Lembaga pendidikan islam

52
MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Lembaga Pendidikan IslamDosen : Drs. Anang Rohwiyono, M. Ag Disusun oleh : Nurul Alfiah Rakhmi Vegi Arizka (Kelompok 2/ PAI 1B) FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH PROF. DR. HAMKA

Transcript of Lembaga pendidikan islam

Page 1: Lembaga pendidikan islam

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

“Lembaga Pendidikan Islam”

Dosen : Drs. Anang Rohwiyono, M. Ag

Disusun oleh :

Nurul Alfiah

Rakhmi Vegi Arizka

(Kelompok 2/ PAI 1B)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA SELATAN

2013

Page 2: Lembaga pendidikan islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur  kehadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya kepada kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan

salam juga tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad (Sollu ‘alaihi) dan para

keluarga dan sahabatnya.

            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan Mata

Kuliah Sejarah Pendidikan Agama Islam. Selain itu,  isi makalah dapat dijadikan sarana

dalam memahami secara umum tentang sejarah pendidikan Islam awal, model pembelajaran,

perbedaan dan persamaannya serta memahami secara khusus tentang institusi pendidikan

Islam awal seperti, zawiyah kuttab dan lain sebagainya.

            Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat

dalam pembuatan makalah. Terutama kepada dosen kami Bapak Drs. Anang Rohwiyono,

M.Ag yang telah memberi kami kesempatan untuk menyusun dan membahas makalah ini.

            Kami sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam

penyampaian bahasa dan struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita

semua. Amin

Jakarta, 17 Oktober 2013

Kelompok 2

Page 3: Lembaga pendidikan islam

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……...………………………………………………………….      i

Daftar Isi ……………...………………………………………………………….      ii   

Bab I Pendahuluan

         I.1. Latar Belakang    .………………………………………………………… 1 

I.3 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

            I.2. Tujuan ………..…………………………………………………………  2   

Bab II Pembahasan

     II.1 Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah ………………………… 3-5

II.2 Model atau metode Dakwah Pendidikan Nabi Muhammad........................ 5-7

II.3 Pengertian Lembaga Pendidikan Islam........................................................ 7-8

II. 4 Institusi Pendidikan Awal........................................................................... 8-28

Bab III Penutup

            III.1 Kesimpulan ….………………………………………………………….     29-

31

           

Daftar Pustaka …………….………………………………………………………….. 32   

Page 4: Lembaga pendidikan islam

BAB I

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam sejarah awal perkembangan Islam, sosok yang pertama kali memainkan peran

dalam pendidikan Islam adalah Nabi Muhammad. Pendidikan Islam sebagaimana yang telah

dilaksanakan oleh Nabi Muhammad merupakan upaya pembebasan  manusia dari belenggu

akidah sesat yang dianut oleh kelompok Quraisy dan upaya pembebasan manusia dari segala

bentuk penindasan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang dipandang rendah status

sosialnya.

Mengapa pendidikan sangat urgen sekali untuk dibahas dan mengapa Rasulullah

sendiri yang memainkan peran pendidikan pada awal mula Islam berkembang ? karena

pendidikan memainkan peran sentral dalam Islam. Ilmu menjadi tulang punggung

(backbone) ajaran Islam. Lebih dari 800 ayat Al Quran menyebut, menyinggung atau

membahas tentang pentingnya keilmuan. Sekedar perbandingan, hanya 90 ayat Al Quran

yang membahas tentang fiqh atau ilmu hukum Islam.  Ini menunjukkan betapa pentingnya

ilmu dan pendidikan dalam Islam (QS Al Mujadalah 58:11).

Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam, sangatlah erat hubungannya dengan

lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada lembaga yang membantu.

Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan

Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan

keluarga. Seperti dalam firman Allah swt dalam QS. At-Tahrim: 6, yaitu: “Hai orang-orang

yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya

adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Page 5: Lembaga pendidikan islam

Pada ayat ini diperintahkan untuk memberi peringatan dan dakwah pada keluarga.

Berdasarkan beberapa bentuk lembaga pendidikan Islam tersebut, tampaknya sangat berperan

dalam penyelenggaraaan pendidikan Islam. Namun seperti keluarga ataupun lingkungan

merupakan lembaga pendidikan non-formal, disini kami lebih spesifik tentang lembaga

formal pendidikan Islam. Maka makalah kami berjudul “Lembaga Pendidikan Islam.”

I.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah pendidikan agama islam awal secara umum ?

2. Bagaimana model pembelajaran Rasulullah dalam pendidikan ?

3. Apa perbedaan dan persamaan model pendidikan zaman Rasulullah dengan

sekarang ?

4. Apa itu lembaga pendidikan Agama Islam ?

5. Apa saja lembaga-lembaga pendidikan Agama Islam pada periode awal ?

I.3 Tujuan

Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penyusun berniat dan bertujuan untuk

belajar bersama dengan rekan mahasiswa dalam menambah, mengetahui dan memahami

secara umum tentang :

1. Sejarah pendidikan agama Islam awal

2. Model pembelajaran atau pendidikan Rasulullah

3. Perbedaan dan persamaan model pendidikan Rasulullah dengan jaman

sekarang secara umum

4. Pengertian lembaga pendidikan islam

5. Memahami secara khusus tentang lembaga pendidikan Islam awal seperti,

zawiyah kuttab dan lain sebagainya.

Page 6: Lembaga pendidikan islam

BAB II

II. PEMBAHASAN

II.1 Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah

Pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode:

A. Periode Makkah

B. Periode Madinah

A. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah

Wahyu yang pertama diterima oleh Nabi Muhammad pada tahun 610 M di

Gua Hira, Makkah tertulis pada ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya

Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia

menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah.

Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum

diketahuinya.1

Kemudian wahyu yang kedua tertulis dalam ayat al-qur’an yang artinya: Hai

orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu

agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan

janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak

dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.2

Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad telah diberi tugas oleh Allah,

supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk

memberi peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia sebagai tugas suci,

tugas mendidik dan mengajarkan Islam. Kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh

1 (Q.S. Al-Alaq: 1-5)2 (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)

Page 7: Lembaga pendidikan islam

wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-

mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.

Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al-

Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-

pengikutnya. Di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidian

Islam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam

kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) al-qur’an

kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak

memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama

islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.3

Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada Nabi, supaya menyiarkan agama

Islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan terang-terangan. Nabi

melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak tantangan dan penderitaan

yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap melakukan penyiaran islam

dan mendidik sahabat-sahabatnya dengan pendidikan islam.

Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad

juga mengajarkan al-qur’an karena al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok

ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad mengajarkan tauhid kepada umatnya.4

B. Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah

Pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang

berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad

juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala Agama, tetapi juga sebagai

kepala Negara. Salah satu yang menjadi ciri perkembangan pendidikan pada periode

ini adalah dibangunnya lembaga pendidikan yaitu Masjid Nabawi. Masjid tersebut

tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat tetapi juga dipakai

sebagai pusat pendidikan dan pengajaran kagamaan, mengadili beberapa perkara

masyarakat, musyawarah dan pertemuan lainnya.5

3 Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Hal 64 Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008. Hal .285 Dr. H. Murodi, MA, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha, 2009. Hal.20

Page 8: Lembaga pendidikan islam

II.2 Model atau Metode Dakwah Pendidikan Nabi Muhammad

Metode Graduasi (Al-Tadarruj)

Metode graduasi atau penahapan merupakan metode Al-qur’an dalam membina

masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan tradisi jahiliyah maupun yang

lain. Demikian pula dalam menanamkan aqidah, Al-qur’an juga menggunakan metode

graduasi ini. Oleh sebab Al-qur’an diturunkan kepada Rasul secara berangsur-angsur

(bertahap), maka tidak heran juga ketika Nabi menerapkan konsep tersebut dalam

penyampaian pendidikannya.

