legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

152
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Notaris merupakan salah satu profesi hukum di Indonesia. Profesi hukum merupakan profesi yang eksis untuk melayani anggota masyarakat ketika masyarakat berhadapan langsung dengan suatu otoritas kekuasaan. 1 Selain itu profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. 2 Profesi hukum dalam hal ini Notaris biasanya dihadapkan pada berbagai masalah, dimana masyarakat yang memiliki masalah akan datang ke hadapan Notaris untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, dengan harapan Notaris akan membantu memberikan solusi atas masalahnya tersebut. Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum mengenai permasalahan yang disodorkan kepadanya sekaligus menjadi penunjuk jalan yang benar ke arah tercapainya kepuasan kliennya dalam membuat akta, jadi notaris disini harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan yang dihadapi oleh kliennya. 3 Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dalam melakukan perbuatan hukum. Dimana dalam melakukan perbuatan 1 Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama, Bandung, hal. 11. 2 Supriadi, 2010, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 19. 3 Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 444.

Transcript of legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

Page 1: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Notaris merupakan salah satu profesi hukum di Indonesia. Profesi hukum

merupakan profesi yang eksis untuk melayani anggota masyarakat ketika

masyarakat berhadapan langsung dengan suatu otoritas kekuasaan.1 Selain itu

profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai

moral dan pengembangannya.2

Profesi hukum dalam hal ini Notaris biasanya

dihadapkan pada berbagai masalah, dimana masyarakat yang memiliki masalah

akan datang ke hadapan Notaris untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,

dengan harapan Notaris akan membantu memberikan solusi atas masalahnya

tersebut.

Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum mengenai

permasalahan yang disodorkan kepadanya sekaligus menjadi penunjuk jalan yang

benar ke arah tercapainya kepuasan kliennya dalam membuat akta, jadi notaris

disini harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan yang dihadapi oleh kliennya.3

Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum dalam melakukan perbuatan hukum. Dimana dalam melakukan perbuatan

1Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka

Berpikir, Refika Aditama, Bandung, hal. 11.

2Supriadi, 2010, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,

Sinar Grafika, Jakarta, hal. 19.

3Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris,

PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 444.

Page 2: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

2

2

hukum masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas

hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.4

Notaris berperan penting yaitu dalam kaitannya dengan pembuktian

kepastian hak dan kewajiban hukum seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum serta

perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif yakni bersifat

mencegah terjadinya permasalahan hukum, dengan cara menerbitkan akta otentik

yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak, dan kewajiban

seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna

di Pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait.5 Selain itu,

pentingnya peranan Notaris juga dapat dilihat pada kapasitasnya dalam

memberikan legal advice dan melakukan suatu verivikasi terhadap sebuah

perjanjian, apakah suatu perjanjian tersebut telah dibuat dengan memenuhi syarat

dan tidak merugikan para pihak atau malah perjanjian itu dibuat dengan tidak

memenuhi syarat dan dapat merugikan pihak lain dikemudian harinya.

Dahulu masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan

adanya kata sepakat antara kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas

rasa kepercayaan. Dimana masih kurangnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti sehingga kesepakatan diantara para

pihak cukup dilakukan secara lisan yang disaksikan oleh beberapa pihak lain

sebagai saksi seperti Ketua Adat, padahal pada dasarnya kesaksian dari saksi-saksi

4Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban

Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 7.

5Ibid.

Page 3: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

3

3

tersebut banyak memiliki kelemahan, misalnya saja apabila saksi tersebut

meninggal dunia atau pindah ketempat yang tidak diketahui keberadaannya, maka

akan timbul kesukaran dalam melakukan pembuktian.6

Berbeda halnya dengan perkembangan saat ini, masyarakat cenderung

melakukan perbuatan hukum yang direalisasikan dalam bentuk perjanjian atau

dokumen secara tertulis atau lebih dikenal dengan sebutan akta, baik itu dibuat

dalam bentuk akta otentik maupun akta di bawah tangan. Adanya kesadaran

hukum yang tinggi pada masyarakat saat ini merupakan salah satu faktor yang

mendorong masyarakat untuk membuat perjanjian dihadapan Notaris. Ini dapat

kita lihat dalam setiap perbuatan hukum seperti sewa-menyewa, jual-beli, utang-

piutang, dan lain sebagainya, setiap orang yang melakukan perbuatan hukum

tersebut diatas dengan sengaja membuat alat bukti dihadapan Notaris dengan

kemungkinan alat-alat bukti tersebut diperlukan dikemudian hari.

Segala perbuatan hukum tersebut diatas dituangkan kedalam bentuk akta

otentik. Para pihak yang hadir kehadapan Notaris menjelaskan maksud dan

tujuannya yang nantinya akan dituangkan oleh Notaris ke dalam sebuah akta

otentik. Dengan demikian, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan

yang sangat penting dalam menciptakan kepastian hukum di dalam setiap

perbuatan hukum, karena akta notaris bersifat otentik dan merupakan alat bukti

yang terkuat dan terpenuh dalam setiap sengketa, maka kedudukan Notaris

sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik

(kecuali ditentukan lain oleh undang-undang) juga semakin penting.

6R. Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu

Penjelasan, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 5.

Page 4: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

4

4

Jabatan Notaris di Indonesia diatur dalam sebuah undang-undang

tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 (untuk selanjutnya

disebut UUJN), undang-undang mana telah mengalami perubahan dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 3 (untuk selanjutnya disebut UU Perubahan Atas UUJN).

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini

atau berdasarkan undang-undang lainnya.” Notaris dikatakan sebagai pejabat

umum karena Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Meskipun

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun Notaris tidak dapat

disamakan dengan pegawai negeri yang juga diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah. Notaris merupakan pegawai pemerintah tanpa menerima gaji dari

pemerintah.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

mengatur tentang kewenangan seorang Notaris yaitu:

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

Page 5: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

5

5

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan

“akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. Akta

otentik yang dimaksud adalah akta otentik sesuai dengan rumusan Pasal 1868

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) :

“suatu akta otentik ialah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk

itu di tempat dimana akta itu dibuat.” Akta notaris sendiri dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu :

1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan akta relaas atau

akta pejabat (ambtelijke akten).

2. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan

akta partij.7

Penandatanganan dalam akta partij oleh para pihak merupakan suatu

keharusan, penandatanganan dalam akta partij berarti bahwa memang benar yang

bersangkutan memberi keterangan dihadapan Notaris. Sedangkan dalam akta

relaas tidak menjadi masalah apakah orang-orang yang hadir tersebut menolak

untuk menandatangani akta itu, misalnya pada pembuatan Akta Berita Acara

Rapat Para Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, orang-orang yang hadir

7G.H.S Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga,

Jakarta, hal.50-51.

Page 6: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

6

6

dalam rapat tersebut telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditanda tangani,

maka Notaris cukup menerangkan didalam akta bahwa para pemegang

saham/peserta rapat yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum

menandatangani akta tersebut dan akta tersebut tetap sah merupakan akta otentik.8

Perbedaan antara kedua jenis akta tersebut adalah pada pemberian pembuktian

sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta itu. Kebenaran isi akta pejabat

(ambtelijk akte) tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu

adalah palsu, sedangkan pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh

bahwa akta tersebut akta palsu akan tetapi dengan jalan menyatakan bahwa

keterangan dari para pihak yang bersangkutan yang diuraikan dalam akta itu

adalah tidak benar, artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenalkan

pembuktian sebaliknya.9

Berdasarkan dua bentuk akta notaris tersebut, dapat terlihat bahwa salah

satu perbuatan hukum yang tidak dapat lepas dalam pembuatan akta otentik

adalah pembubuhan tanda tangan. Dalam pembuatan akta yang diwajibkan

membubuhkan tanda tangan tidak hanya Notaris, melainkan para pihak serta para

saksi diwajibkan untuk membubuhkan tanda tangannya. Dalam pembuatan akta

para pihak menerangkan kehendaknya dihadapan Notaris dan kehendak tersebut

dituangkan ke dalam sebuah akta otentik yang dibacakan oleh Notaris dihadapan

para pihak, apabila para pihak sudah mengerti dan menyetujui isi akta tersebut

maka para pihak berkewajiban membubuhkan tanda tangan, diikuti oleh para

saksi-saksi dan Notaris.

8Ibid, hal. 52-53.

9Ibid, hal. 53.

Page 7: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

7

7

Tanda tangan sendiri penting keberadaannya karena dengan adanya tanda

tangan berarti orang yang menandatangani mengetahui dan menyetujui isi dari

akta tersebut, sehingga dengan demikian orang tersebut terikat dengan isi dari akta

tersebut. Menurut Tan Thong Kie, tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan

pembuat tanda tangan (penanda tangan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda

tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum

dianggap sebagai tulisannya sendiri.10

Menurut Kamus Bahasa Indonesia tanda

tangan adalah lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri

sebagai penanda pribadi.11

Menurut Scheltema tanda tangan adalah keseluruhan

tanda-tanda huruf yang dibubuhkan dalam tanda tangan yang mengindividualisir

penanda tangan dalam batas tertentu.12

Pembubuhan tanda tangan ini sering dilihat dalam penutup akta, dimana

terdapat satu klausul yang menyebutkan sebagai berikut: “Setelah saya, Notaris

membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para

penghadap, para saksi dan saya, Notaris menandatangani akta ini”.13

Dalam

peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Jabatan Notaris pada Pasal 28 ayat (3)

disebutkan semua akta notaris harus ditandatangani oleh masing-masing

penghadap, segera setelah selesai pembacaan akta itu. Akta itu juga harus ditanda

tangani oleh para saksi instrumentair dan oleh Notaris sendiri.14

10

Tan Thong Kie, Op.Cit, hal. 473.

11

Anonim, diakses pada tanggal 01 Agustus 2013, Definisi Tanda Tangan,

http://www.artikata.com/arti-353196-tanda+tangan.html.

12

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 204.

13

Komar Andasasmita, 1983, Notaris II, Sumur, Bandung, hal. 150.

14

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 209.

Page 8: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

8

8

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagai

implementasi Peraturan Jabatan Notaris mengatur juga tentang ketentuan

penandatanganan yaitu sebagai berikut :

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak

dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada

akhir akta.

Pasal 44 ayat (1) ini memberikan suatu kewajiban bagi para penghadap untuk

menandatangani akta setelah dibacakan oleh Notaris, dengan pengecualian apabila

ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan maka penghadap

tersebut harus menyebutkan alasan yang nantinya akan dinyatakan secara tegas

pada akhir akta tersebut. Hal ini menimbulkan penafsiran apabila seorang

penghadap tidak dapat membubuhkan tanda tangannya diakibatkan sakit, cacat

atau buta aksara maka orang tersebut dapat tidak menandatangani akta tersebut

dengan hanya menyebutkan alasannya secara tegas dalam akhir akta dan

penghadap diperbolehkan tidak membubuhkan tanda-tanda lainnya dalam akta

sebagai bentuk pengindividualisiran akta. Sedangkan dalam praktek kenotariatan

apabila seseorang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya maka akan

dibubuhkan cap jempol ibu jari tangan kirinya pada akta otentik tersebut sebagai

pengindividualisiran suatu akta. Hal ini menyebabkan adanya pembedaan antara

tanda tangan dengan cap jempol, serta jelas dalam Pasal 44 ayat (1) UU

Perubahan Atas UUJN tersebut terdapat ketidakpengakuan penggunaan cap

jempol sebagai sebuah tanda tangan dalam akta otentik.

Page 9: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

9

9

Keharusan adanya tanda tangan dalam sebuah akta tidak lain bertujuan

untuk membedakan akta yang satu dari akta yang lain, jadi fungsi tanda tangan

adalah untuk memberikan ciri atau mengindividualisir suatu akta,15

karena

identifikasi dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta tersebut.

Penandatanganan dalam suatu akta adalah membubuhkan nama dari si penanda

tangan, sehingga membubuhkan paraf berupa singkatan tanda tangan saja

dianggap tidak cukup, nama tersebut harus ditulis tangan oleh si penanda tangan

sendiri atas kehendaknya sendiri.16

Pembubuhkan cap jempol ibu jari kiri pada praktek kenotariatan sampai

saat ini masih sering dilakukan apabila para pihak tidak dapat membubuhkan

tanda tangannya akibat buta aksara, sakit, atau hal lainnya. Tidak dapat dipungkiri

bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami buta aksara. Pada

tahun 2011 dilaporkan sekitar 6,7 juta orang penduduk Indonesia yang berusia 15-

59 tahun masih buta aksara, laki laki sebanyak 2,26 juta orang penduduk dan

perempuan sebanyak 4,46 juta orang penduduk.17

Cap jempol atau juga dikenal dengan sidik jari merupakan garis pada kulit

jari-jari yang tidak akan berubah dalam jangka waktu apapun dan antara orang

15

Jusuf Patrianto Tjahjono, diakses pada tanggal 7 Juli 2012, Arti dan

Kedudukan Tanda Tangan Dalam Sebuah Dokumen,

http://notarissby.blogspot.com/2008/05/arti-dan-kedudukan-tanda-tangan

dalam.html.

16

Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi

Kedelapan, Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusuma I)

hal. 152.

17

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Direktorat

Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, yang diakses

pada tanggal 21 April 2014, Anggaran Bantuan Rp. 48,01 Miliar Untuk Daerah

Terpadat Buta Aksara, http://paudni.kemdikbud.go.id/anggaran-bantuan-rp4801-

miliar-untuk-daerah-terpadat-buta-aksara.

Page 10: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

10

10

yang satu dengan yang lainnya pastinya memiliki cap jempol yang berbeda.

Seseorang yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan pada akhir akta akibat

buta aksara, cacat atau lumpuh biasanya menggantinya dengan membubuhkan cap

jempol ibu jari tangan kiri. Akan tetapi penggunaan cap jempol pada akhir akta

pengaturannya tidak disebutkan secara tegas dalam UU Perubahan Atas UUJN,

dalam UU Perubahan Atas UUJN hanya disebutkan pengecualian tanda tangan

dan tidak ditegaskan tanda-tanda lain yang harus dibubuhkan apabila penghadap

tidak mendatangani akta. Pada UU Perubahan Atas UUJN kekuatan mengikat cap

jempol dianggap tidak setara dengan kekuatan mengikat tanda tangan. Hal inilah

yang menimbulkan multitafsir sehingga disini terlihat terdapat kekaburan norma

dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, jadi tidak

ada yang dapat dijadikan bukti dikemudian hari bahwa memang benar penghadap

yang namanya tertera dalam akta telah menyetujui isi akta tersebut.

Ros Macdonald dan Denise McGill dalam bukunya berjudul “Drafting”

menyebutkan bahwa:“The signature of the parties to the deed was not necessary

at common law, alhought again it was often done”.18

Dapat diterjemahkan bahwa

dalam negara bersistem hukum common law pembubuhan tanda tangan oleh para

pihak dalam sebuah akta bukanlah merupakan suatu hal yang penting, akan tetapi

hal ini biasa dilakukan.

Beberapa negara maju lainnya seiring dengan pesatnya perkembangan

teknologi telah menggunakan tanda tangan elektronik dalam pembuatan akta

18

Ros Macdonald and Denise McGill, 2008, Drafting , Second Edition,

Lexis Nexis Butterworths, Australia, hal. 66.

Page 11: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

11

11

otentik walaupun masih dimungkinkan adanya penggunaan cap jempol. Pasal 1

angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

58 (untuk selanjutnya disebut UU ITE), merumuskan “tanda tangan elektronik

adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,

terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan

sebagai alat verifikasi dan autentikasi”. Informasi Elektronik dalam Pasal 1 angka

1 UU ITE adalah :

satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange

(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah

diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

Tanda tangan elektronik adalah sebuah identitas elektronik yang berfungsi sebagai

tanda persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah akta

otentik.19

Beberapa Negara yang telah menggunakan tanda tangan elektronik adalah

Jepang dan Amerika Serikat bahkan 2 negara bagian Amerika Serikat yaitu

Florida dan Utah telah mengesahkan penggunaan tanda tangan elektronik dengan

dibuatnya undang-undang tersendiri. National Notary Association (NNA) sebagai

Asosiasi Notaris di Amerika Serikat meluncurkan ENJOA (The New Notary

Journal of Official Art) dimana ini merupakan sistem penyimpanan dokumen

Notaris secara elektronik, yang didalamnya dapat merekam tanda tangan, cap

19

Anonim, diakses pada tanggal 15 Maret 2013, Transaksi dan Tanda

Tangan Digital Etika Profesi Teknologi dan Komunikasi, http://tek-

kom25.blogspot.com/2012/11/transaksi-tanda-tangan-digital.html.

