LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN ...
Transcript of LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN ...
LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK TOBA:
KAJIAN EKOLINGUISTIK
SKRIPSI
SISKA DEVI RAJA GUKGUK
NIM 140701058
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi.
Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan
penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar
sarjana yang penulis peroleh.
Medan, September 2018
Siska Devi Rajagukguk
140701058
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN EKOLINGUISTIK
ABSTRAK
Penelitian ini membahas leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Masuknya berbagai makanan modern yang menggantikan makanan tradisional pada masyarakat Batak Toba serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap kuliner mengakibatkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terancam punah. Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, pemahaman masyarakat, serta jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon, yaitu (1)alat dan bahan serta (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 298 leksikon alat dan bahan serta 122 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 422 leksikon. Hasil analisis juga menunjukkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa kuliner masyarakat Batak Toba yaitu kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.
Kata kunci: Leksikon, Kuliner Masyarakat Batak Toba, Ekolinguistik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Segala puji serta syukur tak henti-hentinya penulis ucapkan kepada Tuhan
Yesus Kristus yang selalu mengalirkan semangat dan berkat kepada penulis dari
mula hingga akhirnya penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas pendidikan
bagi penulis.
2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Ketua Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah
mengarahkan penulis pada masa perkuliahan dan membantu penulis dalam
hal administrasi.
3. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.
4. Dr. Dwi Widayati, M.Hum., sebagai Dosen pembimbing yang telah
menyediakan banyak waktu dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dengan penuh tanggung jawab, membagikan ilmu
yang dimiliki serta memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.
Tanpa bantuan dari ibu, penulis pasti tidak akan mampu menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dra. Sugihana Br. Sembiring, M.Hum., selaku Dosen penguji yang telah
banyak memberikan kritikan, masukan, dan perbaikan bagi
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
banyak pengajaran ilmu dan moral kepada penulis selama masa
perkuliahan.
7. Bapak Selamet dan Bapak Joko yang telah membantu penulis dalam hal
administrasi di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua penulis, bapak terkasih Pukka Hasiholan Rajagukguk dan
mamak terkasih Mesteria br.Siahaan yang selalu penuh kasih untuk
mendampingi penulis, memberikan didikan dan motivasi kepada penulis,
serta melantunkan doa yang tiada hentinya bagi penulis disepanjang
kehidupan penulis. Kalian berdua adalah sumber semangat dan suka cita
terbesar bagiku. Aku mencintai kalian sepanjang masa.
9. Ketiga adik penulis, Sonia, Rian, dan Aprillia yang selalu memberikan
kekuatan baru, dukungan, dan doa bagi penulis. Mereka membuat penulis
terpacu untuk menjadi orang yang berguna agar penulis mampu berjuang
untuk keberhasilan mereka. Tetap semangat dan kalian harus bisa lebih
baik dari kakak.
10. Sahabat terkasih penulis “the baling”, Veronika, Cristina, Gita, Hinsa,
Martua, dan Jhonatan yang tiada henti memberi semangat baru, menjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sahabat yang mau saling mengingatkan, saling topang menopang, dan
menjadi teman sekeluh kesah selama proses pengerjaan skripsi ini. Biarlah
persahabatan ini dapat hidup hingga habis masa bagi kita.
11. Kelompok Tumbuh Bersama “Peripateo Narwastu” dan PKK terkasih, kak
Dame Silitonga yang selalu memberikan penulis dukungan, motivasi yang
baik, serta doa yang tak pernah putus. Terima kasih telah menjadi saudara
yang selalu hadir untuk menghapus air mata ketika duka datang.
12. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia stambuk 2014 yang telah menjalin
kebersamaan yang sangat baik selama masa perkuliahan.
13. Kepala desa serta seluruh masyarakat Desa Lumban Silintong, Kecamatan
Balige yang menjadi informan dalam proses pencarian data pada skripsi
ini. Terima kasih karena telah memberi informasi, waktu serta nasihat
yang berharga kepada penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang turut membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga
kiranya kasih setia-Nya selalu beserta kita sepanjang waktu. Amin.
Medan, September 2018
Penulis,
Siska Devi Rajagukguk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
PERNYATAAN............................................................................... .... i
ABSTRAK................................................................................... ..... ii
PRAKATA........................................................................................ ..... iii
DAFTAR ISI..................................................................... ........... ..... vi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN..................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................ ........... ...... xi
DAFTAR TABEL............................................................................ ...... xii
BAB I PENDAHULUAN.................................................. ........... ...... 1
1.1 Latar Belakang................................................................. ...... 1
1.2 Batasan Masalah................................................................ ...... 5
1.3 Rumusan Masalah............................................................. ...... 6
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................. ...... 6
1.5 Manfaat Penelitian............................................................ ...... 7
1.5.1 Manfaat Teoretis............................................................... ...... 7
1.5.2 Manfaat Praktis................................................................. ...... 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Konsep................................................................................... ...... 9
2.1.1 Leksikon......................................................................... ...... 9
2.1.1.1 Nomina................................................................................... ...... 10
2.1.1.2 Verba...................................................................................... ...... 10
2.1.2 Bahasa dan Lingkungan........................................................ ...... 10
2.1.3 Kuliner Masyarakat Batak Toba........................................... ...... 12
2.1.4 Kearifan Lokal..................................................................... ...... 13
2.2 Landasan Teori................................................................... ...... 14
2.2.1 Teori Ekolinguistik............................................................. ...... 14
2.2.2 Kearifan Lokal..................................................................... ...... 17
2.3 Tinjauan Pustaka.............................................................. ...... 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN................................................ ..... 23
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................. ..... 23
3.2 Data dan Sumber Data...................................................... ..... 25
3.3 Metode Penelitian................................................................. ..... 27
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data................................ ..... 28
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data......................................... ..... 29
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data............... ..... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................... 32
4.1 Leksikon Kukiner Masyarakat Batak Toba.......................... ..... 32
4.1.1 Ayam Gota............................................................................ ..... 33
4.1.2 Babi Panggang .............................................................. ..... 35
4.1.3 Dali Ni Horbo........................................................... ........... ..... 36
4.1.4 Dengke Na Niarsik................................................ ........... ..... 38
4.1.5 Dengke Na Niura..................................................... ........... ..... 40
4.1.6 Dolung-Dolung............................................................... ..... 41
4.1.7 Hare.............................................................................. ..... 42
4.1.8 Hihindat Ni Andalu......................................................... ..... 43
4.1.9 Itak Gurgur............................................................. ........... ..... 45
4.1.10 Lampet Pohul-Pohul........................................................ ..... 46
4.1.11 Manuk Na Pinadar.................................................... ........... ..... 47
4.1.12 Mi Gomak...................................................................... ..... 49
4.1.13 Natinombur.................................................................... ..... 51
4.1.14 Nantinunde..................................................................... ..... 52
4.1.15 Na Nidugu............................................................................ ..... 53
4.1.16 Ombus-Ombus................................................................ ..... 55
4.1.17 Saksang.......................................................................... ..... 56
4.1.18 Sambal Tuktuk........................................................... ........... ..... 58
4.1.19 Tipa-Tipa............................................................................. ..... 59
4.1.20 Ura-Ura......................................................................... ..... 60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner Masyarakat
Batak Toba......................................... .................................. ........ 62
4.2.1 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ayam Gota................ 62
4.2.2 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Babi Panggang.......... 63
4.2.3 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dali Ni Horbo... ........ 64
4.2.4 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dengke Na Niarsik..... 65
4.2.5 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dengke Na Niura....... 66
4.2.6 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dolung-Dolung.......... 67
4.2.7 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Hare................. ........ 68
4.2.8 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Hihindat Ni Andalu..... 69
4.2.9 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Itak Gurgur................ 69
4.2.10 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Lampet Pohul-Pohul... 70
4.2.11 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Manuk Na Pinadar...... 72
4.2.12 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Mi Gomak.................. 73
4.2.13 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Natinombur................ 74
4.2.14 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Natinunde.................. 75
4.2.15 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Na Nidugu................. 75
4.2.16 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ombus-Ombus........... 76
4.2.17 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Saksang..................... 77
4.2.18 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Sambal Tuktuk............ 77
4.2.19 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Tipa-Tipa................... 78
4.2.20 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ura-Ura..................... 79
4.3 Kearifan Lokal dalam Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba........ 80
4.3.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan........................................................ 81
4.3.2 Kearifan Lokal Kerja Keras.................................................. ......... 81
4.3.3 Kearifan Lokal Kesehatan............................................................. 82
4.3.4 Kearifan Lokal Gotong Royong..................................................... 82
4.3.5 Kearifan Lokal Kejujuran.............................................................. 83
4.3.6 Kearifan Lokal Kesetiakawanan Sosial........................................... 83
4.3.7 Kearifan Lokal Komitmen............................................................. 83
4.3.8 Kearifan Lokal Pikiran Positif.......................................................... 84
4.3.9 Kearifan Lokal Rasa Syukur.......................................................... 84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...................................................... 85
5.1 Simpulan..................................................................................... ......... 85
5.2 Saran............................................................................................ ......... 86
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 87
Lampiran 1 ......................................................................................... 89
Lampiran 2 ....................................................................... .................... 95
Lampiran 3 ................................................................................................ 105
Lampiran 4 ......................................................................................... 106
Lampiran 5 .......................................................................................... 108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
A. Daftar Lambang
( ) pengapit nomor data
‘’ makna/terjemahan
B. Daftar Singkatan
ASI = Air Susu Ibu
MTB = Melayu Tanjungbalai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar: 3.1 Peta Kecamatan Balige......................................................... 25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba......................... 32
Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Ayam Gota............................................... 34
Tabel 4.3 Leksikon Jenis Kuliner Babi Panggang......................................... 36
Tabel 4.4 Leksikon Jenis Kuliner Dali Ni Horbo.......................................... ... 37
Tabel 4.5 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niarsik...................................... 39
Tabel 4.6 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niura......................................... 40
Tabel 4.7 Leksikon Jenis Kuliner Dolung-Dolung............................................ 42
Tabel 4.8 Leksikon Jenis Kuliner Hare........................................................... 43
Tabel 4.9 Leksikon Jenis Kuliner Hihindat Ni Andalu...................................... 44
Tabel 4.10 Leksikon Jenis Kuliner Itak Gurgur................................................ 45
Tabel 4.11 Leksikon Jenis Kuliner Lampet Pohul-Pohul................................... 47
Tabel 4.12 Leksikon Jenis Kuliner Manuk Na Pindar....................................... 48
Tabel 4.13 Leksikon Jenis Kuliner Mi Gomak................................................. 50
Tabel 4.14 Leksikon Jenis Kuliner Natinombur............................................... 52
Tabel 4.15 Leksikon Jenis Kuliner Natinunde................................................. 53
Tabel 4.16 Leksikon Jenis Kuliner Na Nidugu................................................ 54
Tabel 4.17 Leksikon Jenis Kuliner Ombus-Ombus........................................... 56
Tabel 4.18 Leksikon Jenis Kuliner Saksang.................................................... 57
Tabel 4.19 Leksikon Jenis Kuliner Sambal Tuktuk........................................... 59
Tabel 4.20 Leksikon Jenis Kuliner Tipa-Tipa.................................................. 60
Tabel 4.21 Leksikon Jenis Kuliner Ura-Ura.................................................... 61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kuliner sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan memasak, mulai dari persiapan alat
dan bahan, proses pengolahan, dan penyajian. Masakan yang dihasilkan dari
proses tersebut bisa berupa lauk-pauk, kue-kue, olahan buah, maupun minuman.
Kuliner merupakan suatu kebutuhan utama dalam kehidupan seseorang, karena
setiap orang membutuhkan santapan kuliner untuk keberlangsungan hidupnya.
Semua suku di Indonesia tentu memiliki beragam kuliner khas yang tidak dimiliki
oleh suku lainnya. Berbeda suku, maka berbeda pula ciri dari kuliner yang
dimilikinya. Sebagai contoh, masyarakat Padang dan Madura memiliki satu
kuliner khas yang sama yaitu sate. Namun, kedua kuliner ini memiliki proses
pengolahan yang berbeda. Perbedaan kedua sate ini terletak pada jenis olahan
daging dan kuah dari sate tersebut. Sate Padang biasanya terbuat dari daging sapi,
memiliki struktur kuah yang mirip dengan kuah kare berwarna kuning orange
yang diproses dengan berbagai macam rempah andalan Sumatera Barat yaitu,
kaldu, jeroan, jahe, kunyit, ketumbar, bawang putih, lengkuas, jinten, garam, dan
tepung beras sehingga memiliki rasa yang cenderung pedas dengan aroma yang
sangat sedap. Berbeda dengan sate Padang, sate Madura lebih memilih daging
ayam sebagai bahan utamanya dan kuah pada sate Madura terbuat dari bahan
utama kacang tanah, bawang merah, bawang putih, kemiri, dan gula merah
sehingga menghasilkan rasa yang cenderung manis dan memiliki aroma yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak kalah sedap dari sate Padang. Kedua kuliner ini, sama-sama memiliki cita
rasanya yang unik dan menjadi kekayaan kuliner tersendiri bagi masyarakatnya.
Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba yang memiliki beragam jenis
kuliner dengan rasanya yang khas dan diturunkan oleh leluhur atau nenek moyang
masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memiliki hampir seluruh
makanan-makanan khas dengan citarasanya yang pedas, yang dihasilkan oleh
rempah andalan masyarakat tersebut yaitu andaliman. Setiap kuliner masyarakat
suku Batak Toba memiliki keunikan rasa tersendiri yang membuat kuliner-kuliner
tersebut sangat populer di kalangan masyarakat suku Batak Toba. Kuliner-kuliner
ini bukan hanya disajikan sebagai santapan di kala lapar saja, tetapi banyak
kuliner dalam masyarakat ini yang digunakaan dalam proses berlangsungnya
upacara adat masyarakat tersebut, misalnya upacara adat perkawinan atau
kematian dan sudah menjadi kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Batak Toba.
Pada saat ini, banyak kuliner khas suatu suku yang tidak begitu dikenal
lagi oleh generasi baru. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yang
pertama yaitu, berkurangnya atau menghilangnya satu leksikon lingkungan alam
dan budaya dalam suatu daerah masyarakat yang menyebabkan para generasi
berikutnya mungkin tidak akan mengenal lagi leksikon tersebut. Faktor kedua
yaitu, masuknya jenis kuliner baru dari luar negeri seperti, fried chicken, bakpao,
ramen, dan lainnya yang menggantikan kuliner khas masyarakat itu sendiri.
Faktor berikutnya adalah kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini. Pada saat
ini, banyak peralatan memasak tradisional digantikan oleh alat canggih terkini,
misalnya gilingan yang diganti dengan blender. Hal-hal tersebut sangat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memengaruhi kebertahanan suatu leksikon. Ketika suatu lingkungan mengalami
perubahan maka secara langsung bahasa dari suatu lingkunganpun akan
mengalami perubahan. Jika suatu lingkungan punah, maka penggunaan bahasa
yang berhubungan dengan lingkungan tersebut akan turut punah. Permasalahan
bahasa seperti ini harus diberi perhatian khusus, agar bahasa-bahasa lingkungan
tetap bertahan dan lestari. Dengan adanya persoalan bahasa seperti ini, peneliti
berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
ekolinguistik. Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding
ekologi dan linguistik (Mbete, 2009:1). Kajian ini tidak lepas dari kerangka teori
interelasi antara dimensi-dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis yang sangat
penting untuk menopang kajian ekolinguistik yang dikatakan oleh Bundsgaard
dan Steffensen (2000:11-14).
Sebagai contoh, salah satu kuliner yang sudah hampir tidak dikenal lagi
oleh beberapa generasi masyarakat Batak Toba adalah ura-ura. Ura-ura berarti
masak karena bumbu, artinya makanan tersebut tidak dimasak dengan
menggunakan api, namun bumbu-bumbu seperti garam dan asamlah yang
membuatnya masak (sama seperti ikan mas na niura yang dimasak tanpa
menggunakan api). Ura-ura ini merupakan campuran dari buah-buah mentah
yang diberi asam dan garam lalu dihaluskan (tidak sampai lumat). Ura-ura
memiliki rasa yang khas yaitu rasa campuran antara rasa kelat,asam, dan pedas.
Leksikon kuliner Ura-ura diklasifikasikan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, (2) kegiatan. Pertama, leksikon alat dan bahan yaitu pisau, andalu
’lesung’, antajau ‘jambu biji’, jantung pisang, jengga ’nangka mentah’, lasiak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
’cabai’, asom ’jeruk nipis’, sira ’garam’. Kedua, leksikon kegiatan yaitu dirajang
‘dipotong’ dan diduda ‘ditumbuk’.
