Li Laporan Blok 11 Tutor

68
LEARNING ISSUE 1. ANAMNESIS Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data : 1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) 2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) 3. Riwayat Kesehatan Keluarga 4. Riwayat Sosial dan Ekonomi Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 1. Riwayat Penyakit Sekarang, Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian

description

li aja

Transcript of Li Laporan Blok 11 Tutor

LEARNING ISSUE1. ANAMNESISAnamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan

berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara

anamnesis (The Sacred Seven).

Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara

mencari data :

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

4. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah

identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang,

Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan

yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan,

misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :

1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)

2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)

3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)

4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)

5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.

6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.

7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.

Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :

1. Lokasi Sakit

Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut

secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan

dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.

Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan

duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan duodenum, hati, kandung empedu;

di atas hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.

Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau

duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas lambung dan duodenum; bawah belikat kanan kandung empedu; bahu kanan duodenum, kandung empedu,

diafragma kanan; bahu kiri diafragma kiri.

2. Onset dan kronologis

Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama.

Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.

Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik curiga ulkus peptikum, malam hari ulkus peptikum dan tiap pagi dyspepsia non ulkus.

3. Kualitas (sifat sakit)

Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit yang

tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi

organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak

biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa

sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).

4. Kuantitas (derajat sakit)

Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari

penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan

seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya.

Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya

mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.

5. Faktor yang memperberat keluhan.

Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik,

keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit,

seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/

minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas.

Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,

peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis.

6. Faktor yang meringankan keluhan.

Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan

minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna

bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau hati.

7. Keluhan yang menyertai

Perlu ditanyakan keluhankeluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya,

misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :

- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?

- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?

- Adakah ikterik ?

- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?

- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin

atau badan lemas ?

- Adakah penurunan berat badan ?

Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.

2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga

pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.

3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak

keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.

4. Riwayat sosial dan ekonomi

Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan

pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

TAHAP TAHAP ANAMNESIS

terdiri atas:

1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.

2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari sisi penyakit maupun perspektif pasien.

3. Essential background information.

ISI (content) yang terdiri atas :

1. Disease framework

2. Illness framework

Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further exploration.

Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The

Sacred Seven) merupakan bagian dalam disease framework, dan berguna untuk mencari

kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.

Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai

berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari initial exploration; Riwayat Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan bagian dari essential background information.

KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN ANAMNESIS

KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :

1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya (dengan kata kata pasien sendiri).

2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.

3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.

4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/ dorongan, adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.

5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.

6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan suatu keterangan tambahan.

7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.

8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan istilah istilah medis yang tidak dipahami pasien.

9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

2. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan dengan 4 cara : Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

a. InspeksiAdalah memeriksa dengan melihat dan mengingat .

Langkah kerja : Atur pencahayaan yang cukup

Atur suhu dan suasana ruangan nyaman

Posisi pemeriksa sebelah kanan pasien

Buka bagian yang diperiksa

Perhatikan kesan pertama pasien : perilaku, ekspresi, penanmpilan umum, pakainan, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.

Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi tubuh pasien.

b. Palpasi

Adalah pemeriksaan dengan perabaan, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan tangan.

Cara kerja :

Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi

Cuci tangan

Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya

Yakinkan tangan hangat tidak dingin

Lakukan perabaan secara sistematis , untuk menentukan ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan :

Jari telunjuk dan ibu jari --> menentukan besar/ukuran

Jari 2,3,4 bersama --> menentukan konsistensi dan kualitas benda

Jari dan telapak tangan --> merasakan getaran

Sedikit tekanan --> menentukan rasa sakit

c. Perkusi

Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara perantara jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ didalam tubuh.

Cara Kerja :

Lepas Pakaian sesuai dengan keperluan

Luruskan jari tengah kiri , dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan diperkusi.

Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan diatas jari kiri, dengan lentur dan cepat, dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.

Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.

b. Auskultasi

Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan menggunakan alat STETOSKOP.

Bagian-bagian stetoskop :

Ear Pieces --> dihubungkan dengan telinga

Sisi Bell ( Cup ) --> pemeriksaan thorak atau bunyi dengan nada rendah

Sisi diafragma ( membran ) --> Pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada tinggi.

Cara Kerja :

Ciptakan suasana tenang dan aman

Pasang Ear piece pada telinga

Pastikan posisi stetoskop tepat dan dapat didengar

Pada bagian sisi membran dapat digosok biar hangat

Lakukan pemeriksaan dengan sistematis sesuai dengan kebutuhan.

PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER

KEPALA

Cara Kerja :1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri

2. Bila pakai kaca mata dilepas3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.MATA

A. Bola mata

Cara Kerja :

1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus.

2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.

3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri

4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm

5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.

B. Kelopak Mata

1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi, xantelasma.