Page 12: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

12

12

jempol maupun foto secara elektronik, sehingga ini memudahkan Notaris serta

masyarakat dalam melakukan transaksi.20

Indonesia sendiri pada saat ini sedang

menggagas wacana untuk menggunakan sistem electronic signatures, dimana

dalam Pasal 1 angka 5 UU ITE diatur “sistem elektronik adalah serangkaian

perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.”

Sistem electronic signatures akan dibuatkan satu sistem tersendiri yang berisi

seluruh data masing-masing individu masyarakat yakni:

1. Physiological berupa face, fingerprint, hand, iris and DNA.

2. Behavorial berupa keystroke, signature, and voice. 21

Sistem ini nantinya akan mempermudah bukan hanya Notaris saja tetapi

masyarakat dan banyak pihak terkait lainnya dalam melakukan perbuatan hukum.

Dimana sistem ini dapat dijadikan acuan atau upaya terakhir (ultimum remidium)

apabila terjadi permasalahan berkaitan dengan penggunaan tanda tangan

elektronik.

Perbuatan hukum ini menarik untuk ditinjau lebih jauh secara hukum,

mengingat dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

terdapat kekaburan norma dan tidak ditemukan rumusan peraturan penggunaan

cap jempol sebagai sebuah tanda tangan dalam pasal tersebut. Berdasarkan hal

20

Anonim, 2004, Langkah Antisipatif NNA, Renvoi Nomor 7 Tahun II,

tanggal 3 Desember 2004, hal. 60.

21

Edmon Makarim, 2013, Cybernotary/E-notary, Makalah Seminar

Internasional Cybernotary Law and ADR, tanggal 17 Januari 2013.

Page 13: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

13

13

inilah yang mendorong Penulis untuk mengangkat masalah ini ke dalam penelitian

hukum yang berjudul: “KEKUATAN HUKUM CAP JEMPOL SEBAGAI

TANDA TANGAN DALAM AKTA NOTARIS”.

Penggunaan cap jempol dalam akta otentik merupakan masalah yang

sangat menarik untuk dikaji dan dijadikan obyek penelitian, karena mengandung

norma kabur di dalamnya. Setelah ditelusuri melalui judul-judul tesis yang ada di

Indonesia melalui media internet ditemukan judul tesis yang berkaitan sebagai

berikut :

1. Tesis yang berjudul “ASPEK HUKUM PEMBUBUHAN CAP IBU

JARI/CAP JEMPOL DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK” oleh

Yosrila, Sarjana Hukum, Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan

Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2006, metode penelitian yang

digunakan adalah metode yuridis empiris, dengan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah pembubuhan cap ibu jari/cap jempol dapat diartikan sama

dengan penandatanganan?

2. Apakah pembubuhan cap ibu jari/cap jempol mempunyai akibat

hukum dalam pembuatan suatu akta otentik?

Kesimpulan :

1. Pembubuhan cap ibu jari/ cap jempol dapatlah dikatakan sama dengan

pembubuhan tanda tangan, hanya saja harus ditegaskan dalam akta

sebab-sebab pembubuhan cap ibu jari/cap jempol dilakukan.

Page 14: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

14

14

2. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh tindakan pembubuhan cap ibu

jari/cap jempol dalam pembuatan akta Notariil maupun akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah adalah sama dengan akibat hukum yang

ditimbulkan dengan pembubuhan tanda tangan.

2. Tesis yang berjudul “KEABSAHAN CAP JEMPOL SEBAGAI

PENGGANTI TANDA TANGAN DALAM PEMBUATAN AKTA

OTENTIK” oleh Hadi Suwignyo, Program Pasca Sarjana Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, metode penelitian yang

digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah cap jempol dapat menggantikan tanda tangan dalam

pembuatan akta otentik?

2. Apakah akibat hukum pembubuhan cap jempol dalam pembuatan

suatu akta otentik?

Kesimpulan :

1. Pembubuhan cap jempol atau ibu jari dalam pembuatan akta otentik

khususnya dalam pembuatan akta notaris tidak dapat dipersamakan

dengan pembubuhan tanda tangan, oleh karena dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris telah ditegaskan bahwa akta notaris harus ditanda

tangani dan apabila para penghadap tidak dapat membubuhkan tanda

tangan maka harus dijelaskan alasannya dengan jelas, keterangan

tentang penandatangan ini dimuat dalam akhir akta. Dengan demikian

tidak diperlukan pembubuhan cap jempol. Namun dalam pembuatan

Page 15: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

15

15

akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, cap jempol atau ibu jari

dibubuhkan sebagai pengganti tanda tangan.

2. Suatu akta tidak akan kehilangan otensitasnya apabila para penghadap

tidak membubuhkan tanda tangannya, sepanjang keadaan tersebut

dijelaskan dalam akta, sehingga apabila penghadap tidak

membubuhkan cap jempol atau ibu jari sebagai pengganti tanda tangan

dalam pembuatan akta otentik tidak akan membawa akibat hukum akta

tersebut kehilangan otensitasnya. Akta tersebut tetap sah secara hukum

dan tetap memilki nilai sebagai akta otentik walaupun tidak

dibubuhkan cap jempol atau ibu jari sebagai pengganti tanda tangan.

Tesis-tesis tersebut diatas berbeda penulisannya dengan tesis ini dimana

dalam penelitian ini menekankan pada adanya kekaburan norma dalam Pasal 44

ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sehingga tesis ini adalah

asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapatlah

dirumuskan permasalahan yang perlu mendapat pembahasan lebih lanjut. Adapun

permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang cap jempol sebagai tanda tangan

dalam peraturan perundang-undangan berkaitan dengan akta notaris?

2. Apakah cap jempol dalam sebuah akta notaris dapat dijadikan dasar untuk

sahnya suatu perjanjian?

Page 16: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

16

16

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan menjadi tujuan umum dan

tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memahami ilmu pengetahuan khususnya

dalam bidang Hukum Kenotariatan berkaitan dengan kekuatan hukum

penggunaan cap jempol dalam akta notaris.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitan ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk memahami dan menganalisa pengaturan hukum tentang cap jempol

sebagai tanda tangan dalam peraturan perundang-undangan berkaitan

dengan akta notaris.

2. Untuk memahami dan cap jempol dalam sebuah akta notaris dapat dijadikan

dasar untuk sahnya suatu perjanjian.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini memberi manfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya

sehingga penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

khazanah pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya bidang Hukum

Kenotariatan, memberikan sumbangan yang berarti dalam bentuk kajian

Page 17: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

17

17

kritis, sebagai bahan penelitian bagi lembaga Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi pada

perpustakaan, khususnya mengenai kekuatan hukum penggunaan cap

jempol dalam akta otentik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang berupa masukan bagi pemerintah, masyarakat, Notaris

maupun penulis sendiri dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berkaitan dengan

pengaturan hukum cap jempol sebagai tanda tangan dalam akta notaris, serta

mengetahui apakah cap jempol dalam sebuah akta otentik dapat dijadikan

dasar untuk sahnya suatu perjanjian.

1.5 Landasan Teoritis

Suatu permasalahan hukum relevan apabila dikaji menggunakan asas-asas

hukum, konsep-konsep hukum dan teori-teori hukum. Duane R. Munette

mengemukakan teori adalah seperangkat proposisi atau keterangan yang saling

berhubungan dengan sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu

masalah.22

Brugink mendefinisikan teori adalah proses atau aktivitas dan sebagai

produk atau hasil aktivitas itu, dan hasil itu terdiri atas keseluruhan pernyataan

yang saling berkaitan tentang suatu objek.23

Jan Gijssels dan Mark van Hoccke

22

H. Salim. HS, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali

Pers, Jakarta (untuk selanjutnya disebut Salim HS I), hal. 9. 23

Ibid.

Page 18: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

18

18

juga mengemukakan pengertian teori adalah sebuah sistem pernyataan-pernyataan

(klaim-klaim), pandangan-pandangan dan pengertian-pengertian yang saling

berkaitan secara logikal berkenaan dengan suatu bidang kenyataan, yang

dirumuskan sedemikian rupa sehingga menjadi mungkin untuk menjabarkan

(menurunkan) hipotesis-hipotesis yang dapat diuji.24

Dari pendapat-pendapat di

atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa teori adalah suatu penjelasan yang berupaya

untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga

merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah

penjelasan yang sifatnya umum.25

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan

penemuan-penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran atas dasar

penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan-penjelasan. Teori juga

bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Untuk

itu, teori dalam sebuah penelitian berfungsi sebagai ”pisau analisis” terhadap

suatu peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.

Menurut Gustav Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada

3 hal yaitu :

1. Keadilan.

2. Kemanfaatan.

3. Kepastian Hukum.26

24

Ibid.

25

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 134.

26

O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media,

Salatiga, hal. 33.

Page 19: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

19

19

Pandangan dari Gustav Radbruch ini dikenal juga dengan teori 3 Nilai Dasar

Hukum yang merupakan rechtsidee/cita hukum yang ingin dicapai oleh bangsa

Indonesia. Sehingga penelitian hukum ini bermaksud untuk mencapai ketiga

tujuan hukum diatas dengan mengupas permasalahan dalam penelitian ini

menggunakan asas, konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan

yang diangkat. Adapun asas, konsep dan teori-teori yang digunakan sebagai pisau

analisis dalam penelitian ini adalah asas kepastian hukum, konsep negara hukum,

teori keberlakuan hukum, teori kemanfaatan dan teori perlindungan hukum,

sebagai berikut :

1. Asas Kepastian Hukum.

Kepastian hukum merupakan satu dari 3 tujuan hukum. Demi tercapainya

kepastian hukum maka masyarakat membuat perjanjian dalam kehidupan sehari-

hari. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Untuk dapat memberikan kepastian hukum suatu perjanjian harus memenuhi

unsur-unsur sahnya perjanjian seperti yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH

Perdata, sebagai berikut:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Asas kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian

tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Kepastian

Page 20: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

20

20

hukum juga merupakan asas dalam negara hukum yang menggunakan landasan

peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggara negara. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu

peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian peraturan tersebut tidak menimbulkan keragu-raguan

(multi-tafsir), ia menjadi suatu sistem norma tidak berbenturan dengan norma lain

sehingga tidak menimbulkan konflik norma. Dengan adanya kepastian hukum ini

tentunya juga menghindarkan terjadinya kekaburan norma dan kekosongan

norma. Penggunaan cap jempol sebagai tanda tangan dalam akta otentik sudah

sewajarnya diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga dapat

mewujudkan adanya kepastian hukum dan tidak menimbulkan terjadinya

kekaburan norma, yang menimbulkan salah penafsiran dari masyarakat luas

tentang keberadaan cap jempol itu sendiri.

Asas kepastian hukum dalam hukum perjanjian disebut juga dengan asas

pacta sunt servanda yang merupakan asas yang berhubungan dengan akibat

perjanjian.27

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa suatu kontrak yang

dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh

sesuai isi kontrak tersebut.28

Berdasarkan asas ini pihak ketiga (hakim karena

jabatannya) harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak

(tidak boleh membatalkan isi kontrak), karena para pihak yang membuat

27

H.R.Daeng Naja, 2006, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis :

Contract Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 12.

28

Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern

Di Era Globalisasi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Munir

Fuadi I), hal. 12.

Page 21: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

21

21

perjanjian/kontrak mempunyai keyakinan bahwa apa yang diperjanjikan

merupakan undang-undang bagi mereka dan tidak boleh dicampuri oleh pihak

ketiga.

Asas pacta sunt servanda diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Intinya suatu perjanjian mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Perjanjian yang dibuat harus ditaati dan dipatuhi serta

dianggap sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu

tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan para pihak yang

membuatnya. Kedudukan para pihak dalam asas kepastian hukum ini harus

seimbang, apabila tidak seimbang perjanjian ini dapat dibatalkan. Woeker

Ordonantie menetapkan bahwa dalam suatu perjanjian apabila antara para pihak

terdapat ketidakseimbangan yang sedemikian rupa sehingga melampui batas

kelayakan, undang-undang memberikan perlindungan bahwa perjanjian itu dapat

dibatalkan atas permintaan pihak yang dirugikan kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya.29

2. Konsep Negara Hukum

Pemikiran negara hukum bermula dari pemikiran Plato yang menyatakan

bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan

(hukum) yang baik yang disebut dengan istilah “nomoi”.30

Konsep negara hukum

ini berkembang dalam 2 (dua) sistem hukum yaitu sistem hukum Eropa

Kontinental (Rechtsstaat) dan sistem hukum Anglo Saxon (Rule of Law).

29

H.R.Daeng Naja, Loc.Cit.

30

Titik Triwulan Tutik, 2011, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia

Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 61.

Page 22: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

22

22

Konsep negara hukum “Rechtsstaat” dipelopori oleh Immanuel Kant dan

Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl konsep ini ditandai dengan adanya empat

unsur pokok, yaitu :

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

2. Negara didasarkan pada teori trias politika;

3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang;

4. Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus

perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah. 31

Adapun ciri-ciri suatu negara dapat disebut sebagai negara hukum “Rechtsstaat”

adalah sebagai berikut :

1. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan

tertulis tentang hubungan penguasa dan rakyat.

2. Adanya pembagian kekuasaan negara.

3. Diakui serta dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. 32

Pada hakikatnya negara hukum adalah negara yang menolak melepaskan

kekuasaan tanpa kendali, negara yang pola hidupnya berdasarkan hukum yang

adil dan demokratis. Indonesia secara formal sejak tahun 1945 mendeklarasikan

diri sebagai negara hukum. Ini dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang

menentukan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pasal ini dipertegas

kembali dalam Penjelasan UUD NRI 1945 : Indonesia adalah negara yang

berdasarkan hukum dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka.

31

Ibid.

32

Ni’Matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Edisi Revisi, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 82.

Page 23: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

23

23

3. Teori Keberlakuan Hukum

Suatu kaidah hukum berlaku sebagai undang-undang dalam memberikan

jaminan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan harus memenuhi tiga

keberlakuan hukum, antara lain:

a. Kekuatan berlaku filosofis (Filosofische Geltung);

Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum

tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee) sebagai nilai positif yang

tertinggi.33

Cita hukum bangsa Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar

negara Indonesia. Cita hukum ini dapat kita lihat dalam alenia ke-4 Pembukaan

UUD NRI 1945, dimana disebutkan Pancasila merupakan landasan ideologi

bangsa. Maka suatu kaidah hukum dikatakan berlaku apa berlandaskan pada nilai-

nilai Pancasila.

b. Kekuatan berlaku yuridis (Juristiche Geltung);

Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan

material dan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi. Kaidah

hukum yang berlaku harus berdasarkan pada hirarkhi norma. Pancasila sebagai

dasar negara, merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian

hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI

1945 yang merupakan hukum dasar dalam membentuk suatu peraturan

perundang-undangan.

33

Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas,

Jakarta, hal. 18.

Page 24: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

24

24

c. Kekuatan berlaku sosiologis (Soziologische Geltung);

Hukum merupakan kenyataan di masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum

di dalam masyarakat ada dua macam yakni:

1. Menurut Teori Kekuatan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan

berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa,

terlepas dari diterima atau pun tidak oleh warga masyarakat.

2. Menurut Teori Pengakuan (Anerkennungstheorie) hukum mempunyai

kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga

masyarakat.34

Hukum itu ditaati oleh masyarakat karena kaedah hukum tersebut

dipaksakan berlakunya oleh penguasa atau adanya penerimaan dari masyarakat.

