Lembaga Negara Indonesia

63
Lembaga-lembaga Negara di Indonesia “Pengisian Jabatan dan Kekuasaan Presiden atau Wakil Presiden” Oleh: Cucu Nurhayanti Anggraeni (1206209343) Febriansyah Yoes (1206209311) Febri Indriyani Fasry (1206209324) Ferin Chairysa (1206209356) 1

description

materi lembaga negara indonesia

Transcript of Lembaga Negara Indonesia

Page 1: Lembaga Negara Indonesia

Lembaga-lembaga Negara di Indonesia

“Pengisian Jabatan dan Kekuasaan Presiden

atau Wakil Presiden”

Oleh:

Cucu Nurhayanti Anggraeni (1206209343)

Febriansyah Yoes (1206209311)

Febri Indriyani Fasry (1206209324)

Ferin Chairysa (1206209356)

Yannes Putra Simanullang (1206209394)

1

Page 2: Lembaga Negara Indonesia

A. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden sebelum amandemen UUD

1945

Ketentuan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden terdapat didalam

Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden

dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak. Rumusan pasal ini bersifat definitif karena

dalam penjelasan pasal ini disebutkan dengan jelas. Dengan demikian ada dua unsur

penting dalam pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yaitu:

Pertama, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Kata dipilih tentu

mengisyaratkan bahwa calon harus lebih dari satu orang karena tradisi calon tunggal

tidak mendekati pasal ini.

Kedua, penentuan Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak (voting)

dimana MPR akan mengadakan pemungutan suara dan calon yang memperoleh suarat

terbanyak ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk melaksanakan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 tersebut, MPR telah

mengeluarkan ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1973 tentang “Tata Cara Pemilihan

Presiden Dan Wakil Presiden Indonesia”. Berdasarkan Tap MPR No.II/MPR/1973,

tata cara pemilihan presiden dapat dirinci sebagai berikut, Pertama, calon Presiden

diusulkan oleh semua fraksi secara tertulis kepada MPR melalui pimpinan fraksi yang

sudah harus diterima oleh pimpinan MPR selambat-lambatnya 24 jam sebelum rapat

paripurna pemilihan Presiden (Pasal 9 dan 10). Kedua, ketua MPR mengumumkan

nama calon dan Presiden yang telah memenuhi persyaratan. Pencalonan dapat ditarik

kembali oleh yang bersangkutan kepada pimpinan MPR melalui fraksi pengusul

(Pasal 11 dan 12). Ketiga, pelaksanaan pemilihan apabila calon lebih dari satu orang.

Pemilihan dilaksanakan secara rahasia, putusan diambil sekurang-kurangnya lebih

dari separuh anggota yang hadir. Jika diantara mereka tidak ada yang mendapat suara

lebih dari separuh, maka terhadap dua calon yang mendapat suara lebih banyak

dilakukan pemilihan ulang dan calon yang mendapat suara terbanyak ditetapkan

sebagai presiden. Apabila kedua calon mendapatkan suara yang sama, maka

pemungutan suara dari fraksi masing-masing secara tertulis. Jika suara masih tetap

2

Page 3: Lembaga Negara Indonesia

sama, maka fraksi mengusulkan calon lain (Pasal 14-19). Seandainya calon hanya

satu orang, maka calon tersebut disahkan saja oleh MPR (Pasal 13 ayat (2) ).

Sementara itu pengisian jabatan Wakil Presiden Indonesia tidak terlalu jelas diatur

didalam UUD 1945. ketentuan pengaturan pengisian jabatan wakil presiden dapat

ditemui didalam Pasal 21 – 27 Tap MPR No. II / MPR /1973 yang pada prinsipnya

terdiri dari tiga hal pokok.

1. pelaksanaan pemilihan mengikuti tatacara pemilihan presiden;

2. pemilihan wakil Presiden baru dapat dilaksanakan setelah Presiden terpilih,

yaitu setelah Presiden mengucapkan sumpah dan janji (Pasal 21);

calon Wakil Presiden diusulkan oleh wakil fraksi-fraksi secara tertulis kepada

pimpinan MPR dengan persetujuan calon dan pernyataan sanggup

bekerjasama dengan Presiden terpilih.

Saldi Isra mengatakan bahwa ada tiga hal yang dapat dicermati dalam hal

tatacara pemilihan calon Wakil Presiden tersebut. Pertama, melaksanakan pemilihan

wakil presiden tidak satu paket dari pemilihan presiden seperti yang terdapat didalam

Tap MPR No.II / MPR /1973 Pasal 8 menyatakan; (1) Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden dilaksanakan secara terpisah, (2) Pemilihan Presiden dilaksanakan lebih

dahulu dari pemilihan Wakil Presiden. Kedua, peran yang dilakukan oleh fraksi dalam

menentukan calon Wakil Presiden hampir sama dengan pencalonan Presiden, tapi

fraksi tidak bisa menentukan secara mutlak karena pada pemilihan Wakil Presiden,

peran Presiden terpilih tidak bisa dikesampingkan oleh fraksi di MPR. Ketiga,

disamping kekuasaan yang dinyatakan secara tegas oleh MPR, Presiden secara

terselubung memperoleh kekuasaan riil ikut menetapkan calon Wakil Presiden. MPR

memiliki kekuasaan untuk memilih Wakil Presiden, namun demikian dalam

perkembangannya Wakil Presiden tidak dapat dicalonkan oleh setiap fraksi sebelum

mendapatkan persetujuan Presiden terpilih.1

1 Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Andalas University Press, Padang, 2006, Hlm. 108.

3

Page 4: Lembaga Negara Indonesia

Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden setelah amandemen UUD 1945

Ide pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat muncul seiring wacana

perlunya membangun konsep politik baru Indonesia yang lebih demokratis sebagai

tuntutan reformasi politik. isu utama yang menjadi wacana publik sebagai kehendak

kuat membangun sistem politik yang demokratis yang lebih baik dari sistem politik

masa Soeharto. Setelah disahkannya perubahan keempat undang-undang dasar Negara

Republik Indonesia dalam sidang tahunan MPR tahun 2002 maka mekanisme

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung itu telah ditentukan secara

final ketentuan pokoknya. Dalam rumusan Pasal 6A ayat (4) yang sempat tertunda

karena belum berhasil mendapatkan kesepakatan dalam sidang tahunan MPR tahun

2001 dinyatakan :” dalam hal tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden

terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua

dalam pemilihan umum, dipilih oleh rakyat secara langsung, dan pasangan calon yang

memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

Melihat secara mendalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 A UUD

1945, model pemilihan langsung yang disepakati adalah model Nigeria. Tetapi model

itu tidak sepenuhnya disepakati karena MPR memodifikasi sesuai dengan kebutuhan

obyektif ketatanegaraan Indonesia. Ringkasnya indonesia memodifikasi model

Nigeria. Modifikasi tersebut dilakukan menyangkut persentase suara yang harus

diperoleh oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk semua provinsi. Di

Negeria, selain harus mendapatkan total 50% + 1 suara, calon harus mendapatkan

dukungan suara minimal 30% sedikitnya di 2/3 jumlah provinsi yang ada. Sementara

di Indonesia sedikit lebih longgar karena hanya memerlukan dukungan suara minimal

20% sedikitnya di ½ jumlah provinsi.

Setelah semua aturan di tingkat konstitusi selesai, berdasarkan ketentuan

dalam pasal 6A ayat (5) UUD 1945, pada tanggal 7 juli 2003 telah ditetapkan undang-

undang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Didalam UU No.23 Tahun 2003

tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Disebutkan siapa saja yang

dapat mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yakni pada Pasal 5, yang

berbunyi sebagai berikut: (1) Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah

Pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan

partai politik. (2) Pengumuman calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden atau

4

Page 5: Lembaga Negara Indonesia

Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dapat dilaksanakan

bersamaan dengan penyampaian daftar calon anggota DPR kepada KPU. (3)

Pendaftaran Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik

dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau perolehan

suara sah yang ditentukan oleh undang-undang ini kepada KPU. (4) Pasangan Calon

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang memperoleh sekurangkurangnya 15% (lima belas

persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah

secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Setelah diadakannya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pasangan Calon

yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap

provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia diumumkan

sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih dan dibuatkan Berita Acara hasil Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. (Pasal 66 UU No.23/2003) Akan tetapi jika dari

masing-masing pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden belum ada yang

memenuhi syarat seperti yang termuat dalam Pasal 66 tersebut maka diadakan

pemilihan putaran kedua dengan diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara

terbanyak pertama dan kedua (Pasal 67 ayat (1)).