Contoh pengklasifikasian leksikon kuliner Ura-ura
Nama Kuliner Leksikon
Alat dan bahan Kegiatan
ura-ura pisau dirajang
andalu diduda
antajau
jantung pisang
jengga
lasiak
asom
sira
Karakter biologis yang dihasilkan oleh ura-ura melalui dimensi biologis
terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa kelat, asam, dan pedas yang
dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai indra
perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan
masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini sangatlah kurang, terlihat dari
sulitnya ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai
daerah masyarakat ini bermukim. Padahal, beberapa puluh tahun yang lalu
makanan ini sangat populer bagi masyarakat Batak Toba. Makanan ini disantap
para kaum ibu yang berada di suatu lingkungan desa secara bersama-sama ketika
mereka sedang memiliki waktu luang, bahkan banyak para kaum ibu yang
membuatnya setiap hari pada waktu sore ketika mereka sudah selesai dengan
kesibukan rumah mereka. Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa karakter
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
biologis ura-ura membuktikan masyarakat suku Batak Toba memiliki karakter
yang tahan terhadap banyaknya rasa sulit yang dihadapi dalam kehidupan mereka
jika bisa menyajikan dan mengkonsumsi kuliner ini (dimensi ideologis). Jadi,
masyarakat ini mempercayai bahwa setiap orang yang bisa mengkonsumsi ura-
ura sudah terbiasa untuk menghadapi berbagai rasa dalam kehidupan mereka,
karena mereka sudah mampu merasakan ura-ura dengan rasanya yang kelat,
asam, dan pedas tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti melihat adanya permasalahan
kebertahanan bahasa pada leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Bukan hanya
leksikon kuliner ura-ura, masih banyak kuliner masyarakat ini yang tidak pernah
dirasakan bahkan sudah tidak dikenal oleh beberapa generasi muda masyarakat
Batak Toba. Penelti merasa penelitian ini harus dilakukan agar leksikon kuliner
pada masyarakat Batak Toba akan tetap dikenal pada masa yang akan datang
walau mungkin tidak dijadikan sebagai kuliner khas lagi dan dengan demikian,
bahasa dalam leksikon kuliner tersebut tidak akan mengalami kepunahan tetapi,
akan tetap terjaga dan lestari.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya kerancuan ataupun kesalahpahaman sehingga
menimbulkan pelebaran permasalahan yang peneliti rumuskan, maka peneliti
melakukan batasan masalah agar peneliti tetap berfokus pada permasalahan yang
akan diteliti. Penelitian ini dibatasi pada :
1. Kajian leksikon pada kuliner Masyarakat batak Toba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Kajian bentuk leksikon yang diklasifikasi kedalam dua kelompok yaitu
kelompok alat dan bahan (nomina) dan kelompok leksikon kegiatan
(verba).
3. Mendeskripsikan tingkat pemahaman masyarakat Batak Toba berdasarkan
tiga dimensi praksis sosial dalam teori ekolinguistik dialektikal.
4. Mendeskripsikan kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner
masyarakat Batak Toba.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apasajakah leksikon kuliner yang terdapat pada masyarakat Batak Toba ?
2. Bagaimanakah pemahaman masyarakat Batak Toba terhadap leksikon
kuliner masyarakat Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis, sosiologis,
dan biologis?
3. Bagaimanakah jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon
kuliner masyarakat Batak Toba ?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Mendeskripsikan pemahaman masyarakat Batak Toba terhadap leksikon
kuliner Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis, sosiologis, dan
biologis.
3. Mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon
kuliner masyarakat Batak Toba.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang leksikon kuliner masyarakat Batak Toba
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.5.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
informasi dan bahan masukan yang relevan dalam hal penelitian dengan
pendekatan ekolinguistik terutama pada kajian leksikon kuliner
masyarakat Batak Toba untuk penelitian lanjutan. Hasil penelitian ini juga
diharapkan bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitian leksikon kuliner
daerah masyarakat lainnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Menambah pemahaman dan wawasan masyarakat terkait leksikon kuliner
masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Membuat atau menambah kamus kecil leksikon kuliner masyarakat Batak
Toba pada pustaka Batak Toba agar bahasa leksikon kuliner ini dikenal
dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Batak Toba ketika suatu saat
terdapat leksikon kuliner yang bergeser atau bahkan punah.
3. Digunakan sebagai sumber informasi bagi para peneliti lain ataupun
pengguna bahasa Batak Toba khususnya tentang hubungan bahasa dengan
ekologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Leksikon
Leksikon adalah koleksi leksem dalam suatu bahasa. Dalam leksikon
terdapat kajian yang meliputi tentang apa yang dimaksud dengan kata, struktur
kosakata, pembelajaran kata, penggunaan dan penyimpanan kata, sejarah dan
evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada
suatu bahasa. Dalam penggunaan sehari-hari leksikon dianggap sebagai sinonim
kamus atau kosakata.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan leksikon sebagai
“kosakata, komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.”
Sementara itu, Chaer (2007:5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari
kata Yunani kuno yang berarti “kata”, “ucapan”, atau “cara berbicara”. Kata
leksikon sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan
sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul
ketika mencari tentang kata-kata atau istilah Indonesia sebanyak-banyaknya atau
lebih banyak lagi. Selanjutnya Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon
dari perbendaharaan kata, yaitu leksikon mencakup komponen yang mengandung
segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis,
sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih
ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.1.1 Nomina
Nomina merupakan kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai
subyek atau obyek dari klausa; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang,
benda, atau hal yang dibendakan dalam alam luar bahasa; kelas ini dalam bahasa
Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; misalnya
meja adalah nomina karena tidak meja adalah tidak mungkin (Kridalaksana,
2008:163). Leksikon alat dan bahan dikategorikan ke dalam kelas nomina.
2.1.1.2 Verba
Verba merupakan kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat.
Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala,
aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis
perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa Indonesia ditandai
dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali
dengan kata seperti sangat, lebih, dsb; misalnya datang, naik, bekerja, dsb
(Kridalaksana, 2008:254). Leksikon kegiatan dikategorikan ke dalam kelas verba.
2.1.2 Bahasa dan Lingkungan
Bahasa dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling
memengaruhi. Muhlhausler (2001:3) dalam tulisannya Language Ecology and
Enivorment menyebutkan, ada empat hal yang memungkinkan adanya hubungan
antara bahasa dan lingkungan yakni : (1) bahasa berdiri dan terbentuk; (2) bahasa
dikonstruksi oleh alam; (3) alam dikonstruksi bahasa; dan (4) bahasa saling
berhubungan dengan alam- keduanya saling mengontruksi, tetapi jarang yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdiri sendiri (ekolinguistik). Sapir (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14)
menyatakan lingkungan dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu :
1. Lingkungan fisik yang mencakup karakter geografis, seperti topografi
sebuah negara (baik pantai, lembah, dataran tinggi, maupun
pegunungan, keadaan cuaca, dan, jumlah curah hujan).
2. Lingkungan ekonomis ’kebutuhan dasar manusia‘ yang terdiri atas flora
dan fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut.
3. Lingkungan sosial melingkupi berbagai kekuatan dalam masyarakat
yang membentuk kehidupan dan pemikiran masyarakat satu sama lain.
Namun yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama,
satandar etika, bentuk organisasi politik, dan seni.
Menurut Haugen (dalam Fill and Muhlhausler, 2001:1), lingkungan bahasa
atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup bahasa-bahasa. Bahasa
yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir dalam komunikasi dan
interaksi verbal baik lisan maupun tulisan. Ekologi adalah ilmu tentang
lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Kerangka
pandang ekologi, bandingkan misalnya ekolinguistik, menjadi parameter yang
membedakannya dengan cabang makrolinguistik lainnya (seperti sosiolinguistik,
psikolinguistik, neurolinguistik, atau antropoliguistik) adalah (1) interelasi
(interrelationship), (2)lingkungan (environment), dan (3) keberagaman (diversity).
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa bahasa dan lingkungan
adalah dua hal yang berhubungan bahkan saling memengaruhi. Dalam suatu
lingkungan, bahasa itu memang hidup dan bahasa-bahasa dalam lingkungan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersebut dapat dikaji, diselami, dan dimaknai secara khusus melalui pendekatan
yang sesuai, yaitu ekolinguistik.
2.1.3 Kuliner Masyarakat Batak Toba
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kuliner adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan masak-memasak. Secara umum, kuliner adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan pangan dan makanan, mulai dari bahan-bahan
mentah sampai pada proses pengolahan dan penyajian. Kuliner masyarakat Batak
Toba dapat kita rasakan di daerah asal masyarakat Batak Toba, yaitu di kawasan
sekitaran Danau Toba yang menjadi tempat masyarakat ini bermukim. Namun,
bukan hanya pada daerah sekitaran Danau Toba kuliner masyarakat Batak Toba
dapat kita temukan, saat ini kuliner masyarakat batak Toba sudah menyebar luas
di daerah-daerah lain dan tetap dikelola oleh masyarakat Batak Toba sendiri,
mengingat masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang sudah tersebar luas di
seluruh bagian nusantara.
Kuliner pada masyarakat Batak Toba adalah jenis makanan yang
dipengaruhi seni dan tradisi memasak masyarakat Batak Toba dan kebanyakan
hidangan masyarakat ini tidak dibatasi oleh aturan halal. Daging babi dan daging
anjing sangat lazim dikonsumsi dalam tradisi kuliner Batak Toba. Namun, tidak
semua jenis kuliner pada masyarakat ini menggunakan bahan-bahan yang tidak
halal, banyak juga kuliner yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.4 Kearifan Lokal
Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membedakan
suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Setiap bagian kebudayaan pasti memiliki
nilai-nilai kearifan lokal didalamnya. Seperti yang dikatakan oleh Sibarani
(2014:114) Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu
masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan
kehidupan masyarakat. Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau
bijaksana. Sibarani (2014:121) juga menyatakan bahwa kearifan lokal sering
dianggap padanan kata Indigenous Knowledge, yakni kebiasaan, pengetahuan,
persepsi, norma, dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat (lokal)
dan hidup turun-temurun. Kearifan lokal merupakan milik manusia yang
bersumber dari nilai budayanya sendiri dengan menggunakan segenap akal budi,
pikiran, hati, dan pengetahuannya untuk bertindak dan bersikap terhadap
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.
. Jenis-jenis kearifan lokal menurut Sibarani adalah kesejahteraan, kerja
keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender,
pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian,
kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian
konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur (Sibarani 2014:135). Kuliner
juga termasuk bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu,
dalam beberapa kuliner terkandung kearifan lokal yang bersumber dari nilai-nilai
budaya masyarakat pemilik kuliner tersebut. Dalam beberapa leksikon kuliner
masyarakat Batak Toba akan ditemukan beberapa kearifan lokal karena dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjalankan beberapa bagian kebudayaan masyarakat ini, kuliner sangat berperan
penting.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Ekolinguistik
Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan
bahasa. Menurut Mbete (2009:2), “dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan
komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem
dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya.
Pada tahun 1972, Einar Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan
istilah ecology of language . Haugen (dalam Fill dan Muhlhausler 2001:57)
mengatakan “ecology of language may be defind as the study of interactions
between any given language and its environment”, artinya ekologi bahasa
didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan timbal balik
antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Haugen menegaskan bahwa bahasa
berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan antar
penggunanya satu sama lain dan lingkungan (lingkungan sosial dan alam).
Haugen (dalam Mbete 2009:11-12) menyatakan bahwa ekolinguistik
memiliki kaitan dengan sepuluh ruang kaji, yaitu:
1) Linguistik historis komparatif, menjadikan bahasa-bahasa kerabat di suatu
lingkungan geografis sebagai fokus kaji untuk menemukan relasi historis
genetisnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2) Linguistik demografi, mengkaji komunitas bahasa tertentu di suatu
kawasan untuk memerikan kuantitas sumber daya (dan kualitas)
penggunaan bahasa-bahasa beserta ranah-ranah dan ragam serta
registrasinya (sosiolek dan fungsiolek).
3) Sosiolinguistik, yang fokus utama kajiannya atas variasi sistematik antara
struktur bahasa dan stuktur masyarakat penuturnya.
4) Dialinguistik, yang memokuskan kajiannya pada jangkauan dialek-dialek
dan bahasa-bahasa yang digunakan masyarakat bahasa, termasuk di habitat
baru, atau kantong migrasi dengan dinamika ekologinya.
5) Dialektologi, mengkaji dan memetakan variasi-variasi internal sistem
bahasa.
6) Filologi, mengkaji dan menjejaki potensi budaya dan tradisi tulisan,
propeknya, kaitan maknawi dengan kajian dan atau kepudaran budaya, dan
tradisi tulisan lokal.
7) Linguistik preskriptif, mengkaji daya hidup bahasa di kawasan tertentu di
kawawan tertentu, pembakuan bahasa tulisan dan bahasa lisan, pembakuan
tata bahasa (sebagai muatan lokal yang memang memerlukan kepastian
bahasa baku yang normatif dan pedagogis).
8) Glotopolitik, mengkaji dan memberdayakan pula wadah, atau lembaga
penanganan masalah-masalah bahasa (secara khusus pada era otonomi
daerah, otonomi khusus, serta pendampingan kantor dan atau balai
bahasa).
9) Etnolinguistik, linguistik antropologi ataupun linguistik kultural (cultural
linguistics) yang membedah pilih-memilih penggunaan bahasa, cara, gaya,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pola pikir dan imajeri dalam kaitan dengan pola penggunaan bahasa,
bahasa-bahasa ritual, kreasi wacana iklan yang berbasiskan bahasa lokal.
10) Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa.
Berdasarkan cakupan ekolinguistik di atas, penelitian ini berhubungan erat
dengan ekologi sosial yang membahas sosiolinguistik dan etnolinguistik.
Walaupun kajian tentang interelasi bahasa dan lingkungannya telah muncul
sejak tahun 1970-an, pendekatan teoretis dan model analisis dalam kajian
ekolinguistik baru diformulasikan pada tahun 1990-an. Melalui Kelompok
Penelitian Ekologi, Bahasa, dan Ideologi (ELI/the Ecology, Language, and
Ideology Research Group) yang berpusat di Universitas Odense, Denmark, Bang
dan Door mengenalkan kerangka teoretis ekolinguistik dialektikal. Kerangka
teoretis ini menarik untuk dicermati mengingat ekolinguistik yang sebelumnya
merupakan istilah payung (umbrella term) dari berbagai pendekatan teori
linguistik ternyata dapat memiliki kerangka teoretis tersendiri, yakni teori
ekolinguistik dialektikal. Kebaruan dari kerangka teoretis ini terletak di antaranya
pada penggunaan konsep praksis sosial sebagai lingkungan bahasa, yang mengacu
pada tiga dimensi, yakni dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi
biologis (Bang dan Door dalam Steffensen, 2000:9),
Menurut pandangan ekolinguistik dialektikal atau linguistik dialektikal
(dialectical linguistics) Bang dan Door (dalam Steffensen, 2000), bahasa
merupakan bagian yang membentuk dan sekaligus dibentuki oleh praksis sosial.
Bahasa merupakan produk sosial dari aktivitas manusia dan pada saat yang sama
bahasa juga mengubah dan memengaruhi aktivitas manusia atau praksis sosial.
Dengan demikian, terdapat hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konsep praksis sosial dalam konteks ini mengacu pada semua tindakan, aktifitas
dan perilaku masyarakat, baik terhadap sesama masyarakat maupun terhadap
lingkungan alam di sekitarnya. Bang dan Door mengatakan bahwa dalam teori
dialektikal, praksis sosial mencakup tiga dimensi praksis sosial, yakni
1. Dimensi ideologis merupakan sistem psikis, kognitif dan sistem mental
individu dan kolektif.
2. Dimensi sosiologis berkenaan dengan bagaimana kita mengatur hubungan
dengan sesama, misalnya dalam keluarga, antar teman, tetangga, atau dalam
lingkungan sosial yang lebih besar, seperti sistem politik dalam sebuah
negara.
3. Dimensi biologis berkaitan dengan keberadaan kita secara biologis
bersanding dengan spesies lain seperti tanaman, hewan, bumi, laut dan lain
sebagainya .
Implikasi dari hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial adalah bahwa
kajian terhadap bahasa berarti pula kajian terhadap praksis sosial, dan dengan
demikian teori bahasa adalah juga teori praksis sosial. Untuk itu, kajian ekolinguistik
dalam teori dilektikal adalah kajian tentang interrelasi dimensi ideologis, dimensi
sosiologis dan dimensi biologis dalam bahasa.