Penggunaan cap jempol dalam akta otentik sudah menjadi kebiasaan di

masyarakat saat ini, sehingga disini terlihat bahwa penggunaan cap jempol telah

memenuhi keberlakuan sosiologis yaitu adanya teori pengakuan

(anerkennungstheorie) dimana keberadaan cap jempol ini diterima dan diakui oleh

masyarakat. Keberadaan cap jempol sendiri tidak bertentangan dengan nilai-nilai

moral sehingga memenuhi keberlakuan filosofis. Hanya saja keberadaan cap

jempol sebagai tanda tangan dalam akta otentik ini belum diatur secara tegas

dalam peraturan perundang-undangan, sehingga perlu dibuatnya suatu aturan

hukum yang mengatur mengenai penggunaan cap jempol sebagai tanda tangan

dalam akta otentik.

Suatu kaidah hukum sebaiknya mengandung ke 3 aspek tersebut, karena

apabila kaidah hukum hanya memenuhi syarat filosofis maka kaidah hukum

tersebut tidak lebih dari kaidah hukum yang dicita-citakan saja. Apabila kaidah

34

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Edisi

Kelima, Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusuma II),

hal. 95.

Page 25: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

25

25

hukum hanya memenuhi syarat yuridis maka kaidah hukum tersebut hanya

merupakan hukum mati. Sedangkan bila suatu kaidah hukum hanya memenuhi

syarat sosiologis saja dalam arti paksaan maka kaidah hukum tersebut tidak lebih

dari sekedar alat pemaksa. Hukum yang baik haruslah memenuhi 3 aspek

keberlakuan tersebut diatas. Ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan hukum yakni

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Validitas atau keberlakuan suatu aturan hukum ini mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui eksistensi dari suatu aturan hukum.

2. Untuk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat dari suatu aturan hukum.

3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum dari para penegak hukum

terhadap kaidah yang bersangkutan.

4. Untuk mengetahui apakah aturan hukum tersebut memang dimaksudkan

sebagai aturan hukum yang mengikat secara hukum.

5. Untuk mengetahui apakah akibat hukum jika suatu aturan hukum tidak

diikuti oleh masyarakat.

6. Untuk mengetahui apakah perlu dibuatnya suatu aturan hukum yang baru

yang mengatur berbagai permasalahan manusia.

7. Untuk mengetahui apakah ada ikatan ikatan non hukum dari suatu aturan,

misalnya ikatan moral, ikatan agama dan lain lain.35

4. Teori Kemanfaatan ( utilitarianisme theory)

Teori ini meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.

Kemanfaatan yang dimaksudkan disini adalah kebahagian. Jeremy Bentham

(1748-1832) menyebutkan bahwa hukum pertama-tama memberikan kebahagiaan

kepada individu-individu, bukan masyarakat langsung secara keseluruhan. Dalam

buku “Punishment : Theory and Practice” oleh Mark Tunick disebutkan : “For

Bentham, the principle of utility is the ground of all moral actions. It is a natural

35

Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Munir Fuadi II),

hal. 124-125.

Page 26: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

26

26

principle that lacks any further ground, and it is not to be questioned”36

. Dapat

diterjemahkan sebagai berikut : menurut Bentham prinsip utility adalah dasar dari

semua tindakan moral. Ini adalah prinsip alami yang tidak memiliki dasar apapun

dan tidak perlu dipertanyakan.

Kepentingan antara masing-masing individu ini harus dibatasi agar tidak

terjadi benturan-benturan.37

Teori ini menitik beratkan pada kepentingan individu,

apabila kepentingan individu telah mencapai kebahagiaan dengan sendirinya

kebahagiaan (kesejahteraan) masyarakat akan dapat diwujudkan. Jadi teori

kemanfaatan ini menitik beratkan pada perlindungan terhadap kepentingan-

kepentingan individu guna mencapai kebahagiaan/kemanfaatan. Cap jempol

sebagai suatu simbol yang dipersamakan dengan tanda tangan pada dasarnya

dipergunakan untuk memberikan perlindungan kepentingan tiap-tiap individu

untuk mencapai kemanfaatan. Cap jempol memiliki manfaat bagi individu yang

tidak bisa membubuhkan tanda tangan baik itu karena sakit, cacat maupun buta

aksara, hal ini untuk melindungi kepentingan individu yang bersangkutan.

5. Teori Perlindungan Hukum.

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan

hukum meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan

hukum represif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju

kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif

36

Mark Tunick, 1992, Punishment : Theory And Practice, University of

California Press, Los Angeles, hal. 70.

37

Darji Darmodiharjo dan Sidartha, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum :

Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, hal. 118.

Page 27: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

27

27

maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk

menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di

pengadilan.38

Sebuah akta otentik dibuat pada dasarnya untuk digunakan sebagai

alat bukti apabila nantinya terjadi sengketa di kemudian hari, hal ini merupakan

salah satu upaya perlindungan hukum preventif.

Terdapat beberapa alat bukti yang sah atau yang diakui dalam Hukum

Acara Perdata yaitu terdiri dari :

a. bukti tulisan;

b. bukti dengan saksi-saksi;

c. persangkaan-persangkaan;

d. pengakuan;

e. sumpah. 39

Berbicara masalah alat bukti ini juga diatur dalam Pasal 164 Herzein Indonesisch

Reglement (HIR) juncto Pasal 1866 KUH Perdata. Alat-alat bukti tersebut dalam

proses perkara di Pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam HIR yang

menganut asas pembuktian formal. Dimana dalam suatu perkara perdata alat bukti

(alat pembuktian) yang utama adalah tulisan, sedangkan dalam suatu perkara

pidana adalah kesaksian.40

Kekuatan pembuktian mengenai alat bukti tulisan ini

diserahkan pada kebijaksanaan hakim. Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan:

“pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun

dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.”

38

Budi Agus Riswandi dan Sabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak

Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta, hal.

12.

39

Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap

UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung,

(untuk selanjutnya disebut Habib Adjie I), hal. 120.

40

R. Subekti, 2010, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta

(untuk selanjutnya disebut Subekti I), hal. 1.

Page 28: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

28

28

Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dengan sengaja membuat suatu

alat bukti secara tertulis yang berhubungan dengan kemungkinan diperlukannya

bukti-bukti tersebut dikemudian hari. Alat bukti berupa tulisan ini dapat berupa

surat yang dibuat baik oleh para pihak yang berperkara secara di bawah tangan

atau dibuat oleh pihak lain yang karena jabatannya mempunyai hak untuk itu.41

Alat bukti tertulis ini dibagi 3 (tiga) macam yaitu :

1. Akta otentik.

2. Akta di bawah tangan.

3. Surat biasa. 42

Akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk

itu di tempat mana akta dibuatnya.

Notaris dalam melakukan jabatannya berwenang untuk membuat akta

otentik yang sering disebut dengan akta notaris. Akta notaris berdasarkan Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diartikan sebagai akta

otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara

yang ditetapkan dalam undang-undang. Dalam Pasal 15 UU Perubahan Atas

UUJN diatur secara rinci mengenai kewenangan Notaris sebagai berikut :

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

41

Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 242.

42

Ibid, hal. 242 -250.

Page 29: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

29

29

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Kewenangan Notaris untuk membuat akta otentik adalah untuk

memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang

membuat akta. Akta otentik mana dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian

hari apabila terjadi sengketa antara para pihak. Akta otentik yang dibuat oleh

Notaris umumnya yang diberikan kepada para pihak adalah merupakan salinan

dari akta aslinya (minuta), sedangkan minuta yang ditandatangani oleh para pihak

dan para saksi, disimpan oleh Notaris untuk dijadikan sebagai alat bukti apabila di

kemudian hari terjadi suatu sengketa atau permasalahan. Jadi disini tanda tangan

merupakan satu hal yang penting. Pada saat para pihak yang membuat akta

mengalami buta aksara, sakit (cacat, lumpuh) dan/atau kecelakaan maka dalam

praktek kenotariatan digunakan cap jempol sebagai suatu tanda tangan.

Page 30: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

30

30

Cap jempol sendiri terdapat pengaturannya Pasal 1874 ayat (2) pada KUH

Perdata, yaitu :

Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu

cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seseorang

notaris atu pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, dari mana ternyata

bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah

diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu,

dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pegawai tadi.

Disini terlihat bahwa penandatanganan sebuah surat di bawah tangan

dipersamakan dengan pembubuhan cap jempol. Akan tetapi tidak ada disebutkan

baik dalam KUH Perdata maupun UU Perubahan Atas UUJN bahwa cap jempol

sebagai tanda tangan pada pembuatan akta otentik.

Asas kepastian hukum, konsep negara hukum, dan teori keberlakuan

hukum digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab persoalan pertama

dalam penelitian ini, dimana seperti kita ketahui Indonesia merupakan negara

hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 “Negara

Indonesia adalah Negara Hukum”. Sehingga segala perbuatan manusia harus

diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, termasuk dengan penggunaan

cap jempol sebagai tanda tangan dalam suatu akta otentik. Saat ini penggunaan

cap jempol sebagai tanda tangan dalam akta otentik belum memiliki pengaturan

secara khusus, padahal penggunaan cap jempol dalam akta otentik sudah menjadi

kebiasaan di masyarakat, sehingga telah memenuhi keberlakuan sosiologis.

Keberadaan cap jempol sendiri tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral

sehingga memenuhi keberlakuan filosofis. Hanya saja perlu dibuatkan suatu

aturan yang berbentuk peraturan perundang-undangan (keberlakuan yuridis). Hal

ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang

Page 31: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

31

31

menggunakan cap jempol sebagai tanda tangan dalam suatu akta notaris sebagai

sebuah alat bukti tertulis.

Teori kemanfaatan dan teori perlindungan hukum digunakan sebagai pisau

analisis untuk menjawab persoalan kedua dalam penelitian ini. Cap jempol

sebagai suatu tanda tangan pada dasarnya dipergunakan untuk memberikan

perlindungan kepentingan bagi tiap-tiap individu untuk mencapai kemanfaatan.

Cap jempol memiliki manfaat bagi individu yang tidak bisa membubuhkan tanda

tangannya dalam akta otentik baik itu karena sakit, cacat atau buta aksara. Hal ini

untuk melindungi kepentingan individu yang bersangkutan. Selain itu pembuatan

akta otentik yang menggunakan tanda tangan ataupun cap jempol pada akhir

aktanya adalah merupakan suatu upaya perlindungan hukum secara preventif,

yakni menjamin sahnya suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan akta

otentik ini dipergunakan sebagai alat bukti apabila nantinya terjadi sengketa di

kemudian hari.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.43

Jenis penelitian yang

digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif karena

penelitian ini berangkat dari adanya kekaburan norma dalam Pasal 44 ayat (1)

43

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta (untuk selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki I), hal.

35.

Page 32: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

32

32

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris berkaitan dengan penggunaan cap

jempol sebagai tanda tangan dalam akta otentik. Penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan-bahan yang berasal

dari berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan lain dari berbagai

literatur.44

1.6.2 Jenis Pendekatan

Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian hukum yaitu pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative

approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).45

Untuk membahas

permasalah dalam penelitian tesis ini akan dikaji dengan menggunakan

pendekatan pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dikaitkan

dengan permasalahan yang akan dibahas.46

Dalam penelitian ini

pendekatan peraturan perundang-undangan digunakan untuk menelaah

aspek pengaturan hukum tentang penggunaan cap jempol sebagai tanda

tangan dalam akta otentik.

44

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif :

Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 13.

45

Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 93.

46

Peter Mahmud Marzuki I, Loc.Cit.

Page 33: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

33

33

2. Pendekatan historis (historical approach).

Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang dari

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Biasanya pendekatan ini

dilakukan dalam rangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke

waktu, selain itu pendekatan ini sangat membantu untuk memahami

filosofi sebuah aturan hukum dari waktu ke waktu.47

Terkait dengan

penelitian ini, pendekatan histori digunakan untuk mengkaji

perkembangan penggunaan cap jempol dalam akta otentik dari dikenalnya

lembaga notariat di Indonesia sampai dengan sekarang ini.

3. Pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak

dari aturan hukum yang ada, misalnya belum atau tidak ada aturan hukum

untuk permasalahan yang diangkat.48

Oleh karena itu pendekatan ini

merujuk pada prinsip-prinsip hukum. Ini dapat ditemukan dalam

pandangan-pandangan para sarjana atau doktrin-doktrin hukum.

Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji konsep penggunaan cap jempol

dalam akta otentik dengan asas dan teori-teori yaitu : asas kepastian

hukum, konsep negara hukum, teori keberlakuan hukum, teori

kemanfaatan dan teori perlindungan hukum.

47

Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 126.

48

Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 137.

Page 34: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

34

34

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

sebagai berikut:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat, berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi serta

perjanjian internasional antara lain :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 117).

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 58).

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 3).

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum penunjang berupa teori-teori

hukum dan pendapat para sarjana terkemuka. Bahan hukum sekunder

dapat berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen resmi, 49

yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan

49

Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 141.

Page 35: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

35

35

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian

ini terdiri atas:

- Buku-buku hukum mengenai jabatan Notaris.

- Artikel dan karya tulis ilmiah yang tertulis di internet

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder

yang berupa kamus hukum, ensiklopedia, dan kamus besar bahasa

Indonesia.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah teknik

telaah kepustakaan (study document). Teknik tersebut dilakukan dengan

mengumpulkan (menginventarisasi) bahan-bahan hukum yang dianggap

berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian, kemudian melakukan

klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum yang dikumpulkan.

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan terhadap bahan-bahan hukum yang telah

terkumpul untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini

adalah dilakukan dengan teknik deskriptif dan teknik interpretasi yaitu sebagai

berikut :

1. Teknik deskriptif merupakan langkah pertama yang dipergunakan dalam

menganalisa, karena teknik deskriptif adalah teknik dasar analisis yang

tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskriptif berarti menguraikan apa

Page 36: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

36

36

adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum

atau non hukum.

2. Teknik interpretasi (penafsiran) menurut Sudikno Mertokusumo

merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan

penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup

kaidah dalam undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa

hukum tertentu.50

Teknik interprestasi yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah interpretasi gramatikal (tata bahasa) dan interpretasi sistematis.

- Interpretasi gramatikal disebut juga penafsiran tata bahasa, adalah

menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan

kaidah hukum tata bahasa.51

Bahasa merupakan sarana yang dipakai

pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya. Oleh karena

itu pembuat undang-undang harus memilih kata-kata yang jelas dan

tidak dapat ditafsirkan secara berbeda-beda. Titik tolak dalam penafsiran

menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari.

- Interprestasi sistematis ialah dengan melihat hubungan diantara aturan

dalam suatu peraturan perundang-undangan yang saling bergantungan.52

Suatu peraturan hukum tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait dengan

peraturan hukum lain. Dengan interpretasi sistematis dalam menafsirkan

undang-undang tidak boleh menyimpang dari sistem peraturan

perundang-undangan.

50

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif

Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 61.

51

Ibid, hal. 63.

52

Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 112.

Page 37: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

37

37

BAB II

TINJAUAN UMUM CAP JEMPOL DALAM AKTA NOTARIS

2.1 Tinjauan Umum Notaris

a. Sejarah Lembaga Kenotariatan Dan Dasar Hukum Notaris

Secara umum dalam dunia kenotariatan terdapat dua aliran yaitu Notaris

pada negara bersistem civil law dan Notaris pada negara bersistem common law.

Notaris pada negara penganut sistem civil law disetarakan seperti hakim, dimana

Notaris hanya sebagai pihak yang menerapkan aturan. Pemerintah mengangkat

Notaris sebagai orang yang menjadi “pelayan” masyarakat. Sebagai pihak yang

diangkat oleh negara, maka Notaris dapat dikatakan sebagai pejabat negara.