2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata

C. Konjungtiva, sclera dan kornea

1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan

2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )

3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan ( norma : putih )

4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan dan jernih )

D. Pemeriksaan pupil

1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan

2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial

3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan dan kiri

Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm

Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis

E. Pemeriksaan tekanan bola mata

Tampa alat :

Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.

Dengan alat :

Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )

F. Pemeriksaan tajam penglihatan

1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.

2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang ditunjuk perawat.

3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau dengan alat penutup ).

4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.

5. tentukan tajam penglihatan pasien

G. Pemeriksaan lapang pandang

1. perawat berdiri di depan pasien

2. bagian yang tidak diperiksa ditutup

3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )

4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan

5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari

TELINGA

Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani

1. Atur posisi pasien duduk

2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi atau bejolan.

3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi, cerumen, dan cairan yang keluar.

4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat adanya nyeri telinga.

5. Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.

6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )

7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.

Pemeriksaan fungsi pendengaran

Tujuan :

menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau konduksi.Tehnik pemeriksaan :

1. Voice Test ( tes bisik )

Cara Kerja :Dengan suara bilangan

a. perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter

b. bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup

c. bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )

d. beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut

e. bandingkan dengan telinga kiri dan kanan

Dengan suara detik arloji

a. pegang arloji disamping telinga pasien

b. beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak

c. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih terdengar pada jarak 30 cm )

d. lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan

2. Test garputala

Rinne test

a. Perawat duduk di sebelah sisi pasien

b. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tangan

c. letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar memberitahu bila tidak merasakan getaran.

d. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberutahu mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.

Weber test

a. getarkan garputala

b. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien

c. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.

Scwabach Test

a. Getarkan garputala

b. letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien

c. kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa.

3. Test Audiometri

Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan a. Test Romberg

b. Test Fistula

c. Test Kalori

HIDUNG DAN SINUSInspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus

1. Pemeriksa duduk di hadapan pasien

2. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang, dan bentuk khusus hidung.3. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri4. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat : adanya nyeri tekanInspeksi hidung bagian dalam

1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien

2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari

3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.

4. masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.

Pemeriksaan potensi hidung1. Duduklah dihadapan pasien

2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan napas lewat hidung.

3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan bandingkan kanan dan kiri.

Pemeriksaan fungsi penghidu1. Mata pasien dipejamkan

2. Salah satu lubang hidung ditekan

3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta pasien untuk menebaknya

4. Lakukan pada ke dua sisi.

MULUT DAN TONSIL1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa

2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing

3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa

4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.

5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.

6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh A , amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.

7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang tonsil.

LEHER

Kelenjar Tyroid

Inspeksi :

Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan

Palpasi :

Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.

Auskultasi :

Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat )

Trakhea

Inspeksi :

Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),

Normalnya : simetris ditengah.

JVP ( tekanan vena jugularis )

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum.

Atau

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol (titik setinggi manubrium s.) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris.

Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.

Bising Arteri Karotis

Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.

PEMERIKSAAN THORAX DAN PARU

Tujuan Pemeriksaan :

Mengidentifikasi kelaian bentuk dada

Mengevaluasi fungsi paru

A. INSPEKSI

Cara Kerja :

1. Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring

2. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris, 3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.

4. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napasNormalnya : Gerak napas simetris 16 24 X, abdominal / thorakoabdominal, tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.

Abnormal :

Tarchipneu ( napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung

Bradipneu ( napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM, stroke

Cheyne Stokes ( napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.

Biot ( Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal : meningitis

Kusmoul ( Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis metabolic Hyperpneu ( napas dalam, dengan kecepatan normal Apneustik ( ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada lesi pusat pernapasan. Dangkal ( emfisema, tumor paru, pleura Efusi.

Asimetris ( pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.

5. Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.

B. PALPASI

Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring

2. lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan konsistensi, besar, mobilitas )

3. Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke dua ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat : gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru ( normalnya 3-5 cm ).

AtauDengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru

4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas, minta pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.

Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru

Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.

C. PERKUSI

Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk

2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas batas paru

Batas paru normal : Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri

Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi

Abnormal : Meningkat ( anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites

Menurun ( orang tua, emfisema, pneumothorax3. lakukan perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara perkusi :

Normalnya : sonor/resonan ( dug )Abnormal : Hyperresonan ( menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas

Kurang resonan ( deg : fibrosis, infiltrate, pleura menebal Redup ( bleg : fibrosis berat, edema paru

Pekak ( seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosisD. AUSKULTASI

Cara kerja :

1. Atur posisi pasien duduk / berbaring

2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru, catat : suara napas dan adanya suara tambahan.

Suara napasNormal : Trachea brobkhial ( suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih keras dan pendek dari ekspirasi.

Bronkhovesikuler ( suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ), inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.

Vesikuler ( suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.