2.2.2 Kearifan Lokal
Sibarani (2004:59) mengatakan bahwa nilai-nilai budaya yang dapat
disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga
bagian kebudayaan yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan
tradisi, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ekspresi mencakup perasaan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keyakinan intuisi, ide, dan imajinasi kolektif, kebudayaan tradisi mencakup nilai-
nilai religi, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan, kebudayaan fisik mencakup
hasil-hasil karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Kuliner masyarakat batak Toba merupakan bagian dari kebudayaan fisik yang
mengandung kearifan lokal yang bersumber nilai-nilai kebudayaan masyarakat.
Kearifan lokal pada penelitian ini berfokus pada jenis-jenis kearifan lokal
yang dikemukakan oleh Sibarani yaitu kesejahteraan, kerja keras, disiplin,
pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan
kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran,
kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran
positif, dan rasa syukur.
Pada beberapa jenis kuliner masyarakat Batak Toba terkandung jenis
kearifan lokal, seperti pada kuliner ikan mas na niarsik dan itak gurgur
terkandung nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam masyarakat yang
mengakar pada suatu kebiasaan (habit), kepercayaan (believe) oleh karena
masyarakat Batak Toba menghidangkan kuliner tersebut pada upacara adat Batak
Toba, ikan mas na niarsik pada saat upacara pernikahan dan itak gurgur pada
saat upacara pemasukan rumah baru. Masyarakat meyakini bahwa jenis kuliner
tersebut dapat menjadi pembawa kehidupan yang berbahagia di masa yang akan
datang. Pada kuliner tersebut terdapat nilai budaya yang berhubungan dengan
Tuhan, karena kuliner ini dihidangkan sebagai perantara doa yang berisi
permohonan dan ucapan syukur masyarakat Suku Batak Toba kepada Tuhan.
Kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner ini adalah rasa syukur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti.
Berikut beberapa penelitian tentang ekolinguistik yang menjadi sumber acuan di
dalam penelitian ini.
Sinar (2011) dalam tulisannya yang berjudul “Pergeseran Leksikon
Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang
Bedagai”. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon
kuliner nomina bahasa Melayu Serdang, untuk diwariskan sebagai pengetahuan
dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon kuliner nomina
Kesultanan Serdang dan memberikan informasi yang merujuk kepada pentingnya
keterpeliharaan lingkungan Kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini
yang bermukin disekitarnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan.
Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai tidak
dikenal lagi seperti: anyang kepah, botok kampong, bubur lambuk, bubur sup,
gulai darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan
daun buas-buas, gulai lambuk kemuna, gulai telur terubuk, pekasam kepah,
pekasam maman, rendang santan telur terubuk, emping padi, senat, sambal
lengkong, sambal tempoyak durian, sambal terasi asam sundai, sambal belacan
asam binjei, kueh danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surga, lempeng putih,
kueh makmur, anyang pakis, kueh pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh
cara, halwa renda, halwa cermai, halwa rukam. Kontribusi penelitian ini terhadap
penelitian yang akan dilakukan adalah memberikan kemudahan dalam hal
informasi berbagai jenis leksikon dalam kuliner Melayu, karena setidaknya
leksikon yang ada pada kuliner melayu hampir sama dengan leksikon pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kuliner masyarakat Batak Toba. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian
ini adalah penelitian ini tidak melihat pergeseran pemahaman kuliner terhadap
masyarakat, namun penelitian ini akan memaparkan leksikon kuliner masyarakat
Batak Toba, mendeskripsikan pemahaman masyarakat berdasarkan dimensi
dialektikal praksis sosial, dan mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang
terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba.
Handayani (2015) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Kuliner
Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan khazanah jenis
leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, mendeskripsikan pengetahuan masyarakat
Melayu Tanjungbalai mengenai leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, dan
mendeskripskan nilai budaya yang terkandung pada kuliner Melayu Tanjungbalai.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan data
kuantitatif sebagai metode yang dipakai untuk data pendukung. Teori
ekolinguistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dialektikal praksis
sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideoligis, dimensi
sosiologis, dan dimensi biologis. Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil
wawancara, dan observasi. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner
Melayu Tanjungbalai. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner Melayu
Tanjungbalai terdiri atas 18 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada 2 kelompok
leksikon yaitu (1) leksikon alat dan bahan, (2) kegiatan. Dari kedua kelompok
leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan,
sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner Melayu Tanjungbalai di
Tanjungbalai adalah 204 leksikon.Hasil analisis menunjukkan terlihat penyusutan
pengetahuan pada setiap generasi terhadapleksikon kuliner Melayu Tanjungbalai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Generasi usia ≥ 65 tahun(95,75%), 45 -64 tahun(94,81%), dan 25-44
tahun(78,15%). Leksikon kuliner MTB mengandung nilai-nilai budaya kebiasaan
(habit), kepercayaan (believe), dan nilai yang berhubungan dengan dan
berorientasi dengan alam. Hal itu terlihat dari beberapa jenis kuliner MTB yaitu
bubur podas, nasi lado, pongat, gule lomak, gule masam ikan, sombam ikan.
Penelitian tersebut juga memiliki kontribusi untuk penelitian ini, yakni membantu
peneliti dalam metode dan teori yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan
metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif sebagai metode pendukung, teori yang
digunakan adalah teori dialektikal praksis sosial dengan pendekatan ekolinguistik.
Penelitian tersebut juga memuat permasalahan yang sama dengan penelitian yang
peneliti lakukan, mendeskripsikan jenis leksikon kuliner, mendeskripsikan tingkat
pemahaman, dan mendeskripsikan nilai budaya dalam kuliner. Penelitian tersebut
hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, perbedaannya hanyalah
perbedaan bahasa dan daerah penelitian yang peneliti lakukan.
Batsu (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Keterancaman Leksikon
Kuliner Masyarakat Simalungun: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan leksikon
verba dan nomina kuliner masyarakat Simalungun dan tingkat pemahaman
masyarakat, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan keterancaman kuliner
Simalungun khusunya di Desa Dame Raya, Kecamatan Raya. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi hasil
penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan leksikon kuliner masyarakat
Simalungun terdiri atas 13 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok
leksikon yaitu (1) kegiatan dan (2) alat dan bahan. Dari kedua kelompok leksikon
tersebut diperoleh 59 leksikon kegiatan, dan 190 leksikon alat dan bahan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner masyarakat Simalungun
adalah 249 leksikon. Hasil analisis menunjukkan keterancaman leksikon kuliner
masyarakat Simalungun terdapat pada generasi usia 15-20. Faktor-faktor yang
menyebabkan keterancaman leksikon kuliner Simalungun adalah (1) IPTEK atau
ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (2) catering; (3) bumbu instan; (4) fast
food; (5) rumah makan tradisional dan modern. Penelitian tersebut sangat
memberikan kontribusi terhadap metode dan teori yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini, karena penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif deskriptif
dengan teori dialektikal praksis sosial. Melalui penelitian tersebut, peneliti lebih
memahami langkah-langkah untuk menyelesaikan penelitian ini tetapi dengan
bahasa dan daerah penelitian yang berbeda. Selain perbedaan dalam bahasa dan
daerah penelitian, penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal permasalahan.
Dalam penelitian ini, peneliti bukan hanya memaparkan pemahaman masyarakat
mengenai leksikon kuliner, namun peneliti juga memaparkan jenis kearifan lokal
yang terkandung dalam leksikon kuliner tersebut. Peneliti melihat, bahwa dalam
kuliner masyarakat Batak Toba banyak memuat kearifan lokal masyarakat ini dan
melalui pemaparan tersebut akan terlihat bagaimana kuliner berperan penting
dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Secara geografis, penutur bahasa Batak Toba tinggal di Kabupaten
Tapanuli Utara, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan
Kabupaten Toba Samosir yang berada di bagian tengah wilayah provinsi
Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak di antara 10 20’ –
20 4’ LU dan 98010’ – 900
Kecamatan Balige merupakan salah satu kecamatan sekaligus ibukota
yang terdapat di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Ditinjau
dari latak geografisnya berada pada : Lintang Utara : 02
35’BT.
0 15’- 020
Bujur Timur : 99
21’
0 57’- 990
Kecamatan Balige berada di atas sekitar 905 hingga 1.200 meter dari permukaan
laut. Luas wilayah Kecamatan Balige adalah 91.05 km
16’
2
Sebelah Utara : Danau Toba
atau 4,50% dari total luas
Kabupaten Toba Samosir , dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara
Sebelah Barat : Kecamatan Tampahan
Sebelah Timur : Kabupaten Laguboti
Jumlah penduduk pada kecamatan ini diperkirakan sebanyak 38.088 yang terbagi
pada 29 desa dengan 6 kelurahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penelitian ini dilakukan di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige,
Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Desa ini memiliki luas daerah sekitar
1,74 km² dan didiami oleh 893 jiwa. Penelitian ini dilakukan di desa ini karena
masyarakat di desa ini adalah masyarakat yang homogen yaitu, bersuku Batak
Toba. Desa Lumban Silintong merupakan desa yang memiliki kemurnian adat
istiadat dan kebudayaan, masyarakat masih memiliki kecintaan yang besar
terhadap kebudayaan masyarakat Batak Toba, termasuk dalam bidang kuliner.
Masyarakat di Desa Lumban Silintong memiliki beberapa kuliner khas dengan
nama yang sama dengan daerah masyarakat Batak Toba lainnya tetapi, dengan
pengolahan dan penyajian yang berbeda. Pada saat sekarang ini, banyak daerah
masyarakat Batak Toba yang lebih menawarkan kuliner lain yang bukan warisan
dari nenek moyang suku Batak Toba karena banyak daerah yang sudah menjadi
objek wisata baru di sekitaran kawasan wisata Toba Samosir dan sudah banyak
pengunjung dari dalam dan luar negeri yang datang ke desa ini untuk menikmati
panorama Danau Toba yang indah sehingga daerah-daerah tersebut tidak
mempertahankan kuliner khas dari daerahnya. Hal tersebutlah yang mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian leksikon kuliner pada Desa Lumban
Silintong. Peneliti ingin melihat bagaimana pemahaman masyarakat mengenai
kuliner-kuliner Batak Toba yang masih murni.
Pengumpulan data leksikon dan data pemahaman informan akan dilakukan
dalam waktu kurang lebih selama satu bulan. Hal tersebut menimbang
keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan peneliti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Toba Samosir
3.2 Data dan Sumber Data
Data penelitian ini bersumber dari primer, yaitu data lisan yang diperoleh
dari informan dan data sekunder. Data primernya adalah leksikon alat dan bahan
(nomina) dan leksikon kegiatan (verba) kuliner yang didapat dari informan guyub
tutur bahasa Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige,
Kabupaten Toba Samosir. Informan adalah para masyarakat di lingkungan Desa
Lumban Silintong. Informan merupakan sumber informasi penuh dalam penelitian
ini, oleh karena itu seorang informan harus memenuhi kriteria atau syarat agar
penelitian ini menghasilkan informasi yang akurat. Dalam hal ini peneliti
menggunakan pendapat Mahsun sebagai persyaratan informan, berikut
penjelasannya.
PETA KABUPATEN TOBA SAMOSIR
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mahsun (2005:134-135) mengatakan sebagai sumber informasi dan
sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah
pengamatannya masing-masing, disebut juga sebagai informasi. Pemilihan
seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
yaitu :
1. Berjenis kelamin pria atau wanita;
2. Berusia 25-65 tahun (tidak pikun);
3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu;
4. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan
harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
5. Pekerjaan ibu rumah tangga, pedagang makanan khas masyarakat
Batak Toba dan juru masak tradisional;
6. Pekerjaan penatua adat yang memiliki pengetahuan mengenai kearifan
lokal dalam kuliner masyarakat Batak Toba.
7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;
8. Dapat berbahasa Indonesia; dan
9. Sehat jasmani dan rohani
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan.
Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara terdiri atas :
1. Apa sajakah kuliner yang terdapat di Desa Lumban Silintong ?
2. Bagaimana proses pembuatan kuliner-kuliner tersebut?
3. Apa sajakah jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner-kuliner
tersebut?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa Batak Toba
dan dokumen buku-buku yang berhubungan dengan kuliner masyarakat Batak
Toba. Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada
jumlah tertentu, melainkan tergantung pada jumlah yang dirasakan telah
memadai.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,
2017:6). Pendekatan kualitatif yang dilakukan di dalam penelitian ini untuk
mengumpulkan data, menganalisis data, serta melihat fenomena yang terjadi
dalam leksikon kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.
Peneliti menggunakan metode kualitatif karena penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan pendekatan naturalisitik untuk mencari dan
menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar
belakang yang berkonteks khusus (Moleong, 2017:5). Moleong juga mengatakan
metode ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak;
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti
dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan, sedangkan
teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9).
Pengumpulan data dalam penelitian ini terkait dengan leksikon kuliner
masyarakat batak Toba di Desa Lumban Silintong . Data penelitian ini
dikumpulkan dengan metode simak, metode cakap, serta metode introspeksi
sebagai metode tambahan.
Metode simak merupakan menyimak penggunaan bahasa. Teknik lanjutan
metode ini berupa teknik simak libat cakap. Dalam teknik simak libat cakap,
penulis terlibat langsung dalam wawancara dengan informan, dalam hal ini
peneliti juga menggunakan teknik tambahan rekam dan catat. Metode cakap
melibatkan percakapan antara peneliti dan informan. Teknik lanjutan yang
digunakan adalah cakap semuka, dalam hal ini peneliti menggunakan teknik
dasar pancing dengan informan guna mencari semua informasi yang diperlukan
peneliti. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan sesuai dengan
persyaratan informan. Kemudian, data dikategorikan berdasarkan perangkat
jenisnya.
Selain metode di atas juga digunakan metode introspeksi. Metode introspeksi
adalah metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti
yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya (Mahsun,
2005:102).
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian, analisis data merupakan kegiatan setelah seluruh data
terkumpul. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh
berdasarkan observasi, wawancara, catatan lapangan, foto, dan sebagainya.
Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah-langkah selanjutnya, yaitu
mereduksi data dengan membuat abstraksi/ rangkuman untuk selanjutnya
dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan untuk menjawab permasalahan. Pada
tahap ini, peneliti menggunakan metode padan. Hal ini karena metode padan
adalah metode yang alat penentunya berasal dari luar bahasa (Sudaryanto,
2015:15). Metode padan yang digunakan dalam tahap pengkajian data adalah
metode padan referensial. Dalam metode ini digunakan teknik pilah unsur penentu
sebagai pembeda referen, yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon kuliner yang
ada di Desa Lumban Silintong berdasarkan jenisnya.
Bogdan dan Biklen (dalam Moleong 2017:248) mendefinisikan analisis data
kualitatif sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode dan teknik ini digunakan untuk menjawab ketiga permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini. Sebelumnya data-data yang didapatkan dari
wawancara, pengamatan, dan dokumen tertulis diidentifikasi, lalu diklasifikasi.
Dalam hal ini, pengklasifikasian dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok alat
dan bahan dan kelompok kegiatan, dalam tahap ini peneliti menggunakan konsep
nomina dan verba yang dipaparkan oleh Kridalaksana. Leksikon alat dan bahan
peneliti simpulkan termasuk pada kelas kata nomina dan leksikon kegiatan dalam
kelas kata verba. Nomina ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata
tidak, misalnya sapu adalah nomina karena tidak meja tidak gramatikal. Begitu
juga dengan bahasa Batak Toba, galas ’gelas’ merupakan nomina karena jika
dang galas ‘tidak gelas’ tidak gramatikal. Berikutnya adalah verba, kelas kata
verba ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak
mungkin dengan kata sangat, lebih, dan sebagainya, misalnya memasak adalah
verba karena tidak memasak itu gramatikal dan sangat memasak atau lebih
memasak tidak gramatikal. Begitu juga dengan verba bahasa Batak Toba, mangan
‘makan’ adalah verba karena dang mangan ‘tidak makan’ gramatikal dan mangan
hian ‘sangat makan’ tidak gramatikal. Tahap kedua dicari bentuk dan kategori
leksikal. Artinya, pada tahap ini peneliti akan mengklasifikasikan leksikon-
leksikon tersebut sesuai hasil tahapan pengklasifikasian di atas. Tahap ketiga
adalah mencari bentuk khusus leksikal turunan sebanyak mungkin sampai jenuh.
Tahap keempat bentuk-bentuk khusus dianalisis dengan tiga dimensi dialektikal
praksis sosial. Tahapan selanjutnya adalah menentukan jenis kearifan lokal yang
terkandung pada leksikon-leksikon kuliner tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data disajikan menggunakan dua metode, yaitu metode yang
bersifat informal dan metode yang bersifat formal. Metode jenis pertama
dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) dan metode kedua
dilakukan dengan simbol-simbol dan angka-angka (Sudaryanto, 2015:240).
