Lembaga Pendidikan Islam

70
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, kosakata lembaga memiliki empat arti, yaitu: 1. Asal mula (yang akan jadi sesuatu); benih (bakal binatang, manusia, dan tumbuhan; misalnya Adam, segumpal tanah yang dijadikan manusia pertama) 2. Bentuk (rupa, wujud) yang asli acuan 3. Ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya) 4. Badan (organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha, misalnya bahasa Indonesia. Dalam bahasa inggris, kata lembaga biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata institution, dan selanjutnya menjadi kata institusionalisasi atau institusionalization yang berarti pelembagaan. Dalam bahasa Arab kata lembaga biasanya merupakan terjemahan dari kata muassasah yang berarti foundation (dasar bangunan), establishment (mendirikan bangunan), firm (lembaga). 1. Macam-macam Lembaga Pendidikan Islam Di dalam al-qur’an dan al-hadis, secara eksplisit tidak disebutkan secara khusus mengenai adanya lembaga-lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah. Yang disebutkan dalam al-qur’an dan al-hadis yaitu nama-nama tempat yang baik yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, seperti masjid, rumah, dan majelis. Lembaga-lembaga pendidikan selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Rumah (al-bait) Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya. 1. Dari segi pendidikan informal, yakni pendidikan dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di rumah ini

Transcript of Lembaga Pendidikan Islam

Page 1: Lembaga Pendidikan Islam

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, kosakata lembaga memiliki empat arti, yaitu:

1. Asal mula (yang akan jadi sesuatu); benih (bakal binatang, manusia, dan tumbuhan; misalnya Adam, segumpal tanah yang dijadikan manusia pertama)

2. Bentuk (rupa, wujud) yang asli acuan3. Ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya)4. Badan (organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan

atau melakukan sesuatu usaha, misalnya bahasa Indonesia. 

Dalam bahasa inggris, kata lembaga biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata institution, dan selanjutnya menjadi kata institusionalisasi atau institusionalization yang berarti pelembagaan. Dalam bahasa Arab kata lembaga biasanya merupakan terjemahan dari kata muassasah yang berarti foundation (dasar bangunan), establishment (mendirikan bangunan), firm (lembaga).

 

1. Macam-macam Lembaga Pendidikan IslamDi dalam al-qur’an dan al-hadis, secara eksplisit tidak disebutkan secara khusus mengenai adanya lembaga-lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah. Yang disebutkan dalam al-qur’an dan al-hadis yaitu nama-nama tempat yang baik yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, seperti masjid, rumah, dan majelis. Lembaga-lembaga pendidikan selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Rumah (al-bait)Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya.

1. Dari segi pendidikan informal, yakni pendidikan dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di rumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan keterampilan mengerjakan pekerjaan atau tugas keseharian yang bisa terjadi di rumah tangga.

2. Dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang dilakukan di rumah yang bentuk materi pengajaran guru, metode pengajaran dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonformal dilakukn dirumah ini misalnya pendidikan yang berkaitan dengan penanaman kaidah, bimbingan

Page 2: Lembaga Pendidikan Islam

menbaca dan menghafal al-qur’an, praktik beribadah,dan praktik akhlak mulia.

3. Masjid dan SuffahDalam bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat bersembahyang bsgi orsng islam. Dalam perkembangan selanjutnya masjid berperan sebagai lembaga pendidikan islam, dan karenanya masjid dapat dkatakan sebagai madrasah yang berukuran besar yang pada masa permulaan sejarah islam dan masa-masa selanjutnya merupakan tempat menghimpun kekuatan umat islam baik dari segi fisik maupun mentalnya. Dengan demekian, masjid yaitu tempat melakukan shalat, madrasah, universitas, majelis nasional, dan pusat-pusat pemberian ftwa serta penggemblengan para pejuag dan patriot-patriot bangsa dari zaman ke zaman.

Berdasarkan uraian diatas tersebut diatas, terdapat dua peran utama yang dilakukan oleh masjid, dengan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran mesjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, idul fitri, idul adha, berzikir dan berdo’a. lembaga pendidikan nonformal dapat dilihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqah (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama islam dengan berbagai cabangnya.

Kedua,  peran mesjid sebagai lembaga pendidikan social kemasyarakatan dan kepemimpinan. Pendidikan yang pertama kali dilakukan di zaman Rasulullah SAW juga mengambil tempat di mesjid.

1. Al-kuttab,Surau, dan TPAMenurut sejarah islam, orang pertama dari penduduk Mekkah yang belajar menulis adalah Sufyn bin Ummayah bin Abdus Syamsyi dan Abi Qais bin Abdi Manaf bin Zaehab bin Khalib, dan yang mengajarkannya kepada kedua orang ini Basyar bin Abdul Malik yang pernah belajar menulis dari penduduk Hirah.

Menurut Ahmad Syalabi, bahwa tumbuhnya al-kuttab yang tugas pokoknya mengajarkan al-qur’an dan  dasar-dasar agama islam berawal pada zaman permulaan islam, yaitu pada zaman pemerintahan khalifah Abu bakar. Selanjutnya di anatara guru al-kuttab ada yang kreatif dalam menciptakan metode yang menyerupai metode komprehensif sebagai standar pengajaran membaca dan menulis, yang mana metode ini paling baru dipakai dalam mengajar anak-anak yang baru mulai belajar membaca dan menulis. Keterangan tersebut diatas selain menunjukkan keberadaan al-kuttab di tengah-tengah masyarakat, juga memperlihatkan bahwa al-kuttab adalah lembaga pendidikan awal yang tergolong inovatif, kreatif, dinamis, demokratis dan egaliter.

Di surau ini anak-anak diajarkan tentang membaca al-qur’an, praktik ibadah shalat, dasar-dasar agama, akhlak, dan akidah. Hal ini dimungkinkan, karena pada masa

Page 3: Lembaga Pendidikan Islam

awal keberadaan surau di abad ke-18 M, keadaan peralatan transportasi masih amat terbatas, sehingga terpaksa dengan cara berjalan kaki. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya ada pula suarau yang kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan yang lebih besar dan tinggi lagi seperti hal pesantren sebagaimana yang dijumpai di jawa Barat. Berbagai lembaga pendidikan tersebut selanjutnya berubah namanya menjadi Taman Pendidikan Anak-anak (TPA) yang tersebar di dearah perkotaan maupun di pedesaan.

1. MadrasahMadrasah ialah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh Negara, baik pada Negara-negaraislam, maupun Negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat islam. Sebagai ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-muluk, melalui madrasah nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065M.

Menurut Abdul mujib dan Jusuf Mudzakir, bahwakehdirasab madrasah sebagai lembaga pendidikan setidaknya-tidaknya mempunyai empat latar belakang yaitu:

1. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaruan system pendidikan islam2. Sebagai usaha menyempurnakan terhadap system pendidikan pesantren

kearah suatu system pendidikan yang tidak memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.

3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai system pendidikan.

4. Sebagai upaya untuk menjembatani antara system pendidikan tradisomal yang dilakukan oleh pesnatren dan system pendidikan modern dari hasil akulturasi.

Berdasarkan catatan singkat tersebut dapat dikemukakan beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya madrasah di Timur Tengah sebagai berikut.

1. Madarsah lahir sejalan dengan meningkatkan bidang kajian ilmu agama islam yang tidak mungkin lagi dijarkan dimasjid.

2. Madrasah lahir sebagai lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu agama islam secara lebih luas dan memdalam dibandingkan dengan lembaga pendidikan al-kuttab yang mempelajari ilmu agama islam secara terbatas dan tidak mendalam.

3. Al-ZawiyahKata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa,yanzawi, yang brrti mengambil tempat tertentu dari sudut masjid yang digunakan untuk I’tikaf (diam) dan beribadah. Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum sufi sebgai tempat untuk halaqah berzikir dan takafur untuk menngkatkan dan merenungkan keagungan ALLAh SWT.

Page 4: Lembaga Pendidikan Islam

Selain itu, Zawiyah sering pula digunakan untuk nama asrama atau pondok tempat beberapa tarekat tasawuf mengajarkan ajarannya kepada masyarakat yang berminat. Diantara tarekat yang menggunakan zawiyahsebagai tempatnkegiatannya adalah tareqat al-Qadiriyah, al-tijaniyah, al-Sanusiyah, al-Syadziliyah, dan al-Khulwitiyah.

Berdasarkan informasi tersebut, dapat dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut.

1. Eksitensi (keberadaan) zawiyah ialah sesuatu yang rel, bukan fiktif; sesuatu yang benr-benar ada dan telah melakukan perannya yang amat signifikan dalam berbagai bidang.

2. Zawiyahbukan hanya terdapat di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga di Eropa dan Barat, bahkan di Asia.

3. Zawiyah, bukan hnaya berperan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi para calon guru tasawuf/tarekat, melainkan juga telah berperan sebagai lembaga pendidkan agama, tempat tinggal para tamu.

4. Al-RibathSecara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Namun berbeda dengan kata al-‘aqad yang juga artinya ikatan. Al-ribath adalah ikatan yan mudah dibuka, seperti ikatan rambut seorang wnita. Berbagai aturan yang terdapat dalam al-ribath sebgaimana tersebut, banyak yang digunakan oleh lemabga pendidikan sekarang dengan sedikit modifikasi dan penyesuaian. Istilah, murid, mursyid, ibtidaiyah, mustawasithah, aliyah dan ijasah misalnya diambil dari istilah yang terdapat al-ribath.

1. Al-Maristan, dikenal sebagai lemaga ilmiah yang palingpenting dan sebagai penyembuhan dan pengobatan pada zaman emasan islam. Di anatara dokter yang paling terkenal kemampuan dan kemusyurannya di dunia islam dan di Negara Barat yaitu Mohammad bin Zakaria al-Razi. Ia pernah memimpin Maristan di Baghdad pada masa khalifah 1 Muktafa pada tahun 311 hijriyah.

2. Al-Qushur (istana)3. Hawanit al-Waraqin (took buku), pada zaman Arab jahiliyah terdapat

sejumlah pasar, seperti Ukadz, Majanah dan Dzul Majaz, dan di antara took-toko yang ada di pasar itu dijadikan tempat menjual buku pada zaman islam

4. Al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra), secara harfiah al-shalunat al-adabiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk melkukan kegiatan pertunjukn pembacaan dan pengkajian sastra, atau sebagai sanggar atau teater budaya/

5. Al-Badiyah, secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing.

6. Al-Maktabat (perpustakaan), dilihat dari segi fungsinya, perpustakaan tersebut dapat dibagi 3 yaitu. Perpustakaan umum, kedua perpustakaan untuk umum khusus dan ketiga perpustakaan khusus.

7. Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan Islam8. Lembaga pendidikan islam bersifat holistic, terdiri  dari lembaga pendidikan

informal, nonformal dan formal.9. Lembaga pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif

Page 5: Lembaga Pendidikan Islam

10.Lembaga pendidikan islam bersifat responsive dan fleksibel, yakni senantiasa menyesuaikan diri atau menjawab berbagai kebutuhan masyarakat.

11.Lembaga pendidikan islam bersifat terbuka, yakni dapat diakses atau digunakan seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai latar belakang keahlian, status social, ekonomi, budaya dll.

12.Lembaga pendidikan islam berbasis pada masyarakat.13.Lembaga pendidikan islam bersifat religious.

http://unkonvensional.wordpress.com/2012/12/03/lembaga-pendidikan-islam/ (14 january 2013. 10:36)

Baitul Hikmah (Bahasa Arab: الحكمة Bait al-Hikma) adalah perpustakaan dan بيت

pusat penterjemahan semasa era kerajaan Abbasiyyah di Baghdad, Iraq[1]. Ia dianggap

sebagai pusat intelektual dan keilmuan semasa Zaman Kegemilangan Islam.

Manuskrip saintifik terawal berasal dari Era Abbasiyyah.

[sunting]Latar belakang

Baghdad terkenal bukan sebagai pusat keilmuan semasa zaman Abbasiyyah. Sarjana-

sarjana zaman Abbasiyyah banyak menterjemah hasil kerja asing ke bahasa

Arab dan Parsi. Kerajaan Abbasiyyah juga membina perpustakaan yang besar, dan

menarik kedatangan sarjana dari Empayar Byzantine[2].

Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid didirikan Baitul Hikmah yang kemudian

disempurnakan oleh puteranya, Al-Makmun pada abad keempat. Baitul Hikmah

berfungsi sebagai pusat ilmu dan perpustakaan. Di situ para sarjana sering berkumpul

untuk menterjemah dan berdiskusi masalah ilmiah. Khalifah Harun Ar-Rasyid kemudian

Al-Makmun secara aktif selalu ikut dalam pertemuan-pertemuan itu.

Page 6: Lembaga Pendidikan Islam

Baitul Hikmah pada mulanya hanya berminat untuk menterjemah hasil kerja

orang Parsi, bermula dari bahasa Pahlavi, kemudian Syriac dan seterusnya dari

bahasa Greek. Oleh itu banyak terjemahan dilakukan dalam

bidang astrologi, matematik, pertanian, perubatan dan falsafah.

