LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH...

146
LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 101/PPU-VII/2009 Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Negeri Semarang oleh Heigo Pebrianto 3450407073 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

Transcript of LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH...

Page 1: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 101/PPU-VII/2009

Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Universitas Negeri Semarang

oleh

Heigo Pebrianto

3450407073

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011

Page 2: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara di Pengadilan

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009” yang disusun oleh Heigo

Pebrianto telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

skripsi, pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

ALI MASYHAR, S.H., M.H ANIS WIDYAWATI, S.H.,M.H NIP. 19751118 200312 1 002 NIP. 19790602 200801 2 021

Mengetahui

Pembantu Dekan Bidang Akademik

Drs. SUHADI, S.H, M.Si NIP. 19671116 199309 1 001

ii

Page 3: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara di Pengadilan

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009” ini telah dipertahankan di

hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Ketua Sekretaris

Drs. SARTONO SAHLAN, M.H Drs. SUHADI, S.H., M,SI NIP : 19530825 198203 1 003 NIP : 19671116 199309 1 001

Penguji Utama

Drs. Herry Subondo, M. Hum NIP : 19530406 198003 1 003

Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II

ALI MASYHAR, S.H., M.H ANIS WIDYAWATI, S.H.,M.H NIP. 19751118 200312 1 002 NIP. 19790602 200801 2 021

iii

Page 4: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini adalah benar-benar

hasil karya penulis sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik

sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam

skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 25 Agustus 2011

Pembuat pernyataan

Heigo Pebrianto NIM : 3450407073

iv

Page 5: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Keberhasilan Orang Tua Dalam Mendidik Anak Bukan Dilihat Dari

Kekayaan Yang Dimiliki Anaknya, Namun Dilihat Dari Bagaimana Anak

Tersebut Menjaga Kehormatan Orang Tuanya Dikala Mereka Masih Hidup

Dan Menjaga Nama Baiknya Dikala Mereka Telah Tiada (Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Almarhum Papa (Sukadi), meskipun Allah hanya

memberikan waktu 17 tahun kebersamaan, 17 tahun itu

pula waktu terindah yang Engkau berikan kepada ku

untuk merasakan cinta seorang ayah. semoga kita dapat

berkumpul kembali di Surga Allah Swt

2. Almarhumah Ibu (Romenah) sampai kapanpun penulis

tak akan menganggap ibu telah tiada

3. Kakak-kakakku tercinta

* Herry Efendi, S. H

* Herny Atikayani, S. H

* Anwar Hendra Ardiansyah, S. H

4. Almamaterku Universitas Negeri Semarang

v

Page 6: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara

Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009” ini tepat pada

waktunya.

Mengingat keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis, juga

keterbatasan sarana dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami

kesulitan-kesulitan, namun berkat bantuan serta bimbingan dari semua pihak,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

kebijaksanaan, sumbangsih, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak, maka

ijinkanlah pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Allah SWT, pencipta dan penguasa alam semesta beserta mahlukNya.

2. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Sartono Sahlan, M.H, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang.

4. Dr. Indah Sri Utari, S.H., M.Hum, Ketua Bagian Pidana Fakultas Hukum

Universitas Negeri Semarang.

vi

Page 7: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

5. Ali Masyhar, S.H., M.H, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

petunjuk dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.

6. Anis Widyawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing II yang dengan sabar

memberikan petunjuk dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.

7. Seluruh Dosen, Staf Pengajar dan Tata Usaha di Fakultas Hukum Universitas

Negeri Semarang.

8. Kepala Pengadilan Negeri Cirebon, Kepala Pengadilan Tinggi Bandung,

Ketua DPC Peradi Cirebon, dan Ketua DPC KAI Cirebon beserta para stafnya

yang telah memberikan data dan informasi kepada penulis.

9. Rekan-rekan Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang

angkatan 2007 yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

banyak membantu serta dorongan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10. Rekan-rekan kos “Jogo Bonito” yang telah banyak membantu serta dorongan

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis mengharapkan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya

Semarang, 25 Agustus 2011

Penulis,

Heigo Pebrianto

3450407073

vii

Page 8: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

ABSTRAK

Pebrianto Heigo. 2011, Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2011. Skripsi. Prodi Ilmu Hukum. Universitas Negeri Semarang, Ali Masyhar, S.H., M.H. Anis Widyawati, S.H.,M.H. 119 Halaman.

Kata Kunci : Sumpah, Advokat, Legalitas

Dalam Undang-Undang Advokat yang menjadi permasalah dalam penelitian ini terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1). Dalam Pasal 28 ayat (1) diamanatkan untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat. Namun kenyataannya terdapat banyak Organisasi Advokat. Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) diamanatkan untuk dilakukan sumpah terhadap advokat sebelum beracara di pengadilan. Namun dalam perkembangannya Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor 052/KMA/V/2009 memerintahkan agar Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk sementara waktu tidak mengambil sumpah advokat baru sebelum terbentuknya wadah tunggal advokat. Terkait berbagai permasalahan sumpah advokat tersebut, telah dilakukan upaya uji materiil terhadap Undang-Undang Advokat yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun Putusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 101/PPU-VII/2009 ternyata bertentangan dengan SEMA Nomor 052/KMA/V/2009. Hal ini tentunya akan menciptakan dualisme pandangan di Pengadilan Tinggi maupun Pengadilan Negeri apakah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi atau Surat Ketua Mahkamah Agung dalam menentukan sikap tentang advokat yang legal untuk dapat beracara di pengadilan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai : bagaimana sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?, dan bagaimana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan menganalisis sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, serta Mengetahui sejauh mana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling, dengan jenis sampling yaitu purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Serta menggunakan teknik trianggulasi dalam validitas dan keabsahan data.

Adapun Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Pada Pengadilan Tinggi menunjukan bahwa Pengadilan Tinggi belum menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 dan lebih memilih

viii

Page 9: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

untuk menjalankan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009. Pengadilan Tinggi beralasan bahwa sebagai lembaga yang secara organisatoris berada di bawah Mahkamah Agung, maka Pengadilan Tinggi harus tunduk pada Mahkamah Agung bukan pada lembaga lain termasuk pada Mahkamah Konstitusi dan putusan yang dihasilkannya. (2) Sedangkan pada Pengadilan Negeri menunjukkan bahwa sumpah advokat harus sesuai dengan Undang-Undang Advokat, dimana menyatakan seorang advokat yang tidak disumpah Pengadilan Tinggi adalah advokat yang tidak sah, sehingga secara hukum advokat yang tidak disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi tidak berhak beracara dalam persidangan di pengadilan. Namun dalam prakteknya advokat yang belum disumpah dalam di Pengadilan Tinggi diperbolehkan menjadi kuasa hukum, tetapi sifatnya mendampingi advokat lain yang sudah sah yang telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Tinggi tidak menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, Pengadilan Tinggi lebih memilih untuk menjalankan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009. Sedangkan Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 adalah tidak sah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Advokat. Dari simpulan tersebut dapat diberikan saran bahwa agar advokat memiliki legalitas seperti yang dikehendaki Undang-Undang Advokat, maka Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 seharusnya dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi dengan mengadakan sidang terbuka untuk melakukan penyumpahan terhadap para advokat tanpa memandang organisasinya, dan Sikap Pengadilan Negeri dalam menanggapi kasus sumpah advokat tersebut sebaiknya menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 karena mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi lebih berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tentunya hal ini dilakukan sambil menunggu organisasi advokat menyelesaikan permasalahan intern mereka dengan baik.

ix

Page 10: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN ............................................................................................. iii

PERNYATAAN ............................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

PRAKATA .................................................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................... 9

1.3 Pembatasan Masalah .............................................................. 9

1.4 Rumusan Masalah .................................................................. 10

x

Page 11: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................... 10

1.6 Manfaat Penelitian .................................................................. 10

1.7 Sistematika Skripsi ................................................................. 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.6 Pengertian dan Organisasi Advokat ........................................ 14

2.3 Sumpah Advokat ..................................................................... 16

2.3 Kewenangan dan Fungsi Lembaga Kehakiman ...................... 18

2.3.1 Kewenangan dan Fungsi

Mahkamah Agung. ......................................................... 20

2.3.2 Kewenangan dan Makna Putusan

Mahkamah Konstitusi .................................................... 21

2.3.3 Kewenangan Hakim ....................................................... 23

2.4 Administrasi Peradilan Pidana ................................................ 25

2.5 Kerangka Berpikir………… ................................................... 26

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian ....................................................................... 27

3.2 Metode Pendekatan ................................................................. 28

3.3 Lokasi Penelitian ..................................................................... 29

xi

Page 12: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

3.4 Fokus Penelitian ...................................................................... 29

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian............................................... 30

3.3.2 Populasi……………………………………………… .. 30

3.5.2 Sampel Penelitian……………………………………. .. 30

3.6 Sumber Data Penelitian ........................................................... 31

3.6.1 Sumber data primer…………………………………….. 31

3.6.2 Sumber data sekunder…………………………………. 32

3.7 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 33

3.7.1 Wawancara…………………………………….. ........... 33

3.7.2 Dokumen ........................................................................ 34

3.1 Validitas dan Keabsahan Data ................................................. 34

3.9 Metode Analisis Data .............................................................. 37

3.10 Prosedur penelitian .................................................................. 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Sikap Pengadilan Tinggi Terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 ...................................... 42

4.1.1 Tugas dan Fungsi Mahkamah Agung ............................. 46

4.1.2 Tugas dan Fungsi Mahkamah Konstitusi ........................ 53

xii

Page 13: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

4.1.3 Tugas dan Fungsi Pengadian Tinggi ............................... 70

4.1.3.1 Sikap Para Advokat Terhadap Putusan

MK Nomor 101/PPU-VII/2009 ........................ 81

4.1.3.2 Pendapat Pengadilan Tinggi Jogjakarta

Sebagai Data Pembanding ................................ 88

4.2 Sikap Pengadilan Negeri Terhadap Advokat Yang

Tidak Menunjukan Berita Acara Sumpah

Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009 ....................................................... 92

4.2.1 Pendapat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Sebagai Data Pembanding .............................................. 101

BAB 5 PENUTUP

5.2 Simpulan .................................................................................. 114

5.2 Saran ........................................................................................ 115

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117

LAMPIRAN

xiii

Page 14: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

DAFTAR BAGAN

1. Bagan 1 Peran dan Fungsi Lembaga Kehakiman .................................... 20

2. Bagan 2 Kerangka Berpikir...................................................................... 26

3. Bagan 3 Skema Trianggulasi ................................................................... 36

4. Bagan 4 Gambaran Kekuasaan Kehakiman ............................................. 45

5. Bagan 5 Cara Hakim Mengetahui Sumpah Advokat ............................... 99

6. Bagan 6 Tanggapan Hakim Terhadap Putusan MK................................. 101

xiv

Page 15: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keputusan Pembimbing Skripsi ..................................................... 120

2. Formulir Pembimbingan Penulisan Skripsi ............................................. 122

3. SEMA Nomor 052/KMA/V/2009 perihal sikap Mahkamah

Agung Terhadap Organisasi Advokat ...................................................... 126

4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 .................... 128

5. Pedoman wawancara di Pengadilan Negeri ............................................. 167

6. Pedoman wawancara di Pengadilan Tinggi ............................................. 169

7. Pedoman wawancara di DPC PERADI Cirebon ..................................... 171

8. Pedoman wawancara di DPC KAI Cirebon ............................................. 173

9. Artikel Koran dari Radar Cirebon tertanggal 12 Mei 2010 ..................... 175

10. Penetapan Pengadilan Negeri Cirebon

Nomor 32/Pid.B/2010/PN.CN ................................................................ 177

11. Penetapan Pengadilan Negeri Cirebon

Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN ................................................................. 183

12. Surat ijin Penelitian dari Fakultas untuk

Pengadilan Negeri Cirebon ...................................................................... 188

13. Surat Jawaban Ijin Penelitian dari Pihak

xv

Page 16: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

Pengadilan Negeri Cirebon ...................................................................... 189

14. Surat ijin Penelitian dari Fakultas untuk

Pengadilan Tinggi Bandung ..................................................................... 190

15. Surat Jawaban Ijin Penelitian dari Pihak

Pengadilan Tinggi Bandung ..................................................................... 191

16. Surat ijin Penelitian dari Fakultas untuk DPC PERADI Cirebon ............ 192

17. Surat Jawaban Ijin Penelitian dari Pihak DPC PERADI Cirebon ........... 193

18. Surat ijin Penelitian dari Fakultas untuk DPC KAI Cirebon ................... 195

19. Surat Jawaban Ijin Penelitian dari Pihak DPC KAI Cirebon ................... 196

xvi

Page 17: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Advokat dalam penggunaan Bahasa Indonesia sehari-hari lebih sering

disebut sebagai Pengacara atau Konsultan Hukum. Namun, setelah disahkannya

Undang-Undang Advokat istilah yang dipergunakan hanya advokat, tidak lagi

mengenal istilah Pengacara, Konsultan Hukum ataupun istilah lainnya. Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat merupakan undang-undang

pertama yang lahir sejak Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 yang

khusus mengatur tentang keberadaan advokat sebagai suatu organisasi hukum

yang bebas dan mandiri dalam menegakkan hukum. Oleh karena itu keberadaan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dirasakan sangat

diperlukan demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum, karena

dalam Undang-Undang Advokat tersebut kedudukan advokat disejajarkan dengan

penegak hukum lainnya yaitu : polisi, jaksa dan hakim atau yang disebut dengan

(catur wangsa).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah mencabut

dan menyatakan tidak berlaku lagi beberapa peraturan lama produk Jaman

Kolonial Belanda yang mengatur tentang keberadaan Advokat yaitu : Reglement

op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Staatblad

1847 Nomor 23 jo. Staatblad 1848 Nomor 57) Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala

perubahan dan penambahannya, Bepalingen betreffende het kostuum der

1

Page 18: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

2

Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders

(Staatblad 1848 Nomor 8), Bevoegdheid departemen thoofd in burgelijke zaken

van land (Staatblad 1910 Nomor 446 jo. Staatblad 1922 Nomor 523) dan

Vertegenwoordiging van de land inrechten (K.B.S 1922 Nomor 522).

Dalam perspektif sejarah, disadari bahwa perjalanan profesi advokat di

Indonesia tidak bisa lepas dari keterkaitannya dengan perubahan sosial. Para

advokat Indonesia terseret dalam arus perubahan tersebut. Pada masa pra

kemerdekaan dan tahun-tahun berikutnya setelah Indonesia merdeka, secara

individu banyak advokat terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, terutama

perjuangan politik dan diplomasi. Kala itu kaum intelektual dan pemimpin politik

Indonesia memang terbatas pada mereka yang berasal dari kalangan advokat,

dokter, insinyur dan pamong peraja. Mereka terdidik dalam lingkungan liberal

dan etika berpikir Eropa Barat termasuk Belanda. Karena kedudukan yang cukup

terhormat itu, maka perannya cukup signifikan dalam menentukan sikap politik

para pemimpin Indonesia pada masanya, seperti ikut merumuskan dasar-dasar

konstitusi Indonesaia.

Lahirnya Undang-Undang Advokat, merupakan hasil perjuangan yang

panjang sejak dulu, selama ini advokat selalu menjadi “anak bawang” dalam

sistem hukum dan sistem peradilan. Hampir seluruh peraturan perundang-

undangan yang dibuat tentang peradilan tidak mengakui secara tegas fungsi

advokat di dalamnya. Bahkan sebagian produk perundang-undangan tersebut

justru mendatangkan intervensi eksternal atas advokat oleh pemerintah dan

birokrasi peradilan. Penghargaan terhadap fungsi advokat dalam undang-undang

Page 19: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

3

mengenai peradilan biasanya baru datang bersamaan dengan diperkenalkannya

prinsip-prinsip peradilan yang baik, seperti ketika dibentuknya Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Namun karena diatur secara

simbolis, maka permasalahan tentang fungsi advokat tidak secara nyata

diselesaikan, sebagaimana tidak nyatanya penyelesaian masalah-masalah yang

menghambat terciptanya prinsip-prinsip peradilan yang baik. Oleh sebab itulah

upaya mempertegas pengakuan negara terhadap fungsi advokat dalam sistem

peradilan harus sejalan dengan upaya mengakomodasikan sebesar-besarnya

kepentingan publik dalam pelaksanaan peradilan. Namun harapan untuk

membentuk komunitas profesi advokat yang kuat dan mampu meletakkan fungsi

profesi dalam kerangka sistem peradilan tidak pernah terwujud di Indonesia.

Hingga akhirnya mereka mulai mencari bantuan pihak luar untuk ikut

menyelesaikan persoalannya, dalam hal ini pilihan jatuh pada negara.

Berawal dari Kongres PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) tahun

1969, perjuangan advokat untuk mengupayakan undang-undang profesinya

terangkat kembali ke permukaan pada Kongres Peradin tahun 1973. Rancangan

Undang-Undang Pokok Advokat yang dibicarakan dalam Kongres tersebut

merupakan hasil rumusan dari Peradin-Peradin di Jawa Tengah, dengan

membandingkan undang-undang sejenis yang ada di negara-negara lain seperti

India, Jepang, RRC, dan Muangthai, termasuk juga Belanda. Namun upaya ini

terhenti sejalan dengan melemahnya Peradin di tahun-tahun berikutnya. Apalagi

saat itu tidak sedikit pimpinan dan anggota Peradin yang menolak usulan tersebut.

Page 20: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

4

Mereka percaya bahwa keberadaan Undang-Undang Advokat akan semakin

membahayakan kemandirian advokat sendiri.

Perjuangan selanjutnya untuk mengupayakan terbentuknya Undang-Undang

Advokat adalah setelah terbentuknya IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) pada

tahun 1985, upaya mengusung Rancangan Undang-Undang Advokat kembali

dilakukan. Namun kala itu political will pemerintah tidak cukup memadai untuk

membawa gagasan tersebut secara resmi dalam proses legislasi. Rancangan

Undang-Undang Advokat bahkan sempat beberapa kali berubah, baik nama

maupun konsep pengaturannya. Hingga akhirnya pada Tahun 2000, pemerintah

Republik Indonesia menyerukan perlunya diajukan Rancangan Undang-Undang

tentang Profesi Advokat ke DPR-RI, dengan harapan agar seluruh advokat yang

berpraktek di Pengadilan disyaratkan untuk memiliki izin praktek, dan mentaati

ketentuan kode etik profesi yang seragam.

Dalam rangka melaksanakan klausul tersebut, pemerintah akhirnya

membentuk tim perumus Rancangan Undang-Undang tentang Profesi Advokat

yang dipimpin oleh HAS Natabaya (mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum

Nasional) sebagai ketua dan Adnan Buyung Nasution sebagai wakil ketua, dengan

merangkul perwakilan dari beberapa organisasi advokat yang ada, seperti : Ikatan

Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan

Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), dan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia

(AKHI). Tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya pada bulan September

2000, dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang yang dibuat kepada

pimpinan DPR RI melalui surat Nomor. R.19/PU/9/2000. Kemudian Rancangan

Page 21: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

5

Undang-Undang tersebut disahkan menjadi undang-undang pada tahun 2003

dalam bentuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Namun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

tentang Advokat, ternyata dianggap oleh sebagian besar advokat sebagai produk

hukum yang malah menambah masalah (kriminogen). Sebenarnya sampai saat ini

belum pernah dicapai kesepakatan bulat dan tuntas di antara para advokat

mengenai perlu tidaknya profesi diatur dalam undang-undang tersendiri, sehingga

selalu terdapat dua pandangan yang saling berseberangan.