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal
yaitu metode yang dilakukan dengan kata-kata biasa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, ditemukan dua puluh jenis
kuliner masyarakat Batak Toba yang diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan. Alat dan bahan
merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam proses pengolahan kuliner dan
kegiatan merupakan proses pengolahan bahan-bahan untuk membuat kuliner. Dari
dua kelompok tersebut ditemukan 422 leksikon. Kelompok alat dan bahan terdiri
atas 298 leksikon dan kelompok kegiatan terdiri atas 124 leksikon. Berikut ini
adalah dua puluh jenis kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.
Tabel 4.1 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba
No Kuliner Masyarakat Batak Toba Glos
1. Ayam gota Ayam yang dimasak dengan darah 2. Babi panggang Daging babi yang dipanggang 3. Dali ni horbo Susu kerbau 4. Dengke na niarsik Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 5. Dengke na niura Ikan mas yang dimasak tanpa api 6. Dolung-dolung Kue kukus bebalut daun bambu 7. Hare Bubur rempah batak 8. Hihindat ni andalu Makanan yang bisa terangkat sekaligus oleh
kayu penumbuk lesung 9. Itak gurgur Kue yang berbentuk kepalan tangan 10. Lampet pohul-pohul Kue kukus yang berbentuk kepalan tangan 11. Manuk napinadar Ayam yang dipanggang 12. Mi gomak Mi yang cara penyajiannya dengan dipegang
langsung menggunakan tangan 13. Natinombur Yang dibasahi atau diairi 14. Natinunde Ikan yang dimasak untuk mengawetkan ikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Na nidugu Sayuran yang dipiuh
16. Ombus-ombus Kue kukus panas 17. Saksang Daging babi yang dimasak dengan potongan
kecil (cincang) 18. Sambal tuktuk Sambal yang dibuat dengan ditumbuk tidak
terlalu halus
19. Tipa-tipa Makanan dari biji padi 20. Ura-ura Makanan yang dibuat tanpa dimasak dengan api
Berikut akan diuraikan penjelasan mengenai jenis kuliner masyarakat
Batak Toba beserta pengklasifikasian jenis kuliner ke dalam dua kelompok, yaitu
kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan.
4.1.1 Ayam Gota
Ayam gota merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang sangat
digemari oleh masyarakat. Masyarakat yang merantau ke daerah lain sangat sering
merasa rindu untuk pulang ke kampung halaman jika mengingat makanan ini.
Ayam gota berarti ayam yang dimasak dengan campuran bumbu dan gota ‘darah
ayam’.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ayam gota ditemukan 22 leksikon alat dan
bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
balanga, kompor, panutuan, parang, raut, sonduk goreng, manuk hampung, aek,
gota, sira, asom, sangge-sangge, halas, hunik, pege, andaliman, lasiak, lasiak
sirambu, gambiri, hatumbar, sigerger, dan lasuna. Kedua, leksikon kegiatan,
yaitu dibasu, ditanggoi, dipagorgor, dibola, diporo, dituktuk, disaok, dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipalamot. Pada tabel 4.2 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner
ayam gota berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada
proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan hunik dan pege
terdapat kegiatan disaok dan dipalamot.
Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Ayam Gota
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Ayam Gota Alat
balanga kuali kompor kompor panutuan gilingan parang parang raut pisau sonduk goreng sendok goreng Bahan manuk hampung ayam kampung dibasu
ditanggoi dicuci dipotongi aek air
gota darah ayam dipagorgor dipanaskan sira garam
asom jeruk nipis dibola diporo
dibelah diperas
sangge-sangge serai dituktuk dipipihkan halas lengkuas hunik kunyit disaok
dipalamot disangrai dihaluskan pege jahe
andaliman andaliman dipalamot dihaluskan lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit gambiri kemiri hatumbar ketumbar sigerger bawang merah lasuna bawang putih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.2 Babi Panggang
Babi panggang merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
yang berbahan dasar daging babi dan diproses dengan cara dipanggang. Babi
panggang merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang khusus
dikonsumsi untuk masyarakat yang bukan muslim karena mengandung bahan
yang dinilai tidak halal. Babi panggang adalah kuliner yang sangat digemari oleh
masyarakat Batak Toba.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner babi panggang ditemukan dua puluh
leksikon alat dan bahan serta sembilan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat
dan bahan, yaitu agong, balanga, loting, pangahit, panutuan, parang, sonduk
goreng, aek, jagal pinahan, gota, sira, asom, sigerger, gambiri, pege, hunik, rias,
lasiak, lasiak sirambu, dan andaliman. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu,
dipanggang, ditanggoi, dipagorgor, dibola, diporo, disaok, dipalamot, dan
dirobus. Pada tabel 4.3 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner babi
panggang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada
proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan asom terdapat
kegiatan dobola dan diporo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.3 Leksikon Jenis Kuliner Babi Panggang
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Babi panggang Alat
agong arang balanga kuali loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
dipanggang ditanggoi
dicuci dipanggang dipotongi
jagal pinahan daging babi
gota darah babi dipagorgor dipanaskan sira garam asom jeruk nipis dibola
diporo dibelah diperas
sigerger bawang merah disaok dipalamot
disangrai dihaluskan gambiri kemiri
pege jahe hunik kunyit rias kecombrang dirobus
dipalamot direbus dihaluskan
lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman
4.1.3 Dali Ni Horbo
Dali ni horbo adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
yang berupa susu, tepatnya susu kerbau. Dali ni horbo berbeda dengan susu
lainnya, jika susu biasanya bertekstur cair maka dali ni horbo tidak, makanan ini
adalah susu yang sudah mengental atau membeku. Dali ni horbo sering disebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai keju batak, itu karena rasa dari dali ni horbo mirip dengan keju. Dali ni
horbo diolah secara tradisional tanpa adanya campuran dari bahan-bahan
pengawet.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dali ni horbo ditemukan delapan leksikon
alat dan bahan serta lima leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu loting, pangsi na balga, pangsi na gelleng, saringan, soban, tataring, dali ni
horbo, dan bulung ni botik. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dilompa, dipakantal,
diduda, diporo, dan disaring. Pada tabel 4.4 terlihat pengelompokan leksikon
pada jenis kuliner dali ni horbo berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap
alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan
dali ni horbo terdapat kegiatan dilompa dan dipakantal.
Tabel 4.4 Leksikon Jenis Kuliner Dali Ni Horbo
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Dali ni horbo Alat loting manis pangsi na balga panci besar pangsi na gelleng panci kecil saringan saringan soban kayu bakar tataring perapian Bahan dali ni horbo susu kerbau dilompa
dipakantal dimasak dikentalkan
bulung ni botik daun pepaya diduda diporo disaring
ditumbuk diperas disaring
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.4 Dengke Na Niarsik
Dengke na niarsik merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak
Toba. Penamaan dengke na niarsik didasarkan pada proses kuliner ini dimasak.
Na niarsik berarti di-marsik-kan atau dikeringkan. Dengan kata lain, dengke na
niarsik adalah ikan yang dimasak dengan terus menerus sampai kuahnya kering
dan seluruh bumbunya menyerap ke dalam ikan tersebut. Ikan yang digunakan
pada makanan ini adalah ikan mas dan masakan ini dipenuhi dengan bumbu-
bumbu masyarakat Batak Toba sehingga menghasilkan rasa yang sangat
menggetarkan lidah. Jika proses memasak benar, maka na niarsik dapat bertahan
dua hari tanpa basi.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dengke na niarsik ditemukan 26 leksikon
alat dan bahan serta sembilan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu balanga, dalihan, loting, panutuan, raut, sambong, soban, sonduk goreng,
unte jungga, dengke mas, aek, gambiri, hunik, andaliman, sigerger, lasuna,
lasiak, lasiak sirambu, pege, sira, dalidali, baoang batak, rias, sangge-sangge,
asom potong, dan halas. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibola, diporo, dibasu,
diasomi, disaok, dipalamot, ditampuli, dituktuk, dan dipamarsik. Pada tabel 4.5
terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dengke na niarsik berdasarkan
kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner
ini. Misalnya, pada leksikon bahan dalidali, baoang batak, dan rias terdapat
kegiatan ditampuli.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.5 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niarsik
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Dengke na niarsik Alat dipamarsik dikeringkan balanga kuali dalihan tungku loting mancis panutuan gilingan raut pisau sambong baskom soban kayu bakar sonduk goreng sendok goreng Bahan unte jungga asam jungga dibola
diporo dibelah diperas
dengke mas ikan mas dibasu diasomi
dicuci diasami aek air
hunik kunyit disaok dipalamot
disangrai dihaluskan gamiri kemiri
andaliman andaliman dipalamot dihaluskan sigerger bawang merah lasuna bawang putih lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit pege jahe sira garam dalidali kacang panjang ditampuli dipetiki baoang batak lokio rias kecombrang sangge-sangge serai dituktuk dipipihkan asom potong asam gelugur halas lengkuas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.5 Dengke Na Niura
Dengke na niura adalah makanan tradisional khas dari masyarakat Batak
Toba. Banyak orang yang menyebutnya sashimi Batak Toba karena makanan ini
memang hampir sama dengan makanan khas Jepang tersebut, yakni tidak dimasak
dengan api. Na niura berarti yang diasami. Dengan kata lain, na niura dimasak
dengan asam atau asamlah yang membuat ikan tersebut menjadi matang.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dengke na niura ditemukan empat belas
leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan
bahan, yaitu panutuan, raut, aek, dengke mas, sira, unte jungga, sigerger, kassang
tano, rias, gambiri, lasiak, lasiak sirambu, andaliman, dan hunik. Kedua, leksikon
kegiatan, yaitu dibasu, disisik, dibola, diporo, disaok, dan dipalamot. Pada tabel
4.6 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dengke na niura
berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses
pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan unte jungga terdapat
kegiatan dibola dan diporo.
Tabel 4.6 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niura
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Dengke na niura Alat panutuan gilingan raut pisau Bahan aek air dibasu
disisik dibola
dicuci disisiki dibelah
dengke mas ikan mas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sira garam unte jungga asam jungga dibola
diporo dibelah diperas
sigerger bawang merah disaok dipalamot
disangrai dihaluskan kassang tano kacang tanah
rias kecombrang gambiri kemiri lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman hunik kunyit
4.1.6 Dolung-Dolung
Dolung-dolung merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang
berupa kue kukus. Dolung-dolung memiliki kemiripan dengan kue kukus Batak
lainnya seperti lampet ombus-ombus dan pohul-pohul, perbedaannya hanyalah
pada ukuran dan bentuknya saja. Dolung-dolung berbentuk bulatan yang kecil
sehingga kita dapat menyantapnya hanya dengan sekali gigitan saja.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dolung-dolung ditemukan lima belas
leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan
bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban,
bulung ni buluh, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula putih, dan sira.
Kedua, leksikon kegiatan, yaitu digusting, diaor, dihurhur, diiris, dibungkus, dan
dikukus. Pada tabel 4.7 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner
dolung-dolung berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada
proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan aek dan topung
boras terdapat kegiatan diaor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.7 Leksikon Jenis Kuliner Dolung-Dolung
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Dolung-dolung Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan bulung ni buluh daun bambu digusting digunting aek air diaor diaduk topung boras tepung beras kalapa kelapa dihurhur diparut gula merah gula merah diiris
diaor diiris diaduk
gula putih gula putih diaor dibungkus dikukus
diaduk dibungkus dikukus
sira garam
4.1.7 Hare
Hare merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba. Hare
adalah makanan berjenis bubur. Hare dibuat dari campuran tepung dan rempah-
rempah masyarakat Batak Toba sehingga kuliner ini sering disebut sebagai bubur
batak.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner hare ditemukan tiga belas leksikon alat dan
bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
balanga, kompor, panutuan, sonduk, topung boras, aek, santan, sira, hunik,
pinasa, hasior, baion, dan bulung ni pisang. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu
dipagorgor, digiang, dipakantal, dipalamot, diponggoli, dan digusting. Pada tabel
4.8 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner hare berdasarkan kegiatan
yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini.
Misalnya, pada leksikon bahan baion terdapat kegiatan diponggoli.
Tabel 4.8 Leksikon Jenis Kuliner Hare
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Hare Alat balanga kuali kompor kompor panutuan gilingan sonduk sonduk Bahan topung boras tepung beras dipagorgor
digiang dipakantal
dipanaskan diaduk dikentalkan
aek air santan santan sira garam hunik kunyit dipalamot
digiang dihaluskan diaduk pinasa nangka
hasior kencur baion pandan diponggoli dipatahi bulung ni pisang daun pisang digusting digunting
4.1.8 Hihindat Ni Andalu
Hihindat ni andalu adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak
Toba. Penamaan makanan ini didasarkan pada penyajian makanan tersebut.
Hihindat berarti diangkat dan andalu berarti kayu penumbuk lesung, maka dari itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hihindat ni andalu berarti diangkat dengan kayu penumbuk lesung. Makanan ini
dikatakan sudah siap saji ketika olahan sudah tercampur dengan benar dan
ditandai dengan sudah terangkatnya semua olahan sekaligus oleh kayu penumbuk
lesung, jika olahan belum terangkat sekaligus berarti olahan tersebut belum siap
untuk disajikan. Makanan ini sangat khas dan belum tentu ada di daerah lain.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner hihindat ni andalu ditemukan tujuh leksikon
alat dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu andalu, losung, boras, hasior, hunik, pisang toba, dan gula putih. Kedua,
leksikon kegiatan, yaitu dirondam, dipakoring, diduda, dan dihindat. Pada tabel
4.9 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner hihindat ni andalu
berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses
pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan boras terdapat kegiatan
dirondam, dipakoring, dan diduda.
Tabel 4.9 Leksikon Jenis Kuliner Hihindat Ni Andalu
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Hihindat ni andalu
Alat andalu kayu penumbuk lesung losung lesung Bahan boras beras dirondam
dipakoring diduda
direndam dikeringkan ditumbuk
hasior kencur diduda dihindat
ditumbuk diangkat sekaligus hunik kunyit
pisang toba pisang toba gula putih gula pasir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.9 Itak Gurgur
Itak gurgur merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
berupa kue yang berbentuk kepalan tangan. Proses pembuatan itak gurgur hampir
sama dengan lampet pohul-pohul, perbedaannya terletak pada proses memasak.
Pada proses memasak lampet pohul-pohul diproses dengan cara dikukus
sedangkan itak gurgur tidak dikukus, artinya disajikan mentah.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner itak gurgur ditemukan sepuluh leksikon alat
dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
hurhuran, raut, sambong, sangkalan, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula
putih, dan sira. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu diaor, dihurhur, diiris, dan
dipahol. Pada tabel 4.10 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner itak
gurgur berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses
pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa terdapat kegiatan
dihurhur dan diaor.
Tabel 4.10 Leksikon Jenis Kuliner Itak Gurgur
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Itak gurgur Alat hurhuran parutan kelapa raut pisau sambong baskom sangkalan talenan Bahan aek air diaor diaduk topung boras tepung beras
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kalapa kelapa dihurhur diaor
diparut diaduk
gula merah gula merah diiris diaor
diiris diaduk
gula putih gula putih diaor dipohul
diaduk dikepal sira garam
4.1.10 Lampet Pohul-Pohul
Lampet pohul-pohul merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak
Toba berupa kue yang berbentuk kepalan tangan. Sama dengan makanan khas
Batak Toba lainnya, penamaan lampet pohul-pohul didasarkan pada proses
pembuatan makanan tersebut, yakni dipohul yang berarti dikepal. Lampet pohul-
pohul ini pun begitu unik dan kuliner ini hanya ada pada masyarakat Batak Toba.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner lampet pohul-pohul ditemukan empat belas
leksikon alat dan bahan serta lima leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan
bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban,
aek, kalapa, gula merah, gula putih, topung boras, dan sira . Kedua, leksikon
kegiatan, yaitu dihurhur, diiris, diaor, dipohul, dan dikukus. Pada tabel 4.11
terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner itak gurgur berdasarkan
kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner
ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa terdapat kegiatan dihurhur dan diaor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.11 Leksikon Jenis Kuliner Lampet Pohul-Pohul
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Lampet pohul-pohul Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan aek air kalapa kelapa dihurhur
diaor diparut diaduk
gula merah gula merah diiris diaor
diiris diaduk
gula putih gula putih diaor dipohul dikukus
diaduk dikepal dikukus
topung boras tepung beras sira garam
4.1.11 Manuk Napinadar
Manuk napinadar merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba.