Dalam hal perolehan suara terbanyak diperoleh oleh dua Pasangan Calon, kedua

Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 67 ayat (2)). Dalam hal perolehan suara terbanyak

diperoleh oleh tiga Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan

kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas secara

berjenjang.( Pasal 67 ayat (3)). Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua diperoleh

oleh lebih dari satu Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah

perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.( Pasal 67 ayat (4) ).

Demikianlah mekanisme pemilihan secara langsung Presiden dan Wakil

Presiden dalam rangka pengisian jabatan, dimana pengaturan terhadap mekanisme

secara lebih terperinci diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003

sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pasal 6A ayat 5 UUD 1945.

5

Page 6: Lembaga Negara Indonesia

A. Pemilihan Umum

Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden

dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil

Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan

UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan

antara Presiden dan MPR adalah setara. Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan

oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya.

Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.Jika dalam

Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di

setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka

dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara

terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua.

Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan

sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

Syarat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun

2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:

1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri

3. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak

pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya

4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban

sebagai Presiden dan Wakil Presiden

5. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa

laporan kekayaan penyelenggara negara

7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara

badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan

negara

8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan

6

Page 7: Lembaga Negara Indonesia

9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela

10.Terdaftar sebagai Pemilih

11.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan

kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak OrangPribadi

12.Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua)

kali masa jabatan dalam jabatan yang sama

13.Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945

14.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih

15.Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun

16.Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah

Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat

17.Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk

organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam

G.30.S/PKI

18.Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara

Republik Indonesia

Tatacara atau prosedur peilhan Presiden dan Wakil Presiden menurut Undang-

Undang Dasar 1945 setelah amandemen IV, yaitu;

a) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

oleh rakyat (pasal 6A ayat 1), setelah amandemen III;

b) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

pemilihan umum (pasal 6A ayat 2), setelah amandemen III;

c) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih

dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan

sedikitnya dua puluh persen suara di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari

7

Page 8: Lembaga Negara Indonesia

setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden (pasal 6A ayat 3), setelah amandemen III;

d) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua

pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama  dan kedua dalam

pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil

Presiden.(pasal 6A ayat 4), setelah mandemen IV;

e) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut

diatur dalam Undang-undang (pasal 6A ayat 5), setelah amandemen III.

f) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu

kali masa jabatan (pasal 7), setelah amandemen I.

g) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah

menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada

Nusa dan Bangsa”. (pasal 9 ayat 1), setelah amandemen I.

h) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak

dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut

agama, atau berjanji dengan dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan

Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan

Mahkamah Agung. (pasal 9 ayat 2), setelah amandemen I.17 Sedangkan

tatacara pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut TAP

MPR No.VI/MPR/1999, yaitu;

a) Pasal 8

1. Fraksi dapat mengajukan calon Presiden.

2. Calon Presiden dapat juga diajukan oleh sekurang-kurangnya 70

orang anggota majelis yang terdiri atas satu Fraksi atau lebih.

3. Masing-masing anggota Majelis hanya boleh menggunakan salah

satu cara pengajuan calon sebagaimana tersebut dalam ayat 1 dan 2

pasal ini.

b) Pasal 9

Calon Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ketetapan ini.

8

Page 9: Lembaga Negara Indonesia

Dapat diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Majelis dengan

melampirkan persetujuan dari calon yang bersangkutan.

c) Pasal 10

Presiden dan Wakil Presiden: “Demi Allah, saya bersumpah akan

memenuhi kewajiban Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang

undang Dasar dan peraturannya dengan selurus lurusnya serta berbakti

kepada Nusa dan Bangsa”. Janji Presiden dan Wakil Presiden : “Saya

berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden

dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh

Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan 

1. Pengajuan usulan tersebut pada pasal 8 ketetapan ini, harus sudah

diterima oleh Majelis selambat-lambatnya 12 jam sebelum Rapat

Paripurna Pemilihan Presiden dibuka.

2. Pimpinan Majelis meneliti persyaratan calon dan persyaratan

pencalonan Presiden.

d) Pasal 11

Pimpinan Majelis mengumumkan nama calon Presiden yang telah

memenuhi persyaratan kepada Rapat Paripurna Majelis.

e) Pasal12

1. Calon Presiden yang telah diusulkan kepada Pimpinan Majelis,

pencalonannya dapat ditarik kembali oleh yang bersangkutan dan atau

oleh pihak yang mengusulkan melalui Pimpinan Majelis.

2. Apabila penarikan kembali dilakukan sebelum calon-calon Presiden

diumumkan oleh pimpinan Majelis, maka dimungkinkan untuk

dilakukan. Penggantian calon yang bersangkutan dengan tetap

memenuhi persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam pasal 8,

9, 10 dan 11 ketetapan ini.

3. Apabila penarikan kembali itu dilakaukan setelah calon-calon

Presiden diumumkan oleh Pimpinan Majelis, maka tidak

dimungkinkan untuk dilakukan penggantian.

f) Pasal 13

1. Apabila calon yang diajukan lebih dari satu orang, maka pemilihan

9

Page 10: Lembaga Negara Indonesia

dilakukan dengan pemungut suara secara rahasia. 

2. Apabila calon yang diusulkan ternyata hanya satu orang, maka calon

tersebut disahkan oleh Rapat Paripurna Majelis menjadi Presiden.

g) Pasal 14

Dalam hal ini dilakukan pemungutan suara sebagaimana dimaksud

dalam pasal 13 ayat 1 ketetapan ini, maka calon Presiden yang

memperoleh suara sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah

anggota Majelis yang hadir untuk ditetapkan sebagai Presiden terpilih.

h) Pasal 15

Dalam hal ini penghitungan suara ternyata tidak ada calon yang

memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam

pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap tiga calon yang memperoleh

suara lebih banyak dari calon yang lain, diadakan pemungutan suara

ulang secara rahasia.

i) Pasal 16

Dalam hal pemungutan suara ternyata tidak ada calon yang

memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam

pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap dua calon memperoleh suara

ulang secara rahasia.

j) Pasal 17

Apabila hasil penghitungan suara berdasarkan pasal 16 ketetapan ini,

ternyata masing-masing calon memperoleh jumlah suara yang sama

banyaknya, atau ternya tidak ada yang memperoleh suara lebih dari 

separuh jumlah Anggota Majelis yang hadir, maka diadakan

pemungutan suara ulang secara rahasia.

k) Pasal 18

Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 17 ketetapan ini ternyata masing-masing calon

memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau tidak ada calon

yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah Anggota Majelis

yang hadir, maka pemilihan diulang dengan penundaan

selambatlambatnya 1 x 24 jam.

l) Pasal 19

Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana

10

Page 11: Lembaga Negara Indonesia

dimaksud dalam pasal 18 ketetapan ini, ternyata masing-masing calon

masih tetap memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau

belum ada calon yang memperoleh suara lebih dari separuh,

maka pengusul harus mengajukan calon Presiden yang lain untuk

dilakaukan pemilihan ulang dan pemungutan suara dilakukan secara

rahasia.