Abnormal : Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie, fibrosis )

Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru

Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema

Suara tambahan

Normal : bersih, tidak ada suara tambahan

Abnormal :

Ronkhi ( suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada bronchus.

Krepitasi / rales ( berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan ( seperti gesekan rambut / meniup dalam air )

Whezing ( suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.

3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, , catat bunyi resonan Vokal :

Bronkhofoni ( meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris, cavitas paru )

Pectoriloguy ( meningkat sekali, suara jelas

Egovoni ( sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )

Menurun / tidak terdengar ( Efusi pleura, emfisema, pneumothorax

PEMERIKSAAN JANTUNG

A. INPEKSI

Hal hal yang perlu diperhatikan :1. Bentuk perkordial

2. Denyut pada apeks kordis

3. Denyut nadi pada daerah lain

4. Denyut vena

Cara Kerja :

1. buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30

2. Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien3. Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa4. Amati dan catat bentuk precordial jantung

Normal ( datar dan simetris pada kedua sisi, Abnormal ( Cekung, Cembung ( bulging precordial )

5. Amati dan catat pulsasi apeks cordisNormal ( nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).Sulit dilihat( payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi perikard.

Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan bergetar ( Thrill ).

6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik

NormaL ( Hanya pada daerah ictus

7. Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis

Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat pada vena jugularis interna dan eksterna.

B. AUSKULTASI

Hal hal yang perlu diperhatikan :1. Irama dan frekwensi jantungNormal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 100 X/mnt

2. Intensitas bunyi jantung

Normal : Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2 Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 23. Sifat bunyi jantung

Normal : bersifat tunggal.

Terbelah/terpisah dikondisikan ( Normal Splitting ) Splitting BJ 1 fisiologik

( Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat Ekspirasi maksimal, kemudian napas ditahan sebentar .

Splitting BJ 2 fisiologik

( normal Spliting BJ2, terdengar sesaat setelah inspirasi dalam

Abnormal :

Splitting BJ 1 patologik ( ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB )

Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada RBBB, ASD, PS.

4. Fase Systolik dan DyastolikNormal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )

Abnormal :

Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek

Tedengar bunyi fruction Rub ( gesekan perikard dg ephicard.

5. Adanya Bising ( Murmur ) jantung( adalah bunyi jantung ( bergemuruh ) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi ( pusaran abnormal ) dari aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.

Normal : tidak terdapat murmur

Abnormal : terdapat murmur ( kelainan katub , shunt/pirau

6. Irama Gallop ( gallop ritme )

( Adalah irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel

Normal : tidak terdapat gallop ritme

Abnormal :

Gallop ventrikuler ( gallop S3 )

Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 )

Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )

Cara Kerja :

1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan

2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1, splitting BJ2, dan murmur Bj2.

3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral, simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2, splitting BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.

4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.

5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.

C. PALPASI

Cara Kerja :

1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.

Normal ( tidak ada pulsasi

2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave.

Normal ( terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )Abnormal ( ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift

3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.

Normal : teraba, sulit diraba

Abnormal : mudah / meningkat

D. PERKUSI

Cara Kerja :

1. Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial, catat perubahan perkusi redup

2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan suara perkusi redup.

3. Tentukan batas-batas jantung PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK

A. Inspeksi

1. posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.

2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara

Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar

3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi

4. Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan lesi.

Normal : gelap, menonjol5. Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.

B. PALPASI

Cara Kerja :

Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri.

Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan.

Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kea rah areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

INSPEKSI

Cara Kerja :

1. Kandung kencing dalam keadaan kosong

2. Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi

3. Kedua lengan, disamping atau didada

4. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan terakhir

5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perut

Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi

Abnormal :

Strie berwarna ungu ( syndrome chusing

Pelebaran vena abdomen ( Chirrosis

Dinding perut tebal ( odema

Berbintil atau ada lesi ( neurofibroma

Ada masa / benjolan abnormal ( tumor

6. Perhatikan bentuk perut

Normal : simetris

Abnormal :

Membesar dan melebar ( ascites

Membesar dan tegang ( berisi udara ( ilius )

Membesar dan tegang daerah suprapubik ( retensi urine

Membesar asimetris ( tumor, pembesaran organ dalam perut

7. Perhatikan Gerakan dinding perut

Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan peristaltic pada orang kurus.

AbnormaL:

Terjadi sebaliknya ( kelumpuhan otot diafragma

Tegang tidak bergerak ( peritonitis

Gerakan setempat ( peristaltic pada illius

Perhatikan denyutan pada didnding perut

Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus

8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

AUSKULTASI

Cara Kerja :

1. Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu

2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kwadaran kanan bawah ), cata bising dan peristaltic usus.

Normal : Bunyi Klikc Grugles , 5-35X/mntAbnormal : Bising dan peristaltic menurun / hilang ( illeus paralitik, post operasi

Bising meningkat metalik sound ( illius obstruktif

Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi )( diare, kelaparan

3. Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).