Rahsia membuat kertas yang mereka peroleh daripada banduan Cina semasa perang

Talas (751) merancakkan lagi penghasilan buku dan pembinaan perpustakaan.

Seterusnya konsep katalog perpustakaan diperkenalkan di Baitul Hikmah dan

perpustakaan lain di mana buku-buku disusun mengikut genre khusus dan kategori. (14

january 2013. 10:39 )

Baitul Hikmah

Oleh: Jauhar Ridloni Marzuk

KEMAJUAN sebuah peradaban biasanya berbanding lurus dengan penguasaan ilmu

pengetahuan. Mesir Kuno pada abad ke-5 sebelum Masehi, mampu memimpin dunia

dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya. Di masa

ketika manusia masih masih primitif, Mesir telah mampu membangun irigasi secara

teratur, menguasai ilmu seni pahat dengan lukisan dan patung-patung dewa yang

mempesona, ilmu astronomi hingga arsitektur. Bahkan menurut sebagian sejarawan,

huruf hyeroglif yang dipakai saat itu adalah sususan huruf pertama yang digunakan

oleh manusia.

Faktor seperti ini juga yang menjadi sebab gemilangnya peradaban–peradaban

setelahnya, seperti Yunani; Persia, Romawi hingga Islam.

Page 7: Lembaga Pendidikan Islam

Peradaban Islam mencapai puncak kejayaanya pada masa Dinasti Abbasiyah. Di masa

ini, Islam menjadi kiblat peradaban dunia. Ketika Barat dan belahan dunia lainnya

masih dirundung konflik dan penderitaan yang tidak kunjung berakhir, Baghdad telah

menjelma menjadi kota paling metropiltan di dunia. Taman-taman indah menghiasi

setiap sudut kota, lampu penerang bertebaran, bangunan-bangunan cantik dengan

arsitektur mengagumkan berdiri di sekeliling kota.

Penyebabnya bukan karena luas wilayah kerajaan yang mencapai 2/3 dunia, tapi

karena penguasaan ilmu pengetahuan yang tidak ada tandingannya.

Pada masa ini seniman, teknokrat, ilmuwan, pujangga, filsuf, dan saudagar

berkontribusi terhadap perkembangan di bidangnya masing-masing. Ilmu agama,

kesenian, industri, hukum, literatur, navigasi, filsafat, sains, sosiologi, dan teknik

mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada masa ini juga lahir sebuah institusi

keilmuan modern pertama di dunia yang menjadi cikal bakal perkembangan ilmu

pengetahuan ini; Baitul Hikmah.

Nama Baitul Hikmah diambil dari kata ha-ka-ma- yang artinya bijaksana. Dari kata ini

juga keluar isitlah Hakim (orang yang bijaksana). Hal ini bukan tanpa alasan, menurut

Prof. Dr. Nazeer Ahmed, ini dikarenakan dalam Islam, seorang ilmuan bukan hanya

orang yang melihat alam dari luar, tetapi dia adalah orang bijak (man of wisdom) yang

melihat alam dari dalam dan menyatukan antara ilmu pengetahuan yang dia dapat ke

dalam pokok-pokok dasar segala sesuatu.

Page 8: Lembaga Pendidikan Islam

Jadi inti dari seorang ilmuan bukanlah terpaku pada pengetahuan untuk mencari ilmu

pengetahuan, tetapi realisasi dari dasar-dasar pokok itu untuk menyerap ciptaan Tuhan

dan keteraturan alam yang menunjukkan kebijaksanaan Tuhan.

Baitul Hikmah didirikan oleh Khalifah Harun Ar Rashid pada tahun 813 M dan terletak di

jantung kota Bahgdad. Walaupun pada awalnya hanya sebuah perpustakaan, tetapi

Baitul Hikmah bukanlah perpustakaan seperti yang kita kenal saat ini. Baitul Hikmah

bahkan lebih menyerupai universitas. Di sini adalah tempat pertemuan para intelektual,

pusat kajian dan diskusi, sanggar terjemah, laboratorium penelitian, dan tempat

penerbitan buku.

Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan

dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para

cendekiawan Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat,

astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika.

Di tempat ini, buku-buku dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan

dan dan kemudian ditulis ulang.

Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun

berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga

diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-

buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya

satra diambil dari Persia.

Page 9: Lembaga Pendidikan Islam

Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang ilmu eksakta saja, ilmu-ilmu

Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain juga mengalami

perkembangan signifikan. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam

sejarah ilmu pengetahuan, seperti; Al-Kindi, Al-Khwarizmi, Muhammad Jakfar bin Musa,

Ahmad bin Musa, Abu Tammam, Al-Jahiz, Ibnu Malik At-Thai, Abul Faraj, Al-Farabi,

Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Misykawaih, hingga sejarawan besar Ibnu Khaldun sebagian

ulama yang belajar di Baitul Hikmah. Mereka lah yang berpengaruh besar terhadap

perkembagan ilmu pengetahuan selanjutnya, bukan hanya untuk Islam tapi juga Barat

dan Eropa.

Setelah meninggalnya Harus Ar-Rashid, pemeliharan Baitul Hikmah kemudian

dilanjutkan oleh penerusnya, Al-Ma’mun.

Tidak kalah dengan pendahulunya, di masa Al-Makmun, Baitul Hikmah terus

mengalami kemajuan. Al-Makmun mengundang para ilmuwan di seluruh dunia Islam

untuk berbagi ide, informasi, dan pengetahuan di perpustakaan ini. Ketertarikannya

terhadap filsafat juga mendorongnya melakukan terjemah besar-besaran terhadap

karya-karya dari Yunani.

Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan di masa setelah Makmun, Al-Mu’tashim

dan Al-Watsiq, namun mengalami kemerosotan di masa Al-Mutawakkil, dan kemudian

musnah pada masa Al-Musta’shim akibat serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh

Hulagu Khan, cucu Genghis Khan, pada tahun 1258.

Namun Baitul Hikmah hancur diratakan dengan tanah, dan buku-bukunya dibuang

sungai. Konon, warna air Sungai Tigris yang melalui Bagdad, berubah menjadi merah

Page 10: Lembaga Pendidikan Islam

dan hitam selama seminggu. Merah dari darah para ilmuwan dan filsuf yang terbunuh,

sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga koleksi Baitul Hikmah yang luntur

setelah dibuang ke sungai itu.*

Penulis sedang kuliah di Al Azhar, Mesir. Aktif di Pusat Kajian Pemikiran dan Peradaban Islam, Nun Centre

http://www.hidayatullah.com/read/24924/20/09/2012/baitul-hikmah-dan-peranannya-terhadap-peradaban-islam.html (14 January 2013. 10:42)

KUTTAB SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

  

PENDAHULUAN

Keberadaan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia yang katanya mayoritas

Islam, masih dianggap sebelah mata. Bahkan banyak yang tidak mengerti bahwa

Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, dan Aliyah termasuk Lembaga Pendidikan Formal.

Untuk memajukan Lembaga Pendidikan Islam, penting sekali bagi kita untuk

mempelajari bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan Islam yang pernah ada.

Mempelajari perkembangan Lembaga Pendidikan Islam, tentulah dimulai dari

Lembaga Pendidikan Islam yang pertama kali ada, yaitu kuttab. Lembaga Pendidikan

Islam yang sudah ada sejak zaman Rasulullah.

Kuttab pertama kali ada di Arab. Bangsa Arab sendiri sebelum berkembangnya

Islam terkenal dengan budaya jahiliah. Mayoritas masyarakat Arab buta huruf dan

Page 11: Lembaga Pendidikan Islam

kurang tertarik mengembangkan pendidikan. Ketika Islam datang, hanya ada 17 orang

Quraisy yang mengenal tulis baca.

PENGERTIAN KUTTAB

Istilah kuttab telah dikenal di kalangan bangsa Arab pra-Islam; dan seperti

sebelumnnya kuttab menjalankan fungsi yang sama dalam Islam, yaitu sebagai

lembaga pendidikan dasar terutama mengajarkan tulis-baca. Pada saat datangnya

Islam hanya ada 17 orang Quraisy yang mengenal tulis-baca. Di tengah permusuhan

suku Quraisy, tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Rasul saw bersama pengikutnya

yang hanya sedikit. Ketika akhirnya mereka hijrah ke Madinah (622 M.) beberapa orang

dari suku Aws dan Khazraj (dua suku utama Madinah) dapat menulis dan membaca.

Menuruti ajaran Islam, Rasulullah saw. memberikan perhatian khusus pada soal-soal

pendidikan. Keterampilan tulis-baca yang merupakan materi utama

pendidikan kuttab- menjadi semakin penting sejalan dengan berkembangnya komunitas

Muslim Madinah. Kebutuhan paling penting, tentunya, adalah mencatat wahyu yang

diterima oleh Rasul saw. Tetapi tulis-baca ini juga dibutuhkan untuk memungkinkan

komunikasi antara umat Islam dengan suku dari bangsa lain. Peletakan tulis-baca

sebagai prioritas dapat kita lihat dengan peristiwa pembebasan beberapa tawanan

Perang Badr (2/624) setelah mereka mengajarkan tulis-baca kepada sekelompok

Muslim. Rasul saw juga memerintahkan Al-Hakam bin Sa’id untuk mengajar pada

Page 12: Lembaga Pendidikan Islam

sebuah kuttab di Madinah. Ini menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi perhatian

utama umat Islam sejak masa yang paling awal.

Pada mulanya, pendidikan kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru (mu’allim,

mu’addib) atau di pekarangan sekitar masjid. Materi yang digunakan dalam pelajaran

tulis-baca ini pada umumnya adalah puisi dan pepatah-pepatah Arab yang

mengandung nilai-niiai tradisi yang baik. (Penggunaan Al-Quran sebagai teks

dalam kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah Muslim yang menguasai Al-Quran

telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kekhalifahan

‘Utsman bin ‘Affan). Kebanyakan guru kuttab masa awal Islam adalah nonMuslim,

sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih sangat sedikit

sibuk dengan pencatatan wahyu Al-Quran.

Kuttab berasal dari akar kata taktib yang artinya mengajar menulis. Sementara

katib atau kuttab berarti penulis. Institusi tersebut hanya berupa tempat belajar baca

tulis bagi anak-anak.

Kuttab merupakan tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada

awalnya kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca

bagi anak-anak,

Kuttab sebenarnya telah ada di negeri Arab sebelum datangnya agama Islam.

Kuttab merupakan institusi pendidikan yang tertua dalam sejarah tarbiyah. Bisa

diibaratkan sebagai sebuah pesantren di Jawa. Kondisinya masih sangat sederhana.

Yang ada hanya seorang guru yang dikelilingi sejumlah murid.

Page 13: Lembaga Pendidikan Islam

Di antara penduduk Mekah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab di kuttab

ini ialah Sufyan bin Umayyah bin Abdul Syams dan Abu Qais Abdul Manaf bin Zuhrah

bin Kilab.Keduanya belajar dari Bisyr bin Abdul Malik yang mempelajarinya dari hirah.

Kuttab dalam bentuk awalnya hanya berupa ruangan di rumah seorang guru.

Keistimewaan lembaga tradisional pertama dalam Islam ini, meskipun masih

sangat sederhana, tetapi memberikan kontribusi bagi umat hingga berdirinya sistem

madrasah pada abad-abad berikutnya.

Pendidikan jenis kuttab ini pada mulanya diadakan di rumah-rumah guru.

(mu’alim, muaddib). Setelah Nabi Saw. dan para sahabat membangun masjid, barulah

ada kuttab yang didirikan di samping masjid. Selain itu ada juga kuttab yang didirikan

terpisah dari masjid. Masa belajar di Kuttab tidak ditentukan, bergantung kepada

keadaan si anak. Anak yang cerdas dan rajin, akan lebih cepat menamatkan

pelajarannya. Sebaliknya anak yang malas akan memakan waktu yang lama untuk

menamatkan pelajarannya. Sistem pengajaran di kuttab ketika itu tidak berkelas. Para

murid biasanya duduk bersila dan berkeliling menghadap guru.

Pada awal pemerintahan Islam di Madinah, pengajar baca tulis di kuttab

kebanyakan non muslim, karena sedikit sekali kaum muslim yang bisa menulis.

Rasulullah pernah membebaskan para tawanan perang dengan syarat mengajari 10

orang muslim membaca dan menulis. Pada awalnya pengajaran baca-tulis tidak dinukil

langsung dari Al-Qur’an tetapi dari puisi dan syair bijaksana orang-orang Arab. Setelah

banyak kaum muslimin yang pandai menulis dan membaca, maka pengajaran baca

tulis di kuttab sumber nukil pun tidak lagi puisi dan syair tetapi Al-Qur’an. 