Penamaan makanan ini didasarkan pada proses memasak, yaitu dipadar
‘dipanggang’ dan manuk ‘ayam’, maka dari itu manuk napinadar artinya ayam
yang dipanggang. Proses pemanggangan dari manuk napinadar juga memiliki
cara yang unik yaitu dipanggang utuh atau tidak dipotong. Setelah ayam selesai
dipanggang barulah ayam dipotong menjadi beberapa bagian besar dan dilumuri
dengan saus khusus yang terbuat dari darah ayam tersebut. Darah ayam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipanaskan dan dicampur dengan bumbu-bumbu lainnya sehingga menghasilkan
rasanya tersendiri.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner manuk napinadar ditemukan 21 leksikon
alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu agong, kompor, loting, pangahit, panutuan, parang, saonduk goreng, aek,
manuk alto narara, gota, sira, asom, sigerger, gambiri, pege, hunik, lasiak, lasiak
sirambu, andaliman, dan rias. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dipadar,
dipotongi, dipagorgor, dibola, diporo, disaok, dan dipalamot. Pada tabel 4.12
terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner manuk napinadar berdasarkan
kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner
ini. Misalnya, pada leksikon bahan gota terdapat kegiatan dipagorgor.
Tabel 4.12 Leksikon Jenis Kuliner Manuk Napinadar
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Manuk napinadar
Alat agong arang balanga kuali kompor kompor loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
dipadar ditanggoi
dicuci dipanggang dipotongi
manuk alto narara ayam merah alto
gota darah ayam dipagorgor dipanaskan sira garam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
asom asam dibola diporo
dibelah diperas
sigerger bawang merah disaok dipalamot
disangrai dihaluskan gambiri kemiri
pege jahe hunik kunyit lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman rias kecombrang
4.1.12 Mi Gomak
Mi gomak merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
yang sangat digemari oleh masyarakat ini. Mi gomak berarti mi yang cara
menyajikannya dengan mengaduk mi dan semua bumbu tersebut dengan
menggunakan tangan langsung dan tanpa sendok atau alat lainnya ‘gomak’. Mi
gomak juga sering disebut spaghetti Batak karena bentuk minya yang mirip
dengan makanan khas dari negara Italia tersebut.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner mi gomak ditemukan 25 leksikon alat dan
bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
balanga, hurhuran, kompor, panutuan, raut, sangkalan, saringan, saonduk
goreng, mi lidi, aek, sira, jipang, sawi putih, haronda, sigerger, lasuna, pege,
hunik, gambiri, lasiak, lasiak sirambu, andaliman, halas, sangge-sangge, dan
santan. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dirobus, diiris, dipalamot, dan dituktuk.
Pada tabel 4.13 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner mi gomak
berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan mi lidi dan aek terdapat
kegiatan dirobus.
Tabel 4.13 Leksikon Jenis Kuliner Mi Gomak
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Mi Gomak Alat balanga kuali hurhuran parutan kelapa kompor kompor panutuan gilingan raut pisau sangkalan talenan saringan saringan sonduk goreng sendok goreng Bahan mi lidi mi lidi dirobus direbus aek air sira garam jipang labu siam diiris diiris sawi putih sawi putih haronda bawang prei sigerger bawang merah dipalamot dihaluskan lasuna bawang putih pege jahe hunik kunyit gambiri kemiri lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman halas lengkuas dituktuk dipipihkan sangge-sangge serai santan santan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.13 Natinombur
Natinombur merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba.
Penamaan kuliner ini didasarkan pada proses pembuatan kuliner, yaitu ditombur.
Kata dasar natinombur adalah tombur yang berarti basah atau berair. Bentuk kata
kerja dari tombur adalah manombur yang artinya membasahi atau mengairi. Dari
keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa natinombur berarti makanan yang
dibasahi atau dikuahi. Bahan utama dari makanan ini adalah ikan mujair yang
dibakar ditambah kuah yang terbuat dari campuran rempah Batak Toba.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner natinombur ditemukan tujuh belas leksikon
alat dan bahan serta tujuh leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu agong, balanga, loting, pangahit, panutuan, sonduk goreng, aek, dengke
mujair, asom, sigerger, lasuna, gambiri, pege, lasiak sirambu, andaliman, sira,
dan aek las. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, ditutung, dibola, diporo,
dipalamot, dan digiang. Pada tabel 4.14 terlihat pengelompokan leksikon pada
jenis kuliner natinombur berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan
bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan dengke
mujair terdapat kegiatan dibasu dan ditutung.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.14 Leksikon Jenis Kuliner Natinombur
4.1.14 Natinunde
Natinunde merupakan masakan khas masyarakat Batak Toba berupa ikan
yang diawetkan. Natinunde sebenarmya belum menjadi makanan yang utuh
karena prosesnya hanya sampai kepada proses pengukusan. Masyarakat Batak
Toba sangat sering membuat makan ini sebelum keesokan harinya ikan diproses
kembali, ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar ikan tidak busuk.
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Natinombur Alat agong arang balanga kuali loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
ditutung dicuci dibakar dengke mujair ikan mujair
asom jeruk nipis dibola diporo
dibelah diperas
sigerger bawang merah disaok dipalamot
disangrai dihaluskan lasuna bawang putih
gambiri kemiri pege jahe dipalamot
digiang dihaluskan diaduk lasiak sirambu cabai rawit
andaliman andaliman sira garam aek las air panas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner natinunde ditemukan enam leksikon alat
dan bahan serta tiga leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
balanga, kompor, asom, dengke, sira, dan aek. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu
dibola, diporo, dan dipamarsik. Pada tabel 4.15 terlihat pengelompokan leksikon
pada jenis kuliner natinunde berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat
dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan
asom terdapat kegiatan dibola dan diporo.
Tabel 4.15 Leksikon Jenis Kuliner Natinunde
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Natinunde balanga kuali kompor kompor asom jeruk nipis dibola
diporo dibelah diperas
dengke ikan dipamarsik dikeringkan sira garam aek air
4.1.15 Na nidugu
Na nidugu adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
berjenis sayuran yang diperuntukkan bagi seorang ibu yang baru melahirkan atau
sedang menyusi. Na nidugu berarti yang dipiuh. Artinya, daun jintan yang
menjadi bahan utamanya diproses dengan dipiuh-piuh. Kuliner ini biasanya
disajikan untuk seorang wanita yang baru melahirkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner na nidugu ditemukan empat belas leksikon
alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan,
yaitu balanga, kompor, panutuan, raut, sangkalan, sonduk goreng, aek, bangun-
bangun, asom sunde, manuk hampung, sigerger, santan, andaliman, dan sira.
Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dipulos, diasomi, dipagorgor, dijaljali,
diiris, digoreng, dan dipalamot. Pada tabel 4.16 terlihat pengelompokan leksikon
pada jenis kuliner na nidugu berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat
dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan
manuk hampung terdapat kegiatan dijaljali.
Tabel 4.16 Leksikon Jenis Kuliner Na Nidugu
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Na nidugu Alat balanga kuali kompor kompor panutuan gilingan raut pisau sangkalan talenan sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
dipulos diasomi
dicuci dipiuh diasami
bangun-bangun daun jintan
asom sunde asam sunde dibola diporo
dibelah diperas
manuk hampung ayam kampunng dijaljali dicincang sigerger bawang merah diiris
digoreng diiris digoreng
santan santan dipagorgor dipanaskan andaliman andaliman dipalamot dihaluskan sira garam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.16 Ombus-Ombus
Ombus-ombus merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak
Toba berupa kue kukus yang berbentuk segitiga dan dibalut dengan daun pisang.
Makanan ini disebut lampet ombus-ombus karena makanan ini disajikan dengan
kondisi yang panas sehingga sebelum memakannya terlebih dahulu kita harus
meniup ‘mangombus’ kue ini. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang kue
kukus ini disebut ombus-ombus. Ombus-ombus juga sangat populer di kalangan
masyarakat Batak Toba mengingat daerah tempat masyarakat ini bermukim
bersuhu dingin dan secara otomatis membutuhkan makanan yang hangat-hangat
setiap hari.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ombus-ombus ditemukan lima belas
leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan
bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban,
bulung ni pisang, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula putih, dan sira.
Kedua, leksikon kegiatan, yaitu digusting, diaor, dihurhur, diiris, dibungkus, dan
dikukus. Pada tabel 4.17 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner
ombus-ombus berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada
proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan gula merah terdapat
kegiatan diiris dan diaor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.17 Leksikon Jenis Kuliner Ombus-Ombus
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Ombus-ombus Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan bulung ni pisang daun pisang digusting digunting aek air diaor diaduk topung boras tepung beras kalapa kelapa dihurhur
diaor diparut diaduk
gula merah gula merah diiris diaor
diiris diaduk
gula putih gula putih diaor dibungkus dikukus
diaduk dibungkus dikukus
sira garam
4.1.17 Saksang
Saksang merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang terbuat
dari daging babi atau anjing yang dicincang dengan potongan kecil dan dibumbui
dengan rempah-rempah serta dicampur dengan darah hasil sembelihan hewan
tersebut. Karena dicampur dengan darah, saksang sering disebut juga dengan
sebutan na margota artinya yang dicampur dengan darah. Hampir seluruh
masyarakat yang bersuku Batak Toba menggemari makanan ini, mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengatakan makanan ini sangat enak karena mengandung rempah-rempah yang
sangat khas dan hanya terasa enak jika dibuat oleh masyarakat itu sendiri.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner saksang ditemukan 21 leksikon alat dan
bahan serta sebelas leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
balanga, hurhuran, kompor, panutuan, parang, sonduk goreng, aek, jagal
pinahan, gota, asom, lasiak sirambu, andaliman, sigerger, lasuna, pege, halas,
sangge-sangge, kalapa, sira, aek, dan bulung ni asom. Kedua, leksikon kegiatan,
yaitu dibasu, dirobus, dijaljali, dipagorgor, digiang, dibola, diporo, dipalamot,
dihurhur, disaok, dan diduda. Pada tabel 4.18 terlihat pengelompokan leksikon
pada jenis kuliner saksang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan
bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa
terdapat kegiatan dihurhur, disaok, dan diduda.
Tabel 4.18 Leksikon Jenis Kuliner Saksang
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Saksang Alat balanga kuali hurhuran parutan kelapa kompor kompor panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
dirobus dijaljali
dicuci direbus dicincang
jagal pinahan daging babi
gota darah dipagorgor dipanaskan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
digiang diaduk asom jeruk nipis dibola
diporo dibelah diperas
lasiak sirambu cabai rawit dipalamot dihaluskan andaliman andaliman sigerger bawang merah lasuna bawang putih pege jahe halas lengkuas sangge-sangge serai kalapa kelapa dihurhur
disaok diduda
diparut disangrai ditumbuk
sira garam aek air bulung ni asom daun jeruk
4.1.18 Sambal Tuktuk
Sambal tuktuk adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba
yang berasal dari Tapanuli. Makanan ini berupa sambal yang terbuat dari
gabungan bahan-bahan rempah masyarakat Batak Toba dengan ikan teri sehingga
menghasilkan rasa spesial yang sangat enak. Penamaan makanan ini didasarkan
pada proses pembuatan yaitu dituktuk atau diketuk atau dipipihkan sehingga
sambal yang dihasilkan tidak terlalu halus.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner sambal tuktuk ditemukan lima belas
leksikon alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan
bahan, yaitu balanga, kompor, raut, sonduk goreng, aek, ikan teri, lasiak, lasiak
sirambu, rias, gambiri, pege, baoang batak, andaliman, asom, dan sira. Kedua,
leksikon kegiatan, yaitu dibasu, digoreng, dirobus, dituktuk, disaok, dipalamot,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibola, dan diporo. Pada tabel 4.19 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis
kuliner saksang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan
pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan andaliman
terdapat kegiatan dipalamot.
Tabel 4.19 Leksikon Jenis Kuliner Sambal Tuktuk
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Sambal tuktuk Alat kompor kompor balanga kuali raut pisau sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu
digoreng dicuci digoreng ikan teri ikan teri
lasiak cabai merah dirobus dituktuk
direbus dipipihkan lasiak sirambu cabai rawit
rias kecombrang gambiri kemiri disaok
dituktuk disangrai dipipihkan pege jahe
baoang batak lokio andaliman andaliman dipalamot dihaluskan asom jeruk nipis dibola
diporo dibelah diperas
sira garam
4.1.19 Tipa-Tipa
Tipa-tipa merupakan masakan khas masyarakat Batak Toba berupa
camilan atau makanan ringan. Tipa-tipa terbuat dari biji padi yang masih muda.
Tipa-tipa memiliki memiliki rasa unik tersendiri yang membuat masyarakat Batak
Toba maupun masyarakat luar sangat ingin menikmatinya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner tipa-tipa ditemukan tujuh leksikon alat dan
bahan serta tiga leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu andalu,
anduri, balanga, kompor, losung, sonduk goreng, dan eme. Kedua, leksikon
kegiatan, yaitu disaok, diduda, dan dipiar. Pada tabel 4.20 terlihat pengelompokan
leksikon pada jenis kuliner tipa-tipa berdasarkan kegiatan yang dilakukan
terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada
leksikon bahan eme terdapat kegiatan disaok, diduda, dan dipiar.
Tabel 4.20 Leksikon Jenis Kuliner Tipa-Tipa
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Tipa-tipa Alat andalu kayu penumbuk
lesung anduri tampi balanga kuali kompor kompor losung lesung sonduk goreng sendok goreng Bahan eme Padi disaok
diduda dipiar
disangrai ditumbuk ditampi
4.1.20 Ura-Ura
Ura-ura merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba berupa
camilan para orang tua di saat ada waktu senggang. Ura-ura berarti masak karena
bumbu, artinya makanan tersebut tidak dimasak dengan menggunakan api, namun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bumbu-bumbu seperti garam dan asamlah yang membuatnya masak (sama seperti
ikan mas na niura yang dimasak tanpa menggunakan api). Ura-ura ini merupakan
campuran dari buah-buah mentah yang diberi asam dan garam lalu dihaluskan
(tidak sampai lumat). Ura-ura memiliki rasa yang khas yaitu rasa campuran
antara rasa kelat, asam, dan pedas yang bercampur manjadi satu di dalam lidah.
Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan
bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ura-ura ditemukan delapan leksikon alat
dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu
andalu, losung, raut, antajau, sera-sera, lasiak sirambu, sira, dan asom. Kedua,
leksikon kegiatan, yaitu diseat, diduda, dibola, dan diporo. Pada tabel 4.21
terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner ura-ura berdasarkan kegiatan
yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini.
Misalnya, pada leksikon bahan antajau dan sera-sera terdapat kegiatan diseat dan
diduda.
Tabel 4.21 Leksikon Jenis Kuliner Ura-Ura
Jenis Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos
Ura-ura Alat andalu kayu penumbuk lesung
losung lesung raut pisau Bahan antajau jambu biji diseat
diduda disayat ditumbuk sera-sara nangka muda
lasiak sirambu cabai rawit diduda ditumbuk sira garam asom jeruk nipis dibola
diporo dibelah diperas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba
Mayarakat Batak Toba memiliki dua puluh jenis kuliner. Dalam kuliner
tersebut terdapat leksikon-leksikon yang dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu kelompok leksikon alat dan bahan, serta kelompok leksikon kegiatan. Jumlah
leksikon dari kedua pengelompokan tersebut adalah sebanyak 421 leksikon. Pada
bagian ini akan dipaparkan bagaimana pemahaman masyarakat di Desa Lumban
Silintong, Kecamatan Balige terhadap dua puluh jenis kuliner masyarakat Batak
Toba. Pemahaman masyarakat pada bagian ini adalah pemahaman masyarakat
terhadap jenis kuliner berdasarkan tiga dimensi pada teori dialektikal praksis sosial
melalui pendekatan ekolingusik, yaitu berdasarkan dimensi ideologis, dimensi
sosiologis, dan dimensi biologis.