Normalnya : tidak ada

4. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,

Normal : tidak ada.

PERKUSI

Cara Kerja :

1. lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya perubahan suara perkusi :Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )

Abnormal :

Hypertympani ( terdapat udara

Pekak ( terdapat Cairan

2. lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.

Cara :

Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar bunyi redup, untuk menentukan batas bawah hepar.

Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas

Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 da 2 untuk menentukan batas-batas hepar yang lain.

PALPASI

Cara Kerja :

1. Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.

2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut

3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces yang mengeras.

4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ

Hati

Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12

Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar bawah / di bawah kostae.

Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan besar, konsistensi dan bentuk permukaan.

Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya.

Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.

Abnormal :

Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul ( hepatomegali

Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler ( hepatoma

Lien

Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12

Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.

Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya. Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran

PEMERIKSAAN

SISTEM MUSKULOSKELETAL

OTOT

Hal hal yang perlu diperhatikan :

Bentuk, ukuran dan kesimetrisan otot

Adanya atropi, kontraksi dan tremor, tonus dan spasme otot

Kekuatan otot

UJi Kekuatan OtotCara kerja :

Tentukan otot/ektrimitas yang akan di uji

Beritahu pasien untuk mengikuti perintah, dan pegang otot dan lakukan penilaian.

Penilaian :

0 ( Plegia ) : Tidak ada kontraksi otot

1 ( parese ) : Ada kontraksi, tidak timbul gerakan

2 ( parese ) : Timbul gerakan tidak mampu melawan gravitasi

3 ( parese ) : Mampu melawan gravitasi

4 ( good ) : mampu menahan dengan tahanan ringan

5 ( Normal ): mampu menahan dengan tahanan maksimalTULANG

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

Adanya kelainan bentuk / deformitas

Masa abnormal : besar, konsistensi, mobilitas

Tanda radang dan fraktur

Cara kerja :

Ispkesi tulang, catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal.

Palpasi tulang, tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi

PERSENDIAN

Hal-hal Yang perlu diperhatikan :

Tanda-tanda radang sendi

Bunyi gerak sendi ( krepitasi )

Stiffnes dan pembatasan gerak sendi ( ROM )

Cara Kerja :

Ispeksi sendi terhadap tanda radang, dan palpasi adanya nyeri tekan

Palpasi dan gerakan sendi, catat : krepitasi, adanya kekakua sendi dan nyeri gerak

Tentukan ROM sendi : Rotasi, fleksi, ekstensi, pronasi/supinasi, protaksi, inverse/eversi,

PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Angkat Tungkai Lurus Angkat tungkai pasien, luruskan sampai timbul nyeri, dorsofleksikan tungkai kaki

Abnormal : nyeri tajan ke rah belakang tungkai ( ketegangan / kompresi syaraf

2. Uji CTS ( Carpal Tunnel Syndrome )

Uji PHALENS

Fleksikan pergelangan tangan ke dua tangan dengan sudut maksimal, tahan selama 60 detik.

Abnormal : Baal / kesemutan pada jari-jari dan tangan.

Uji TINELS

Lakukan perkusi ringan di atas syaraf median pergelangan tangan

Abnormal : ada kesemutan atau kesetrum

3. Tanda BALON

Tekan kantung suprapatela dengan jari tangan, jari yang lain meraba adanya cairan. 3. PEMERIKSAAN PENUNJANGPEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini bertujuan untuk :

(a) Terapeutik yaitu untuk pengobatan tertentu atau

(b) Diagnostik yaitu untuk membantu menegakan diagnosis tertentu

Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada kasus ini adalah elektrokardiograf. Elektrokardiograf merupakan peralatan medis yang berfungsi untuk mengukur biopotensial jantung. Elektrokardiograf normal terdiri atas gelompang P, kompleks QRS, dan gelombang T dengan tampilan grafik sesuai dengan namanya Elektrokardiogram. Elektrokardiograf merupakan alat yang berfungsi untuk menampilkan rekaman sinyal listrik jantung sedangkan elektrokardiogram (ECG) adalah grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh aktifitas listrik otot jantung dalam bentuk grafik yang ditampilkan melalui monitor atau dicetak pada kertas. Sinyal ECG mempunyai karakteristik dimana amplituda yang rendah (10V-20mV) dan frekuensinya yang rendah (0,05-150Hz) sehingga dalam mentransmisikannya diperlukan kehandalan teknologi akuisisi data yang digunakan dalam menjamin keakuratan data pasien yang diterima.Apabila data data kesehatan tubuh kita khususnya mengenai denyut jantung sudah didapat maka dapat mengambil tindakan medis sesuai keadaan tubuh kita.Karena pada saat keadaan tubuh tidak sehat denyut jantung secara klinis dapat memberitahukan jenis penyakit kita secara mendasar.Oleh karena itu biasanya dokter terlebih dahulu memeriksa jumlah frekuensi denyut jantung dan menghubungkannya dengan gejala penyakit yang mungkin ada pada tubuh pasien, kita dapat mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas elektrik jantung melalui gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di kertas EKG.1. IRAMA JANTUNGIrama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari impuls yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena Cava Superior di atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung juga harus teratur/ reguler, artinya jarak antar gelombang yang sama relatif sama dan teratur. Misalkan saya ambil gelombang R, jarak antara gelombang R yang satu dengan gelombang R berikutnya akan selalu sama dan teratur.