Page 14: Lembaga Pendidikan Islam

JENIS-JENIS KUTTAB

Pada mulanya kuttab (maktab) berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran

menulis dan membaca bagi anak-anak, namun ketika ajaran Islam mulai berkembang,

pelajaran ditekankan pada penghafalan Al-Qur’an. Menurut catatan sejarah, kuttab

telah ada di negeri Arab sejak masa pra-Islam, walau belum begitu dikenal dan baru

berkembang pesat setelah periode bani Ummayah, namun seiring dengan meluasnya

wilayah kekuasaan Islam, jumlah pemeluk Islam pun semakin bertambah. Hal ini

menuntut dikembangkannya kuttab yang ada untuk mengimbangi laju pendidikan yang

begitu pesat. Pada perkembangan selanjutnya, selain kuttab-kuttab yang ada di masjid,

terdapat pula kuttab-kuttab umum yang berbentuk madrasah, yakni telah

mempergunakan gedung sendiri dan mampu menampung ribuan murid.

Kuttab jenis ini mulai berkembang karena adanya pengajaran khusus bagi anak-

anak keluarga kerajaan, para pembesar, dan pegawai Istana. Dan diantaranya yang

mengembangkan pengajaran secara khusus ini adalah Hajjaj bin Yusuf al-Saqafi

(w.714) yang pada mulanya menjadi muaddib bagi anak-anak Sulayman bin Na’im,

Wazir Abd al-malik bin Marwan.

Dua Jenis Kuttab

Ahmad Syalabi adalah ilmuwan pertama yang menjelaskan terdapatnya dua

jenis kuttabdalam sejarah pendidikan Islam. Perbedaan ini terutama didasarkan pada isi

pengajaran (kurikulum), tenaga pengajar dan masa tumbuhnya.

Page 15: Lembaga Pendidikan Islam

1.      Kuttab jenis pertama adalah kuttab yang berfungsi mengajarkan tulis-baca dengan

teks dasar puisi-puisi Arab, dan dengan sebagian besar gurunya adalah non-Muslim

(setidaknya pada masa Islam yang paling awal).

2.      Kuttab jenis kedua adalah yang berfungsi sebagai tempat pengajaran Al-Quran dan

dasar-dasar agama Islam. Di sinilah, menurut Syalabi, terjadinya kekeliruan

pemahaman oleh beberapa ilmuwan terdahulu, dengan menganggap kedua

jenis kuttab ini adalah sama. Ia mengambil contoh tiga orang ilmuwan: Philip K. Hitti,

Ahmad Amin, dan Ignaz Goldziher. Konsekuensinya memang cukup jelas.

Mempercayai bahwa tulis-baca Al-Quran dan dasar-dasar agama diajarkan

pada kuttab yang sama sejak masa Islam yang paling dini akan menjurus pada

kesimpulan bahwa anak-anak generasi awal Muslim mempelajari agamanya dari orang-

orang non-Muslim.

Di sinilah signifikansi perbedaan kedua kuttab ini menjadi terlihat

jelas. Kuttab jenis kedua tidak ditemui pada masa paling awal, ketika kuttab jenis

pertama sudah mulai berkembang. Pengajaran Al-Quran pada kuttab (sebagai teks)

baru mulai setelah jumlah qurra’ dan huffazh (ahli bacaan dan penghafal Al- Quran)

telah banyak. Sebelumnya pengajaran agama anak-anak dilangsungkan di rumah-

rumah secara non-formal.

Dengan semangat ilmiah yang tinggi, jumlah Muslim yang mengenal tulis-baca

serta menguasai Al-Quran berkembang sangat cepat, dan ketergantungan pada guru-

guru non-Muslim berangsur hilang. Hal ini dilengkapi dengan kontak umat Islam dengan

pusat-pusat kegiatan intelektual di luar Arabia sepanjang dan sesudah penaklukan.

Hanya sekitar sepuluh tahun setelah wafatnya Rasulullah saw, pasukan Islam telah

Page 16: Lembaga Pendidikan Islam

menguasai Syria, Irak, dan Mesir — daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan

intelektual saat itu. Peristiwa ini mendorong munculnya diversifikasi pengetahuan yang

dikenal oleh umat Islam dan pada gilirannya mempengaruhi kurikulum kuttab. Per-

kembangan berikutnya menunjukkan bahwa tulis-baca, puisi, Al-Qur’an, gramatika

bahasa Arab, dan aritmatika (berhitung dasar) menjadi bagian utama dari kurikulum

pendidikan level ini

Beberapa sumber Abad Pertengahan memberikan informasi yang saling berbeda

tentang usia anak memasuki pendidikan kuttab. Barangkali ini dapat juga dianggap

sebagai pertanda tidak adanya ketentuan yang baku. Ilmuwan Al-Andalus (Spanyol),

Ibn Hazm (w. 456/1064) menganggap bahwa usia lima tahun adalah ideal untuk

memulai pendidikan kuttab.

Ibn Al-Jawzi (w. 597/1200) memberitakan bahwa ia memulai pendidikan kuttab-

nya pada usia enam tahun, tetapi banyak di antara teman sekelasnya yang lebih tua

dari dia sendiri. Seorang ulama benama Ibn Al-’Adim baru masuk kuttab pada usia tujuh

tahun. Yang lain bahkan menunggu sampai berusia sepuluh tahun. Semua ini

menunjukkan tidak adanya keseragaman praktik tentang usia untuk memulai

pendidikan kuttab.

Perbedaan ini juga berlaku dalam penekanan materi pengajaran, sesuai dengan

kebutuhan daerah tertentu dan pertimbangan para ulamanya. Berikut ini adalah catatan

Ibn Khaldun (w. 808/1406) mengenai praktik pendidikan kuttab pada masanya, yang

menunjukkan perbedaan tersebut pada empat daerah yang berbeda. Pertama, umat

Islam Al-Maghrib (Maroko) sangat menekankan pengajaran Al-Quran. Anak-anak

daerah ini tidak akan belajar sesuatu yang lain sebelum menguasai Al-Quran secara

Page 17: Lembaga Pendidikan Islam

baik. Pendekatan mereka adalah pendekatan ontografi (mengenali satu bentuk kata

dalam hubungannya dengan bunyi bacaan). Itulah sebabnya, menurut Ibn Khaldun,

Muslim Maroko dapat menghafal Al-Quran lebih baik dari Muslim daerah mana pun.

Kedua, Muslim Spanyol (Al-Andalus). Kuttab daerah ini mengutamakan menulis

dan membaca. Al-Quran tidak diutamakan dibandingkan dengan puisi dan bahasa

Arab, misalnya. Penekanan dapat membaca dan menyalin Al-Quran tanpa harus

menghafalnya (seperti Muslim Maroko).

Ketiga, daerah Ifriqiyah (Afrika Utara = Tunisia, sebagian Algazay, dan sebagian

Libya). Di sini, begitu Ibn Khaldun, pendidikan dasar di kuttab mengutamakan Al-Quran

dengan tekanan khusus pada variasi bacaan (qira’at); lalu dilkuti dengan seni kaligrafi

dan hadis.

Daerah keempat yang dibicarakan oleh Ibn Khaldun adalah daerah Timur (Al-

Masyriq = Timur Tengah, Iran, Asia Tengah, dan Semenanjung India) yang  menurut

pengakuannya tidak ia ketahui secara jelas dibandingkan tiga daerah yang

pertama. Secara umum daerah Timur ini menganut kurikulum campuran, dengan Al-

Quran sebagai inti; tetapi tidak memadukannya dengan keterampilan kaligrafi, sehingga

tulisan tangan anak-anak Muslim dari Timur tidak begitu baik.

Lepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, kuttab berkembang pesat sejak

masa awal dan dalam perjalanan sejarah peradaban Islam mengalami perkembangan

yang menyesuaikan kepada berbagai latar belakang budaya. Dari lembaga dengan

belasan murid pada awalnya, kuttab, di beberapa tempat, menjadi lembaga yang

mengumpul ribuan murid, masih pada penghujung abad pertama Hijriyah. Kuttab

pimpinan Abu Al-Qasim Al-Balkhi (w. 105/723) di Kufah diberitakan mempunyai 3.000

Page 18: Lembaga Pendidikan Islam

orang murid. Meluasnya lembaga ini, barangkali, dapat kita bayangkan dari laporan

seorang pengembara, Ibn Hawqal (w. 367/977). Ketika ia mengunjungi Palermo, Sisilia,

di sana terdapat sekitar 300 orang guru kuttab— satu fakta yang mengindikasikan

terdapatnya ratusan kuttab di kota ini. Palermo hanyalah sebuah kota kecil bila

dibandingkan dengan Baghdad, Damaskus, Aleppo Istanbul, Jerussalem, Samarkand,

atau Kairo. Pada Abad Pertengahan beberapa kuttab di Kairo menyediakan asrama

dan akomodasi bagi murid-muridnya. Di daerah ini juga ada kuttab yang berafiliasi

dengan satu lembaga; pendidikan tinggi yang secara tidak langsung tentunya

membantu kelangsungan pendidikan murid-murid lulusannya ke level yang lebih tinggi.

Menurut Ahmad Syalabi terdapat dua jenis Kuttab dalam sejarah pendidikan

Islam. Perbedaan jenis Kuttab ini dilihat dari isi pengajaran (kurikulum), tenaga pengajar

dan masa tumbuhnya.

a. Kuttab yang berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi

Arab. Sebagian besar gurunya adalah non-muslim. Kuttab jenis ini berkembang pada

masa Islam awal.

b. Kuttab yang berfungsi sebagai tempat pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar

agama Islam.

Perbedaan Kuttab menurut daerah

a. Kuttab di Al-Maghrib (Maroko)

Umat Islam di Maroko sangat menekankan pengajaran Al-Qur’an. Anak-anak

daerah ini tidak akan belajar sesuatu yang lain sebelum menguasai Al-Qur’an secara

baik. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ontografi (mengenali satu bentuk

Page 19: Lembaga Pendidikan Islam

kata dalam hubungannya dengan bunyi bacaan). Itulah sebabnya, menurut Ibnu

Khaldun, muslim Maroko dapat menghafal Al-Qur’an lebih baik dari muslim daerah

mana pun.

b. Kuttab di Spanyol (Al-Andalus)

Kuttab daerah ini mengutamakan menulis dan membaca. Al-Qur’an tidak

diutamakan dibanding dengan puisi dan bahasa Arab. Penekanan pada pelajaran

menulis melahirkan ahli-ahli kaligrafi yang dapat membaca dan menyalin Al-Qur’an

tanpa harus manghafalnya (seperti muslimMaroko)

c. Kuttab di Ifriqiyah (Afrika Utara=Tunisia, sebagian Algazy, dan sebagian Libya)

Kuttab di daerah ini menekankan pada variasi bacaan (qira’at) lalu diikuti kaligrafi

dan hadits

d. Kuttab di daerah timur (Al-Masyriq=Timur Tengah, Iran, Asia Tengah, dan Semenanjung

India)

Secara umum, Kuttab di daerah ini menganut kurikulum campuran dengan Al-

Qur’an sebagai inti, tetapi tidak memadukannya dengan ketrampilan kaligrafi, sehingga

tulisan tangan anak-anak muslim dari daerah timur tidak begitu baik.

SPI Pramadrasah:Rumah dan Kuttab

a. Periode pra-madrasah merupakan periode permulaan tumbuh dan lahirnya

lembaga-lembaga pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada tahap yang paling awal ini

berlangsung secara informal di rumah-rumah. Rasulullah telah menjadikan rumah al-

Arqam Ibn Abi al-Arqam sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan pertama dengan

Page 20: Lembaga Pendidikan Islam

para sahabatnya. Di rumah ini beliau menyampaikan dasar-dasar agama dan

mengajarkan al-Qur`an kepada mereka.

b. Di samping itu, Rasulullah juga telah menjadikan rumahnya di Mekkah sebagai

tempat berkumpul untuk belajar. Proses pendidikan Islam yang dilaksanakan secara

informal ini kiranya masih berkaitan dan bersentuhan dengan upaya-upaya dalam

rangka da’wah islamiyyah

c. Azyumardi Azra: pendidikan Islam pada awal pertumbuhannya bersentuhan

dengan upaya-upaya dakwah islamiyah. Hal ini terbukti dengan dijadikannya rumah al-

Arqam sebagai pusat pendidikan Islam sekaligus pusat dakwah Islam.

d. Melalui proses historis yang panjang, pendidikan Islam lambat-laun

memformalkan dirinya menjadi sebuah sistem pendidikan Islam yang berbeda dengan

dakwah Islam. Muhammad Jamal: keduanya dapat dibedakan dari segi obyek

formalnya. Obyek pendidikan Islam adalah subyek didik yang dididik dalam keluarga,

sekolah dan masyarakat, sedangkan obyek dakwah Islam adalah masyarakat yang

menyimpang dari ajaran Islam, sehingga para rasul diutus untuk meluruskannya.

e. Karena bersentuhan dengan dakwah, materi pendidikan Islam yang disampaikan

Rasulullah tidak terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan akidah Islam.

f. Ayat-ayat Makiyyah kebanyakan berisi tentang akidah islamiyah

g. Pada pekembangan berikutnya, pendidikan Islam mengalami transformasi yang

cukup berarti.  Selain di rumah-rumah, pendidikan Islam juga dilaksanakan di kuttab-

kuttab.