Pemerintah mendelegasikan kewenangan pada Notaris untuk melakukan

pencatatan dan penetapan serta penyadaran hukum kepada masyarakat, terutama

menyangkut legalitas dokumen perjanjian.53

Notaris dalam negara penganut civil

law formasi penempatannya diatur oleh negara. Akta yang dibuat oleh Notaris

pada sistem ini merupakan akta otentik yang sempurna sehingga dapat digunakan

sebagai alat bukti di Pengadilan.

Berbeda dengan negara penganut sistem civil law, pada sistem common

law aturan ditetapkan oleh hakim. Hakim bukan hanya pelaksana hukum tetapi

juga memutuskan dan menetapkan peraturan hukum merujuk pada ketentuan-

ketentuan hakim terdahulu. Notaris pada sistem negara ini bukan merupakan

pejabat negara. Mereka adalah Notaris yang tidak diangkat oleh negara melainkan

53

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa

Sukses, Jakarta, hal. 24-25.

Page 38: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

38

38

partikelir yang bekerja tanpa adanya ikatan dengan pemerintah, dan hanya bekerja

sebagai legalisator bagi perjanjian yang dibuat oleh pembuat perjanjian. Sehingga

dokumen yang dikeluarkan oleh Notaris bukanlah akta otentik jadi tidak dapat

digunakan sebagai alat bukti di persidangan.54

Lembaga Notariat timbul akibat adanya kebutuhan dalam pergaulan

manusia yang menghendaki adanya alat bukti mengenai hubungan keperdataan

yang ada dan/atau terjadi diantara mereka. Sejarah dari lembaga Notariat dimulai

pada abad XI di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa di Italia Utara.

Notariat dinamakan sebagai “ Latijnse Notariaat”, dimana Notaris yang diangkat

oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang

jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula.55

Kemudian pada abad XIII

lembaga Notariat ini mulai meluas ke negara Perancis, pada tanggal 6 Oktober

1791 di Perancis diundangkannya undang-undang di bidang Notariat, undang-

undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-Undang 25 Ventose an XI pada

tanggal 16 Maret 1803. Berdasarkan undang-undang tersebut notaris dijadikan

“ambtenaar” dan berada dalam pengawasan “Chambre des notaires” sebuah

lembaga notariat.56

Lembaga Notariat kemudian mulai meluas ke Belanda pada masa

kekuasaan Perancis di Belanda dengan berlakunya Dekrit Kaisar tanggal 8

Nopember 1810 dan Dekrit tanggal 1 Maret 1811. Selepas masa kekuasaan

Perancis, pada tanggal 9 Juli 1842 Belanda membentuk suatu perundang-

54

Ibid, hal. 25-26.

55

GHS Luman Tobing, Op.Cit, hal. 3.

56

GHS Luman Tobing, Op.Cit, hal. 11-12.

Page 39: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

39

39

undangan nasional pertama yang sesuai dengan aspirasi rakyat di bidang Notariat

yaitu Ned. Stb. No 20 tentang Jabatan Notaris. Keberadaan Lembaga Notaris di

Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari Belanda. Lembaga ini masuk ke

Indonesia pada permulaan abad XVII dengan keberadaan Vereenigde Oost

Indische Compagnie (VOC) bentukan pemerintah Belanda yang datang ke

Indonesia.57

Masa pemerintahan VOC di Indonesia memonopoli seluruh perdagangan

di Indonesia, sehingga dalam melakukan jual beli diperlukan suatu perjanjian

dalam bentuk tertulis yang dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari.

Atas kebutuhan tersebut pemerintah Belanda menerapkan lembaga Notariat di

Indonesia, Belanda untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta

menganggap perlu mengangkat Notaris yang disebut “Notarium Publicum”,

sehingga pada tanggal 27 Agustus 1620 mengangkat Melchior Kerchem

(sekretaris College van Schepenen) untuk merangkap sebagai Notaris dan

tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan (codicil),

persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat

(testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kota

praja dan sebagainya.58

Pelantikannya dilakukan oleh Gubenur Jenderal Jan

Pieterzoon Coen, setelah pengangkatan Notaris yang pertama jumlah Notaris di

Indonesia makin berkembang.

Tahun 1925 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris College van

Schepenen dengan dikeluarkannya intruksi pada tanggal 16 Juni 1625. Intruksi ini

57

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 3.

58

Supriadi, Op.Cit, hal. 28.

Page 40: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

40

40

hanya terdiri dari 10 Pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib

merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh

menyerahkan salinan-salinan dan akta-akta kepada orang yang tidak

berkepentingan.59

Tanggal 8 Maret 1822 dikeluarkanlah Intructie voor de

Notarissen Residence in Indonesia yang terdiri dari 34 Pasal. Dalam Pasal 1

Intruksi ini ditegaskan Notaris bertugas membuat akta-akta dan kontrak-kontrak

dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan,

menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan

mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan

benar.60

Tahun 1860 Pemerintah Belanda melihat perlunya diadakan penyesuaian

peraturan-peraturan jabatan Notaris di Indonesia dengan yang berlaku di Belanda,

dan untuk itu pada tanggal 26 Januari 1860 ditetapkanlah Stb. 1860 Nomor 3 yang

mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1860 dengan diundangkannya Reglement

of Het Notaris Ambt In Indonesia atau yang lebih kita kenal dengan Peraturan

Jabatan Notaris (selanjutnya disebut PJN).61

Setelah Indonesia merdeka,

keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan Pasal II Aturan

Peralihan UUD NRI 1945 yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut Undang-

Undang Dasar ini. Berdasarkan peraturan ini Reglement of Het Notaris Ambt In

Indonesia atau Peraturan Jabatan Notaris (PJN) tetap berlaku dan menjadi

59

Supriadi, Op.Cit, hal. 4.

60

GHS Luman Tobing, Op.Cit, hal. 20.

61

Habib Adjie I, Loc.Cit.

Page 41: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

41

41

landasan pelembagaan Notaris di Indonesia. Kewenangan pengangkatan Notaris

sejak tahun 1948 dilakukan oleh Menteri Kehakiman.

Sejak terjadinya penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada

Republik Indonesia berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den

Haag, Nederland maka seluruh Notaris berkewarganegaraan Belanda di Indonesia

harus meninggalkan jabatannya. Dengan demikian terjadi kekosongan Notaris di

Indonesia, oleh karena itu pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris

Sementara. Dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut, ditegaskan bahwa

dalam hal Notaris tidak ada, Menteri Kehakiman dapat menunjuk seseorang yang

diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris. Dan dalam undang-undang

ini juga ditegaskan masih berlakunya Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia.

Sesuai dengan perkembangan jaman Peraturan Jabatan Notaris dirasa

sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat pada saat ini

sehingga diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (UUJN). UUJN merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notaris

(PJN) yang merupakan peraturan warisan Pemerintahan Kolonial Belanda.

Dengan diundang-undangkannya UUJN maka dicabut dan telah dinyatakan tidak

berlaku beberapa peraturan lainnya seperti yang tercantum dalam Pasal 91 UUJN

yaitu :

1. Reglement of Het Notaris Ambt In Indonesia atau Peraturan Jabatan Notaris

(PJN).

2. Ordontie 16 September 1931 tentang Honorium Notaris

3. Undang Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil

Notaris Sementara.

Page 42: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

42

42

4. Pasal 54 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan

Notaris.62

Tanggal 15 Januari 2014 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004

mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, karena beberapa ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2004 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan

kebutuhan masyarakat saat ini sehingga perlu dibuatkan perubahan. Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris saat ini merupakan unifikasi undang-undang di

bidang Kenotariatan, sehingga Notaris dalam menjalankan tugasnya harus tunduk

pada undang-undang tersebut. Pasal 1 angka 1 UU Perubahan Atas UUJN

menentukan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Dalam peraturan

terdahulu Peraturan Jabatan Notaris (PJN) Pasal 1 menentukan Notaris adalah

pejabat umum satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan

umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu

akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan

memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu

62

Habib Adjie I, Op.Cit, hal.6.

Page 43: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

43

43

oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat atau orang lain. Berbeda dengan Matome M. Ratiba dalam bukunya

Convecaying Law for Paralegals and Law Students menyebutkan: “Notary is a

qualified attorneys which is admitted by the court and is an officer of the court in

both his office as notary and attorney and as notary he enjoys special

privileges.”63

Dapat diterjemahkan sebagai berikut : Notaris adalah pengacara

yang berkualifikasi yang diakui oleh pengadilan dan petugas pengadilan baik di

kantor sebagai Notaris dan pengacara dan sebagai Notaris ia menikmati hak-hak

istimewa.

Notaris dituntut untuk dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan etika

yang sudah disepakati bersama dalam bentuk kode etik. Kode etik ini membatasi

tindak tanduk para Notaris dalam menjalankan praktiknya tidak bertindak

sewenang-wenang. Kode Etik Notaris Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum

menjelaskan bahwa kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang selanjutnya akan disebut

“perkumpulan” berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang

ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua

anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai

Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti

dan Notaris Pengganti Khusus.64

63

Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law

Students, bookboon.com, hal. 28.

64

Ira Koesoemawati dan Yunieman Rijan, Op.Cit, hal. 53.

Page 44: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

44

44

Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan satu-satunya wadah pemersatu

bagi setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan Notaris di

Indonesia yang diakui oleh pemerintah. Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan

perkumpulan bagi para Notaris yang legal dan telah berbadan hukum, yang telah

mendapat pengesahan dari Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-

1022.HT.01.06 Tahun 1995, 65

oleh karena itu merupakan Organisasi Notaris

sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris.

Menurut Izenic yang dikutip oleh Komar Andarsasmita bentuk dan corak

Notaris dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu :

1. Notariat Fungsional

Notaris mendapat wewenang yang didelegasikan oleh pemerintah dan

demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti

formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang

menganut notariat functionnel ini terdapat pemisahan keras antara

”wettelijk” dan ”niet wettelijke” werkzaamheden, yaitu pekerjaan-pekerjaan

yang berdasarkan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam

notariat;

2. Notariat Professional

Notaris dalam kelompok ini, walaupun pemerintah mengatur tentang

organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat

khusus tentang kebenaran, kekuatan bukti demikian pula kekuatan

eksekutorialnya.66

Teori Izenis ini didasarkan pada pemikiran bahwa

notariat itu merupakan bagian atau erat sekali hubungannya dengan

kekuasaan kehakiman/pengadilan (rechtelijke macht), sebagaimana terdapat

di Perancis dan Negeri Belanda.

65

Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar

Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta, hal. 157.

66

Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris Dan PPAT

Indonesia: Kumpulan Tulisan Tentang Notaris Dan PPAT, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, (untuk selanjutnya disebut Habib Adjie II), hal. 1-2.

Page 45: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

45

45

Dari pengelompokan ciri tersebut dapat dilihat bahwa Notaris di Indonesia

merupakan Notaris fungsional atau merupakan sebuah jabatan karena :

1. Akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris fungsional

mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna dan mempunyai

daya eksekusi.67

Akta notaris harus dilihat “apa adanya” sehingga jika ada

pihak yang berkeberatan dengan akta tersebut maka pihak tersebut

berkewajiban untuk membuktikannya.

2. Notaris fungsional menerima tugasnya dalam bentuk delegasi dari

negara.68

Hal ini merupakan rasio Notaris di Indonesia memakai lambang

negara, yaitu burung garuda Indonesia.

3. Notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement of

Het Notaris Ambt In Indonesia) Stb. 1860-3, yang kemudian diganti

dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

undang-undang mana telah mengalami perubahan yaitu dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris. Apabila Notaris merupakan sebuah profesi seharusnya Notaris

diatur dalam Undang-Undang Profesi Notaris.

Notaris sebagai jabatan, wajib bertindak profesional dalam melaksanakan

jabatannya, sesuai dengan jabatannya yang diatur dalam UUJN dan UU

Perubahan Atas UUJN, yaitu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada

67

Ibid, hal. 2.

68

Ibid, hal. 3.

Page 46: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

46

46

masyarakat. Jabatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pekerjaan

(tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Jabatan dalam arti sebagai “Ambt”

merupakan fungsi, tugas, wilayah kerja pemerintah pada umumnya atau badan

perlengkapan pada khususnya. 69

Notaris merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1. Sebagai jabatan;

UUJN serta perubahannya merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan

Notaris, ini berarti UUJN serta perubahannya merupakan aturan hukum dalam

bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga

apapun yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu pada

undang-undang tersebut.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu;

Setiap jabatan mendapat wewenang yang diatur/dilandasi oleh aturan hukum

sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan

dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian apabila seorang pejabat

dalam hal ini Notaris melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah

ditentukan/diatur dalam undang-undang, maka Notaris bersangkutan dapat

dikategorikan sebagai Notaris yang melakukan perbuatan yang melanggar

wewenang.

69

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 10.

Page 47: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

47

47

3. Diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah;

Pengangkatan dan pemberhentian Notaris dilakukan oleh pemerintah

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUJN, dalam hal ini oleh Menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Pasal 1 angka 14

UU Perubahan Atas UUJN). Walaupun Notaris secara administratif diangkat

dan diberhentikan oleh pemerintah, ini tidak berarti Notaris menjadi

subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya yaitu pemerintah. Dengan

demikian Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:

a. bersifat mandiri (autonomous);

b. tidak memihak siapapun (impartial);

c. tidak tergantung kepada siapa pun (independent), yang berarti dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang

mengangkatnya atau oleh pihak lain.70

4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya;

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa Notaris bukan bagian subordinasi

(bawahan) dari yang mengangkatnya yaitu pemerintah, maka walaupun

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi Notaris tidak

menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima

honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan

pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang kurang/tidak mampu.

5. Akuntabilitaas atas pekerjaannya kepada masyarakat;

Jabatan Notaris berperan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

memerlukan dokumen hukum tertulis berupa akta otentik dalam bidang

hukum perdata, sehingga Notaris bertanggung jawab untuk melayani

70

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 16.

Page 48: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

48

48

masyarakat yang menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan

bunga jika ternyata akta yang dibuatnya tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak

sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk

akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.71

b. Kewenangan, Kewajiban serta Larangan Notaris

Notaris sebagai pejabat umum memiliki posisi yang strategis dalam

pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu Notaris diangkat dan

diberhentikan oleh Menteri, untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus

memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditentukan Pasal 3 UU

Perubahan Atas UUJN yaitu :

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari

dokter dan psikiater;

e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-

turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi

Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk

dirangkap dengan jabatan Notaris; dan

h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pemikiran bahwa Notaris harus berkewarganegaraan Indonesia

dikarenakan Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat negara untuk

membuat akta otentik yang bersifat rahasia, apabila Notaris adalah orang yang

71

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 15-16.

Page 49: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

49

49

berkewarganegaraan asing tentunya hal ini berbahaya. Seseorang dapat menjadi

Notaris apabila telah cakap menurut hukum, cukup dewasa, matang dan

bertanggung jawab dalam bertindak dan mengambil keputusan menurut UU

Perubahan Atas UUJN ditentukan pada usia 27 tahun.

Notaris di dalam menjalankan tugasnya dan kewenangannya sebagai

pejabat umum memiliki ciri utama yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak

dan mandiri (independen), bahkan secara tegas dikatakan “bukan sebagai salah

satu pihak”. Notaris dalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kepada

para pihak di dalam pembuatan akta otentik, bukan menjadi bagian dari salah satu

pihak yang berkepentingan. Walaupun Notaris merupakan aparat hukum itu bukan

berarti Notaris juga sebagai penegak hukum, sehingga Notaris harus bersikap

netral.

Notaris sebagai pejabat umum pada dasarnya hanya menkonstatir atau

merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum para pihak yang

berkepentingan, dengan kata lain Notaris hanya menuangkan keterangan-

keterangan yang diberikan para para pihak dihadapan Notaris. Notaris tidak

berada di dalamnya, yang melakukan tindakan hukum adalah para pihak yang

membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian, dimana para pihak

tersebut berinisiatif untuk membuatnya ke dalam bentuk akta notaris. Oleh karena

itu akta notaris tidak menjamin bahwa para pihak “berkata benar” melainkan

menjamin bahwa para pihak “benar berkata” seperti yang termuat dalam akta

tersebut.72

72

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 65.

