, bayi

lahir sebelum waktunya, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), fistula vesikovaginal

(merembesnya air seni ke vagina), fistula retrovaginal (keluarnya gas dan tinja dari vagina)

dan kanker leher rahim. T yang kedua adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun.

Risiko yang mungkin terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya

keguguran, preeklampsia, eklampsia, timbulnya kesulitan pada persalinan, perdarahan, BBLR

dan cacat bawaan (Suryani, 2008).

Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ibu yang berumur

di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum

3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu penelitian

Najah (2004) menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% umur ibu di bawah 20 tahun

dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan

postpartum.

21

Page 22: LI tutor 23 F

b. Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada

peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima

perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat

mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah),

dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan

kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003).

Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua,

menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan

antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila

hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.

Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani (2008), dari beberapa

penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna

antara penggunaan pelayanan obstetri dan tingkat pendidikan ibu.

c. Paritas

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada

paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi

persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama

kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan

melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko

komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan

yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)

mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas,

lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik

yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan

keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan

(Wiknjosastro, 2005).

22

Page 23: LI tutor 23 F

Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko

yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Penelitian

Miswarti (2007) menyatakan proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer

dengan paritas 1 sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%,

serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.

Demikian juga dengan penelitian Milaraswati (2008) menyatakan bahwa proporsi ibu yang

mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas >4 yaitu 69% dan didapatkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.

d. Jarak Antar Kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran

berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya

komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008)

menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena

persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan

kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun

agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan

anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.

Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya

perdarahan pasca persalinan.

Menurut penelitian Yuniarti (2004) proporsi kasus dengan jarak antar kelahiran kurang dari 2

tahun sebesar 41% dengan OR jarak antar kelahiran 2,82. Hal ini berarti ibu yang memiliki

jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan pasca

persalinan.

e. Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan

persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada

terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan

buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,

persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum

dan postpartum.

Menurut Sulistiowati (2001) yang dikutip Suryani (2008), bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara riwayat persalinan buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca persalinan

23

Page 24: LI tutor 23 F

dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk dibanding

dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Wylie, Linda. 2011. Esensial Anatomi & Fisiologi dalam Asuhan Maternitas. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida Bagus, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta:

EGC.

Pearce, Evelin C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Gibson, John, MD. 2000. Anatomi dan Fisiologi Modern. Jakarta : EGC.

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. 1983. Obstetrifisiologi.

Bandung: Elemen.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26440/4/Chapter%20II.pdf

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=307

24