Pemilihan kembali Presiden ada 3 sifat yaitu:

Mutlak

Yaitu presiden yang sudah terpilih dapat mencalonkan diri lagi sebagai

presiden apabila masa jabatannya habis

Relatif

Yaitu boleh terpilih dua kali menjadi presiden namun tidak boleh jika tiga kali

berturut-turut

Bebas

Yaitu dimana presiden yang terpilih dapat menjabat kembali apabila terpilih

lagi sampai berapa kali pun

Jadi Indonesia menganut sifat yang pertama yaitu bersifat mutlak dimana Presiden

yang telah terpilih dan telah habis masa jabatannya 5 tahun dapat mencalonkan lagi

dan terpilih untuk satu kali lagi saja.

B. Pengisian Kekosongan Jabatan Presiden dan wakil Presiden

1. Perwakilan

Mewakilkan presiden dapat terjadi disebabkan bila presiden dalam situasi

Sakit

Cuti

Kunjungan keluar negri

Cara perwakilan Presiden

Menurut Moh. Yamin bahwa didalam UUD 1945 tidak ada pengisian kekosongan

jabatan dengan perwakilan. Sedangkan peraturan yang berhubungan dengan

perwakilan Presiden ada seperti Keppres No. 8 Tahun 2000 yang berisikan menunjuk

11

Page 12: Lembaga Negara Indonesia

wakil Presiden sebagai pelaksana tugas pemerintahan sehari-hari selama Presiden

dalam kunjungan keluar negeri.

Dan tugas sehari-hari tersebut berupa:

Memimpin rapat

Seremonial : Menerima tamu Negara ,dll

2. Pergantian

Pergantian Presiden dapat terjadi apabila berhalangan tetap seperti

Mangkat

Berhenti / diberhentikan

Tidak dapat melaksanakan kewajiban

3. Pemangkuan Sementara

Hal ini juga terjadi karena adanya halangan tetap seperti:

Mangkat

Berhenti / diberhentikan

Pemangkuan sementara dapat terjadi pula apabila Presiden dan Wapres sama-

sama berhalangan tetap dan apabila hal itu terjadi maka segala tugas presiden akan

dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri

Pertahanan.

Mengenai pengisian kekosongan jabatan Presiden dan Wapres apabila ada

halangan diatur dalam TAP MPR No. VII/MPR/1973 yang berisikan:

Pasal 1

(1). Yang dimaksud dengan berhalangan dalam Ketetapan ini adalah berhalangan

tetap dan berhalangan sementara.

(2). Yang dimaksud dengan berhalangan tetap dalam Ketetapan ini adalah mangkat,

berhenti atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatan.

(3). Yang dimaksud dengan berhalangan sementara dalam Ketetapan ini adalah

berhalangan yang tidak termasuk dalam ayat (2) pasal ini.

Pasal 2

(1). Dalam hal Presiden berhalangan tetap, maka ia diganti oleh Wakil Presiden

sampai habis masa jabatannya.

12

Page 13: Lembaga Negara Indonesia

(2). Wakil Presiden sebelum memegang jabatan Presiden sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) pasal ini, bersumpah atau berjanji dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3). Apabila Dewan Perwakilan Rakyat untuk maksud tersebut pada ayat (2) pasal ini

tidak mungkin mengadakan rapat, maka Wakil Presiden sebelum memegang Jabatan

Presiden bersumpah atau berjanji dihadapan Mahkamah Agung.

Pasal 3

(1). Dalam hal Presiden berhalangan sementara, maka Presiden menugaskan Wakil

Presiden untuk melaksanakan tuga-tugas Presiden.

(2). Apabila dalam hal yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Wakil Presiden dalam

keadaan berhalangan, maka Presiden menunjuk seorang Menteri untuk melaksanakan

tugas-tugas Presiden.

(3). Jangka waktu penugasan/penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

(2) pasal ini, ditentukan oleh Presiden.

Pasal 4

(1). Dalam hal Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Majelis permusyawaratan

Rakyat mengadakan Sidang Istimewa khusus untuk memilih dan mengangkat Wakil

Presiden apabila Presiden dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat memintanya.

(2). Masa jabatan Wakil Presiden yang menggantikan Wakil Presiden yang

berhalangan tetap, akan berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden yang

dibantunya.

Pasal 5

(1). Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, Majelis

Permusyawaratan Rakyat dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah

Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap sudah menyelenggarakan Sidang

Istimewa Majelis untuk memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, yang

masa jabatannya berakhir sesuai dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden

yang digantikannya

(2). Sejak Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Menteri-menteri

yang memegang jabatan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri

Pertahanan-Keamanan secara bersama-sama melaksanakan Jabatan Pemangku

Sementara Jabatan Presiden, yang pengaturan kerjanya ditentukan oleh Menteri-

menteri yang bersangakutan.

13

Page 14: Lembaga Negara Indonesia

(3). Pemangku Sementara Jabatan Presiden melaksanakan pekerjaan sehari-hari

Presiden sampai Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh Majelis memegang

jabatannya.

Pasal 6

(1). Pemangku Sementara Jabatan Presiden sebelum melaksanakan tugasnya

bersumpah atau berjanji dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2). Apabila Dewan Perwakilan Rakyat untuk maksud tersebut pada ayat (1) pasal ini

tidak mungkin mengadakan rapat, maka Pemangku Sementara Jabatan Presiden

bersumpah atau berjanji dihadapan Mahkamah Agaung.

(3). Bunyi sumpah atau janji Pemangku Sementara Jabatan Presiden adalah sebagai

berikut :

"Sumpah Pemangku Sementara Jabatan Presiden” "Demi Allah, saya bersumpah akan

memenuhi kewajiban Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia

dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar

dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan selurus-lurusnya

serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".Janji Pemangku Sementara Jabatan

Presiden :"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban

Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia dengan sebaikbaiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala

Undang-undang dan Peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa

dan Bangsa".

Pasal 7

Pemangku Sementara Jabatan Presiden tunduk dan bertanggung-jawab kepada

Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

B. “Kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden

A. Kekuasaan presiden dalam perkembangan Undang-undang Dasar 1945

Pemegang kekuasaan eksekutif atau kekuasaan untuk melaksanakan undang-

undang menurut UUD 1945 berada di tangan Presiden. Inilah pengertian kekuasaan

pemerintahan dalam arti sempit. Presiden adalah kepala pemerintahan, yang dalam

tugasnya dibantu oleh menteri-menteri. Menurut Wynes, dapat diberi definisi

14

Page 15: Lembaga Negara Indonesia

“sebagai kekuasaan dalam Negara yang melaksanakan undang-undang,

menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mempertahankan tata tertib dan

keamanan, baik didalam maupun diluar negeri”.

Selama diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945. Presiden Indonesia

dibebani kekuasaan-kekuasaan baik oleh ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar

sendiri maupun oleh perundang-undangan sebagai berikut.

1. Kekuasaan Administratif yaitu pelaksanaan undang-undang dan politik

administratif. Presiden Indonesia tidak mempunyai suatu tugas administrative

untuk dilaksanakan, begitupun tidak mempunyai kekuasaan untuk

pemeriksaan dan pengawasan terhadap departemen-departemen pemerintahan.

Tetapi meskipun berbagai departemen pemerintahan dilaksanakan dibawah

pemeriksaan dan tanggung jawab menteri-menteri yang bersangkutan,

Presiden masih tetap merupakan Kepala yang formil dari pemerintahan.

Selama Undang-undang 1945 Presiden mempunyai kekuasaan untuk

mengangkat Menteri-menteri, Hakim-hakim Mahkamah Agung, Jaksa Agung,

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Negara. Presiden mempunyai pula

kekuasaan untuk memperhentikan Menteri-menteri, Jaksa Agung, dan

sebagainya.

2. Kekuasaan Legislatif yaitu memajukan rencana Undang-undang dan

mengesahkan Undang-undang. Kekuasaan legislative Presiden yang

ditentukan oleh Undang-undang Dasar sebenarnya melampau kekuasaan

Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden mempunyai kekuasaan untuk menetapkan

peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya (pasal 4, ayat 2)

3. Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan Presiden untuk memberikan grasi dan

amnesti. Namun kekuasaan ini juga dilaksanakannya dengan bantuan Menteri

dan dalam segala kesempatan pertimbangan pengadilan yang menjatuhkan

hukuman akan diperhatikan.