Page 50: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

50

50

Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Perubahan Atas UUJN

memiliki kewenangan yang terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Kewenangan umum Notaris.

Kewenangan umum Notaris disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) UU

Perubahan Atas UUJN yaitu :

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Secara tegas disebutkan kewenangan Notaris sebagai pembuat akta otentik

dibatasi sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-

undang. Ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan

juga wewenang pejabat atau instansi lain, antara lain :

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 KUH Perdata).

2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik. (Pasal

1227 KUH Perdata).

3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi

(Pasal 1405 KUH Perdata dan 1406 KUH Perdata).

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 Wvk).

5. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan).

6. Membuat akta risalah lelang.73

2. Kewenangan Khusus Notaris.

Kewenangan khusus Notaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2)

UU Perubahan Atas UUJN yaitu :

73

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 80.

Page 51: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

51

51

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat

yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan 74

; atau

g. membuat akta risalah lelang.

3. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

Pasal 15 ayat (3) UU Perubahan Atas UUJN mengatur kewenangan Notaris

yang akan ditentukan kemudian sebagai berikut :

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

74

Kewenangan Notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan

sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk :

1. Akta Jual Beli;

2. Akta Tukar Menukar;

3. Akta Hibah;

4. Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan (imbreng);

5. Akta Pembagian Hak Bersama;

6. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

7. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

Karena tindakan tindakan hukum tersebut mutlak merupakan wewenang Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) Pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Juncto

Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit,

hal. 81.

Page 52: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

52

52

Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang akan ditentukan

kemudian berdasarkan aturan hukum yang akan datang (ius contituendum),

dimana aturan hukum tersebut harus berbentuk peraturan perundang-undangan

(undang-undang) yang dibentuk oleh Lembaga Negara (Pemerintah bersama

sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)).

Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga harus

mematuhi segala kewajiban sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 16 ayat

(1) UU Perubahan Atas UUJN yaitu sebagai berikut :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris;

c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta

Akta;

d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta

berdasarkan Minuta Akta;

e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

i. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau

daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat pada

Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan

berikutnya;

k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada

setiap akhir bulan;

Page 53: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

53

53

l. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m.membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk

pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat

itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

n. menerima magang calon Notaris.

Notaris dalam menjalankan wewenangnya untuk membuat akta otentik

berkewajiban menyimpan minuta akta75

sebagaimana disebutkan pada Pasal 16

ayat (1) huruf b, kecuali dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk

originali, yaitu :

a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. penawaran pembayaran tunai;

c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. akta kuasa;

e. keterangan kepemilikan; atau

f. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Seorang Notaris dapat menolak untuk membuat dokumen atau akta otentik

yang diminta oleh para pihak selama adanya alasan kuat atas terjadinya penolakan

tersebut. Misalnya saja dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa tanah

pihak yang menyewakan bukanlah pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat

tanah atau ahli warisnya, dan tidak memiliki surat kuasa yang membuktikan

75

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

menentukan minuta akta adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para

penghadap, saksi dan Notaris yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris.

Setelah minuta akta dibacakan dan ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan

Notaris, maka Notaris akan mengeluarkan salinan akta resmi untuk pegangan para

pihak.

Page 54: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

54

54

bahwa ia mendapat kuasa untuk menyewakan tanah tersebut. Dalam pembuatan

akta, Notaris berkewajiban pula untuk menjaga kerahasiaan dari akta yang dibuat

oleh para pihak, kecuali diperintahkan lain oleh undang-undang lain bahwa

Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan

berkaitan dengan akta tersebut (hak ingkar).

Pasal 16 ayat (1) huruf m UU Perubahan Atas UUJN menentukan

kewajiban Notaris untuk membacakan akta dihadapan para penghadap, namun hal

tersebut dapat tidak dilakukan selama penghadap menghendaki agar akta tersebut

tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan

memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam

penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi,

dan Notaris. Tetapi ketentuan diatas dikecualikan terhadap pembacaan kepala

akta, komparisi, penjelasan pokok akta serta penutup akta yang dapat dibacakan

secara singkat dan jelas. Jika salah satu kewajiban yang dimaksud pada Pasal 16

ayat (1) huruf m dan ayat (7) UU Perubahan Atas UUJN tidak dipenuhi, akta yang

bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan (hal ini tidak berlaku untuk pembuatan akta Wasiat). Notaris yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a

sampai dengan huruf l UU Perubahan Atas UUJN dapat dikenakan sanksi berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Page 55: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

55

55

Adapun larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh Notaris diatur

dalam Pasal 17 UU Perubahan Atas UUJN sebagai berikut :

(1) Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik

negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau

Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

h. menjadi Notaris Pengganti; atau

i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat jabatan Notaris.

(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dikenakan sanksi berupa :

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)

mengatur tentang pemberhentian Notaris sebagai berikut :

(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

a. meninggal dunia;

b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;

c. permintaan sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau

e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Notaris yang telah berumur 65 tahun dapat memperpanjang kembali masa

jabatannya sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang

bersangkutan.

Page 56: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

56

56

2.2 Tinjauan Umum Akta Otentik

Notaris berwenang untuk membuat akta otentik selama akta bersangkutan

tidak ditugaskan pada pejabat lain menurut undang-undang, dimana akta otentik

tersebut berfungsi sebagai alat bukti dikemudian hari. Pasal 1865 KUHPerdata

menentukan : “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak

ataupun guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang

lain dengan menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak

atau peristiwa tersebut.” Melihat rumusan pasal tersebut dapat disimpulkan

apabila seseorang ingin meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain

maka orang tersebut diwajibkan membuktikan adanya hak tersebut. Alat bukti

adalah alat untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakan

baik oleh penggugat maupun oleh tergugat dalam perkara perdata.76

Pasal 1866

KUH Perdata menyebutkan alat-alat bukti terdiri atas:

1. bukti tulisan;

2. bukti dengan saksi-saksi;

3. persangkaan-persangkaan;

4. pengakuan;

5. sumpah.

Alat bukti tulisan dalam KUH Perdata terbagi atas 2 macam yaitu sebagai

berikut:

1. Akta;

2. Tulisan atau surat-surat lain.77

76

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian

Perdata, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 73.

77

Mohamad Taufik Makarao, 2004, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,

PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 99.

Page 57: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

57

57

Akta menurut A. Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

dipakai sebagai bukti, dan untuk itu dipergunakan oleh yang orang, untuk

keperluan siapa surat itu dibuat.78

Menurut Sudikno Mertokusumo akta adalah

surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi

dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

pembuktian.79

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia akta adalah surat tanda

bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan dan sebagainya)

tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan

dibuat dan disangka oleh pejabat resmi.80

Alat bukti berupa tulisan atau surat-surat lain umumnya pembuatannya

dilakukan secara sepihak, misalnya : surat tanda terima pembayaran (kwitansi),

surat tanda terima penyerahan barang, wesel, pembukuan, polis asuransi dan

sebagainya. Alat bukti berupa surat ini dalam persidangan di pengadilan hanyalah

dijadikan sebagai alat bukti penunjang dan bukan merupakan alat bukti pokok

dalam suatu sengketa, kecuali dalam sengketa tersebut tidak terdapat alat bukti

lain yang sah maka surat biasa tersebut dijadikan suatu alat bukti pokok ditambah

dengan alat bukti sumpah.81

Akta yang dibuat oleh pegawai umum yang berwenang yang nantinya

dijadikan sebagai suatu alat bukti tertulis di pengadilan terbagi atas 2 bentuk yaitu

sebagai berikut:

78

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 99.

79

Sudikno Mertokusumo II, Op.Cit, hal. 116.

80

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Op.Cit, hal. 82.

81

Sarwono, Op.Cit, hal. 250.

Page 58: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

58

58

1. Akta Otentik

Akta otentik menurut Pasal 1868 KUH Perdata adalah “suatu akta yang di

dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta

dibuatnya”. Dari pengaturan pasal tersebut pegawai umum yang dimaksud

adalah sama dengan pejabat umum. Habib Adjie menyebutkan bahwa istilah

pejabat umum merupakan terjemahan dari kata Openbare Ambtenaren yang

terdapat dalam Pasal 1 PJN dan Pasal 1868 KUH Perdata.82

Sehingga yang

dimaksud sebagai pejabat umum dalam Pasal 1 PJN dan Pasal 1 angka 1 UU

Perubahan Atas UUJN adalah sama dengan yang dimaksud sebagai pegawai

umum dalam Pasal 1868 KUH Perdata, sebagai pejabat yang diberi kewenangan

oleh undang-undang untuk melaksanakan sebagai fungsi publik dari negara

dengan tugas pokok membuat akta otentik khusus dalam lingkup perdata dan

kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris. Dengan demikian, pegawai

umum yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata adalah Notaris sebagai

pejabat umum.

Adapun beberapa unsur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

pembuatan akta otentik sebagaimana menurut Pasal 1868 KUH Perdata adalah

sebagai berikut :

1. Suatu akta harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-

undang artinya jika bentuknya tidak sesuai dengan yang telah ditentukan

82

Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 12-13.

Page 59: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

59

59

oleh undang-undang maka salah satu unsur akta otentik itu tidak terpenuhi

ini berarti akta tersebut tidak dapat dikatakan sebagai akta otentik.

2. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang

pejabat umum.

3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

di tempat di mana akta itu dibuat.83

Sehubungan dengan akta otentik yang dibuat oleh Notaris, Notaris memiliki

wewenang meliputi empat hal yaitu :

a. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu;

Notaris berwenang dalam membuat akta otentik sepanjang tidak

dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, Notaris juga dapat membuat

akta disamping akta tersebut dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain.84

Hal ini berarti wewenang Notaris dalam membuat akta otentik mempunyai

wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang

terbatas sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 15 UU Perubahan

Atas UUJN. Wewenang ini merupakan suatu batasan agar Notaris tidak

melakukan suatu tindakan di luar wewenang tersebut.

b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk

kepentingan siapa akta tersebut dibuat;

Notaris berwenang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa

akta itu dibuat. Pada umumnya Notaris dapat membuat akta untuk setiap

orang, namun untuk tetap menjaga netralitas sebagai seorang Notaris,

83

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 107-108.

84

Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 35.

Page 60: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

60

60

maka terdapat beberapa batasan yang diatur dalam Pasal 52 UUJN yaitu

Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami,

atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris

baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan

lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam

garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk

diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan

kuasa.85

Apabila Notaris melanggar ketentuan pasal tersebut maka secara

otomatis akta notaris tersebut akan menjadi akta dibawah tangan.

c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta

tersebut dibuat;

Notaris berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta tersebut

dibuat.86

Pasal 18 UUJN menyebutkan :

(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.

(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi

dari tempat kedudukannya.

Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat

kedudukannya dan Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan

jabatan di luar tempat kedudukannya seperti diatur pada Pasal 17 UU

Perubahan Atas UUJN, akan tetapi ini terkecuali pada akta-akta tertentu

misalnya saja Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar

85

Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 36.

86

Habib Adjie II, Loc.Cit.

Page 61: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

61

61

Biasa suatu Perseroan Terbatas, Akta Penarikan Undian Berhadiah dan

lain-lain.

d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta

tersebut.

Notaris tidak dapat membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat

dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum

ia memangku jabatannya (sebelum ia diambil sumpahnya).87

Akta Notaris sebagai suatu akta otentik terbagi lagi menjadi 2 bentuk yaitu

sebagai berikut:

1. Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau

akta pejabat (ambtelijke akten).

Akta pejabat/akta relaas merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang

diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat

serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/para pihak

yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini

adalah tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawab penuh atas

pembuatan akta.88

Dalam pembuatan akta pejabat/akta relaas tidak menjadi

masalah apakah orang-orang yang hadir tersebut menolak untuk

menandatangani akta itu, misalnya dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat

Para Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas. Apabila orang-orang yang

hadir dalam rapat telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani,

maka Notaris cukup menerangkan di dalam akta bahwa para pemegang saham

87

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 50.

88

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 109.

Page 62: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

62

62

atau peserta rapat yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum

menandatangani akta tersebut dan akta tersebut tetap merupakan suatu akta

otentik.

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan

akta partij.

Akta partij adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi

wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang

berkepentingan. Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi yang

menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat

akta.89

Perbedaan antara kedua jenis akta tersebut adalah dalam akta relaas

penandatanganan akta bukanlah suatu keharusan, akta tersebut masih dikatakan

sah apabila salah satu pihak atau lebih tidak menandatangani akta tersebut

selama Notaris menyebutkan alasan pihak tersebut tidak menandatangani akta.

Sedangkan dalam akta partij penandatanganan oleh para pihak merupakan

suatu keharusan yang menyatakan bahwa memang benar yang bersangkutan

memberi keterangan dihadapan Notaris. Apabila salah satu pihak/penghadap

tidak menandatangani akta tersebut maka hal ini berarti pihak tersebut tidak

menyetujui isi perjanjian tersebut, kecuali tidak menandatangani akta tersebut

dikarenakan oleh keterbatasan fisik, misalnya dikarenakan tidak bisa baca tulis,

cacat, maupun sakit maka pihak tersebut akan membubuhkan cap jempolnya

89

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Loc.Cit.

Page 63: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

63

63

dan Notaris menerangkan alasan pembubuhan cap jempol tersebut dalam akhir

akta.

Selain itu perbedaan kedua akta tersebut terletak pada pemberian

pembuktian sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta. Kebenaran isi akta

pejabat (ambtelijk akte) tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa

akta itu adalah palsu, sedangkan pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa

menuduh bahwa akta tersebut akta palsu akan tetapi dengan jalan menyatakan

bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan yang diuraikan dalam akta

itu adalah tidak benar, artinya terhadap keterangan yang diberikan itu

diperkenalkan pembuktian sebaliknya.90

Pasal 38 UU Perubahan Atas UUJN menyebutkan tentang bentuk dan sifat

akta tersebut dirumuskan sebagai berikut :

(1) Setiap akta terdiri atas:

a. awal akta atau kepala akta;

b. badan akta; dan

c. akhir atau penutup akta.

(2) Awal akta atau kepala akta memuat:

a. judul akta;

b. nomor akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan

d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

(3) Badan akta memuat:

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,

jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang

yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup akta memuat:

90

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 53.

Page 64: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

64

64

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16

ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta apabila ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan

akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa

penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah

perubahannya.

(5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4),

juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat

yang mengangkatnya.

Dilihat dari syarat-syarat tersebut di atas akta notaris merupakan akta

otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh

ketentuan dan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada

prosedur yang tidak terpenuhi dan prosedur yang tidak terpenuhi tersebut dapat

dibuktikan maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan

sebagai akta yang dibawah tangan.

Akta notaris merupakan akta otentik yang merupakan suatu alat bukti yang

mengikat dan sempurna sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1870 KUH

Perdata: “suatu akta otentik memberikan diantara para pihak dan ahli waris-ahli

warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang

sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya”. Ada beberapa alasan mengapa

akta harus dibuat otentik antara lain sebagai syarat untuk menyatakan adanya

suatu perbuatan hukum, dengan kata lain akta merupakan syarat mutlak untuk

adanya suatu perbuatan hukum tertentu, dan sebagai alat bukti atas kehendak

para pihak agar perjanjian dibuat secara notariil, misalnya perjanjian sewa

menyewa dan perjanjian kerjasama.

Page 65: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

65

65

Sudikno Mertokususmo menjelaskan 2 (dua) fungsi akta otentik sebagai

berikut:

1. Fungsi Formil (formalitas causa) yang berarti sebuah akta otentik

berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu

perbuatan hukum, maka perbuatan hukum tersebut harus dituangkan dalam

sebuah akta otentik, sehingga akta merupakan syarat formil untuk adanya

suatu perbuatan hukum.