Pandangan pertama, sebagian pandangan mayoritas di kalangan advokat,

menyatakan bahwa Undang-Undang Advokat mutlak diperlukan untuk

menyetarakan status antara profesi advokat dengan unsur-unsur peradilan lainnya

(seperti polisi, jaksa, dan hakim). Tanpa status yang setara, advokat akan terus

menjadi "anak bawang" dalam proses peradilan, dan selalu dipandang sama

swastanya dengan klien yang diwakili. Akibatnya, advokat tidak dapat

menjalankan perannya secara optimal karena rentan terhadap tindak diskriminasi,

intervensi, dan represi baik dari polisi, jaksa, maupun hakim.

Pandangan kedua, menyatakan bahwa Undang-Undang Profesi Advokat

memang diperlukan untuk menyetarakan status antara profesi advokat dengan

unsur-unsur peradilan lainnya (polisi, jaksa, dan hakim). Namun isi yang

terkandung didalamnya terdapat banyak kerancuan yang justru dapat membuat

posisi advokat menjadi organisasi profesi yang diakui secara undang-undang

namun tidak diakui sepenuhnya dalam praktek di pengadilan.

Page 22: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

6

Salah satu isi dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

yang dapat menjadi permasalah besar adalah melalui Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 28

ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Pasal 28

ayat (1) diamanatkan untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat, yang

kemudian lahir PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia), namun dalam

perkembangannya di internal organisasi advokat itu sendiri malah terjadi

perpecahan, sehingga muncul lagi organisasi advokat lain yaitu KAI (Konggres

Advokat Indonesia) dan (AAI) Asosiasi Advokat Indonesia.

Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan : “sebelum menjalankan

profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan

sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili

hukumnya”. Namun dalam perkembangannya Mahkamah Agung Republik

Indonesia melalui Surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 052/KMA/V/2009

Tanggal 01 Mei 2009 memerintahkan agar semua Ketua Pengadilan Tinggi di

seluruh Indonesia untuk sementara waktu tidak mengambil sumpah advokat baru

yang dimintakan penyumpahannya, sebelum terbentuknya wadah tunggal advokat

seperti yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat.

Terkait berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya uji materiil

terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang diajukan

ke Mahkamah Konstitusi atas usulan dari beberapa advokat senior. Uji meteriil

tersebul ditujukan khususnya pada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1). Namun

putusan dari Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

Page 23: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

7

101/PPU-VII/2009 ternyata cenderung mengambang dan tidak tegas dalam

memutuskan mencabut atau tidak dari pasal yang dilakukan uji Materiil tersebut.

Hal ini tentunya akan menciptakan dualisme pandangan di Pengadilan

Tinggi dan Pengadilan Negeri apakah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi

atau Surat Ketua Mahkamah Agung dalam menentukan sikap tentang advokat

yang legal untuk dapat beracara di pengadilan. Bahkan mungkin akan terjadi

perbedaan pandangan di setiap Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dimana

seorang advokat dinyatakan legal di Pengadilan Negeri A namun dinyatakan tidak

legal oleh Pengadilan Negeri B.

Salah satu contoh dari permasalahan tersebut adalah yang terjadi di

Pengadilan Negeri Kota Cirebon dimana pada sidang perkara pidana

No.32/Pid.B/2010/PN.CN Jaksa Penuntut Umum menanyakan perihal berita acara

penyumpahan advokat dari Pengadilan Tinggi terhadap tim advokat tersebut

sebagaiman yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

tentang Advokat. Namun tim advokat tersebut tidak dapat menunjukan berita

acara penyumpahan advokat terhadap dirinya (Radar Cirebon, 12 Mei 2010).

Advokat tersebut beralasan bahwa keharusan seorang advokat untuk disumpah

oleh Pengadilan Tinggi sebelum dapat beracara di pengadilan berdasarkan Pasal 4

ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 telah dicabut/dibatalkan

berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 karena

dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Alasan tersebut tidak dapat diterima

oleh Jaksa Penuntut Umum karena menurutnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Page 24: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

8

Nomor 101/PPU-VII/2009 tersebut tidaklah mencabut atau membatalkan isi dari

pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Maka majelis hakim pada persidangan tersebut dengan mengacu pada

pertimbangan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,

Surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 052/KMA/V/2009 dan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 mengeluarkan penetapan

No.32/Pid.B/2010/PN.CN yang berisikan bahwa : “Tim Advokat/Penasehat

hukum yang mendampingi para terdakwa tidak mempunyai kewenangan untuk

mendampingi para terdakwa dalam perkara pidana No. 32/Pid.B/2010/PN.CN”.

Kasus di atas merupakan satu dari banyak kasus yang mungkin akan terjadi,

hal ini dapat dilihat dari semakin maraknya Uji Materiil Undang-Undang Advokat

ke Mahkamah Konstitusi yang belakangan ini terjadi. Menurut Ketua Mahkama

Konstitusi saat itu, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, dapat disimpulkan bahwa

Undang-Undang Advokat bermasalah, baik itu dari segi isi maupun proses

pembentukannya (hukumonline.com, 1 Desember 2006).

Dengan melihat permasalahan yang terjadi dan menurut penjelasan Putusan

Mahkamah Konstitusi di atas penulis tertarik untuk membuat skripsi dengan

mengambil judul : ”LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA

DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN

2003 TENTANG ADVOKAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 101/PPU-VII/2009”.

Page 25: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

9

1.2 Identifikasi masalah

Melihat dari latar belakang permasalahan yang ada, maka penulis

mengklasifikasikan masalah yang mungkin muncul, yakni :

1) Sumpah advokat bisa menjadi masalah di pengadilan.

2) Saling klaim sebagai organisasi advokat yang sah menurut undang-undang.

3) Sikap yang berbeda-beda dari masing-masing Pengadilan Tinggi yang ada di

Indonesia dalam menanggapi permasalahan sumpah advokat.

4) Sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009.

5) Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukan berita

acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009.

6) Sah tidaknya berpraktek di sidang pengadilan tanpa adanya sumpah.

7) Akibat hukum dari batalnya sumpah.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar dalam melakukan penelitian tidak menyimpang dari judul yang dibuat,

maka penulis perlu melakukan pembatasan masalah untuk mempermudah

permasalahan dan mempersempit ruang lingkup, yang dalam hal ini adalah :

1) Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukan berita

acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009

Page 26: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

10

2) Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukan berita

acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009.

1.4 Rumusan Masalah

1) Bagaimana sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009?

2) Bagaimana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat

menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009?

1.5 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan yang hendak dincapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Mengetahui dan menganalisis sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009.

2) Mengetahui sejauh mana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan yang bermanfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya. Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 merupakan putusan yang menarik untuk

dikaji, karena isi dari putusan tersebut cenderung mengambang dan dapat

Page 27: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

11

menimbulkan banyak tafsir dalam mengartikannya terutama dikalangan aparat

penegak hukum yang berkepentingan di dalam pengadilan pada umumnya dan

dikalangan organisasi-organisasi advokat pada khususnya. Sehingga

dikhawatirkan dapat mengganggu prinsip penegakan hukum yang baik di

Indonesia.

1.6.1 Manfaat Teoritis

1) Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum

dan khususnya Hukum Acara Pidana.

2) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran

untuk dijadikan arah penelitian yang lebih lanjut pada masa yang akan

datang.

3) Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan agar

dalam pembuatan keputusan tidaklah mengambang dan menimbulkan

tafsir yang beragam.

1.6.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Mahasiswa

Memberikan suatu gambaran mengenai suatau permasalahan yang timbul

dalam tata cara beracara di pengadilan sehingga dapat memotifasi

mahasiswa agar daat labih jauh lagi mendalami ilmu hukum tidak

terbatas hanya pada hukum formil dan Materiil saja tetapi dari

permasalahan hukum yang kompleks yang mungkin dapat timbul dalam

penerepan hukum itu sendiri

Page 28: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

12

2) Bagi Pengajar

Penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran bahwa permasalahan

hukum dapat timbul tidak hanya dari materi hukum pidana yang

senantiasa diajarkan pada mahasiswa tapi dapat timbul dari aspek Hukum

Tata Negara maupun Hukum Administrasi Negara. Sehingga dalam

pembelajarannya perlu menggunakan pendekatan yang lebih kompleks

agar dapat menghasilkan lulusan-lulusan ilmu hukum yang berkualitas.

1.7 Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini disusun dengan sistemtika pembahasan sebagai berikut :

1.7.1 Bagian awal skripsi yang memuat:

Halaman judul, pengesahan, sari, motto dan persembahan, prakata, daftar isi

dan daftar lampiran.

1.7.2 Bagian pokok skripsi yang memuat:

BAB 1 PENDAHULUAN, Bab ini menguraikan tentang : latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, Bab ini berisi tentang : pengertian

advokat, sumpah advokat, kewenangan dan fungsi lembaga

kehakiman, administasi peradilan pidana, dan kerangka berfikir

dari penelitian.

Page 29: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

13

BAB 3 METODE PENELITIAN, bab ini menguraikan tentang: dasar

penelitian, metode pendekatan, lokasi penelitian, fokus penelitian,

populasi dan sampel penelitian, sumber data penelitian, teknik

pengumpulan data, validasi dan keabsahan data, metode analisis

data, dan prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, bab ini

menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai :

a. Sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009,

b. Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009; dan

BAB 5 PENUTUP, bab ini menguraikan tentang simpulan dan saran.

1.7.3 Bagian akhir skripsi yang memuat : daftar pustaka dan lampiran.

Page 30: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1 Pengertian dan Organisasi Advokat Sebelum menjelaskan tentang legalitas sumpah advokat untuk beracara di

pengadilan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, terlebih dahulu

akan diuraikan tentang pengertian advokat.

Advokat berasal dari kata “advocaat”, dalam bahasa latin yaitu “advocatus”

yang berarti pembela ahli hukum dalam perkara baik di dalam atau di luar

pengadilan. Advokat merupakan salah satu organ hukum yang sangat penting

kedudukannya dalam beracara di sidang pengadilan baik pada perkara Pidana,

Perdata maupun Tata Usaha Negara. Hal ini menjadi sangat penting karena dalam

penegakan supremasi hukum di Indonesia Undang-Undang Advokat memberikan

kedudukan advokat tersebut setara penegak hukum lainnya yaitu : polisi, jaksa

dan hakim atau yang disebut dengan catur wangsa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian advokat adalah

ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasihat atau pembela perkara di

pengadilan. Selain itu dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : “advokat merupakan seseorang

yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang

untuk memberi bantuan hukum”. Kemudian dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, disebutkan bahwa: “advokat

14

Page 31: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

15

adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar

pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang- undang

ini.”

Terhadap permasalahan sumpah advokat yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Advokat yang menyatakan : “sebelum menjalankan profesinya, Advokat

wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di

sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya”.

Isi Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat tersebut merupakan syarat

yang diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat dan harus dimiliki oleh seorang

advokat sebelum dinyatakan legal untuk beracara di pengadilan dengan tanpa

melihat dari organisasi advokat mana advokat itu berasal.

Sumpah atau janji pihak-pihak yang terlibat dalam persidangan juga diatur

dalam Pasal 76 ayat (1) dan (2) KUHAP

1) dalam hal berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini diharuskan adanya pengambilan sumpah atau janji, maka untuk keperluan tersebut dipakai peraturan perundang-undangan tentang sumpah atau janji yang berlaku, baik mengenai isinya maupun mengenai tata caranya.

2) apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, maka sumpah atau janji tersebut batal menurut hukum.

Berdasarkan isi dari Pasal 76 ayat (1) dan (2) KUHAP sangat jelas dikatakan

bahwa para pihak yang terlibat dalam persidangan diaruskan diambil sumpahnya

baik berdasarkan KUHAP maupun berdasarkan undang-undang lain (Undang-

Undang Advokat) yang mengatur secara khusus mengatur, jika tidak terpenuhi

maka sumpah tersebut batal demi hukum.

Page 32: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

16

Dalam Kamus Hukum karangan Marwan dan Jimmy dikatakan bawa

Organisasi Advokat adalah “organisasi profesi pengacara atau advokat yang

didirikan berdasarkan undang-undang”. Dalam Undang-Undang Advokat

dinyatakan bahwa hanya ada satu organisasi advokat dalam suatu yurisdiksi.

Organisasi lain tetap mungkin ada, tetapi hanya satu yang diakui negara dan para

advokat wajib bergabung di dalamnya. Namun pada kenyataannya, sampai

dengan saat ini belum juga terbentuk wadah tunggal advokat seperti yang

diinginkan di dalam Undang-Undang Advokat.

Permasalahan yang mengakibatkan Organisasi Advokat sulit bersatu

menurut Daniel S Lev adalah :

“Profesi advokat tidak lagi merupakan perkumpulan yang dekat, melainkan lebih memuat kelompok-kelompok yang berbeda bedasarkan asal, pengalaman, dan orientasi professional. Jika pada masa lampau perbedaan utama hanya antara advokat professional dan pokrol bambu, maka saat ini terlalu banyak garis perbedaan yang memisahkan advokat yang satu dari yang lain” (Daniel, 2001 : 51)

2.2 Sumpah Advokat

Sumpah advokat yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini

merupakan syarat yang diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat dan harus

dimiliki oleh seorang advokat sebelum dinyatakan legal untuk beracara di

pengadilan dengan tanpa melihat dari organisasi advokat mana advokat itu

bersasal.

Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (1) yang merupakan inti permasalahan dari

penelitian ini, dikatakan pula bahwa dalam menjalankan profesinya, seorang

advokat harus memegang teguh sumpah advokatnya dalam rangka menegakkan

Page 33: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

17

hukum Rambe, 2001 : 33). Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Advokat

telah memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan

tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat

adalah dari sumpah advokat yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dimana sumpah tersebut dilakukan

sebelum menjalankan profesinya, yaitu:

“demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :

1) bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

2) bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga

3) bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan

4) bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani

5) bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai advokat

6) bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat.

Sumpah advokat tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan

menjalani profesi sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat.

Menurut Jimly Asshiddiqie (2005 : 9)

“Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya sebagai formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik.

Page 34: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

18

Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan”.

2.3 Kewenangan dan Fungsi Lembaga Kehakiman Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan

bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka

salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal

24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 amandemen ke-4, disebutkan bahwa :

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi”.

Namun dalam penelitian ini hanya kewenangan Mahkamah Agung dan

kewenangan Mahkamah Konstitusi serta sedikit penjelasan mengenai kewenangan

Hakim yang akan dijelaskan.

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah adalah dua lembaga yang terpisah.

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam (Mahkamamah Konstitusi dan Pengujian

Page 35: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

19

Undang-Undang), karena pada hakikatnya keduanya memang berbeda.

Mahkamah Agung lebih merupakan pengadilan keadilan (court of justice),

sedangkan Mahkamah Konstitusi lebuh berkenaan dengan lembaga pengadilan

hukum (court of law). Memang tidak dapat dibedakan sepenuhnya sebagai “court

of justice” versus “court of law”.

Pada awalnya rumusan yang diusulkan adalah seluruh kegiatan “judicial

review” diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi, sehingga mahkamah agung

dapat berkonsentarsi menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat

mewujudkan rasa adil bagi setiap warga Negara (Huda, 2009 : 2003). Namun

UUD 1945 memberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan dibawah

undang-undang kepada Mahkamah Agung. Di lain pihak, Mahkamah Konstitusi

juga diberi tugas dan kewajiban memutus dan membuktikan unsure tanggung

jawab pidana presiden dan/atau wakil presiden yang menurut DPR telah

melakukan pelangaran hukum terhadap UUD. Dengan kata lain Mahkamah

Agung tetap diberikan kewenangan sebagai court of law disamping fungsinya

sebagai court of justice. Sementara itu Mahkamah Konstitusi tetap diberi tugas

yangberkenaan sebagai court of justice disamping fungsi utamanaya sebagai court

of law (Huda, 2009 : 202-203).

Pembagian tugas di bidang pegujian peraturan (judicial review) atas

peraturan perundang-undangan antara Mahkmah Agung dan Mahkamah

Konstitusi menurut Jimly Asshiddiqie dalam (Mahkamamah Konstitusi dan

Pengujian Undang-Undang) sama sekali tidak ideal karena dapat menimbulkan

perbedan atau putusan yang saling bertentangan antara Mahkmah Agung dan

Page 36: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

20

Mahkamah Konstitusi ke depan, yang mana hrus dipikirkan kemungkinan

mengintegrasikan seluruh system pengujian peraturan dibawah kewenangan

Mahkamah Konstitusi.

Peran dan fungsi dari masing-masing lembaga kehakiman berdasarkan UUD

1945 amandemen ke-4 tergambar dalam bagan berikut ini :

Bagan 1 Peran dan fungsi Lembaga Kehakiman

2.3.1 Kewenangan dan Fungsi Mahkamah Agung

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman : “Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan

kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945,”

Mahkamah Agung merupakan pengadilan tertinggi negara dari badan

peradilan yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan sebagaimana

Page 37: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

21

dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman :

“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”

Kewenangan dari Mahkamah Agung sebagai mana disebutkan dalam

Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman adalah :

1) mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain.

2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

3) kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

2.3.2 Kewenangan dan Makna Putusan Mahkamah Konstitusi

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi : “Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu

lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Landasan Konstitusional Mahkamah Konstitusi adalah Pasal 24C

UUD 45, yang menyebutkan :

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untukmenguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partaipolitik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

Page 38: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

22

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan

Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak

diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Hal ini sesuai

dengan kewenangan dari Mahkamah Konstitsi yang tertuang dalam Pasal 10

ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi :

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: 1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3) memutus pembubaran partai politik 4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum 5) Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan

Presiden/Wakil Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi, suap, t indakpidana berat lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.

Dalam memutuskan perkara Pengujian Undang-Undang terhadap

Undang-Undang Dasar, Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan

sebagimana yang terdapat dalam pasal 56 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tentang Mahkamah Konstitusi :

1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 39: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

23

4) Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

5) Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Salah satu asas yang dimiliki Mahkamah Konstitusi terdapat asas

“erga omnes” yaitu bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat

setiap orang. Sehingga setiap orang harus patuh terhadap Putusan

Mahkamah Konstitusi.

2.3.3 Kewenangan Hakim

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat pengertian

hakim adalah : “orang yang mengadili perkara di pengadilan atau

mahkamah”. Kewenangan hakim diatur dalam Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam penelitian ini kewenangan hakim dalam memutus suatu

perkara menjadi sangat penting kedudukannya, mengingat dari adanya dua

keputusan dari dua lembaga kehakiman Negara yang salaing bertentangan

satu sama lain. Keputusan pertama datang dari Mahkamah Konstitusi

dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009,

keputusan kedua datang dari Mahkamah Agung dengan SEMA Nomor

052/KMA/V/2009.

Page 40: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

24

Kedua keputusan tersebut memutus mengenai obyek yang sama yaitu

masalah sumpah advokat. Hal ini tentunya akan membuat hakim bimbang

baik pada hakim Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi dengan

mengikuti pada keputusan siapa yang harus diikuti.

Dalam mengambil sebuah keputusan seorang hakim haruslah mandiri,

dalam arti tidak dibolehkan ada interfensi dari pihak mana pun. Hal ini

berdasarkan atas Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :

1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.