Metode Levelisasi

Penyampaian materi pelajaran yang dilakukan Nabi Muhammad sering berbeda

antara orang satu dengan orang yang lain. Hal ini beliau lakukan, karena beliau sangat

memperhatikan level-level atau peringkat dan kemampuan kecerdasan intelektual

seseorang dalam menangkap sebuah pelajaran. Demikian dilakukan dengan tujuan

agar materi yang disampaikan beliau benar-benar bias diterima oleh peserta didik.

Terkadang Rasulullah berbicara tidak hanya memperhatikan tingkat kecerdasan

seseorang saja, melainkan juga memperhatikan kecerdasan emosionalnya.

Metode Variasi (Al-Tanwi’ Wa Al-Taghyir)

Untuk menghindari kejenuhan atau kebosanan para peserta didik, Nabi

Muhammad membuat variasi waktu dalam memberikan pelajaran kepada para

sahabat. Tidak hanya bervariasi dalam hal waktu, beliau juga memberikan variasi-

variasi dalam penyampaian materi pelajaran. Karena yang beliau ajarkan adalah

wahyu dari Allah yang pada saat itu sedang dalam proses diturunkan. Oleh sebab

materi yang dikirimkan lewat wahyu itu bervariasi, maka secara otomatis pendidikan

yang diajarkan Rasulullah bervariasi. Menurut Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjal al Khatib,

metode variasi ini, baik digunakan dalam materi pelajaran manapun. 6

6 Mustafa Yaqub Ali, Sejarah dan metode Dakwah nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. Hal. 133

Page 9: Lembaga pendidikan islam

Metode Keteladanan (Al-Uswah wa Al-Qudwah)

Ketika Rasulullah Muhammad memberikan sebuah materi yang berkaitan pola

perilaku atau tingkah laku yang berkaitan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-

hari, sebelum beliau menyampaikan kepada peserta didik, terlebih dahulu beliau

melakukannya dalam perbuatan sehari-hari. Dengan hal demikian, maka peserta didik

akan lebih cepat memahami ajaran Rasulullah. Selain itu, dalam Al-Qur’an juga telah

disebutkan bahwa:

“sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suatu suri tauladan yang

baik”. (Qs. Al-Ahzab: 21)

Metode Aplikatif ( At-Tatbiqi Wa Al-‘Amali)

Apabila Rasulullah sudah memberikan teladan-teladan dalam ajaran-ajaran yang

beliau sampaikan kepada peserta didik, maka pada gilirannya peserta didikpun

langsung mempraktikan dan mengaplikasikan ajaran – ajaran itu dalam kehidupan

sehari – hari. Pendidikan Nabi Muhammad tidak sekedar menyampaikan materi

pelajaran saja, melainkan juga langsung diamalkan.

Metode Pengulangan (Al-Taqrir Wa Al-Muraja’ah)

Metode pengulangan menjadi salah satu metode yang digunakan beliau, karena

dianggap perlu dan penting untuk dilakukan khususnya dalam materi pelajaran yang

penting-penting.

Metode Evaluasi (Al-Taqyim)

Sebuah metode yang digunakan oleh Rasul dalam penyampaian materi

pelarannya, dimana Beliau tidak hanya berhenti setelah sudah memberikan materi

kepada peserta didik, akan tetapi beliau juga melakukan sebuah tindakan

monitoring dan evaluating. 

Dalam hal ini, beliau mengawasi dan mengevaluasi mereka. Apabila terdapat

kekeliruan, maka Beliau langsung mengoreksinya. Oleh karena kekeliruan tersebut

bisa diketahui langsung oleh Beliau dan terkadang diketahui lewat laporan dari

seseorang sahabat.

Page 10: Lembaga pendidikan islam

Metode Dialog (Al-Hiwar)

Metode pendidikan Rasulullah selanjutnya adalah Al-Hiwar yaitu dialog, Tanya

jawab. Dalam hal ini Rasul, berperan sebagai penanya dan pendialog. Sementara

peserta didiknya yang diajak dialog. Dengan metode ini, Beliau membentuk peserta

untuk melakukan perubahan yaitu dari tidak tahu menjadi mengetahui, kemudian dan

memahami, dan yang selanjutnya sampai ke posisi meyakini. Metode ini banyak

mewarnai system pendidikan Islam pada masa Rasulullah.

Metode Analogi (Al-Qiyas)

Penerapan metode ini dalam pendidikan Rasul disini Beliau seringkali

menyebutkan ungkapan-ungkapan  dalam mengajarkan agama Islam kepada peserta

didik.

Metode Cerita

Metode ini dikemas dengan cara bercerita. Untuk menanamkan ajaran-ajaran

Islam kepada peserta didik, Rasul seringkali menuturkan kisah orang – orang

terdahulu.

II.3 Pengertian lembaga Pendidikan Islam

Dalam bahasa Inggris lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu

sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian

non-fiksi atau abstrak disebut institution yaitu suatu system norma untuk memenuhi

kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan

lembaga dalam pengertian non-fisik disebut dengan pranata.7

Secara terminology menurut Hasan Langgulung, Lembaga pendidikan adalah suatu

system peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode,

norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis maupun tidak tertulis,

termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang

terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk

mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-

peraturan tersebut adalah: masjid, sekolah, kuttab dan sebagainya.8

7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002 hlm. 2778 Hasan Langgulung, Pendidikan islam mengahdapi Abad ke-21, Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1988 hlm. 12- 13

Page 11: Lembaga pendidikan islam

Lembaga pendidikan Islam dapat pula diartikan suatu wadah atau tempat

berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian konkret berupa sarana

prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan

peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.9

II.4 Institusi Pendidikan Awal

Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai

lembaga pendidikan formal dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang

lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat non-formal, Pada zaman permulaan Islam

berdiri, sistem pembelajaran disampaikan di rumah-rumah, dimulai dari rumah

Rasulullah itu sendiri dan berlanjut ke rumah para sahabat, yang kemudian dikenal

dengan sebutan Darul Al-Arqam.10

Selanjutnya perkembangan sistem pendidikan Islam berkembang pesat dan

penyebarannya melalui kuttab (tempat tinggal) dan lembaga lainnya, maka berikut

macam-macam lembaga pendidikan Islam:

1) Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar

Kuttab atau maktab, berasal dari dasar kata kataba yang berarti menulis atau

tempat menulis. Jadi katab adalah belajar menulis, sebelum datangnya islam, kuttab

telah ada  di negri arab. Walaupun belum banyak dikenal. Di antara penduduk mekkah

yang mula-mula menulis huruf arab adalah Sufyan ibnu umaiyah ibnu abdu syama,

dan Abu qais ibnu abdi manaf ibnu zuhroh ibnu kilat. Keduanya mempelajarinya di

negri Hirah. 11

Sewaktu agama Islam diturunkan Allah sudah ada dari para sahabat yang

pandai baca tulis. Kemudian baca tulis tersebut ternyata mendapat tempat dan

dorongan yang kuat dalam Islam. Ayat al-qur’an yang pertama diturunkan, telah

memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran bahwa kepandaian

9 Ramayulis, ilmu pendidikan Islam, hlm.27810 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam mengahdapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka Al-husna, 1988 hlm. 1411 A Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Terj. Prof. H. Muchtar yahya, Drs Sanusi Latief Jakarta: Bulan bintang,

1973 hlm.36

Page 12: Lembaga pendidikan islam

membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dalam pandangan Islam.12 

Sebelum kelahiran Islam pada masa Jahiliyah institusi pendidikan kuttab teah

berdiri. Teori asal usul kuttab memang masih diperdebatkan oleh Asma Hasan Fahmi

menurut beliau lembaga pendidikan kuttab ini didirikan oleh orang Arab pada masa

kekhalifahan Abu Bakar. Sementara menurut Ahmad Syalabi kuttab telah hadir

sebelum Islam datng tetapi ketika itu belum masih terkenal.

Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat muslim telah

menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa daerah dan

menjalin knontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju.

Materi yang diajarkan untuk kuttab adalah belajar membaca dan menulis,

membaca Al-qur’an dan menghafal, belajar poko-pokok Agama Islam.13

Pengajaran Al-qur’an sejak awalnya juga telah memerlukan kepandaian baca

tulis ini, demikian pula pengembangan al-qur’an, pada akhirnya juga sangat

memerlukan kepandaian baca tulis. Walaupun pada mulanya Rasulullah melarang

untuk menuliskan selain Al-qur’an.

Kepandaian baca tulis dalam kehidupan sosial dan politik umat islam ternyata

memegang peranan penting, sejak nama Nabi Muhamad digunakan sebagai media

komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, dan dalam

menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa khulafaurrosyidin dan masa-masa

selanjutnya, baca tulis digunakan dalam komunikasi ilmiah dan berbagai buku ilmu

pengetahuan.

Karena baca tulis semakin terasa perlu, maka kuttab sebagai tempat belajar

membaca dan menulis terutama bagi anak-anak, berkembang dengan pesat. Pada

mulanya, di awal perkembangan islam, Kuttab tersebut dilaksanakan di rumah guru-

guru yang bersangkutan, dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan

membaca. Sedangkan yang ditulis/dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada

masanya. Dalam hal ini, Ahmad Salabi dalam sejarah pendidikan islam memberikan

penjelasan sebagai berikut :

12 Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan Ali Audah, Jakarta: Tinta Mas, 1972 Jilid I13 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, 2004

Page 13: Lembaga pendidikan islam

“Bahwa dalam mengajarkan menulis dan membaca dewasa itu adalah salah

satu dari pekerjaan kaum Dzimmy dan tawanan perang Badar, orang-orang itu tentu

saja tidak ada hububngannya dengan al-qur’an al karim, juga dengan agama islam.

Zaman ini disambung lagi dengan zaman yang datang kemudian yang juga di masa itu

pekerjaan mengajarkan menulis dan membaca itu adalah dikenal sebagai pekerjaan

kaum Dzimmy. Adapun kaum muslimin yang telah belajar menulis dan membaca,

banyak pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting memerlukan tenaga mereka.”

Selanjutnya dijelaskan pengajaran Al-qur’an kepada anak-anak pada masa itu

belum dikaitkan dengan kuttab dan pelajaran menulis dan membaca :

Dipersaksikan oleh pelawat ternama ibnu dubair (614 H.) dan dicatatnya

dalam bukunya Al Rihlah, sebagai berikut : Mengajarkan Al-qur’an al karim kepada

anak-anak di seluruh negri timur ini adalah dengan jalan membacakan. Menulis

diajarkan oleh mereka dengan jalan menuliskan syair-syair, yang demikian itu agar

Al-qur’an al karim jangan sampai dipermainkan oleh anak-anak dengan menulis dan

menghapusnya. Boleh jadi pada kebanyakan negri, mengajarkan al-qur’an

dilaksanakan pada suatu tempat belajar menulis pada tempat yang lain. Sesudah

mempelajari al-qur’an pergi ke tempat belajar menulis. Cara yang dijalankan oleh

mereka seperti ini adalah baik. Disebabkan karena mereka adalah bagus, karena sang

guru tidak mempunyai pekerjaan yang lain dari tugasnya, sebab itu dia dapat

mencurahkan segenap perhatiannya pada tugasnya itu, demikian pula si anak, dia

mencurahkan pula segenap perhatiannya kepada pelajaran itu.

Kemudian pada akhirnya abad pertama hijriyah mulai timbul jenis kuttab yang

disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca juga mengajarkan membaca

Al-qur’an dan pokok-pokok peklajaran agama. Pada mulanya, kuttab jenis ini,

merupakan pemindahan dari pengajaran al-qur’an yang berlangsung di masjid, yang

sifatnya umum (bukan saja bagi anak-anak, tetapi terupama bagi orang dewasa).

Anak-anak ikut pengajian di dalamnya tetapi karena mereka tidak dapat diharapkan

untuk menjaga kesucian dan kebersihan masjid, lalu diadakan tempat khusus di

samping masjid untuk tempat anak-anak belajar Al-Qur'an dan pokok-pokok agama.

Selanjutnya berkembanglah tepat khusus (baik yang dihubungkan dengan masjid

maupun yang terpisah) untuk pengajaran anak-anak berkembanglah kuttab yang

bukan hanya mengajarkan Al-Qur'an, tetapi juga pengetahuan-pengetahun dasar

Page 14: Lembaga pendidikan islam

lainnya. Dengan demikian kuttab tersebut berkembang menjadi lembaga pendidikan

dasar yang bersifat formal.

Dalam hal ini Ahmad Salabi menjelaskan sebagai berikut : Tatkala kuttab-

kuttab telah didirikan dan orang-orang yang hafal Al-Qur'an telah bekerja pada

kuttab-kuttab itu maka dijadikanlah Al-Qur'an sebagai titik pusat pelajaran rendah ini

serta ditambahi dengan beberapa mata pelajaran yang lain. Imam Ghazali umpamanya

mengajarkan supaya anak-anak mempelajari di kuttab itu Al-Qur'an, dan cerita orang-

orang sholeh dan baik, kemudian beberapa peraturan agama, sesudah itu syair, tetapi

anak-anak itu haruslah dijaga dari syair tentang rindu dendam, dan asyik maksyuk.

Ibnu Maskawaih menambahkan pokok-pokok ilmu itu dan sedikit dari tata bahasa.

2) Zawiyah

Az-Zawiyah secara harfiyah berarti sayap atau samping, sedangkan dalam

arti umum, az-zawiyah adalah tempat yang berada di bagian pinggir masjid yang

digunakan untuk melakukan bimbingan wirid dan dzikir untuk mendapatkan

kepuasan spiritual. Dengan demikian az-zawiyah dan al-ribath fungsinya sama

namun dari segi organisasinya al-ribath lebih khusus dari pada az-zawiyah. 14

Ada juga yang mengatakan bahwa kata az-Zawiyah secara harfiah berasal

dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengambil tempat tertentu dari sudut masjid

yang digunakan untuk i’tikaf dan beribadah. Dengan demikian Zawiyah merupakan

tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-

dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para

kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah dzikir dan tafakur untuk mengingat dan

merenungkan keagungan Allah Ta’ala.

Adapun Zawiyah menyerupai khanaqah dari segi tujuan, Akan tetapi zawiyah

ini lebih kecil dari pada khanaqah, dan dibangun untuk orang-orang tasawuf yang

faqir supaya mereka dapat belajar dan beribadat. contohnya salah seorang raja dari

al-Mamalik membangun sebuah Zawiyah al-Jumairah di abad ke XIII M. Dan

ditempatkan didalamnya beberapa orang sufi yang fakir. Dan kadang-kadang pula

Zawiyah itu didirikan untuk seorang syaikh yang termasyhur yang bertugas untuk

menyiarkan ilmu pengetahuan dan mengasingkan diri untuk beribadat. Pada

14 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 161-162

Page 15: Lembaga pendidikan islam

umumnya Zawiyah itu dikenal dengan nama seorang Syaikh yang terkenal dengan

banyak ilmunya dan taqwanya.