h. Nakosteen: Kuttab adalah tempat belajar yang terletak di rumah guru di mana

para murid berkumpul untuk menerima pelajaran 

Page 21: Lembaga Pendidikan Islam

i. Stanton: Kuttab berarti tempat terbuka di luar rumah di mana guru mengajak

murid-muridnya ke lapangan di sekitar masjid atau taman umum.

j. Syalabi: Kuttab dipandang sebagai lembaga pendidikan dasar tertua  yang ada

sebelum Islam yang digunakan untuk belajar tulis-baca.

k. ketika Islam datang, kuttab mengalami perluasan fungsi. Ia bukan hanya untuk

belajar tulis-baca, tapi juga untuk belajar al-Qur`an yang khusus bagi anak-anak.

l. Stanton membagi Kuttab ke dalam dua bagian, yaitu kuttab pendidikan sekuler

yang mengajarkan ilmu-ilmu non-agama; dan kuttab pendidikan agama yang

mengajarkan al-Qur`an. 

m. Syalabi: Bangunan kuttab masih terbilang sangat sederhana. Ada yang

berukuran kecil dan sempit yang dapat menampung beberapa murid saja, dan ada pula

yang berukuran besar dan cukup luas sehingga dapat menampung banyak

murid. Kuttab terus berkembang seiring perkembangan Islam. Dari yang pada mulanya

hanya memiliki belasan murid, pada penghujung abad Pertama Hijrah, sudah dapat

ditemukan beberapa kuttab yang memiliki ribuan murid. Bahkan sampai abad

Pertengahan, di Kairo terdapat beberapa kuttab yang menyediakan tempat tinggal bagi

murid-muridnya, dan sebagian lagi ada kuttab yang berafiliasi dengan lembaga

pendidikan tinggi.

n. Kurikulum kuttab tampak sederhana. Ia hanya mengajarkan tulis-baca, hapalan

al-Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam. Pada masa pemerintahan Umar Ibn al-

Khattab,  muncul ide pembaruan. Umar menginstruksikan agar anak-anak di kuttab juga

diajarkan berenang, mengendarai kuda, memanah dan tatabahasa Arab. Instruksi Umar

ini kiranya dapat dilaksanakan oleh para guru hanya pada beberapa kuttab yang

Page 22: Lembaga Pendidikan Islam

memungkinkan. Berenang misalnya, hanya dapat dilaksanakan di kuttab-kuttab yang

terletak di pinggir sungai seperti Irak dan Mesir.

o. Sistem belajar di kuttab dapat dikatakan masih cenderung bersifat individual.

Menurut Makdisi, metode belajarnya tidak terlepas dari menghapal, mengulang,

memahami,muzakarah dan mencatat.

p. dengan metode ini, tradisi lisan (oral) telah berkembang sedemikian rupa 

digunakan untuk menghapal al-Qur`an dan sebanyak mungkin materi-materi lain.

q. Sistem belajar yang fokus pada upaya pengembangan tradisi lisan (oral) ini,

telah menjadikan surat-surat pendek dan syair-syair Arab sebagai materi utamanya.

r. Kendala-kendala yang dihadapi lembaga kuttab untuk mengembangkan tradisi

tulis pada tahap awal ini adalah karena sastera al-Qur`an yang begitu tinggi, sehingga

tidak dapat ditandingi; di samping bahasa Arab pada waktu itu belum mempunyai

standar baku yang dapat digunakan sebagai patokan.

PERKEMBANGAN KUTTAB

1. Kuttab di Jaman Rasulullah

Di Kuttab ini diajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab. Pengajaran

Kuttab berlangsung di rumah para guru. Pasca muslimin hijrah ke Madinah, pendidikan

model kuttab ini diberlakukan oleh Rasulullah dengan mengambil tempat di masjid dan

Page 23: Lembaga Pendidikan Islam

rumah guru. Fungsi kuttab pun dibagi menjadi dua macam, pertama mengajarkan baca

tulis dan kedua mengajar Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam.

2. Kuttab di jaman Khulafaur rasyidin

Seperti halnya pada zaman Rasulullah yang memusatkan pendidikan di kuttab,

maka begitu pula yang terjadi pada zaman Abu Bakar Sidiq. Kuttab tetap dipertahankan

sebagai lembaga tempat belajar membaca dan menulis. Keberadaan kuttab seiring

dengan pembangunan masjid, dan guru di Kuttab adalah para shahabat Rasulullah.

3. Kuttab di Zaman Umayyah

Sistem Kuttab yang mengajarkan membaca, menulis Al-Qur’an dan agama Islam

lainnya tetap dilanjutkan pada zaman Umayyah. Hanya saja tempatnya selain di masjid

dan rumah guru juga diselenggarakan di istana. Kuttab di istana bertujuan mengajarkan

anak-anak dari keluarga yang berada di istana Khalifah. Guru istana

dinamakan muaddib. Pendidikan istana mengajarkan Al-Qur’an, hadits, syair, riwayat

hukama, menulis, membaca, dan adab sopan santun.

BAB V INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM PRA MADRASAH

Munculnya berbagai bentuk pendidikan Islam yang tersebar dan menjamur

saat ini, tidak terlepas peran lembaga-lembaga pendidikan Islam pada masa

Page 24: Lembaga Pendidikan Islam

kejayaan Islam (masa Rasulullah Saw, Al-Khulafa’ Al-Rashidin, Bani Ummayah,

Bani Abbasiyah). Saat itu telah dikenal institusi pendidikan Islam, namun

pelaksanaannya masih pada tempat yang sederhana. Lebih jauh lagi George

Makdisi mengklasifikasikan institusi-institusi tersebut menjadi dua periode, yakni

periode pra-madrasah dan periode pasca-madrasah. Periode pra-madrasah yaitu:

1. Kuttab

Lembaga pendidikan dasar tempat mengajarkan baca tulis untuk anak-

anak.

2. Manazil al-‘Ulama’ (Rumah Kediaman para Ulama)

Kediaman para ulama dan ahli ilmu pengetahuan yang pernah digunakan

sebagai forum kajian ilmiah, di antaranya adalah rumah Ibn Sina, al-Ghazali, Ali

Ibn Muhammad al-Fasihi, Ya’qub Ibn Kilis, Abu Sulayman al-Sijistani, dan masih

banyak lagi.

3. Masjid dan Jami’

Ketika Rasulullah Saw, hijrah ke Madinah dengan semakin banyaknya

pengikut Islam dan semakin kompleksnya masalah-masalah yang perlu dikaji,

fungsi awal rumah sebagai wahana pendidikan dialihkan ke masjid-masjid seperti

masjid Nabawi dan Quba, yang dijadikan pusat bagi segala aktifitas pendidikan,

kemasyarakatan kenegaraan dan keagamaan. Hal ini karena masjid dianggap

sebagai institusi pendidikan yang merupakan instrumen yang pertama dan efektif

Page 25: Lembaga Pendidikan Islam

untuk membantu transisi masyarakat Arab pada waktu itu, dari masyarakat

primitif menjadi masyarakat yang lebih maju.

4. Qusur (Pendidikan Rendah di Istana)

Pada tahap ini Pendidikan dikenalkan pada anak-anak di lingkungan Istana.

Metode pendidikan dasar ini dirancang oleh orang tua murid agar selaras dengan

tujuannya dan sesuai dengan minat dan kemampuan anaknya.

5. Hawanit al-Waraqin

Pada masa ini bermunculan toko-toko buku sebagai agen komersil dan

sekaligus berfungsi sebagai center of learning. Ini berawal pada permulaan

Daulah ‘Abbasiyah, yang kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai ibukota

dan Negara-negara berbeda di negeri Islam.

Para pemilik toko-toko (warraqun) ada yang telah dapat menulis kitab-kitab

monumental dengan karya-karyanya, diantaranya Ibn al-Nadim (995 M) yang

menulis kitab Fihrisat (Indent of Nadim), Ali bin Isa yang menulis bermacam-

macam kitab, dan Yaqut al-Hammi yang menulis Mu’jam al-Udaba, dan Mu’jam al-

Buldam.

6. Al-Salunat al-‘Adabiyyah (Majelis Sastra)

Lembaga ini merupakan pengembangan dari majelis-majelis al-Khulafa’ al-

Rashidin. Selain mengurus masalah-masalah pemerintahan, juga memberikan

fatwa-fatwa agama melalui forum masjid ataupun diluar masjid.

Page 26: Lembaga Pendidikan Islam

Forum ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, karena sering diadakan

semacam perlombaan syair dan perdebatan para fuqaha dan diskusi diantara

para sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Sehingga muncullah tokoh-tokoh yang

aktif hadir dalam forum tersebut :

a. Dari Kalangan Penyair: Abu Nuwas, Abu al-Itahiyah Da’bal, Muslim Ibn al-Walid

dan al-Abbas al-Ahnaf.

b. Dari kalangan musisi, Ibrahim al-Mawali dan anaknya bernama Ishaq.

c. Dari kalangan ahli Gramatika: Abu ‘Ubaidah, al-Ismail al-Kisa’I, Ibn-Siman, al-

Wa’iz dan al-Waraqid.

7. Maktabat (Perpustakaan)

Perpustakaan ini bersifat umum dan yang paling terkenal dimasanya

diantaranya perpustakaan Iskandariyah dan Bait al-Hikmah (House of wisdom)

pada masa daulah ‘Abbasiyah.

Pada perkembangan selanjutnya perputakaan telah menjadi salah satu

pusat pendidikan dan kebudayaan Islam. Perpustakaan dipakai juga oleh ilmuan

sebagai pusat researces akademik.

8. Al-Badiyah (Daerah Pedalaman)

Pada tahapan ini, banyak dari para pelajar yang sangat peduli akan

orisinalitas kebahasaan mereka, dan memutuskan unutk pergi belajar bahasa ke

ba’diyah (suku pedalaman/badui) bahkan banyak yang sampai menetap disana

beberapa waktu demi pendalaman bahasa mereka.

Page 27: Lembaga Pendidikan Islam

9. Bimaristan dan Mustashfayat

Bimaristan dan Mustashfayat atau dikenal dengan lembaga rumah sakit,

pertama kali dibangun oleh Abu Za’bal pada tahun 1825 M di Mesir. Dalam

institusi ini, selain digunakan sebagai tempat penyembuhan orang sakit, juga di

gunakan sebagai pusat pengajaran ilmu kesehatan. Institusi ini dikembangkan

lagi pada masa pemerintahan Al-Walid Ibn Abd Malik pada tahun 1888 M dimana

institusi ini telah memainkan peranannya yang sangat besar dalam sejarah

perkembangan pendidikan Islam.

BAB VI PENUTUP

Kegiatan pendidikan pada masa pra-Islam berlangsung pada Kuttab-Kuttab

dan pasar tradisional. Setelah datangnya Islam, berkembanglah lembaga-lembaga

pendidikan Islam yang sangat mempengaruhi pendidikan di Arab.

Dengan mempelajari Lembaga Pendidikan di masa lalu, diharapkan agar

bermanfaat bagi perkembangan Lembaga Pendidikan Islam pada masa yang akan

datang.

http://psikologip.blogspot.com/2011/12/kuttab-sebagai-lembaga-pendidikan-islam.html (14 January 2013. 10:50)

   Al-qushur (istana)

Istana tempat kediaman Khalifah, raja, sultan, da keluarganya, berfungsi sebagai pusat

pengendali kegiatan pemerintahan, juga digunakan sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan

Page 28: Lembaga Pendidikan Islam

pendidikan bagi para putra Khalifah, raja, dan sultan. Mata pelajaran yang diberikan kepada para

putra raja tersebut antara lain berkenaan dengan ilmu pengetahuan, peradaban, bahasa, sastra,

keterampilan berpidato, sejarah kehidupan orang-orang para pahlawan dan orang-orang yang

sukses, serta keterampilan dalam memanah, mengendarai kuda, dan berenang. Guru yang

mengajar di istana di sebut Muaddib, yang menggambarkan seorang yang cakap dan

berkepribadian utamahttp://kelompokidi123.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_10.html (14 January 2013. 10:53)

TAFSIR AL-MISBAH QS. AL-MUJADALAH AYAT 11TAFSIR AL-MISBAH QS. AL-MUJADALAH AYAT 11

(Pemikiran M. Quraish Shihab, Tantang Ilmu Pengetahuan}A.      Pendahuluan

Al-Qur’an Al-Karim memperkenalkan dirinya dalam berbagi ciri dan sifat salah satu di antaranya bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah. Al-Qura.an diturunkan oleh Allah kepada Muhammad melalui malikat Jibril tidak sekaligus tetapi berangsur-angsur memakan waktu yang cukup lama yaitu waktu Muhammad diangkat menjadi Nabi sampai belau wafat. Yang berisi petunjuk dan ajaran tantang segala kehidupan.

Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allahyang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur’an al-Karim bacaan sempurna lagi mulia.[1]

M. Quraish Shihab adalah sosok seorang mufassir Indonesia cukup terkenal, beliau menafskan al-Qur.an supaya tetap menjadi petunjuk bagi umat manusia di dunia yang selalu aktual disetiap zaman dan tempat

Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian. Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al-Qur’an itu, dengan kata lain Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah.

B.       Pembahasan1.      Biografi M. Quraish Shihab

Kehadiran Quraish Shihab di Indonesia semakin memperkaya khasanah keilmuan Islam khususnya dibidang tafsir al-Qur’an. Quraish shihab di lahirkan di Rappang, Sidrap, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944 M.

Page 29: Lembaga Pendidikan Islam

[2]Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab berasala dari keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya Prof. KH. Abdrahman Shihab di pandang sebagai tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan.

Pendidikan formalnya di mulai dari sekolah dasar di Ujung Pandang, Shihab menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang dan melanjutkan di SMP di Ujung Pandang hingga kelas 2. Pada tahun 1956 ia berangkat ke Malang untuk melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah. Khususnya di Jawa, ada cukup berkembang di lingkungan Pondok Pesantren Darul Hadits al-Fiqihiyah tempat Quraish Shihab Nyantri adalah ahlu al-sunah wa’al- Jama’ah yang dalam paham Islam menganut  paham Asyariyah dan Maturidiyah.[3]

Pada tahun 1958 di berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Setelah selesai Quraish Shihab melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar  pada fakultas ushuludinjurusan Tafsir Hadits dan memperoleh gelar Lc (S-1) pada tahun 1967, kemudian pada tahun yang sama Quraish Shihab melanjutkan studinya dengan fakultas yang sama spesialisasi bidang tafsir al-Quran. Dan pada tahun 1969 meraih gelar MA dengan tesis berjudul al-I’jas al-Tasyri ‘iy li al-Qur’anul Karim.

Sekembalinya di Ujung Pandang Qurish Shihab di percayakan untuk menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan pada IAIN Alauddin Unjung Pandang , selain itu ia juga di serahi jabatan-jabatan lain baik di dalam kampus seperti koodinator perguruan tinggi swasta  (Wilayah VII) Indonesia Timur, maupun di luar kampus seperti pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang dia juga sempat melakukan penelitian antara lain’“Penerapan kerukuna hidup beragama di Indonesia Timur” pada tahun (1975) dan Masalah “Wakaf Sulawesi Selatan” pada tahun 1978[4]

Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu Al-Quran. Dengan disertasi berjudul “Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan Analisa terhadap Keotentikan KitabNazm ad-Durar Karya al-Biqa’i)”, ia berhasil meraih gelar doktor dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtat ma’a martabat al-syaraf al-’ula).

Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998.

Quraish Shihab bahkan dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian ia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara

Page 30: Lembaga Pendidikan Islam

Republik Arab Mesir merangkap Republik Djibouti yang berkedudukan di Kairo.

Ia juga dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan lain, antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, anggota Lajnah PentashihAl-Quran Departemen Agama, dan anggota Badan Pertimbangan PendidikanNasional. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur ‘an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat.Di sela-sela segala kesibukannya itu, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.

Di samping kegiatan tersebut di atas, M.Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal, termasuk di media televisi. Ia diterima oleh semua lapisan masyarakat karena mampu menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, dengan tetap lugas, rasional, serta moderat.[5]

2.      Metode Penafsiran al-Qur’ana.     Metode Ijmali (Global)

Yang dimaksud dengan metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global.[6] Pengertian tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya.[7]

b.     Metode Tahliliy (Analisis)Yang dimaksud dengan Metode Tahliliy (Analisis) ialah menafsirkan

ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Kalau kita lihat dari bentuk tinjauan dan kandungan informasi yang terdapat dalam tafsir tahliliy yang jumlah sangat banyak, dapat dikemukakan bahwa paling tidak ada tujuh bentuk tafsir.[8] Yaitu: Al-Tafsir bi al-Ma’tsur, Al-Tafsir bi al-Ra’yi, Al-Tafsir al-Fiqhi, Al-Tafsir al-Shufi, At-Tafsir al-Ilmi, dan Al-Tafsir al-Adabi al-Ijtima’i.

c.      Metode Muqarin (Komparatif)Pengertian metode muqarin[9](komparatif) dapat dirangkum sebagai

berikut :

Page 31: Lembaga Pendidikan Islam

1)      Membandingkan teks (nash)[10] ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama;

2)      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits[11] Nabi SAW, yang pada lahirnya terlihat bertentangan;

3)      Membandingkan berbagai pendapat ulama[12]’ tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.

d.     Metode Mawdhu’iy (Tematik)Yang dimaksud dengan metode mawdhu’iy ialah membahas ayat-ayat

Al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikahi secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al-nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari Al-Qur’an dan Hadits, maupun pemikiran rasional.[13]

3.      penafsiran al-Qur’an Sura Al-Mujadala ayat 11 (al-Misbah) XْمZ ]ك ل Zُه] الَّل ِح_ ]ْفXَس] َي حZوا ْف]اْفXَس] ال_ِس_ Xم]َج] ال ْف_ي حZوا ]ْف]َس[ َت XْمZ ]ك ل ِق_يَل] _َذ]ا ِإ Zوا آَم]ُن [ِذ_َيَن] ال uَه]ا َي

[ َأ ]ا ِق_يَل]  َي _َذ]ا َوا َو]ِإ Zُز ZُشX اْنَج]اٍت} َد]َر] Xْم] Xِع_َّل ال Zوا Zَوَت َأ [ِذ_َيَن] َو]ال XْمZ Xك َم_ُن Zوا آَم]ُن [ِذ_َيَن] ال Zُه] الَّل ْف]ِع_ Xْر[ َي َوا Zُز ZُشX Zوَن]  ْف]اْن ]ِعXم]َّل َت _م]ا ب Zُه] _يْر� َو]الَّل ِب َخ]

Terjemahnya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Larangan berbisik yang diturunkan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntunan akhlak, guna membina hubungan harmonis antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut perbuatan dalam majlis untuk menjalin harmonisasi dalam satu majelis.Allah berfirman “ Hai orang-0rang yang beriman, apa bila dikatakan kepada kamu” oleh siapa pun:berlapang-lapanglah[14]. Yaitu berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan  diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlisyakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan tempat duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat untuk orang lain  itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila di katakan:”Berdirilah kamu ketempat yang lain, atau untuk diduduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamuwahai yang memperkenankan tuntunan ini.dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajatkemudian di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa-apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa akan datang Maha Mengetahui.[15]

Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat di atas turun pada hari Jum’at. Ketika itu Rasul saw. berada di suatu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang di

Page 32: Lembaga Pendidikan Islam

antara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain-yang tidak terlibat dalam perang Badr untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata “katanya muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi mendengar keritik itu bersabda: “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.

Kata tafassaḫû dan ifsaḫû terambil dari kata fasaḫa yakni lapang. Sedang kata unsyuzû terambil dari kata  nûsyuzyankni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ketempat yang lebih tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ketempat lain untuk memberi kesempatan yang lebih wajar duduk atau berada di tempat wajar pindah itu, atau bangkit melakukan suatu aktifitas positif. Ada yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw. Yang lain dari yang perlu segera dia hadapi.

Kata majȃlis adalah bentuk jamak dari kata majlis. Pada mulanya berartitempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Membert tuntunan agama ketika itu. Tapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun, jika anda-wahai yang muda-duduk di bus, atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan berdab jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.

Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa  Allah akan meninggikanderajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat[16] yakni lebih tinggi sekedar beriman. Tidak disebutnya katameninggikan[17] itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang didmilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.

Tentu saja yang di maksud dengan alladzȋnaûtû al-‘ilmu/yang diberi pengetahuan[18] adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.

Ilmu yang di maksud ayat di atas bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. 35: ayat 27-28. Allah meguraikan sekian banyak mahluk Ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hambanya hanyalah ulama, ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan al-Qur’an bukan hanya ilmu agama. Di sisi lain juga menujukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khasyyah[19]yahni rasa takut dan

Page 33: Lembaga Pendidikan Islam

kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkan untu kepentingan mahkluk, Rasul sering kali berdo’a (aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).

4.      Hubungan  al-Qur’an dengan ilmu pengetahuanal-Qur’an adalah kitab petunjuk demikian hasil yang kita peroleh dari mempelajari

sejrah turunnya. Jika demikian apakah hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan.a.    Ciri khas ilmu pengetahuan

Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan (science) yang tidak dapat diingkari-meskipun oleh para ilmuan –adalah bahwa ia tidak mengenal kata “kekal”. Apa yang dianggap salah di masa silam mislanya dapat diakui kebenarannya di abad modern.[20]

Persolan ilmiah silih berganti, bukan saja dalam lapangan pembhasan satu ilmu saja, tetapi juga dalam teori-teori setiap cabang ilmu pengetahuan. Dahulu persolan moral tidak mendapat perhatian ilmuwan, tetapi kini penggunaan senjata nuklir, misalnya tidak dapat dipisahkan dari pesolan tersebut; mereka tidak mengabaikan persolan moral dalam penggunaan senjata nuklir yang merupakan dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan.[21]

Teori bumi datar yang merupakan satu hukum aksioma disatu masa misalnya, dibatalkan oleh teori bumi bulat yang kemudian dibatalkan oleh teori lonjong seperti lonjongnya telur. Mungkin tidak sedikit orang yang yakin bahwa pertimbangan  logila atau ilmiah terutama menurut ilmu pasti adalah benar sedangkan keadaannya belum tentu demikian.[22]

b.   Al-Qur’an di tengah perkembangan ilmuSebelum berbicara tentang masalah tersebut, terlebih dahulu perlu

diperjelas pengertian ilmu yang dimaksud dalam tulisan ini.Al-Qur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali.ara lain sebagai “peroses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS. 2:31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita kepada  pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplannya.[23]

Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof muslim atau non-muslim pada masa-masa silam, atau klasifikasi belakangan ini di kenal seperti antara lain, ilmu-ilmu sosial, maka pemikiran Islam pada abad XX, khususnya setelah seminar internasional pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 M, pengklasifikasian ilmu menjadi dua kategori :

1.         Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu ilahi yang tertera dalam al-Qur’an dan hadis serta segala yang yang dapat diambil dari keduanya.

2.         Ilmu yang dicari (acquired knowledge)termasuk sains ke alaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggadaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama tidak bertentangan dengan syari’ah sebagai sumber nilai.[24].

Dewasa ini diakaui oleh ahli-ahli sejarah dan filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan sebenarnya di tentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah

Page 34: Lembaga Pendidikan Islam

diterima oleh komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya yang menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir adalah materi Alam.[25]

c.    Korelasi antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuanMembahas hubungan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan

dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabagn ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat: adalah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan dan mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidaknya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembaangkannya, tetapi sekumpulan syarat-syarat pesikologi dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif ataupu negatif) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.[26]

Dalam al-Qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Di samping itu banyak pula ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal, pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana yang dikemukakan  oleh ayat-ayat yang menjelaskan hamatan ilmu pengetahuan. Antara lain[27]:

1.        Sujektivitas: (a) suka tidak suka (baca antara lain, QS 43:78; 7:79); (b) taqdid atau mengikuti tanpaalasan, (baca antara lain, QS 36:67; 2:170).

2.        Angan-angan dan dugaaanyang tak beralasan (baca antara lain, QS 10:36).3.        Bergegas gegas dalam mengambil atau kesimpulan (baca antara lain, QS

21:37).4.        Sikap angkuh (enggang untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca

antara lain, QS 7:146),Di sampin itu, terdapat tuntutan-tuntutan antara lain;[28]

1.        Jangan bersikap terhadap sesuatu tampa dasar pengetahuan (QS 17:36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui duduk persoalan (baca antara lain, QS 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca antara lain QS 10:39).

2.        Jangan menilai sesuatu karena faktor ekstren apapun-walaupun dalam pribadi tokoh yang diagungkan seperti Nabi Muhammad s.a.w.

Ayat macam inilah yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. Korelasi kedua dapat ditemukan pada iyarat-isyarat ilmiah yang tersebar sekian banyak ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya.

C.      PenutupDalam menghadapkan pemikiran yang melandasi segenap segala

usaha dalam lingkup ilmu pengetahuan atau sain serta berbagai konsepnya, pada jaran agama Islam, khususnya yang terkandung dalam al-Qur’an.

Petunjuk ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk hidup di bumi ini, manusia harus menguasai ilmu keakhiratan dan ilmu keduniaan yang diperlukan. Sebagai penguasa, manusia boleh memanfaatkan alam dan sekelilingnya bagi kelangsungan hidupnya. Namun tidak boleh merusaknya; iya bertanggungjawab atas pelestariannya.