4. Kekuasaan Militer yaitu kekuasaan mengenai angkatan perang dan urusan

pertahanan. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang2,

tetapi Undang-undang Dasar dengan tegas menetapkan bahwa pelaksanaan

kekuasaan ini diatur dengan undang-undang3. Adalah tidak mungkin Presiden

2 Pasal 10 UUD3 Pasal 30 ayat 2 UUD

15

Page 16: Lembaga Negara Indonesia

Indonesia menyatakan perang atau membuat perdamaian dengan tiada

persetujuan KNIP. 4

5. Kekuasaan Diplomatik yaitu kekuasaan yang mengenai hubungan luar negeri.

Presiden Indonesia sebagai halnya Kepala-kepala Negara lain, mewakili

Indonesia dalam masalah internasional dan mempunyai kekuasaan untuk

mengangkat wakil-wakil Indonesia pada Negara-negara lain5 dan menerima

wakil dari Negara-negara lain.

6. Kekuasaan Darurat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan-

kekuasaan Presiden diwaktu normal. Pada waktu-waktu krisis yang memuncak

bila oleh satu dan lain sebab kabinet tak dapat dengan efektif

menyelenggarakan tugasnya, kekuasaan darurat dilaksanakan oleh Presiden

sebagai dinyatakan oleh pasal 12 Undang-undang Dasar dan Undang-undang

1946 No.6 tentang keadaan bahaya.

B. Kekuasaan Presiden Menurut Undang-undang Dasar 1949

Dalam Undang-undang 1949 dicantumkan dalam pasal 68, bahwa Presiden

dan Menteri-menteri bersama-sama merupakan Pemerintah. Sebagai tugas

yang terutama dan eksekutif, disebutkan bahwa “Pemerintah

menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaya

Konstitusi, undang-undag federal dan peraturan-peraturan lain yang berlaku

untuk Republik Indonesia Serikat, dijalankan” (pasal 17).

Beberapa pasal dalam Undang-undang Dasar 1949 yang menunjuk kepada

kekuasaan Presiden, sebenarnya tidak memberi hak kepadanya untuk

melaksanakan dengan bebas. Kekuasaan-kekuasaannya yang secara khusus

diatur oleh Undang-undang 1949 adalah sebagai berikut:

1. Kekuasaan Administratif. Menurut Undang-undang Dasar 1949, Presiden

mempunyai kekuasaan untuk mengangkat Perdana Menteri, Menteri-menteri.

Ketua senat dari anjuran yang dimajukan oleh Senat, dan lain-lain pejabat

Negara. Presiden setelah mendengar Senat, mengangkat Ketua, Wakil Ketua

dan anggota-anggota Dewan Pengawasan Keuangan. Selanjutnya Presiden

mengesahkan pemilihan-pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan

4 Pasal 11 UUD5 Pasal 13 UUD

16

Page 17: Lembaga Negara Indonesia

Rakyat. Demikian juga Presiden dapat memperhentikan pejabat-pejabat negara

tertentu.

2. Kekuasaan Legislatif. Dalam pasal 141 Undang-undang 1949 ditetapkan

bahwa peraturan-peraturan yang ada di Undang-undang ditetapkan oleh

Pemerintah dan disebut Peraturan Pemerintah dan dalam pasal 142 dinyatakan

pula bahwa undang-undang federal dan peraturan pemerintah dapat

memerintahkan kepada alat-alat perlengkapan lain dalam Republik Indonesia

Serikat mengatur selanjutnya pokok-pokok yang tertentu yang diterapkan

dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan itu.

3. Kekuasaan Yudikatif. Menurut Undang-undang 1949 Presiden mempunyai

hak memberi ampundan keringanan hukuman atas hukuman-hukuman yang

dijatuhkan oleh keputusan pengadilan. Namun berbeda dengan Undang-

undang Dasar 1945, pernyataan abolisi tidak disebut dalam pasal yang sama

dengan hak untuk memberikan amesti, tetapi secara khusus disebut dalam

lampiran Undang-undang Dasar 1949.

4. Kekuasaan Militer. Dalam Undang-undang dasar 1949 Presiden disebut

Panglima Tertinggi Tentara Republik Indonesia Serikat pada pasal 182 ayat 1

dan jenderal yang ditugaskan memimpin angkatan perang angkatan perang

yang dinamakan Panglima Besar.

5. Kekuasaan Diplomatik. Menurut Undang-undang Dasar 1949 Presiden diberi

kuasa utuk mengadakan dan mensahkan segala perjanjian (traktat) dan

persetujuan dengan negara lain. Selanjutnya Presiden menerima wakil negara-

negara lain pada Republik Indonesia Serikat da mengangkat wakil dari

terakhir ini pada negara-negara lain yaitu pada pasal 178.

C. Kekuasaan Presiden Menurut Undang-undang Dasar 1950

Pada Undang-undang Dasar 1950 Presiden dan Wakil Presiden merupakan

“dwi-tunggal” Pemerintah Republik Indonesia, Menteri-menteri

merupakan bagian yang lain. Pada Pasal 85 menetapkan bahwa sekalian

keputusan Presiden ditanda tangani serta oleh Menteri-menteri yang

bersangkutan, penandatanganan serta oleh seorang Menteri menunjukan

bahwa ia setuju dengan keputusan. Persetujuan ini sangat penting, karena

pasal 83 menyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas

seluruh kebijaksanaan Pemerintah. Sedangkan Presiden dan Wakil

17

Page 18: Lembaga Negara Indonesia

Presiden tak dapat diganggu gugat, dengan perkataan lain tak bertanggung-

jawab.

Dalam pasal 52 Undang-undang 1950 telah dicantumkan bahwa baik

Kabinet maupun masing-masing Menteri senantiasa memberitahukan

segala urusan penting kepada Presiden dan Wakil Presiden. Tambahan

pada pasal 2 ayat 4 dari Peraturan Tata Tertib Dewan Menteri

menghendaki bahwa Sekretaris Dewan Menteri menyampaikan catatan-

catatan mengenai putusan-putusan Dewan Menteri kepada Presiden dan

Wakil Presiden. Kekuasaan-kekuasaan tersebut yang diatur oleh Undang-

undang 1950 adalah sebagai berikut:

1. Kekuasaan Administratif. Pada pasal 82 dan 98 Undang-undang Dasar

memberi kuasa kepada Pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah

yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan undang-undang. Undang-undang

Dasar secara tegas memberi kuasa kepada Presiden untuk mengangkat Wakil

Presiden, Menteri-menteri dan lain-lain pejabat, presiden mengesahkan

pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang

dasar secara tersurat memberi kuasa kepadanya untuk memperhatikan

Menteri-menteri dan lain-lain pejabat.

2. Kekuasaan Legislatif. Pada pasal 84 Undang-undang dasar 1950

menganugerahkan kepada Presien kekuasaan untuk membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat. Undang-undang Dasar memberikan kepada Pemerintah

kekuasaan untuk mengabil inisiatif dalam perundang-undangan dan

menghendaki untuk menyampaikan rencana undang-undang itu kepada Dewan

Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden.6

3. Kekuasaan Yudikatif. Undang-undang dasar memberikan kepada Presiden

kekuasaan untuk memberi grasi bagi seseorang yang dijatuhkan hukuman oleh

sesuatu pengadilan di Indonesia. Tetapi ia tidak diberi kuasa abolisi.