2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan Hakim adalah pandangan obyektif dari posisi yang

obyektif. Menurut Kamus Hukum karangan Marwan dan Jimmy, objectief

diartikan sebagai “berpendirian jujur berpandangan yang benar,

berpandangan sesuai keadaan yang sebenarnya”. Sedangkan dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objektivitas diartikan sebagai “sikap jujur

tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam

mengambil keputusan atau tindakan. Dengan demikian ukuran untuk

menentukan apakah seorang Hakim telah melaksanakan tugasnya secara

objektif adalah apabila ia bersikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan

pertimbangan pribadi atau golongan, berpandangan dan bertindak benar

(sesuai hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku) sesuai

Page 41: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

25

dengan keadaan yang sebenarnya dalam mengambil keputusan atau

tindakan dalam setiap pemeriksaan.

2.4 Administrasi Peradilan Pidana

Administrasi pengadilan diantaranya meliputi pengawasan terhadap

anggaran, penunjukan hakim dalam suatu perkara, menciptakan jadwal

persidangan dan mengawasi pekerjaan yang bersifat non-perkara.

Dalam administrasi peradilan diatur mengenai kegiatan yang dilakukan oleh pengadilan untuk menciptakan efisiensi, akurasi dan konsistensi dalam sistim peradilan. Suatu struktur administrasi pengadilan dilakukan dalam rangka menunjang kerja hakim dan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan (Adisoeryo, 2002 : 80) Administrasi peradilan digunakan untuk menegakkan prinsip kekuasaan

kehakimian yang merdeka, maka atas dasar amanat TAP MPR RI No.

X/MPR/1998 yang mengamanatkan Pemisahan yang tegas antar fungsi-fungsi

yudikatif dari eksekutif dengan mengalihkan organisasi, administrasi dan finansial

badan-badan peradilan yang semula berada di bawah departemen-departemen

menjadi berada di bawah Mahkamah Agung, maka diundangkan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 1

No.1 Juli 2004).

Cabang kekuasaan kehakiman dikembangkan sebagai satu satuan sistem

yang berpuncak pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu

cabang kekasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juda dapat

Page 42: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

26

dipahami mempunyai dua pintu, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi (Asshiddiqie, 2004 : 82-83)

2.5 Kerangka Berpikir

Dalam penulisan skripsi, kerangka berfikir penting untuk menjelaskan

penelitian dalam mencapai tujuan atas sebuah penelitian yang dilakukannya.

Dengan kerangka berfikir diharapkan para pembaca dapat lebih memahami isi dan

makna dari penulisan skripsi ini.

Bagan 2 Kerangka berpikir

Page 43: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian

Metode adalah salah satu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan data

dan menguji kebenaran yang valid. Pada penelitian hukum ini peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode kualitatif adalah metode yang dipergunakan sebagai prosedur dalam

melakukan penelitian yang dapat menghasilkan data-data yang valid dan

deskriptif, yang di dalamnya dapat secara lisan ataupun tulisan dari para pelaku

yang peneliti amati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu yang

diterangkan secara utuh. Maka dalam hal ini tidak mengisolasi individu atau

organisasi kedalam variable atau hipotesis akan tetapi perlu melihatnya sebagai

satu kesatuan yang utuh (Moleong, 2007: 4).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan strategi penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor adalah “prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun

lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati” (Moleong 2007 : 4). Sedangkan

menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang

tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya” (Moleong, 2007 : 4).

27

Page 44: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

28

Strategi penelitian kualitatif digunakan karena beberapa alasan,yaitu :

1) Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apa bila berhadapan

dengan kenyataan yang ada,

2) Kedua,metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan peneliti

dengan pemberi informasi,

3) Ketiga,metode ini lebih peka dan lebih dapat menyasuaikan diri dengan

banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi (Moleong, 2007 : 9-10)

3.2 Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis sosiologis (juridical sociological). Metode pendekatan yuridis sosiologis

adalah suatu penelitian yang menitik beratkan perilaku individu atau masyarakat

dalam kaitannya dalam hukum (Marzuki, 2007 : 87). Hal ini dikarenakan

permasalahan yang akan diteliti adalah didasarkan pada Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009, yang berkaitan dengan pandangan hakim dalam menetapkan

legalitas dari advokat untuk beracara di pengadilan. Kemudian akan ditarik

kesimpulan yang bersifat umum. Segi sosiologisnya adalah sikap hakim terkait

sumpah advokat dalam memutuskan kelegalan advokat untuk beracara di

pengadilan. Metode pendekatan dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan

cara pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen.

Page 45: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

29

3.3 Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka mempertanggung

jawabkan data yang diperoleh. Dengan demikian maka lokasi penelitian perlu

ditetapkan terlebih dahulu. Lokasi Penelitian atau tempat dimana penelitian ini

dilakukan adalah mengacu dimana permasalahan obyek itu berasal yaitu di

Pengadilan Negeri Cirebon. Namun demikian lokasi lain seperti: Pengadilan

Tinggi Bandung, DPC PERADI Cirebon serta DPC KAI Cirebon juga digunakan.

3.4 Fokus Penelitian

Fokus pada dasarnya adalah masalah yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah

ataupun kepustakaan lainnya (Moleong, 2007 : 97). Penetapan fokus ini sangat

penting sekali, karena dengan adanya fokus maka seorang peneliti dapat

membatasi studi. Selain itu dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, maka

peneliti dapat membuat keputusan yang tepat dalam mencari data.

Fokus dalam penelitian kualitatif sebenarnya adalah masalah itu sendiri.

Yang menjadi fokus dari penelitian ini dibatasi pada Penetapan Pengadilan yang

mempertanyakan kelegalan dari tim advokat yang belum diambil sumpahnya oleh

Pengadilan Tinggi domisili hukumnya untuk mendampingi dan beracara di

Pengadilan Negeri Cirebon.

Page 46: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

30

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi

Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh

gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti (Soemitro,

1988 : 44). Populasi dalam penelitian ini adalah hakim di Pengadilan Negeri

Cirebon, hakim di Pengadilan Tinggi Bandung, serta advokat dari KAI dan

PERADI

3.5.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2008: 81). Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalahadalah teknik random sampling, yaitu suatu

teknik pengambilan sampel secara sembarangan atau tanpa pilih atau secara

rambang, tetapi dimana setiap objek atau individu atau gejala yang

memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi

sampel (Soemitro, 1988: 47). Jenis sampel yang dipakai adalah purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

(Sugiyono, 2008: 85).

Keterbatasan waktu dan biaya, maka tidak dapat mengambil sampel

yang besar jumlahnya dan jauh letaknya sehingga untuk memenuhi sampel

tertentu yang diinginkan, maka subyek yang diambil sebagai sampel harus

benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri

yang terdapat pada populasi. Dalam penelitian ini sampel hakim yang

digunakan sebagai sampel penelitian adalah Majelis Hakim yang

Page 47: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

31

mengelurakan Penetapan Pengadilan Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN dan

32/Pid.B/2010/PN.CN

3.6 Sumber Data Penelitian Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah “kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”

(Moleong, 2007 : 157). Sumber data menyatakan berasal dari mana data

penelitian dapat diperoleh. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber

data:

3.6.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data pokok yang di perlukan dalam

penelitian yang berasal dari responden dan informan dan merupakan sumber

data utama, yang diperoleh peneliti dari:

3.6.1.1 Responden

Responden merupakan sumber data yang berupa orang,

dalam penelitian ini yang dijadikan responden adalah hakim dan

advokat. Hakim yang dimaksud disini adalah hakim Pengadilan

Negeri Cirebon yang menangani perkara yang disidangkan dalam

kasus ini, sedangkan advokat yang dimaksud disini adalah advokat

yang terlibat dalam kasus ini atau advokat lain yang tidak terlibat

terlibat dalam kasus initetapi mengetahui permasalahan yang terjadi

dalam proses persidangan tersebut. Dari beberapa responden tersebut

diharapkan terungkap kata-kataatau tindakan yang dari orang yang

diamati atau diwawancarai dapat dijadikan sebagai sumber data utama

Page 48: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

32

3.6.1.2 Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong,

2006:132). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua

Pengadilan Negeri Negeri Cirebon dan Panitera Pengganti Pengadilan

Negeri Cirebon yang menangani kasus tersebut.

3.6.2 Sumber Data Skunder

Data sekunder adalah data yang menunjang data primer dan

merupakan pelengkap bagi data primer. Sumber data sekunder yang

digunakan :

Sumber data sekunder atau data tertulis yang digunakan dalam penelitian ini

dapat berupa:

1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

6) SEMA Nomor 052/KMA/V/2009 tentang Sikap Mahkamah Agung RI

Terhadap Organisasi Advokat

7) SEMA Nomor 113/KMA/IX/2009

8) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

9) Penetapan Pengadilan Nomor 32/Pid.B/2010/PN.CN

Page 49: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

33

10) Artikel berita yang berasal dari koran Radar Cirebon tertanggal 12 Mei

2010.

11) Dokumen dan hasil-hasil penelitian yang ada kaitannya dengan legalitas

advokat.

3.7 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data

yang dilakukan adalah :

3.7.1 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memeberikan

jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006:186).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpulan data

dengan berupa pedoman wawancara yaitu instrumen yang berbentuk

pertanyaan- pertanyaan yang ditujukan Jaksa Penuntut Umum, Majelis

Hakum serta Tim Pengacara yang langsung terlibat dalam persidangan

kasus tersebut.

Untuk memperoleh informasi yang sedekat-dekatnya dan seobjektif-

objektifnya, peneliti dalam melakukan wawancara harus saling bekerjasama,

saling menghargai, saling mempercayai, saling memberi serta saling

menerima.

Page 50: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

34

3.7.2 Dokumen

Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang

dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “contentanalysis”

(Soekanto, 1986: 21). Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tujuan

utama dari dokumen sebagai sarana pengumpulan data peneliti dengan

pengumpulan data pengecekan berkas-berkas yang ada di Pengadilan Negeri

Cirebon, mengenai berita acara persidangan.data yang didapatkan tersebut

dapat pula untuk memperkuat apa yang terdapat di lapangan pada saat

wawancara.

3.8 Validitas dan Keabsahan Data

Moleong memandang bahwa data merupakan konsep paling penting bagi

penelitian kualitatif yang di perbaharui dari konsep kesatuan validitasi dan

kendala atau reabilitas versi positifisme dan disesuaikan dengan tuntutan

pengetahuan, kriteria dan paradigma sendiri (Moleong, 2007: 171).

Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan

data.Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

tehnik trianggulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding dalam data itu. Dengan kata lain digunakan juga pendapat

JPU selain dari pendapat hakim dan advokat. Dalam pemeriksaannya dibedakan

empat macam bentuk pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik dan teori (Moleong, 2007: 178).

Page 51: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

35

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987 : 331 dalam Moleong, 2006 :

330-331). Hal dicapai dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara;

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi;

c. Membandingkan apa yang orang katakan tentang situasi penelitian saat ini

dengan apa yang orang katakan di lain waktu;

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah

atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan; dan

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan

(Moleong, 2007 :331).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan trianggulasi dengan sumber derajat

dicapai dengan jalan:

a. Membandingkan data di lapangan dengan hasil wawancara;

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi; dan

c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Triangulasi tergambar dalam gambar sebagai berikut:

Page 52: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

36

Bagan 3 Skema trianggulasi

Keterangan :

1. Masalah yang sama dicek silang melalui sumber/informan yang

berbeda, misalnya antara hakim dengan advokat.

2. Masalahnya yang sama dicek silang melalui teknik yang berbeda,

misalnya wawancara dengan observasi.

3. Sumber yang sama dicek silang melalui teknik waktu yang berbeda,

misalnya pada hari minggu pertama dan minggu kedua.

4. Sumber yang sama dicek silang melalui teknik yang berbeda, misalnya

wawancara dengan observasi.

Dalam penelitian ini, nara sumber yang dipilih adalah berasal dari

Pengadilan Negeri Cirebon. Penelitian terfokus pada pertimbangan majelis hakim

dalam memutuskan penetapan Pengadilan Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN dan

Sumber yang sama

Waktu yang berbeda

Teknik yang berbeda

Masalah yang sama

Sumber yang sama

Teknik yang berbeda

Page 53: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

37

32/Pid.B/2010/PN.CN yang ada setelah adanya usulan dari JPU mengenai sumpah

advokat. Penelitian juga dilakukan terhadap organisasi advokat yang terlibat

dalam perkara tersebut.

3.9 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke

dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 2007: 103).

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007: 248).

Secara etimologis “hipotesis” berarti dugaan sementara atau jawaban

sementara (Alex, 2004: 152).

Proses analisis data sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan hipotesis-hipotesis, meskipun sebenarnya tidak ada formula yang pasi dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis. Hanya saja pada analisis data, tema, dan hipotesis lebih diperkaya dan diperdalam dengan cara menggabungkannya dengan sumber-sumber data yang ada (Ashshofa, 2004 : 66).

Analisis data penelitian menggunakan data kualitatif model interaktif yang

berlangsung terus-menerus dan berkelanjutan (Miles dan Huberman dalam

Bungin, 2007: 144), analisis model interaktif melalui berbagai alur kegiatan

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Page 54: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

38

1) Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mencari dan mengumpulkan data yang

diperlukan yang dilakukan terhadap berbagai jenis dan bentuk apa yang ada di

lapangan kemudian data tersebut dicatat (Moleong, 2002: 106). Pengumpulan

data ini dilakukan berkaitan dengan data penelitian yang ada di lapangan yaitu

peneliti melakukan wawancara kepada majelis hakim yang bertugas dalam

perkara tersebut. Adapun langkah-langkahnya yaitu: mengurus surat ijin

penelitian, mendapat surat jawaban dari pihak pengadilan, melakukan

penelitian, penelitian dilapangan, mendapatkan dokumen dan hasil wawancara.

2) Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul

dan menggolongkan, menyatukan dan membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulannya

dapat ditarik dan diverifikasi (Milles, 1992: 15).

Reduksi data yang peneliti lakukan antara lain dengan menajamkan hasil

penelitian mengenai legalitas sumpah advokat di Pengadilan Negeri Cirebon

berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dengan

cara mengarahkan hasil penelitian sesuai dengan permasalahn peneliti dan

membuang data yang tidak perlu. Pada tahap ini penulis memilih data yang

paling tepat yang disederhanakan dan diklasifikasikan atau dasar tema,

memadukan data yang tersebar, menelusuri tema untuk data tambahan, dan

membuat simpulan menjadi uraian singkat.

Page 55: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

39

3) Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Milles,

1992: 17).Penyajian data ini membantu peneliti untuk melihat gambaran

keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. Data yang

diperoleh dari obyek penelitian baik dari data primer maupun sekunder akan

disusun secara sistematis dan disajikan dalam bentuk laporan penelitian secara

kualitatif yaitu berdasarkan konsep teori, peraturan perundang-undangan

tentang legalitas advokat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Cirebon.

4) Menarik Kesimpulan (verifikasi)

Kesimpulan adalah suatu tinjauan ulang pada catatan lapangan atau

kesimpulan dapat ditinjau sebagaimana yang muncul dari data yang harus diuji

kebenarannya, kekokohan, dan kecocokannya yaitu mencapai validitasnya

(Milles, 1992: 19).Pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan

menarik simpulan sebagai suatu yang berkaitan pada saat sebelum, selama, dan

sesudah pengumpulan data berlangsung.Dalam hal ini peneliti mengoreksi

kembali hasil penelitian dengan catatan yang terdapat di lapangan selama

penelitian.Setelah data tersebut sesuai, maka dapat ditarik simpulan dari setiap

item yang ada. Tahapan analisis data kualitatif diatas melibatkan beberapa

komponen data interaktif yang merupakan suatu proses siklus dalam

melakukan analisis data.

Page 56: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

40

3.10 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini membagi empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan penulisan laporan. Pada tahap

sebelum ke lapangan, peneliti mempersiapkan segala macam yang diperlukan

sebelum peneliti terjun ke dalam kegiatan penelitian yaitu:

1) Menyusun rancangan penelitian.

2) Mempertimbangkan Secara konseptual teknis serta praktis terhadap tempat

yang akan digunakan dalam penelitian.

3) Membuat surat ijin penelitian.

4) Menentukan responden yang akan membeantu peneliti.

5) Mempersiapkan perlengkapan penelitian.

6) Dalam penelitian, peneliti harus bertindak sesuai etika yang berkaitan Dengan

tata cara peneletian yaitu di Pengadilan Negeri Cirebon

Adapun pelaksanaannya yaitu:

1) Mengambil data-data, yaitu berupa berkas penetapan persidangan dimana

kasus itu terjadi, serta melihat data-data mengenai pertimbangan hukum apa

saja yang digunakan majelis hakim dalam mengelurakan Penetapan Pengadilan

Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN dan 32/Pid.B/2010/PN.CN

2) Melakukan wawancara dengan informan di Pengadilan Negeri Cirebon

3) Melakukan wawancara dengan informan di DPC Peradi Cirebon

4) Melakukan wawancara dengan informan di DPC KAI Cirebon

5) Melakukan wawancara dengan informan di Pengadilan Tinggi Bandung

Page 57: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

41

6) Setelah semua data yang ada di lapangan terkumpul, maka peneliti mereduksi,

menyajikan data serta menarik kesimpulan.

Page 58: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Sebelum menjelaskan tentang sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, terlebih dahulu akan dijelaskan

mengenai peran dari masing-masing lembaga peradilan di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila serta demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

Amandemen ke-4 UUD 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan

ketatanegaraan di Indonesia. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa

kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh : “Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata

usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam yang berkedudukan di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang merupakan pengadilan khusus

dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut

42

Page 59: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

43

kewenangan peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang

kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).

Di samping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman,

amandemen ke-4 UUD 1945 juga memperkenalkan suatu lembaga baru yang

berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial

(KY). Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim

Pada dasarnya amandemen ke-4 UUD 1945 telah membawa perubahan

mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya

dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan

penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan

kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam

hukum dan dalam mencari keadilan.

Konsekuensi dari adanya Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman adalah

pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah

kendali Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan

berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen

Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan

berada di bawah kendali Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Berikut

adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung :

Page 60: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

44

1) Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan

Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak

tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia ke Mahkamah Agung

2) Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan

Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah

Provinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak

tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung.

3) Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan

Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1

September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini,

seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup

peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung,

meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh

Mabes TNI.

Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset,

keuangan, arsip/dokumen dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah

Agung. Maka jika digambarkan, perubahan yang terjadi setelah adanya

amandemen ke-4 UUD 1945 dan lahirnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman adalah sebagai berikut :

Page 61: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

45

BAGAN 4

Gambaran Kekuasaan Kehakiman

Keterangan :

MA : Mahkamah Agung

MK : Mahkamah Konstitusi

KY : Komisi Yudisial

PER. UMUM : Peradilan Umum

PER. AGAMA : Peradilan Agama

PER. TUN : Peradilan Tata Usaha Negara

PER. MILITER : Peradilan Militer

PN : Pengadilan Negeri

PA : Pengadilan Agama

PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara

PTTUN PTA PT

PTUN P. MILITER PA

PT. MILITER

P. UTAMA MILITER

KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

MA

KY

MK

PER. UMUM PER. AGAMA PER. MILITER PER. TUN

PN

Page 62: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

46

P. MILITER : Pengadilan Militer

PT : Pengadilan Tinggi

PTA : Pengadilan Tinggi Agama

PTTUN : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

PT. MILITER : Pengadilan Tinggi Militer

P. UTAMA MILITER : Pengadilan Utama Militer

Berdasarkan obyek penelitian yang dilakukan yaitu menyangkut mengenai

”Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara di Pengadilan menurut Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009”, dari uraian-uraian yang telah dijelaskan

pada bab-bab sebelumnya dimana mengenai proses sumpah advokat itu sendiri

melibatkan kewenangan dari dua lembaga penyelanggara kekuasaan kehakiman di

Indonesia yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, maka pada sub bab

sikap pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009 ini, akan coba dijelaskan mengenai Tugas pokok dan Fungsi

dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi selaku pihak yang mengeluarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, serta Pengadilan

Tinggi yang merupakan salah satu dari badan pelaksana kekuasaan peradilan

dibawah Mahkamah Agung.

4.1.1 Tugas pokok dan Fungsi Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang juga merupakan salah satu pemegang

kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan

bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung

Page 63: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

47

membawahi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,

lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara.

Empat lingkungan peradilan tersebut sebenarnya terdiri dari

lingkungan Peradilan Khusus dan lingkungan Peradilan Umum.

Perbedaaanya terletak pada perkara-perkara dan golongan rakyat tertentu

yang terlibat didalamnya. Peradilan Khusus menangani perkara-perkara

golongan rakyat tertentu (Peradilan Agama dan Peradilan Militer).

Sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya

baik perkara pidana maupun perkara perdata (Peradilan Umum dan

Peradilan Tata Usaha Negara)

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Tugas pokok Mahkamah

Agung adalah :

1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya

yang diberikan oleh undang-undang.

2) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.

3) Memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam hal

memberikan grasi dan rehabilitasi.

Selain tugas pokok Mahkamah Agung yang telah dijelaskan diatas,

terdapat pula fungsi lain dari Mahkamah Agung yaitu :

Page 64: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

48

1) Fungsi Peradilan

Sebagai pengadilan negara tertinggi, Mahkamah Agung merupakan

pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam

penerapan hukum melalui putusan kasasi

(1) Peninjauan Kembali (PK) menjaga agar semua hukum dan

undang-undang diseluruh wilayah negara Republik Indonesia

diterapkan secara adil, tepat dan benar.

(2) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah

Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat

pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan

mengadili.

a) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28,

29,30,33 dan 34 Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor

14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009

tentang Mahkamah Agung)

b) Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal

asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia

berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78

Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985

jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Mahkamah Agung).

Page 65: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

49

(3) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil,

yaitu wewenang menguji atau menilai secara materiil peraturan

perundangan dibawah undang-undang tentang hal apakah suatu

peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan

peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31A Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).

2) Fungsi Pengawasan

(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap

jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan

tujuan agar peradilan yang dilakukan pengadilan-pengadilan

diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan

berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan

biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam

memeriksa dan memutuskan perkara Mahkamah Agung juga

melakukan pengawasan :

a) terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim

dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas

yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan

Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa,

mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang

bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi

Page 66: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

50

peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa

mengurangi kebebasan Hakim

b) Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang

menyangkut peradilan

3) Fungsi Mengatur

(1) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang

diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila

terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-

Undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk

mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan

bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 79 Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).

(2) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri

bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang

sudah diatur undang-undang.

4) Fungsi Nasehat

Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-

pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi

Negara lain (Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor

14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Mahkamah Agung). Dalam amandemen ke-1 UUD 1945 Pasal 14

ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk

Page 67: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

51

memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara

selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan

pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum

ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

5) Fungsi Administratif

Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) secara

organisatoris, administratif dan finansial dialihkan dibawah

kekuasaan Mahkamah Agung (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman).

6) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung

jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan

Selain penjelasan tugas dan fungsi Mahkamah Agung di atas,

Mahkamah Agung berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman mempunyai empat lembaga peradilan yang

bernaung dibawahnya, yaitu:

1) Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai

perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang.

Lingkungan Peradilan Agama meliputi:

(1) Pengadilan Tinggi Agama

(2) Pengadilan Agama

Page 68: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

52

2) Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah salah satu lingkungan

peradilan dibawah Mahkamah Agung yang berfungsi melaksanakan

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa

Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:

(1) Pengadilan Tata Usaha Negara

(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

3) Peradilan Militer

Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-

kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer. Peradilan Militer

meliputi:

(1) Pengadilan Militer

(2) Pengadilan Militer Tinggi

(3) Pengadilan Militer Utama

4) Perdilan Umum

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan pada umumnya.

Peradilan umum meliputi:

(1) Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota,

dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota

Page 69: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

53

(2) Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibu kota provinsi, dengan

daerah hukum meliputi wilayah provinsi

Peradilan Umum inilah yang menjadi permasalahan utama dalam

penelitian ini baik pada tingkat Pengadilan Negeri maupun Pengadilan

Tinggi. Karena di Peradilan Umum inilah seorang advokat akan sangat

diperlukan, advokat dapat berperan sebagai Equity of Armest (kesamaan

kedudukan antara tersangka, jaksa, polisi dan hakim). Maka di Peradilan

Umum-lah banyak terjadi permasalahan mengenai sumpah advokat

sebagai mana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 tentang Advokat dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009. Meskipun tidak menutup kemungkinan

permasalahan sumpah advokat juga dapat terjadi pada ranah peradilan

lainnya.

4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga Tinggi Negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung dan bebas dari

pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan

diadopsinya ide (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang

dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001

sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan

Page 70: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

54

Pasal 7B UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9

Nopember 2001. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah

satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul

di abad ke-20.

Setelah disahkannya amandemen ke-3 UUD 1945 maka dalam rangka

menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan

Mahkamah Agung menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi untuk

sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945

hasil amandemen ke-4. DPR dan Pemerintah kemudian membuat

Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah

melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara

bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu

(Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor

4316). Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui

Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 ditunjuk hakim konstitusi

untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan

para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Lembaran perjalanan Mahkamah Konstitusi selanjutnya adalah pelimpahan

perkara dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 15

Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan Mahkamah

Konstitusi sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut

ketentuan UUD 1945.

Page 71: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

55

UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi

untuk menjadi pengawal konstitusi. Mengawal konstitusi berarti

menegakkan konstitusi yang sama artinya dengan “menegakkan hukum dan

keadilan”. Hal ini dikarenakan UUD 1945 adalah hukum dasar yang

melandasi sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini

Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan, kewenangan serta kewajiban

konstitusional menjaga atau atau menjamin terselenggaranya

konstitusionalitas hukum.

Fungsi dan peran utama Mahkamah Konstitusi adalah adalah menjaga

konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya

yang melandasi negara-negara yang mengakomodir pembentukan

Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka

menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi

dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945

menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan

supremasi konstitusi. Bahkan, ini juga terjadi di negara-negara lain yang

sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan kemudian berubah

menjadi negara demokrasi.

Mahkamah Konstitusi dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak

akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga

hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal

konstitusionalitasnya. Untuk menguji apakah suatu undang-undang

bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati

Page 72: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

56

adalah judicial review yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan

terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan

dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Sehingga semua produk hukum harus

mengacu dan tak boleh bertentangan dengan konstitusi. Melalui

kewenangan judicial review ini, Mahkamah Konstitusi menjalankan

fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar

dari koridor konstitusi.

Fungsi dan peran Mahkamah Konstitusi di Indonesia telah

dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Sedangkan secara

umum kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu :

1) Menguji Undang-Undang Terhadap UUD 1945.

2) Memutus Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara Yang Kewenangannya

Diberikan Oleh UUD 1945.

3) Memutus Pembubaran Partai Politik.

4) Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu.

5) Memberi keputusan atas pendapat pendapat dpr mengenai dugaan pelanggaran

oleh presiden dan/atau wakil presiden.

6) memutus sengketa antarlembaga Negara.

Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan yang bersifat final dan

mengikat (final and binding). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan

bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Artinya, tidak ada

peluang menempuh upaya hukum berikutnya pasca putusan itu sebagaimana

putusan pengadilan biasa yang masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan

Page 73: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

57

Kembali (PK). Selain itu juga ditentukan putusan Mahkamah Konstitusi

memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan

Mahkamah Konstitusi. Putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan

hukum tetap memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan “erga

omnes”. Semua pihak termasuk penyelenggara negara yang terkait dengan

ketentuan yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi harus patuh dan tunduk

terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam perkara pengujian undang-undang misalnya, yang diuji adalah

norma undang-undang yang bersifat abstrak dan mengikat umum. Meskipun

dasar permohonan pengujian adalah adanya hak konstitusional pemohon

yang dirugikan, namun sesungguhnya tindakan tersebut adalah mewakili

kepentingan hukum seluruh masyarakat, yaitu tegaknya konstitusi.

Kedudukan pembentuk undang-undang, DPR dan Presiden, bukan sebagai

tergugat atau termohon yang harus bertanggungjawab atas kesalahan yang

dilakukan. Pembentuk undang-undang hanya sebagai pihak terkait yang

memberikan keterangan tentang latar belakang dan maksud dari ketentuan

undang-undang yang dimohonkan. Hal itu dimaksudkan agar ketentuan

yang diuji tidak ditafsirkan menurut pandangan pemohon atau Mahkamah

Konstitusi saja, tetapi juga menurut pembentuk undang-undang, sehingga

diperoleh keyakinan hukum apakah bertentangan atau tidak dengan

konstitusi. Oleh karena itu, yang terikat dan harus melaksanakan Putusan

Mahkamah Konstitusi tidak hanya dan tidak harus selalu pembentuk

Page 74: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

58

undang-undang, tetapi semua pihak yang terkait dengan ketentuan yang

diputus oleh Mahkamah Konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 merupakan

hasil uji materiil dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat. Dimana fungsi pokok dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 untuk memberikan perlindungan terhadap para advokat di Indonesia

agar bebas dan mandiri serta bertanggung jawab dalam menjalankan

profesinya sesuai dengan kode etik maupun peraturan perundang-undangan

Dilihat dari fungsinya tersebut, maka dengan segala kekurangan dan

kelemahan dari Undang-Undang Advokat yang ada sekarang ini yang juga

merupakan undang-undang yang pertama mengatur secara menyeluruh

tentang advokat Indonesia sejak Indonesia merdeka.

Materi pokok pertama yang diatur dalam Undang-Undang Advokat

adalah tentang pengakuan bahwa advokat adalah penegak hukum yang

bebas dan mandiri serta dijamin oleh hukum dan perundang-undangan

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2003 tentang Advokat

Kedua adalah untuk menjaga kemandiriannya, maka advokat

mengatur dan mengurus sendiri profesinya dalam satu organisasi profesi

advokat (self governing body), tanpa campur tangan atau control dan

kekuasaan pemerintah. Hal ini tercermin dari ketentuan bahwa organisasi

advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan

mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan

Page 75: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

59

maksud dan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat (Pasal 28 ayat (1)

Undang-Undang Advokat). Ketentuan mengenai organisasi advokat itu pun

ditetapkan oleh para advokat sendiri dalam Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-

Undang Advokat.

Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, seorang

advokat dapat melakukan pendampingan terhadap kliennya didepan

pengadilan seperti yang terdapat dalam KUHAP. Dengan hanya

menyerahkan bukti berupa kartu anggota advokat dari organisasi manapun

advokat tersebut bernaung, maka advokat tersebut tidak dapat dihalangi

untuk dapat beracara di pengadilan mendampingi kliennya.

Setelah adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat, khususnya dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1). Pada

Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa: “sebelum menjalankan profesinya,

advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-

sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili

hukumnya”. Sedangkan pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa :

“Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang

bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi

Advokat”. maka mulailah timbul permasalahan mengenai sumpah adokat.

Pertikaian di kalangan advokat saat ini sepenuhnya berasal dari

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang dianggap

Page 76: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

60

oleh sebagian kalangan sebagai produk hukum yang malah menambah

masalah (kriminogen) (Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember

2010).

Saat ini organisasi advokat yang ada tidak hanya Perhimpunan

Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI),

namun masih banyak organisasi lain. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan

apa yang tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat.

Selain permasalahan mengenai wadah tunggal advokat, permasalahan

sumpah advokat sebagaimana yang ada dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Advokat. Para advokat dari organisasi advokat manapun akan

ditanyakan tentang "telah atau belum" disumpah di depan Pengadilan

Tinggi dengan pembuktian berupa Berita Acara Penyumpahan Pelantikan

Advokat dari Pengadilan Tinggi domisili hukumnya. Jika tidak dapat

menunjukannya maka majelis hakim akan menolak advokat tersebut untuk

beracara atau berpraktik baik sebagai Penasihat Hukum maupun sebagai

Kuasa Hukum di depan persidangan peradilan.

Sebenarnya selain Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009, terdapat tiga Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyangkut

permasalahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat. Ketiga putusan terebut adalah :

1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010

2) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-VIII/2010

Page 77: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

61

3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-VIII/2010.

Namun pada intinya ketiga putusan terbaru tersebut bersifat Ne bis in

idem dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009.

Meskipun sebenarnya terdapat kondisi-kondisi baru yang sebenarnya krusial

yang patut dipertimbangkan Mahkamah Agung demi kepeningan penegakan

dan kepastian hukum yang melibatkan para advokat.

Pemohon uji materiil Undang-Undang Advokat terdiri dari tiga

kelompok. Pertama, pemohon uji materiil dengan Perkara Nomor 66/PUU-

VIII/2010, Pemohon mendalilkan, hak konstitusionalnya terganggu oleh

adanya ketentuan pasal 28 ayat (1) yaitu keharusan satu-satunya wadah

Organisasi Advokat. Pasal 30 ayat (2) kewajiban setiap advokat menjadi

anggota Organisasi Advokat dan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat yang

member limit waktu paling lambat dua tahun sejak berlakunya UU Advokat

harus dibentuk. Pemohon mendalilkan bahwa ketentuan tersebut

bertentangan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Sedangkan pemohon kedua, dengan Perkara Nomor 71/PUU-

VIII/2010. Pasal yang dimohonkan adalah pasal 28 ayat (1), Pasal 32 ayat

(4), dan Pasal 30 ayat (2). Pemohon mendalilkan bahwa ketentuan tersebut

bertentangan dengan hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak. Pemohon juga mendalilkan bahwa hak pemohon

yang bernaung pada Kongres Advokat Indonesia (KAI) tidak terlindungi

karena putusan Mahkamah Nomor 101/PUU-VII/2009, tanggal 30

Page 78: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

62

Desember 2009 tidak ditaati oleh Ketua Pengadilan Tinggi seluruh

Indonesia yang menyebabkan kandidat Andvokat KAI tidak disumpah.

Pemohon ketiga, dengan Perkara Nomor 79/PUU-VIII/2010 diajukan

Advokat KAI. Permohonan uji materiil ini berkaitan dengan Pasal 28 ayat

(1) khusunya mengenai frase “satu-satunya” yang menurut pemohon

bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan

uji materiil dengan Perkara Nomor 66/PUU-VIII/2010 yang mendalilkan

Pasal 28 ayat (1), Pasal 32 ayat (4), bertentangan dengan semboyan

Bhinneka Tunggal Ika dan hak atas perkejaan dan penghidupan yang layak,

di tolak oleh mahkamah. ”Permohonan pemohon sepanjang mengenai

pengujian Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (4) UU tentang Advokat tak

dapat diterima”.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat, Pasal 28 ayat (1)

dan Pasal 32 ayat (4) telah dimohonkan pengujian sebelumnya, dan telah

diputus dalam Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006, tanggal 30 November

2006. ”Sepanjang mengenai pasal-pasal yang telah diuji mutatis mutandis

dengan batu uji yang sama menjadi pertimbangan pula dalam putusan a

quo.” Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan para pemohon ditolak

untuk seluruhnya.

Menurut Mahkamah Konstitusi, pada hakikatnya alasan pemohon

dalam Pasal 28 ayat (1) sama dengan alasan permohonan dalam perkara

Nomor 014/PUU-IV/2006. Sehingga Mahkamah berpendapat bahwa

Page 79: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

63

permohonan pemohon dinyatakan ne bis in idem sedangkan alasan lainnya

tidak terbukti. Ne bis in idem adalah asas hukum yang menyatakan bahwa

perkara yang sama telah diputus dan berkekuatan hukum tetap tidak dapat

diperkarakan kembali.

Khusus mengenai Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat,

Mahkamah Konstitusi berpendapat, pasal ini juga telah pernah dimohonkan

pengujian dalam putusan yang sama. Dimana salah satu pertimbangan

hukumnya Mahkamah Konstitusi menyatakan, pasal 32 ayat (3) dan ayat (4)

Undang-Undang Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah

selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan

telah terbentuknya PERADI sebagai Organisasi Advokat yang merupakan

satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga tak relevan lagi dipersoalkan

konstitusionalitasnya.

Terhadap perkara Nomor 71/PUU-VIII/2010, yang mengujikan Pasal

28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang

Advokat yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28D ayat (1),

Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa selain Pasal 28 UUD 1945, juga telah digunakan dan

diputus Mahkamah dalam putusan Nomor 014/PUU-IV/2006 dan Nomor

66/PUUVIII/2010.

Alasan pemohon yang mendalilkan tak disumpahnya kandidat

Advokat KAI oleh Pengadilan Tinggi sehingga mengakibatkan tak

diperkenankannya mengikuti acara di pengadilan, Mahkamah

Page 80: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

64

Konstitusimenilai, hal itu tak berkaitan dengan konstitusionalitas norma

yang dimohonkan pengujian. ”Ini masalah penerapan Pasal 4 ayat (1) UU

Advokat yang telah dipertimbangkan dan diputus dalam putusan Mahkamah

No.101/PUU-VII/2009, tanggal 30 Desember 2009”.

Sedangkan perkara Nomor 79/PUU-VII/2010 soal konstitusionalitas

frasa “satu-satunya” yang menurut para pemohon bertentangan dengan

Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitudi berpendapat, wadah

tunggal Organisasi Advokat pada intinya sama sekali tak menghalangi

setiap orang untuk mengembangkan diri memenuhi kebutuhan dasarnya.

Frasa ’satu-satunya’ juga tidak menyebabkan perlakuan yang bersifat

diskriminatif, tidak menghalangi setiap orang untuk mengembangkan diri

memenuhi kebutuhan dasarnya dan lain-lain.

Mahkamah Konstitusi juga mengatakan, frase ‘satu-satunya’ juga

tidak menghalang-halangi setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin,

juga tidak menyebabkan perlakuan yang diskrimintif. ”Menjadi Advokat

yang secara sadar dipilih para pemohon adalah pilihan menurut hati nurani,

sehingga secara sadar pula harus terikat dengan ketentuan yang bertalian

dengan profesi pilihan tersebut yaitu menjadi anggota dari satu-satunya

Organisasi Advokat.”

Pada dasarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan

bahwa sumpah advokat tidak boleh dihalangi oleh pengadian tinggi.