Page 35: Lembaga Pendidikan Islam

hubungan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabagn ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat: adalah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan dan mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidaknya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembaangkannya, tetapi sekumpulan syarat-syarat pesikologi dan sosial yang diwujudkan

http://bumipanritakitta.blogspot.com/2013/01/tafsir-al-misbah-qs-al-mujadalah-ayat-11.html (14 January 2013. 11:30)

Fiqh Lingkungan            Fiqh lingkungan (fiqh al-bi'ah) merupakan terobosan baru bagi upaya konservasi lingkungan hidup dengan perspektif keagamaan. Perspektif ini sekaligus menegaskan akan pentingnya pendekatan agama, termasuk produk hukumnya, dalam angka konservasi lingkungan sebagai tambahan bagi pendekatan disiplin ilmu lain yang telah ada.Selanjutnya kata "lingkungan", sebagi terjemahan dari kata al-bi'ah dalam tulisan ini dilekatkan dengan kata "fiqh" yang secara istilah berarti pengetahuan tentang hukum-hukum syari'at Islam mengenai perbuatan-perbuatan manusia, yang mana pengetahuan tersebut diambil dari dali-dalil yang bersifat at-tafshiliyyah.[i] Oleh karenanya, fiqh lingkungan yang dimaksud adalah pengetahuan atau tuntutan syar'i yang concern terhadap masalah-masalah ekologi atau tuntutan syar'i yang dipakai untuk melakukan kritik terhadap prilaku manusia yang cenderung memperlakukan lingkungan secara destruktif dan eksploitatif. Fiqh lingkungan di sini juga sekaligus berarti panduan dan peraturan bagi keselamtan kosmos. Dengan kata lain, bahwafiqh al-bi'ah merupakan upaya untuk memecahkan masalah lingkungan melalui pendekatan teks agama.            Menurut Atho’, paling tidak ada empat alasan utama terkait siginifikansi munculnya pengembangan fiqh lingkungan, yakni: Pertama, kondisi obyektif krisis lingkungan yang makin parah baik di negara-negara muslim maupun di level global. Hal ini memerlukan partisipasi dari ajaran agama Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Salah satu partisipasi ini diwujudkan dengan rumusan fiqh lingkungan. Konsep ini telah dirumuskan oleh para ulama dan intelektual muslim dan perlu dikembangkan lagi ke konsep-konsep yang lebih operasional dan melalui pelembagaan formal. Perpaduan antara nilai ajaran Islam dengan kearifan-kearifan formal sosial budaya dan hukum tentunya akan menguatkan. Dalam konteks umat Islam, hal ini akan memperkuat aspek jiwa dari sebuah hukum formal.            Kedua, umat Islam memerlukan kerangka pedoman komprehensif tentang pandangan dan cara melakukan partisipasi didalam masalah konservasi lingkungan. Fiqh klasik dipandang tidak memadai lagi dan belum mengakomodir dalam bentuk operasional panduan mengenai konservasi lingkungan dalam perspektif dan wawasan krisis lingkungan modern.            Ketiga, fiqh lingkungan belum dianggap sebagai disiplin yang masuk ke ranah studi Islam. Akar-akar ontologis dan epistemologisnya masih diperdebatkan sehingga

Page 36: Lembaga Pendidikan Islam

dianggap sebagai bagian dari ilmu lingkungan. Memang didalam fiqh mu’amalah terdapat tema-tema mengenai lingkungan seperti thaharah, ihya al-mawat, hukum berburu, hima’, dan sebagainya, namun itu masih bersifat generik dan etis. Hal ini tentunya diperlukan penjelasan yang lebih operasional, kontekstual, dan berbobot ekologis.            Keempat,  fiqh lingkungan sebagai ‘induk’ konservasi lingkungan berbasis ajara Islam perlu dimasukkan ke dalam program-program pendidikan. Hal ini sangat penting karena kesadaran mengenai konservasi lingkungan sangat efektif melalui strategi pendidikan dan kebudayaan. Dengan demikian, pengembangan fiqh lingkungan memperoleh dukungan kelembagaan Islam di samping dukungan-dukungan politik, dan atau ecothinker.[ii]

Dengan pengembangan fiqh lingkungan tentunya sangat menarik untuk dicermati. Hal ini dikarenakan rumusan tersebut diharapkan mampu mengemban dua tujuan, yakni teoritis dan praktis. Sifat teoritis disini berupa gagasan-gagasan atau konstruksi-konstruksi utama, sedangkan sifat praktis yakni menghasilkan sejumlah panduan aplikatif-operasional bagi tindakan-tindakan konservasi lingkungan. 

Metode Fiqh LingkunganKonsep fiqh lingkungan yang dirumuskan oleh para intelektual muslim

mencerminkan dinamika fiqh terkait dengan adanya perubahan konteks dan situasi. Ada dua rumusan metode yang digunakan untuk membangun fiqh lingkungan, yakni mashlahah dan maqasid asy-syari’ah.Mashlahah secara etimologis adalah identik dengan kata manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Adapun secara definisi secara sederhana, mashlahah berarti mengambil manfaat dan menolak kemadharatan dalam rangka merawat tujuan-tujuan syara’.[iii]

Dalam ushul al-fiqh dikenal salah satu metodologi ijtihad, yakni mashlahah mursalah. Metode ini berinduk dari (pembagian) konsep mashlahah yang manakala ditilik dari perspektif syara' terhadap eksistensi mashlahah dan adanya keselarasan antara anggapan baik secara rasional dengan tujuan syara', mashlahah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: mashlahah mu'tabarah, mashlahah mulghah, dan mashlahah mursalah. Pertama, mashlahah mu'tabarah, yaitu mashlahah yang berada dalam kalkulasi syara'. Dalam hal ini, dalil yang secara khusus menjadi dasar dari bentuk kemaslahatan ini, baik secara langsung ada indikator dalam syara' (munasib mu'atsir) atau pun secara tidak langsung ada indikatornya (munasib mulaim). Sepertimashlahah yang terkandung dalam pensyari'atan hukum qishash bagi pembunuhan sengaja, sebagai simbol pemeliharaan jiwa manusia. Adapun salah satu cara berhujjah dengan mashlahahini yaitu dengan jalan analogi (qiyas), bahkan sebagian ulama menyamakan antara mashlahah mu'tabarah dengan qiyas. Seperti pengharaman segala bentuk minuman yang memabukkan dengan cara di-qiyas-kan pada minuman khamr yang telah di-nash-kan keharamannya oleh al-Qur'an. Maka, muatan mashlahah dalam pengharaman segala bentuk minuman memabukkan dapat diakui eksistensinya oleh syara' karena adanya kadar mashlahah yang sama dengan pelarangan jenis minuman khamr.

Kedua, mashlahah mulghah, yaitu mashlahah yang keberadaannya tidak diakui oleh syara'. Jenis mashlahah ini bisaanya berhadapan secara kontradiktif dengan bunyi nash, baik al-Qur'an maupun hadis. Seperti kandungan mashlahah yang terdapat dalam

Page 37: Lembaga Pendidikan Islam

hak seorang istri menjatuhkan talak kepada suami. Mashlahah ini didasarkan pada persamaan hak antara suami-istri sebagai pelaku transaksi pernikahan. Namun, mashlahah dalam masalah ini di tolak oleh syara'. Hal tersebut diisyaratkan oleh pernyataan nash, bahwa barangkali karena pertimbangan psikologis kemanusiaan, hak menjatuhkan talak hanya dimiliki seorang suami.

Ketiga, mashlahah mursalah, yaitu kemashlahatan yang eksistensinya tidak didukung syara' dan tidak pula ditolak melalui dalil yang terperinci, namun cakupan makna nash terkandung dalam substansinya. Seperti pengumpulan dan pembukuan al-Qur'an menjadi satu mushhaf,sistem pemenjaraan bagi pelaku tindak pidana sebagai wujud pengewejantahan dari ketentuan hukuman pidana dalam Islam; pengadaan mata uang berikut sirkulasinya dalam sebuah mekanisme pasar, dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut tidak ditemukan dalam nash ajaran agama secara tersurat, namun diakui keberadaannya oleh syara' karena memiliki implikasi yang cukup jelas untuk mengakomodir kemashlahatan umat atau kepentingan umum. Dalammashlahah jenis inilah terdapat banyak perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan di sini pula kecakapan ijtihad sangat dibutuhkan.[iv]

Menjaga lingkungan hidup (hifzh al-ba'ah) bisa merupakan mashlahah mu'tabarah dan bisa juga masuk dalam bingkai mashlahah mursalah. Al-Qur'an hanya menyinggung tentang prinsip-prinsip konservasi dan restorasi lingkungan, seperti: larangan pengrusakan, larangan berlebih-lebihan (israf) dalam pemanfaatannya. Prinsip-prinsip ini dinamakan mashlahah mu'tabarah. Namun, sejauh mana kadar berlebih-lebihan serta teknis operasional penjagaan sama sekali tidak dapat ditemukan dalam al-Qur'an. Kita harus berijtihad sendiri bagaimana tanah pinggir sungai supaya tidak terkena erosi. Mashlahah inilah yang dinamakan mashlahah mursalah. Kebutuhan akan menjaga lingkungan tetap niscaya untuk dijalankan karena lingkungan hidup merupakan penopang segala kehidupan ciptaan Tuhan.

Konsep mashlahah berkaitan sangat erat dengan maqasid asy-syariah, karena dalam pengertian sederhana, mashlahah merupakan sarana untuk merawat maqasid asy-syariah.Contoh konkrit dari mashlahah ini adalah pemeliharaan atau perlindungan total terhadap lima kebutuhan primer (ushul al-khamsah), (1) perlindungan terhadap agama (hifzh al-din), (2) perlindungan jiwa (hifzh al-nafs), (3) perlindungan akal (hifzh al-'aql), (4) perlindungan keturunan (hifzh al-nasl), dan (5) perlindungan harta benda (hifzh al-mal). Kelima hal tersebut merupakan tujuan syari’ah (maqasid asy-syariah) yang harus dirawat.

Menurut Qaradhawi, menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta. Rasionalitasnya adalah bahwa jika aspek-aspek jiwa, akal, keturunan dan harta rusak, maka eksistensi manusia didalam lingkungan menjadi ternoda.[v]Pentingnya menjaga lingkungan juga dikuatkan dengan argumen Abu-Sway yang menyatakan bahwa melindungi lingkungan merupakan tujuan syari’ah tertinggi. Dengan demikian, bagi Abu-Sway, hifzh al-bi’ah memiliki signifikasi tertinggi dan menaungi komponen maqasid al-khams. Secara gamblang, Abu-Sway menyatakan bahwa “...the destruction of the environment prevents the human being from fulfilling the concept of vicegerency on earth. Indeed, the very existence of humanity is at stake here”.[vi] Argumen ini mempertegas prinsip maqasid asy-syari’ah dalamupaya global menanggulangi krisis lingkungan.

Page 38: Lembaga Pendidikan Islam

http://najitama.blogspot.com/2012/03/fiqh-lingkungan.html (15 januari 2013. 10:22)

Masjid sebagai Pusat Kebudayaan Islam

Pada zaman rasulullah masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi

juga digunakan sebagai tempat untuk mensucikan jiwa kaum muslimin, mengajar Al-

Qur’an dan Al hikmah, bermusyawarah tentang berbagai permasalahan umat hingga

masalah upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Hal ini bertahan hingga

700 tahun sejak nabi mendirikan masjid yang pertama, fungsi masjid dijadikan sebagai

simbol persatuan umat dan pusat peradaban serta peribadatan. Oleh karena itu pada

zaman sekarang ini kita seharusnya mengembalikan fungsi masjid seperti pada zaman

Rasulullah. Adapun beberapa potensi dari masjid yang bisa dikembangkan adalah

sebagai berikut :

           Pusat Pendidikan dan Perekonomian Umat

Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian

pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat

berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran

umat, baik dalam bentuk pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-

pelatihan keterampilan, dengan peserta minimal jamaah disekitarnya. Sehingga umat

islam bisa lebih maju dan bersatu seperti zaman Rasulullah Muhammad SAW. Selain

itu masjid bisa mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif

bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi digabungkan dengan konsep

perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan yang diminati karena terjangkaunya harga

barang, dan dikelola secara professional oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat

memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan

masjidnya.  Contoh sukses masjid sebagai pusat pendidikan dan perekonomian adalah

masjid Al-Azhar di Mesir. Masjid ini merupakan pendiri universitas Al-Azhar. Masjid ini

mampu memberikan bea siswa bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan pengentasan

kemiskinan merupakan salah satu program nyata masjid.

           Pusat Penjaringan Potensi Umat

Page 39: Lembaga Pendidikan Islam

Masjid dengan jamaah yang selalu hadir hanya sekedar untuk menggugurkan

kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan

orang jumlahnya. Dari berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik

ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya

secara santun. Dan apabila kita bisa menyatukan mereka semua maka umat islam pasti

bisa lebih maju dan berkembang daripada sekarang, karena permasalahan umat islam

sekarang adalah kurangnya persatuan umat.