4. Kekuasaan Militer. Pada Undang-undang Dasar 1950 istilah Panglima Tinggi

tidak dipergunakan lagi. Namun secara tegas menyatakan bahwa Presiden,

dengan cara dan dalam hal-hal yang akan ditentukan dengan undang-undang,

dapat menyatakan daerah Republik Indonesia atau bagian-bagian dari padanya

dalam keadaan bahaya, bilamana negeri dan keamanan terhadap luar negeri

6 Pasal 90 dan Peraturan Tata Tertib Dewan menteri op.cit., pasal 3 ayat 2 bagian 2.

18

Page 19: Lembaga Negara Indonesia

tercantum pada pasal 129. Pada pasal ini pula undang-undang Dasar 1950 juga

memberi kuasa kepada Presiden atas keputusan dewan Menteri untuk

menyatakan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat dari keadaan

perang.7

5. Kekuasaan Diplomatik. Pasal 120 Undang-undang dasar 1950 meletakan

ditangan Presiden kekuasaan untuk merundingkan traktat dan persetujuan lain

dengan negara-negara asing dan menunjuk wakil-wakil diplomatic dan

konsuler di negara-negara asing.

D. Kekuasaan Presiden Menurut Kembali ke Undang-undang Dasar 1945

Semua kekuasaan-kekuasaan Presiden dan juga Wakil Presiden diatur di dalam

Undang-Undang Dasar 1945 dalam Bab III yang berjudul Kekuasaan Pemerintahan

Negara. Pengaturan mengenai hal ini terdapat dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16.

Berikut adalah penjabaran pasal-pasal mengenai kekuasaan dan pengisian jabatan

Presiden dan Wakil Presiden:

Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut

Undang-Undang

(2) Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil

Presiden

Presiden yang memegang kekuaaan pemerintahan dalam pasal ini

menunjukkan pada pengertian Presiden menurut system pemerintahan

presidensial. Dalam system pemerintahan presidensial, tidak terdapat

pembedaan antara Presiden sebagai kepala Negara dan Presiden sebagai

kepala pemerintahan. Wakil Presiden merupakan pembantu bagi Presiden

dalam melakukan kewajiban kepresidenan. Wakil presiden bertindak untuk

menghadiri kegiatan tertentu atau melakukan sesuatu apabila Presiden tidak

dapat melakukannya. Wakil Presiden dapat bertindak sebagai Presiden apabila

Presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu

alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum.

Pasal 5

7 Undang-undang 1957 No. 74, L.N. 1957, 160.

19

Page 20: Lembaga Negara Indonesia

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat

(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undan

gsebagaimana mestinya

Di dalam pasal 5 ini, berkaitan dengan kekuasaan presiden dalam hal

legislatif. Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dapat mengajukan

rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan apabila

diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang tersebut

dapat disahkan menjadi undang-undang. Selain itu, untuk

mengimplementasikan dan menjalankan undang-undang dengan baik,

diperlukan peraturan pemerintahan yang ditetapkan oleh Presiden agar

memudahkan pelaksanaan dari undang-undang tersebut.

Pasal 6

(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara

Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan

lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta

mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban

sebagai Presiden dan WakilPresiden

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Waki lPresiden diaturlebih lanjut

denga nundang-undang

Pasal ini menjelaskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden

memiliki syarat mutlak yaitu harus seorang warganegara Indonesia dan tidak

pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak

pernah mengkhianati negara, dan harus mampu mengemban tugas dan

kewajibannya. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Bab II yang bejudul

Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dan Tata Cara

Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Bagian Kesatu yaitu

tentang Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Dalam pasal 5

undang-undang ini, dijelaskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden

adalah:

Bertakwa kepada Tuhan Yang MahaEsa

20

Page 21: Lembaga Negara Indonesia

Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri

Tidakpernahmengkhianatinegara, serta tidak pernah melakukan tindak

pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya

Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan

kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Bertempat tinggal di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia

Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang

memeriksa laporan kekayaan penyelanggara negara

Tidak sedang memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan

keuangan negara

Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan

Tidak pernah melakukan perbuatan tercela

Terdaftar sebagai pemilih

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan

kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan

dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Orang Pribadi

Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2

(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama

Setia kepada pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17

Agustus 1945

Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih

Berusia sekurang-kurangnya 35 (tigapuluh lima) tahun

Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah

Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat

Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia (PKI),

termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung

dalam G.30.S/PKI

21

Page 22: Lembaga Negara Indonesia

Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan

Negara Republik Indonesia

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

oleh rakyat

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

pemilihan umum

(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih

dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan

sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari

setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua

pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil

Presiden

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut

diatur dalam undang-undang

Pasal ini, mengatur cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden

dengan mekanisme pemilihan umum. Pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden yang akan dipilih melalui mekanisme pemilihan umum haruslah

dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, seperti yang

disebutkan dalam ayat 1 di pasal ini. Langsung berarti pemilih (rakyat)

diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.

Di dalam ayat 2, disebutkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden haruslah berasal dari partai politik atau gabungan partai politik.

Partai politik atau gabungan partai politik yang dimaksud adalah partai/partai-

partai yang menjadi peserta pemilihan umum. Pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden ini, harus bergabung pada partai peserta pemilihan umum,

sebelum dilaksanakannya pemilihan umum tersebut. Pasangan calon Presiden

dan Wakil Presiden yang akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden

22

Page 23: Lembaga Negara Indonesia

adalah pasangan yang mendapatkan jumlah suara lebih dari lima puluh persen

dari total jumlah hak suara. Selain itu syarat tersebut, pasangan tersebut juga

minimal harus dipilih oleh lebih dari dua puluh persen suara si setiap provinsi

di Indonesia. Dalam hal tidak adanya pasangan yang dapat memenuhi syarat

tersebut, maka diadakan pemilihan umum putaran yang kedua. Yang dapat

mengikuti pemilihan umum putaran kedua ini adalah pasangan calon Presiden

dan Wakil Presiden yang memiliki suara terbanyak pertama dan kedua pada

pemilihan umum putraran yang pertama. Dalam pemilihan umum putaran

yang kedua ini, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dengan suara

yang terbanyak akan langsung dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden selanjutnya

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya

dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal ini menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden yang telah terpilih

memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun. Sesudah

melaksanakan masa jabatan tersebut, Presiden dan Wakil Presiden dapat

menjabat kembali dalam jabatan yang sama tetapi hanya untuk satu kali masda

jabatan. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang Presiden hanya dapat menjabat

sebagai Presiden selama sepuluh tahun, begitu juga halnya dengan Wakil

Presiden.

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh

MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B

23

Page 24: Lembaga Negara Indonesia

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh

DPR kepaada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan

kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau

pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

(2) Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan

pelanggaran hukum tersebut ataupun tidak memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan

DPR

(3) Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat

dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota

DPR yang hadir dalam siding paripurna yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan

seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh

hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil

Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau

perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR

menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian

Presiden dan/atau Wakil Presiden pada MPR

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk

memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR

menerima usul tersebut

(7) Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden

harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3

dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden

diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR

24

Page 25: Lembaga Negara Indonesia

Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan mengenai

mekanisme pemberhentian presiden di dalam masa jabatannya. Presiden

dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR berdasarkan

usul dari DPR. Namun sebelumnya, DPR harus mengajukan permohonan

pemeriksaan terlebih dahulu kepada Mahkamah Konstitusi untuk

membuktikan (memeriksa, memutus dan mengadili) bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau

perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat

dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota

DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. DPR memiliki beberapa fungsi di

dalam pemerintahan. Dan salah satu fungsi dari DPR adalah fungsi

pengawasan. Hal yang dilakukan DPR ini adalah merupakan salah satu

tindakan dari fungsi pengawasan dalam rangka check and balance. Apabila

Presiden dan/wakil Presiden terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan

oleh DPR, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan

usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada MPR. Keputusan

MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang harus

dilaksanakan paling lama tiga puluh hari setelah MPR menerima usul tersebut,

harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3

dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden

diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat

Presiden tidak membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan

Rakyat dikarenakan posisi Presiden dan DPR sesudah amandemen UUD 1945

adalah setara. Sehingga tidak dibenarkan Presiden untuk membekukan

dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

25

Page 26: Lembaga Negara Indonesia

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa

jabatannya.