Mahkamah Konstitusi berpendapat dalam putusan 101/PUU-VII/2009

bertanggal 30 Desember 2009 bahwa keharusan bagi Advokat mengambil

Page 81: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

65

sumpah sebelum menjalankan profesinya merupakan kelaziman dalam

organisasi dan suatu jabatan/pekerjaan profesi yang tidak ada kaitannya

dengan masalah konstitusionalitas suatu norma hukum yang dimohonkan

pengujian, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ketentuan

pengambilan sumpah bagi Advokat harus di sidang terbuka Pengadilan

Tinggi di wilayah hukumnya merupakan pelanjutan dari ketentuan yang

berlaku sebelum lahirnya Undang-Undang Advokat yang memang

pengangkatannya dilakukan oleh Pemerintah yang dalam hal ini dilakukan

oleh Menteri Kehakiman/Menteri Hukum dan HAM. Setelah lahirnya

Undang-Undang Advokat yang menentukan bahwa pengangkatan Advokat

dilakukan oleh Organisasi Advokat (Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

Advokat), bukan lagi oleh Pemerintah, memang seolah-olah pengambilan

sumpah yang harus dilakukan di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di

wilayah domisili hukumnya tidak lagi ada rasionalitasnya. Akan tetapi,

mengingat bahwa profesi Advokat telah diposisikan secara formal sebagai

penegak hukum (Pasal 5 Undang-Undang Advokat) dan dalam rangka

melindungi para klien dari kemungkinan penyalahgunaan profesi Advokat,

maka ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Advokat tersebut juga konstitusional.

Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan yang mewajibkan para

Advokat sebelum menjalankan profesinya harus mengambil sumpah

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat, tidak

Page 82: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

66

boleh menimbulkan hambatan bagi para advokat untuk bekerja atau

menjalankan profesinya yang dijamin oleh UUD 1945. Lagi pula Pasal 3

ayat (2) Undang-Undang Advokat secara expressis verbis telah menyatakan

bahwa Advokat yang telah diangkat berdasarkan syarat-syarat yang

ditentukan oleh Undang-Undang Advokat dapat menjalankan praktiknya

sesuai dengan bidang-bidang yang dipilih.

Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa

keharusan bagi advokat untuk mengambil sumpah sebelum menjalankan

profesinya tidak ada kaitannya dengan persoalan konstitusionalitas norma,

demikian juga mengenai keharusan bahwa pengambilan sumpah itu harus

dilakukan di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili

hukumnya, sepanjang ketentuan dimaksud tidak menegasi hak warga negara

para calon Advokat untuk bekerja yang dijamin oleh UUD 1945. Terjadinya

hambatan yang dialami oleh para Pemohon untuk bekerja dalam profesi

Advokat pada dasarnya bukan karena adanya norma hukum yang

terkandung dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat, melainkan

disebabkan oleh penerapan norma dimaksud sebagai akibat adanya Surat

Mahkamah Agung yang melarang Pengadilan Tinggi mengambil sumpah

para calon Advokat sebelum organisasi advokat bersatu.

Mahkamah Konstitusi menilai, penyelenggaran sidang terbuka

Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum

menjalankan profesinya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Advokat merupakan kewajiban atributif yang

Page 83: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

67

diperintahkan oleh undang-undang, sehingga tidak ada alasan untuk tidak

menyelenggarakannya. Namun demikian, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang

Advokat juga mengamanatkan adanya Organisasi Advokat yang merupakan

satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga para Advokat dan organisasi-

organisasi Advokat yang saat ini secara de facto ada, yaitu PERADI dan

KAI, harus mengupayakan terwujudnya Organisasi Advokat sebagaimana

dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat.

Menurut Mahkamah Konstitusi, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Advokat adalah konstitusional sepanjang frasa “di sidang terbuka

Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” harus dimaknai sebagai

kewajiban yang diperintahkan oleh Undang-Undang untuk dilaksanakan

oleh Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkannya dengan adanya dua organisasi

Advokat yang secara de facto ada dan sama-sama mengklaim sebagai

organisasi Advokat yang sah menurut Undang-Undang Advokat.

Untuk mendorong terbentuknya Organisasi Advokat yang merupakan

satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana ditentukan dalam Pasal

28 ayat (1) Undang-Undang Advokat, bagi Mahkamah Konstitusi, maka

kewajiban Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah terhadap para calon

Advokat tanpa memperhatikan Organisasi Advokat yang saat ini secara de

facto ada yang hanya bersifat sementara untuk jangka waktu selama 2 (dua)

tahun sampai terbentuknya Organisasi Advokat yang merupakan satu-

satunya wadah profesi Advokat melalui kongres para Advokat yang

diselenggarakan bersama oleh organisasi advokat yang secara de facto saat

Page 84: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

68

ini ada. Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan, setelah jangka waktu

dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU

Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi

Advokat yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum.

Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja tidak bermaksud

memenangkan eksistensi KAI yang berseberangan dengan PERADI,

melainkan hanya bermaksud menunjukkan secara de facto terdapat dua

organisasi advokat yang sama-sama mengklaim sebagai organisasi Advokat

yang sah menurut Undang-Undang Advokat dan itu tidak terkait langsung

dengan adanya norma penyumpahan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat

sebagaimana amar putusan yang menyatakan, “Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan

Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan

Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para

Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan

keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada,

dalam jangka waktu dua tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”

Dari penjelasan mengenai Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

diatas, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

adalah dua lembaga yang terpisah. Pada hakikatnya keduanya memang berbeda,

Page 85: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

69

Mahkamah Agung lebih merupakan pengadilan keadilan (court of justice),

sedangkan Mahkamah Konstitusi lebuh berkenaan dengan lembaga pengadilan

hukum (court of law). Memang tidak dapat dibedakan sepenuhnya sebagai “court

of justice” dan “court of law” (Asshiddiqie : 2005 : 9)

Pada awalnya rumusan yang diusulkan adalah seluruh kegiatan “judicial

review” diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi, sehingga mahkamah agung

dapat berkonsentarsi menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat

mewujudkan rasa adil bagi setiap warga Negara (Huda : 2009 : 203). Namun

UUD 1945 memberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan dibawah

undang-undang kepada Mahkamah Agung. Di lain pihak, Mahkamah Konstitusi

juga diberi tugas dan kewajiban memutus dan membuktikan unsur tanggung

jawab pidana presiden dan/atau wakil presiden yang menurut DPR telah

melakukan pelangaran hukum terhadap undang-undang. Dengan kata lain

Mahkamah Agung tetap diberikan kewenangan sebagai court of law disamping

fungsinya sebagai court of justice. Sementara itu Mahkamah Konstitusi tetap

diberi tugas yangberkenaan sebagai court of justice disamping fungsi utamanaya

sebagai court of law (Huda, 2009 : 202-203).

Pembagian tugas di bidang pegujian peraturan (judicial review) atas

peraturan perundang-undangan antara Mahkmah Agung dan Mahkamah

Konstitusi adalah sama sekali tidak ideal, karena dapat menimbulkan perbedan

atau putusan yang saling bertentangan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi ke depan, yang mana harus dipikirkan kemungkinan mengintegrasikan

Page 86: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

70

seluruh sistem pengujian peraturan dibawah kewenangan Mahkamah Konstitusi

(Asshiddiqie, 2005 : 9).

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Tinggi

Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di

lingkungan Peradilan Umum di bawah kendali Mahkamah Agung yang

berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding

terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan

Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai

sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah

hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan undang-

undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi.

Pengadilan Tinggi selaku salah satu kekuasaan kehakiman di

lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan kewenangan

sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986

tentang Peradilam Umum, yang menyatakan :

1) Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan

perkara perdata di Tingkat Banding.

2) Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat

Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan

Negeri di daerah hukumnya.

Page 87: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

71

Dari hasil penjelasan mengenai wewenang dari masing-masing

lembaga peradilan di Indonesia yang telah dijabarkan di atas, sekiranya

dapat memberikan gambaran mengenai peran dan wewenang dari masing-

masing pihak yang terlibat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009 yaitu : Mahkamah Konstitusi selaku pihak yang

mengeluarkan putusan tersebut, Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi serta

Pengadilan Negeri selaku pihak yang secara langsung berhadapan dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang telah

dimintakan uji materiil sehingga dikeluarkannya Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

pihak yang paling terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009 adalah Pengadilan Tinggi. Karena materi utama yang

diajukan pengujian dalam uji materiil adalah Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang berbunyi “Sebelum

menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau

berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di

wilayah domisili hukumnya”.

Berdasarkan hasil (wawancara dengan H. Sjam Amansyah, S.H,. M.H

selaku Hakim di Pengadilan Tinggi Bandung yang dilakukan pada tanggal

04 Juni 2011), menurut beliau bahwa Pengadilan Tinggi Bandung merasa

tidak perlu terikat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Hal ini

dikarena mereka merasa bukan sebagai pihak yang terlibat dalam perkara

Page 88: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

72

tersebut. Pengadilan Tinggi Bandung merasa hanya perlu tunduk pada

Mahkamah Agung.

Adanya Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010

yang salah satu isinya adalah “para Ketua Pengadilan Tinggi untuk

mengambil sumpah para calon advokat yang telah memenuhi syarat, dengan

ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh Pengurus

Peradi”. Maka Pengadilan Tinggi Jawa Barat hanya akan menyumpah para

calon advokat yang diusulkan oleh pengurus Peradi seperti apa yang ada

dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 bukan

seperti isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009.

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa adanya

organisasi advokat selain Peradi yaitu KAI. Terkait dengan para calon

advokat KAI yang mengalami permasalahan karena tidak terpenuhinya

persyaratan sebagai advokat seperti yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yaitu tidak disumpahnya para calon

advokat KAI oleh Pengadilan Tinggi seperti yang diatur dalam Pasal 4 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Terkait berbagai permasalahan sumpah advokat tersebut, telah

dilakukan upaya uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 tentang Advokat yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, hal ini pula

yang mendasari adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009. Pokok permohonan yang diajukan oleh para pemohon adalah

sebagai berikut:

Page 89: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

73

1) Bahwa para Pemohon mengajukan permohonan pengujian (constitutional

review) ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 tentang Advokat, yang berbunyi, “sebelum menjalankan profesinya,

Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan

sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah

domisili hukumnya”, terhadapUndang-Undang Dasar 1945.

2) Bahwa menurut para Pemohon, Surat Keputusan Pengangkatan Advokat

oleh organisasi advokat yang telah dilantik dan diangkat menjadi

advokat, tidak serta merta dapat berpraktik atau beracara di pengadilan,

karena harus diambil sumpahnya terlebih dahulu oleh Ketua Pengadilan

Tinggi di wilayah hukum masing-masing, hal ini dianggap dapat

menimbulkan kerancuan/kontradiksi dengan asas pendelegasian tugas,

hak dan wewenang pendidikan, pengangkatan dan pelantikan advokat

yang seutuhnya diberikan kepada organisasi advokat.

3) Bahwa atas hal-hal tersebut di atas (pada poin 2), menurut para Pemohon

ketentuan a quo telah menutup pintu hukum dan kecil kemungkinannya

bagi para Kandidat Advokat (termasuk para Pemohon) untuk

diangkat/disumpah sebagai advokat atau dengan perkataan lain nasibnya

menjadi terkatung-katung dan tidak jelas, terlebih-lebih dengan terbitnya

Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

052/KMA/V/2009 bertangal 1 Mei 2009, yang intinya memerintahkan

kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk menunda

pengambilan sumpah bagi para kandidat advokat, hal tersebut menurut

Page 90: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

74

para Pemohon dianggap telah mencampuri terlampau jauh kewenangan

organisasi advokat.

4) Singkatnya ketentuan a quo di atas, dianggap telah mencederai

kemandirian dan hak-hak konstitusional para kandidat advokat,

khususnya para Pemohon, selain itu menurut para Pemohon ketentuan a

quo telah menimbulkan kerugian baik secara moril, materiil, tenaga dan

pikiran, karenanya ketentuan a quo baik langsung ataupun tidak langsung

dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D

ayat (1), Pasal 28I ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar

1945.

Atas permohonan para pemohon tersebut, dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009, Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi memutuskan sebagai berikut:

1) Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya”tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”.

2) Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya”tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-

Page 91: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

75

Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”.

3) Menyatakan apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi Advokat yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum.

Berdasarkan hasil beberapa wawancara penelitian yang dilakukan

pada masing-masing advokat yang berasal dari PERADI dan KAI serta dari

hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan literatur yang

penulis baca dapat ditafsirkan isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VII/2009 adalah sebagai berikut :

1) Bahwa permohonan dikabulkan sebagian dalam konteks kepentingan

pemohon untuk dapat diambil sumpah oleh Pengadilan Tinggi tanpa

mengaitkan keanggotaan advokat, bukan kepentingan pemohon untuk

dapat bersidang atau beracara di pengadilan

2) Bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

1945, namun hanya diperintahkan untuk dilaksanakan sesuai yang

diperintahkan oleh undang-undang. Ini berarti para calon advokat dari

organisasi manapun dapat dilakukan sumpah di siding terbuka

Pengadilan Tinggi di wilayah hukum calon advokat.

3) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 tahun harus sudah terbentuk

organisasi advokat, apabila belum terbentu organisasi advokat maka

Page 92: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

76

perselisihan tentang organisasi advokat yang sah diselesaikan melalui

Peradilan Umum.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, seharusnya

Pengadilan Tinggi melakukan penyumpahan para calon advokat dari

organisasi manapun. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian di

Pengadilan Tinggi Bandung yang dilakukan pada tanggal 04 Juni 2011,

Pengadilan Tinggi merasa bukan sebagai pihak dalam perkara tersebut dan

bukan sebagai pihak yang dituju oleh Putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut, sehingga tidak perlu melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut. Hal ini didasarkan alasan bahwa sebagai lembaga yang secara

organisatoris berada di bawah Mahkamah Agung, maka Pengadilan Tinggi

Bandung harus tunduk pada Mahkamah Agung bukan pada lembaga lain

termasuk pada Mahkamah Konstitusidan putusan yang dihasilkannya.

Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-

VII/2009. Mahkmah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 052/KMA/V/2009 tertanggal 1 Mei 2009 yang berisikan

sebagai berikut :

1) Urusan Perselisihan antara organisasi Advokat adalah urusan internal mereka. Pengadilan tidak dalam posisi untuk mengakui atau tidak mengakui suatu organisasi. Perselisihan mereka harus diselesaikan sendiri oleh profesi advokat atau apabila mengalami jalan buntu maka dapat diselesaikan melalui jalur hukum.

2) Di dalam Undang-Undang Advokat (Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2003) disebutkan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai ketentuan Undang-Undang ini. Hal ini berarti bahwa hanya boleh ada satu organisasi

Page 93: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

77

advokat, terlepas dari bagaimana cara terbentuknya organisasi tersebut yang tidak diatur didalam Undang-Undang yang bersangkutan. Didalam kenyataan sekarang ini, ada tiga organisasi yang menyatakan diri sebagai satu-satunya organisasi advokat yang sah, yang menurut Mahkamah Agung harus diselesaikan menurut tata cara yang disebut butir satu diatas. Selama penyelesaian masalah tersebut belum ada, Mahkamah Agung meminta kepada Para Ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung terhadap adanya perselisihan tersebut yang berarti Ketua Pengadilan Tinggi tidak mengambil sumpah advokat baru sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003, karena akan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.

3) Walaupun demikian, advokat yang telah diambil sumpahnya sesuai dengan pasal 4 tersebut diatas, tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan, terlepas dari organisasi manapun ia berasal. Apabila ada advokat yang diambil sumpahnya menyimpang dari ketentuan Pasal 4 tersebut (bukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi), maka sumpahnya dianggap tidak sah, sehingga yang bersangkutan tidak dibenarkan beracara di Pengadilan.

4) Para Ketua Pengadilan Tinggi diminta untuk mendorong Para Advokat tersebut untuk bersatu, karena tidak bersatunya mereka akan menyulitkan dirinya sendiri dan juga pengadilan.

Atas dasar Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009

tersebut, maka penyumpahan para calon advokat dari organisasi manapun

dihentikan. Hingga penelitian ini dilakukan, meskipun telah ada Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 sampai dengan sekarang,

Pengadilan Tinggi Bandung belum melakukan pelantikan dan penyumpahan

terhadap advokat PERADI maupun advokat KAI.

Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009

tersebut, advokat KAI dalam (wawancara penelitian yang dilakukan tanggal

02 Juli 2011), memberikan tanggapan bahwa Mahkamah Agung dan

Page 94: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

78

lembaga peradilan di bawahnya seharusnya tunduk dan patuh pada Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 dan Pengadilan Tinggi

melaksanakan amanat yang disampaikan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Mereka juga menghendaki agar

organisasi advokat bersatu, karena permasalahan organisasi advokat

menjadikan advokat-advokat di bawahnya menjadi bingung dan

menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan dalam menjalankan profesi

keadvokatannya.

Namun akan menjadi permasalahan baru jika Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 tersebut dilaksanakan Pengadilan

Tinggi sehingga Para advokat KAI disumpah dalam sidang terbuka

Pengadilan Tinggi. Karena berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PUU-VII/2009 tersebut memerintahkan agar Pengadilan Tinggi

melantik dan menyumpah advokat tanpa melihat dari organisasi advokat

yang secara de facto ada. Padahal saat ini ada banyak organisasi advokat

secara de facto. Apabila semua organisasi advokat yang secara de facto ada

mengajukan permohonan pelantikan dan penyumpahan advokat anggotanya

kepada Pengadilan Tinggi, apakah tidak menimbulkan kekacauan dan justru

menimbulkan penyimpangan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003 tentang Advokat yaitu bahwa advokat yang dilantik dan disumpah

adalah advokat yang diajukan oleh organisasi advokat yang tunggal seperti

yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat itu sendiri.

Page 95: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

79

Advokat KAI mengatakan bahwa tidak disumpahnya advokat oleh

Pengadilan Tinggi memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan profesi

keadvokatan dengan alasan sebagai berikut :

1) Advokat yang belum memenuhi persyaratan bersumpah dalam sidang terbuka

Pengadilan Tinggi tidak diizinkan oleh hakim untuk menjadi kuasa hukum

dalam persidangan di pengadilan.Advokat tersebut diperbolehkan beracara

atau menjadi kuasa hukum dalam persidangan apabila bergabung dengan

advokat lain yang sudah memenuhi persyaratan bersumpah dalam sidang

terbuka Pengadilan Tinggi.

2) Ada ketakutan dalam diri advokat yang belum memenuhi persyaratan

bersumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi akan ditolak dalam

setiap persidangan di pengadilan.

3) Pengaruh yang paling besar adalah masih banyak hakim majelis yang

mempersoalkan masalah penyumpahan advokat dalam sidang terbuka

pengadilan tinggi. Setiap kali sidang, hakim majelis menanyakan SK

Pengadilan Tinggi mengenai penyumpahan, apabila tidak bisa

menunjukkan SK tersebut, ada hakim yang masih membolehkan advokat

tersebut bersidang, ada pula advokat KAI tidak diperbolehkan sidang

sebagai kuasa hukum dari kliennya.

4) Pengaruh lain adalah klien menjadi kurang menghargai terhadap advokat

KAI karena pemberitaan di media tentang pelantikan tanpa

penyumpahan oleh Pengadilan Tinggi. Pada saat sidang pengadilan

Page 96: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

80

advokat KAI ditolak oleh hakim, hal ini kemudian ditanyakan oleh klien

dan klien tersebut menjadi kurang menghargai advokat KAI.

5) Pada saat pendampingan klien di Polsek, Polres, dan Polda, sikap para

aparat juga tidak menghargai advokat KAI.

