leukimia granulositik kronis / blok 24

21
Leukemia Granulositik/ Mielositik Kronik Mangara Wahyu Charros 102009232 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Email : [email protected] PENDAHULUAN Leukemia adalah golongan penyakit yang ditandai dengan penimbunan sel darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang, hitung sel darah putih sirkulasi meninggi dan menginfiltrasi organ lain. Dengan demikian gambaran umum leukemia mencakup sel darah putih abnormal dalam darah tepi hitung sel darah putih total meninggi, bukti kegagalan sumsum tulang misalnya : anemia, netropenia atau trombositopenia dan keterlibatan organ lain misalnya : Hati, limpa, limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis. 1

description

leukimia granulositik

Transcript of leukimia granulositik kronis / blok 24

Leukemia Granulositik/ Mielositik KronikMangara Wahyu Charros

102009232Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Email : [email protected] adalah golongan penyakit yang ditandai dengan penimbunan sel darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang, hitung sel darah putih sirkulasi meninggi dan menginfiltrasi organ lain. Dengan demikian gambaran umum leukemia mencakup sel darah putih abnormal dalam darah tepi hitung sel darah putih total meninggi, bukti kegagalan sumsum tulang misalnya : anemia, netropenia atau trombositopenia dan keterlibatan organ lain misalnya : Hati, limpa, limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis.Leukemia digolongkan ke dalam kelompok akut dan kronis berdasarkan derajat maturasi sel-sel ganas di dalam sumsum tulang. Leukemia akut ditandai adanya gangguan maturasi yang mengakibatkan meningkatnya sel-sel muda dan terjadi kegagalan diferensiasi sel-sel darah. Keadaan ini menyebabkan penyakit tampak sangat berat dan menyebabkan kematian dalam beberapa bulan tanpa pengobatan. Sebaliknya pada leukemia kronik terjadi peningkatan sel matur yang tidak terkendali, sehingga penyakit tampak relatif lebih ringan. Leukemia kronik pada stadium akhir dapat menjadi progresif seperti leukemia akut.AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.

Hal-hal yang bisa ditanyakan adalah : Identitas

Menanyakan keluhan utama :

Perut membesar, perut teraba keras, cepat lelah, demam

Menanyakan sudah berapa lama keluhannya

Menanyakan riwayat perjalanan penyakit

Menanyakan sudahkah dilakukan pengobatan

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga1,2Pemeriksaan Fisik & PenunjangUmum : Pemeriksaan fisik umum yaitu pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu.Inspeksi : Pada inspeksi, pasien tampak pucat, lelah, konjungtiva anemis dan sklera anikterik. Terkadang didapatkan juga pasien sesak napas dan berkeringat.Palpasi : Pada palpasi, paling sering didapatkan splenomegali (>90%) dan juga terkadang hepatomegali. Pada palpasi hepar, ditemukan konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan rata dan nyeri tekan.

Auskultasi : Bising usus normal.Penunjang : Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan leukosistosis berat 20.000-50.000 bahkan lebih, pergeseran ke kiri pada hitung jenis dan trombositopenia nilai fosfatase alkali netrofil selalu rendah dan anemia yang mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, sehingga bersifat mikrositik hipokrom. Biasanya ditemukan eritrosit mikrositik hipokrom, sering ditemukan adanya polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.

Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan keadaan hiperseluler dengan peningkatan megakariosit dan aktivitas granulopoiesis.

Pada pemeriksaan sitogenetik dijumpai adanya kromosom philadelphia (Ph 1).

Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah.

Kadar asam urat meningkat

Tes Neutrophil Alkaline Phospatase (NAP) : Pada sekitar 95% pasien LGK, aktivitas NAP rendah, bahkan mungkin turun hingga nol.1,3,5Differential DiagnosisLeukemia Limfositik Kronik : LLK ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria.

Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah.

Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang ditemukan.

Penyebab LLK belum diketahui. Kemungkinan yang berperan adalah abnormalitas kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus).

Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan gejala,. Paling sering ditemukan limfadenopati generalisata, splenomegali, hepatomegali, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin mencolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya jarang, dan timbul pada akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati massif dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif, disfagia uropati obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial. Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis yang buruk. Pembesaran simetris kelenjar getah bening permukaan adalah tanda klinis yang paling sering dijumpai. Kelenjar biasanya berbatas tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu pembesaran yang dijumpai dapat berupa pemebesaran tonsil. Penderita trombositopenia mungkin memperlihatkan adanya memar atau purpura.

Gambaran laboratorium yang sering ditemukan : Limfositosis

Penentuan imunotipe limfosit menunjukkan bahwa limfosit tersebut adalah sel B (CD 19 pemukaan positif), yang mengekspresikan immunoglobulin permukaan (IgM atau IgD) secara lemah. Immunoglobulin ini terbukti bersifat monoklonal .

Anemia normositik normokrom terdapat pada stadium lanjut akibat infiltrasi sumsum tulang atau hipersplenisme.

Trombositopenia terjadi pada banyak pasien.

Pada aspirasi sumsum tulang menunjukkan adanya penggantian elemen sumsum tulang oleh limfosit.

Kadar immunoglobulin serum menurun dan makin jelas dengan memburuknya penyakit. Terkadang ditemukan paraprotein.

Empat kelainan kromosom yang paling lazim dijumpai adalah delesi 13q14, trisomi 12, delesi pada 11q23, dan kelainan structural 17p yang melibatkan gen p53.

Gen VH sel B mengalami hipermutasi somatik di pusat-pusat germinal.Kriteria diagnosis : Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil sekitar 95%. Untuk menegakkan diagnosis, sebaiknya dilakuakan pemeriksaan gambaran darah tepi secara hati-hati dan cermat. Gambaran darah tepi tampak limfositosis dengan gambaran limfositosis kecil matur dan smudge cell yang dominan; imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD20+, CD23+, FMC7-/+, dan CD22-/+); dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang bervariasi dalam 4 gambaran yaitu interstisial (33%), nodular (10%), campuran intertisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus (25%). Meskipun telah didapatkan limfositosis dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang belum berarti pasti LLK. LLK dapat didiagnosis jikan ditemukan peningkatan absolute limfosit didalam darah (>5000/uL) dan morfologi dan imunofenotipnya menunjukkan gamabaran khas.

Pengobatan yang dapat diberikan antara lain : Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB sehari per oral.

Kortikosteroid; sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia atau demam, tanpa sebab infeksi.

Radioterapi dengan menggunakan sinar X kadang-kadang menguntungkan bila ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.1,4,5,6

Anemia Hemolitik : adalah suatu penyakit memendeknya umur sel darah merah yang disebabkan oleh kelainan bawaan (herediter), maupun kelainan didapat (karena suatu penyakit).Gejalanya adalah: Demam

Menggigil

Perasaan melayang

Nyeri punggung dan nyeri lambung

Penurunan tekanan darah.

Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.

Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, sehingga sering menyebabkan nyeri perut.

Malaria : adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium sp (vivax, falciparum, dll). Gejalanya adalah:demam panas dingin, menggigil. nyeri otot, lesu dan lemas, muntah. Pada penghitungan darah lengkap didapatkan plasmodium, spWorking DiagnosisLeukemia Granulositik Kronik : Chronic granulocytic leukemia dikenal juga dengan nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu penyakit mieloproliperatif dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia, yang ditandai dengan produksi berlebihan dari seri granulosit yang relatif matang (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah.Fase perjalan penyakit Fase Kronis fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi. Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat didiagnosis

Fase Akselerasi :

Menurut WHO, fase akselerasi terjadi bila :

10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang

>20% basofil pada darah atau sum-sum tulang

Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi

Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi

Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia

Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi

Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan diatas.

Krisis Blast

Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia akut dengan perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat salah satu tanda berikut pada pasien LGK :

20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang

Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang

Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum tulang)1,4

EtiologiMenurut Markman (2009), Leukemia granulositik kronik adalah salah satu dari kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari 90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.1Epidemiologi LGK merupakan 15-20% dari leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara barat leukemia kronis lebih banyak ditemui dalam bentuk LLK. Insiden LGK di negara barat adalah 1-1,4/100.000/tahun. Umumnya LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak pada usia 40-60 tahun. Pada anak-anak dapat dijumpai bentuk juvenile LGK. Abnormalitas genetik yang disebut kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% pasien dengan LGK.1,5PatofisiologiLGK merupakan keganasan yang dihubungkan dengan abnormalitas genetik secara langsung, yaitu translokasi kromosomal yang dikenal dengan kromosom Philadelphia. Pada translokasi ini, bagian dari 2 kromosom (9 dan 22) bertukar tempat. Akibatnya, bagian dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom 22 bercampur dengan gen ABL dari kromosom 9. Dari penggabungan abnormal ini terjadi sintesis protein berat p210 atau p185 (p merupakan ukuran berat protein selular). Karena ABL membawa domain yang dapat menambahkan gugus phosphat ke residu tirosin (suatu tirosin kinase), produk penggabungan gen BCR-ABL juga berupa tirosin kinase.Protein gabungan BCR-ABL berinteraksi dengan subunit reseptor interleukin 3beta(c). Transkrip BCR-ABL terus-menerus aktif dan tidak memerlukan pengaktifan oleh protein selular lain. Hasilnya, BCR-ABL mengaktifkan kaskade protein yang mengontrol siklus sel, mempercepat pembelahan sel. Lebih lagi, protein BCR-ABL menghambat perbaikan DNA, mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem gen dan membuat sel lebih rawan mengalami abnormalitas genetik lain. Aktivitas dari protein BCR-ABL merupakan penyebab patofisologis dari LGK. Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada sistem hematopoiesis. Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal. Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak sistem hematopoiesis. Dengan berkembangnya pemahaman terhadap sifat-sifat dari protein BCR-ABL dan aktivitasnya sebagai tirosin kinase, terapi spesifik telah dikembangkan, yaitu dengan menghambat aktivitas protein BCR-ABL.Menurut Fadjari (2006), bahwa Gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada semua pasien leukemia mielositik kronik, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien leukemia mielositik kronik. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17 i (17)q. Dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam patofisiologi leukemia mielositik kronik atau terjadi abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16 dan gen Rb.4,6,7Gejala KlinisGejala Klinis LGK bergantung pada fase yang kita jumpai dari penyakit tersebut : Fase Kronik

Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat didiagnosis. Selama fase ini, pasien seringkali asimptomatik atau hanya menderita gejala-gejala lemah yang ringan, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Durasi dari fase kronik bervariasi dan bergantung pada seberapa cepat penyakit didiagnosis dan seberapa efektif terapi yang diberikan.

Fase Terakselerasi Kriteria diagnosis perkembangan dari fase kronik ke fase terakselerasi yang paling umum digunakan adalah kriteria dari M.D. Anderson Cancer Center dan kriteria WHO. Menurut kriteria WHO, fase terakselerasi telah terjadi bila:

10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang

>20% basofil pada darah atau sum-sum tulang

Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi

Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi

Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia

Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapiPasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan diatas.

Krisis Blast Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia akut dengan perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat salah satu tanda berikut pada pasien LGK:

> 20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang

Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum tulang)PenatalaksanaanPenatalaksanaan LGK bergantung pada fase penyakit, yaitu : Fase Kronis :

Busulphan (myleran) dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/hari, terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru dan bahaya timbulnya leukemia akut.

Hidroksiurea dosis dititrasi dari 500-max 2500 mg, kemudia diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya lebih sedikit.

Interferon alfa diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Fase akselerasi

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respon sangat rendah

Transplantasi tulang

Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang, terutama untuk penderita yang berusia kurang dari 40 tahun. Penanganan yang umum diberikan adalah allogenic peripheral blood stem cell transplantation.

Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler

Obat baru imatinib mesylate (Gleevac) yang dapat menekan aktivitas tyrosine kinase, sehingga menekan proliferasi sel mieloid.8PencegahanKebanyakan anak dan orang dewasa dengan leukemia tidak memiliki faktor risiko yang diketahui, sehingga tidak ada cara untuk menghindari perkembangan leukemia. Anak-anak yang diketahui memiliki peningkatan risiko leukemia (misalnya, sindrom Down ) harus menjalani pemeriksaan rutin dan menyeluruh.Komplikasi Masalah metabolik : Mengakibatkan terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Hal tersebut harus di antisipasi, dan di terapi dengan pemberian cairan yang cukup, alkalinisasi dan pemberian allupurinol.

Leukemia Meningeal : Leukemia meningeal pada LGK fase kronis sering tidak diketahui dan jarang dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat bila penderita bertahan hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa paralysis saraf pusat dan udema papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukannya sel blas pada cairan cerebrospinal. Terapi adalah dengan memberikan metotreksat, walaupun hasilnya kurang memuaskan.

Myelofibrosis : LGK sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan meningkatkan produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan degradasi kolagen.2,4PrognosisPada kebanyakan pasien akan mengalami leukemia akut dan biasanya resisten terhadap terapi apa pun. Secara keseluruhan, pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun. Sebagian besar pasien LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut krisis blastik.1KesinpulanLeukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun.

Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati. Pada LMK, sel-selnya terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya ditemukan sel muda. Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang menggantukan sumsum tulang yang normal.

Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada fase tersebut, terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami lebih banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast. Pada krisis blast, sel stem yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin memburuk.DAFTAR PUSTAKA1. Handayani W., Haribowo A. S. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. 2008. Penerbit Salemba Medika.2. Besa, E., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, Emedicine.

3. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

4. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi, (4th ed), EGC, Jakarta.

5. Markman, M., 2009. Chronic Myeloid Leukemia and BCR-ABL, Emedicine.

6. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

7. Vardiman, J., W., 2009. Chronic Myelogenous Leukemia, BCR-ABL1+, American Journal Clinical Pathology, 132, 248-249.

8. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.1413