LI INA A BLOK 15

22
Dhanty Mukhsina - 04011381320009 VASKULARISASI JANTUNG Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial, dimana menyuplai sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium dan jaringan subendokardial mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau mikrovaskuler dari ruang di jantung. Pembuluh darah jantung normalnya tertanam dalam jaringan lemak dan melalui permukaan jantung di dalam epikardium. Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam dalam miokardium. Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang pertama aorta yang menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium maupun ventrikel, yang memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri yang cabang utamanya terletak di sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus pulmonaris dan atrium kanan, serta menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian kanan. Dekat dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu memberikan percabangan ke nodus sinoatrial (SA node) yang memberikan percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan kemudian berjalan turun melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis kanan, yang menyuplai darah ke bagian

description

unsri

Transcript of LI INA A BLOK 15

Page 1: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

VASKULARISASI JANTUNG

Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial, dimana menyuplai

sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium dan jaringan subendokardial

mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau mikrovaskuler dari ruang di jantung.

Pembuluh darah jantung normalnya tertanam dalam jaringan lemak dan melalui permukaan

jantung di dalam epikardium. Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam

dalam miokardium. Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf

simpatis dan parasimpatis

Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang pertama aorta yang

menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium maupun ventrikel, yang

memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri yang cabang utamanya terletak di

sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta

anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus pulmonaris dan atrium kanan, serta

menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian kanan.

Dekat dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu memberikan percabangan ke nodus

sinoatrial (SA node) yang memberikan percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan

kemudian berjalan turun melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis

kanan, yang menyuplai darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke apeks jantung,

tetapi tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini, arteri koroner kanan

berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke arah posterior jantung. Pada bagian

posterior, dimana pertemuan antara septum interatrial dan septum interventrikuler di antara 4

ruang jantung, arteri koroner kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV

node) untuk menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler merupakan

bagian dari sistem konduksi listrik di jantung.

Dominasi dari sistem arteri koroner berasal dari arteri koroner mana yang memberikan

cabang ke arteri posterior yang berjalan menurun (posterior decending artery). Biasanya

sistem arteri koroner ini didominasi arteri koroner kanan sekitar 67%, arteri koroner kiri

sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%. Arteri koroner kanan memberikan cabang

interventrikuler posterior yang besar, yang berjalan turun di sulkus interventrikuler posterior.

Page 2: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Cabang ini memberi suplai darah ke kedua ventrikel dan mengirim percabangan utuk

menyuplai darah ke septum interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini juga menyuplai

darah ke jantung bagian diafragmatika

Gambar 2.3. Letak Arteri Koroner (A) Anterior (B) Posterior

Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically Oriented Anatomy.

6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Page 3: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang kanan dan

menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang jantung dan septum

interventrikuler, kecuali yang right dominance (dominan kanan) dimana arteri koroner kanan

yang menyuplai bagian posterior jantung memiliki 2 percabangan utama, yaitu arteri

sirkumfleksi dan arteri interventrikuler anterior.

Arteri koroner kiri yang keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan

ketika mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama. Arteri

interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering digambarkan sebagai

kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini berjalan ke bawah, oblik, depan, dan ke kiri di

sulkus interventrikuler dan mencapai apeks jantung. Adakalanya, terdapat variasi dari

pembuluh darah ini, yaitu arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu dengan cabang arteri

interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi cabang ventrikuler anterior

kanan-kiri dan cabang septum anterior.

Sedangkan arteri sirkumfleksi berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan

mengitari sampai ke bagian posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri dari pertemuan 4

ruang jantung. Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang, yaitu arteri marginalis kiri yang

menyuplai darah ke batas kiri ventrikel kiri sampai ke apeks.

Page 4: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)

Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata sekitar 225 mililiter/menit, dimana

jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total. Selama aktivitas berat, jantung orang

dewasa muda meningkat curah jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah

melawan tekanan arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam

kondisi yang berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner

meningkat 3-4 kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung,

tetapi ini tidak sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio energi

yang dikeluarkan jantung dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, efisiensi energi oleh

digunakan jantung meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang

(Guyton & Hall,2006)

INFARK MIOKARD AKUT

Etiologi

Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah

koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh

trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga

sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan

aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic.

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar

dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga

disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,

abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di

negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari

separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju

mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien

yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

Page 5: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan

menyebabkan hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.

Patofisiologi

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik

yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara

lambat biasanya tidak metnicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada

lokasi ipjuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,

sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri

koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,

yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap

trombolitik.

