LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat...

47
LETHAL MIDLINE GRANULOMA REFERAT ONKOLOGI Oleh: Fitri Heryanti 131421110003 Pembimbing Utama : Bogi Soeseno, dr., SpTHT-KL (K) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG 2014

Transcript of LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat...

Page 1: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

LETHAL MIDLINE GRANULOMA

REFERAT ONKOLOGI

Oleh:

Fitri Heryanti

131421110003

Pembimbing Utama :

Bogi Soeseno, dr., SpTHT-KL (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA DAN LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2014

Page 2: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Lethal Midline Granuloma

Tanggal : Jum’at, 28 November 2014

Oleh : Fitri Heryanti

Pembimbing Utama :

Bogi Soeseno, dr., SpTHT-KL(K)

Pembimbing :

1. Dindy Samiadi, MD., dr., SpTHT-KL(K), FAAOHNS

2. Nur Akbar Aroeman, dr., SpTHT-KL(K)

3. Yussy Afriani Dewi, dr., M.Kes., SpTHT-KL(K)

4. Agung Dinasti Permana, dr., M.Kes., SpTHT-KL

Page 3: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

i

LETHAL MIDLINE GRANULOMA

Oleh:

Fitri Heryanti

Bandung, November 2014

Bogi Soeseno, dr.,SpTHT-KL(K)

Pembimbing Utama

Page 4: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL …......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II PENYAKIT GRANULOMATOSIS WAGENER .......................... 3

2.1 Epidemiologi.................................................................................... 3

2.2 Patogenesis....................................................................................... 4

2.3 Gambaran Klinis…………............................................................. 13

2.4 Diagnosis dan Penggunaan Klinis dari Antineutrophilic Cytoplamsic

Antibody.............................................................................................18

2.5 Terapi............................................................................................... 21

2.5.1 Evolusi Terapi........................................................................ 21

2.5.2 Terapi Induksi Remisi……………………………………… 22

2.5.3 Terapi Pemeliharaan Remisi…………............................... 26

2.5.4 Terapi Profilaksis................................................................... 27

2.5.5 Terapi Yang Sebelumnya Telah Digunakan Tetapi

Belum Terdapat Pembuktiam.................................................. 28

2.5.6 Terapi Masih Dalam Penelitian.............................................. 28

BAB III LIMFOMA EKSTRANODAL SE L NATURAL KILLER/

SEL T TIPE NASAL .......................................................................... 29

3.1 Definisi..................................................................................... 29

Page 5: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

ii

3.2 Epidemiologi…………………………........................................ 29

3.2 Histopatologi dam Imunohistologi............................................... 29

3.4 Gejala Klinis……………............................................................. 32

3.5 Kriteria Diagnosis..……………………………………………….. 32

3.6 Stadium Klinis (Staging)…………………………………………. 33

3.7 Terapi……………………………………...……………………… 34

3.8 Diagnosis Banding…………………………………………….... 36

BAB IV SIMPULAN………………………………………………………….. 38

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 40

Page 6: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Profil klinis keterlibatan organ pada granulomatosis Wagener........... 17

Tabel 2.2

Penyesuaian dosis siklofosfamid jika terdapat disfungsi ginjal...........

24

Tabel 2.3

Rekomendasi respon klinisi jika terdapat efek samping

siklofosfamid........................................................................................

24

Tabel 3.1

Imunohistologi limfoma ekstranodal sel NK/sel T tipe nasal..............

31

Page 7: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

1

BAB I

PENDAHULUAN

Lethal Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan

sangat sulit diidagnosis karena gejalanya tidak spesifik, kadang diperlukan

beberapa kali biopsi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Lesi destruktif pada

daerah midline wajah pertama kali digambarkan pada tahun 1897 dan selanjutnya

terdapat berbagai terminologi yang digunakan untuk menunjukkan penyakit ini.

Gambaran umum penyakit ini biasanya terjadi lesi ulseratif yang pada akhirnya

menyebabkan destruksi daerah hidung sehingga terjadi gangguan fungsi dan

deformitas kosmetik. Mayoritas kasus penyakit ini meliputi limfoma ekstranodal

sel natural killer/sel T tipe nasal dan Wegener’s granulomatosis. 1,2

Lethal midline granuloma atau rinitis gangrenosa progresif memiliki

heterogenitas dalam hal patogenesis, paling tidak terdiri dari 2 hal, yaitu inflamasi

dan neoplasma. Granulomatosis Wagener merupakan bagian dari lethal midline

granuloma dengan dasar patogenesis inflamasi. Tanda khas penyakit ini adalah

adanya granuloma nekrosis, vaskulitis dan glomerulonephritis. Sedangkan

keganasan sistem retikuloendotelial, yaitu sarkoma sel retukulum atau midline

malignant reticulosis, dalam hal ini limfoma ekstranodal sel natural killer/sel T

tipe nasal, merupakan bagian lethal midline granuloma dengan patogenesis

neoplasma.1,2

Wegener’s granulomatosis lebih sering terjadi pada laki-laki, usia antara 40

dan 50 tahun dan secara klasik tampak dengan adanya lesi pada jalan nafas,

Page 8: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

2

glomerulonephritis dan vaskulitis diseminata. Pada beberapa kasus tes c-ANCA

memegang peranan dalam menentukan diagnosis penyakit ini.1

Limfoma ekstranodal sel Natural Killer/ sel T tipe nasal termasuk dalam

golongan non-healing lethal midline granuloma syndrome yang ditandai dengan

destruksi progresif lambat midfasial dalam dari jaringan lunak, kartilago dan

tulang. Limfoma tersebut sulit didiagnosis karena morfologinya menunjukkan

latar jaringan nekrotik polimorfik yang mengandung sel inflamasi yang tampak

normal bercampur sel limfoid besar atipik. Sebagai tambahan, kesulitan dalam

mendiagnosis dapat disebabkan karena variasi terminologi patologi yang

digunakan untuk lesi ini selama bertahun-tahun, seperti retikulosis polimorfik,

lethal midline granuloma dan midline malignant reticulosis. Limfoma

angiosentrik juga pernah dilaporkan untuk limfoma ekstranodal lainnya seperti

kulit, jaringan lunak, testis, saluran pernafasan atas dan saluran gastrointestinal.3

Dalam referat ini akan dibahas mengenai penyakit granulomatosis Wagener

dan limfoma ekstranodal sel Natural Killer/sel T tipe nasal yang merupakan

bagian dari lethal midline granuloma.