           Pusat Ke-Pustakaan

Perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad  adalah "Membaca", dan sudah

sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual maupun

kontekstual. Maka dengan sendirinya hampir menjadi suatu keharusan  bila masjid

memiliki perpustakaan sendiri yang berisikan buku-buku tentang agama islam maupun

ilmu pengetahuan.

http://muhammaddony.blogspot.com/2011/11/masjid-sebagai-pusat-kebudayaan-islam.html

(15 Januari 2013. 10:36)

Pada masa Nabi dan khulafa ar Rasyidin, masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat

beribadah, namun juga pusat aktivitas ilmiah, kegiatan sosial dan diskusi untuk kepentingan

umat muslim. Pada masa itu, masjid merupakan pusat dari peradaban Islam.

Pada massa awal terbentuknya masyarakat islam, sekelompok sarjana muslim meggunakan

sebuah ruang khusus di masjid untuk kegiatan-kegiatan ilmiah mereka, seperti pengajaran,

diskusi, penulisan, dan bahkan tempat deklarasi hasil-hasil penelitian ilmuwan yang hendak

dibukukan.

Dari masjid tradisi ilmiah berkembang dan berbagai jenis ilmu pengetahuan dikembangkan.

Setelah masjid tidak lagi dapat menampung aktivitas-aktivitas ilmiah berbagai jenis ilmu

pengetahuan dan seni, mulailah dibangun lembaga pendidikan islam di luar komplek masjid

dengan sebutan maktab.

Kemudian sesuai dengan perkembangan dunia keilmuan yang begitu pesat, didirikanlah

lembaga-lembaga pendidikan yang lainnya seperti majlis, bait al-hikmah, madrasah,

observatorium, rumah sakit, dan zawiyah.

Page 40: Lembaga Pendidikan Islam

Begitu signifikannya peran yang dimiliki masjid pada masa itu. Namun, bagaimana dengan

masjid saat ini? Perbedaan yang sangat mencolok. Fungsi masjid tidak lagi seoptimal dimasa

lalu, praktis saat ini, masjid hanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan sakralnya saja seperti

sholat, tadarusan dan sekali kali untuk resepsi pernikahan.

Jika kita cermati pembangunan masjid, memang sungguh mengembirakan karena saat ini

masjid-masjid yang ada begitu besar dan megah. Seolah-olah pengelola masjid berlomba-

lomba untuk membagun masjid yang indah. Bahkan tidak sedikit masjid-masjid tersebut

dijadikan tujuan pariwisata oleh masyarakat.

Namun, jika hanya terbatas pada kemegahan masjid tanpa ada pengoptimalan fungsinya,

bukankah sangat disayangkan. Masjid cenderung berperan sebagai tempat pembinaan ibadah

ritual saja. fungsi-fungsi pendidikan dan sosialnya justru kurang mendapat prioritas.

Hal tersebut terjadi mungkin karena pola pikir masyarakat saat ini umumnya, bahwa masjid

merupakan tempat beribadah semata, bukan sebuah  pusat kebudayaan. Oleh karena itu, perlu

diupayakan agar masyarakat kembali melihat masjid bukan hanya tempat ibadah belaka dan

juga kembali memakmurkannya.

Memang, ada beberapa masjid yang berinisiatif menambah fasilitas masjid dengan membagun

perpustakaan di dalamnya. Namun, rupanya hal ini tidak begitu berhasil mendatangkan minat

umat untuk sekedar membaca bahkan melakukan aktivitas ilmiah disana.

Harus diakui, akan sulit mengembalikan fungsi  masjid seperti masa lampau. Karena untuk

sekedar menjalankan ritual keagamaan saja masjid cenderung sepi. Kita bisa lihat sendiri,

masjid-masjid akan ramai dihari tertentu saja, seperti ketika sholat jumat atau mungkin hari

raya.

Seperti halnya saat ini, ramadhan kembali menghampiri umat Islam. Masjid-masjid kembali

ramai di penuhi jamaah. Setiap orang, seolah berlomba-lomba untuk mendapatkan tempat

paling depan untuk mejalankan kewajibannya, mungkin agar lebih dekat dengan Tuhan.

Tapi sangat disayangkan, itupun bertahan tak lebih dari satu sampai dua minggu saja.

Kemudian masjid kembali sepi, mungkin hanya diisi oleh beberapa shaf saja. Entah kenapa

spirit religius umat begitu cepat pudarnya.

Mungkin kita bisa melihat masjid kembali ramai pada saat akhir ramadhan, menjelang hari raya.

Jika sudah begini, bagaimana bisa mengoptimalkan fungsi lain masjid, jika fungsi utama masjid

yakni sebagi tempat ibadah saja sudah tidak optimal lagi.

Hal ini menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam, mungkin yang harus memulai upaya untuk

mengembalikan fungsi masjid yakni para pengelola masjid. Hal yang pertamakali dibeanahi

mungkin management pengurus masjid.

Page 41: Lembaga Pendidikan Islam

Jika kemampuan manajerial masjid sudah baik, maka bukan tidak mungkin akan menghasilkan

program-program yang dapat kembali mengoptimalkan fungsi masjid. Misalnya saja melibatkan

remaja dalam organisasi masjid.

Hal tersebut bisa dilakukan  denga cara memperbanyak kegiatan di mana minat, bakat, dan

kemampuan positif yang dimiliki para remaja tetap dapat diakomodasi dan disalurkan. Tentu

saja remaja menjadi penting karena, bagaimanapun, keadaan masjid pada puluhan tahun  yang

akan datang, salah satu tolok ukurnya adalah bagaimana kondisi remajanya pada masa

sekarang.

Hal lain yang patut di coba yakni seperti yang telah dilakukan oleh beberapa masjid saat ini,

yakni membangun perpustakaan di masjid. Meski masjid-masjid yang sudah melakukan ini

terbilang gagal, namun tak ada salahnya untuk kembali mencoba. Dengan cara, membuat

koleksi buku lebih banyak dan variatif seperti dongen islam untuk anak-anak.

Perpustakaan masjid sebaiknya tidak hanya ada di masjid-masjid besar, tapi juga masjid yang

ada di perkampungan bahkan pedesaan. Bayangkan, jika setiap masjid di kampung dan desa

mempunyai perpustakaan, tentu akan semakin mudah bagi masyarakat untuk mengakses

bahan-bahan bacaan.

Perpustakaan masjid akan menjadi sumber bacaan yang lebih merakyat karena tidak

membutuhkan birokrasi yang rumit. Namun  memang kenyataannya, praktek di lapangan sering

berbeda dengan kondisi ideal yang diinginkan.

Namun, mungkin yang terpenting saat ini para pengelola masjid kembali gencar mengajak

masyarakat dan tidak lupa melibatkan remaja, untuk kembali melaukakn diskusi bersama di

dalam masjid.

Karena masjid merupakan tempat yang cukup strategis untuk menjadi titik penggerak kemajuan

umat Islam dan membicarakan masalah-masalah agama, pendidikan, sosial, politik, dan

berbagai masalah kehidupan dan negara di masjid.

Dari masjid pulalah seharusnya kita bermula menyebarkan akhlak Islam dan memberantas

kebodohan karena masjid merupakan tempat yang baik untuk kegiatan  pendidikan dan

pembentukan moral. Selain itu masjid juga titik temu  untuk mempersatukan kembali umat

muslim.

Semoga saja umat muslim kembali dapat memakmurkan, masjid dengan mengoptimalkan

fungsinya. Selain itu,  dapat menjalin kesatuan umat yang saat ini sedang tidak dalam kondisi

yang baik.

Karlia Zainul, Mahasiswi semester 2, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 42: Lembaga Pendidikan Islam

http://lpminstitut.com/dialogis/420-masjid-pusat-peradaban-islam (15 Januari 2013. 10:57)

Perbankan Syariah Dalam Pandangan Ulama Islam

Majelis Ulama Indonesia (MUI),mengatakan bahwa praktik perbankan syariah merubah

cara perhitungan bunga menjadi perhitungan bagi hasil pada perbankan di MUI juga

memberikan komentar bahwa ladang perbankan syariah yang masih tersembunyi

menjadi perhatian para banker pada perbankan syariah, yang mengkhawatirkan

eksodus akun perbankan syariah menjadi lebih kepada produk perbankan

konvensional. Umumnya, MUI di Indonesia sama dengan lembaga fatwa Islam yang

sama di negara lain. Sebagai institusi, akan memainkan peran penting yang akan

menghadapi pemerintah Indonesia yang sekuler dan ulama di Indonesia MUI didirikan

pada tahun 1975 sebagai inisiatif pemerintah untuk mengkontrol aktivitas keislaman di

Indonesia. Kemudian, Presiden Soeharto menginginkan MUI untuk tampil sebagai

otoritas religi mengarahkan komoditas muslim. MUI dirancang menjadi otoritas nasional

bagi Islam dengan empat peran : (1) untuk memberikan pelayanan aktivitas dan

pengembangan lokasi (2) sebagai lembaga saran (3) mediator antara pemerintah dan

ulama dan (4) berfungsi sebagai ajang diskusi para ulama. Berdasarkan pandangan

para ulama mengutarakan bahwa perbankan syariah adalah bank yang menjalankan

bisnis perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam

hukum Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang

menerapkan sistem rente atau riba dengan perhitungan bunga berbunga, baik untuk

produk simpanan maupun pinjamannya, tidak sesuai dengan hukum islam. Bank

syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan sistem bagi hasil, yaitu

sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam. Perhitungan bagi hasil

didasarkan pada mufakat pihak bank bersama nasabah yang menginvestasikan

dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap banknya dalam perhitungan

bagi hasil tersebut, di tetapkan dengan sebuah angka ratio atau besaran bagian yang

disebut nisbah. Selama ini dunia perbankan kita didominasi oleh bank konvensional

yang menganut sistem bunga, namun setelah munculnya beberapa bank syariah

beberapa tahun terakhir ini, mungkin telah dianggap sebagai moment yang tepat bagi

MUI untuk mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank haram. Nah, apakah setelah adanya

Page 43: Lembaga Pendidikan Islam

fatwa MUI ini, kemudian mendorong nasabah bank konvensional untuk memindahkan

simpanannya ke bank syariah tentunya ini menjadi hak dan keputusan pribadi masing-

masing orang. Disinilah peran MUI sebagai pengawas operasional perbankan syariah

dan pendorong pertumbuhan perbankan syariah.

http://infoting.blogspot.com/2011/06/perbankan-syariah-dalam-pandangan-ulama.html

(15 January 2013. 11:22)

Pengertian dan Dasar Hukum Obligasi Syariah / Sukuk

Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi syariah.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah

suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan

Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar

pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar

kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[1]

Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang

obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara

emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi

syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh

tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.

B. Sejarah Sukuk

Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru

dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana

umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk

merupakan bentuk jamak dari kata sakk. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada

masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari

usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis

Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan

bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini

telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan

kontemporer.

Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian

mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. “Bahwa kombinasi asset

tertentu dapat diwakili dalam bentuk instrument pembiayaan tertulis yang dapat dijual

Page 44: Lembaga Pendidikan Islam

pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok asset yang diwakili

oleh sukuk mayoritas terdiri dari asetyang tangiable”. Hal tersebut mendorong Otoritas

Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan sukuk salam

berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian

Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan global corporate Sukuk di pasar

keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar

internasional.

Di Indonesia Penerbitan obligasi syariah pertama di Indonesia dilakukan oleh PT

Indosat Tbk berbarengan dengan penerbitan obligasi konvensional II Indosat pada

tahun 2002. Nilai kedua obligasi yang akan diterbitkan adalah Rp1 triliun. Perinciannya,

obligasi konvensional senilai Rp900 miliar dan obligasi syariah senilai Rp100 miliar dan

berjangka waktu lima tahun. Dasar pertimbangan yang digunakan oleh Indosat dalam

menerbitkan obligasi syariah senilai Rp100 miliar karena obligasi syariah ini baru

pertama kali diterbitkan dan belum pernah ada sebelumnya.

Secara umum, jenis obligasi di Indonesia adalah :

Obligasi Rekap yaitu obligasi yang diterbitkan untuk rekapitulasi perbankan.

Surat utang Negara ( SUN ) yaitu obligasi yang diterbitkan untuk membiayai defisit

APBN.

Obligasi Ritel yaitu sama dengan SUN, hanya saja nilai nominalnya diperkecil agar

investor menengah kebawah dapat membelinya.

Obligasi Sukuk yaitu surat berharga dengan prinsip syariah. Fatwa DSN

No.32/DSN-MUI/IX/2002.

Keberadaan sukuk sangat dibutuhkan oleh pemerintah maupun institusi bisnis.

Bagi institusi bisnis sukuk dapat digunakan sebagai penyeimbang dari neraca

keuangan, sedangkan bagi pemerintah adalah:

1. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;

memperkaya instrumen pembiayaan fiskal.

memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.

2.      Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam

negeri;

mengembangkan alternatif instrumen investasi.

§  menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.

3.      Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib

administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.

C. Prinsip Transaksi, Aplikasi dan Penerbitan Obligasi Syariah

Page 45: Lembaga Pendidikan Islam

Prinsip utama dalam transaksi obligasi syariah pada prinsipnya sama dengan

penerbitan obligasi konvensional pada umumnya. Hanya saja dalam obligasi syariah,

tentunya harus mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist serta ilmu fiqh. Hal serupa juga

terjadi dalam penerbitan saham yang berbasis pada Jakarta Islamic Index (JII) dan

reksadana syariah serta perbankan syariah.