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam

waktu enam puluh hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil

Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak

dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,

pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam

Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya

tiga puluh hari setelah itu, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden yang disusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya

meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum

sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya

Dalam pasal ini, dijelaskan bahwa apabila Presiden mangkat, berhenti atau

tidak dapat melakukan kewajibannya namun masih dalam rentang waktu masa

jabatannya, maka jabatan Presiden digantikan oleh Wakil Presiden. Wakil

Presiden dapat menggantikan posisi Presiden sampai masa jabatan Presiden

tersebut habis. Penjelasan pasal ini, berkaitan dengan pengisian jabatan

Presiden selain dengan mekanisme pemilihan umum, yaitu posisi Presiden

digantikan oleh Wakil Presiden. Jika terjadi kekosongan Wakil Presiden,

Presiden dapat mengajukan dua calon Wakil Presiden kepada MPR dan

selambat-lambatnya enam puluh hari setelah itu, MPR harus bersidang untuk

menentukan Wakil Presiden dari dua calon tersebut. Jika terjadi kekosongan

posisi Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan, maka yang

menggantikan posisi tersebut adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam

Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Namun, jika hal

tersebut terjadi maka MPR harus segera melaksanakan siding untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden yang disusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya

meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum

sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya

26

Page 27: Lembaga Negara Indonesia

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah

menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

 "Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden 

Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) 

dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh 

Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang 

dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti 

kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi 

kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden 

Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja,

memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala 

undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya 

serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak

dapat mengadakan Sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut

agama, atau berjanji dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis

Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah

Agung.

Dalam pasal ini dijelaskan apabila telah terpilih Presiden dan/atau Wakil

Presiden maka Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau

berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat dengan sumpah atau janji yang sudah

dituliskan diatas. Dalam halnya MPR atau DPR tidak dapat melaksanakan

sidang, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya perlu bersumpah

menurut agama, atau berjanji dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan

Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan

Mahkamah Agung.

27

Page 28: Lembaga Negara Indonesia

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

dan Angkatan Udara

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian ,

dan perjanjian dengan negara lain

(2) Presiden dalamn membuat perjanjian internasioanl lainnya yang menimbulkan

akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan

beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan

Undang-Undang harus dengan persetujuan DPR

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dalam Undang-

Undang

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya

ditetapkan dengan Undang-Undang

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul

(2) Dalam hal menyangkut duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan

pertimbangan DPR

Pasal 14

(1) Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung

(2) Presiden meberikan amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan

DPR

Pasal 15

Presiden member gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehgoratan yang diatur oleh

Undang-Undang

28

Page 29: Lembaga Negara Indonesia

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat

dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang

Pasal 10 sampai dengan pasal 16 adalah berkaitan dengan kewenangan-

kewenangan atau kekuasan Presiden sebagai kepala pemerintahan maupun

kepala negara. Kewenangan-kewenangan tersebut sudah disebutkan cukup

jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Selain pasal-pasal diatas, terdapat beberapa hal yang terdapat dalam pasal 17 Undang-

Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan Presiden dan kementrian negara, yaitu

adalah sebagai berikut:

- Presiden dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dibantu oleh menteri-

menteri negara

- Menteri-menteri tersbut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden

- Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan

- Dalam pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur

dalam Undang-Undang.

E. Masalah Pengisian Jabatan jika presiden berhalangan dan digantikan wakil

presiden menurut Undang-undang Dasar 1945

Tugas dan wewenang Wakil Presiden dalam hal ini dapat dianggap sama

dengan Presiden. Karena sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bahwa Wakil

Presiden bertindak sebagai pembantu tugas dari Presiden. Wakil Presiden memiliki

kewenangan yang sama dengan Presiden jika Presiden tidak bisa hadir atau

berhalangan. Sehingga tugas dapat diserahkan kepada Wakil Presiden. Hal ini sesuai

dengan Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yaitu, “Jika Presiden mangkat, berhenti,

diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia

digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.”1).pengisian jabatan

presiden dan wakil presiden di indonesia oleh Muchyar Yara, SH.,MH

Hal tersebut pernah terjadi di Indonesia, yaitu pada zaman pemerintahan

Presiden Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid. Terjadi pergantian dari Wakil

Presiden menjadi Presiden. Sedangkan pergantian Presiden dari Abdurrahman Wahid

29

Page 30: Lembaga Negara Indonesia

ke Megawati Soekarno Putri dijalankan sampai habis masa jabatannya. Disini berarti

Megawati menjadi Presiden hingga habis masa periode yang ada. Periode selanjutnya

kepemimpinan diambil alih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat

selama dua periode yaitu 2004-2009 dan 2009-2014 dengan Wakil Presiden Jusuf

Kalla pada periode pertama lalu Boediono pada periode selanjutnya. Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono merupakan Presiden RI pertama yang terpilih melalui

pemilihan langsung oleh rakyat

Menurut Hukum Tata Negara, seseorang presiden akan dikatakan berhalangan tetap

bilamana ia di dalam masa jabatannyatidak dpat menjalankan fungsinya untuk

seterusnya semenjak keadaan berhalangan tersebut terjadi, misalnya;

mangkat/meninggal dunia, sakit yang berkepanjangan dan tidak dapat disembuhkan

kembali, berhenti/mengundurkan diri ataudiberhentikan. Di dalam keadaan ini, maka

jabatan presiden disi oleh wakil presiden selama sisa jabatan yang ditinggalkan oleh

presiden yang mengalami keadaan berhalangan tetap tersebut.Sementara yang

dimaksudkan presiden berhalangan sementar, adalah bilamana ia di dalam masa

jabatannya tidak bisa menjalankan fungsinya untu waktu-waktu yang tertentu saja,

misalnya; sakit ringan,cuti atau liburan , pergi ketempat lain untuk sementara diuar

tempat ia biasanya menjalankan fungsinya, atau pergi keluar negeri untuk sementara

waktu, dan lain-lainnya. Di dalam keadaan ini, maka jabatan Presiden akan diisi oleh

wakil presiden untuk sementara selama presiden masih berhalangan sementara.

Secara explisit UUD 1945 hanya mengatur tentang pengisian jabatan presiden oleh

wakil presiden di dalam hal presiden berhalangan tetap.Namun demikian sebagaimana

lazimnya dilaksanakan pada negara-negara yang mengenala adanya jabatan wakil

presiden, apabila Presiden berhalangan sementara dengan sendirinya wakil presiden

akan mengisis jabatan presiden yang selama yang bersangkutan berhalangan

sementara, maka kiranya kelaziman inipun berlaku juga terhadap pasal 8 UUD 1945 .

Tetapi untuk lebih menjamin kepastian hukum, maka adalah sebaliknya apabila

masalah pengisian jabatan presiden oleh wakil presiden selama presiden berhalangan

sementara ini diatur di dalam suatu Ketetapan MPR yang sekaligus merupakan

tindakan penyempurnaan terhadap ketentuan pasal 8 UUD 1945 sesuai dengan

wewenang yang ada pada MPR .

Secara expilit UUD 1945 hanya mengatur tentang pengisian jabatan presiden oleh

wakil presiden bilamana presiden berhalangan, sedangkan dalam hal wakil presiden

30

Page 31: Lembaga Negara Indonesia

atau presiden bersama-sama dengan wakil presiden yang berhalangan pengisian

jabatannya tidak diatur.