Sedangkan tanggapan dari advokat PERADI dalam (wawancara

penelitian wawancara penelitian yang dilakukan tanggal 05 Juli 2011), tidak

dilakukannya sumpah oleh advokat dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi

di wilayah domisili hukumnya, maka advokat yang bersangkutan bukan

merupakan advokat yang sah karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Karena bukan

advokat yang sah, maka advokat yang bersangkutan tidak berhak menjadi

kuasa hukum dalam persidangan di pengadilan.

Dalam wawancara tersebut juga nampak jelas bahwa organisasi

advokat PERADI selalu menyatakan diri sebagai organisasi advokat yang

sah. Advokat PERADI secara terang-terangan mengklaim sebagai satu-

satunya organisasi advokat yang sah berdasarkan berdasarkan Undang-

Undang Advokat dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1) Aspek legalitas pendirian PERADI adalah sebagai berikut: (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (2) Deklarasi Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia yang

dilakukan olehdelapan organisasi Advokat pada tanggal 21 Desember 2004

(3) Akta Pernyataan Pendirian Advokat Indonesia Nomor 30 dibuat dihadapan Notaris Buntario Tigris Darmawang, SE, SH, MH Notaris tanggal 08 September 2005.

2) Pengukuhan dan atau Penegasan terhadap eksistensi PERADI:

Page 97: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

81

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-VIII/2011 tanggal 27 Juni 2011

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 071/PUU-VIII/2011 tanggal 27 Juni 2011

(3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 079/PUU-VIII/2011 tanggal 27 Juni 2011

(4) Putusan Mahkamah KonstitusiRI No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 Nopember 2006

(5) Surat Sekretaris Mahkamah Agung Nomor : 07/SEK/01/1/2007 tanggal 11 Januari 2007 perihal Sosialisasi KTPA baru

(6) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor MA/KUMDIL/01/III/K/2007 tanggal 29 Maret 2007 tentang Petunjuk Pengambilan Sumpah Advokat.

(7) Sambutan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang wadah tunggal Advokat yakni PERADI, tanggal 24 Juni 2010.

(8) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 tentang Penyumpahan Advokat yang ditujukan Kepada Para Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia.

(9) Surat Menteri Hukum Dan Ham Nomor M.HH.AH.03.03-40 tanggal 28 Nopember 2008.

(10) Surat telegram KABARESKRIM Mabes POLRI tanggal 07 Juli 2008.

4.1.3.1 Sikap Para Advokat Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009

Dalam penelitian, para advokat PERADI memberikan tanggapan yang

berbeda-beda mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-

VII/2009 sebagai berikut Dalam (Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6,

Desember 2010) :

1) Apabila tidak memenuhi syarat tidak disumpah Pengadilan Tinggi di

wilayah domisili hukumnya maka bertentangan dengan UUD 1945.

Tetapi jika sudah disumpah Pengadilan Tinggi maka tidak bertentangan

dengan UUD 1945. Dengan penafsiran tersebut, maka Pengadilan

Page 98: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

82

Tinggi harus menjalankan perintah Mahkamah Konstitusi untuk

menyumpah advokat dan tidak memandang dari organisasi manapun

sebelum ada wadah tunggal.

2) Putusan Mahkamah Konstitusi membingungkan, karena putusan

tersebut memerintahkan Pengadilan Tinggi untuk menyumpah para

advokat sebelum praktek di pengadilan tidak memandang dari

organisasi advokat manapun. Padahal Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat mengatur bahwa untuk menjadi advokat

harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat dan mengikuti

Ujian yang diselenggarakan oleh organisasi advokat yang tunggal.

Setelah itu disumpah oleh Pengadilan Tinggi, untuk bisa disumpah

maka harus diajukan oleh organisasi advokat yang tunggal.

3) Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut multi tafsir dan bertentangan

dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu yang mengakui

satu-satunya organisasi advokat yang tunggal yaitu PERADI.

4) Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan implementasi hierarkhi

perundang-undangan. Namun secara substansial justru menimbulkan

permasalahan baru, karena Mahkamah Konstitusi tidak

mempertimbangkan adanya perintah Undang-Undang Advokat, yang

mana sudah terbentuk wadah tunggal organisasi advokat.

5) Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut semakin menimbulkan

ketidakpastian.

Page 99: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

83

6) Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tetap tidak

menyelesaikan masalah yang terjadi dalam dunia keadvokatan.

Kekisruhan dalam pelantikan yang dilaksanakan di Pengadilan Tinggi

semakin sering terjadi.

7) Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009

tersebut, menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak tegas

menyatakan organisasi advokat mana yang sah sehingga menimbulkan

ketidak pastian.

Dengan penjelasan-penjelasan mengenai Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 diatas, maka berdasarkan hasil

(wawancara yang dilakukan terhadap Advokat yang berasal dari KAI

maupun PERADI yang dilakukan pada tanggal 01-Juni 2011) dan juga dari

literaur yang penulis dapat, dapat disimpulkan bahwa sikap dan pendapat

dari para advokat itu sendiri adalah sebagai berikut :

1) Apabila diteliti dan dipelajari secara saksama, bahwa yang menjadi

obyek pengujian dalam perkara a quo (bukan karena secara langsung)

adalah bukan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat bertentangan

dengan UUD 1945, melainkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang

Advokat tidak dapat dilaksanakan karena adanya SEMA Nomor

052/KMA/V/2009 tanggal 1 Mei 2009 yang ditujukan kepada Ketua

Pengadilan Tinggi se-Indonesia. Dengan kata lain, bahwa sebenarnya

yang diajukan oleh Pemohon hanyalah merupakan persoalan

implementasi ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat,

Page 100: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

84

bukan masalah konstitusionalitas Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Advokat. Karena itu sesungguhnya persoalan ini bukan wewenang

Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutusnya.

2) Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bertentangan dengan

Pendapat Mahkamah Konstitusi sendiri, dimana pada bahagian

Pendapat Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Advokat “konstitusional”, tetapi pada bagian amar

putusan Mahkamah Konstitusi “menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Advokat bertentangan dengan UUD 45 ”. Karena dalam

Pendapat Mahkamah Konstitusi dinyatakan ketentuan yang tercantum

dalam Pasal 4 ayat (1) UUA konstitusional, maka berdasarkan

ketentuan Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi, seharusnya amar putusan Mahkamah

Konstitusi “menyatakan permohonan ditolak”.

3) Dalam Pendapat Mahkamah Konstitusi dinyatakan ketentuan yang

tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UUA konstitusional, maka

berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, seharusnya amar putusan

Mahkamah Konstitusi “menyatakan permohonan ditolak”.

4) Amar Putusan Mahkamah Konstitusi sangat kabur dan tidak pasti

karena menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat tidak

konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional), sehingga

akibat hukumnya menjadi tidak final tetapi sangat tergantung kepada

Page 101: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

85

cara Mahkamah Agung memaknai ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Advokat (digantungkan kepada subyektifitas Mahkamah

Agung). Dengan kata lain, bisa jadi pada suatu waktu Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945 karena

Mahkamah Agung bersedia melakukan penyumpahan Advokat, tetapi

bisa jadi pula pada lain waktu Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Advokat bertentangan dengan UUD 1945 karena Mahkamah Agung

tidak bersedia melakukan penyumpahan Advokat karena adanya

perselisihan organisasi advokat atau ada yang mempermasalahan

keabsahan Organisasi Advokat.

5) Amar Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan “ Menyatakan

apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat

sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat

belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang Organisasi Advokat

yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum ” :

(1) Bertentangan dengan ketentuan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang

Advokat itu sendiri yang menyatakan “ Dalam waktu paling lambat

2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi

Advokat telah terbentuk ”, berarti 2 tahun setelah Undang-Undang

Advokat disahkan yaitu 5 April 2005; Wewenang Mahkamah

Konstitusi hanya menyatakan apakah suatu undang-undang (materi

muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang lain)

bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah

Page 102: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

86

Konstitusi tidak berwenang dan tidak boleh mengesampingkan suatu

ketentuan/Pasal undang-undang yang tidak diajukan permohonan

pengujiannya, dengan kata lain Mahkamah Konstitusi dalam perkara

ini tidak berwenang mengenyampingkan ketentuan Pasal 32 ayat (4)

Undang-Undang Advokat yang secara jelas telah menentukan batas

waktu harus sudah terbentuknya Organisasi Advokat (5 April 2005)

(2) Bertentangan dengan Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi

dalam perkara Nomor 014-PUU-IV/2006 tanggal 30-12-2006 yang

menyatakan antara lain :

a) Bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Advokat

yang memberikan status kepada Advokat sebagai penegak

hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak

hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan

menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu

organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) Undang-

Undang Advokat. Karena Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang

Advokat menyebutkan, “Organisasi Advokat merupakan satu-

satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang

dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang- Undang ini dengan

maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi

Advokat”, maka organisasi PERADI sebagai satu-satunya

wadah profesi Advokat.

Page 103: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

87

b) Bahwa Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-Undang Advokat

sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan

dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah

terbentuknya PERADI sebagai Organisasi Advokat yang

merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga tidak

relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya.

6) Bahwa amar putusan Mahkamah Konstitusi “Menyatakan apabila

setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana

dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat belum juga terbentuk, maka

perselisihan tentang organisasi Advokat yang sah diselesaikan melalui

Peradilan Umum” tidak pernah dimohonkan oleh pemohon (ultra

petita) dan tidak termasuk ke dalam wewenang Mahkamah Konstitusi

untuk memeriksa dan memutusnya, serta berlebihan (over bodig)

karena persoalan itu memang sesungguhnya sudah jelas bukan

wewenang Mahkamah Konstitusi tetapi wewenang Peradilan Umum.

7) Pendapat Mahkamah Konstitusi pada halaman 35 putusannya yang

menyatakan :

“...…Namun demikian Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat juga mengamanatkan adanya Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga para Advokat dan organisasi-organisasi Advokat yang saat ini secara de facto ada, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), harus mengupayakan terwujudnya Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat”

Page 104: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

88

Putusan tersebut merupakan putusan yang sama sekali tidak didukung

alat bukti sah. Atas dasar alat bukti apa Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa saat ini secara de facto ada 2 organisasi, yaitu

PERADI dan KAI. Bukankah berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh

Pemohon maupun pihak terkait di muka persidangan, tidak ada satupun

alat bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan saat ini secara

de facto ada 2 organisasi advokat. Malahan berdasarkan alat bukti yang

diajukan Pemohon berupa SEMA Nomor 065/KMA/V/2009 (Bukti P-

3) dijelaskan ada tiga organisasi advokat, hal mana kemudian

berdasarkan SEMA Nomor 065/KMA/V/2009 perihal : Permohonan

Klarifikasi Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor

052/KMA/V/2009 tanggal 01 Mei 2009, pada butir 1 huruf c, secara

jelas dan tegas dinyatakan “ Fakta menunjukan ada 3 (tiga) organisasi

(PERADI, KAI, PERADIN).

4.1.3.2 Pendapat Pengadilan Tinggi Jogjakarta Sebagai Data

Pembanding

Sebagai data pembanding mengenai pendapat dari Pengadlan Tinggi

atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 perlu

kiranya di dituliskan pandangan dari Pengadilan Tinggi lain selain dari

Pengadilan Tinggi Bandung sebagai obyek penelitian dari penelitian ini.

Data pendapat dari Pengadilan Tinggi Jogjakarta ini didapat dari artikel

yang berasal dari Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember 2010

Page 105: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

89

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya Pengadilan

Tinggi melakukan penyumpahan para calon advokat dari organisasi

manapun. Namun demikian, berdasarkan Jurnal Konstitusi, volume 7,

nomor 6, Desember 2010, Pengadilan Tinggi Yogyakarta merasa bukan

sebagai pihak dalam perkara tersebut dan bukan sebagai pihak yang dituju

oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sehingga tidak perlu

melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Meskipun setelah

adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Pengadilan Tinggi

Yogyakarta tetap tidak merasa berwenang untuk melakukan penyumpahan

para advokat. Hal ini didasarkan alasan bahwa sebagai lembaga yang

secara organisatoris berada di bawah Mahkamah Agung, maka Pengadilan

Tinggi Yogyakarta harus tunduk pada Mahkamah Agung bukan pada

lembaga lain termasuk pada Mahkamah Konstitusi dan putusan yang

dihasilkannya.

Mahkmah Agung mengirimkan beberapa surat edaran kepada

Pengadilan Tinggi di Indonesia. Tanggal 1 Mei 2009 Mahkamah Agung

mengirimkan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009.

Dengan adanya Surat Ketua Mahkamah Agung tersebut maka ada upaya

dari organisasi advokat PERADI dan KAI untuk menyelesaikan konflik

organisasi yang difasilitasi oleh Mahkamah Agung, yang menghasilkan

kesepakatan yang intinya bahwa organisasi advokat yang disepakati dan

merupakan satu-satunya wadah profesi advokat adalah PERADI.

Meskipun dalam pekembangannya kesepakatan tersebut keabsahannya

Page 106: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

90

diingkari oleh KAI, karena ada banyak tekanan dalam kesepakatan

tersebut dan Mahkamah Agung cenderung memihak kepada salah satu

organisasi advokat. Atas dasar kesepakatan itulah Mahkamah Agung

mengeluarkan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010

yang ditujukan kepada Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia yang isinya

adalah sebagai berikut :

1) Mahkamah Agung mencabut kembali surat Ketua Mahkamah Agung

tertanggal 1 Mei 2009 Nomor 052/KMA/V/2009.

2) Para Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para calon

advokat yang telah memenuhi syarat, dengan ketentuan bahwa usul

penyumpahan tersebut harus diajukan oleh Pengurus PERADI, sesuai

dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010.

Atas dasar Surat Ketua Mahkamah Agung tersebut, Pengadilan Tinggi

hanya melakukan penyumpahan calon advokat yang diajukan oleh

pengurus PERADI saja, sedangkan penyumpahan para advokat yang

diajukan oleh organisasi advokat lain termasuk KAI tidak boleh dilakukan

oleh Pengadilan Tinggi. Hingga saat ini pun setelah adanya Putusan

Mahkamah konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 para advokat KAI tidak

disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi Yogyakarta, tetapi akan

melantik dan menyumpah kembali para advokat dari PERADI.

Pada tanggal 6 Oktober 2010, di Pengadilan Tinggi Yogyakarta

dilakukan audiensi antara Pengurus DPD KAI Yogyakarta didampingi

Page 107: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

91

oleh para advokat KAI dengan Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Hasil

dari audiensi itu ada beberapa hal yaitu :

1) Kepala Pengadilan Tinggi Yogyakarta akan memerintahkan kepada

hakim-hakim Pengadilan Negeri di Yogyakarta agar tidak

mempermasalahkan advokat KAI yang menjadi kuasa hukum dalam

persidangan di pengadilan.

2) Pengadilan Tinggi akan membawa masalah tersebut ke rakernas

Mahkamah Agung di Balikpapan Oktober 2010.

3) Pengadilan Tinggi tidak akan melakukan pelantikan dan penyumpahan

advokat selama PERADI dan KAI belum bersatu.

Meskipun ada beberapa hal yang dihasilkan dari audiensi tersebut di

atas, namun tujuan utama agar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VIII/2009 itu dilaksanakan belum terwujud. Berdasarkan

audiensi tersebut, Pengadilan Tinggi Yogyakarta tetap tidak melakukan

pelantikan dan penyumpahan advokat KAI, sehingga bisa dikatakan bahwa

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 itu belum

dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Dengan demikian. Para

advokat KAI dalam menjalankan profesinya tetap masih seperti semula

yaitu bisa beracara dipengadilan tetapi nempel atau menjadi kuasa

bersama-sama dengan advokat lain yang telah memenuhi syarat dilantik

dan disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Sehingga advokat KAI hingga saat

ini belum bisa menjalankan profesinya secara mandiri tanpa menempel

advokat lain yang sudah dilantik dan disumpah di Pengadilan Tinggi,

Page 108: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

92

meskipun sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-

VII/2009.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

Pengadilan Tinggi belum menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PUU-VII/2009 dan lebih memilih untuk menjalankan Surat Ketua

Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009.

Pengadilan Tinggi beralasan bahwa sebagai lembaga yang secara

organisatoris berada di bawah Mahkamah Agung, maka Pengadilan Tinggi harus

tunduk pada Mahkamah Agung bukan pada lembaga lain termasuk pada

Mahkamah Konstitusidan putusan yang dihasilkannya, meskipun harus melangar

asas “erga omnes” yaitu bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat

setiap orang. Sehingga setiap orang harus patuh terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi, termasuk Pengadilan Tinggi yang berkompeten dalam permasalahan

advokat ini.

4.2 Sikap Pengadilan Negeri Terhadap Advokat Yang Tidak

Dapat Menunjukkan Berita Acara Sumpah Setelah Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Pengadilan Negeri merupakan sebuah lembaga peradilan di

lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota

kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri

berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan baik

Page 109: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

93

perkara pidana dan maupun perkara perdata bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya. Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau

Kabupaten.

Hakim pada Pengadilan Negeri sebenarnya bukan pihak yang terkait

langsung dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009.

Namun Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat berpengaruh atau

berimplikasi terhadap pelaksanaan profesi advokat terutama waktu menjadi kuasa

hukum dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 tersebut

dipandang oleh Ahmad Rifai, S.H, M.H selaku hakim di Pengadilan Negeri

Cirebon dalam (wawancara penelitian yang dilakukan pada Tanggal 01 Juni

2011), menyatakan bahwa isi dari putusan tersebut masih mengambang dan

tidaklah mencabut atau membatalkan isi dari pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003.

Sikap hakim yang mempersoalkan advokat yang belum disumpah Pengadilan

Tinggi, dalam prakteknya adalah berbeda antara hakim satu dengan hakim yang lainnya.

Ada hakim yang menanyakan bukti dokumen penyumpahan pada saat persidangan, ada

pula yang tidak menanyakan sumpah tersebut.

Dalam penelitian ini kewenangan hakim dalam memutus di pengadilan

apakah seorang advokat berhak mendampingi atau tidak kliennya menjadi sangat

penting kedudukannya, mengingat dari adanya dua keputusan dari dua lembaga

tinggi pelaksana kekuasaan kehakiman negara yang saling bertentangan satu sama

lain. Keputusan pertama datang dari Mahkamah Konstitusi dengan Putusan

Page 110: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

94

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, keputusan kedua datang dari

Mahkamah Agung dengan SK.MARI Nomor 052/KMA/V/2009.

Kedua keputusan tersebut memutus mengenai obyek yang sama yaitu

masalah sumpah advokat yang diawali dengan adanya Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003. Hal ini tentunya akan membuat hakim bimbang khususnya pada

hakim Pengadilan Negeri dengan mengikuti pada keputusan siapa yang harus

diikuti.

Dalam mengambil sebuah keputusan seorang hakim haruslah mandiri,

dalam arti tidak dibolehkan ada interfensi dari pihak mana pun. Hal ini

berdasarkan atas Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman :

3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.

4) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan Hakim adalah pandangan obyektif dari posisi yang obyektif

(Trapman dalam Suryono Sutarto : 2004: 33). Menurut Kamus Hukum karangan

Sudarsono, objectief diartikan sebagai “berpendirian jujur berpandangan yang

benar, berpandangan sesuai keadaan yang sebenarnya”. Sedangkan dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objektivitas diartikan sebagai “sikap jujur tidak

dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil

keputusan atau tindakan. Dengan demikian ukuran untuk menentukan apakah

seorang Hakim telah melaksanakan tugasnya secara objektif adalah apabila ia

bersikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau

Page 111: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

95

golongan, berpandangan dan bertindak benar (sesuai hukum dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

dalam mengambil keputusan atau tindakan dalam setiap pemeriksaan.