2. Fungsi alat bukti (probationis causa) bahwa suatu akta otentik dibuat

dengan sengaja untuk dijadikan pembuktian dikemudian hari, sifat

tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta otentik tidak membuat

sahnya perjanjian, tetapi hanyalah dapat digunakan sebagai alat bukti

dikemudian hari.91

Melihat fungsinya sebagai alat bukti maka akta otentik mempunyai 3

kekuatan pembuktian yaitu :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Kekuatan pembuktian lahiriah artinya akta itu dengan sendirinya

mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta

otentik. Dilihat dari lahirnya telah sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku sebagai

akta otentik sampai ada yang membuktikan sebaliknya bahwa akta tersebut

bukan akta otentik secara lahiriah.92

Dalam hal beban pembuktian ada pada

pihak yang menyangkalnya keotentikan akta tersebut. Parameter yang

91

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 114-115.

92

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 116.

Page 66: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

66

66

menentukan akta notaris sebagai akta otentik adalah tanda tangan Notaris

yang bersangkutan, baik pada minuta maupun salinan akta.

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht).

Kekuatan pembuktian formil artinya akta otentik itu membuktikan

bahwa apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar

merupakan uraian kehendak pihak-pihak, itulah kehendak pihak-pihak yang

dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang

dalam menjalankan jabatannya.93

Akta notaris pada dasarnya harus

memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta yang tersebut dalam

akta betul-betul dilakukan atau diterangkan oleh pihak-pihak yang

menghadap kepada Notaris pada saat yang tercantum dalam akta sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan dalam pembuktian akta. Dalam arti

formil akta otentik menjamin kebenaran :

- tanggal ;

- tanda tangan ;

- komparan, dan ;

- tempat akta dibuat.

Suatu akta notaris membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu

yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat

umum dalam menjalankan jabatannya. Akta di bawah tangan tidak

mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila si penandatangan dari surat/akta

itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

93

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 116-117.

Page 67: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

67

67

3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht).

Kekuatan pembuktian material artinya bahwa secara hukum (yuridis) isi

dari akta itu telah membuktikan keberadaannya sebagai yang benar terhadap

setiap orang, yang membuat atau menyuruh membuat akta itu sebagai tanda

bukti terhadap dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang lain yang mendapat

hak darinya).94

Jadi kekuatan pembuktian material ini merupakan kepastian

dari materi akta dan merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak

yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk

umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Kekuatan pembuktian ini

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH

Perdata. Oleh karena itu akta otentik berlaku sebagai alat bukti sempurna dan

mengikat pihak (pihak-pihak) yang membuat akta itu. Dengan demikian

siapapun yang membantah kebenaran akta otentik sebagai alat bukti, maka ia

harus membuktikan kebalikannya.

Ketiga kekuatan pembuktian diatas merupakan kesempurnaan akta notaris

sebagai akta otentik, apabila dalam persidangan dapat dibuktikan bahwa ada

salah satu aspek yang tidak terpenuhi, maka akta yang bersangkutan hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.95

Akta otentik

yang dibuat oleh Notaris dibuat dalam bentuk minuta akta (asli akta) yang

ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris sendiri disimpan oleh

Notaris untuk dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terjadi suatu

94

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 118.

95

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Loc.Cit.

Page 68: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

68

68

sengketa atau permasalahan, sedangkan akta yang diberikan kepada kliennya

adalah berupa salinan dari minuta akta tersebut.

2. Akta Di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat bukan dihadapan Notaris.

Hal ini biasa dilakukan karena para pihak tidak mau repot dan sudah saling

percaya atar satu sama lainnya. Dalam Pasal 1874 KUH Perdata disebutkan

bahwa sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang

ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan

rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang

pegawai umum. Jadi akta di bawah tangan merupakan akta yang sengaja dibuat

oleh pihak-pihak sendiri dengan kesepakatan para pihak, tidak dibuat oleh

pejabat umum, yang oleh para pihak digunakan sebagai alat bukti telah

terjadinya suatu perbuatan hukum.96

Akta yang dibuat di bawah tangan

mempunyai kekuatan pembuktian yang sah jika pembuat akta atau para pihak

mengakui isi akta serta tanda tangan yang mereka bubuhkan pada akta tersebut.

Pada pembuatan akta di bawah tangan Notaris tidak bertanggung jawab terhadap

isi dari kesepakatan atau perjanjian. Notaris hanya bertugas melakukan

legalisasi dan pencatatan dari akta di bawah tangan yang dibawa ke Notaris.

Akta di bawah tangan dapat terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu sebagai

berikut :

1. Akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak yang terlibat tanpa

campur tangan dari Notaris.

96

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 103.

Page 69: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

69

69

Akta di bawah tangan yang murni dibuat oleh para pihak sendiri

tanpa adanya campur tangan Notaris tidak dapat dijadikan sebagai alat

bukti yang sempurna. Dimana apabila salah satu pihak tidak mengakui isi

dan tanda tangan dalam perjanjian di bawah tangan tersebut, maka pihak

yang satunya tidak dapat menuntut pihak yang ingkar ke pengadilan

karena perjanjian tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti.

2. Akta di bawah tangan yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan

lalu didaftarkan ke pihak Notaris.

Akta di bawah tangan ini pembuatan dan penandatangannya

sepenuhnya dilakukan oleh para pihak tidak dihadapan Notaris serta tidak

melibatkan Notaris. Namun setelah akta di bawah tangan tersebut

disepakati dan selesai maka para pihak datang ke Notaris guna

mendaftarkan akta tersebut pada kantor Notaris (waarmerking).

Akta di bawah tangan yang sudah jadi dan didaftarkan di kantor

Notaris tanggung jawabnya sepenuhnya ada pada para pihak baik itu

tentang isi maupun tanda tangan atau cap jempolnya, sedangkan Notaris

tidak dapat dimintai pertanggung jawaban tentang kebenaran baik tentang

subjek hukum maupun tanda tangannya karena Notaris hanya

mendaftarkan akta yang sudah jadi tersebut. Akta di bawah tangan yang

telah di waarmeking di kantor Notaris akan memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna selama kedua belah pihak dalam akta tersebut tidak

menyangkal tentang isi dan tanda tangan pada akta tersebut, sedangkan

apabila salah satu pihak mengingkari dan atau tidak mengakui adanya akta

Page 70: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

70

70

di bawah tangan tersebut dan menyangkal bahwa tanda tangan dalam akta

tersebut bukanlah tanda tangannya, maka kekuatan pembuktian akta

tersebut menjadi lemah.97

3. Akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris.

Akta ini pada umumnya dibuat oleh para pihak yang

berkepentingan atas kesepakatan para pihak tersebut. Para pihak yang

memiliki kepentingan datang kehadapan Notaris membawa akta di bawah

tangan tersebut untuk nantinya melakukan penandatanganan dihadapan

Notaris (legalisasi). Legalisasi merupakan pengesahan akta di bawah

tangan yang dibacakan oleh Notaris pada waktu itu juga untuk menjamin

kepastian tanggal dari akta yang bersangkutan. Akta tersebut terlebih

dahulu isinya dibacakan oleh Notaris kemudian ditandatangani oleh para

pihak dihadapan Notaris, setelah itu Notaris memberi nomor legalisasi dan

akta tersebut dicatatkan pada buku khusus daftar legalisasi. Hal ini

mungkin terlihat serupa dengan pembuatan Akta Notaris, yang

membedakannya adalah akta di bawah ini dibuat sepenuhnya oleh para

pihak tanpa campur tangan Notaris, sedangkan akta Notaris pada proses

pembuatannya mengikutsertakan Notaris.

Pertanggungjawaban mengenai isi dan ketentuan-ketentuan dalam

akta terdapat pada pihak yang membuatnya sedangkan Notaris tanggung

jawabnya hanya sebatas pada kebenaran tanda tangan atau cap jempol

dalam akta di bawah tangan tersebut memang benar merupakan tanda

97

Sarwono, Op.Cit, hal. 248-249.

Page 71: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

71

71

tangan atau cap jempol pihak yang berkepentingan berdasarkan tanda

pengenal yang dimilikinya (KTP).98

Kekuatan pembuktian legalisasi

antara lain terletak pada tanda tangan atau cap jempol dari orang yang

datang ke hadapan Notaris, sehingga tanda tangan atau cap jempol dalam

akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak dapat disangkal kecuali

Notaris dituduh memberikan suatu keterangan palsu.99

Sehingga suatu akta

bawah tangan yang telah dilegalisasi memiliki kekuatan hukum yang

mutlak sebagai suatu alat bukti di Pengadilan.

2.3 Tinjauan Umum Tanda Tangan

a. Pengertian dan Sejarah Tanda Tangan

Tanda tangan merupakan suatu perbuatan yang sangat lazim dilakukan

pada kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam

melakukan perbuatan hukum dihadapan Notaris. Tanda tangan sendiri penting

keberadaan dalam pembuatan akta otentik. Dimana dalam pembuatan akta otentik

dihadapan Notaris pembubuhan tanda tangan yang dilakukan oleh para pihak

berarti orang yang menandatangani mengetahui dan menyetujui isi dari akta

tersebut, sehingga dengan demikian orang tersebut terikat dengan isi dari akta

tersebut.

Menandatangani (onderteken) secara etimologis yaitu memberi tanda

(teken) di bawah sesuatu. Menurut Mr. C. J.J. De Joncheere tanda tangan tidak

dapat berdiri sendiri, ini diteliti berdasarkan kata onderteken yaitu membuat tanda

di bawah. Di bawah ini berarti di bawah suatu tulisan. Menurut Tan Thong Kie,

98

Sarwono, Op.Cit, hal.248.

99

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal.106.

Page 72: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

72

72

tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penanda

tangan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan

menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri.100

Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan tanda tangan adalah lambang

nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai penanda

pribadi.101

Menurut Scheltema definisi tanda tangan adalah suatu tanda tangan

adalah keseluruhan tanda-tanda huruf yang dibubuhkan dalam tanda tangan yang

mengindividualisir penanda tangan dalam batas tertentu.102

Dari pendapat tersebut

dapat diartikan bahwa tanda tangan dengan hanya nama kecil atau dengan paraf

atau stempel, yang menggambarkan faxsimile dari tanda tangan dapat dianggap

sebagai tanda tangan yang sah sebagai pengindividualisir si penanda tangan.

Menurut Sudikno Mertokusumo penandatanganan ialah membubuhkan

nama dari si penanda tangan, sehingga membubuhkan paraf yaitu singkatan dari

tanda tangan saja belum dirasa cukup.103

Keharusan penadatanganan ini bertujuan

untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lainnya atau akta yang dibuat

oleh orang lain. Jadi fungsi tanda tangan tidak lain adalah untuk

mengindividualisir sebuah akta.104

Tanda tangan sendiri sudah digunakan sejak lama oleh bangsa Saks

(penghuni tertua Inggris), mereka mempunyai kebiasaan untuk menandatangani

100

Tan Thong Kie, Op.Cit, hal. 473.

101

Anonim, yang diakses pada tanggal 01 Agustus 2013, Definisi Tanda

Tangan, http://www.artikata.com/arti-353196-tanda+tangan.html

102

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 204.

103

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 152.

104

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 151.

Page 73: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

73

73

dengan menulis namanya (bagi mereka yang dapat menulis) ditambah dengan

membuat sebuah tanda salib (kruis, cross), sedangkan bagi mereka yang tidak bisa

menandatangani hanya akan membubuhkan tanda salib saja. Pada zaman Romawi

suatu kehendak seseorang tidak ditetapkan dalam bentuk suatu tulisan, melainkan

secara lisan dihadapan saksi-saksi. Kehendak orang yang pertama kali dibuat

dalam bentuk tulisan adalah surat wasiat dan dalam surat tersebut juga tidak

menggunakan tanda tangan baik dari pembuat wasiat maupun saksi-saksi. Pada

saat itu digunakan berupa segel, dimana segel tersebut memberikan autensitas

kepada wasiat tersebut. Segel sendiri sudah lama dipakai sejak jaman kuno

diantara orang-orang Parsi dan orang-orang Yahudi. Kaisar Romawi merupakan

orang pertama yang mengatakan bahwa segel saja tidak cukup untuk membuat

suatu tulisan menjadi otentik, sebagaimana hal ini telah diatur juga dalam undang-

undang Theodosius II pada tahun 1943.105

Hal ini terjadi pula di Perancis dahulu kesaksian orang lebih kuat

digunakan dibandingkan alat bukti tertulis, namun sesuai perkembangan jaman

hal tersebut berubah dimana alat bukti tertulis menjadi lebih penting. Dalam akta

notaris di Perancis juga tidak dibubuhi tanda tangan, yang menjadi bukti

autensitas akta tersebut adalah segel kerajaan (le scel royale) yang dilekatkan oleh

Notaris setelah akta tersebut diselesaikan. Karena banyak pemalsuan dan

penipuan yang dapat dilakukan melalui segel tersebut maka raja Perancis Philips

den Schoonen mengeluarkan ordonansi tahun 1304 yang memerintahkan para

Notaris untuk menandatangani akta mereka.

105

Tan Thong Kie, Op.Cit, hal. 475.

Page 74: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

74

74

Hanya tanda tangan Notaris yang dapat digunakan untuk membuktikan

keautensitasan akta notaris ini berlangsung sampai tahun 1560. Pada tahun yang

sama keluarlah Ordonansi Karel IX yang menetapkan bahwa tanda tangan notaris

saja tidak cukup membuat suatu akta menjadi otentik, melainkan para pihak

diwajibkan turut serta menandatangani akta. Ketentuan ini tetap berlaku sampai

diundang undangkannya Undang-undang 25 Ventose an (tahun) XI yang

mengatur Notariat dan undang-undang ini menjadi cikal bakal munculnya De

Notariswet di Belanda.

Indonesia sendiri serupa dengan negara-negara tersebut diatas dimana

pada awalnya digunakan perjanjian secara lisan dan seiring perjalanan waktu

digunakan perjanjian tertulis sebagai alat bukti yang harus ditanda tangani oleh

para pihak, sedangkan bagi orang yang tidak bisa menandatangani akan

membubuhkan cap jempol pada perjanjian tertulis tersebut.

Menurut De Joncheere membahas bentuk-bentuk tanda tangan sebagai

berikut :

1. Tanda tangan tersebut dibuat oleh seseorang secara menulis perlahan lahan,

seolah-olah dilukiskan atau berupa coretan.

2. Tanda tangan dibuat dengan mesin cetak, termasuk stempel tanda tangan.

3. Tanda tangan yang dibuat klise (misalnya tanda tangan di uang kertas).

4. Tanda tangan yang dibuat melalui bantuan orang lain. 106

Hanya tanda tangan yang dibuat oleh seseorang secara menulis perlahan-lahan,

seolah-olah dilukiskan atau berupa coretan yang diakui di Indonesia, karena tidak

ada seorang Notaris pun di Indonesia yang mengakui penghadap yang

menandatangani akta dengan menggunakan stempel ataupun klise. Sedangkan

106

Tan Thong Kie, Op.Cit, hal. 475-476.

Page 75: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

75

75

tanda tangan yang dibuat melalui bantuan orang lain akan menyebabkan

perbedaan pada tangan tangan yang dibubuhkan pada saat itu.

b. Dasar Hukum Tanda Tangan

Indonesia sendiri sudah memiliki pengaturan hukum yang mengatur

tentang tanda tangan. Pada mulanya tanda tangan diatur dalam Reglement of Het

Notaris Ambt In Indonesia atau Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Pasal 28 ayat (3)

PJN menentukan bahwa semua akta notaris harus ditandatangani oleh masing-

masing penghadap, segera setelah selesai pembacaan akta itu. Akta itu juga harus

ditanda tangani oleh saksi intrumentair107

dan oleh Notaris sendiri. Biasanya tanda

tangan di dalam akta notaris tidak dapat dibaca, namun tanda tangan tersebut tetap

dianggap sah apabila tanda tangan tersebut benar yang dipergunakan oleh dan

berasal dari yang bersangkutan sebagaimana yang disebutkan Notaris dalam akta.