Oleh karena itu, maka UUD 1945 melalui pasal-pasal 4 ayat 2,6 ayat 2,7 dan

8 mengadakan kedudukan wakil presiden, dengan tujuan utama agar setiap saat wakil

presiden dapat menggantikan atau mengisi jabtan presiden yang kosong karena yang

bersangkutan berhalangan, sehingga dengan demikian keadaan yang tidak diinginkan

di dalam kehidupan kenegaraan dapat dihindarkan.Dilihat dari sudut ini, maka

kedudukan wakil presiden tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kedudukan

presiden sendiri menurut UUD 1945, sehingga wakil presiden harus selalu ada selama

perjalanan kehidupan kenegaraan, apalagi mengingat datangnya keadaan berhalangan

yang dialami presiden seringkali tidak bisa terduga,serta berada diluar jangkauan

kekuasaan manusia.Sehubungn dengan posisi yang sangat penting itu, maka bilamana

wakil presiden berhalangan, terutama yang bersifat tetap sudah seharusnya

MPR(sebagai lembaga negara yang berwenang menyelenggarakan pengisian jabatan

presiden dan wakil presiden) segera mengadakan sidang istimewa khusus untuk

menyelenggarakan pengisian jabatan bagi wakil presiden, dimana wakil presiden yang

baru akan memangku jabatan selama sisa masa jabatan dari wakil presiden yang

digantikannya.sedangkan apabila berhalangannya wakil presiden adalah bersifat

sementara , maka dapatlah pengaturan tentang pengisian jabatan sementara wakil

presiden ini ditetapkan di dalam suatu Ketetapan MPR.

F. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD RIS 1949

Kemudian perlu diketahui bahwa di dalam UUD RIS 1949 tidak dikenal

adanya jabatan wakil presiden , sehubungan dengan hal ini ada pendapat yang

mengemukakan sebagai berikut:

Dalam negara jang bersistem parlementer demokrasi memang biasanya tidak

dibuthkan wakil presiden, sebab dalam sistem yang demikian itu dijabatan

presiden lebih menyerupai lambang atau simbol belaka jang tidak mempunyai

arti ketatanegaraan.2)sunarko, susunan negara kita,jilid kedua.

Dengan berpedoman pada pendapat diatas, maka jika ditemui adanya suatu

negara bersistem pemerintahan parlementer (quasi) yang mengenal jabatan wakil

presiden di dalam kehidupan kenegaraannya, seperti misalnya negara india, maka hal

tersebut dapat dianggap sebagai suatu pengecualian. Sehingga tidak diadakannya

31

Page 32: Lembaga Negara Indonesia

jabatan wakil presiden pada UUD RIS 1949 ini juga dapat dikembalikan kepada

alasan yang bersifat yuridis semata-mata.

G. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD RIS 1949

Dalam UUDS 1950 mengenal juga adanya seorang wakil presiden di dalam

kehidupan kenegaraannya.Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 45 ayat (2) UUDS

1950 yang menetapkan bahwa, ‘Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu

oleh seorang wakil presiden’.

Diadakannya kembali jabatan wakil presiden di dalam UUDS 1950 setelah

dihilangkan pada waktu berlakunya UUD RIS 1949 ini, lebih didasarkan kepada

alasan yang bersifat politis. Sehingga tepatlah pendapat yang dikemukakan oleh

Prof.Dr.R.Soepomi,SH yang mengatakan:

“Dalam negara kesatan republik indonesia, dijabatan wakil presiden diadakan

selama masa sebelum Konstituante terbentuk. Ini adalah suatu kompromis jang

bersifat politis antara pemerintah RIS dan pemerintah RI jang dijtapai pada

perundingan bersama tentang rentjana UUD Sementara”.8

LAMPIRAN Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Hukum Positif di Indonesia

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD,AL, dan AU

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 20/ 1982 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.

8 R. Soepomo, loc cit

32

Page 33: Lembaga Negara Indonesia

Berdasarkan undang-undang ini, presiden memegang kekuasaan tertinggi

atas TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Kepolisian Negara RI, maupun atas

pengelolaan pertahanan keamanan Negara.

Selain itu, dalam menetapkan kebijaksanaan pertahanan keamanan negara,

presiden dibantu oleh suatu dewan yang disebut Dewan Pertahanan

Keamanan Nasional yang tugas utamanya adalah untuk menyelenggarakan

penelahaan ketahanan nasional aspek keamanan nasional. Dewan ini

dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.

Apabila diperlukan, maka presiden dapat membentuk badan-badan yang

diperlukan dalam melaksanakan kewajiban pengelolaan pertahanan

keamanan negara.

2. Menyatakan perang dan membuat perdamaian

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 20/1982 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.

Dalam hal menyatakan perang dan perdamaian, presiden harus terlebih

dulu mendapatkan persetujuan DPR.

Jika presiden berdasarkan persetujuan DPR telah memaklumkan perang,

maka sejak saat itu pemerintahan negara akan didasarkan pada undang

undang yang akan dibentuk untuk itu.

Diperlukan aturan lebih lanjut yang mengatur mekanisme pelaksanaannya.

3. Membuat perjanjian dengan negara lain

Mekanisme pelaksanaan kekuasaan ini tidak diatur dengan peraturan

perundang-undangan namun oleh Amanat Presiden (Ampres) kepada

Ketua DPR No. 2826/Hk/1960 Tanggal 22 Agustus 1960 tentang

Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain. Ampres tersebut

menyatakan bahwa kata "perjanjian" dalam Pasal 11 UUD tidaklah

diartikan segala atau semua perjanjian. Karena itu perjanjian yang

memerlukan persetujuan DPR hanyalah perjanjian yang penting-penting

saja (treaties), seperti perjanjian yang mengandung soal politik yang dapat

mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti perjanjian persekutuan

atau aliansi, perjanjian tentang perubahan atau penetapan tapal batas, soal

kewarganegaraan, soal kehakiman, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian

lainnya yang bersifat teknis (agreements), tidak memerlukan persetujuan

33

Page 34: Lembaga Negara Indonesia

DPR melainkan cukup dengan Keputusan Presiden dan akan disampaikan

ke DPR untuk diketahui.

Perlu dibentuk undang-undang khusus yang mengatur hal ini, karena

Ampres tidak dapat dijadikan dasar hukum penyelenggaraan

pemerintahan.

Di masa mendatang, seluruh perjanjian yang didakan dengan negara lain

harus melalui penyaringan di DPR. Untuk perjanjian yang dianggap

penting oleh DPR harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Sedangkan

untuk perjanjian yang dianggap kurang penting oleh DPR dan secara

teknis tidak efisien apabila harus mendapatkan persetujuan DPR terlebih

dulu, dapat dilakukan dengan Keputusan Presiden.

4. Menyatakan keadaan bahaya

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 23/ Prp/1959 tentang

Keadaan Bahaya dan UU No. 20/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertahanan Keamanan Negara RI.

Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI berwenang

untuk menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara RI dalam

keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan

darurat militer atau keadaan perang, apabila:

o Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian

wilyah Negara RI terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-

kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak

dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

o Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan

wilayah Negara RI dengan cara apapun juga.

o Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-

keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala

yang dapat membahayakan hidup negara.

Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh presiden sebagai Panglima

Tertinggi Angkatan Perang RI.

Pernyataan berlakunya keadaan bahaya ini, harus sesuai dengan intensitas

ancaman yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat atau

34

Page 35: Lembaga Negara Indonesia

kelangsungan hidup bangsa dan negara serta keutuhan wilayah maupun

persatuan dan kesatuan nasional dan pelaksanaannya diatur dengan UU.

5. Mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain

Penjelasan mengenai hal ini dijelaskan dalam Keppres No. 51/1976 tentang

Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri.

Presiden mengangkat dan memberhentikan kepala perwakilan diplomatik

dan kepala

perwakilan konsuler dengan tata cara pengangkatan dan pemberhentian

pejabat-pejabat dimaksud dilakukan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Diperlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih jelas

dan operasional untuk mengatur kekuasaan ini.

6. Memberi grasi

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 3/ 1950 tentang Grasi.

Presiden memberikan grasi dengan mekanisme sebagai berikut;

Permohonan grasi harus dimajukan kepada panitera pengadilan yang

memutus pada tingkat pertama atau jika pemohon bertempat tinggal di luar

daerah hukum pengadilan yang berkepentingan atau jika panitera

pengadilan tidak ada ditempatnya, maka pemohon dapat memajukan

permohonannya kepada pembesar daerahnya.