Jadi, yang kita tentukan dari irama jantung adalah, apakah dia merupakan irama sinus atau bukan sinus, dan apakah dia reguler atau tidak reguler.

Irama Sinus, yakni adanya gelombang P, dan setiap gelombang P harus diikuti oleh kompleks QRS. Ini normal pada orang yang jantungnya sehat.

Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada kompleks QRS sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada gelombang P. Ini menunjukkan adanya blokade impuls elektrik jantung di titik-titik tertentu dari tempat jalannya impuls seharusnya (bisa di Nodus SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA Nodus AV, atau setelah nodus AV), dan ini abnormal.

Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan teratur. Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi di arteri karotis, radialis dan lain-lain.

Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama dan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-pasien aritmia jantung.

2. FREKUENSI JANTUNGFrekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama 1 menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam. Bisa kita pakai salah satu atau bisa semuanya untuk membuat hasil yang lebih cocok. Rumusnya berikut ini:

1) Cara 1

HR = 1500 / x

Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya.

2) Cara 2

HR = 300 / y

Keterangan: y = jumlah kotak sedang (55 kotak kecil) antara gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya.

3) Cara 3

Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang (durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG, jarak antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi kalau mau 6 detik, buat lead II manual dengan 7 titik).

Caranya adalah:

HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.

Nanti yang kita tentukan dari Frekuensi jantung adalah:

Normal: HR berkisar antara 60 100 x / menit.

Bradikardi= HR < 60x /menit

Takikardi= HR > 100x/ menit

3. AKSISAksis jantung adalah, proyeksi jantung jika dihadapkan dalam vektor 2 dimensi. Vektor 2 dimensi disini maksudnya adalah garis-garis yang dibentuk oleh sadapan-sadapan pada pemeriksaan EKG. Sadapan (Lead) EKG biasanya ada 12 buah yang dapat dikelompokkan menjadi 2:

1. Lead bipolar, yang merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda/ lead standar, yaitu lead I, II dan III.

2. Lead unipolar, yang merekam perbedaan potensial listrik pada satu elektroda yang lain sebagai elektroda indiferen (nol). Ada 2: (a) unipolar ekstrimitas (aVL, aVF, dan aVR); (b) unipolar prekordial (V1, V2, V3, V4, V5 dan V6)

Setiap lead memproyeksikan suatu garis/ vektor tertentu. Urutannya bisa dilihat dari gambaran berikut ini:

Aksis jantung normal (positif) adalah antara -30 sampai dengan 120 (ada yang mendefinisikan sampai 100 saja). Sebenarnya ini adalah proyeksi dari arah jantung sebenarnya (jika normal). Pada kertas EKG, kita bisa melihat gelombang potensial listrik pada masing-masing lead. Gelombang disebut positif jika arah resultan QRS itu ke atas, dan negatif jika ia kebawah. Berikut ini arti dari masing-masing Lead:

Lead I = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+).

Lead II = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-), dan kaki kiri bermuatan positif (+)

Lead III = merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+)

Lead aVL = merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen (potensial nol)

Lead aVF = merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+), tangan kiri dan tangan kanan nol.

Lead aVR = merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri nol.

Secara elektrofisiologi, arus potensial listrik jantung berasal dari SA node lalu meluncur ke AV node, bundle His, cabang septal dan sampai ke serabut purkinje. Arus itu bermuatan negatif (-). Jika arus itu menuju lead yang bermuatan positif (+), maka di kertas EKG akan muncul gelombang ke atas, (kan tarik-menarik gitu..), kalau arus itu menjauhi lead yang bermuatan (+) tersebut, maka di kertas EKG dia akan muncul sebagai gelombang ke bawah. Itulah mengapa arah gelombang di lead aVR bernilai negatif (gelombangnya terbalik), karena arah arus jantung berlawanan dengan arah lead (menjauhi lead), sedangkan di lead-lead lainnya bernilai positif (gelombangnya ke atas).

Cara menentukan aksis dari kertas EKG itu adalah:

1. Lihat hasil di Lead I, perhatikan resultan gelombang di kompleks QRS. (ingat lagi pelajaran vektor di fisika, hehe). Jika resultan gaya Q, R dan S nya positif, (maksudnya jika gelombang R-nya lebih tinggi daripada jumlah Q dan S {bisa dihitung jumlah kotaknya}), maka lead I = positif (+). Jika R-nya lebih rendah daripada jumlah Q dan S, maka lead I = negatif (-). Ini semacam resultan gaya.