Seiring dengan perkembangan jaman Peraturan Jabatan Notaris (PJN)

yang dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat pada saat ini,

maka diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

107

Saksi instrumentair adalah saksi yang bertugas sepanjang mengenai akta

notaris, mereka hadir pada saat pembuatan akta dalam arti pembacaan dan

penandatangan dari akta itu serta ikut menandatangani akta tersebut. Saksi

intrumentair ini harus memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada Pasal 40

ayat (2) UU Perubahan Atas UUJN sebagai berikut :

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah

menikah;

b. cakap melakukan perbuatan hukum;

c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;

d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf;

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis kesamping

dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. Anonim, yang

diakses pada tanggal 20 November 2013, Catatan Kuliah Peraturan

Jabatan Notaris, http://notariatundip2011.blogspot.com/2011/11/catatan-

kuliah-peraturan-jabatan.html.

Page 76: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

76

76

Notaris (UUJN), maka ketentuan tanda tangan pada PJN tersebut sudah tidak

berlaku lagi. Penandatanganan sebuah akta otentik diatur dalam Pasal 44 ayat (1)

UUJN. Saat ini UUJN telah diubah dengan diundangkannya Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (UU Perubahan Atas UUJN). Pada UU Perubahan Atas UUJN

mengatur juga mengenai pembubuhan tanda tangan pada akta otentik dengan

ketentuan yang sama dengan Pasal 44 ayat (1) UUJN, sebagaimana diatur dalam

Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU Perubahan Atas UUJN sebagai berikut :

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak

dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada

akhir akta.

Pasal 44 ini memberikan suatu kewajiban bagi para penghadap untuk

menandatangani akta setelah dibacakan oleh Notaris, dengan pengecualian apabila

para pihak tidak dapat membubuhkan tanda tangan maka penghadap harus

menyebutkan alasan yang nantinya akan dinyatakan secara tegas dalam akta

tersebut.

Keharusan adanya tanda tangan dalam sebuah akta tidak lain bertujuan

untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lain, jadi fungsi tanda tangan

adalah untuk memberikan ciri atau mengindividualisir suatu akta, karena

identifikasi dapat dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta

tersebut. Dalam pembuatan akta pembubuhan tanda tangan sering dilihat dalam

penutup akta dengan klausul yang menyebutkan : “Setelah saya, Notaris

membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para

Page 77: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

77

77

penghadap, para saksi dan saya, Notaris menandatangani akta ini”. Apabila para

pihak yang hadir tidak dapat membubuhkan tanda tangannya pada akta

dikarenakan buta aksara, keterbatasan fisik dan lain sebagainya, maka pada

praktiknya biasanya digunakan cap jempol ibu jari tangan kirinya sebagai tanda

tangan dengan menyebutkan alasan-alasannya yang jelas pada akhir akta.

Seperti diketahui teknologi saat ini telah berkembang sangat pesat, ini juga

menyebabkan perkembangan pada penggunaan tanda tangan. Saat ini telah

dikenal dengan yang disebut tanda tangan elektronik sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) mengatur tanda tangan elektronik pada Pasal 1 angka 12 UU

ITE adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,

terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan

sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

2.4 Tinjauan Umum Cap Jempol

Penggunaan cap jempol pada praktek kenotariatan dilakukan apabila para

pihak tidak dapat membubuhkan tanda tangan dalam akta otentik. Penggunaan cap

jempol ini sendiri telah digunakan sejak jaman sebelum kemerdekaan, ini

dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak dapat baca tulis

dikarenakan selama masa penjajahan sampai kemerdekaan mereka tidak

mendapatkan pendidikan yang layak, sedangkan pada saat itu kebutuhan terhadap

alat bukti tertulis sudah menjadi suatu hal yang lazim dipergunakan sehingga satu

satunya cara untuk membuat perjanjian tersebut sah adalah dengan menggunakan

cap jempol tangan kirinya.

Page 78: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

78

78

Cap jempol sendiri sangat jarang dibahas dalam literatur-literatur. Cap

jempol atau juga dikenal dengan sidik jari merupakan garis pada kulit jari-jari

yang tidak akan berubah dalam jangka waktu apapun dan antara orang yang satu

dengan yang lainnya pastinya memiliki cap jempol yang berbeda. Sidik jari

merupakan struktur genetika dalam bentuk rangka yang sangat detail dan tanda

yang melekat pada diri manusia yang tidak dapat dihapus atau diubah. Sidik jari

dapat diibaratkan sebagai barcode diri manusia yang menandakan tidak ada

pribadi sama.108

Sidik jari (fingerprint) adalah hasil reproduksi tapak jari baik

yang sengaja diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan

pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau kaki.109

Manusia terlahir dengan kode genetis ketika dilahirkan. Salah satu struktur

genetis yang relatif dan menetap yang ada pada manusia adalah sidik jari dan

retina mata. Struktur genetis merupakan cetak biru (blue print) kekuatan atau

kelemahan seseorang serta merupakan suatu “kode” yang membedakan antara

individu yang satu dengan individu lainnya.110

Pola pembentukan sidik jari pada

manusia muncul sejak bayi masi dalam kandungan pada usia 13 minggu dan akan

berkembang secara sempurna pada usia 24 minggu. Jumlah garis sidik jari pada

seseorang tidak akan pernah berubah sejak orang tersebut dilahirkan, karena pola

sidik jari ini dipengaruhi oleh DNA pada orang tersebut.111

108

Ifa H. Misbach, 2010, Dahsyatnya Sidik Jari Menguak Bakat dan

Potensi untuk Merancang Masa Depan Melalui Fingerprint Analysis, Visimedia,

Jakarta, hal. 47.

109

Anonim, yang diakses pada tanggal 20 November 2013, Sidik Jari,

http://id.wikipedia.org/wiki/Sidik_jari.

110

Ifa H. Misbach, Op.Cit, hal. 12.

111

Ifa H. Misbach, Op.Cit, hal. 19.

Page 79: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

79

79

Goerge Wilton pada tulisannya Fingerprint and Identifikasi Magazine

terbitan Desember 1962 menjelaskan bagaimana cara sidik jari dapat digunakan

untuk memastikan identifikasi penjahat. Selain itu seorang ahli dari Inggris, Henry

Faulds yang telah menarik perhatian umum dengan gambar gambarnya (papillary

ridge design) dalam suatu sidik jari yang dapat mengidentifikasi orang-orang yang

berbeda. Salah satunya diterbitkan foto sidik jari seseorang pada tahun 1905 dan

pada tahun 1962, kedua sidik jari tersebut sama persis dan tidak berubah.112

Hal

ini membuktikan bahwa sidik jari seseorang tidak akan berubah dari waktu ke

waktu walaupun itu terlampau puluhan tahun lamanya.

Terdapat beberapa pengaturan yang mengatur tentang cap jempol yaitu

pada Pasal 1874 ayat (2) pada KUH Perdata menyebutkan sebagai berikut :

Dengan penandatanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan suatu

cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seseorang

notaris atu pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, dari mana ternyata

bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah

diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu,

dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pegawai tadi.

Selain itu pengaturan cap jempol serupa dengan Pasal diatas diatur juga dalam

Rechtsgeling Buitengeswesten 286 ayat 2 dan 3. Pada Pasal 156 Reglement op de

Rechtsvondering disebutkan sebagai berikut :

Apabila para pihak tidak mencapai persetujuan mengenai tanda tanda yang

dibandingkan satu sama lain, maka hakim tidak akan menerima tanda tanda

lain dari pada :

(1) akta-akta autentik

(2) dan seterusnya;

(3) sidik jari, yang harus dibubuhkan oleh pihak itu di hadapan dan atas

petunjuk dari hakim atau hakim komisaris. 113

112

Tan Thong Ki, Op.Cit, hal. 479.

113

Tan Thong Ki, Op.Cit, hal. 481.

Page 80: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

80

80

Staatsblad 1916-46 jo 43 menjelaskan mengenai waarmerken van

onderhandsche akten enz, dimana dalam peraturan ini terdapar aturan-aturan

mengenai waarmeken atau pendaftaran tanda tangan atau sidik jari. Dalam

undang-undang ini yang diatur hanya kekuatan sidik jari sebagai alat bukti bukan

cara membubuhkannya, keistimewaannya, apa yang harus diperhatikan dan syarat

yang harus dipenuhi agar sidik jari tersebut dapat dipergunakan sebagai tanda

tangan.114

Dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan Undang-Undang Nomor 30

tahun 2003 tentang Jabatan Notaris (UUJN) tidak mengatur tentang cap jempol.

Peraturan Jabatan Notaris Pasal 28 ayat (3) menyebutkan memberikan jalan keluar

bagi orang-orang buta huruf atau orang-orang lain yang karena kecelakaan atau

sebab-sebab lain tidak dapat membubuhkan tanda tangannya di atas akta, agar

mereka juga dapat membuat akta partij (partij acte) dihadapan notaris”. 115

Dalam

peraturan ini cap jempol tidak diakui karena bukan merupakan tanda-tanda huruf,

sehingga karenanya tidak memenuhi persyaratan penandatanganan nama.

Sehingga apabila penghadap tidak dapat menandatangani akta diakibatkan buta

huruf, kecelakaan atau sebab-sebab lain maka penghadap harus menerangkan

alasan tersebut kehadapan Notaris yang kemudian oleh Notaris disebutkan secara

tegas dalam akta.

Pasal dalam PJN ini diimplementasikan ke dalam Pasal 44 ayat (1) UUJN

yang kemudian mengalami perubahan menjadi Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan

Atas UUJN yang menentukan segera setelah akta dibacakan, akta tersebut

114

Tan Thong Ki, Loc.Cit.

115

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 211.

Page 81: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

81

81

ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada

penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan

alasannya. Padahal pada praktek kenotariatan apabila pihak yang membuat akta

otentik dihadapan Notaris tidak dapat menandatangani akta dikarenakan sakit,

cacat fisik, buta aksara dan lain sebagainya, maka dipergunakanlah cap jempol

tangan kirinya sebagai tanda tangan pada akta.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 sebagai Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris mengatur beberapa

ketentuan tambahan salah satunya adalah pengaturan tentang sidik jari yang diatur

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menentukan : Notaris wajib melekatkan surat

dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta. Dengan ketentuan pasal

tersebut berarti telah adanya pengakuan terhadap sidik jari.

Sidik jari yang melekat pada masing-masing individu memiliki beberapa

keunikan karakteristik yaitu sebagai berikut:

1. Sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang, dimana tidak ada pola sidik

jari yang sama antara satu individu dengan individu lainnya hal ini bahkan

terjadi pada anak kembar identik.

2. Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat dari

sejak lahir hingga akhir hayat pola sidik jari seseorang tetap sama.

Walaupun terdapat perubahan pada bentuk tubuh manusia, namun pola

sidik jari atau alur-alur papilar116

tidak akan berubah. Pola sidik jari dapat

116

Alur papilar adalah alur-alur yang membentuk gambar tertentu pada

kulit ujung jari jari tangan sebelah dalam. Tan Thong Ki, Op.Cit, hal. 483.

Page 82: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

82

82

berubah hanya dikarenakan terbakar, jari terpotong atau rusak sedemikian

parah sehingga alur papilar menjadi berubah.

3. Pola sidik jari mudah untuk diklasifikasi, dimana terdapat pola pola

tertentu yang memudahkan apabila ada keperluan dengan sidik jari

tersebut.117

Sidik jari memiliki fungsi sebagai alat forensik identifikasi, yaitu

menentukan perbedaan identitas seseorang melalui pola sidik jari yang dimiliki

tiap individu.118

Dalam praktik kenotariatan cap jempol sebagai salah satu bagian

dari sidik jari sering digunakan apabila pihak yang hadir tidak dapat

membubuhkan tanda tangannya dalam akta otentik dikarenakan alasan-alasan

tertentu, hal ini dimaksudkan untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang

lainnya.

117

Ifa H. Misbach, Op.Cit, hal. 47-48.

118

Ifa H. Misbach, Op.Cit, hal. 48.

Page 83: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

83

83

BAB III

PENGATURAN HUKUM PENGGUNAAN CAP JEMPOL SEBAGAI

TANDA TANGAN DALAM AKTA NOTARIS

3.1 Fungsi Tanda Tangan Dalam Suatu Alat Bukti Tertulis

Setiap individu dalam melakukan perbuatan hukum memerlukan suatu hal

yang dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Alat bukti adalah alat

untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakan baik oleh

penggugat maupun oleh tergugat dalam perkara perdata.119

Dalam Hukum Acara

Perdata diatur yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam Pasal 1866 KUH

Perdata yaitu :

1. bukti tulisan;

2. bukti dengan saksi-saksi;

3. persangkaan-persangkaan;

4. pengakuan;

5. sumpah.

Alat bukti tertulis merupakan alat bukti yang penting dan paling utama

yang digunakan dalam menyelesaikan suatu perkara perdata. Alat bukti tertulis

atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang

dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran

seseorang dan dipergunakan sebagai alat pembuktian.120

Ada beberapa aspek yang

harus dipenuhi sehingga suatu tulisan atau surat dapat dikatakan sebagai alat bukti

yaitu :

119

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 73.

120

Sudikno Mertokususmo I, Op.Cit, hal. 151.

Page 84: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

84

84

1. Sebuah tulisan atau surat terdiri dari tanda baca berupa aksara. Dalam hal ini

tidak dipermasalahkan aksara apa yang digunakan, misalnya saja : aksara

latin, arab, cina, aksara lokal (bugis, jawa, batak) dan sebagainya.

2. Agar aksara tersebut dapat menjadi suatu tulisan atau surat maka harus

disusun menjadi kalimat-kalimat sedemikian rupa sebagai ekspresi atau

pernyataan cetusan pikiran atau kehendak orang yang membuatnya.

Rangkaian kalimat ini sedemikian rupa disusun sehingga isinya dapat

dimengerti dengan jelas oleh yang membacanya sesuai dengan apa yang

dikehendaki dalam surat itu.

3. Pada umumnya ditulis pada kertas ataupun bahan lain yang ada pada saat

surat tersebut dibuat misalnya kulit kayu, bambu, kain dan lain-lain.

4. Tulisan itu ditanda tangani oleh pihak yang membuatnya. Dengan tidak

ditanda tanganinya tulisan atau surat yang dibuat oleh para pihak membuat

surat tersebut tidak sempurna sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai

alat bukti tulisan.

5. Tulisan atau surat yang dianggap sempurna sebagai alat bukti tertulis selain

terdapat tanda tangan juga mencantumkan tanggal pembuatan surat tersebut.

Walaupun dengan tidak dicantumkannya tanggal pada sebuah tulisan atau

surat tidak menyebabkan hilangnya fungsi surat tersebut sebagai alat bukti,

namun hal ini dianggap sebagai cacat yang melemahkan eksistensinya

sebagai alat bukti. Tanpa adanya tanggal menyebabkan sulit menentukan

86

Page 85: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

85

85

kepastian pembuatannya dan penandatangannya sehingga memberi peluang

besar bagi pihak lawan untuk menyangkal kebenarannya.121

Segala sesuatu yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut diatas tidak

dapat digolongkan sebagai tulisan atau surat yang berfungsi sebagai alat bukti.

Foto maupun peta bukan termasuk dalam alat bukti tulisan karena tidak

mengandung tanda baca berupa aksara atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan

tetapi tidak mengandung suatu pikiran maka tidak dapat dimasukkan sebagai alat

bukti tertulis. Jadi apabila foto dan peta ini diajukan sebagai alat bukti di

persidangan maka akan digunakan sebagai alat bukti penunjang. Seperti telah

dibahas dalam Bab II sub 2.2 Tinjauan Umum Akta Otentik, alat bukti tulisan

terbagi atas 2 bentuk yaitu :

1. Surat yang bukan akta;

2. Surat yang berupa akta yang dapat dibagi lagi atas 2 bentuk sebagaimana

bunyi Pasal 1867 KUHPerdata :

a. Akta otentik.

b. Akta di bawah tangan.