Page 9: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

3

BAB II

PENYAKIT GRANULOMATOSIS WAGENER

Penyakit granulomatosis Wagener merupakan suatu vaskulitis granulomatosa

nekrotik yang mempunyai predileksi klinis pada saluran nafas atas, paru dan

ginjal. Penyebab penyakit ini masih belum jelas meskipun penelitian terbaru

menjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit

ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya sering tidak efektif

sampai diperkenalkan terapi kombinasi siklofosfamid dan glukokortikoid yang

secara dramatis memperbaiki keluaran pasien.4

Kekambuhan dan toksisitas obat masih menjadi perhatian penting berkaitan

dengan penyakit ini.4

2.1 Epidemiologi

Insidensi penyakit Wagener per tahun adalah 10 kasus per 1.000.000

penduduk.5

Sedangkan prevalensi penyakit Wagener di Amerika Serikat

diperkirakan sekitar 3 per 100.000 penduduk dengan perbandingan wanita

terhadap pria 1:1.4 Meskipun tidak terdapat hubungan yang jelas berkaitan dengan

jenis kelamin untuk diagnosis penyakit ini, namun beberapa data mengindikasikan

adanya perbedaan fenotip pada presentasi antara pria dan wanita, yaitu pada pria

memberikan tampilan klinis yang berat sedangkan pada wanita tampak lebih

ringan.6

Dua penelitian kohort dengan sampel besar pada pasien granulomatosis

Wagener, menunjukkan bahwa 90% terdiri dari ras kulit putih, sementara ras

Page 10: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

4

Amerika-Afrika, Asia dan Hispanik serta etnis lainnya terdapat pada 1-8%

kasus.6-7

. Rerata usia terkena penyakit ini saat didiagnosis adalah 40 – 55 tahun

meskipun penyakit ini bisa terdapat pada semua usia. Kaitan onset penyakit ini

dengan perubahan musim atau presipitasi penyakit setelah inhalasi zat atau gas

tertentu atau infeksi, masih terdapat perdebatan. Penelitian terbaru tidak

menyokong kaitan variasi musim dengan penyakit ini meskipun pengambilan data

hanya berdasarkan pada persepsi pasien, catatan medis dan survai pasien pulang

dari rumah sakit.4

Suatu penelitian dengan rancangan studi silang yang

membandingkan pasien granulomatosis Wagener, kontrol sehat, individu dengan

penyakit inflamasi paru idiopatik dan berbagai penyakit reumatologi dievaluasi

paparan terhadap material tertentu dan substansi gas dari lingkungan. Lebih dari

75% pasien dari semua kelompok tercatat terpapar material yang terhisap selama

beberapa tahun sebelum timbulnya onset penyakit. Tidak didapatkannya

perbedaan bermakna antara pasien dengan granulomatosis Wagener dengan

kontrol, jarangnya kasus familial dan tidak terdapatnya genotip HLA yang

dominan diantara pasien dengan granulomatosis Wagener, mendukung pernyataan

bahwa kerentanan pejamu yang didapat memegang peranan penting dalam

etiologi penyakit ini.4

2.2 Patogenesis

Meskipun penyeban granulomatosis Wagener masih belum jelas,beberapa

penelitian berusaha mencari mekanisme yang berperan sehingga diharapkan dapat

ditemukan intervensi terapeutik yang lebih baik di masa depan.4

Page 11: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

5

Lima belas tahun yang lalu terdapat peningkatan bukti yang mendukung

pernyataan bahwa ANCA memperkuat kejadian imuno-inflamasi yang

berkontribusi pada penyalit granulomatosis Wagener gangguan lain yang

berkaitan yaitu poliangitis mikroskopik. Meskipun mayoritas pasien dengan

granulomatosis Wagener yang membentuk ANCA memiliki antibodi spesifik

terhadap proteinase-3 (PR-3), tidak semua pasien memberikan hasil ANCA

positif. Hauschild dkk. Menemukan bahwa 23.700 sampel serum diuji dari lebih

dari 13.600 pasien dimana 445 orang diantaranya memiliki granulomatosis

Wagener. Pada individu granulomatosis Wagener dengan lesi terbatas tanpa

glomerulonefritis, ANCA positif pada 55% pasien. Pada pasien yang mengalami

glomerulonefritis, ANCA didapatkan pada 88% pasien. Hal tersebut menunjukkan

bahwa semakin berat penyakitnya, termasuk adanya glomerulonefritis, hasil tes

ANCA-nya cenderung positif. Hal yang perlu diingat berdasarkan penelitian ini

dan penelitian lainnya adalah bahwa ANCA tidak secara universal terdapat pada

semua pasien granulomatosis Wagener.Usaha untuk mengidentifikasi komplek

imun yang mengandung antibodi PR-3 dan komplemen jaringan tidak teraktivasi

secara umum tidak memberikan hasil yang memuaskan. Karena itu, kecuali

keterbatasan dalam uji sensitivitas, tidak didapatkannya ANCA pada minoritas

pasien dengan granulomatosis Wagener aktif dapat mengindikasikan bahwa, jika

terdapat peranannya, maka peranannya tidak penting. Namun sejumlah besar data

mengindikasikan bahwa ANCA biasanya dengan spesifisitas terhadap PR-3 dan

kadang terhadap mieloperoksidase (MPO) dapat berkontribusi terhadap aktivasi

dan jejas pada pembuluh darah.4

Page 12: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

6

Neutrofil yang teraktivasi mengekspresikan berbagai antigen sitoplasma pada

permukaan sel, dan banyak daripadanya adalah enzim. Ikatan antibodi dengan

proteinase-3, MPO dan berbagai enzim sitoplasma neutrofil lainnya meningkatkan

aktivasi neutrofil, degranulasi dan produksi superoksida. Enzim sitoplasma

neutrofil dapat juga berikatan dengan sel endotel yang secara langsung dapat

menyebabkan jejas, sehingga mengaktivasi sel endotel yang berakibat

dihasilkannya interleukin-8 ( IL-8) oleh sel endotel. Interleukin 8 merupakan agen

kemotaktik yang sangat kuat untuk neutrofil. Seiring dengan kejadian tersebut, sel

endotel yang terpapar PR-3 juga meningkat secara bertahap, produksi IL-1α dan

faktor jaringan, sebagai inisiator utama kaskade koagulasi. Monosit seperti juga

neutrofil, menghasilkan PR-3, dan ketika teraktivasi dan terpapar kepada anti PR-

3, mereka secara jelas akan meningkatkan produksi IL-8. Hal ini selanjutnya akan

memperkuat kemotktik dari neutrofil. Jika sel endotel juga mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan dan mengekspresikan PR-3, selanjutnya akan

meningkatkan terjadinya jejas vaskular. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa

produksi PR-3 oleh sel endotel dan beberapa peneliti lainnya tidak, meyebabkan

terjadinya perdebatan. Efek dari ANCA yang menyebabkan peningkatan aktivasi

neutrofil dan sel endotel serta jejas yang terjadi dirangkum dalam gambar 2.1.4

Page 13: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

7

Gambar 2.1. Efek dari ANCA yang menyebabkan peningkatan aktivasi neutrofil

dan sel endotel serta jejas yang terjadiDikutip

dari

Hoffman GS 7

Secara jelas data tersebut menunjukkan pembuktian kuat untuk dugaan peranan

ANCA pada patogenesis penyakit granulomatosis Wagener dan poliangitis

mikroskopik. Meskipun penelitian ini menunjukkan potensi ANCA untuk

meningkatkan jejas vaskular, mereka tidak menjelaskan selektivitas organ.

Hipotesis berdasar pada ANCA lebih meningkatkan rasa ingin tahu jika

membahas mengenai organ yang cenderung terlibat pada granulomatosis Wagener

seperti saluran nafas dan ginjal dapat ditunjukkan untuk menyediakan lingkungan

dengan ANCA tinggi yang memediasi terjadinya jejas.4

Page 14: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

8

Peranan potensial infeksi dalam inisiasi dan promosi perkembangan

granulomatosis Wagener tetap menjadi hal yang menarik. Pasien dengan

granulomatosis Wagener dan kelainan vaskular lainnya sering tampil dengan

gambaran klinis yang menduga adanya penyakit infeksi. Pada granulomatosis

Wagener menjadi catatan khusus bahwa saluran nafas hampir selalu terlibat pada

tahap inisiasi. Penelitian mengenai lavase bronkoalveolar melibatkan pasien yang

baru terdiagnosis penyakit granulomatosis Wagener dan mereka yang telah

mengalami reaktivasi penyakit juga penderita dalam keadaan remisi. Pada pasien

tanpa gambaran klinis penyakit saluran nafas yang aktif umumnya memiliki

alveolitis neutrofilik pada saat onset dan reaktivasi penyakit. Diduga bahwa

stimulasi jalan nafas menghasilkan suatu respon neutrofilik pada penderita yang

rentan secara imunologi, dapat mencetuskan gejala sistemik yang kita kenal

sebagai granulomatosis Wagener. Hingga saat ini, penelitian histopatologi

spesimen biopsi jalan nafas , termasuk pewarnaan khusus untuk mikroorganisme

dan kultur untuk bakteri, mikobakteria, , jamur, mikoplasma, virus saluran nafas,