2. Lihat hasil di Lead aVF, perhatikan hal yang sama, apakah lead aVF nya positif atau negatif.

3. Jika masih ragu lihat lagi di Lead II (lead II hasilnya lebih bagus karena letak lead II searah dengan arah jantung normal). tentukan apakah lead II nya positif atau negatif.

Cara menginterpretasikannya bisa dibuatkan tabel berikut ini:

Aksis / LeadNormalLADRAD

I++-

aVF+-+

II+-+

Aksis Normal = ketiga lead tersebut bernilai positif, artinya jantung berada di antara aksis-30 sampai dengan 120 (ada yang menyebutkan sampai 100 saja).

LAD (Left Axis Deviation), artinya aksis / arah proyeksi jantungnya bergeser ke kiri, atau di atas 3o. Kalau demikian tentu gak mungkin aVF atau lead II nya positif, pasti negatif kan.. :D Ini biasa terjadi jika adanya pembesaran ventrikel kiri/ LVH (Left Ventricular Hypertrophy), sehingga arah jantungnya jadi ga normal lagi, agak naik gitu. Misalnya pada pasien-pasien hipertensi kronis dsb.

RAD (Right Axis Deviation), artinya aksisnya bergeser ke kanan, atau di atas 120. Kalau ke kanan tentu lead I-nya akan negatif, sedangkan aVF dan II positif. Biasanya ini terjadi jika adanya pembesaran jantung kanan/ RVH (Right Ventricular Hypertrophy).

4. Gelombang PGelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang normal:

lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)

tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)

selalu positif di lead II

selalu negatif di aVR

Yang ditentukan adalah normal atau tidak:

Normal

Tidak normal:

P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.

P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet, bisa karena hipertrofi atrium kiri.

P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah, bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium kiri.

5. PR IntervalPR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS. Normalnya 0,12 0,20 detik (3 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.

Yang ditentukan: normal atau memanjang.

6. Kompleks QRSAdalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan S. Normalnya:

Lebar = 0.06 0,12 detik (1,5 3 kotak kecil)

tinggi tergantung lead.

Yang dinilai:

- Gelombang Q:adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P. Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:

durasinya > 0,04 (1 kotak kecil)

dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.

- Variasi Kompleks QRS QS, QR, RS, R saja, rsR, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan kelainan tertentu.

- Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S. Normalnya 0,06 0,12 detik (1,5 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal atau memanjang.

7. Tentukan RVH/LVHRumusnya :

RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1

LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35

8. ST SegmenST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi ventrikel. Yang dinilai:

Normal: berada di garis isoelektrik

Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)

Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)

9. Gelombang TGelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai adalah:

Normal: positif di semua lead kecuali aVR

Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)4. JANTUNG HIPERTENSIpenyakit jantung hipertensi

A. Pengertian

Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.

Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.

B. Etiologi

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.

Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.

C. Patofisiologi

Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini.

1. Hipertrofi ventrikel kiriHipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.

Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.

2. Abnormalitas atrium kiriAbnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat sering terjadi pada pasien hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan mungkin berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.

3. Gangguan katupHipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.

4. Gagal jantungGagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.

Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.

Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.

5. Iskemia miokardPada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.

6. Aritmia jantungAritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi atrium, kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada saat afterload.

Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri diduga berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan risiko komplikasi tromboembolik seperti stroke.

Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Penyebab aritmia seperti ini diduga akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard yang berjalan bersamaan.

D. Manifestasi Klinis

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:

1. Peninggian tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten

2. Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic

3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinder

b. Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin / hematokrit, elektrolit darah: kalium, BUN / kreatinin, Gula darah puasa, serta pemeriksaan total kolesterol

c. Pemeriksaan TSH: bisa meningkat pada pasien dengan hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme

2. Pemeriksaan Radiologi

a. EKG: menunjukan hipertropi ventrikel kiri (LVH) pada sekitar 20 50% kasus

b. Foto dada: memperlihatkan adanya kardiomegali, tambahan untuk dilatasi LVH, pada penyakit dengan stadium lanjut, serta penumpulan sudut kostofrenikus pada pasien yang mengalami efusi pleura

c. CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi) abdomen dan dada: memperlihatkan adanya massa adrenal atau membuktikan adanya koarktasio aorta . CT scan dan MRI jantung, walaupun tidak dilakukan secara rutin telah membuktikan secara eksperimental terjadinya LVH

d. TTE (transthoracic echocardiography) bisa sangat berguna dalam mengenali gambaran penyakit jantung hipertensi, dengan indikasi konfirmasi gangguan jantung atau murmur atau hipertensi dengan kelainan katup.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan (pencegahan dan pengobatan) Hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi

Penurunan berat badanMemperoleh dan mempertahankan BMI ideal, dan pencegahan obesitas

Reduksi garam< 5 gr NaCl / hari

Adaptasi rencana diet jenis-DASHDiet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, konsumsi makanan rendah asam lemak jenuh dan kolesterol

Pengurangan konsumsi alkoholMengurangi konsumsi alcohol bagi mereka yang mengkonsumsi alcohol

Aktivitas fisikAktivitas latihan fisik secara teratur, seperti jalan cepat selama 30 menit / hari

2. Pentalaksanaan Farmakologis

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertiobat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE, vasodilator langsung, dapat digunakan dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita

5. SESAK NAPASSESAK NAFAS

Dispnea didefinisikan sebagai pernapasan sadra yang abnormal dan tidak nyaman, maka dispnea merupakan gejala umum dari penyakit jantung dan penyakit pernafasan dan paling telibat menonjol pada aktivitas fisik. Sesak , adalah Ketidaknyamanan perasaan dalam bernapas. Sifatnya: subjektif dan sulit diukur. Etiologi: paru-paru, jantung, endokrin, ginjal, neurologi, hematologi atau phsycology.

Gejala sesak nafas :

Gejala objektif : sesak napas

Penggunaan otot bantu napas , sehingga nampak otot berkontraksi /retraksi

Pernapasan Cuping hidung ( PCH )

Tachypnea ( Respiratory Rate meningkat hiperventilasi ( pa CO2 > 40 mmmHg

RESPIRATORY CONTROL SYSTEM

Aktifitas bernapas dimulai dari neuron di medulla spinalis. Serat eferent dari medula spinalis merangsang mekanoreseptor pada saluran napas, paru, dinding dada, dalam mengatur pola napas. Selanjutnya serat eferent dari medula spinalis juga merangsang perubahan pada PCO2 dan PO2 yang diatur oleh kemoreseptor sentral pada medulla spinalis dan kemoresptor tepi pada arteri carotis dan aortic body. Sinyal dari kemoreseptor ini ditransmisikan kembali ke pusat batang otak yang mengatur pernapasan untuk menjaga keseimbangan gas darah dan keseimbangan asam-basa. Signal efferen dari mekanoreseptor dan kemoreseptor akan dilanjutkan kembali ke pusat napas di cortex cerebri.

KONSEP SESAK NAFAS

KONSEP LENGTH TENSION INAPPROPRIATENESS, mengatakan bahwa sesak napas timbul dari gangguan hubungan antara kekuatan otot pernapasan, perubahan panjang otot dan volume paru. KONSEP AFFERENT MITCMATCH , mengatakan bahwa ketidak sepadanan / disosiasi antara perintah yang keluar dari otak dan informasi aferen yang datang dari reseptor ( jalan napas, paru dan dinding dada ).

PEMBAGIAN SESAK NAFAS BERDASARKAN ORGAN YANG TERLIBAT PULMO

PNEUMOTORAKS

Terutama pada tipe tension, didapat frekuensi pernapasan meningkat dangkal dan tampak sesak. Suara pernapasan menghilang atau berkurang pada daerah yang sakit disertai pencembungan ruangan antar iga, trakea deviasi ke arah yang sehat dan terdengar hipersonor pada perkusi.

INFEKSI PARU ( PNEUMONIA )

Keluhan sesak napas yang ditimbulkan sesuai dengan luas proses. Pada pemeriksaan tampak frekuensi pernapasan meningkat, pernapasan dangkal dan sering disertai sianosis.

EMBOLI PARU

Emboli paru, ditandai dengan sesak napas, nyeri pleura, batuk, keringat dingin, sinkop & Haemoptisis , takikardia, takipneu, ronki basah halus, panas badan ,suara P2 mengeras, kadang- kadang dijumpai sianosis dan tanda-tanda troboflebitis. Emboli paru , terjadi pada penderita dengan tirah baring cukup lama, ada nya riwayat trombosis vena yang terletak lebih dalam atau didahului trauma pada kaki. Sering dihubungkan dengan emboli paru ialah pemakaian estrogen (pil KB = pil keluarga berencana), penyakit jantung, obesitas, kehamilan dan pasca operasi.

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS).

Etiologi: Infeksi, trauma, aspirasi cairan atau inhalasi bahan racun, penyakit darah dan gangguan metabolisme. Diawali dg sembab interstisiel dan alveol, selanjutnya terjadi penebalan alveol sehingga proses ventilasi perfusi terhambat. ARDS dibedakan dengan Gagal jantung kiri, gejalanya hampir sama pada ARDS dg sembab paru bersifat non-kardiogenik, penyakit berkembang dengan cepat dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

ASMA BRONKHIALE

Tanda / Gejala :

Obstruksi saluran napas ditandai ganggu pada aliran udara exhalatsi.