4.2.1 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ayam Gota
Ayam gota merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba yang berbahan
utama daging ayam serta darah yang merupakan hasil dari sembelihan ayam
tersebut. Karakter biologis yang dihasilkan oleh ayam gota melalui dimensi
biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa pedas pada lidah
sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari campuran cabai rawit dan
andaliman yang memang disediakan dengan porsi yang banyak. Selain rasanya
yang pedas, kuliner ini memiliki aroma wangi yang sangat khas yang berasal dari
serai, lengkuas, dan ketumbar. Untuk dekorasi dalam penyajian, ayam gota yang
telah matang di tata seperti ketika masih hidup yaitu kepala di utara, sayap dan
paha di barat dan di timur, ekor (buntut) di selatan, dan dada di tengah. Dilihat
dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
suku Batak Toba pada zaman ini masih erat, masyarakat masih sangat mengenal
bahkan sering menyajikan ini di rumah masyarakat tersebut pada hari-hari besar
sebagai ungkapan rasa suka cita dan syukur, seperti pada perayaan ulang tahun
atau tahun baru. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba juga
memiliki kepercayaan yang cukup unik pada kuliner ini, yaitu jika masakan ayam
gota ini akan dihidangkan untuk orang yang kita cintai maka sang juru masak
dilarang mencicipi masakannya sendiri. Sang juru masak harus memberikan
masakan ini terlebih dahulu kepada orang yang ia kehendaki untuk memakannya.
Untuk membuatnya dengan rasa yang sempurna dibutuhkan perasaan yang kuat
dari sang juru masak. Masyarakat percaya, jika sang juru masak mampu memasak
dengan menghasilkan rasa yang enak, maka orang tersebut akan berhasil melalui
masa-masa sulit yang sedang atau akan ia hadapi nanti.
4.2.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Babi Panggang
Babi panggang adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba
yang berbahan utama daging babi. Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner
babi panggang melalui dimensi biologis adalah rasa yang sangat pedas hingga
membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut
berasal dari andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari
kuliner ini dan rasa tersebut dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa.
Dilihat dari dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan
masyarakat Batak Toba karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah
maupun di rumah makan masyarakat Batak Toba. Masyarakat biasanya
menyajikan kuliner ini ketika ada acara kecil-kecilan dalam keluarga, misalnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jika ada yang berulang tahun, mendapatkan peringkat, atau keberuntungan
lainnya. Makanan ini menjadi menu yang menggambarkan kesenangan dan
ucapan terima kasih atas apa yang telah dicapai. Selain itu, masyarakat juga
menyajikan babi panggang untuk menciptakan kebersamaan antar keluarga dan
kerabat. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya bahwa
jika kita menyajikan kuliner ini untuk orang yang baru mencapai sesuatu yang
baik maka orang tersebut akan sangat bahagia dan akan lebih bersemangat lagi
untuk mencapai hal-hal yang lebih besar.
4.2.3 Pemahaman Mayarakat terhadap Kuliner Dali Ni Horbo
Dali ni horbo adalah susu yang berasal dari hasil perahan susu kerbau
yang diolah tanpa bahan kimia. Dilihat dari dimensi biologis, dali ni horbo
memiliki kandungan gizi yang berupa lemak, karbohidrat, dan protein yang sangat
tinggi. Tekstur dari kuliner ini sangat lembut seperti tahu, hal tersebut didapatkan
melalui proses pengentalan susu. Dali ni horbo memiliki rasa dan aroma yang
khas seperti aroma susu segar dicampur dengan aroma keju. Rasa dari kuliner ini
adalah rasa yang cenderung sedikit asin. Berdasarkan dimensi sosiologis, awalnya
mengolah susu kerbau menjadi dali ni horbo merupakan suatu tradisi yang sudah
dimulai oleh leluhur masyarakat Batak Toba sejak adanya perkumpulan orang
batak. Makanan khas ini menjadi menu utama yang harus selalu ada disetiap
rumah masyarakat Batak Toba. Maka, hingga saat ini makanan ini tetap ada dan
masih memiliki relasi yang dekat dengan masyarakat walau bukan lagi menjadi
menu utama disetiap rumah masyarakat Batak Toba karena banyak masyarakat
yang sudah tidak memelihara kerbau lagi. Saat ini, dali ni horbo biasanya hanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat ditemukan di pasar tradisional atau di rumah makan di daerah Sumatera
Utara, khususnya daerah yang berada disekitaran Danau Toba. Dilihat dari
dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya bahwa ketika dali ni horbo ini
dimakan, maka kuliner ini dapat memberikan khasiat tambahan pada tubuh kita
sehingga tumbuh menjadi lebih berenergi dan bersemangat.
4.2.4 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dengke Na Niarsik
Kuliner dengke na niarsik, dilihat dari dimensi biologis memiliki karakter
rasa khas yaitu rasa pedas dan gurih yang dihasilkan dari campuran rempah-
rempah masyarakat Batak Toba yang dapat dirasakan melalui lidah sebagai alat
indra pengecap manusia. Warna yang dihasilkan dari campuran bahan-bahan pada
kuliner ini yaitu warna kuning terang yang dihasilkan dari hunik ‘kunyit’. Kuliner
dengke na niarsik memiliki relasi yang sangat dekat dengan masyarakat Batak
Toba. Kedekatannya dilihat melalui dimensi sosiologis karena sampai saat ini,
masyarakat Batak Toba masih mengenal kuliner ini. Selain menjadi sajian sehari-
hari yang dapat ditemukan di rumah, restoran atau rumah makan, na niarsik juga
menjadi bagian penting dalam budaya Batak Toba. Boleh dikatakan dengke na
niarsik merupakan salah satu simbol penting yang harus ada dalam berbagai
rangkaian kegiatan adat, mulai dari proses kelahiran, pernikahan hingga kematian.
Ikan mas merupakan dengke sitio-tio dan dengke simudur-udur. Berdasarkan
dimensi ideologis, dengke sitio-tio menggambarkan kehidupan yang masih murni
dan bersih. Ikan mas hidup di air tawar yang bening dan belum tercemar. Oleh
karena itu diharapkan orang yang memakan dengke ini hidupnya selalu bersih.
Dengke simudur-udur melambangkan hidup yang selalu harmoni dalam beberapa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keturunan. Ikan mas hidupnya selalu bergerombol dan terlihat berenang ‘beramai-
ramai secara teratur’ marudur-udur. Kebiasaan hidup ikan mas inilah yang
diharapkan akan menjadi kebiasaan bagi keluarga yang diberkati dengan dengke
na niarsik. Hidupnya bersih, harmonis, rukun, dan damai dalam keluarga dan
masyarakat.
4.2.5 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dengke Na Niura
Dengke na niura merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba yang
berbahan utama ikan mas. Cara menyajikan kuliner ini berbeda dengan kuliner
lainnya, kuliner ini disajikan tidak melalui proses memasak dengan api.
Berdasarkan dimensi biologis, karakter biologis yang dimiliki kuliner dengke na
niura, yaitu tampilan menarik yang berasal dari warna kontras pada kuliner ini
yakni warna kuning yang dihasilkan dari hunik ‘kunyit’. Pada dasarnya kuliner
ini memiliki rasa yang sangat pedas getir di lidah yang berasal dari perpaduan
dari andaliman dan bumbu khas Batak Toba lainnya, karakter yang sangat
membedakan kuliner ini dengan kuliner masyarakat Batak Toba lainnya adalah
tekstur dari ikan mas, teksturnya seolah-olah ikan mas tersebut belum masak atau
mentah padahal ikan mas tersebut telah masak melalui proses pengasaman.
Keeratan relasi kuliner ini dengan masyarakat pada saat ini masih sangat erat,
dilihat dari dimensi sosiologis. Pada zaman dahulu, wanita batak dikatakan
dewasa dan cocok untuk dipersunting pria batak adalah ketika dia mampu
memasak naniura, makanan khas yang sering dijadikan kudapan dihari-hari
istimewa dan untuk menyambut kedatangan tamu. Dahulu sekali, makanan ini
dikhususkan untuk raja saja. Oleh karena itu, tidak semua orang boleh memasak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
na niura, hanya tukang masak kerajaan saja yang boleh memasaknya. Namun
karena rasanya yang enak, semua orang-orang Batak ingin membuat dan
menyantapnya. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya
bahwa setiap orang yang membuat atau menyantap dengke na niura akan mampu
melalui berbagai macam rintangan di dalam kehidupannya, sama seperti berbagai
rasa yang ada pada dengke na niura, yaitu rasa pedas, asam, dan asin yang
berbaur menjadi satu.
4.2.6 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dolung-Dolung
Dolung-dolung merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis
kue kukus. Karakter biologis yang dihasilkan dolung-dolung melalui dimensi
biologis adalah karakter dengan rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara
tepung, gula merah, dan kelapa. Dolung-dolung juga memiliki karakter bentuk
yang unik yaitu bentuk bulat dengan ukuran yang kecil sehingga bisa dimasukkan
secara menyeluruh sekaligus ke dalam mulut. Saat ini dolung-dolung sudah sangat
jarang ditemukan disekitar masyarakat Batak Toba berada, hanya tinggal satu
tempat yang menjual dolung-dolung di Parapat. Dilihat melalui dimensi
sosiologis, relasi antara masyarakat dengan kuliner ini sudah tidak erat lagi,
bahkan banyak masyarakat yang tidak mengenal kuliner khas yang dahulu sangat
populer ini. Pada masa yang lalu, masyarakat membuat dolung-dolung sebagai
buah tangan jika akan pergi ke rumah kerabat untuk menyepakati sesuatu yang
menyangkut adat. Dolung-dolung memiliki bentuk yang bulat dan padat.
Berdasarkan dimensi ideologis, bentuk yang bulat dan padat itu merupakan
lambang dari hati dan jiwa yang bulat (tekad bulat) dalam suatu kegiatan, pesta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ataupun acara-acara adat. Maka, jika kita membawa dolung-dolung ke rumah
kerabat, itu berarti kita datang dengan hati yang bulat, satu pikiran, satu persepsi,
dan satu cita-cita dalam menghadapi apapun saat ini dan dikemudian hari.
4.2.7 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Hare
Hare merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang berjenis
bubur rempah. Hare sering ditemukan di pesta-pesta batak, terutama di daerah
Toba Samosir. Berdasarkan dimensi biologis, hare memiliki aroma rempah yang
sangat wangi. Aromanya yang wangi membuat selera menjadi sangat tergoda
akan kuliner ini. Hare ini sebenarnya bukanlah termasuk makanan pokok, hare
berfungsi sebagai makanan penunda lapar sementara, mengingat pesta batak
merupakan pesta adat yang memakan waktu yang cukup lama. Biasanya hare
dihidangkan dalam daun pisang dan menggunakan sendok yang terbuat dari baion
‘pandan’. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini
dengan masyarakat Batak Toba pada zaman sekarang ini sudah tidak erat lagi.
Pada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tidak mengenal kulier hare,
terutama masyarakat pada generasi muda. Hare tidak lagi mudah untuk
ditemukan, walau pada pesta-pesta adat masyarakat Batak Toba saat ini.
Berdasarkan dimensi ideologis, dahulu hare selalu diberikan kepada ibu yang
hamil muda dan ibu yang baru melahirkan karena dipercaya dapat menjaga
stamina, menjadi antioksidan, dan dapat memperlancar ASI. Selain itu,
Perempuan yang sulit hamil juga sering disuguhi makanan tradisional ini karena
dipercaya dapat meningkatkan kesuburan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.8 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Hihindat Ni Andalu
Karakter biologis yang dihasilkan oleh hihindat ni andalu melalui dimensi
biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa manis bercampur
pedas yang berasal dari olahan beras, pisang, gula putih, dan kencur. Kuliner ini
memiliki ciri warna yang cenderung kuning, warna tersebut berasal dari kunyit
sebagai salah satu bahan untuk membuat kuliner ini. Dilihat dari dimensi
sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba
pada saat ini sudah tidak erat lagi. Makanan yang dahulu selalu dijadikan sebagai
persembahan untuk roh leluhur masyarakat Batak Toba ketika masyarakat ini
mengadakan upacara adat berupa ritual permintaan agar hujan turun dan ritual
ketika masyarakat gagal panen pada bidang pertanian kini tidak disajikan lagi oleh
para orang tua masyarakat Batak Toba. Hal tersebut terjadi karena pada saat ini,
masyarakat Batak Toba sudah jarang yang melakukan ritual-ritual budaya
tersebut. Pada saat ini masyarakat Batak Toba sudah memiliki kepercayaan yang
disebut agama. Berdasarkan dimensi ideologis, Hihindat ni andalu dulunya
dipercaya sebagai persembahan kepada roh leluhur masyarakat Batak Toba dan
melalui persembahan tersebut, masyarakat akan mendapatkan keberuntungan dan
kesejahteraan.
4.2.9 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Itak Gurgur
Itak gurgur merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis
kue berbentuk kepalan tangan, sama seperti pohul-pohul. Perbedaannya hanyalah
kue ini tidak dikukus seperti kuliner pohul-pohul. Karakter biologis yang
dihasilkan oleh itak gurgur melalui dimensi biologis terlihat pada rasa pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kuliner ini, yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula
merah, dan kelapa. Kue ini bukanlah kue yang disajikan melalui proses
pengukusan, kue ini termasuk jenis kue mentah. Berdasarkan dimensi sosiologis,
hingga saat ini itak gurgur ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat
Batak Toba. Itak gurgur merupakan makanan yang wajib disajikan ketika
seseorang membeli barang yang baru, misalnya mobil atau rumah baru. Makanan
tersebut disajikan sebagai rasa ucapan syukur atas sesuatu yang baru diraih atau
dibeli oleh seseorang tersebut. Itak gurgur selanjutnya akan dibagikan kepada
seluruh keluarga dan tetangga dengan cara datang dan membagikan langsung ke
rumah mereka masing-masing. Dilihat melalui dimensi ideologis, hingga saat ini
masyarakat Batak Toba percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut maka
mereka akan sehat dan rezeki pun akan selalu bertambah. Sama seperti kue
tersebut yang bertekstur gurgur ’gembur’ yang dipercaya melambangkan
kesuburan.
4.2.10 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Lampet Pohul-Pohul
Lampet pohul-pohul merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba
berjenis kue kukus. Berdasarkan dimensi biologis, kuliner ini memiliki karakter
rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa.
Bentuk dari kuliner lampet pohul-pohul juga berbeda dengan kue lainnya, kue ini
berbentuk kepalan tangan yang dihasilkan dari proses pembuatan yaitu proses
pengepalan pada bahan-bahan pembuatan kuliner ini. Hingga saat ini kuliner ini
masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Toba. Keeratannya
dilihat melalui dimensi sosiologis, seperti ditemukannya kuliner ini pada saat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adanya acara adat, baik pesta perkawinan atau acara sykuran lainnya sebagai buah
tangan para tamu yang telah bersedia datang ke acara tersebut. Dilihat dari
dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa lampet pohul-
pohul sengaja dibentuk dengan menekan kuat-kuat bahan hingga membentuk
kepalan tangan lengkap dengan bekas kelima jemari tangan. Hal tersebut memiliki
makna meskipun kita merasa tertekan, terjepit, ataupun kesusahan dalam suatu
kegiatan adat mulai dari perencanaan hingga kegiatan selesai, tetapi semua itu
baik dan bertujuan untuk mempererat kekerabatan dan jalinan kasih sayang, persis
seperti pohul-pohul yang menjadi utuh karena ditekan genggaman tangan
pembuatnya. Bekas lima jari pada pohul-pohul juga disimbolkan sebagai konsep
lima waktu dalam tradisi batak yang disebut hatiha silima, yaitu manogot ‘subuh’,
pangului ‘pagi’, hos ari ‘siang’, guling ari ‘sore‘, dan bot ari ‘petang‘. Konsep
tersebut mengandung arti bahwa setiap saat, mulai dari pagi hingga malam kita
tidak boleh lupa kepada keluarga atau kerabat. Selain itu, lima jari menjadi simbol
tentang panca indra manusia, yaitu parnidaan ‘pengelihatan’, parbinegean
‘pendengaran’, parnianggoan ‘penciuman’, pandaian ‘perasa’, dan pangkilalaan
‘perasa untuk kulit’. Konsep tersebut bermakna : (1) Jika kita bertemu atau
berpapasan dengan keluarga atau kerabat, kita harus terlebih dahulu menyapanya,
(2)Kita harus tanggap mendengar jikalau ada sesuatu yang terjadi kepada keluarga
atau kerabat, (3)Terkait penciuman, janganlah kiranya hubungan kekeluargaan
hanya harum pada mulanya, tapi menjadi bau pada akhirnya, (4)Terkait indra
pengecap, jika keluarga atau kerabat datang bertamu ke rumah dengan membawa
makanan, kita harus memakan makanan tersebut walaupun mungkin rasanya tidak
sesuai dengans selera kita, (5) Terkait perasaan, semua pihak yang berkeluarga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menopang antara satu dengan
lainnya dalam menjalani kehidupan.