Selain itu juga, untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhu syarat sebagai

berikut:

1. Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai

dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah.

2. Memiliki fundamental dan citra yang baik.

3. Jika keuntungan perusahaan sudah ada di komponen Jakarta Islamic Index( JII).

Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui

tahap-tahap sebagai berikut:[2]

1. Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah

kepada DSN/MUI.

2. Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN.

3. DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini

syarian terkait proposal yang diajukan.

Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya sebagai berikut :

1. Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah

kepada underwriter (wakil dari emiten).

2. Underwriter melakukan penawaran kepada investor.

3. Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten

melalui Underwriter.

4. Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.

Dokumen Penawaran

Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan

oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah,

terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DSN.

Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari

penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-

usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi

atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi

tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu

termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.

D. Jenis-Jenis Obligasi Syariah

Page 46: Lembaga Pendidikan Islam

Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah,

musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen

obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip

mudharabah dan ijarah.[3]

1. Obligasi Mudharabah

Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad

mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/

investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya

adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha

dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara

penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.

Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara

penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.

Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah,

dinyatakan antara lain bahwa:[4]

1. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah

yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk

membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil, margin atau

fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.

2. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah

dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah.

3. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan

pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal).

4. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

5. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.

6. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana

dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.

7. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.

Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp

100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal

kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES ini

memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian

kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga

return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan.

Page 47: Lembaga Pendidikan Islam

2. Obligasi Ijarah

Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu

jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta

memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara

atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik

objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai

dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan

akad ijarah sebagai berikut :

1. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan)

maupun berupa jasa.

2. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah

pihak.

3. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.

4. Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa /

upah.

5. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek

tetap terjaga.

6. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta‟jir). Sedangkan emiten dapat bertindak

sebagai wakil investor. Dan investor, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan

(mu‟jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi

antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan

akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner dengan

akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan

property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa

menyewa (ijarah).

2. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa

tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah

surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi

tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar

kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada

suatu perusahaan untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai

hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan /

mengijarahkan kembali kepada perusahaan itu. Jadi perusahaan harus membayar kepada

Page 48: Lembaga Pendidikan Islam

pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah

disepakati. Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena pendapatannya bersifat tetap.

Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih menyukai fixed

income.

E. Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangannya.

Menyinggung soal prospek produk ekonomi berlabel syariah ini, khususnya obligasi

syariah. Para pakar meramal akan ada permintaan yang kuat dari masyarakat akan produk-

produk berlabel syariah yang lebih variatif di kemudian hari. Namun, tetap harus mengatasi

kendala-kendala yang ada terlebih dahulu.

Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :[5]

Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem

yang digunakannya.

Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis.

Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang

akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional daripada obligasi

syariah.

obligasi syariah sangat baru keberadaannya.

Sedangkan usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syariah adalah

sebagai berikut :

Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akan

keberadaan obligasi syariah di tengah-tentah masyarakat.

Obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma

setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa

digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya.

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas,

kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.

http://syirooz.blogspot.com/2012/03/obligasi-syariah.html (15 January 2013, 11:26)

 Istana Khalifah sebagai Lembaga Pendidikan

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak – anak para pejabat, adalah

berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu

melaksanakan tugas – tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, Kholifah

dan keluarganya serta para pembesar istana lainya berusaha menyiapkan agar anak – anaknya

sejak kecil sudah di perkenalkan dengan lingkungan dan tugas – tugas yang akan di embannya

Page 49: Lembaga Pendidikan Islam

nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan  kepada  anak –anak mereka.

            Pendidikan anak di istana  berbeda dengan pendidikan anak – anak di kuttab pada

umumnya.Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana

pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana itu di sebut mu’addib. Kata mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau

meriwayatkan.guru pendidikan anak di istana di sebut mua’ddib, karena berfungsi

mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan orang – orang

dahulu kepada anak-anak pejabat.[7]

Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama saja dengan rencana

pelajaran pada kuttab-kuttab, hanya ditambah atau dikurangi menurut kehendak para pembesar

yang bersangkutan, dan selaras dengan keinginan untuk menyiapkan anak tersebut secara khusus

untuk tujuan-tujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapinya dalam kehidupannya nanti.Pendidikan di istana,  tidak hanya pengajaran tingkat rendah, tetapi lanjut pada

pengajaran tingkat tinggi sebagaimana halaqah, masjid dan madrasah. Guru istana di namakan

dengan muaddib. Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahua bahkan

muaddib harus mendidik kecerdasan, hati dan jasmani anak sebagaimana ungkapan Abdul Malik

ibn Marwan sebagai berikut: “Ajarkan kepada anak- anak itu berkata benar sebagaimana kau

ajarkan Al-Qur’an. Jauhkan anak-anak itu dari pergaulan orang-orang buruk budi, karena mereka

amat jahat dan kurang adab. Jauhkan anak-anak itu dari pemalu karena pemalu itu merusak

mereka. Gunting rambut mereka supaya tebal kuduknya. Beri makan mereka dengan daging

supaya kuat tubuhnya. Ajarkan syair kepada mereka supaya mereka menjadi orang besar dan

berani. Suruh mereka menyikat gigi dan minum air dengan menghirup perlahan-lahan bukan

dengan bersuara,(seperti hewan). Kalau engkau hendak mengajarkan adab kepada mereka

hendaklah dengan tertutup tiada di ketahui oleh seorang pun.”[8]

Contoh dari rencana pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh pembesar

istana kepada pendidik anak-anaknya agar dijadikan sebagai pedoman.Adapun rencana pembelajaran di istana sebagai berikut:                                         1. Al-Qur’an (kitabulah) 2. Hadis-hadis yang termulia

 3. Syair – Syair yang terhormat  4. Riwayat hukamah

 5. Menulis membaca dan lain – lain

Petunjuk-petunjuk dan Nasehat pembesar istana kepada Mu’addib.1.      Berkata Amru Ibnu Utbah kepada pendidik putranya;

“Kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putriku ialah memperbaiki dirimu sendiri,

karena mata mereka selalu terikat kepadamu. Apa yang kamu perbuat itulah yang baik menurut

pandangan mereka, dan yang buruk ialah yang kamu tinggalkan. Ajarkanlah kepada mereka Al-

Page 50: Lembaga Pendidikan Islam

Qur’an, tetapi jagalah agar mereka tidak sampai merasa bosan, karena kalau sampai demikian

Al-Qur’an itu akan ditinggalkannya, dan janganlah mereka dijauhkan dari Al-Qur’an, nanti

mereka meninggalkan Al-Qur’an sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka hadis dan syair

yang baik-baik. Jangan kamu bawa mereka berpindah dari suatu ilmu ( sesuatu pelajaran) kepada

ilmu yang lain sebelum ilmu itu difahaminya betul-betul. Sebab ilmu yang bertimbun-timbun

dalam otak sukar difahamkan. Ajarkanlah kepada mereka jalan orang-orang bijaksana. Jauhkan

mereka dari berbicara dengan perempuan-perempuan. Janganlah engkau bersandar kepada

kemaafanku, karena akupun telah menyerahkan sepenuhnya kepada kecakapanmu”.[9]2.      Harun Al-Rasyid telah mengajukan rencana pelajaran bagi putranya (Al Amin) dengan

mengatakan sebagai berikut;

“Hai Ahmar! Sesungguhnya Amirul Mu’minin telah memberikan kepadamu buah hatinya, maka

jadikanlah tanganmu terbuka kepadanya dan ketaatannya kepadamu wajib. Janganlah berdosa

terhadapnya agar engkau selalu berada ditempat kedudukanmu yang telah ditentukan oleh

Amirul Mu’minin. Bacakanlah kepadanya Al-Qur’an. Ceritakanlah kepadanya peristiwa-

peristiwa. Riwayatkan kepadanya syair-syair. Ajarkanlah kepadanya sunnah-sunnah Nabi

Muhammad Saw. Tunjukkan kepadanya bagaimana menyusun perkataan dan memulainya.

Laranglah dia ketawa kecuali pada waktunya. Biasakanlah dia menghormati orang-orang besar

Bani Hasyim bila mereka mengunjunginya, dan meninggikan tempat duduk panglima-panglima

tentara, bila mereka menghadiri majelisnya. Jangan dibiarkan waktu berlalu walaupun sesaat tanpa  engkau ikhtiarkan sesuatu yang berfaedah baginya, tetapi dengan tidak menyusahkan

hatinya, karena bila hatinya susah tumpullah otaknya. Janganlah engkau terlampau berlapang

dada terhadapnya, karena dengan demikian dia akan malas bekerja dan terbiasa menganggur.

Asuhlah dia dengan baik dan lemah lembut sedapat mungkin, akan tetapi kalau yang demikian

tidak mempan terhadapnya maka pakailah kekuatan dan kekerasan terhadapnya.[10]3.      “Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya matamu. Aku serahkan kepada engkau untuk

memberi adab kepadanya. Maka, tugas engkau adalah bertakwa kepada Allah dan menunaikan

amanah. Wasiatku yang pertama kepada engkau supaya engkau ajarkan kepadanya kitabulah.

Kemudian engkau riwayatkan kepadanya syair – syair yang baik. Sesudah itu engkau ajarkan

riwayat kaum Arab dan syair mereka yang baik. Perlihatkan kepadanya sebagian yang halal dan

yang haram serta pidato pidato dan riwayat peperangan”.

http://mezazainul.blogspot.com/2012/03/rumah-ulama-dan-istana-khalifah-sebagai.html (16

Januari 2013. 15:43)

asuransi syarih

Page 51: Lembaga Pendidikan Islam

Kebanyakan ulama (jumhur) memakai metodologi konvensional dalam mencari

landasan syariah (al-asas al-syar’iyyah) dari suatu pokok masalah (subject matter).

Dalam hal ini subject matter-nya adalah lembaga asuransi.

Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktek

asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya

istilah asuransi atau al-ta’min secara nyata dalam al-Qur’an. Walaupun begitu al-

Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar

yang ada dalam praktek asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama,

atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian (peril) di

masa mendatang.

Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-nilai yang ada dalam

praktek asuransi adalah:

QS al-Maidah [5]: 2. Ayat ini memuat perintah (amr) tolong-menolong antar

sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktek kerelaan

anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar

digunakan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial ini berbentuk rekening

tabarru’ pada berusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah satu

anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril).

QS. al-Baqarah [2]: 182. Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa

kemudahan adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya, dan sebaliknya kesukaran

adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya. Maka dari itu, manusia dituntun

oleh Allah Swt. agar dalam setiap langkah kehidupannya selalu dalam bingkai

kemudahan dan tidak mempersulit diri sendiri. Dalam konteks bisnis asuransi, ayat

tersebut dapat difahami bahwa dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat

memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupan-nya di masa

mendatang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian

yang tidak disengaja.

QS al-Baqarah [2]: 261. Allah Swt. menegaskan bahwa orang yang rela

menafkahkan hartanya akan dibalas oleh-Nya dengan melipar gandakan pahalanya.

Sebuah anjuran normatif untuk saling berderma dan melakukan kegiatan sosial

Page 52: Lembaga Pendidikan Islam

yang diridhai oleh Allah Swt. Praktek asuransi penuh dengan muatan-muatan nilai

sosial, seperi halnya dengan pembayaran premi ke rekening tabarru’ adalah salah

satu wujud dari penafkahan harta di jalan Allah Swt. karena pembayaran tersebut

diniatkan untuk saling bantu-membantu anggota perkumpulan asuransi jika

mengalami musibah (peril) di kemudian hari.

QS. Surat Yusuf [12]: 46-49. Pada ayat ini mengandung semangat untuk

melakukan proteksi terhadap segala sesuatu peristiwa yang akan menimpa di masa

datang. Baik peristiwa tersebut dalam bentuk, kecelakaan,

kebakaran,terganggunya kesehatan, kecurian, ataupun kematian. Pada peristiwa di

atas disebutkan bahwa Nabi Yusuf telah melakukan proteksi (pengamanan) atau

perlindungan dari tujuh tahun masa paceklik dengan melakukan saving

(penabungan) selama tujuh tahun yang lalu. Pelajaran yang dapat diambil dari ayat

di atas untuk diterapkan pada praktek asuransi adalah dengan melakukan

pembayaran premi asuransi berarti kita secara tidak langsung telah ikut serta

mengamalkan prilaku proteksi tersebut seperti yang telah dilakukan oleh Nabi

Yusuf. Karena prinsip dasar dari bisnis asuransi adalah proteksi (perlindungan)

terhadap kejadian yang membawa kerugian ekonomi.

http://www.pkes.org/faqs/58-asuransi-syariah-faq/67-pandangan-al-quran-mengenai-asuransi-

syariah.html ( 16 January 2013. 16:55)