gagal untuk menunjukkan agen penyebab infeksi. Namun demikian, hamper

semuanya menggunakan teknik laboratorium konvensional. . Teknik molekular

yang lebih memuaskan seperti polymerase chain reaction (PCR) dapat

mengidentifikasi agen infeksius pada penyakit lain dimana persyaratan kultur

kurang baik dan pewarnaan jaringan kurang sensitif.4

Pencarian lebih lanjut etiologi agen infeksius harus lebih terdorong karena

berbagai alasan. Beberapa infeksi diketahui berkaitan dengan tipe tertentu

vaskulitis. Penyakit Marek, suatu bentuk terakselerasi dari aterosklerosis dan

Page 15: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

9

inflamasi vascular berkaitan dengan virus herpes chicken avian. Penyakit ini dapat

menghancurkan seluruh kawanan yang bias dicegah dengan imunisasi. Pada

manusia, vaskulitis dilaporkan terjadi berhubungan dengan virus hepatitis B, virus

hepatitis C, virus Epstein Barr, parvo B-19 dan infeksi HIV. Namun demikian,

pasien yang mengalami infeksi tersebut mengalami berbagai masalah klinis

dengan kurang dari 1% pasien mengalami vaskulitis. Penelitian tersebut menduga

terdapat abnormalitas pejamu tertentu yang menyebabkan ekspresi penyakit khas

ini.. Beberapa penelitian terhadap hewan coba mendukung hipotesis ini. Sebagai

contoh, berbagai tikus yang mengalami gangguan imun dengan tampilan luar

normal akan mengalami vaskulitis setelah infeksi virus herpes gama. Vaskulitis

yang terjadi pada hewan ini muncul pada keadaan defisiensi genetik interferon

gama dan reseptor interferon gama.4

Beberapa dugaan yang menyatakan bahwa infeksi persisten merupakan

stimulus untuk vaskulitis tidak dapat dipertahankan karena sebagian besar dengan

terapi imunosupresif adalah untuk menyelamatkan nyawa dan pasien tidak

meninggal karena infeksinya yang berat. . Pasien dengan hepatitis B atau hepatitis

C , vaskulitis yang terjadi sering membaik secara bertahap. Namun demikian

dengan terapi imunosupresif maka jumlah virus akan meningkat. Skenario yang

serupa didokumentasikan dengan baik pada cerpelai yang terinfeksi virus penyakit

Aleutian. Strain virus yang berbeda menghasilkan perbedaan beratnya penyakit

dan meskipun semua cerpelai rentan, cerpelai yang mengalami penyakit Aleutian

adalah yang rentan terhadap infeksi. Hewan yang terinfeksi menghasilkan

kompleks imun yang bersirkulasi dan berkembang menjadi vaskulitis yang

Page 16: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

10

mematikan yang dapat dicegah dengan terapi siklofosfamid meskipun terjadi

viremia.4

Model hewan coba ini dimana vaskulitis dan infeksi terjadi bersama

menunjukkan kemiripan dengan vaskulitis pada manusia. Keterlibatan organ dan

pembuluh darah biasanya tidak seragam dengan sejumlah daerah yang terlewat.

Tidak semua organ menghasilkan pola vaskulitis yang sama . Pada model hewan

coba tikus yang terinfeksi virus herpes gama, kelainan terutama terjadi pada arteri

besar seperti aorta dan cabang utamanya, sementara pada cerpelai yang

mengalami infeksi Aleutian terutama kelainan terjadi pada pembuluh darah

berukuran sedang dan kecil. Mungkin perangkat unik yang dimiliki agen infeksius

seperti afinitas terhadap substrat jaringan tertentu, perangkat jaringan fokal, ,

karakteristik hemodinamik organ dan respon imun yang unik daerah yang berbeda

mungkin penting untuk terjadinya target organ yang mengalami vaskulitis.

Penelitian terbaru pada manusia menduga bahwa dengan infeksi oleh Chlamydia

pneumonia atau cytomegalovirus dapat memperkuat komponen inflamasi dari

aterosklerosis. Mungkin peningkatan respon inflamasi pada penderita yang

mengalami gangguan imun mirip dengan scenario yang terjadi pada manusia.

Mungkin kondisi vaskulitis idiopatik mungkin ditemukan dengan etiologi infeksi

sehingga berpotensi untuk ditemukan terapi.4

Percobaan yang lain menitikberatkan pada usaha untuk memahami mekanisme

yang mendasari terjadinya granuloma pada granulomatosis Wagener. Pada

penyakit inflamasi granulomatosa lain ditemukan bahwa prosesnya dimediasi oleh

sel T CD4+ tersensitisasi yang menghasilkan sitokin Th1 (IL-2, IFN-γ, TNF-α).

Page 17: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

11

Kemiripan proses inflamasi pada granulomatosis Wagener, meningkatkan

kecurigaan bahwa jejas pada jaringan dan vaskulitis mungkin dimediasi oleh

respon imun Th1 yang menyimpang. Dukungan mengenai mekanisme iti terdapat

pada beberapa penelitian. . Abnormalitas kuantitatif dan kualitatif dalam produksi

sitokin telah digambarkan pada granulomatosis Wagener dan sindroma vaskulitis

terkait. Peningkatan kadar IL-1, IL-2, IL-6 dan TNF-α dan peningkatan produksi

TNF-α oleh sel mononuclear yang bersirkulasi telah dilaporkan pada pasien

granulomatosis Wagener. Penelitian lebih baru yang berfokus pada produksi

sitokin pro inflamasi pada lesi vaskulitis in situ. Peningkatan produksi IL-1 dan

TNF-α ditemukan pada glomeruli ginjal pasien dengan granulomatosis Wagener

dan glomerulonephritis aktif reverse transcription (RT) PCR, hibridisasi in situ

dan teknik imunohistokimia. . Dengan menggunakan pendekatan yang sama,

Weyand dkk. menemukan mRNA untuk IL-1,TNF-α, IL-2, IL-6, IFN-γ dan TGF-

β pada potongan arteri temporalis penderita giant cell arteritis dan sindroma

vaskulitis granulomatosa lainnya. Pada penelitian parallel dari histologi normal

arteri temporal normap pasien reumatik polimialgia, mRNA untuk IL-1, TNFα,

IL-2 dan IL-6 dapat dideteksi tetapi sampel jaringan tidak mengandung IFN-γ,

diduga bahwa IFN-γ mungkin terlibat pada terjadinya progresi arteritis yang

tampak.4

Data terbaru dari Ludvikkson dkk. menyajikan data yang paling menarik yang

mencatat bahwa sel T yang berhubungan dengan inflamasi granulomatosa dari

penyakit granulomatosis Wagener mengalami penyimpangan melalui pola sitokin

Th1. Penelitian dari limfosit yang terdapat pada darah perifer menunjukkan bahwa

Page 18: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

12

sel T CD4+ menghasilkan kadar IFN-γ 10-20 kali lebih tinggi dan secara

signifikan mengandung kadar TNF-α yang lebih tinggi dibandingkan yang

dihasilkan oleh sel T CD4+ dari kontrol normal. Berlawanan dengan hal tersebut,

Tidak terdapat perbedaan kadal sitokin yang berhubungan dengan sitokin Th2 (IL-

4, IL-5 atau IL-10) yang dihasilkan oleh sel T dari pasien dengan granulomatosis

Wagener dibandingkan subjek control. Temuan bahwa lesi granulomatosis

Wagener berhubungan dengan penyimpangan sel T melalui diferesnsiasi Th1

berefek pada abnormalitas regulasi IL-12 yang merupakan penginduksi primer

dari produksi IFN-γ oleh sel T. Meskipun kadar tertinggi dari IL-12 diperoleh

dengan monosit dari pasien dengan penyakit yang aktif, Ludvikkson dkk.