Dari hasil (wawancara penelitian yang dilakukan dengan H. Irdalinda, SH, MH

selaku hakim di Pengadilan Negeri Cirebon yang dilakukan pada Tanggal 01 Juni

2011). Beliau menyatakan bahwa apabila hakim menanyakan bukti dokumen

penyumpahan, sedangkan advokat yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan dokumen

penyumpahan tersebut, maka advokat tersebut tidak diizinkan oleh hakim untuk beracara

dalam persidangan mendampingi kliennya. Hal ini pun berlaku apabila advokat tersebut

tidak beracara sendiri atau bersama-sama dengan advokat lain yang juga tidak

mempunyai dokumen penyumpahan. Namun apabila advokat yang tidak mempunyai

dokumen penyumpahan tersebut bergabung dengan advokat lain yang sudah mempunyai

dokumen penyumpahan maka advokat tersebut diizinkan untuk beracara menjadi kuasa

hukum di persidangan.

Dalam salah satu pertanyaan wawancara yang penulis ajukan dalam (wawancara

penelitian yang dilakukan pada tanggal 01 Juni 2011) terhadap H. Irdalinda, SH, MH

selaku hakim di Pengadilan Negeri Cirebon, apakah ada instruksi khusus dari

Pengadilan Tinggi yang mana dalam hal ini adalah Pengadilan Tinggi Bandung

mengenai sumpah advokat tersebut sehingga dalam persidangan Pengadilan

Negeri Cirebon berani untuk mengeluarkan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor

31/Pid.B/2010/PN.CN dan 32/Pid.B/2010/PN.CN? beliau menjawab bahwa tidak ada

instruksi khusus mengenai permasalahan tersebut, instruksi tersebut justru datang

langsung dari Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor : 113/KMA/IX/2009.

Page 112: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

96

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 113/KMA/IX/2009 berisikan pengaturan

tentang pemeriksaan sumpah advokat di pengadilan, yang pada intinya menyatakan

bahwa : “Hakim tidak perlu menanyakan dokumen penyumpahan pada saat

persidangan, hakim hanya bersifat menunggu, apabila ada keberatan/eksepsi dari pihak

lawan maka hakim baru dapat mempermasalahkan sumpah advokat tersebut”.

Contoh pengadilan negeri yang mempermasalahkan sumpah advokat adalah

Pengadilan Negeri Cirebon. Awalnya dalam praktek persidangan di wilayah hukum

Kota Cirebon, sebagian besar hakim tidak mempermasalahkan advokat sudah bersumpah

di Pengadilan Tinggi atau belum, hakim mempermasalahkan apabila ada keberatan atau

eksepsi dari pihak lawan sebagai mana yang tertuang dalam SEMA Nomor

113/KMA/IX/2009. Dalam persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum menanyakan

perihal tentang dokumen berita acara penyumpahan advokat dari pengedilan

Tinggi mengenai pengambilan sumpah jabatan advokat terhadap tim advokat

tersebut, namun tim advokat tersebut tidak dapat menunjukkan berita acara

penyumpahan advokat terhadap dirinya tersebut (Radar Cirebon, 12 Mei 2010).

Advokat tersebut beralasan bahwa keharusan seorang advokat untuk disumpah

oleh Pengadilan Tinggi sebelum dapat beracara di pengadilan berdasarkan pasal 4

ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 telah dicabut/dibatalkan

berdasarkan putusan Mahkamah KonstitusiNomor 101/PPU-VII/2009 karena

dianggap bertentanan dengan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Dengan adanya keberatan dari Jaksa Penuntut Umum tersebut, akhirnya

dikeluarkanlah Penetapan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN dan

32/Pid.B/2010/PN.CN dimana inti dari penetapan tersebut adalah menyatakan Tim

Page 113: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

97

Penasehat Hukum dari para terdakwa tidak mempunyai kewenangan untuk mendampingi

para terdakwa di pengadilan dalam perkara Nomor 31/Pid.B/2010/PN.CN dan

32/Pid.B/2010/PN.CN. dalam mengelurakan penetapan tersebut, majelis hakim dalam

persidangan tersebut menggunakan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1) Isi pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003: “sebelum menjalankan profesinya advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya”.

2) Tim advokat tidak dapat menunjukan berita acara penyumpahan advokat mengenai pengambilan sumpah jabatan advokat terhadap dirinya seperti yang dimintakan oleh Penuntut Umum.

3) Surat Ketua Mahkamah Agung R.I Nomor : 052/KMA/V/2009 perihal sikap Mahkamah agung Terhadap Organisasi Advokat yang menyatakan bahwa : “walaupun demikian, advokat yang telah diambil sumpahnya sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tidak bisa dihalangi untuk beracara di pengadilan terlepas dari organisasi mana ia berasal. Apabia ada advokat yang diambil sumpahnya menyimpang dari ketentuan pasal 4 tersebut (bukan oleh ketua Pengadilan Tinggi),maka terhadap sumpahnya tersebut dianggap tidak sah sehingga yang bersangkutan tidak dibenarkan untuk beracara di pengadilan”.

Setelah dikeluarkannya penetapan tersebut, dalam setiap persidangan di Pengadilan

Negeri Cirebon hakim dapat menanyakan secara aktif perihal sumpah advokat kepada

semua advokat yang berkepentingan mendampingi kliennya di Pengadilan Cirebon

dengan tanpa menunggu adanya keberatan dari Jaksa Penuntut Umum. Menurut Ketua

Pengadilan Negeri Cirebon H. Irdalinda, SH, MH selaku hakim di Pengadilan Negeri

Cirebon dalam wawancara penelitian yang dilakukan pada Tanggal 01 Juni 2011

pukul 13.00 WIB menyatakan bahwa : “Penetapan tersebut dapat dianggap sebagai

yurisprudensi pengadilan sehingga dapat mengesampingkan SEMA Nomor :

113/KMA/IX/2009”.

Meskipun ada perbedaan pendapat dan sikap hakim terhadap advokat yang belum

disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi sebelum dan sesudah adanya Putusan

Page 114: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

98

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009, namun sebenarnya tidak ada

perbedaan dalam praktek di pengadilan karena :

1) Pendapat hakim yang menyatakan bahwa advokat yang belum disumpah tidak berhak

beracara di pengadilan, dimaksudkan sepanjang advokat tersebut beracara sendiri di

pengadilan tanpa didampingi oleh advokat lain yang sudah sah dan disumpah.

2) Pendapat hakim yang menyatakan bahwa advokat yang belum disumpah berhak

beracara di pengadilan, dimaksudkan sepanjang advokat tersebut beracara bersama-

sama dengan advokat lain yang sah dan sudah disumpah. Dengan perkataan lain

advokat yang belum disumpah dapat beracara di pengadilan tetapi bergabung dengan

advokat lain yang sah dan sudah disumpah.

3) Sikap hakim yang tidak mengizinkan advokat yang belum disumpah menjadi kuasa di

persidangan, apabila advokat tersebut tidak didampingi oleh advokat lain yang sah dan

sudah disumpah.

4) Sikap hakim yang mengizinkan advokat yang belum disumpah menjadi kuasa di

persidangan, apabila advokat tersebut didampingi oleh advokat lain yang sah dan

sudah disumpah.

Dalam pemeriksaan perkara di pengadilan Negeri Cirebon, cara hakim

mengetahui apakah advokat yang menjadi kuasa hukum klien sudah disumpah dalam

sidang terbuka Pengadilan Tinggi juga berbeda-beda. Dalam praktek ada beberapa cara

yang dilakukan oleh para hakim untuk mengetahui advokat sudah disumpah atau belum

yaitu :

Page 115: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

99

NO CARA HAKIM MENGETAHUI

1 Menanyakan langsung ke advokat

2 Keberatan dari lawan advokat

3 Melihat berita acara pelantikan

4 Tidak mempermasalahkan pelantikan

5 Kombinasi 1 dan 3

6 Kombinasi 1 dan 2

BAGAN 5 Cara Hakim Mengetahui Sumpah Advokat

Cara yang pertama adalah menanyakan langung kepada advokat. Cara ini adalah

cara yang lazim dilakukan oleh hakim sebelum pemeriksaan perkara dimulai, cara ini

masih banyak dilakukan hakim baik sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VII/2009 maupun sesudah putusan. Cara kedua adalah keberatan dari lawan

advokat, cara ini yang paling banyak dilakukan oleh hakim baik sebelum maupun sesudah

ada putusan Mahkamah Konstitusi. Cara ketiga adalah dengan melihat berita acara

pelantikan dari Pengadilan Tinggi, cara keempat adalah dengan tidak mempermasalahkan

pelantikan dari Pengadilan Tinggi, cara kelima adalah dengan mengkombinasikan

menanyakan langsung ke advokatnya dengan melihan berita acara pelantikannya dan

yang terakhir adalah kombinasi antara menanyakan langsung ke advokatnya dan

keberatan dari pihak lawan.

Berdasarkan cara hakim untuk mengetahui advokat telah diambil sumpahnya atau

belum diatas, ternyata di Pengadilan Negeri Cirebon cara pertama atau dengan

menanyakan langsung pada advokat yang bersangkutanlah yang paling banyak digunakan

pada saat ini setelah adanya Penetapan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor

31/Pid.B/2010/PN.CN dan 32/Pid.B/2010/PN.CN.

Page 116: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

100

Namun berdasarkan Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember 2010, hakim

yang tidak mempermasalahkan advokat yang belum disumpah Pengadilan Tinggi juga

cukup tinggi. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hal ini dikarenakan advokat yang

bersangkutan berpraktik atau menjadi kuasa hukum bersama-sama dengan advokat lain

yang sudah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Hakim tidak banyak yang mempersoalkan

apabila advokat yang belum disumpah Pengadilan Tinggi berpaktik menjadi kuasa hukum

bersama dengan advokat lain yang sudah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Selain itu,

ada beberapa hakim yang menerapkan cara secara kombinasi untuk mengetahui apakah

advokat yang beracara di pengadilan sudah disumpah Pengadilan Tinggi atau belum.

Tanggapan atau penafsiran hakim terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VII/2009 sebagaimana yang ada dalam tabel penelitian yang terdapat dalam

Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember 2010 yang dilakukan dengan

mengadakan survei terhadap 30 hakim adalah sebagai berikut :

Page 117: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

101

No. Tanggapan/penafsiran hakim Jumlah

1 Harus dilaksanakan pelantikan dan penyumpahan oleh

Pengadilan Tinggi dan advokat tergabung dalam satu wadah 3

2 Putusan tidak jelas, tidak tegas, dan multi tafsir 6

3

Dalam jangka waktu 2 tahun harus dilakukan pelantikan dan

penyumpahan oleh Pengadilan Tinggi tanpa melihat

organisasinya

1

4 Advokat yang belum disumpah bisa praktek jika tidak ada

keberatan dari pihak lawan 1

5 Organisasi PERADI dan KAI diakui dalam jangka waktu 2

tahun 7

6 Putusan Mahkamah Konstitusitidak mengikat hakim 4

7 Tidak tahu isi putusan Mahkamah Konstitusi 1

8 Tidak menjawab 7

J u m l a h

30

Sumber : Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember 2010

BAGAN 6 Tanggapan Hakim Terhadap Putusan MK

4.2.1 Pendapat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sebagai Data Pembanding

Sebagai data pembanding mengenai pendapat dari Pengadlan Negeri

atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009, perlu

kiranya di dituliskan pandangan dari Pengadilan Negeri lain selain dari

Pengadilan Negeri Cirebon sebagai obyek penelitian dari penelitian ini.

Data pendapat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini didapat dari artikel

yang berasal dari Varia Advokat - Volume 10 tanggal Agustus 2009.

Page 118: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

102

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat, bahwa sikap Mahkamah

Agung dalam menerbitkan surat Mahkamah Agung Nomor

052/KMA/V/2009 adalah sudah tepat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun

secara tegas mendesak agar satu wadah tunggal organisasi advokat dapat

menciptakan suatu perdamaian. Dengan adanya wadah tunggal advokat itu

tersebut dimaksudkan untuk memudahkan segala sesuatunya karena

dampaknya ke pengadilan. Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat mengambil sikap kalau memang sudah disumpah oleh Ketua

Pengadilan Tinggi dapat diterima beracara di Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat dan tidak akan mempersulit. Legal standingnya adalah sesuai Surat

Mahkamah Agung Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 yaitu harus

ada berita acara sumpah advokat oleh Ketua Pengadilan Tinggi maka di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat apabila tidak dipermasalahkan maka

Pengadilan tutup mata dan tidak mau tahu.

Hal yang terpenting adalah sudah ada ID Pengenal Advokat maka

diperbolehkan untuk beracara karena menjadi tanggung jawab organisasi

Advokat masing-masing. Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak

mau ikut campur mengenai berita acara sumpah. Tapi sekali lagi akan

muncul apabila ada pihak yang mempermasalahkan di persidangan. Apabila

itu terjadi, solusinya pengadilan akan menengahi dengan menanyakan berita

acara sumpah.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersikap netral dan tidak akan terlibat

terhadap organisasi advokat yang mengeluarkan suatu pengenal (I.D.),

Page 119: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

103

asalkan sudah disumpah Ketua Pengadilan Tinggi. Masalahnya sekarang ini

pengadilan tidak bias kontrol, kalau dulu bisa dikontrol. Sekarang kalau

suatu organisasi mengeluarkan suatu ID, apakah itu disumpah atau tidak,

pengadilan dan hakim tidak bisa mengetahuinya. Karena dalam hal ini

pengadilan hanya melihat kartu pengenal advokat.

Akan menjadi permasalahan ketika nanti Advokat tersebut tidak mau

menunjukkan bukti dirinya disumpah ketua Pengadilan tinggi, akan

bertambah rumit lagi nanti jika lawan dari advokat yang dalam hal ini

adalah Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga minta supaya ditunjukkan juga

sumpahnya. Ini akan menjadi suatu permasalahan dan akan memunculkan

bahkan membuat suatu proses persidangan diluar hukum acara, dan perlu

waktu lagi untuk membuktikan benar atau tidak sudah disumpah oleh Ketua

Pengadilan Tinggi.

Protes-protes diatas ini akan merepotkan pengadilan, akhirnya perkara

akan lebih panjang akibat muncul reaksi dari advokat. Dengan demikian

seharusnya Pengadilan Jakarta Pusat tidak perlu berdebat sampai kesana

karena pertengkaran akan berdampak pada proses persidangan itu sendiri

dan belum tentu persoalannya terselesaikan.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan mengambil solusi dengan cara

menengahinya dengan melihat praktek kasus per kasus. Kalau muncul

kasus, maka pengadilan akan tegas mengambil sikap dengan suatu

pembuktian, apabila Terbukti Advokat yang diambil sumpahnya

menyimpang dari Pasal 4 maka harus dianggap tidak sah. Jika terbukti maka

Page 120: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

104

harus dikeluarkan tidak boleh mendampingi klien di dalam pengadilan dan

merupakan kewenangan dari pengadilan untuk meminta berita acara

sumpah.

Masalah selanjutnya akan terjadi kalau Advokat bersikukuh tidak mau

menunjukkan berita acara advokat maka pengadilan akan berpedoman pada

Surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 karena sifatnya itu

mengikat sehingga kalau advokat tidak bisa menunjukkan berita acara

sumpahnya maka akan dikeluarkan dari persidangan, pengadilan harus tegas

demi mencegah kerugian para pencari keadilan.

Terkait berita acara sumpah advokat oleh MUI, Sekjen advokat dan

rohaniawan Islam serta yang disumpah oleh Pengadilan Tinggi secara tegas

yang diakui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah berita acara sumpah

oleh Ketua Pengadilan Tinggi dan selainnya tidak akan berlaku di

Pengadilan. Dan pihak Pengadilan sendiri tidak ada maksud semata-mata

menjalankan aturan.

Mengenai pendapat Pasal 4 Undang-Undang Advokat tidak wajib,

artinya boleh disumpah selain ketua Pengadilan Tinggi. Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat memandang bahwa Surat Mahkamah Agung tersebut berlaku

mengikat kepada Pengadilan sehingga Pengadilan juga berpedoman

demikian. Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak akan lagi

berdebat mengenai permasalahan ini, artinya kita sudah memutus demikian

maka perdebatan sudah selesai di Mahkamah Agung dengan adanya Surat

Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009. Jika masih ingin

Page 121: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

105

memperdebatkannya silahkan saja, tetapi dengan munculnya Surat

Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 ini sudah selesai dan

merupakan pedoman. Silahkan setuju atau tidak setuju tetapi proses

persidangan harus tetap berjalan dan tidak boleh merugikan pencari keadilan

karena Surat Mahkamah Agung itu sifatnya imperatif.

Selama ini yang sering beracara di persidangan adalah advokat dari

KAI, Peradi, Peradin. selama ”tidak dieksepsi” maka tidak akan

dipermasahkan selama dari advokat itu sendiri tidak ada permasalahan

diantara mereka, bagi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu internal mereka

para advokat. Sekali lagi menjadi masalah jika salah satu mereka dieksepsi

barulah Surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 diterapkan.

Mengenai Surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009,

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengakui belum mengambil sikap apapun,

karena masih membaca situasi untuk mengambil sikap. Lebih khusus para

hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum banyak tahu mengenai

surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 tersebut dan belum ada

kesamaan diantara para hakim masing-masing masih membaca,

mempelajari Surat Mahkamah Agung itu. Oleh karena itu nanti ketua akan

memanggil semua hakim untuk memperdebatkan surat tersebut. Namun

Surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 tetap digunakan sebagai

Pedoman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk diterapkan, tapi

kasusnya sendiri belum ada. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum

berani menerapkan surat mahkamah Agung tersebut secara tegas apalagi

Page 122: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

106

untuk menginstruksikan kepada jajaran hakim di Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat agar Majelis Hakim diwajibkan untuk menanyakan berita acara

sumpah advokat di persidangan. Tetapi kalau memang itu dipermasalahkan

oleh para pihak maka surat Mahkamah Agung tersebut baru dimunculkan

sebagai pedoman. Artinya disini hakim tidak mencampuri atau tidak

berkepentingan (pasif).

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempersilahkan para Pihak yang

aktif. Jadi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan para hakimnya tidak akan

bersifat aktif, Surat Mahkamah Agung tersebut baru akan diterapkan jika

terjadi suatu permasalahan. Kalau tidak ada permasalahan Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat akan diam. Karena bisa dituduh memihak, mencampuri

dan bersikap apriori terhadap ijin advokat tertentu.

Oleh karena itu selama tidak dipermasalahkan maka semua ijin

Advokat itu tersebut dianggap benar karena dari Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat tidak bisa mengeluarkan advokat dari persidangan tanpa suatu

perdebatan hukum, Pengadilan tidak bisa mengusir tanpa dasar hukum yang

jelas jika ada yang mempermasalahkan membuat keberatan tertulis lalu

diminta agar untuk ditanggapi, berikutnya baru putusan menyatakan sah

tidaknya dan memutus advokat itu boleh beracara atau tidak sehingga

putusan pengadilan ada pertimbangan hukum yang jelas .