3) Al-Ribath

Al-Ribath merupakan lembaga pendidikan yang secara khusus dibangun

untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual. Di dalam Al-Ribath terdapat

berbagai aturan yang berkaitan dengan urutan jabatan dalam pendidik mulai dari

yang terendah sampai yang tinggi yakni mulai dari al-mufid (fasilitator), al-mu’id

(asisten), al-mursyid (lektor/guru), sampai kepada al-syaikh (mahaguru/guru besar).

Untuk tingkatan pada murid mulai dari tingkat dasar (al-mubtadi), tingkat menengah

(al-mutawasith) sampai tingkat akhir (‘aliyah).

4) Khanaqah

Asma Hasan Fahmi menambahkan lembaga-lembaga kesufian sebagai

lembaga pendidikan Islam pra Madrasah selain zawiyah dan ribath yaitu, Khanaqah

yang merupakan suatu lembaga pengajaran berasrama bagi kaum sufi yang muncul

pertama kali di Iran (Persia) pada akhir abad ke-10 bersamaan dengan adanya

formalisasi aktivitas sufistik.15

5) Majlis

Istilah majlis dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia

merujuk pada arti tempat-tempat pelakasanaan belajar mengajar. Pada perkembangan

berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti

sesi di mana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis

diartikan sebagai sejumlah aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung, sebagai

contoh, majlis Al-nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh Nabi, atau majlis Al-

Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan Fiqh Imam Syafi’i.

Seiring dengan perkemabangan pengeahuan dalam Islam, majlis digunakan

sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut

Muniruddin Ahmed ada 7 macam majlis, yaitu :

Majlis al-Hadits

15 Asma Hasan Fahmi, Mabaadiut Tarbiyatil Islaamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 46

Page 16: Lembaga pendidikan islam

Majlis ini biasanya diselenggarakan oleh Ulama/guru yang ahli dalam bidang

hadits. Ulama tersebut membentuk majlis utuk mengajarkan ilmunya kepada

murid-muridnya.

Majlis al-Tadris

Majlis ini biasanya menunjuk kepada majlis selain dari pada hadits, sepeerti fiqh,

nahwu atau majlis kalam.

Majlis al-Munazharah

Majlis ini biasanya dipergunakan sebagai sarana untuk perdebatan mengenai

suatu maslah oleh para ulama. Menurut Syalabi, Khalifah Mu’awiyah seering

mengundang para ulama untuk berdiskusi di istananya, demikian juga khalifah

Al-makmun dari dinasti Abasiyyah. Untuk model ini biasanya hanya dipakai

untuk mencari popularitas ulama saja.

Majlis al-Muzakarah

Majlis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadits. Majis ini

diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat an

mengulang pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru.

Pada perkembangan berikutnya, majlis Al-Muzakharah ini dibedakan

berdasarkan materi yang didiskusikan yaitu, meliputi: sanad hadits, materi

hadits, perawi hadits, dan lain-laiin.

Majlis al-Syu’ara

Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair dan juga sering dipakai untuk

kontes para ahli syair.

Majlis al-Adab

Majlis ini adalah tempat unuk membahas masalah adab yang meliputi puisi,

silsilah dan laporan bersejarah bagimorang-orang yang terkenal.

Majlis al-fatwa dan al-Nazar

Majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu maslaah

di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut majlis al-Nazar karena

karakteristik majlis ini adalah perdebatan antara ulama fiqh/hukum Islam.16

6) Pendidikan Rendah di Istana / Al-Qushur

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat, adalah

berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik

16 Abuddin nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Rajawali Pers, Cet.I, 2004 , hlm 36-37

Page 17: Lembaga pendidikan islam

agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar

pemikiran tersebut, khalifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainnya

berusaha menyiapkan agar anak-anak sejak kecil sudah diperkenalkan dengan

lingkungan dan tugas-tugas yang dapat diembannya nanti. Oleh karena itu mereka

memanggil guru-guru khusus untuk memberi pendidikan kepada anak-anak mereka.

Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab

pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang

membuat rencana pembelajaran tersebut selaras dengan anaknya dan tujuan yang

dikehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana disebut mu’addib.  Kata

mu’adib barasal dari adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru

pendidikan anak di istana disebut muaddib. Karena berfungsi mendidik budi pekerti

dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pebgetahuan orang-orang dahulu

kepada anak-anak pejabat.

Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama saja

dengan rencana pelajaran pada kuttab-kuttab, hanya di tambah atau dikurangi menurut

kehendak para pembesar yang bersangkutan, dan selaras dengan keinginan untuk

menyiapkan anak tersebut secara khusus untuk tujuan-tujuan dan tanggung jawab

yang akan dihadapinya dalam  kehidupan nanti.

Berikut akan dikemukakan contoh dari rencana pelajaran dan petunjuk-

petunjuk yang dikemukakan oleh pembesar istana kepada pendidik ank-anaknya agar

dijadikan sebagai pedoman sebagai berikut :

1.      Berkata Amru ibnu utbah kepada pendidik putranya : “Kerjamu yang

pertama untuk memperbaiki dirimu sendiri, karena mata mereka selalu terikat

kepadamu. Apa yang kamu perbuat itulah yang baik menurut pandangan mereka,

yang buruk ialah apa yang kamu tinggalkan. Ajarkanlah kepada mereka Al-Qur'an,

tetapi jagalah agar mereka tidak sampai merasa bosan, karena kalau sampai demikian

Al-Qur'an itu akan ditinggalkannya, dan janganlah mereka dijauhkan dari Al-Qur'an,

nanti merka meninggalkan Al-Qur'an itu sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka

hadis dan syair yang baik. Jangan kamu bawa mereka berpindah dari sesuatu ilmu

(sesuatu pelajaran) kepada ilmu yang lain sebelum ilmu itu telah dipahaminya betul-

betul. Sebab ilmu yang tertimbun-timbun dalam otak sukar dipahamkan. Ajarkanlah

kepada mereka jalan orang-orang yang bijaksana. Jauhkan mereka dari berbicara

Page 18: Lembaga pendidikan islam

dengan perempuan-perempuan. Janganlah engkau bersandar kepada kemaafanku,

karena akupun telah menyerahkan sepenuhnya kepada kecakapanmu.

2.      Harun al Rasyid telah mengajukan rencana pelajaran bagi putranya (Al-

Amin) dengan mengatakan sebagai berikut : “Hai akhmar ! Sesungguhnya Amirul

Mukminin telah memberikan kepadamu buah hatinya, maka jadikanlah tanganmu

terbuka kepadanya ketaatannya kepadamu wajib. Janganlah berdosa kepadanya agar

engkau selalu berada di tempat kedudukanmu yang telah ditentukan oleh Amirul

Mukminin. Bacakanlah kepadanya Al-Qur'an, ceritakanlah kepadanya peristiwa,

riwayatkan kepadanya syair, ajarkan kepadanya sunnah Nabi Muhammad (Sollu

‘alahi), tunjukkan kepadanya bagaimana menyusun perkataan dan memulainya.