mengamati bahwa monosit dari pasien dengan penyakit yang inaktif juga

menghasilkan peningkatan jumlah IL-12. Hal tersebut menduga bahwa

peningkatan produksi IL-12 bukan merupakan efek sekunder terhadap proses

inflamasi tertapi merupakan gambaran primer dari granulomatosis Wagener.4

Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hipotesis bahwa paparan pasien

granulomatosis Wagener dengan factor lingkungan (seperti infeksi) atau

autoantigen menyebabkan respon IL-12 makrofag yang massif yang mengawali

terjadinya ketidakseimbangan produksi sitokin Th1. Produksi yang menyimpang

dari TNF-α dan IFN-γ dapat menginisiasi dan melangsungkan lesi vascular

dengan inflamasi granulomatosa yang menjadi ciri khas granulomatosis Wagener.

Proses tersebut mungkin lebih jauhnya dapat dipengaruhi oleh ANCA yang

mungkin dapat memperkuat aktivasi neutrophil, sel endotel dan monosit. Namun

demikian seperti dijelaskan sebelumnya, karena terdapatnya penderita

Page 19: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

13

granulomatosis Wagener dengan ANCA yang negatif, meskipun sedikit namun

signifikan, maka peranan penting ANCA pada proses ini tampaknya tidak

mendukung. Temuan tersebut mempunyai implikasi penting untuk terapi

penderita granulomatosis Wagener. Didapatkan kesimpulan khusus, peneliti

menduga melalui upaya downregulate jalur Th1 dan produksi IL-12 dapat

menghentikan inflamasi. Hal tersebut didukung dengan temuan bahwa dengan

penambahan IL-10 eksogen menyebabkan blokade produksi IFN-γ tergantung

dosis oleh sel mononuklear darah perifer pasien dengan granulomatosis Wagener

aktif.4

2.3 Gambaran Klinis

Lebih dari 90% pasien dengan penyakit granulomatosis Wagener pertama kali

berobat karena keluhan gejala saluran nafas atas dan atau bawah. Keluhan di

hidung dan sinus ditandai dengan hidung tersumbat dan epistaksis karena mukosa

yang rapuh, ulserasi atau menebal. Perforasi septum nasi dan atau deformitas

saddle nose dapat terjadi karena destruksi kartilago nasal. Keluhan lain yang dapat

dijumpai adalah nyeri dan bengkak di wajah serta perforasi palatum. Tanda yang

paling khas dijumpai pada pemeriksaan fisik adalah perforasi septum nasi dengan

atau tanpa masa jaringan lunak yang dapat berkembang progresif hingga

terjadinya autorinektomi.4,8

Tampilan klinisnya dapat dilihat pada gambar 2.2.

Page 20: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

14

Gambar 2.2 Tampilan klinis pasien granulomatosis Wagener Dikutip dari Teli

9

Pada suatu penelitian ditemukan juga stenosis subglotis hampir pada 20% pasien

yang dapat mengancam kehidupan karena terganggunya patensi jalan nafas.

Kecurigaan yang sangat tinggi sangat penting dalam deteksi lesi ini karena sering

terjadi pada saat diagnosis pertama kali tidak didapatkan gambaran lain penyakit

granulomatosis Wagener aktif dan tidak menunjukkan gejala spesifik seperti

sesak, perubahan suara dan batuk. Meskipun penyakit subglotis secara optimal

didiagnosis dengan visualisasi otolaringologi, dugaan obstruksi ekstratorasik

dapat dilihat melalui perubahan pada flow volume loop (gambar 2.3). Flattening

baik pada fase inspirasi maupun inspirasi sesuai dengan obstruksi ekstratorasik

terfiksasi.4

Page 21: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

15

Gambar 2.3.Flow volume loop pasien granulomatosis Wagener dengan diameter

subglotis 2 mm Dikutip dari Langford 4

Pada saluran nafas bawah, penyakit granulomatosis Wagener dapat

berpengaruh pada parenkim paru, bromkus dan jarang pada pleura. Pemeriksaan

foto rontgen polos dada harus dilakukan pada semua pasien yang diduga

granulomatosis Wagener karena pada 34% kasus didapatkan abnormalitas

meskipun tanpa gejala. Walaupun infiltrat nodular bilateral sering

dijumpai,namun gambarannya dapat bervariasi termasuk infiltrat/nodul tunggal,

penyakit dengan kavitas dan perdarahan alveolar difus (Gambar 2.4).4

Gambar 2.4. Tomografi komputer berbagai spektrum abnormalitas radiografi yang

melibatkan parenkim paru pada penderita granulomatosis WagenerDikutip dari Langford4

Page 22: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

16

Inflamasi dan stenosis endobronkial ditemukan pada sekitar 15% pasien dengan

keterlibatan paru (gambar 2.5). Penyakit endobronkial dapat disertai dengan

keluhan batuk, mengi, sesak, hemoptisis atau dengan gejala yang berkaitan

dengan atelektasis atau post obstructive infection.4

Gambar 2.5. Penyempitan endotrakea pada penderita granulomatosis

WagenerDikutip dari Langford 4

Glomerulonefritis merupakan salah satu manifestasi penyakit granulomatosis

Wagener yang paling serius. Manifestasi klinis ini dapat mengalami progrsi secara

cepat hingga terjadi gagal ginjal komplit meskipun tanpa gejala. Deteksi dapat

dilakukan melalui pemeriksaan urin dan darah. Pada pemeriksaan tersebut dapat

dijumpai abnormalitas berupa proteinuria, sedimen aktif dari urin dengan

hematuri mikroskopik dan cast eritrosit. Penurunan fungsi ginjal dapat dinilai dari

peningkatan kreatinin serum atau penurunan creatinin clearance. Kewaspadaan

akan terjadinya glomerulonegritis sangat penting karena meskipun hanya

didapatkan pada 20% pasien pada saat didiagnosis, namun 80% pasien dapat

berkembang mengalami glomerulonefritis selama perjalanan penyakitnya.4

Page 23: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

17

Meskipun granulomatosis Wagener diklasifikasikan berdasarkan 3 organ yang

terlibat, yaitu jalan nafas atas, paru dan ginjal, namun penyakit ini dapat

melibatkan sekaligus ketiga organ tersebut (Tabel 2.1). Mata dan sistem saraf

merupakan bagian tubuh yang juga berpotensi menimbulkan morbiditas.