Air trappinng / udara terperangkap yang mengganggu pertukaran udara . Wheezing, batuk dan respiratory distress Namun tidak semua wheezes selalu asma

Kemungkinan lain:

Pulmonary edema Pulmonary embolism Anaphilaxtic ( severe allergent reaction ) foreign body aspiration PneumoniaCOPD ( Chronic Obstruction Pulmonary Disease ) / PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronis )

Dipicu oleh paparan inhalant ( asap rokok, polusi udara ), dan infeksi saluran napas.

Tanda / Gejala: Respiratory distress, Tachypne, batuk produktif dengan dahak kuning / hijau.

Ada 2 macam PPOK: Chronic Bronkhitis ( Blue bloater ) dan Emphysema ( Pink Puffer ).JANTUNG DAN PEMBULUH DARAHNYA

Dispnea karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkosar 5mmHg. Jika meningkat, seperti pada penyakit katub mitral dan aorta atau disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan terenggang dan dinding bronkus terjepit dan menglami edema, menyebabkan batuk iritatif non protuktif, dan mengi. Jjika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi tekanan enkotik plasma (sekitar 25mmHg), jaringan paru jadi lebih kaku karena edema intertisial (peningkatan kerja otot pernafasan untuk mengembangkan paru dan timbul dispnea), transudat akan berkumpul dalam alveoli yang menyebabkan edema paru. Jika keadaan berlanjut, akan terjadi produksi skutum yang berbuih, yang dapat berwarna kemerahan akibat pecahnya pembuluh darah halus bronkus yang membawa darah kedalam cairan edema.

Riwayat sesak nafas sangat penting untuk memperkirakan penyebab y6ang mendasari sesak nafas mendadak kemungkinan disebabkan antara lain oleh:

1. Emboli paru

2. Pneumothoraks

3. Edema pulmonal akut

4. Pneumonia

5. Obstruksi jalan nafas

Meskipun dispnea jantung dapat terjadi akut, misalnya akibat gagal ventikel kiri pasca infak myokard akut, dispnea lebih sering memiliki onset gradual dan bersifat kronis, memburuk dengan lambat selama beberapa minggu atau bulan. Pada dispnea yang timbul mendadak harus dipertimbangkan sebab-sebab lain seperti pneumothoraks atau emboli paru.

Dispnea jantung akan memburuk dalam posisi terbaring terlentang (orthopnea), dan dapat membangunkan pasien pada dini hari (disertai keringat dan ansietas (proksimal nocturnal dispnea)),dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Aliran balik vena sistemik ke janutng kanan akan meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama pada dini hari ketika volume darah paling tinggi menyebabkan aliran darah paru meningkat dan disertai pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Tetapi jika kontraksi ventrikel kanan sangat terganggu, seperti pada kardiomyopati dilatasi atau infark ventrikel kanan orthopnea dapat berkurang karena jantung kanan tidak dapat meningkatkan aliran darah paru sebagai respon terhadap aliran balik vena.

Kegagalan ventrikel kiri ditandai oleh sesak napas seperti ortopneu, paroksismal nokturnal dispneu ( PND ), dyspnea d' effort ( DOE ) ,kadang-kadang disertai batuk , pembesaran jantung disertai irama gallop. Sedangkan pada paru ditemukan ronki basah yang merupakan tanda sembab paru dan kongesti pembuluh darah vena paru.

Kegagalan ventrikel kanan ditandai dengan peningkatan tekanan darah, hepatomegali dan sembab tungkai. Peningkatan tekanan vena jungularis melebihi 10 cm air, hati yang membesar terasa lunak dengan tepi tajam, kadang-kadang terasa pulsasi dan kadang disertai dengan asites.

JENIS-JENIS SESAK NAFAS:

Orthopnea : dispnea yang terjadi pada posisi berbaris. Pada umumnya merupakan indicator dari CHF, perusakan mekanikal dari diagfragma diasosiasikan dengan obesitas, atau asam dipicu reflux esophageal dan paralisis diafragma bilateral.

Platipneu: dipsnea yang terjadi pada posisi tegak dan membaik jika penderita dalam posisi berbaring. Keadaan ini terjadi pada abnormalitas vaskularisasi paru seperti pada COPD berat.

Trepopneu: jika pada posisi bertumpu pada sebuah sisi, penderita dispnea dapat bernafas lebih enak. Hal ini dapat ditemui pada penyakit jantung. Exterional Dispnea: dispnea yang diakibatkan karena melakukan aktivitas. Intensitas aktivitas dapat dijadikan ukuran beratnya gangguan nafas. Nocturnal dispnea: mengidentifikasikan CHF atau asma. Intermitten episodes of dispnea: menunjukan episode dari iskemi miokard, bronkospasme, atau embolisme pulmonary.