4.2.11 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Manuk Na Pinadar
Manuk na pinadar adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba
yang berbahan utama ayam. Di tanah batak manuk na pinadar merupakan salah
satu syarat dalam pelaksanaan adat batak tempo dulu, khususnya dalam
menyambut orang-orang tertentu, yang dalam hal ini berupa anak, saudara atau
kerabat. Ayam yang digunakan sebagai bahan makanan ini adalah ayam jantan
yang warna bulunya dinominasi warna merah, kaki kuning, dan jengger atau
barimbingnya sebanyak tujuh, ayam ini disebut manuk alto narara ‘ayam merah
alto’. Ciri-ciri biologis yang dihasilkan dari kuliner manuk na pinadar melalui
dimensi biologis adalah rasa yang sangat pedas hingga membuat getiran di lidah
orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman
yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari kuliner ini yang dapat kita
rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner
ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Toba karena hingga saat ini
masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Toba,
tetapi saat ini ayam yang digunakan sebagai bahan utama kuliner ini bukanlah
ayam merah alto lagi melainkan ayam kampung biasa atau bahkan ayam broiler.
Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba berpendapat bahwa ayam
yang dipilih seharusnya adalah ayam merah alto, ayam ini dipilih karena diyakini
dapat lebih memberi semangat hidup pada orang yang memakannya atau dalam
istilah batak dapat membuat mulak tondi tu badan. Masakan ini semakin kuat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
fungsinya karena darah dari hasil sembelihan ayam tersebut ikut menjadi bahan
pada masakan ini, masyarakat juga mempercayai darah sebagai sumber kesehatan
dan kekuatan baru bagi orang yang memakannya.
4.2.12 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Mi Gomak
Karakter biologis yang dihasilkan oleh mi gomak melalui dimensi biologis
terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa rempah-rempah dan
cenderung pedas yang dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui
lidah sebagai indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi
antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini masih erat,
terlihat dari ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di
berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Mi gomak biasanya dapat kita jumpai
di warung-warung, rumah makan, ataupun pasar di tanah batak. Kuliner ini masih
menjadi makanan kesukaan masyarakat Batak Toba hingga saat ini, bahkan
banyak tempat yang dibuka khusus untuk wisata kuliner berjenis mi gomak.
Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa karakter mi gomak membuktikan
masyarakat suku Batak Toba adalah masyarakat yang sangat kompak dan saling
percaya, terlihat dari cara pengolahan dan penyajian kuliner ini, walaupun mi dan
bumbu diaduk langsung dengan menggunakan tangan dan tanpa alat, makanan ini
tetap dikonsumsi oleh masyarakat yang lain dan masyarakat merasakan
kenikmatan yang bertambah jika mi disajikan dengan langsung menggunakan
tangan yang menyajikan kuliner ini. Melalui hal tersebut, masyarakat Batak Toba
mempercayai bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang selalu
harmonis, saling perduli, dan percaya terhadap orang yang bersuku sama dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mereka. Hal tersebut memang terbukti, masyarakat Batak Toba memang sangat
harmonis jika bertemu, sehingga ada satu kata yang mucul dalam kamus
mayarakat ini yang memiliki makna yang sangat dalam yaitu kata samudar yang
artinya satu darah (dimensi ideologis).
4.2.13 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Natinombur
Natinombur adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba yang
berbahan utama ikan yang dipanggang dan selanjutnya ‘diberi kuah’ ditombur.
Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner natinombur melalui dimensi
biologis adalah rasa gurih yang cenderung pedas pedas hingga membuat getiran
di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari
andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat kuah dari kuliner ini yang
dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi
sosiologis, kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Toba karena
hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan
masyarakat Batak Toba. Masyarakat dahulu biasanya menyajikan natinombur
untuk menjadi bekal bagi suaminya yang akan berangkat memancing di Danau
Toba. Nelayan tersebut hanya membawa nasi dan kuah tombur dari rumah, ikan
yang dipanggang adalah ikan yang didapat dari kegiatan memancing. Jika akan
makan, nelayan tersebut hanya tinggal membakar ikan yang didapat lalu
menambahkan kuah pada ikan tersebut ‘manombur’. Berdasarkan dimensi
ideologis, masyarakat dahulu percaya bahwa jika membawa natinombur sebagai
bekal, maka nelayan akan merasakan kenikmatan yang lebih besar ketika makan
dan menambah semangat ketika berlayar kembali.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.14 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Natinunde
Natinunde merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba sebagai upaya
pencegahan ikan dari proses pembusukan. Dilihat dari dimensi biologis,
nantinunde memiliki karakter rasa yang cenderung asam yang diperoleh dari
perasan jeruk nipis pada kuliner ini. Nantinunde memiliki struktur yang lembut
yang dihasilkan dari proses pengukusan ikan. Dilihat dari dimensi sosiologis,
kuliner ini memiliki relasi yang tidak terlalu erat dengan masyarakat Batak Toba
saat ini karena masyarakat tidak lagi manunde ‘mengukus ikan sebagai proses
pencegahan pengawetan’ untuk mengawetkan ikan karena hampir seluruh rumah
sudah memiliki kulkas sebagai alat untuk mengawetkan makanan mereka. Pada
zaman dahulu, masyarakat Batak Toba hidup dengan menjala ikan di sekitaran
Danau Toba, mengingat saat itu pasar masih jarang dan berada jauh dari rumah
masyarakat bermukim. Untuk mencegah pembusukan pada ikan tersebut,
masyarakat harus manunde ikan tersebut, sebelum besok atau lusa ikannya akan
dimasak kembali dengan campuran bumbu lain. Berdasarkan dimensi ideologis,
masyarakat percaya bahwa dengan cara ini ikan tersebut akan bertahan dan tidak
mengalami pembusukan .
4.2.15 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Na Nidugu
Karakter biologis yang dihasilkan oleh na nidugu melalui dimensi biologis
terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa gurih yang cenderung
sedikit asam yang dihasilkan dari santan, jeruk nipis, dan campuran bumbu lain
yang dapat dirasakan dengan lidah sebagai indra perasa manusia. Dilihat dari
dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Batak Toba pada zaman ini masih erat, kuliner ini dapat disajikan sebagai sayuran
pendamping nasi dan lauk di rumah. Berdasarkan dimensi ideologis, na nidugu
merupakan makanan wajib untuk seorang ibu yang baru saja melahirkan karena
masyarakat Batak Toba mempercayai na nidugu berkhasiat untuk memperlancar
ASI dan meningkatkan kesuburan.
4.2.16 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ombus-Ombus
Ombus-ombus merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba
berjenis kue kukus berbalut daun pisang. Karakter biologis yang dihasilkan
ombus-ombus melalui dimensi biologis adalah karakter dengan rasanya yang
manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa.
Ombus-ombus juga memiliki karakter bentuk yang unik yaitu bentuk segitiga
dengan balutan daun pisang sebagai pembungkusnya. Dilihat dari dimensi
sosiologis, Ombus-ombus memiliki relasi yang masih erat dengan masyarakat
Batak Toba hingga saat ini. Ombus-ombus masih menjadi kuliner yang diminati
masyarakat, terlihat dari keberadaan kuliner ini yang selalu menjadi makanan
wajib pada upacara adat batak. Ombus-ombus kerap dijadikan sebagai makanan
penutup atau menjadi buah tangan sepulang dari menghadiri acara adat batak.
Selain itu, ombus-ombus masih mudah kita temukan pada pinggiran jalan di
sekitaran Samosir, masih banyak pedagang yang menjajakan kuliner ini setiap
hari. Berdasarkan dimensi ideologis, ombus-ombus sering disiapkan sebagai
makanan di pagi hari yang didampingi oleh teh manis dan kopi sebagai minuman
yang dikonsumsi masyarakat sebelum memulai pekerjaan mereka, masyarakat
percaya ketika mengkonsumsi ombus-ombus maka kekuatan dan semangat
mereka untuk bekerja akan bertambah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.17 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Saksang
Saksang adalah salah satu masakan tradisional yang populer dikalangan
masyarakat Batak Toba. Karakter biologis yang dihasilkan oleh saksang melalui
dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa sangat
pedas yang dihasilkan dari lasiak sirambu ‘cabai rawit’ dan andaliman. Rasa
tersebut dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai
indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini
dengan masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini masih erat, terlihat dari
ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah
masyarakat ini bermukim. Saksang biasanya dapat kita jumpai di rumah makan
khas batak dan di lapo tuak ‘warung yang menjual tuak’ saksang biasanya
menjadi tambul atau makanan pelengkap tuak. Selain itu, saksang juga menjadi
makanan wajib yang disediakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba,
mulai dari upacara kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Saksang menjadi
makanan untuk seluruh undangan yang menghadiri setiap acara tersebut.
Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa
saksang menjadi simbol kemegahan pesta upacara tersebut.
4.2.18 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Sambal Tuktuk
Sambal tuktuk adalah kuliner khas masyarakat Batak Toba berupa sambal
pendamping ikan, biasanya ikan bakar atau panggang. Karakter biologis yang
dihasilkan oleh sambal tuktuk melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang
dimiliki kuliner ini, yaitu rasa yang sangat pedas namun nikmat. Rasa tersebut
berasal dari olahan cabai, andaliman, dan ikan teri. Selain rasa yang nikmat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sambal tuktuk juga memiliki aroma yang menggugah selera orang yang
menghirupnya melalui hidung sebagai indra penciuman. Dilihat dari dimensi
sosiologis, keeratan relasi antara masyarakat dengan sambal tuktuk saat ini masih
sangat dekat, hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan kuliner ini yang menjadi
menu wajib dalam setiap acara keluarga batak dan menjadi menu untuk
melengkapi menu masakan lain yang disajikan di rumah. Berdasarkan dimensi
ideologis, masyarakat percaya bahwa penyajian sambal tuktuk sebagai pelengkap
makanan akan menambah rasa lezat pada makanan tersebut.
4.2.19 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Tipa-Tipa
Tipa-tipa adalah jajanan yang terbuat dari biji padi muda yang disangari
dan ditumbuk menjadi pipih sehingga bisa dijadikan sebagai camilan. Ciri-ciri
biologis yang dihasilkan oleh tipa-tipa melalui dimensi biologis terlihat pada
aroma yang harum dan gurih yang dimiliki kuliner ini. Masyarakat biasanya
menikmati kuliner dengan menambahkan sedikit gula untuk memberi sedikit rasa
manis. Tipa-tipa memiliki tekstur yang keras karena memang terbuat dari padi
muda mentah yang mengalami proses penyangraian sehingga mulut dan gigi kita
akan sedikit lelah untuk melumatkan makanan tersebut. Untuk itu makanan ini
tidak bisa dinikmati lagi oleh para orang tua yang sudah tidak memiliki gigi yang
kuat dan utuh lagi. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara
masyarakat dengan makanan ini sudah tidak erat lagi. Banyak masyarakat Batak
Toba yang sudah tidak menngenal kuliner ini. Hal tersebut disebabkan oleh
masuknya berbagai camilan lain yang memiliki rasa yang cenderung lebih enak.
Bahkan saat ini, tipa-tipa sudah tidak banyak lagi terlihat di sekitaran masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tipa-tipa saat ini hanya bisa ditemukan di daerah Porsea dan Silimbat, itupun
tidak banyak lagi pedagang yang menjualnya. Berdasarkan dimensi ideologis,
masyarakat Batak Toba percaya bahwa tipa-tipa dapat mencegah rasa bosan dan
rasa kantuk pada orang yang memakannya sebagai camilan.
4.2.20 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ura-Ura
Karakter biologis yang dihasilkan oleh ura-ura melalui dimensi biologis
terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa kelat, asam, dan pedas yang
dapat dirasakan melalui alat indra manusia, yaitu melalui lidah sebagai indra
pengecap. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini
dengan masyarakat suku Batak Toba pada saat ini sangatlah kurang, terlihat dari
sulitnya ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai
daerah masyarakat ini bermukim. Padahal, beberapa puluh tahun yang lalu
makanan ini sangat populer bagi masyarakat Batak Toba. Makanan ini disantap
para kaum ibu yang berada di suatu lingkungan desa secara bersama-sama ketika
mereka sedang memiliki waktu luang, bahkan banyak para kaum ibu yang
membuatnya setiap hari pada waktu sore ketika mereka sudah selesai dengan
kesibukan rumah mereka. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba
mempercayai bahwa karakter biologis ura-ura membuktikan masyarakat suku
Batak Toba memiliki karakter yang tahan terhadap banyaknya rasa sulit yang
dihadapi dalam kehidupan mereka jika bisa menyajikan dan mengkonsumsi
kuliner ini. Jadi, masyarakat mempercayai bahwa setiap orang yang bisa
mengkonsumsi ura-ura sudah terbiasa untuk menghadapi berbagai rasa dalam
kehidupan mereka karena mereka sudah mampu merasakan ura-ura dengan
rasanya yang kelat, asam, dan pedas tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3 Kearifan Lokal dalam Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba
Jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba
adalah nilai dan norma budaya sebagai warisan leluhur yang menurut fungsinya
dapat menata kehidupan masyarakatnya. Jenis-jenis kearifan lokal menurut
Sibarani adalah kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong
royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli
lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial,
kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur
(Sibarani 2014:135). Kuliner dianggap mengandung kearifan lokal karena kuliner
merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang sudah pasti memiliki
kandungan nilai-nilai arif yang mampu mengatur atau menata kehidupan
masyarakat walaupun tidak semua jenis kuliner masyarakat Batak Toba
mengandung kearifan lokal. Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung
kearifan lokal, diantaranya ayam gota, dali ni horbo, dengke na niarsik, dolung-
dolung, hare, hihindat ni andalu, itak gurgur, lampet pohul-pohul, manuk na
pinadar, mi gomak, na nidugu, dan saksang. Jenis- jenis kearifan lokal yang
terkandung pada kuliner tersebut adalah kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras,
kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran
positif, dan rasa syukur.
Pada bagian ini akan diuraikan jenis-jenis kearifan lokal yang terkandung
dalam beberapa jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan
Leksikon kuliner yang mengandung kearifan lokal kesejahteraan adalah kuliner
hihindat ni andalu dan saksang. Hihindat ni andalu mengandung kearifan lokal
kesejahteraan karena tujuan dari disajikannya kuliner ini adalah untuk
persembahan kepada roh leluhur masyarakat Batak Toba pada waktu pelaksanaan
ritual adat untuk meminta kesejahteraan bagi masyarakat. Saksang dianggap
mengandung kearifan lokal kesejahteraan karena tujuan dari disajikannya kuliner
ini adalah untuk mengungkapkan kesejahteraan dari orang yang menyajikannya
pada saat upacara adat Batak Toba. Pada saat diselenggarakannya acara adat,
maka seluruh tamu akan dijamu dengan menggunakan saksang. Dengan
menyajikan kuliner ini, pelaksana acara adat akan dianggap lebih bermartabat dan
terhormat. Kuliner ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba harus
menjadi masyarakat yang sejahtera agar mampu memenuhi segala keperluan di
kehidupan mereka, termasuk keperluan adat.
4.3.2 Kearifan Lokal Kerja Keras
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kerja keras
adalah itak gurgur dan lampet pohul-pohul. Itak gurgur memuat simbol
kesuksesan yang diperoleh melalui adanya upaya dan kerja keras, contohnya
untuk membeli sebuah rumah, seseorang harus berupaya dan bekerja keras. Pada
kuliner lampet pohul-pohul termuat simbol dari adanya kerja keras dalam
mempersiapkan kegiatan adat yang akan dilaksanakan. Melalui adanya kerja keras
dalam proses persiapan maka acara adat yang akan dilaksanakan akan berjalan
dengan baik. Kedua kuliner ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan masyarakat yang memiliki kerifan lokal bekerja keras untuk mencapai
segala sesuatu yang bernilai positif.
4.3.3 Kearifan Lokal Kesehatan
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kesehatan
adalah dali ni horbo, hare, manuk na pinadar, dan na nidugu. Kuliner-kuliner
tersebut disajikan sebagai sumber kesehatan orang yang mengkonsumsinya.
Masyarakat Batak Toba masih mempercayai bahwa seseorang dapat kembali sehat
atau akan lebih sehat jika mengkonsumsi kuliner-kuliner di atas. Dali ni horbo,
hare, manuk na pinadar, dan na nidugu menggambarkan bahwa masyarakat Batak
Toba merupakan masyarakat yang memiliki kearifan lokal kesehatan.