Manifestasi okular dapat berupa gangguan penglihatan baik secara langsung

mengenai mata atau melalui struktur di sekitarnya. Keluhan tersebut meliputi

episkleritis, skleritis, konjungtivitis, keratitis, uveitis, vaskulitis retina, neuritis

optik dan pseudotumor retroorbita. Mononeuritis multipleks dijumpai pada 15%

pasien dan 8% mengalami penyakit sistem saraf pusat.4

Tabel 2.1 Profil klinis keterlibatan organ pada granulomatosis Wagener

Organ Frekuensi saat pertama

berobat (%)

Frekuensi selama

perjalanan penyakit (%)

Saluran nafas atas

Saluran nafas bawah

Ginjal

Sendi

Mata

Kulit

Saraf

73

48

20

32

15

13

1

92

85

80

67

52

46

20

Page 24: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

18

2.4 Diagnosis dan Penggunaan Klinis dari Antineutrophilic Cytoplasmic

Antibody (ANCA)

Diagnosis banding dari granulomatosis Wagener sering berdasarkan pada

bagian organ yang terlibat dan sering juga termasuk infeksi, neoplasma, penyakit

jaringan ikat dan penyakit granulomatosis lainnya. Mengingat medikasi yang

digunakan untuk terapi granulomatosis Wagener berpotensi toksik dan dapat

memperburuk kondisi lainnya yang sudah ada, maka suatu penegakkan diagnosis

pasti sangat penting.4

Diagnosis penyakit granulomatosis Wagener biasanya ditegakkan melalui

histopatologi yang menunjukkan adanya vaskulitis, inflamasi granulomatosa dan

nekrosis (Gambar 2.6).6

Gambar 2.6. Gambaran histologi penderita granulomatosis

WagenerDikutip dari Langford 4

Gambaran histopatologi sering menunjukkan distribusi yang tidak merata

sehingga untuk memperoleh hasil biopsi positif dipengaruhi oleh organ yang

Page 25: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

19

terkena dan khususnya jumlah jaringan yang diperoleh. Keputusan untuk

menentukan bagian mana yang akan diambil untuk sediaan biopsi tergantung dari

faktor individual termasuk beratnya penyakit, tingkat invasif prosedur, data

literatur dan urgensi pemberian terapi.

Antineutrophil Cytoplasm Antibody (ANCA) pertama kali digambarkan pada

tahun 1982 dan pada tahun 1985 ditemukan bahwa ANCA mempunyai hubungan

kuat dengan penyakit granulomatosis Wagener aktif. Sejak penemuan tersebut,

terdapat dua pola penting pada pewarnaan imunofuoresen untuk ANCA, yaitu

pola sitoplasmik (c-ANCA) dan pola perinuklear (p-ANCA). Sitoplasmik ANCA

(c-ANCA) telah ditemukan pada 70-90% pasien denga granulomatosis Wagener

aktif, target antigennya adalah preteinase-3, yaitu suatu protease serin dengan

ukuran 29 kD yang ditemukan pada granula azurofilik dari neutrofil. Perinuklear

ANCA (p-ANCA) mempunyai rentang yang luas dalam hubungannya dengan

penyakit dan spesifisitas antigen, namun hanya ditemukan pada 5-10% pasien

dengan granulomatosis Wagener. Hal tersebut terjadi karena adanya

myeloperoksidase , yaitu unsur lain yang terdapat pada granula neutrofil.4

Sensitivitas pemeriksaan ANCA untuk granulomatosis Wagener dilaporkan

pada rentang 28-92%. Spektrum yang luas ini sebagian mencerminkan perbedaan

kriteria yang diaplikasikan untuk menegakkan diagnosis granulomatosis Wagener.

Beberapa penelitian menunjukkan spesifisitas yang tinggi untuk c-ANCA pada

penegakkan diagnosis penyakit ini, dengan rentang 80-100%. Tinggunya

spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan c-ANCA untuk granulomatosis Wagener

meningkatkan ketertarikan untuk penggunaan pemeriksaan tersebut sebagai alat

Page 26: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

20

bantu diagnostik. Disamping temuan tersebut, kenggunaan ANCA sebagai uji

diagnostik juga dipengaruhi oleh probabilitas sebelum uji dari penyakit yang akan

menjadi rendah pada sebagian besar situasi klinis ditunjukkan oleh perjalanan

alamiah yang tidak umum dari penyakit ini. Hasil tes ANCA positif telah juga

dilaporkan pada penyakit lain yang merupakan diagnosis banding granulomatosis

Wagener. Karena itu, hasil tes ANCA positif mungkin berguna untuk menduga

adanya kemungkinan penyakit granulomatosis Wagener, tetapi tidak digunakan

untuk menggantikan sediaan bipsi untuk diagnosis.4

Titer ANCA akan bervariasi selama perjalanan penyakit dan kadarnya

menunjukkan lebih tinggi pada kondisi aktif sehingga beberapa peneliti

mepertanyakan apakah pemeriksaan ANCA serial dapat digunakan untuk

memprediksi kekambuhan penyakit dan panduan pengambilan keputusan terapi.

Namun demikian, pada pasien-pasien yang dilakukan pemeriksaan tunggal,

kemudian diperiksa ulang setelah 18 bulan, 44% pasien yang mengalami kenaikan

titer ANCA empat kali lipat, tidak menunjukkan peningkatan aktivitas klinis. Atas

hal tersebut, kemungkinan perburukan penyakit mungkin tidak terjadi dan

toksisitas terapi harus dipertimbangkan. Kenaikan titer ANCA tidak boleh

digunakan sebagai dasar untuk memulai kembali atau meningkatkan terapi. Atas

hal tersebut, lakukan evaluasi secara hati-hati untuk mendapatkan pembuktian

objektif aktifnya penyakit dan pemantauan rutin pasien.4

Page 27: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

21

2.5 Terapi

2.5.1 Evolusi Terapi

Terapi granulomatosis Wagener telah mengalami perubahan besar sejak

penyakit ini digambarkan pada tahun 1930. Beberapa dekade sesudahnya,

granulomatosis Wagener dinyatakan sebagai penyakit fatal karena belum terdapat

terapi yang efektif. Sebelum tahun 1970, pasien granulomatosis Wagener

bertahan hanya 5 bulan setelah didiagnosis dan 82% pasien meninggal dalam 1

tahun. Meskipun dengan penggunaan glukokortikoid, rata-rata angka harapan

hidup setelah didagnosis adalah 12,5 bulan.5

Mulai awal 1970, terdapat perubahan dramatis pada terapi granulomatosis

Wagener.Fauci dkk. mengkombinasikan siklofosfamid harian dan glukokortikoid

dosis tinggi samapai pasien mengalami remisi untuk 1 tahun.5

Dalam beberapa tahun terakhir, terapi standar baru untuk granulomatosis

Wagener telah berkembang. Tujuan utama terapi terkini adalah mengendalikan

penyakit dengan cepat, membatasi ekstensi dan beratnya kerusakan organ

permanen dana meminimalisir morbiditas jangka pendek dan jangka panjang yang

sering terjadi akibat terapi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 2 fase terapi

yaitu : induksi dari remisi didikuti dengan pemeliharaan maintenace) dari remisi.

Selama fase induksi diberikan pemberian siklofosfamid dengan durasi lebih

pendek yang dikombinasikan dengan glukokortikoid.Setelah berhasil induksi dari

Page 28: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

22

remisi, fokus terapi beralih kepada pemeliharaan remisi selama dan setelah

tappering glukokortikoid.5

2.5.2 Terapi Iinduksi Remisi

Sebelum memulai terapi induksi, harus dilakukan penilaian terhadap

penyakitnya apakah berat atau terbatas. Kategorisasi tersebut akan menentukan

regimen terapi yang akan kita pilih untuk fase induksi remisi, Pada kasus yang

berat, yaitu jika didapatkan ancaman langsung baik terhadap fungsi organ vital

ataupun terhadap kehidupan pasien, diperlukan agen terapi dengan potensi toksik

yang lebih besar (misalnya siklofosfamid dan pulse glukokortikoid). Manifestasi

yang sering dijumpai pada kasus berat antara lain glomerulonefritis progresif

cepat, perdarahan alveolarmononeuritis multipleks dan khususnya lesi mata yang

membahayakan seperti skleritis dan keratitis ulseratif perifer. Penyakit yang

terbatas sering ditandai dengan lesi pada saluran nafas atas dan paru, semua kasus

yang tidak berat diberikan agen terapi dengan potensi toksik lebih rendah

(misalnya metotreksat dan glukokortikoid). Pada penyakit yang terbatas dapat

disertai dengan keluhan rinorea, hidung beringus dengan sekret berdarah atau

purulen, ulkus pada oral atau nasal (atau keduanya), stenosis subglotis, gangguan

dengar konduktif nodul pada paru. 5 Algoritma terapi dapat dilihat pada gambar

2.7.

Page 29: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

23

Gambar 2.7. Algoritma terapi pasien granulomatosis Wagener. Terapi diberikan

jika diagnosis sudah tegak. AZA; Azatioprin, CYC, siklofosfamid ;

GC; glukokortikoid, MTX; Metotreksat Dikutip dari Wung 5

Regimen siklofosfamid untuk granulomatosis Wagener pertama kali digunakan

pada tahun 1970, dapat mengrubah kasus fatal dalam beberapa bulan setelah

didiagnosis untuk mencapai remisi pada sebagian besar kasus. Siklofosfamid

dapat diberikan per oral sebagai dosis harian atau intravena secara intermiten.

Dosis harian siklofosfamid yang biasa digunakan adalah 2mg/kg/hari dan tidak

boleh melebihi 200 mg/hari. Penyesuaian dosis sangat penting untuk pasien usia

tua (lebih dari 70 tahun), disfungsi ginjal, sitopenia atau fungsi hati yang

abnormal.5

Penyesuaian dosis siklofosfamid jika terdapat disfungsi ginjal dapat

dilihat pada tabel 2.2.

Page 30: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

24

Tabel 2.2 Penyesuaian dosis siklofosfamid jika terdapat disfungsi ginjal

Sebagai tambahan penyaringan rutin sederhana untuk menyingkirkan sistitis

yang diinduksi obat, infeksi oportunis, keganasan dan efek toksik lain yang

diakibatkan siklofosfamid. Rekomendasi respon klinis jika terdapat efek samping

siklofosfamid dapat dilihat pada tabel 2.3.5

Tabel 2.3 Rekomendasi respon klinisi jika terdapat efek samping siklofosfamid5

No. Efek samping Tindakan

1. Mual dan muntah Berikan dosis multipel, hindari pemberian

di sore hari

2. Supresi sumsum tulang Hentikan pemberian obat samapai sitopenia

teratasi. Siklofosfamid dapat diberikan

kembali pada 50% dosis pretoksik

3. Peningkatan fungsi hati Hentikan pemberian obat samapai fungsi

hati normal atau kurangi dosis 50% dari

dosis pretoksik

Page 31: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

25

4. Disfungsi ginjal Hentikan obat samapai disfungsi ginjal

teratasi atau kurangi dosis berdasarkan

tabel 2

5. Infeksi oportunis Hentikan obat samapai infeksi teratasi atau

kurangi dosis obat.

6. Sistitis hemoragik Obat jangan dilanjutkan

7. Gangguan ovarium Batasi lamanya pemberian obat

8. Keganasan Batasi lamanya pemberian obat

Sebagai upaya mencegah terjadinya efek toksik jangka panjang dari

siklofosfamid, regimen terkini diberikan dengan durasi yang lebih pendek yaitu 3-

6 bulan. Durasi yang sebelumnya diberikan menurut Fauci dkk. adalah 2 tahun.

Namun demikian, meskipun dengan pemberian obat jangka pendek, pasien tetap

beresiko tinggi untuk mengalami kesakitan akibat terapi. Toksisitas akibat obat

terlihat pada pemberian obat dengan dosis harian. Hat tersebut menimbulkan

penelitian mengenai alternatif pemberian obat tersebut yaitu dengan pemberian

secara intermiten. Regimen intermiten siklofosfamid yaitu diberikan satu kali

setiap 4 minggu pada dosis 750-100mg/m2, sehingga diharapkan terdapat dosis

akumulasi yang lebih rendah (hampir setengah 50% dari dosis harian), dengan

lama pemberian sama. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan remisi

penyakit dapat berhasil diinduksi baik dengan dosis harian maupun intermiten.

Beberapa penelitian menemukan bahwa pemberian harian masa remisi yang lebih

panjang. Namun demikian, pada kenyataannya pemberian harian pada induksi

remisi angka kekambuhannya tetap signifikan. Tanpa melihat pemberian obat

Page 32: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

26

harian atau intermiten yang harus diperhatikan adalah pemantauan dan

pencegahan terjadinya efek samping obat.5

Berkaitan dengan efek toksik dari siklofosfamid, metotreksat dikombinasikan

dengan glukokortikoid merupakan terapi alternatif penting untuk terapi induksi

remisi pada pasien dengan penyakit terbatas. Dosis awal metotreksat yang

diberikan adalah0,25 mg/kg/ minggu ( biasanya 15-20 mg/minggu), ditingkatkan

samapai dosis maksimal 25mg/minggu. Jika pasien tetap dalam kondisi remisi

dalam 12 bulan, metotreksat diturunkan 2,5 mg/bulan. Pendekatan lain yang

didukung oleh data yang teliti adalah menghentikannya secara tiba-tiba tanpa

penurunan bertahap atau pada pasien yang dicurigai resiko tinggi relaps

dilanjutkan tanpa batas tertentu. Kontraindikasi obat ini adalah pada pasien

dengan insufisiensi ginjal (misal dengan kreatinin serum lebih dari 2 mg/dl.

Metotreksat yang dikombinasikan dengan glukokortikoid dapat menginduksi

remisi pada mayoritas pasien yang dipilih dengan hati-hati, sehingga efek toksik

penggunaan siklofosfamid dapat dihindari. Angka kekambuhan dengan

menggunakan obat ini lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang menggunakan

siklofosfamid. De Groot dkk. menyarankan penggunaan metotreksat dengan

durasi lebih lama pasda terapi pemeliharaan harus dipertimbangkan.5

2.5.3 Terapi Pemeliharaan Remisi

Setelah remisi telah diinduksi dengan salah satu regimen di atas, tujuan terapi

selanjutnya adalah untuk menjaga penyakit tetap tenang dengan menggunakan

Page 33: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

27

obat yang toksisitasnya lebih rendah dari siklofosfamid. Dua agen utama yang

digunakan untuk penjaga fase pemeliharaan remisis adalah metotreksat dan

azatioprin. Dosis awal penggunaan azatioprin adalah 2 mg/kg/hari.5

2.5.4 Terapi Profilaksis

Profilaksis untuk menghadapi efek samping yang sering dijumpai akibat terapi

sangatlah penting. Eberapa diantaranya adalah :

1. Pneumonia pneumokistik. Penyakit tersebut disebabkan kuman oprtunis

seperti Pneumocyctis jiroveci karena pemberian obat imunosupresif.

Pemberian trimetroprim-sulfametoksazol (baik dengan kekuatan ganda, tiga

kali seminggu, atau kekuatan tunggal satu kali sehari). Pada pasien yang alergi

dengan obat tersebut dpat diberikan dapson (100 mg/hari) atovaquon (1.5

gr/hari) atau pemberian pentamidin aerosol tiap bulan.

2. Sistitis akibat siklofosfamid. Komplikasi ini timbul akibat metabolit

siklofosfamid yaitu acrolein pada urotelium. . Untuk menghindari hal tersebut

pasien harus diberikan siklofosfamid pada pagi hari dan minum 1,5 sampai 2

liter/ hari untuk menjaga diuresis. Untuk mencegah sistitis hemoragik dapat

diberikan merkaptoetan sulfonat (MESNA) intravena selama pemberian

siklofosfamid intermiten intravena.

3. Osteoporosis. Efek samaping ini terjadi akibat pemberian glukokortikoid

jangka panjang. , sehingga pasien harus diberikan kalsium elemental 1,5

gr/hari dan vitamin D 700-800 IU/hari. Pada pasien post menopauseharus

Page 34: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

28

dipertimbangkan pemberian hormon estrogen pengganti. Pasien yang

mengkonsumsi glukokortikoid dengan dosis 7,5 mg atau lebih, selama lebih

dari 6 bulan juga harus diberikan bifosfonat.5

2.5.5 Terapi Yang Sebelumnya Telah Digunakan Tetapi Belum Terdapat

Pembuktian

Trimetroprim-sulfametoksazol dapat digunakan untuk mencegah kekambuhan

pada pasien dengan penyakit terbatas, tidak berat, tetapi hanya terbatas mencegah

relaps pada saluran pernafasan atas.5

2.5.6 Terapi Masih Dalam Penelitian

Yang termasuk obat-obat golongan ini adalah :

1. Tumor necrosis factor antagonists

2. Rituximab

3. Leflunemide

4. Mycophenolate mofetil

5. Deokxyspergualin 5

Page 35: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

29

BAB III

Limfoma Ekstranodal Sel Natural Killer/Sel T Tipe Nasal

3.1 Definisi

Limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal adalah suatu

limfoma ektranodal polimorfik yang mengekspresikan fenotip sel NK atau sel T

sitotoksik (lebih jarang).10

World Health Organization (WHO) membagi limfoma ekstranodal sel NK/sel

T non cutaneous menjadi 4 kategori utama yaitu tipe nasal, tipe sel T enteropati,

sel T hepatoslpenik dan sel T subcutaneous panniculitis-like. 10

Penelitian terakhir

melaporkan bahwa limfoma sel NK blastik, suatu bentuk tumor sel NK yang lain,

berasal dari prekursor sel dendritik plasmasitoid.11

3.2 Epidemiologi

Penyakit ini jarang terjadi dan mempunyai hubungan yang konsisten dengan

virus Epstein Barr. Distribusi geografis dan ras bervariasi. Sering dijumpai di

daerah Asia dan Amerika latin Laki-laki lebih sering terkena penyakit ini

dibandingkan wanita.11

3.3 Histopatologi dan Imunohistologi

Limfoma non Hodgkin dari cincin Waldeyer didominasi oleh tipe sel B

sedangkan limfoma non Hodgkin pada hidung terutama limfoma sel NK/sel T.

Secara histopatologi, limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal

Page 36: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

30

menunjukkan gambaran sitologi yang bervariasi , sering terjadi angioinvasi dan

angiosentrisitas dengan zona nekrosis (gambar 3.1).11

Gambar 3.1. Gambaran histopatologi limfoma ekstranodal sel Natural Killer

(NK)/sel T tipe nasal dikutip dari pathpedia

Imunohistologi limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal

yang didapatkan dapat dilihat pada table 3.1.10

Page 37: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

31

Tabel 3.1. Imunohistologi limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe

Nasal10

Analisis genetik melalui hibridisasi in situ didapatkan hasil Epstein Barr virus

(EBV) EBER positif pada 25-90% kasus. Hal tersebut tergantung dari lokasi

geografis. Pada daerah endemik hasil positif dapat mencapai 95%.10

Pada kasus dengan fenotip NK akan mempunyai germline konfigurasi gen

reseptor sel T.10

Page 38: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

32

3.4 Gejala Klinis

Sebagian besar pasien limfoma ekstranodal sel NK/sel T tipe nasal dating

dengan keluhan hidung tersumbat dan atau destruksi hidung dan jaringan

sekitarnya. Lesi dapat meluas ke daerah sinus paranasal tetapi bukan primer dari

daerah tersebut. Keterlibatan kelenjar getah bening, dan sumsum tulang serta

sindroma hemofagositik dapat terjadi jika penyakitnya diseminata. Keluhan dapat

disertai demam, malaise dan penurunan berat badan.10

3.5 Kriteria Diagnosis

Limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal mengenai

struktur hidung dan jaringan di dekatnya serta dapat disertai dengan keterlibatan

kelenjar getah bening regional. Sebagian besar pasien didiagnosis dengan

penyakit lokal, yaitu stadium I atau II. 10

Kriteria diagnosis penyakit ini meliputi

1. Lesi ekstranodal primer, sebagian besar mengenai hidung dan dapat

disertai keterlibatan kelenjar getah bening

2. Nekrosis hamper selalu didapatkan. Pada keadaan ini dapat terlihat

destruksi vaskular, sering dijumpai ulserasi dan mungkin pada

pemeriksaan histopatologi dapat terlihat gambaran hyperplasia

pseudoepiteliomatosa.

3. Tampilan histopatologinya sangat bervariasi mulai dari small cell sampai

large cell. Sering dijumpai tipe campuran small cell dan large cell, banyak

Page 39: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

33

terdapat sel inflamasi dan pada pewarnaan Giemsa dapat dilihat sitoplasma

yang jernih dengan granula azurofilik.

4. Pemeriksaan CD56 positif. Pada kasus tertentu, meskipun jarang CD56

mungkin kurang sehingga memberikan hasil negatif, tetapi pada

pemeriksaan EBV, CD3+ dan protein sitotoksik memberikan hasil positif.

5. EBV positif. 10

3.6 Sadium Klinis (Staging)

Penentuan stadium klinis limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T

tipe nasal ditentukan berdasarkansistem Ann Arbor, yaitu :

Stadium I :

o I jika melibatkan kelenjar getah bening regional tunggal

o IE jika melibatkan organ ekstralimfatik

Stadium II :

o II jika melibatkan dua atau lebih kelenjar getah bening regional

pada sisi yang sama dari diafragma

o IIE jika didapatkan keterlibatan organ ekstralimfatik terlokalisir

dan satu atau lebih kelenjar getah bening regional pada sisi yang

sama dengan diafragma

Stadium III :

o III jika terdapat keterlibatan krlrnjar getah bening regional pada

kedua sisi diafragma

o IIIS jika terdapat keterlibatan lien/spleen

Page 40: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

34

o IIIE jika terdapat keterlibatan ekstralimfatik

Stadium IV :

o IVJika didapatkan keterlibatan satu atau lebihorgan atau jaringan

ekstralimfatik yang difus atau diseminata

Gejala sistemik dalam 6 bulan sebelum datang berobat :

o Demam, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan 10%

o A = tidak ada

o B = ada

Jika terdapat keterlibatan ekstranodal :

o M+ =Marrow (sumsum tulang)

o L+ = Lung (paru)

o H+ = Liver (hati)

o P+ = Pleura

o O+ = bone (tulang)

o D+ = kulit dan jaringan subkutan

Sistem Ann Arbor menurut aslinya digunakan untuk limfoma Hodgkin, tetapi

digunakan juga untuk limfoma non Hodgkin.10

3.7 Terapi

Penyakit limfoma ekstranodal sel NK/sel T tipe nasal secara klinis ditandai

dengan kecenderungan terjadi pada laki-laki muda, sebagian besar datang dengan

stadium I dan II terlokalisir, resisten terhadap kemoterapi konvensional dan

sensitif terhadap radioterapi. Secara keseluruhan untuk pasien dengan stadium

Page 41: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

35

dini, diffuse large cell lymphoma, kemoterapi diikuti dengan radioterapi pada

daerah yang terlibat dipertimbangkan sebagai terapi standar. Berlawanan dengan

hal tersebut, terapi optimal untuk limfoma ekstranodal sel NK/sel T tipe nasal

masih belum jelas sehingga masih terdapat berbagai perbedaan terapi yang

diberikan, antara lain radioterapi saja, kemoterapi saja, kombinasi radioterapi dan