Laranglah dia ketawa kecuali pada tempatnya. Biasakanlah mereka menghormati

orang-orang besar Bani Hasyim bila mereka mengunjunginya. Dan meninggikan

tempat duduk panglima tentara, bila mereka menghadiri majlisnya. Jangan dibiarkan

waktu berlalu walaupun sesaat tanpa engkau ikhtiarkan sesuatu yang berfaidah

baginya, tetapi dengan tidak menyusahkan hatinya, karena bila hatinya susah

tumpullah otaknya. Janganlah engkau terlampau berlapang dada kepadanya, karena

dengan demikian dia akan malas bekerja dan terbiasa menganggur. Asuhlah dia

dengan baik dan lemah lembut sedapat mungkin, akan tetapi bila yang demikian tidak

mempan terhadapnya, maka pakailah kekuatan dan kekerasan kepadanya.17

Adapun pendapat lain mengatakan bahwa latar belakang munculnya

pendidikan rendah di Istana merupakan hal yang sangat jelas untuk membentuk

rencana pelajaran yang selaras dengan masa depan murid serta perkerjaan-pekerjaan

yang akan merkea hadapi dalam masyarakat.

Oleh karena itu timbullah pemikiran tentang jenis pendidikan permulaan di

istana untuk anak-anak kahlifah dan pejabat itu mendapat pendidikan, untuk

menyiapkan peserta didik agar mampu melaksanakan tugasnya ketika dewasa dan

dapat melaksanakan pekerjaaan-pekerjaan berat yang akan dipikulkan ke atas pundak

mereka di masa depan.

Pendidikan seperti ini hampir sama dengaan jenis kuttab dimana fungsinya

memberikan kepada murid-murid sejenis kecerdasan dan ilmu pengetahuan. Namun

pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab pada

17 Dra. Zuhairini, Sejarah Pendidikan islam

Page 19: Lembaga pendidikan islam

umumnya. Jenis penidikan dalam kategori ini lebih khsusus dimana orang tua

muridlah yan membuat rencana pelajaran, agar rencana itu selaras dengan anaaknya,

dan guru disini tidak disebu “guru kanak-kanak” atau “guru kutaab” melainkan

disebut “muaddib” (pendidik). Kemudian seorang murid itu akan terus belajar hingga

ia telah melewati masa kanak-kanak dan berpindah dari taraf murid kuttab ke taraf

pelajar di tingkat masjiid atau sekolah. Untuk muaddib diberikan tempat di dekat

istana, agara terjangkau dalam mengawasi proses pendidikan terhadap putera raja.18

7) Toko-Toko Kitab / Keda-kedai saudagar kitab / Hawanit al-waraqin

Pada mulanya masa Daulah Abbasyiyyah, dimana ilmu pengetahuan dan

kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-

kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada

mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab

yang telah ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu.

Mereka membeli dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapa yang

berminat untuk mempelajarinya.

Saudagar-saudagar buku tersebut bukanlah orang-orang yang semata-mata

mencari keuntungan dan laba, akan tetapi kebanyakan mereka adalah sastrawan yang

cerdas, yang telah memilih usaha sebagai pedagang kitab tersebut, agar mereka

mendapat kesempatan yang baik untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan

para ulama dan pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting

dan menodorkannya kepada mereka yang memerlukannya dengan mendapat imbalan.

Demikian toko-toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya sebagai

tempat berjual beli kitab-kitab saja tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para

ulama, pujangga dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lainnya untuk berdiskusi, berdebat,

bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah. Jadi, sekaligus berfungsi  sebagai

lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan

dan kebudayaan islam.

Di dalam tempat-tempat yang diajadikan sebagai tempat untuk berkumpulnya

kegiatan ilmiah ialah pasar-pasar bangsa Arab yaitu: “Ukaz, Mudjannah, Dzi’l

Madjaz” dimana pasar-pasar tersebut memiliki kerja sama dengan kedai-kedai tempat

18 A. Syalabi, Sejarah pendidikan Islam (Terj. Muhatar Yahya), Jakarta: Bulan Bintang, 1973.Hlm.48

Page 20: Lembaga pendidikan islam

menjual buku-buku di zaman Islam. Di pasar mereka mendeklamasikan syair-syair,

mengadakan munazharah-munazharah (diskusi-diskusi) dan juga pidato. Demikian

pula dengan kedai menjadi gelanggang kecerdasan dan seminar keilmuan, ketika

kedai-kedai dikunjungi oleh para cendekiawan dan ahli sastra maka mereka

menjadikan sebagai tempat untuk mengadakan sidang-sidang dan pembahasan-

pembahasan keilmuan. Akan tetapi terdapat perbadaan antara pasar-pasar Arab di

zaman jahiliyyah dengan kedai-kedai kitab yaitu: sidang-didang ilmiah di kedai-kedai

kitab itu terjadi setiap hari sedangkan pertemuan-pertemuan di pasar-pasar Arab itu

hanyalah diadakan sekali dalam setahun.19

8) Rumah-Rumah Para Ulama / al- Manazil al-Ulama 

Walaupun sebelumnya, rumah bukanlah tempat yang baik untuk tempat

memberikan pelajaran. Namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu

pengetahuan dan kebudayaan islam, banyak juga rumah-rumah para ulama’ dan para

ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Hal ini pada umumnya disebabkan para ulama’ dan ahli yang bersangkutan tidak

mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat

untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari padanya.

Diantara rumah para ulama’ terkenal yang menjadi rumah belajar adalah

rumah Ibnu Sina, Al Ghazali, Ali ibnu Muhammad al fasihi, Ya’qub ibnu kilis, Wazir

kholifah al aziz billah al fatimi, dan lainnya.

Selanjutnya Ahmad Salabi mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-

rumah ulama’ dan para ahli tersebut, adalah karena terpaksa (dalam keadaan darurat),

misalnya rumah Al-Ghazali, setelah tidak mengajar lagi di madrasah nidamiyyah dan

menjalani kehidupan sufi. Para pelajar terpaksa datang ke rumahnya karena kehausan

akan ilmu pengetahuan dan terutama karena pendapatnya yang sangat menarik

perhatian mereka.

Sama halnya dengan Al-Ghazali, adalah Ali ibnu Muhammad al fasihi, yang

dituduh sebagai seorang syi’ah kemudian dipecat dari mengajar di madrasah

nidamiyyah, lalu mengajar di rumahnya sendiri. Beliau-beliau dikenal sebagai guru

19 A. Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam (Terj. Muhtar Yahya), jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Page 21: Lembaga pendidikan islam

dan ulama yang kenamaan maka kelompok pelajar tetap mengunjunginya di

rumahnya untuk meneruskan pelajaran.

9) Salon Kesusastraan / al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra)

Secara harfiah al-shalunat al-adabiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk

melakukan kegiatan pertunjukkan pembacaan dan pengkajian sastra atau sebagai

sanggar / teater budaya.

Dengan majlis atau salon kesusastraan, dimaksudkan adalah suatu majlis

khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu

pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman khulafa’ al rasyidin yang biasanya

memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan para sahabat untuk

memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Tempat pertemuan pada

masa itu adalah di masjid. Setelah masa khalifah Bani Umayyah, tempat masjid

tersebut di pindah ke istana, dan orang-orang yang berhak menghadirinya adalah

orang-orang tertentu saja yang diundang oleh khalifah. Bahkan pada masa khalifah

Daulah Abbasyiyyah, majlis sastra ini sangat menjadi kebanggaan khalifah yang

memang pada umumnya khalifah-khalifah Daulah Abbasyiyyah sangat tertarik pada

perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam majlis tersebut, bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-

masalah kesusastraan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan (majlis

ilmu pengetahuan) dan berbagai kesenian (majlis kesenian).

Pada masa Harun al rasyid (170-193 H) majlis sastra ini menghadapi

kemajuan yang luar biasa karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan

juga mempunyai kecerdasan, sehingga khalifah sendiri aktif di dalamnya. Di samping

itu, pada masa tersebut dunia islam memang diwarnai oleh perkembangan ilmu

pengetahuan, sedangkan Negara berada pada kondisi yang aman, tenang dan dalam

zaman pembangunan pada masanya sering diadakan antar ahli-ahli syair perdebatan

antar fuqoha dan diskusi antar sarjana berbagai ilmu pengetahuan juga diadakan

sayembara di antara ahli kesenian dan pujangga.