4.3.4 Kearifan Lokal Gotong Royong
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal gotong
royong adalah lampet pohul-pohul. Kuliner ini menggambarkan masyarakat Batak
Toba memiliki kearifan lokal gotong royong dalam melaksanakan suatu upacara
adat. Dengan adanya kerja sama yang baik melalui gotong royong maka segala
sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu upacara adat akan terpenuhi dengan baik
dan cepat. Masyarakat Batak Toba memang sangat dikenal sebagai masyarakat
yang hidup dengan nilai gotong royongnya. Melalui bentuk kepalan tangan pada
kuliner lampet pohul-pohul terlihat bahwa masyarakat Batak Toba adalah
masyarakat yang kuat jika bersatu, seperti kelima jari yang semakin kuat jika
disatukan membetuk kepalan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.5 Kearifan Lokal Kejujuran
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kejujuran
adalah dengke na niarsik. Pada dengke na niarsik terdapat harapan dan nilai
bahwa masyarakat Batak Toba harus menjadi masyarakat yang hidup murni dan
jujur, sama seperti ikan mas yang hidup di air yang jernih. Melalui kuliner ini
masyarakat Batak Toba digambarkan harus hidup selalu pada kehidupan yang
jujur karena kejujuran adalah bentuk dari kemurnian.
4.3.6 Kearifan Lokal Kesetiakawanan Sosial
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal
kesetiakawanan sosial adalah lampet pohul-pohul. Pada lampet pohul-pohul
terdapat bentuk kepalan tangan yang mengartikan bahwa masyarakat Batak Toba
adalah masyarakat yang memiliki nilai kesetiakawanan sosial yang tinggi.
Kepalan tangan mengartikan bahwa masyarakat Batak Toba harus memiliki nilai
kesetiakawanan kepada keluarga dan kerabat.
4.3.7 Kearifan Lokal Komitmen
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal komitmen
adalah dolung-dolung. Bentuk dolung-dolung yang bulat menggambarkan adanya
sebuah komitmen yang bulat dan utuh. Masyarakat Batak Toba merupakan
masyarakat yang memiliki komitmen yang kuat terlebih dalam persoalan adat,
masyarakat Batak Toba sangat memegang prinsip dengan komitmen yang tidak
akan goyah. Maka dari itu, untuk menyepakati suatu komitmen, masyarakat Batak
Toba membawa dolung-dolung sebagai buah tangan mereka karena kuliner
tersebut memiliki makna yang tersirat berupa komitmen yang bulat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.8 Kearifan Lokal Pikiran Positif
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal pikiran
positif adalah mi gomak. Proses pembuatan mi gomak menggambarkan bahwa
masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang memiliki kearifan lokal pikiran
positif. Walaupun dibuat dan disajikan tanpa menggunakan sendok atau pelindung
tangan lainnya, masyarakat tetap menilai bahwa mi gomak yang disajikan oleh
pembuat adalah makanan yang layak untuk dikonsumsi. Pada kuliner ini, terlihat
bahwa masyarakat Batak Toba memiliki kearifan lokal pikiran positif.
4.3.9 Kearifan Lokal Rasa Syukur
Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal rasa syukur
adalah ayam gota dan itak gurgur. Kuliner tersebut memang khusus disajikan
sebagai ungkapan rasa syukur atas keadaan suka cita yang dirasakan oleh
masyarakat Batak Toba. Ayam gota dan itak gurgur disajikan dan diberikan
kepada orang-orang terdekat agar orang-orang terdekat seperti keluarga dan
kerabat juga merasakan suka cita yang mereka rasakan. Melalui kuliner tersebut
terlihat bahwa masyarakat Batak Toba memiliki kearifan lokal rasa syukur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, diperoleh
simpulan penelitian sebagai berikut:
1. Leksikon jenis kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis,
yaitu (1) ayam gota, (2) babi panggang, (3) dali ni horbo, (4) dengke
na niarsik, (5) dengke na niura, (6) dolung-dolung, (7) hare, (8)
hihindat ni andalu, (9) itak gurgur, (10) lampet pohul-pohul, (11)
manuk na pinadar, (12) mi gomak, (13) natinombur, (14) natinunde,
(15) na nidugu, (16) ombus-ombus, (17) saksang, (18) sambal tuktuk,
(19) tipa-tipa, dan (20) ura-ura. Leksikon kuliner masyarakat Batak
Toba diklasifikasikan menjadi dua kelompok leksikon, yaitu leksikon
alat dan bahan serta leksikon kegiatan. Dari dua kelompok leksikon
tersebut diperoleh sebanyak 422 leksikon. Leksikon alat dan bahan
terdiri dari 298 leksikon dan leksikon kegiatan terdiri dari 124
leksikon.
2. Pemahaman masyarakat Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis,
sosiologis, dan biologis membuktikan bahwa masyarakat Batak Toba
mengenal 20 jenis leksikon kuliner. Hasil penelitian membuktikan
banyak kuliner yang masih memiliki relasi yang erat dengan
masyarakat Batak Toba, namun ada juga kuliner yang memiliki relasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang tidak erat lagi dengan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena
masyarakat sudah tidak membuat kuliner tersebut pada masa sekarang.
Pada masyarakat Batak Toba, kuliner disajikan bukan hanya sebagai
makanan untuk santapan biasa, namun banyak kuliner yang disajikan
untuk berbagai kebutuhan upacara adat masyarakat Batak Toba.
3. Jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa jenis kuliner
masyarakat Batak Toba, diantaranya ayam gota, dali ni horbo, dengke
na niarsik, dolung-dolung, hare, hihindat ni andalu, itak gurgur,
lampet pohul-pohul, manuk na pinadar, mi gomak, na nidugu, dan
saksang. Kerifan lokal yang terkandung dalam kuliner tersebut adalah
kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong,
kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan
kearifan lokal rasa syukur.
1.2 Saran
Penelitian ekolinguistik yang peneliti kerjakan di Desa Lumban Silintong,
Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir ini mencakup bidang leksikon
kuliner masyarakat Batak Toba. Beberapa leksikon sudah mengalami pergeseran
bahkan terancam punah. Untuk mencegah hal tersebut peneliti mengharapkan
adanya penelitian lanjutan yang berkenaan dengan penelitian ini. Peneliti juga
berharap seluruh masyarakat Batak Toba dapat mempertahankan kuliner
masyarakat Batak Toba agar tetap bertahan dan tidak kehilangan peranan dan
nilainya di kalangan masyarakat Batak Toba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Batsu, Siti Chairina. 2017. “ Leksikon Kuliner Masyarakat Simalungun: Kajian Ekolinguistik”. (skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara. Bundsgaard, Jeppe dan Sune Steffensen. (2000). “The Dialectics of Ecological Morphology-or the Morphology og Dialectics”. Dalam Anna Vibeka Lindo dan Jeppe Bundsgaard (Eds.) Dialectical Ecolinguistics: Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz, December 2000, University of Odense. Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler (Eds.). 2001. The Ecolinguistics Reader. Language, Ecology and Environment. London and New York: Continuum.
Handayani, Dila. 2015. “Leksikon Kuliner Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik”. (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara. KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Daring). kbbi.kemdikbud.go.id
. diakses pada tanggal 13 Maret 2017, pukul 13.00 WIB. Medan.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mbete, Aron Meko. 2009. “Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik.” Disampaikan dalam Seminar Nasional Budaya Etnik III, diselenggarakan oleh USU. Medan 25 April 2009. Mbete, Aron Meko. 2009. “Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan Yang Prospektif”. (Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrukulasi Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009). Bali: Udayana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.
Moleong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Rosdakarya. Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan tekniknya. Ed. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press. Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal. Medan: Asosiasi Tradisi Lisan. Sinar, Tengku Silvana. 2011. “Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai”. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1
Daftar Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba
No Kuliner Masyarakat Batak Toba Glos 1. Ayam gota Ayam yang dimasak dengan darah 2. Babi panggang Daging babi yang dipanggang 3. Dali ni horbo Susu kerbau 4. Dengke na niarsik Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 5. Dengke na niura Ikan mas yang dimasak tanpa api 6. Dolung-dolung Kue kukus bebalut daun bambu 7. Hare Bubur rempah batak 8. Hihindat ni andalu Makanan yang bisa terangkat sekaligus oleh
kayu penumbuk lesung 9. Itak gurgur Kue yang berbentuk kepalan tangan 10. Lampet pohul-pohul Kue kukus yang berbentuk kepalan tangan 11. Manuk napinadar Ayam yang dipanggang 12. Mi gomak Mi yang cara penyajiannya dengan dipegang
langsung menggunakan tangan 13. Natinombur Yang dibasahi atau diairi 14. Natinunde Ikan yang dimasak untuk mengawetkan ikan 15. Na nidugu Sayuran yang dipiuh 16. Ombus-ombus Kue kukus panas 17. Saksang Daging babi yang dimasak dengan potongan
kecil (cincang) 18. Sambal tuktuk Sambal yang dibuat dengan ditumbuk tidak
terlalu halus 19. Tipa-tipa Makanan dari biji padi 20. Ura-ura Makanan yang dibuat tanpa dimasak dengan api
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Pengelompokan Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba
No Kuliner Masyarakat Batak Toba Leksikon Total
Alat dan bahan Kegiatan 1. Ayam gota 22 8 30 2. Babi panggang 20 9 29 3. Dali ni horbo 8 5 13 4. Dengke na niarsik 26 9 35 5. Dengke na niura 14 6 20 6. Dolung-dolung 15 6 21 7. Hare 13 6 19 8. Hihindat ni andalu 7 4 11 9. Itak gurgur 10 4 14 10. Lampet pohul-pohul 14 5 19 11. Manuk napinadar 21 8 29 12. Mi gomak 25 4 29 13. Natinombur 17 7 24 14. Natinunde 6 3 9 15. Na nidugu 14 8 22 16. Ombus-ombus 15 6 21 17. Saksang 21 11 32 18. Sambal tuktuk 15 8 23 19. Tipa-tipa 7 3 10 20. Ura-ura 8 4 12
Total 298 124 422
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Leksikon Alat dan Bahan Kuliner Masyarakat Batak Toba
No. Alat dan Bahan (nomina) Bahasa Batak Toba
Glos Bahasa Latin
I. Alat 1. Agong Arang 2. Andalu Penumbuk lesung 3. Anduri Tampi 4. Balanga Belanga 5. Dalihan Tungku 6. Hudon Dandang 7. Hurhuran Parutan kelapa 8. Kompor Kompor 9. Losung Lesung 10. Loting Mancis 11. Pangahit Panggangan 12. Pangsi na balga Panci besar 13. Pangsi na gelleng Panci kecil 14. Panutuan Gilingan 15. Parang Parang 16. Raut Pisau 17. Sambong Baskom 18. Sangkalan Talenan 19. Saringan Saringan 20. Soban Kayu bakar 21. Sonduk goreng Sendok goreng 22. Tataring Perapian II. Bahan 23. Aek Air Aqua 24. Andaliman Andaliman Zanthoxylum acanthopodium 25. Antajau Jambu biji Psidium guajava 26. Asom Jeruk nipis Citrus aurantiifolia 27. Asom potong Asam gelugur Garcinia atroviridis 28. Asom sunde Asam sundai 29. Baion Pandan Pandanus amaryllifolius 30. Bangun-bangun Daun jintan Plectranthus amboinicus 31. Baoang batak Bawang batak Lokio 32. Boras Beras 33. Bulung ni botik Daun pepaya 34. Bulung ni asom Daun asam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35. Bulung ni buluh Daun bambu 36. Bulung ni pisang Daun pisang 37. Dalidali Kacang panjang Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis 38. Dali ni horbo Susu kerbau 39. Dengke Ikan 40. Dengke mas Ikan mas Cyprinus carpio 41. Dengke mujair Ikan mujair Oreochromis mossambicus 42. Eme Padi Oryza sativa 43. Gambiri Kemiri Aleurites moluccana 44. Gota Darah 45. Gula merah Gula merah 46. Gula putih Gula putih 47. Halas Lengkuas Alpinia galanga 48. Haronda Bawang prei Allium ampeloprasum 49. Hasior Kencur Kaempferia galanga 50. hatumbar Ketumbar Coriandrum sativum 51. Hunik Kunyit Curcuma longa 52. Ikan teri Ikan teri 53. Jagal pinahan Daging babi 54. Jipang Labu siam Sechium edule 55. Kalapa Kelapa Cocos nucifera 56. Kassang tano Kacang tanah Arachis hypogaea 57. Lasiak Cabai merah Capsicum annuum L 58. Lasiak sirambu Cabai rawit Capsicum annuum’ bird’s eye’ 59. Lasuna Bawang putih Allium sativum 60. Manuk alto na rara Ayam merah alto 61. Manuk hampung Ayam kampung Gallus gallus domesticus 62. Mi lidi Mi lidi 63. Pege Jahe Zingiber officinale 64. Pinasa Nangka Artocarpus heterophyllus 65. Pisang toba Pisang toba 66. Rias Kecombrang Etlingera elatior 67. Sangge-sangge Serai Cymbopogon citratus 68. Santan Santan 69. Sawi putih Sawi putih Brassica rapa subsp. pekinensis 70. Sera-sera Nangka muda 71. Sigerger Bawang merah Allium cepa var. aggregatum 72. Sira Garam Natrium klorida 73. Topung boras Tepung beras 74. Unte jungga Asam jungga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Leksikon Kegiatan Kuliner Masyarakat Batak Toba
No. Kegiatan (verba) Bahasa Batak Toba
Glos
1. Diaor Diaduk 2. Diasomi Diasami 3. Dibasu Dicuci 4. Dibola Dibelah 5. Dibungkus Dibungkus 6. Diduda Ditumbuk 7. Digoreng Digoreng 8. Digusting Digunting 9. Dihindat Diangkat sekaligus 10. Dihurhur Diparut 11. Diiris Diiris 12. Dijaljali Dicincang 13. Dikukus Dikukus 14. Dilompa Dimasak 15. Dipadar Dipanggang utuh 16. Dipagorgor Dipanaskan 17. Dipakantal Dikentalkan 18. Dipakoring Dikeringkan (dijemur) 19. Dipalamot Dihaluskan 20. Dipamarsik Dikeringkan (biasanya bentuk cair) 21. Dipiar Ditampi 22. Dipulos Dipiuh 23. Dipohul Dikepal 24. Diponggoli Dipatahkan 25. Diporo Diperas 26. Dirobus Direbus 27. Dirondam Direndam 28. Disaok Disangrai 29. Diseat Disayat 30. Disisik Disisiki 31. Ditampuli Dipetiki 32. Ditanggoi Dipotongi 33. Dituktuk Dipipihkan 34. Ditutung Dibakar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Pengelompokan Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba
No Kuliner Masyarakat Batak Toba Leksikon Total
Alat dan bahan Kegiatan 1. Ayam gota 22 8 30 2. Babi panggang 20 9 29 3. Dali ni horbo 8 5 13 4. Dengke na niarsik 26 9 35 5. Dengke na niura 14 6 20 6. Dolung-dolung 15 6 21 7. Hare 13 6 19 8. Hihindat ni andalu 7 4 11 9. Itak gurgur 10 4 14 10. Lampet pohul-pohul 14 5 19 11. Manuk napinadar 21 8 29 12. Mi gomak 25 4 29 13. Natinombur 17 7 24 14. Natinunde 6 3 9 15. Na nidugu 14 8 22 16. Ombus-ombus 15 6 21 17. Saksang 21 11 32 18. Sambal tuktuk 15 8 23 19. Tipa-tipa 7 3 10 20. Ura-ura 8 4 12
Total 298 124 422
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2
Gambar jenis kuliner masyarakat Batak Toba
1. Ayam Gota
2. Babi Panggang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.Dali Ni Horbo
4. Dengke Na Niarsik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dengke Na Niura
6. Dolung- Dolung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Hare
8. Hihindat Ni Andalu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9. Itak Gurgur
10. Lampet Pohul-Pohul
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11. Manuk Na Pinadar
12. Mi Gomak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Natinombur
14. Natinunde
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Na Nidugu
16. Ombus-Ombus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17. Saksang
18. Sambal Tuktuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19. Tipa-Tipa
20. Ura-Ura
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 3
Data Informan
1. Nama : Nelly Br. Siahaan
Tempat Lahir : Medan
Umur : 44 Tahun
Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong
Pekerjaan : Pedagang Makanan Batak Toba
2. Nama : Manotar Br. Sinurat
Tempat Lahir : Huta Bulu, Balige
Umur : 61 Tahun
Alamat : Desa Lumban Silintong
Pekerjaan : Pembuat Susu Kerbau
3. Nama : Buliher Siahaan
Tempat Lahir : Balige
Umur : 67 Tahun
Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong
Pekerjaan : Pemain Musik
4. Nama : Delpi Br. Sianipar
Tempat Lahir : Desa Tara Bunga, Balige
Umur : 69 Tahun
Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong
Pekerjaan : Bertani
5. Nama : Huminsa Br. Siregar
Tempat Lahir : Desa Sipoholon, Tapanuli Utara
Umur : 74 Tahun
Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong
Pekerjaan : Pedagang Makanan Batak Toba
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4
Dokumentasi Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5
Surat Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA