Lembar CDI - 23

1

Click here to load reader

Transcript of Lembar CDI - 23

Page 1: Lembar CDI - 23

SARASVATĪPŪJĀ DAN PENINGKATAN

KUALITAS SDM HINDU

Oleh : I Wayan Sudarma

Om Kavyaṁ vyākaraṇaṁ tarkam, Veda śāstraṁ Puraṇakam.

Kalpaśiddhīni tantrāni, Tvat prasadat samārabhet.

(Atas karunia Hyang Sarasvatī umat manusia mempelajari kitab suci Veda dan sastra, syair, tata-bahasa, logika,

berbagai disiplin dan sejarah) Sarasvatīpūjā, 5.

Seperti halnya di India, pemujaan kepada Devi Sarasvatī dilakukan setahun sekali, dikaitkan dengan upacara Śraddha Vijaya Daśami atau Durgāpūjā atau juga disebut hari Dussera (Dasahara/terbunuhnya Ravana), maka umat Hindu di Indonesia juga memuja Devi Sarasvatī setahun dua kali, yakni setiap 210 hari sekali menurut perhitungan kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Wuku Watugunung. Pada hari ini seluruh umat Hindu melakukan pemujaan yang dimulai sejak matahari terbit di pagi hari.

Namun ada satu hal yang terlihat kontradiktif pada hari suci Sarasvatī yakni ada sebagian umat yang mengatakan bahwa saat hari Sarasvatī kita dilarang untuk membaca buku, sementara di satu sisi lainnya hari Sarasvatī diyakini sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan. Juga ketika kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kualitas sumber daya manusia Hindu masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan umat lainnya. Lalu hal mana yang mesti diikuti?

Kata Brahma dalam bahasa Sanskerta berarti: bertambah besar, meluap, mengembang dan sejenisnya. Brahma disebut Svayambhu, yang artinya tercipta dengan sendiri-Nya karena tidak ada yang menciptakan-Nya. Sakti Brahma adalah Sarasvatī yang artinya yang mengalir tiada hentinya, pencipta huruf, penganugrah ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, yang menurunkan kitab suci Veda, pemberi inspirasi, pendorong semangat belajar dan sejenisnya. Brahma yang disebut juga Caturmukha dan Caturbhuja menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menguasai seluruh alama semesta dengan kemahakuasaan(Cadu Śakti)-Nya yang sangat dahsyat.

Kini timbul pertanyaan, mengapa hari Sarasvatī jatuh pada pertemuan Wuku terakhir dan pertama dalam perhitungan kalender Bali-Jawa, apakah perayaan Sarasvatī di India juga jatuh pada hari yang sama, hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung? Sesuai dengan sejarah perkembangan agama Hindu di India dan di negara-negara lainnya. Kedatangan agama Hindu di daerah-daerah itu tidak mengubah atau menghapuskan pola budaya masyarakat setempat, justru mengangkat (mempermulia) unsur-unsur budaya-budaya setempat dengan memasukkan nilai-nilai ajaran agama Hindu di daerah yang memeluk agama Hindu yang dikenal dengan Sanatana Dharma, yakni ajaran yang beṛṣifat kekal abadi.

Di India kita tidak mengenal sistem Wuku (Pawukon) seperti kalender Jawa-Bali (Nusantara) seperti yang kita warisi kini. Oleh karena itu perayaan Sarasvatīpūjā di India tidak bersamaan jatuhnya dengan perayaan Sarasvatīpūjā di Indonesia. Di India pemujaan kepada Hyang Sarasvatī umumnya dikaitkan dengan Durgāpūjā, Dīpavalī dan Rāmanavāmi, yang jatuhnya pada sekita awal bulan Nopember dan April setiap tahun. Dengan demikian, Sarasvatī juga dipūjā dua kali dalam setahun (tahun Masehi) seperti halnya di Indonesia. Mengapa Sarasvatīpūjā jatuh pada hari terakhir dan hari pertama dari tahun Wuku ?

Rupanya hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika agama Hindu masuk ke Indonesia, orang Nusantara (khususnya Jawa dan Bali) sudah mengenal sistem tahun yang dikenal dengan Wuku atau Pawukon itu. Demikianlah hari-hari pemujaan kepada Iṣṭadevatā-Iṣṭadevatā, yakni manifestasi-manifestasi Tuhan Yang Maha Esa tertentu yang sangat didambakan oleh umat manusia yakni pengetahuan, kesejahtraan, kemakmuran, keberuntungan, keselamatan

dan sejenisnya yang terdapat di India dimasukkan dalam sistem kalender Wuku itu. Sebagai contoh, hari-hari pemujaan kepada Iṣṭadevatā-Iṣṭadevatā seperti pemujaan kepada Sarasvatī dijatuhkan pada hari Sabtu Umanis Watugunung dan Minggu Pahing Wuku Sinta, hari Ayuddhapūjā dijatuhkan pada Tumpek Landep, hari Śaṁkarapūjā dijatuhkan pada Tumpek Variga, Śrī Lakṣmīpūjā pada Senin Pon dan Selasa Wage Wuku Sinta, Gurupūjā (Parameṣṭiigurupūjā) pada hari Rabu Kliwon Sinta dan lain-lain.

Semangat Belajar

Peningkatan semangat belajar dengan membaca buku sebenarnya diamanatkan dalam kitab suci Veda dan susastra Hindu yang lain, sebab tanpa belajar atau membaca bagaimana mungkin kita meningkatkan kecerdasan individu, masyarakat dan bangsa kita. Dengan tekun belajar Devi Sarasvatī akan memberikan inspirasi atau kiat-kiat yang

dapat meningkatkan kesejahtraan dan kebahagiaan hidup manusia. Perhatikanlah kutipan-kutipan berikut:

Pāvamānīr yo adhyeti ṛṣibhiḥ saṁbhṛtaṁ rasam, tasmai Sarasvatī duhe kṣiraṁ sarpir madhūdakam - Siapa saja yang senang mempelajari kitab suci Veda, yang terdiri dari inti sari yang dipelajari oleh para Rsi. Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-Nya Devi Sarasvatī akan senantiasa menganugrahkan kesejahtraan (susu,mentega cair, madu dan air Soma (panjang umur dan rejeki) yang berlimpah. Ṛgveda IX.67.32.

Berdasarkan uraian di atas, pandangan bahwa saat hari suci Sarasvatī adanya pantangan untuk tidak membaca dan menulis kuranglah tepat. Persembahyangan memuja kebesaran Sang Hyang Vidhi melalui memuja keagungan Devi Sarasvatī kita dituntut untuk belajar terus, satu sarana yang efektif adalah dengan membaca buku-buku yang bermanfaat, walau bisa juga dilakukan dengan cara kontemplasi kepada Devi Sarasvatī seraya memohon agar kita berhasil lebih terdorong untuk terus dan giat belajar, oleh karena membaca adalah salah satu untuk dapat menguasai terangnya pelita ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan manusia yang awalnya Avidya (bodoh) menjadi Vidya (cerdas) sehingga bisa mengetahui siapa jati diri mereka.

Oṁ Kṣama svamām Oṁ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