Page 22: Lembaga pendidikan islam

Pada masa Dinasti Abasiyyah terdapat bangunan seperti ini bernama Majlis

Muhadharah yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli piker dan pujanggan

untuk membahas masalah-masalah ilmiah.

Terdapat titik persamaan antara majelis-majelis khulafaurrasyidin dengan

salon-salon kesusasteraan, yaitu: masing-masing telah berbakti terhadapa

perkembangan kecerdasan manusia dan telah bekerja untuk mensyiarkan ilmu

pengetahuan.

Adapun perbedannya antara majelis khulafaurasyidin dan salon-salon

kesusasteraan ialah: pada majelis khulafaurasyidin itu orang mempunyai kemerdekaan

penuh untuk menghadirinya atau meninggalkannya sewaktu-waktu dia kehendaki,

menurut keinginannya, sedang khalifah dipanggil dengan namanya atau dengan

sebutan gelar khalifah Rasulullah/Amirul Mukminin. Akan tetapi salon-salon tidak

demikian yaitu salon-salon kesusasteraan memiliki tata-susila yang khusus dan adat

kebiasaan yang sudah menjadi tradisi dan kebbudayaan asing yang diambil oleh

khalifah-kahlifah bangsa Arab itu dari kerajaan-kerajaan besar yang telah jatuh ke

bawah kekuasaan mereka, karena itu salon-salon itu telah dihiasi dengan perabot yang

indah-indah.

Para khalifah itu berpendapat bahwa mereka dalah pelindung ilmu

pengetahuan, istana-istana mereka adalah markas tempat memancarnya kecerdasan

dan pengetahuan dan tempat pertemuan bagi para ulama dan pujangga-pujangga.

10) Badiah (Padang pasir, Dusun Tempat Tinggal Baduwi)

Secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli,

yaitu bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing.

Sejak berkembang luasnya Islam, dan bahasa Arab dipergunakan sebagai

bahasa pengantar oleh bangsa-bangsa di luar bangsa Arab yang beragama Islam, dan

terutama di kota-kota yang banyak percampurannya dengan bahasa-bahasa lain, maka

bahasa Arab berkembang luas, tetapi bahasa aArab cenderung kehilangan keaslian

dan kemurniannya. Orang-orang di luar bangsa Arab sering tidak bisa mengucapkan

lafadz-lafadz dengan baik, tidak tahu kaidah-kaidahnya, sehingga sering salah

mengucapkannya. Bahasa Arab menjadi rusak dan menjadi bahasa pasaran.

Page 23: Lembaga pendidikan islam

Kalau di kota-kota bahasa Arab sudah rusak dan menjadi bahasa pasaran dan

campur baur dengan bahasa lain ternyata tidak demikian halnya di badiah-badiah atau

di dusun tempat tinggal orang Arab dipandang mereka tetap mempertahankan keaslian

dan kemurnian bahasa Arab. Mereka masih sangat memperhatikan kefasihan

berbahasa dengan memelihara kaidah-kaidah bahasanya. Dengan demikian, badiah-

badiah ini merupakan sumber bahasa Arab asli dan murni.

Oleh karena itu, khalifah-khalifah biasanya mengirimkan anak-anaknya ke

badiah-badiah ini untuk mempelajari bahasa arab yang fasih lagi murni dan

mempelajari pula syair-syair serta sastra Arab dari sumbernya yang asli.  Banyak

ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi ke badiah-badiah dengan

tujuan untuk mempelajari bahasa dan kesusastraan arab yang asli lagi murni tersebut.

Badiah-badiah tersebut lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan

sastra arab dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan islam.

Di samping itu di badiah-badiah ini biasanya berdiri ribath-ribath atau

zawiyah-zawiyah yang merupakan pusat-pusat kegiatan dari pada ahli sufi. Disanalah

para sufi mengembangkan metode khusus dalam mencapai makrifah, suatu ilmu

pengetahuan yang mereka anggap paling tinggi nilainya.

11) Rumah Sakit / Al-Maristan

Pada zaman jayanya perkembangan kebudayaan islam dalam rangka

menyebarkan kesejahteraan di kalangan umat islam, maka banyak didirikan rumah-

rumah sakit oleh khalifah dan pembesar-pembesar Negara. Rumah sakit tersebut,

bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit. Tetapi

juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan.

Mereka mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan

obat-obatan, sehingga berkembang ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau

farmasi. Rumah sakit ini juga tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang

didirikan di luar rumah sakit, tetapi tidak jarang pula sekolah kedokteran tersebut

didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia

islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.

Maristan dikenal sebagai lembaga ilmiyah yang paling pening dan sebagai

tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan islam didalamnya para

Page 24: Lembaga pendidikan islam

dokter mengajar ilmu kedoktoran dan mereka secara tekun mengadakan studi

penelitian secara menyeluruh. Diantara para dokter yang paling terkenal dan

kemasyhuran di dunia islam dan di dunia barat ialah Muhammad bin Zakaria Ar-Razi,

dimana beliau dipercaya memimpin Maristan di Bagdad. 20

12) Perpustakaan / Al-Maktabat

Pada zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam, buku

mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber informasi

berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para

ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang

telah tertulis dalam buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam

usaha pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan.

Para ulama dan sarjana dari berbgai macam keahlian, pada umumnya menulis

buku-buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau

disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan para ulama dans sarjana tersebut

memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan

pribadi mereka.

Di samping itu berkembang pula perpuastakaan-perpustakaan yang sifatnya

umum, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau merupakan wakaf dari para ulama

dan sarjana. Baitul hikmah di Baghdad yang didirikan oleh khalifah Harun al rasyid

adalah salah satu contoh dari perpustakaan islam yang lengkap yang berisi ilmu-ilmu

agama islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah

berkembang pada masa itu, dan berbagai buku-buku terjemahan dari bahasa

Yunani, Persia, India, Qibti dan Arami.

Perpustakaan-perpustakaan dalam dunia islam pada masa jayanya, dikatakan

sudah menjadi efek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat belajar dari

sumber pengembangan ilmu pengetahuan.

20 Dra. Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, 2004

Page 25: Lembaga pendidikan islam

Darul Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-rasyid. Ini

merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan

belajar.

13) Masjid atau Suffah

Sejarah pendidikan islam sangat erat pertaliannya dengan Masjid sebelum

dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid

dijadikan Centre of Education. Karena masjid merupakan tempt yang asasi untuk

menyiarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. 21

Hal ini sependapat dengan An-Nahlawi yang menyatakan bahwa masjid

berfungsi sebagai tempat memberi pelajaran dan juga markas tentara, pusat gerakan

pembebasan umat Islam dari taghut. Menurut pendapat Kuntowijiyo masjid

merupakan pusat kegiatan keagamaan umat Islam, baik yang bersifat ibadah ataupun

mu’amalah.22

Masjid dalam peranannya sebagai pusat pengajaran dan pendidikan, senantiasa

terbuka lebar dan didatangi oleh orang-orang yang merasa dirinya mampu untuk

memberikan pelajaran pada masyarakat. Ulama datang ke masjid dengan inisiatif

sendiri untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat. Rakyat

yang berminat kemudian mengambil tempat duduk melingkar, sebagai mana telah

dipraktikkan sejak masa Nabi.23

Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah

Masjid At-Taqwa di Quba’ pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota

Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah 108). Rasulullah membangun

sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram yang disebut As-Suffah, untuk

tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal

dengan “ Ahli Suffah “. Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan

dan menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki

multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan sosial-politik, bahkan lebih

dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.

21 Ajid Thohir, perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2004, hlm. 50

22 Kuntowijiyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1985, hlm.12523 Prof. A. Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Terjemahan  oleh Prof. H. Muchtar Yahya dan Drs. M.Sanusi

Latief, Bulan Bintang, Cet.I, 1973 hal. 201

Page 26: Lembaga pendidikan islam

Nakoesteen sebagaimana yang dikutip Hasan Asari mengatakan bahwa

pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah pendidikan yang unik karena

memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat dinding

atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depannya membentuk lingkaran dan

lutut para siswa saling bersentuhan. Bila ditinjau lebiih lanjut, bahwa

sistemhalaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya

menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi

emosional dan spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan

dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh,

murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih

jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah posisinya dalam

konfigurasi halaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi

sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri

dari 20 orang siswa atau murid.

Semenjak berdirinya di zaman Nabi Muhammad masjid telah menjadi pusat

kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi

tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan

agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan,

baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Kemudian pada masa Bani Umayyah,

berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama

yang bersifat keagamaan, para ulama mengajarkan ilmu di masjid, tetapi majlis

khalifah berpindah ke masjid atau ke tempat tersendiri.

Pada masa Daulah Abbasyiyyah dan masa perkembangan kebudayaan islam,

masjid yag didirikan oleh para pengusaha pada umumnya diperlengkapi dengan

berbagai macam sarana dan fasilitas pendidikan. Tempat pendidikan anak-anak,

tempat untuk pengajian dari ulama yang merupakan kelompok-kelompok (halaqoh);

tempat untuk berdiskusi atau munadzarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga

dilengkapi dengan ruang perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam ilmu

pengetahuan yang cukup banyak. Mesjid, biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi

dan tahassus.

Page 27: Lembaga pendidikan islam

Demikianlah masjid dalam dunia islam sepanjang berdirinya tetap memegang

peranan yang pokok, disamping fungsinya sebagai tempat berkomunikasi dengan

Tuhan, sebagai lembaga pendidikan dan pusat komunikasi sesama kaum muslimin.

Berikut tiga masjid besar yang memiliki banyak pengaruh dalam syiar Islam

dan pendidikan yaitu:

1. Jami’ Al Manshur

Pada tahun 145 H, Al Manshur membangun kota Baghdad dengan

Qsar Adz Dzahab (Istana Kencana) dan jami’ Al Manshur, dimana

masjid ini menjadi perhatian guru dan pelajar.

2. Jami’ Damaskus

Al Walid ibnu Abdul Malik ialah seorang khalifah yang membangun

masjid ini dan masjid ini sangat terkenal akan kebesaran pada

amsanya. Kemudia masjid ini menjadi pusat dalam kegiatan pelajaran-

pelajaran Islam seperti terdapat lingkaan-lingkaran pelajaan bagi

murid, dan disediakan sebuah tempat belajar bagi beberapa mazhab

Fiqh, kemudian bagi yang mengajar dapat hadiah atau upah. Salah satu

yang mengajar adalah Al Chatib Al Baghdadi yang mengajar Hadits.

3. Jami’ Amr

Pada tahun 21 H, ‘Amr Ibnu ‘Ash membangun masjid ini kemudian

masjid ini telah diperbaharui dan diperluas beberapa kali. Fungsi

masjid ini ialah sebagai tempaat untuk memberi pelajaran dan juga

sebagai mahkamah untuk pengadilan.

4. Jami’ Al-Azhar

Masjid Al-Azhar sepperti halnya masjid-masjid lain, Al-Azhar di

samping sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai tempat Ibadah

juga berfungsi sebagai tempat menyelenggarakan pendidikan, masjid

ini sebenarnya diperuntukkan Dinasti Fatimiah yangsedang bersaing

dengan kekhalifahan di Baghdad.24

Masjid Al-Azhar dibangun oleh Khalifah Mauizudin li Dnillah, dari

Dinasti Fatimiyah pada tanggal 24 Jumadil Ula 359 H/390 M dan

selesai pembangunannya pada bulan ramadhan 361 H.25

24 A.A. Ateek, Al-Azhar,The Mosque and The University, dalam Konsep Universitas Islam, DR. Hamid hasan Al Bilgrami, Dr, Sayid Ali Asyraf, Yoyakarta: Tiara Wacana, 1989, hlm. 40

25 Dr. Ahmad, Muhammad Uf, Al Azhar fi alf Am, Cairo: Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah, 1982 hlm 67

Page 28: Lembaga pendidikan islam

Masjid Al-Azhara dalah sebagai pusat ilmu pengetahuan, tempat

diskusi bahsa dan juga mendengarkan kisah dari orang yang ahli

bercerita. Baru setelah pemerintahan di pegang oleh Al Azizi Billah

mengubah funsi masjid Al Azhar menjadi universitas.26

14) Madrasah

Madrasah adalah isim masdar dari kata darsa yang berarti sekolah atau tempat

untuk belajar. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang

merata di seluruh Negara, baik pada Negara-negara Islam maupun negara lainnya

yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat islam. Sebagian ahli Sejarah

berpendapat bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang muncul

daripenduduk nisapur, tetapi tersiarnya melalui perdana menteri Saljuk yang bernama

Nidzam-Al muluk melalui madsrasah nidzamiyah yang didirikannya pada tahun 1065

M.

Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan

sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah. Dalam

menjelaskan tahap perkembangan madrasah sebagai salah satu tahap dalam

perkembangan instusi pendidikan Islam.

Pedersen dan Makdisi menyebutkan bahwa madrasah adalah merupakan 

kelanjutan proses dari perkembangan sebelumnya yaitu Masjid, masjid Khan

complex, dan baru kemudian Madrasah.27

Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan

pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya

berlangsung di mesjid-mesjid.

Disisi lain, Syalabi mengemukakan bahwa perkembangan dari masjid ke

madrasah terjadi secara tidak langsung, menurutnya madrasah sebagai konsekuensi

logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah.

Agar tidak kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang dikenal

madrasah.

26 Ali Djumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj. H.M. Arifin, Jakarta:Rineka Cipta, 1987, hlm. 27.27 J. Pedersen dan G. Makdisi, Madrasa, Tulisan dalam C.E. Bosworth dkk., The Encyclopedia of Islam, E.J.

Brill, Leiden, 1986, hal. 1123-1125

Page 29: Lembaga pendidikan islam

Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di dunia

islam baru timbul sekitara abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa sejak awal

perkembangannya islam tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada

awal telah berdiri madrasah yang menjadi cikal bakal munculnya madrasah

nizamiyah, madrasah tersebut berada diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur,

misalnya madrasah al-baihaqiyah, madrasah sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di

Khusan.

Madrasah Nizamiyah yang dibangun oleh Nizam Al-Muluk dibangun tidak

semata-mata karena Nizam Al-Muluk seorang yang memiliki concern terhadap

intelektualitas dan pendidikan tetapi di dalamnya telah terkandung muatan-muatan

lain seperti untuk mempertahankan madhab dan mengembalikkan kemurnian ajaran

sunni28 dan kepentingan politis untuk memperkuat struktur birokrasi

pemerintahannya.29

Madrasah nizhamiyah merupakan pertotipe awal bagi lembaga pendidikan

tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan

islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai suatu lembaga

pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa ikut terlibat

didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan, sarana fisik dan

lain-lain.

Kendati madrasah nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan

menyebarkan ajaran islam dalam persi tertentu. Tetapi keterkaitan dengan standarisasi

dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian

yang inofatif.