kemoterapi, radioterapi diikuti kemoterapi dan kemoterapi diikuti dengan

radioterapi.13

Radioterapi diberikan melalui akselerator linear 6 MV atau 8 MV. Dosis

median adalah 50 Gy, dengan rentang dosis 40-64 Gy, dengan dosis per fraksi 2

Gy. Regimen kemoterapi yang diberikan yaitu CHOP (siklofosfamid,

doksorubisin, vinkristin, prednison), CHOP-bleo (CHOP + Bleomisin), COBVP

(cisplatin, vinkristin, bleomisin, prednison) dan COPP (siklofosfamid, vinkristin,

prokarbazin, prednison).13

Pada penelitian yang dilakukan oleh Xiong dkk. mengenai terapi limfoma

ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal terutama stadium dini,

menemukan bahwa radioterapi memberikan efektivitas yang tinggi, relatif resisten

terhadap kemoterapi, tidak ada keuntungan penambahan kemoterapi berbasis

doksorubisin pada radioterapi dan keberhasilan yang ditunjukkan dengan

pemberian radioterapi pada pasien yang berespon kurang baik setelah pemberian

kemoterapi. Atas dasar pertimbangan tersebut radioterapi direkomendasikan

sebaga iterapi primer limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal

stadium dini. Pada pasien dengan sadium IE radioterapi harus dipertimbangkan

sebagai modalitas terapi utama. Radioterapi diikuti dengan kemoterapi diberikan

Page 42: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

36

pada pasien stadium IIE. Progresi ekstranodal dan kejadian relaps yang ditemukan

pada observasi pasien dengan stadium IIE-IV jelas menggambarkan perlunya

terapi sistemik yang lebih inovatif.13

3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe

nasal meliputi :

1. Proses inflamasi non spesifik, dibedakan dengan limfoma ekstranodal sel

Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal melalui penilaian :

Identifikasi sel atipik dengan diikuti fenotip penegakkan diagnosis NK/T

limfoma tipe nasal, yaitu :

o CD56+, EBV+,CD3+ atau

o CD56-, EBV+, CD3+ dan protein sitotoksik+

Infiltrasi trabekula tulang dari septum nasi sangat curiga kearah keganasan

2. Limfoma sel T perifer, dibedakan dengan limfoma ekstranodal sel Natural

Killer (NK)/sel T tipe nasal melalui penilaian :

Identifikasi sel atipik dengan diikuti fenotip penegakkan diagnosis NK/T

limfoma tipe nasal, yaitu :

o CD56+, EBV+,CD3+ atau

o CD56-, EBV+, CD3+ dan protein sitotoksik+

Page 43: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

37

Limfoma ekstranodal sel Natural

Killer (NK)/sel T tipe nasal

Limfoma ekstranodal sel T tipe

enteropati

CD56 100% CD56 20%

EBV 100% pada tipe nasal dan pada

tipe lain dan diluar daerah endemik

EBV bervariasi, mungkin

dipengaruhi geografi

Tidak didapatkan enteropati Enteropati pada daerah yang

berdekatan 75%

Keduanya melibatkan saluran gastrointestinal dan keduanya

mengekspresikan marker sel T sitotoksik.

3. Granulomatosis limfomatoid, penyakit ini menurut asalnya dipertimbangkan

sebagai limfoma sel T angiosentrik. Saat ini dikenal sebagai proses sel B

EBV+ dengan marker sel T yang jelas.

4. Leukemia sel NK agresif. Pada kasus limfoma ekstranodal sel Natural Killer

(NK)/sel T yang melibatkan sumsum tulang tumpang tindih dengan leukemia

sel NK agresif yang dapat memberikan gambaran leukemia.10

Page 44: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

38

BAB IV

SIMPULAN

1. Lethal Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan

sangat sulit diidagnosis karena gejalanya tidak spesifik, kadang diperlukan

beberapa kali biopsi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

2. Gambaran umum penyakit ini biasanya terjadi lesi ulseratif yang pada

akhirnya menyebabkan destruksi daerah hidung sehingga terjadi gangguan

fungsi dan deformitas kosmetik. Mayoritas kasus penyakit ini meliputi

limfoma ekstranodal sel natural killer/sel T tipe nasal dan Wegener’s

granulomatosis.

3. Wegener’s granulomatosis lebih sering terjadi pada laki-laki, usia antara 40

dan 50 tahun dan secara klasik tampak dengan adanya lesi pada jalan nafas,

glomerulonephritis dan vaskulitis diseminata. Pada beberapa kasus tes c-

ANCA memegang peranan dalam menentukan diagnosis penyakit ini

4. Tujuan utama terapi terkini penyakit granulomatosis Wagener adalah

mengendalikan penyakit dengan cepat, membatasi ekstensi dan beratnya

kerusakan organ permanen dana meminimalisir morbiditas jangka pendek dan

jangka panjang yang sering terjadi akibat terapi.

5. Limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal adalah suatu

limfoma ektranodal polimorfik yang mengekspresikan fenotip sel NK atau sel

T sitotoksik (lebih jarang).

Page 45: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

39

6. Limfoma ekstranodal sel Natural Killer (NK)/sel T tipe nasal ditandai dengan

kecenderungan terjadi pada laki-laki muda, sebagian besar dating dengan

stadium I dan II terlokalisir, resisten terhadap kemoterapi konvensional dan

sensitif terhadap radioterapi.

Page 46: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Niemeyer B, Bahia PRV, Oliveira ALVSM, Marchon Júnior JL. 2012. Lethal

midline granuloma syndrome: a diagnostic dilemma. Radiol Bras.

Dez;45(6):353–355.

2. Parker NP, Pearlman AN, Conley DB, et al. 2010. The dilemma of midline

destructive lesions: a case series and diagnostic review. Am J Otolaryngol.

31:104–9.

3. Jaffe Es, Chan JK, Su IJ, dkk. 1996. Report of the workshop on nasal and

related extranodal angiocentric natural killer cell limfomas, definition,

differential diagnosis and epidemiology. Am J. Surg. Pathol ; 20(1) ; 103-111

4. Langford CA, Hoffman GS. 1999. Wagener’s granulomatosis. Thorax;54:629-

37.

5. Wung PK, Stone JH. 2006. Therapeutics of Wagener’s granulomatosis. Nature

Clinical Practice; 2:4

6. Stone JH. 2003. Limited versus severe Wagener’a granulomatosis ; baseline

data on patients in the Wagener’s granulomatosis etanercept trial. Arthritis

Rheum;43:2299-2309)

7. Hoffman GS et al.1992. Wagener granulomatosis: an analysis of 158 patients.

Ann Intern Med:116;488-98)

8. Borges A, Fink J, Villablanca P et al. 2000. Midline destructive lesion of the

sinonasal tract : simplified terminology based on hystopatologic criteria. Am J

Neuroradiol:21:331-36

9. Teli MA, Baba, Gupta M et al.2009. Lethal midline granuloma presenting as

facial selulitis. JK Science;11:1

10. Stanford school of medicine. 2014. Surgical Pathology Criteria: Extranodal

NK/T cell Lymphoma, Nasal Type.

11. You JY, Chi KH, Yang MH et al. 2004. Radiation therapy versus

chemotherapy as initial treatment for localized nasal natural killer (NK)/T-cell

lymphoma: a single institute survey in Taiwan. Ann of Oncol; 15:618-25.

Page 47: LETHAL MIDLINE GRANULOMA - rscm.quality- · PDF filemenjelaskan bahwa mekanisme imun dapat berperan dalam patofisiologi penyakit ini. Intervensi terapeutik penyakit Wagener sebelumnya

41

12. Diunduh dari

http://www.pathpedia.com/education/eatlas/histopathology/paranasal_sinuses/

nk___t_cell_lymphoma_nasal_type.aspx

13. Xiong Y, Bao B, Jin J. 2006. Radiotherapy as primary treatmentfor satge IE

and IIE Nasal Natural Killer/T Cell L Lymphoma. J of Clin. Oncol;24:1.