Inilah cara pengadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjelaskan

Surat Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009, hal diatas merupakan

”sikap proaktif” pengadilan sesuai undang-undang sehingga produk

Page 123: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

107

pengadilan merupakan penetapan dan bisa dikasasi tidak dengan main usir

saja , itu merupakan sikap arogan dan hakim dapat digugat secara pribadi,

tapi kalau hakimnya mengeluarkan penetapan itu produk hukum dan yang

dilawan adalah produk hukum bukan hakimnya secara pribadi jadi kita

harus hati-hati sehingga yang benar harusnya dengan produk hukum yaitu

penetapan.

Jika hakim mengeluarkan penetapan tanpa ada keberatan dahulu akan

menimbulkan perdebatan yang lebih panjang dan apabila ini terjadi di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maka akan diterapkan di Pengadilan lain

karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan barometer berarti disini

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersikap ”bermain aman”. Dan memang

harus demikian Pengadilan dimanapun konservatif, harus berdasarkan

hukum dan undang-undang dan pengadilan harus fair tanpa kepentingan

apapun, sertadiberikan kesempatan yang sama, baru kemudian diputuskan

bahwa boleh beracara atau tidak. Jadi yang dilawan produk hukum bukan

pribadi hakim yang mengusirnya.

Lalu apabila hakim digugat gara-gara menerapkan Surat Mahkamah

Agung tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengatakan bahwa majelis

hakim tidak bisa digugat karena tidak punya kepentingan apapun dalam

menjalankan tugas apapun bahkan dipanggil polisi pun tidak boleh apalagi

digugat. Itu adalah sikap dalam menjalankan penegakan hukum dan hakim

mengambil sikap tanpa dilandasi kepentingan untuk membela siapapun

Kalaupun itu digugat itupun dalam menjalankan pedoman dari Mahkamah

Page 124: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

108

Agung, maka hakimnya harus berani, Kalau hakimnya digugat menjadi

tidak menguntungkan, menjadi lucu. Sehingga Pengadilan harapkan ini

tidak terjadi dan bersikap dewasa tidak hanya mengungkapkan egonya

hanya untuk mencobacoba menggugat seperti itu. Karena pengadilan tidak

punya kepentingan sifatnya obyektif dan tidak dalam kapasitas memihak

karena menjalankan undang-undang. Jadi itu tidak mendewasakan publik

sehingga akhirnya penegakan hukum menjadi kacau tidak karuan.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melihat mengenai organisasi advokat

Peradi, KAI dan Peradin sah atau tidak sah bukan kapasitas Mahkamah

Agung tapi di Depkum HAM dan Depdagri. Begitu juga sikap Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat dan bukan kapasitasnya Pengadilan kecuali ada satu

gugatan sehingga hakim mengambil sikap ditolak atau dikabulkan Artinya

belum ada suatu kasus sengketa yang diputus Pengadilan menyangkut

organisasi advokat mengenai keabsahannya Sugeng melihat kedepan bahwa

sekarang ini diinstruksikan tidak ada penyumpahan, jadi itu baik dari

organisasi advokat KAI, dari Peradin, dan dari Peradi sendiri tidak akan ada

penyumpahan, lalu apakah iniakan berkelanjutan terus. Menurut Sugeng ini

tentunya harus disadari organisasi advokat supaya segera tercapai suatu

wadah tunggal. Karena kasihan calon-calon advokat apabilaini terus

berkepanjangan makasugeng menyarankan lebih bagus secepatnyalah

mereka (PERADI,KAI, PERADIN) berembuk untuk perkembangan dan

kewibawaan organisasi advokat supaya lebih berwibawa. Perlu dicontoh

Page 125: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

109

organisasi seperti notaris sudah mempunyai wadah tunggal yaitu INI. Juga

seperti hakim yang ada wadah tunggalnya yaitu IKAHI.

Advokat disarankan untuk berkumpuldan bermusyawarah, sedangkan

untuk menerbitkan kartu ijin silahkan diatur bersama dan tidak perlu

melibatkan organisasi institusi lain sehingga ditarik-tarik dan digugat dan

Pengadilan pun menyayangi karena advokat merupakan pilar penegak

hukum, kalau pincang akan mempengaruhi penegakan hukum dan keadilan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, ternyata menurut pendapat hakim, baik

menurut pendapat pribadi mereka maupun menurut struktur kerja yang dianut oleh

Pengadilan Negeri selaku pihak yang berada langsung dibawah kendali

Mahkamah Agung maka merekapun lebih memilih untuk menjalankan apa yang

diinstruksikan oleh Mahkamah Agung dari pada Mahkamah Konstitusi yang tidak

ada hubungan kerja sama sekali baik secara vertikal maupun secara horizontal.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa

menurut para hakim di Pengadilan Negeri Cirebon sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah : seorang advokat yang tidak

disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi adalah advokat yang tidak sah,

sehingga secara hukum advokat yang tidak disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan

Tinggi tersebut tidak berhak beracara atau menjadi kuasa hukum dalam persidangan di

pengadilan.

Namun dalam prakteknya meskipun telah dikatakan bahwa seorang advokat yang

tidak disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi adalah advokat yang tidak sah,

oleh hakim advokat yang belum disumpah dalam sidang terbuka pengadilan tinggi

Page 126: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

110

diperbolehkan menjadi kuasa hukum tetapi sifatnya mendampingi advokat lain yang

sudah sah yang telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Hal ini didasarkan pada alasan

kemanusiaan yaitu tidak baik menghalang-halangi orang yang mencari nafkah. Sikap

hakim tersebut tidak ada perbedaan antara sebelum ada Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PUU-VIII/2009 dan setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VII/2009. Sebagian besar hakim mengatakan tidak ada Surat Edaran

Mahkamah Agung yang merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PUU-VII/2009. Sehingga hakim bersikap terhadap advokat KAI yang belum

disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi sama seperti sebelum ada Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009.

Page 127: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Legalitas Sumpah

Advokat Untuk Beracara di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009 di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengadilan Tinggi tidak terpengruh atas adanya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PUU-VII/2009. Hal ini disebabkan karena Pengadilan Tinggi

merasa bukan sebagai pihak dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut,

sehingga tidak merasa terikat terhadap putusan tersebut. Pengadilan Tinggi

hanya perlu merasa tunduk terhadap lembaga di atasnya yang dalam hal ini

adalah Mahkmah Agung.

2. Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukkan

berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-

VII/2009 adalah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat. Seorang advokat yang tidak disumpah dalam

sidang terbuka Pengadilan Tinggi adalah advokat yang tidak sah, sehingga

secara hukum advokat yang tidak disumpah tidak berhak bercara di pengadilan

atau menjadi kuasa hukum dalam persidangan di pengadilan. Namun dalam

prakteknya, advokat yang belum disumpah dalam sidang terbuka pengadilan

111

Page 128: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

112

tinggi diperbolehkan menjadi kuasa hukum tetapi harus didampingi oleh

advokat lain yang sudah sah yang telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Hal

ini didasarkan pada alasan kemanusiaan untuk tidak menghalang-halangi orang

yang beracara setelah memperoleh ijin praktek. Sikap hakim tersebut tidak ada

perbedaan antara sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VIII/2009 dan setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PUU-VII/2009.

5.2 Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Legalitas

Sumpah Advokat Untuk Beracara di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

101/PPU-VII/2009, maka penulis perlu memberikansaran sebagai berikut

1. Agar advokat memiliki legalitas, memenuhi persyaratan sebagai advokat yang

sah seperti yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat, maka Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009

seharusnya dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi dengan mengadakan sidang

terbuka untuk melakukan penyumpahan terhadap para advokat tanpa

memandang organisasinya. Apalagi mengingat asas “ergaomnes” yaitu bahwa

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat setiap orang.

2. Sikap Pengadilan Negeri dalam menanggapi kasus sumpah advokat tersebut

sebaiknya menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-

VII/2009 karena mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi lebih berwenang

Page 129: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

113

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga dimaksudkan agar

tidak terjadi permasalahan baru di persidangan. Tentunya hal ini dilakukan

sambil menunggu organisasi advokat menyelesaikan permasalahan intern

mereka dengan baik, sehingga organisasi advokat mampu melaksanakan

amanat dari Undang-Undang Advokat dan memiliki kepastian hukum bagi

semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum. Apabila kekacauan terus

terjadi dimungkinkan dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Advokat, dan

masalah izin praktek advokat dikembalikan kewenangannya kepada Pengadilan

Tinggi.

Page 130: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku-Buku

Arikunto, Suharsini. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asshiddiqie, Jimly, 2005. Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara, cetakan

pertama. Jakarta : Konstitusi Press.

-----------------------. 2004. Format kelembagaan Negara dan pergeseran kekuasan

dalam UUD 1945. Yogyakarta : FH UII Press

-----------------------. 2004. Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-Undang,

Makalah kuliah umum program doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia. Jogjakarta : FH UII Press

C. Anwar. 2008. Teori dan Hukum Konstitusi. Malang : In-TRANS Publishing

Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat pembinaan dan

pengembangan bahasa indonesia

Huda, Ni’matun. 2009. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta :

Rajawali Pers

Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 2004

Mahkamah Konstitusi. 2010. Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 6, Desember.

Jakarta: Konstitusi Press

Marzuki, Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana

Marwan dan Jimmy. 2009. Kamus Hukum. Surabaya : Reality Publisher

114

Page 131: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

115

Miles Mattew B, Huberman A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:

Daya Widya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya

Rambe, Ropaun. 2001. Teknik Praktek advokat. Jakarta : PT Garmedia

widiasarana Indonesia

Daniel, S.Lev. 2001. Advokat Indonesia Mencari LegitimasiI. Jakarta : Pusat

Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia

Samardi, Sukris. 2007. Advokat Litigasi dan Nonlitigasi Pengadilan. Jogjakarta :

Pusaka Prisma

Sutarto, Suryono. 2005. Hukum Acara Pidana Jilid II dan II. Semarang :

Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta : Ghalia Indonesia.

Varia Advokat , Volume 10, Agustus 2009

Daftar Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta. Yayasan Bima

Soesilo R. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentar

lengkap pasal demi pasal. Bogor. Politeia

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Page 132: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

116

Mahkamah Agung

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen

Keempat

Daftar Web

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInterna

lLengkap&id=3429 (Accessed : Minggu, 17 April 2011, 13:04:39

Wib)

http://www.mahkamahagung.go.id/ (Accessed : Minggu, 17 April 2011,

13:30:39 Wib)

http://www.hukumonline.com (Accessed : Minggu 13 Maret 2011, 13:30:18

Wib)

Page 133: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

117

LAMPIRAN

Page 134: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

118

Page 135: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

119

Page 136: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

120

Page 137: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

121

Page 138: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

122

Page 139: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

123

PANDUAN WAWANCARA PENGADILAN NEGERI CIREBON

JUDUL SKRIPSI : Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di

Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Dibuatoleh : HeigoPebrianto / 3450407073

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

I. IDENTITAS INFORMAN

Nama : Ahmad Rifai, S.H, M.H.

Usia : 51 Tahun

Jabatan : Hakim PengadilanNegeri Cirebon

Alamat : Jl. Ciremai Raya No.225, Kec. Harjamukti, Perumnas

Cirebon

II. PERTANYAAN

1) Berapa lamakah bapak menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri

Cirebon?

2) Pada saat menangani persidang anapakah bapak mengeluarkan penetapan atas

ketidak sahan tim advokat dari terdakwa?

3) Atas usulan dari siapakah kemudian muncul permasalahan sumpaha dvokat

dalam persidangan tersebut?

4) Bagaimana sikap Pengadilan Negeri Cirebon terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?

5) Bagaimana sikap Pengadilan Negeri Cirebon terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009?

Page 140: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

124

6) Bagaimana tanggapan bapak terkait dengan keluarnya SEMA Nomor

052/KMA/V/2009? Dimana pada intinya melarang Pengadilan Tinggi agar

tidak melakukan penyumpahan advokat sampai terbentuk wadah tunggal

advokat seperti yang diamanatkan Undang-Undang Advokat.

7) Sebagai seorang hakim, bagaimana bapak menanggapi permasalahan

semacam ini dimana ada dua putusan dari dua lembaga tinggi peradilan

Indonesia (MA dan MK) yang kemudian putusannya tersebut saling

bertentangan. Lebih mengikuti manakah anda sebagai seorang hakim? (MA

atau MK), tolong berikan alasannya!

8) Menurut bapak bagaimana pentingnya sumpaha dvokat di depan pengadilan

terhadap pembelaan terdakwa?

9) Sepengetahuan bapak apakah selain di PN Cirebon pernah terjadi hal seperti

ini? Dimana jaksa mengajukan nota keberatan atas keabsahan dari advokat di

pengadilan?

10) Setelah mengeluarkan penetapan atas ketidaksahan dari tim advokat untuk

beracara di pengadilan apakah untuk selanjutnya dalam setiap sidang yang

bapak pimpin selalu menanyakan sumpah advokat?

11) Dengan cara apakah bapak menanyakan sekaligus membuktikan seorang

advokat sudah memiliki berita acara penyumpahan?

12) Menurut bapak apakah ada indikasi jika kasus ini tetap berlarut-larut maka

akan dapat menular ke daerah-daerah lain?

13) Jika kasus ini menular ke daerah-daerah lain, menurut bapak apakah bias

mengganggu proses penegakan hukum di indonesia?

14) Bagaimana tanggapan bapak atas saling klaim sebagai organisasi advokat

yang sah menurut undang-undang?

Page 141: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

125

PANDUAN WAWANCARA PENGADILAN TINGGI BANDUNG

JUDUL SKRIPSI : Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Dibuat oleh : Heigo Pebrianto / 3450407073

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

I. IDENTITAS INFORMAN

Nama : H. Sjam Amansyah, S. H., M. H

Usia : 502 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Jabatan : Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bandung

Alamat : -

II. PERTANYAAN

1) Berapa lamakah bapak/ibu menjabat sebagai hakim di Pengadilan Tinggi

Jawa Barat?

2) Bagaimana sikap Pengadilan Tinggi Jawa Barat terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?

3) Bagaimana sikap Pengadilan Tinggi Jawa Barat terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009?

4) Bagaimana tanggapan bapak/ibu terkait dengan keluarnya Surat Ketua

Mahkamah Agung RI Nomor 052/KMA/V/2009?

5) Sebagai hakim di Pengadilan Tinggi bapak/ibu akan lebih mengikuti Putusan

MA atau Putusan MK dalam menilai kasus ini?

Page 142: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

126

6) Menurut bapak/ibu bagaimana pentingnya sumpah advokat di depan

pengadilan terhadap pembelaan terdakwa?

7) Bagaimana akibat hukum yang terjadi apabila advokat tidak dapat

menunjukan berita acara sumpah?

8) Menurut bapak/ibu apakah ada indikasi jika kasus ini tetap berlarut-larut

maka akan dapat menular ke daerah-daerah lain?

9) Jika kasus ini menular ke daerah-daerah lain, menurut bapak/ibu apakah bisa

mengganggu proses penegakan hukum di indonesia?

10) Apakah dalam menangani kasus di pengadilan bapak/ibu selalu menanyakan

berita acara sumpah terlebih dahulu sebelumya?

11) Dengan cara apakah bapak/ibu mengecek apakah seorang advokat telah

memiliki berit acara penyumpahan advokat?

12) Bagaimana tanggapan bapak/ibu atas saling klaim sebagai organisasi advokat

yang sah menurut undang-undang?

13) Bagaimana pula tanggapan bapak/ibu atas sikap yang berbeda-beda dari

masing-masing Pengadilan Tinggi yang ada di Indonesia dalam menanggapi

permasalahan sumpah advokat?

Page 143: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

127

PANDUAN WAWANCARA DPC PERADI CIREBON

JUDUL SKRIPSI : Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di

Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Dibuatoleh : HeigoPebrianto / 3450407073

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

I. IDENTITAS INFORMAN

Nama : Yunasril Yuzar, S.H

Usia : 40 Tahun

Jabatan : Ketua DPC PERADI Cirebon

Alamat : Jl. Lawang Gada No.112, Kec. Kanoman, Kota Cirebon

II. PERTANYAAN

1) Berapa lamakah bapak menjabat sebagai Ketua DPC PERADI Cirebon?

2) Sudah Berapa lamakah bapak menjadi advokat?

3) Bagaimana sikap bapak selaku advokat terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?

4) Bagaimana tanggapan bapak terkait dengan keluarnya SEMA Nomor

052/KMA/V/2009?

5) Sebagai seorang advokat, bagaimana bapak menanggapi permasalahan

semacam ini dimana ada dua putusan dari dua lembaga tinggi

Page 144: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

128

Kehakiman Indonesia (MA dan MK) yang kemudian putusannya tersebut

saling bertentangan satu samanya?

6) Menurut bapak bagaimana pentingnya sumpah advokat di depan

pengadilan terhadap pembelaan terdakwa?

7) Menurut bapak apakah ada indikasi jika kasus sumpah advokat ini tetap

berlarut-larut maka akan dapat menular ke daerah-daerah lain?

8) Jika kasus ini menular ke daerah-daerah lain, menurut bapak apakah bias

mengganggu proses penegakan hukum di indonesia?

9) Bagaimana tanggapan bapak atas saling klaim sebagai organisasi advokat

yang sah menurut undang-undang?

10) Bagaimana tanggapan anda mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009 yang tidak dilakukan oleh PT?

11) Kerugian apa yang anda rasakan dari tidak dilaksanakannya putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?

Page 145: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

129

PANDUAN WAWANCARA DPC KAI CIREBON

JUDUL SKRIPSI : Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di

Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009

Dibuatoleh : HeigoPebrianto / 3450407073

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

I. IDENTITAS INFORMAN

Nama : Winata, S.H

Usia : 40Tahun

Jabatan : Ketua DPC PERADI Cirebon

Alamat : Jl. Pangeran Drajat No.365, Kota Cirebon

II. PERTANYAAN

1) Berapa lamakah bapak menjabat sebagai Ketua DPC PERADI Cirebon?

2) Sudah Berapa lamakah bapak menjadi advokat?

3) Bagaimana sikap bapak selaku advokat terhadap advokat yang tidak

dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?

4) Bagaimana tanggapan bapak terkait dengan keluarnya SEMA Nomor

052/KMA/V/2009?

5) Sebagai seorang advokat, bagaimana bapak menanggapi permasalahan

semacam ini dimana ada dua putusan dari dua lembaga tinggi

Page 146: LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI …lib.unnes.ac.id/6657/1/8322.pdf · LEGALITAS SUMPAH ADVOKAT UNTUK BERACARA DI PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

130

Kehakiman Indonesia (MA dan MK) yang kemudian putusannya tersebut

saling bertentangan satu samanya?

6) Menurut bapak bagaimana pentingnya sumpah advokat di depan

pengadilan terhadap pembelaan terdakwa?

7) Menurut bapak apakah ada indikasi jika kasus sumpah advokat ini tetap

berlarut-larut maka akan dapat menular ke daerah-daerah lain?

8) Jika kasus ini menular ke daerah-daerah lain, menurut bapak apakah bias

mengganggu proses penegakan hukum di indonesia?

9) Bagaimana tanggapan bapak atas saling klaim sebagai organisasi advokat

yang sah menurut undang-undang?

10) Bagaimana tanggapan anda mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 101/PPU-VII/2009 yang tidak dilakukan oleh PT?

11) Kerugian apa yang anda rasakan dari tidak dilaksanakannya putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?