Keterangan gambar:

Page 6: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima;

2) Evolusi stadium fibrofatty,

3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom

koroner akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami disrupsi

pada fibrous cap.

4) Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus

dilanjutkan dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos.

5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien

mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang

terlibat. Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah kanan)

atau oklusi trombus subtotal (bawah kiri) Pasien dengan nyeri iskemia dapat

berupa elevasi ST atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi

ST sebagian besar berkembang menjadi infark miokard gelombang Q, sebagian

kecil berkembang menjadi infark miokard gelombang non Q. Pasien tanpa elevasi

segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil atau infark miokard akut

tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI berkembang menjadi

infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard gelombang Q.

Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat

disebut aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit

sindroma koroner akut termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi

ST. Berikut ini akan dibahas selanjutnya mengenai aterosklerosis dan

patofisiologinya.

Aterosklerosis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria

yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan

jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit

lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran

darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit

ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh

darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian

keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil

sehingga membahayakan miokardium.

Page 7: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi

komplikata (Gbr. 31-3), sebagai berikut:

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan

penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol

oleat) pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut

akan memfagosit lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak

berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak fibrosa.

2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima

yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas

aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak

dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi.

Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi pleh

jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Sejalan

dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari

ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi

perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya

fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.

3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami

gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan

dapat menyebabkan infark miokardium.

Page 8: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh

darah untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak

sampai proses aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis

yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih

dari 75% lumen pembuluh darah.

Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada segmen

epikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat

lengkungan tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung

terlokalisasi dan fokal dalam penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang

tersebar difus menjadi menonjol.

Patogenesis Aterosklerosis

Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan

hingga saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons

komponen dinding pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor

(sebagian diketahui sebagai faktor risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding

pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam hidup keseharian.

Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, serta

derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi). Dari

kesemua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi

sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia

dianggap merupakan factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut

ini gambaran terjadinya proses aterosklerosis yang berperan penting dalam

patofisiologi infark miokard secara umum.

Page 9: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Page 10: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Penatalaksanaan

Tatalaksana Awal

1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di

ambulans yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI

dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi.

Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.

2. Tatalaksanan di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup :

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan

kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di

rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

Tatalaksana Umum

1. Oksigen

Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan

dapat diberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri

dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan

menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara

dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada

a. Morfin

Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4

mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

b. Aspirin

Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325

Page 11: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162

mg.

c. Penyekat beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,

selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5

mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis. Lima belas menit setelah dosis IV

terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam

selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

4. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap

mortalitas bertambah dengan penambahanaspirin dan penyekat beta. Pemberian

inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal

jantung.

Terapi Reperfusi Farmakologis

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan

dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure

atau takiaritmia ventrikular yang maligna.

Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical

contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30

menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat

dicapai dalam 90 menit.

Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase

(SK), Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), Tenekteplase

(TNKase).

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada

STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer

lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan

dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.

Page 12: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik

(terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada

sekurang – kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan mudah hancur

dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan

fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa

rumah sakit.

Prognosis

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:

Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop,

kongesti paru dan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring

hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary-wedge pressure.

Komplikasi

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran

dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini

disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal

jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah

infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan

segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproposional dan elongasi

Page 13: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan

ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks

ventrikel kiri yang mengakibatkan.

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah

sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik

dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan

sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan

bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai

kongesti paru.

3. Syok Kardiogenik

Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai

penyakit arteri koroner multivesel.

4. Infark Ventrikel Kanan

Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan sekurang-

kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark

terbatas primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis

menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis,

tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen

ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, seting dijumpai dalam 24

jam pertama pasien infark ventrikel kanan.

5. Aritmia Pasca STEMI

Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset gejala.

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf

autonom, gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona

iskemia miokard.

6. Ekstrasistol Ventrikel

Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada

hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan

hipomagnesimia merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,

konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan magnesium

2,0 mmol/liter.

7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel

Page 14: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi

tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.

8. Fibrilasi ventrikel

9. Fibrilasi atrium

10. Aritmia supraventrikular

11. Asistol Ventrikel

12. Bradiaritmia dan blok

13. Komplikasi mekanik

14. Perikarditis

Page 15: LI INA A BLOK 15

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

DAFTAR PUSTAKA

Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.

Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.h.166;170-71;112-3

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9.  Jakarta: EGC.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 2005.h.578-87.

Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar IPD.

Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1711-3.Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan

Sindrom Koroner Akut dengan            Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia

Kedokteran No. 143, 2004.

Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar IPD.

Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1741-54.