Permohonan grasi yang langsung diajukan kepada presiden atau pembesar

yang lain, dikirim kepada hakim atau ketua pengadilan yang bersangkutan.

Setelah menerima permohonan grasi maka panitera tersebut harus segera

meneruskan surat itu beserta surat pemberitaan dan (salinan) surat

keputusan yang bersangkutan dan apabila diadakan pemeriksaan ulangan,

juga salinan surat keputusan pengadilan ulangan, kepada hakim atau ketua

pengadilan yang memutus pada tingkat pertama.

Atas permintaan hakim atau ketua pengadilan yang memeriksa

permohonan grasi yang dimaksud, maka panitera pengadilan tersebut

mengirimkan surat pemberitaan dan (salinan) surat keputusan yang

bersangkutan kepada hakim atau ketua pengadilan tersebut.

Hakim atau ketua pengadilan itu segera meneruskan surat-surat tersebut

beserta peritmbangannya kepada kepala kejaksaan pada pengadilan yang

memutus pada tingkat pertama.

35

Page 36: Lembaga Negara Indonesia

Jaksa yang melakukan penuntutan pada peradilan tingkat pertama atau

kepala kejaksaan tersebut segera meneruskan surat tersebut beserta

pertimbangannya kepada MA.

Dalam hal perkara sumir pada pengadilan kepolisian, hakim dengan segera

meneruskan surat-surat tersebut beserta pertimbangannya kepada MA.

MA segera meneruskan surat-surat tersebut beserta pertimbangannya

kepada menteri kehakiman.

MA meminta pertimbangan kepada jaksa agung:

o Apabila keputusan pengadilan itu mengenai hukuman mati.

o Apabila MAmembutuhkan pendapat jaksa agung tentang

kebijaksanaan penuntutan umum.

o Apabila jaksa agung sebelumnya mengemukakan keinginannya

kepada MA untuk dimintai pertimbangannya.

Menteri kehakiman dengan segera meneruskan surat permohonan tersebut

beserta pertimbangannya kepada presiden.

Menteri kehakiman dapat meminta pertimbangan menteri yang lain

tentang permohonan grasi, sebelum meneruskan surat permohonan

tersebut dengan pertimbangannya kepada presiden.

Permohonan grasi mengenai orang yang dihukum yang berada dalam

tahanan atau yang sedang menjalani hukumannya harus diselesaikan lebih

dahulu.

7. Memberi amnesti dan abolisi

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU Darurat No. 11/1954 tentang

Amnesti dan Abolisi.

Amnesti diberikan oleh Presiden atas dasar kepentingan negara dan

penyampaiannya setelah mendapat nasihat tertulis dari MA yang

menyampaikan nasihat itu atas permintaan menteri kehakiman.

Diperlukan pembentukan UU yang lebih jelas lagi mengatur mekanisme

pelaksanaan konsultasi ini dan definisi dari kepentingan Negara

UU yang mengatur masih berupa UU Darurat, oleh karena itu perlu

digantikan dengan UU yang lebih kondusif/lebih sesuai dengan

perkembangan jaman.

8. Member rehabilitasi

36

Page 37: Lembaga Negara Indonesia

Sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan lebih lanjut mengenai

rehabilitasi, akan tetapi pada kasus AM. Fatwa, rehabilitasi yang diberikan

terhadapnya bersamaan dengan diberikannya amnesti (Keppres No. 127/

1998).

Diperlukan pengaturan yang jelas kewenangan ini dan sebaiknya dijadikan

satu dengan UU Amnesti dan Abolisi.

9. Memberi gelaran

Sampai saat ini tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang jelas

dan operasional mengatur mekanisme pelaksanaan kekuasaan ini. Gelaran

dalam penelitian ini diartikan sebagai sebutan kehormatan,

kebangsawanan, atau keilmuan yang ditambahkan pada nama orang lain

(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini beberapa gelar

yang diinterprerasikan sebagai gelaran. Di antaranya gelar Guru Besar

(Profesor) dan gelar Pahlawan Nasional.

10. Memberi tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan

Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada UU Darurat No. 4 Tahun 1959

tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan,

setelah diubah dan ditambah dengan UU No.4 Tahun 1972 tentang Perobahan

dan Tambahan Ketentuan mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan RI

yang Berbentuk Bintang dan Tentang Urutan Derajat/ Tingkat Jenis Tanda

Kehormatan RI yang Berbentuk Bintang.

Tanda-tanda kehormatan diberikan dengan Keputusan Presiden

berdasarkan pertimbanganDewan Tanda-Tanda Kehormatan

(DTTK), kecuali dalam hal-hal yang luar biasa.

Penerimaan dan pemakaian tanda kehormatan asing oleh WNI harus

berdasarkan izin presiden. Izin tersebut diberikan dengan Keputusan

Presiden atas usul dewan menteri setelah mendengar pertimbangan DTTK.

Ketua dan anggota DTTK diangkat oleh presiden dari mereka yang telah

menerima tanda kehormatan yang tertinggi derajatnya.

Dalam praktek pemberian tanda kehormatan yang berjalan selama ini,

terlihat tidak adanya transparansi. Hal ini menyebabkan munculnya

berbagai spekulasi yang akhirnya mempengaruhi situasi politik di

Indonesia.

11. Membentuk Undang-undang

37

Page 38: Lembaga Negara Indonesia

Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada Keputusan Presiden 188/ 1998

tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang

12. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

Belum ada peraturan perundang-undangannya. Satu-satu ketentuan yang

ada mengenai PERPU adalah Tata Tertib DPR-RI. Tata Tertib ini tidak

termasuk Peraturan Perundang-undangan, melainkan peraturan internal

DPR-RI.

13. Mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU inisiatif DPR 

Penjelasan hal ini terdapat dalam Keppres 188/ 1998 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-undang

14. Menetapkan APBN

Penjelasan hal ini terdapat dalam Indische Comptabiliteitsweit (Stb. Tahun

1925 No. 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU

No. 9/ 1968 tentang Cara Pengurusan dan Pertanggungjawaban Keuangan RI.

15. Menetapkan peraturan pemerintah

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam Keppres 188/ 1998 tentang Tata

Cara Mempersiapkan RUU.

16. Mengangkat dan memberhentikan Hakim-hakim

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 14/1970 Tentang Pokok-

Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU No. 2/1986 Tentang Peradilan Umum, UU

No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 7/1989 tentang

Peradilan Agama, dan UU No. 31/ 1997 tentang Peradilan Militer

17. Mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung dan Jaksa

Agung Muda.

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 5/ 1991 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

Jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden serta bertanggung

jawab kepada presiden

Wakil jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul

jaksa agung

Jaksa agung muda diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul jaksa

agung

18. Mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan

Pemeriksa Keuangan

38

Page 39: Lembaga Negara Indonesia

Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 5/ 1973 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan

Ketua, wakil ketua dan anggota BPK, diangkat oleh presiden atas usul

DPR

Untuk setiap lowongan keanggotaan BPK, oleh DPR diusulkan 3 (tiga)

orang calon

Anggota BPK berhenti/diberhentikan oleh presiden

19. Mengangkat Hakim-hakim Agung, dan Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan

Hakim Anggota MA

Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada UU No. 14/ 1985 tentang

Mahkamah Agung.

20. Mengangkat dan memberhentikan Pegawai Tinggi.

Sumber:

Kompas, 1 maret 2010 "Aturan MPR soal pemilihan wapres pengganti"www.tatanusa.co.id "TAP MPR No. VII tahun 1973

http://www.transparansi.or.id "Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI" 

http://www.transparansi.or.id/wp-content/uploads/1999/12/tabel9.html

39

Page 40: Lembaga Negara Indonesia

Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Andalas

University Press, Padang, 2006, Hlm. 108.

Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press dan

PT.Syaamil Cipta Media, Jakarta, 2006, Hlm.221.

Prof.Dr.Ismail Suny, S.H., M.C.L, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru,

Jakarta, 1986.

40