Adapun madrasah di Mekah dan Madinah yaitu Informasi tentang madrasah

mendapat dukungan banyak dari berbagai leteratur. Namun sayang para sejarawan

tidak cukup tertarik berbicara madrasan di Mekah dan Madinah. Hal ini

mengakibatkan pelacakan informasi tentang permasalahan tersebut kurang lengkap.

Lebih lanjut secara kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyak dibandingkan

di Madinah. Diantara madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah ursufiyah, madrasah

28 Syalabi, op.cit.hal.10929 Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Bandung: Mizan 1994 hal. 54

Page 30: Lembaga pendidikan islam

muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di Mekah adalah madrasah

qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.

15) Universitas / al-Jami’at

Pada tahun 859 masehi Fatimah al Fihri mendirikan Jami’ah al-Qarawiyyin

atau Universitas Qarawiyyin di kota Fas, Maroko. Universitas ini merupakan

universitas pertama dan tertua di dunia.30 Di susul kemudian oleh Universitas Al

Azhar di Kairo, Mesir yang didirikan pada tahun 959 masehi.

Zamiyya atau Universitas Nizamiyyah Baghdad, Irak didirikan pada 1091 M,

yang merupakan universitas terbesar dunia pada abad pertengahan.  Disusul kemudian

oleh Universitas Mustansiriya yang didirikan oleh khalifah Abbasiyah Al Mustansir

pada 1233 M. Universitas-universitas ini selain mengajarkan bidang-bidang agama,

juga menyediakan bidang studi filsafat, matematika dan ilmu sains. Al Hakam ibnu

Abdul Rahman mendirikan universitas Kordoba di Spanyol yang kemudian menjadi

salah satu universitas internasional terkemuka pada zamannya.

Banyak intelektual muslim berpengaruh adalah hasil didikan dari universitas-

universitas ini. Seperti Al Khawarizmi (780-846 M) pakar matematika, Ibnu al

Haytham (965-1040 M ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina (980-1037) filsuf,

Jabir ibnu Hayyan (721M – 815 M) peletak dasar ilmu kimia modern,  Al Razi (865-

925 M) ahli pengobatan dan lainnya.

BAB III

III.1 KESIMPULAN

Pola awal pendidikan Rasulullah dilaksanakan pada 2 fase :

a.       Pendidikan pada fase Mekah

b.      Pendidikan pade fase Madinah

Pendidikan pada periode Mekah ditandai dengan turunnya wahyu pertama dan

kedua yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 dan Al-Mudatsir ayat 1-7 hal tersebut

30 The Guiness Book of records, 1998, p. 242

Page 31: Lembaga pendidikan islam

memotivasi Rasulullah untuk menyebar dakwah dan pendidikan Islam mulai

muncul dengan ditandai mulainya Rasulullah mengajarkan tauhid kepada

keluarga maupun kerabat dekatnya di rumah Arqom bin Arqom yang dikenal

dengan Darul Arqom

Pendidikan pada periode Madinah ditandai dengan mulai berkembangnya

pendidikan Islam dan mulai bermunculan lembaga pendidikan Islam seperti

mesjid yang pertama kali didirikan yaitu Masjid Quba yang manfaatnya tidak

hanya untuk beribadah saja tetapi seklaigus tempat belajar dan mengajar.

10 metode pendidikan Rasulullah yaitu :

1. Metode Graduasi (Al-Tadarruj)

2. Metode Levelisasi

3. Metode Variasi (Al-Tanwi’ Wa Al-Taghyir)

4. Metode Keteladanan (Al-Uswah wa Al-Qudwah)

5. Metode Aplikatif ( At-Tatbiqi Wa Al-‘Amali)

6. Metode Pengulangan (Al-Taqrir Wa Al-Muraja’ah)

7. Metode Evaluasi (Al-Taqyim)

8. Metode Dialog (Al-Hiwar)

9. Metode Analogi (Al-Qiyas)

10.Metode Cerita

Perbedaan metode pendidikan dahulu dengan sekaranga adalah pada periode

sekarang ini metode pendidikan lebih berkembang seiring dengan kemajuan

teknologi.

Lembaga pendidikan Islam mengandung pengertian konkret berupa sarana

prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan

peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri

Macam-macam lembaga pendidikan Islam awal :

1. Kuttab : sebagai sistem juga sebagai sarana lain yang dalam

pelaksanaannya bertempat di rumah-rumah gurunya.

2. Zawiyah : berperan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi para

calon guru tasawuf/tarekat, juga sebagai lembaga pendidikan agama.

3. Al-Ribath : lembaga pendidikan yang secara khusus dibangun untuk

mendidik para calon sufi atau guru spiritual.

4. Khanaqah : suatu lembaga pengajaran berasrama bagi kaum sufi.

5. Majlis : sejumlah aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung

Page 32: Lembaga pendidikan islam

6. Pendidikan rendah Istana / Al-Qushur : Lembaga pendidikan dimana

raja/khalifah memanggil guru-guru khusus untuk memberi pendidikan kepada

anak-anak mereka.

7. Toko-Toko Kitab / Keda-kedai saudagar kitab / Hawanit al-waraqin :

dimana tokko buku tidak hanya menjadi tempat jual-beli buku tetapi juga

sekaligus tempat belajar dan mengajar.

8. Rumah-Rumah Para Ulama / al- Manazil al-Ulama : yaitu rumah-rumah para

ulama’ dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan

pengembangan ilmu pengetahuan.

9. Salon Kesusastraan / al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra) : tempat

untuk melakukan kegiatan pertunjukkan pembacaan dan pengkajian sastra atau

sebagai sanggar / teater budaya.

10.Badiah (Padang pasir, Dusun Tempat Tinggal Baduwi) :

tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum

tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing.

11.Rumah Sakit / Al-Maristan :  lembaga ilmiah yang paling penting dan

sebagai penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan islam sekaligus

lembaga pendidikan. 

12.Perpustakaan / Al-Maktabat : Perpustakaan dimana tidak hanya menjadi

tempat untuk membaca buku melainkan sebagai tempat belajar atau diskusi

umum.

13.Masjid atau Suffah : sebagai sarana / tempat pelaksanaan

pendidikan.

14.Madrasah : sekolah atau tempat untuk belajar.

15.Universitas/ Al-Jami’at : Perguruan tinggi

Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:

1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-

anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di

took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan

meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam,

menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair

atau prosa, berhitung, dan juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.

Page 33: Lembaga pendidikan islam

2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu

pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran

yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits,

Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam,

kedokteran, dan juga music.

3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul

Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya

perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya

Agung, 1992.

Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008. 

Dr. H. Murodi, MA, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha, 2009.

Mustafa Yaqub Ali, Sejarah dan metode Dakwah nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus,

1997.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Page 34: Lembaga pendidikan islam

Hasan Langgulung, Pendidikan islam mengahdapi Abad ke-21, Jakarta:Pustaka Al-

Husna, 1988.

A Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Terj. Prof. H. Muchtar yahya, Drs Sanusi Latief

Jakarta: Bulan bintang, 1973.

Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan Ali Audah, Jakarta: Tinta Mas, Jilid I

1972.

Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, 2004

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Rajawali Pers, Cet.I, 2004.

Ajid Thohir, perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT

Rajagrafindo persada, 2004.

Kuntowijiyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta: Shalahuddin

Press, 1985.

A.A. Ateek, Al-Azhar,The Mosque and The University, dalam Konsep Universitas

Islam, DR. Hamid hasan Al Bilgrami, Dr, Sayid Ali Asyraf, Yoyakarta: Tiara

Wacana, 1989.

Ali Djumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj. H.M. Arifin, Jakarta:Rineka

Cipta, 1987.

Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam,Bandung: Mizan 1994.