Add. 1. Surat Yang Bukan Akta

Alat bukti berupa surat bukan akta dalam persidangan di pengadilan

hanyalah dijadikan sebagai alat bukti penunjang dan bukan merupakan alat

bukti pokok dalam suatu sengketa, kecuali dalam sengketa tersebut tidak

terdapat alat bukti lain yang sah maka surat biasa tersebut dijadikan suatu alat

121

M.Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,

Persidangan, Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 559-561.

Page 86: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

86

86

bukti pokok ditambah dengan alat bukti sumpah. Ini dikarenakan alat bukti

berupa tulisan atau surat-surat lain bukan akta umumnya pembuatannya

dilakukan secara sepihak, seperti surat tanda terima pembayaran (kwitansi),

surat tanda terima penyerahan barang, wesel, pembukuan, polis asuransi dan

sebagainya.

Add 2a. Akta Otentik

Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah

pihak, ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak daripadanya. Isi

dari sebuah akta otentik dianggap benar selama tidak ada pihak lain yang

membantah kebenaran isi akta tersebut. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1868

KUH Perdata yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Dalam hal ini yang

dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Panitera, Jurusita,

Pegawai Catatan Sipil, Hakim, dan sebagainya.

Tulisan atau akta dari segi hukum pembuktian memiliki beberapa fungsi

yaitu :

1. Akta berfungsi sebagai syarat keabsahan suatu tindakan hukum yang

dilakukan oleh para pihak. Maksudnya adalah tindakan/perbuatan hukum

itu baru dianggap sah (sempurna) apabila telah dituangkan dalam bentuk

tertulis berupa akta. Sehingga dengan demikian tindakan tersebut menurut

hukum telah memenuhi formalitas causa.

Page 87: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

87

87

2. Akta berfungsi sebagai alat bukti (probationis causa). Ini merupakan

fungsi utama dari sebuah akta. Akta ini dibuat oleh para pihak

dimaksudkan untuk menjadi alat bukti apabila terjadi sengketa dikemudian

hari.122

Add. 2b. Akta di Bawah Tangan

Pasal 1874 KUH Perdata mengatur bahwa sebagai tulisan-tulisan

dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan,

surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain

tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. Akta di bawah

tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat dengan maksud

untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum. Akta di bawah tangan

merupakan suatu akta yang sengaja dibuat oleh pihak-pihak sendiri dengan

kesepakatan para pihak, tidak dibuat oleh pejabat umum, yang oleh para pihak

digunakan sebagai alat bukti telah terjadinya suatu perbuatan hukum. Akta di

bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta

otentik, apabila isi dan tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh pihak

yang bersangkutan.

Pembubuhan tanda tangan oleh si pembuat surat merupakan salah satu hal

yang penting dalam pembuatan alat bukti tertulis baik berupa surat bukan akta

maupun surat berupa akta otentik dan akta di bawah tangan. Seperti telah

disebutkan diatas bahwa pembubuhan tanda tangan dalam suatu tulisan atau surat

merupakan syarat yang mutlak, agar nantinya tulisan atau surat tersebut dapat

122

M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 563-564.

Page 88: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

88

88

dijadikan alat bukti dikemudian hari. Suatu surat atau tulisan yang memuat

pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan terang, tetapi tidak ditandatangani

ditinjau dari segi hukum pembuktian, tidak sempurna sebagai surat atau akta

sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat bukti tulisan.123

Tan Thong Kie mendefinisikan tanda tangan sebagai suatu pernyataan

kemauan pembuat tanda tangan (penanda tangan), bahwa ia dengan

membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan

itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri.124

Sedangkan Scheltema

mendefinisikan tanda tangan adalah keseluruhan tanda-tanda huruf yang

dibubuhkan dalam tanda tangan yang mengindividualisir penanda tangan dalam

batas tertentu.125

Akta otentik merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh selama tidak ada

pihak lain yang menyangkal kebenaran isi akta tersebut. Notaris memiliki

kewenangan membuat akta otentik, akta otentik yang dibuat oleh Notaris

selanjutnya akan disebut akta notaris. Salah satu syarat mutlak agar suatu akta

otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna adalah dengan

pembubuhan tanda tangan oleh para pihak, saksi-saksi serta Notaris pada akhir

akta. Suatu akta baru dapat dikatakan sebagai akta otentik jika akta tersebut

memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang adanya suatu peristiwa yang

ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Dengan demikian unsur-unsur

123

M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 560-561.

124

Tan Thong Kie, Op.Cit, hal. 473.

125

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 204.

Page 89: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

89

89

yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti

tertulis dan penandatanganan akta tersebut.

UU Perubahan Atas UUJN secara tegas mengatur tentang syarat

penandatanganan akta otentik oleh para pihak setelah akta dibacakan oleh Notaris

sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak

dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada

akhir akta.

Penandatanganan ialah membubuhkan nama dari si penandatangan, sehingga

membubuhkan paraf yaitu singkatan dari tanda tangan saja belum dirasa cukup.126

Terdapat 2 fungsi tanda tangan dalam sebuah alat bukti tertulis yaitu sebagai

berikut :

1. Untuk mengindividualisir sebuah akta.

Fungsi utama dari tanda tangan adalah untuk mengindividualisir sebuah

akta. Kata mengindividualisir sendiri berasal dari kata individual yaitu

berhubungan dengan manusia secara pribadi, bersifat perseorangan.127

Dari

pengertian tersebut kata mengindividualisir diatas dapat ditafsirkan dengan

mengkhususkan suatu akta pada suatu pribadi yang ada dalam akta tersebut.

Mengindividualisir ini bisa juga disebut dengan mempersonalisasi yang berarti

membedakan orang dalam suatu akta, terdapat beberapa kemungkinan dalam

pembuatan suatu akta otentik yaitu:

126

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 152.

127

Anonim, diakses pada tanggal 1 Desember 2013,

http://kamusbahasaindonesia.org/individu/mirip#ixzz2mzlkUqN9,.

Page 90: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

90

90

- orang/ penghadap adalah pribadi yang sama dengan jenis akta yang berbeda.

- orang/ penghadap adalah pribadi yang berbeda dengan jenis akta yang sama.

- orang/ penghadap adalah pribadi yang sama dengan jenis akta yang sama.

- orang/ penghadap adalah pribadi yang berbeda dengan jenis akta yang

berbeda.

Setiap pribadi atau orang tentunya dimungkinkan memiliki beberapa

kesamaan, dengan adanya tanda tangan tentunya akan memberikan ciri yang

berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Seperti kita ketahui di dunia

ini sering sekali ditemukan kesamaan baik berupa ciri-ciri fisik maupun nama

serta alamat antara orang yang satu dengan yang lain, akan tetapi hal tersebut

bukan berarti orang yang bernama sama tersebut merupakan 1 (satu) pribadi.

Dalam pembuatan sebuah akta otentik kerap terjadi kesamaan nama antara

para pihak, alamat para pihak, pekerjaan dan lain sebagainya, untuk

menyiasati hal tersebut maka diwajibkan membubuhkan tanda tangan pada

akhir akta sebagai pembeda antara akta yang satu dengan akta yang lainnya.

Tanda tangan sebagai suatu tanda tentunya akan berbeda saat dibubuhkan oleh

individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal-hal yang diindividualisir

atau dibedakan oleh tanda tangan dalam sebuah akta otentik adalah nama,

tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat serta identitas

lainnya yang melekat dari si penandatangan tersebut sebagaimana disebutkan

pada komparisi akta. Sehingga dengan adanya penandatangan ini, maka dapat

dibedakan antara akta yang satu dengan akta yang dibuat oleh orang lain.128

128

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 151.

Page 91: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

91

91

Tanda tangan sebagai pengindividualisiran akta dapat diartikan sebagai

mengelompokkan atau memberikan ciri/pembeda antara akta yang satu

dengan akta yang lain dan juga dapat diartikan dengan mempersonalisasikan

yaitu memberikan ciri/pembeda orang-orang (penghadap) dalam akta tersebut,

sehingga dapat dibedakan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.

2. Dengan adanya tanda tangan melambangkan adanya persetujuan.

Dibubuhkannya sebuah tanda tangan dalam alat bukti tertulis baik berupa

akta otentik maupun akta di bawah tangan, itu berarti pihak yang

membubuhkan tanda tangan tersebut telah memberikan persetujuannya atas isi

perjanjian dalam akta tersebut. Dan tentunya secara otomatis isi dari akta itu

mengikat para pihak dan para pihak wajib menjalankan isi dari akta tersebut.

Pitlo mengemukakan terdapat berbagai bentuk tanda tangan yang

dibenarkan oleh hukum antara lain:

1. Menuliskan nama penanda tangan dengan atau tanpa menambah nama kecil.

2. Tanda tangan dengan cara menuliskan nama kecil saja dianggap cukup.

3. Ditulis tangan oleh penanda tangan, tidak dibenarkan dengan stempel huruf

cetak.

4. Dibenarkan mencantumkan kopi tanda tangan si penanda tangan dengan

syarat:

a. Orang yang mencantumkan kopi itu, berwenang untuk itu dalam hal ini

orang itu sendiri.

b. Orang yang mendapat kuasa atau mandat dari pemilik tanda tangan.

5. Dapat juga mencantumkan tanda tangan dengan mempergunakan karbon.129

Adapun penggunaan karbon saat ini dilakukan demi efesiensi

penandatangan surat atau akta yang terdiri dari beberapa lembar yang isinya sama,

hanya pada bagian pertama saja yang ditandatangani secara langsung. Sedangkan

pada bagian kedua merupakan duplikat dengan cara pemasangan karbon, hal yang

129

M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 561.

Page 92: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

92

92

seperti ini juga dibenarkan oleh hukum. Yang tidak termasuk atau tidak diakui

keabsahannya sebagai tanda tangan adalah tanda tangan yang terdiri dari :

1. Hanya berupa huruf atau abjad saja.

2. Berbentuk menyerupai tanda silang atau garis lurus.

3. Tanda tangan yang bukan dituliskan oleh tangan penandatangan sendiri,

melainkan melalui stempel yang mencetak tanda tangan si penandatangan.

4. Tanda tangan berupak ketikan komputer.130

Para pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dalam akta

otentik dihadapan Notaris akan membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kirinya

pada akta otentik. Dilihat dari pendekatan histori, cap jempol telah digunakan

sejak jaman sebelum kemerdekaan, dimana pada saat itu masih banyaknya

masyarakat Indonesia yang buta aksara, diakibatkan tidak mendapat pendidikan

yang layak, sehingga tidak dapat membubuhkan tanda tangannya. Pada masa

penjajahan sampai kemerdekaan masih banyak masyarakat tidak mendapatkan

pendidikan yang layak, sedangkan pada saat itu dalam melakukan perbuatan

hukum kerapkali dibuat suatu perjanjian tertulis. Agar masyarakat tetap dapat

membuat suatu perjanjian tertulis maka digunakanlah cap jempol ibu jarinya

sebagai bentuk tanda persetujuannya terhadap isi perjanjian tersebut. Dengan

demikian tanda tangan dapat digantikan oleh yang dinamakan “surrogaat”

menurut hukum :

1. Dalam hal tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena yang

bersangkutan buta huruf; dan

2. dalam hal berhalangan untuk membubuhkan tanda tangannya sekalipun

yang bersangkutan buta huruf, di dalam mana termasuk semua hal atau

keadaan, dimana seseorang karena suatu keadaan, baik yang bersifat tetap

maupun sementara, tidak dapat membubuhkan tanda tangannya di bawah

akta tersebut, walau ia memiliki kemampuan untuk menulis.131

130

M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 562.

131

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 212.

Page 93: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

93

93

Cap jempol sebagai salah satu bagian dari sidik jari memiliki fungsi

sebagai alat forensik identifikasi, yaitu menentukan perbedaan identitas seseorang

melalui pola sidik jari yang dimiliki tiap individu.132

Dalam praktik kenotariatan

cap jempol ini sering digunakan apabila pihak yang hadir tidak dapat

membubuhkan tanda tangannya dalam akta otentik dikarenakan sakit, cacat, buta

aksara dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mengindividualisir akta

yaitu membedakan akta yang satu dengan akta yang lainnya serta merupakan

tanda persetujuan si pembubuh cap jempol atas isi dari perjanjian tersebut.

Dengan demikian suatu cap jempol yang dibubuhkan dalam suatu akta otentik

memiliki fungsi yang sama dengan tanda tangan yaitu untuk mengindividualisir

suatu akta serta mempersonalisasi penghadap dalam akta otentik tersebut dan cap

jempol ini juga berfungsi sebagai tanda persetujuan si pembubuh cap jempol atas

isi akta tersebut.

3.2 Pengaturan Hukum Penggunaan Cap Jempol Dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Cap jempol sudah sangat lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari,

cap jempol atau yang biasa disebut sidik jari sering digunakan sebagai alat

forensik identifikasi seseorang, apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan

pidana ataupun merupakan korban dari tindak pidana tertentu maupun akibat

peristiwa lainnya. Dalam praktik kenotariatan cap jempol ini sering digunakan

apabila pihak yang hadir tidak dapat membubuhkan tanda tangannya dalam akta

otentik dikarenakan sakit, cacat fisik, buta aksara dan lain sebagainya. Hal ini

132

Ifa H. Misbach, Op.Cit, hal. 48.

Page 94: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

94

94

dimaksudkan untuk mengindividualisir akta yaitu membedakan akta yang satu

dengan akta yang lainnya serta mempersonalisasi penghadap yang namanya

tertera dalam akta tersebut dan cap jempol juga berfungsi sebagai tanda

persetujuan dari si pembubuh cap jempol atas isi akta yang dibuat.

Cap jempol maupun sidik jari sebelumnya telah diatur dalam bererapa

perundang-undangan yang merupakan warisan Belanda terdahulu seperti diatur

dalam Pasal 156 Reglement op de Rechtsvondering menyebutkan ketentuan

tersebut sebagai berikut :

Apabila para pihak tidak mencapai persetujuan mengenai tanda-tanda yang

dibandingkan satu sama lain, maka hakim tidak akan menerima tanda-tanda

lain dari pada :

(1) akta-akta autentik

(2) dan seterusnya;

(3) sidik jari, yang harus dibubuhkan oleh pihak itu dihadapan dan atas

petunjuk dari hakim atau hakim komisaris. 133

Staatsblad 1916-46 jo 43 menjelaskan mengenai waarmerken van

onderhandsche akten enz, peraturan ini mengatur mengenai waarmeken atau

pendaftaran tanda tangan atau sidik jari. Dalam undang-undang ini yang diatur

hanya kekuatan sidik jari sebagai alat bukti bukan cara membubuhkannya,

keistimewaannya, apa yang harus diperhatikan dan syarat yang harus dipenuhi

agar sidik jari tersebut dapat dipergunakan sebagai tanda tangan.134

Menurut Staatblaad 1919-776, cap jempol berupa cap ibu jari tangan yang

dapat disamakan dengan tanda tangan (handtekening), akan tetapi agar dapat

benar-benar sah sebagai tanda tangan, harus dipenuhi syarat cap jempol tersebut

133

Tan Thong Ki, Op.Cit, hal. 481.

134

Tan Thong Ki, Loc.Cit.

Page 95: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

95

95

dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang (camat, hakim atau panitera).135

Pasal

1874 ayat (2) pada KUH Perdata mengatur tentang penggunaan cap jempol di

Indonesia yaitu sebagai berikut :

Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu

cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seseorang

notaris atu pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, dari mana ternyata

bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah

diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu,

dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pegawai tadi.

Tidak mudah suatu cap jempol dipersamakan dengan tanda tangan sebagaimana

diatur dalam Pasal 1874 ayat (2) KUH Perdata, oleh karena untuk sah dan

sempurnanya cap jempol harus memenuhi beberapa prasyarat antara lain:

1. Dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

2. Dilegalisir diberi tanggal.

3. Pernyataan dari pejabat yang melegalisir, bahwa orang yang membubuhkan

cap jempol dikenal atau diperkenalkan kepadanya.

4. Isi akta telah dijelaskan kepada yang bersangkutan.

5. Pembubuhan cap jempol dilakukan di hadapan pejabat tersebut.136

Dilegalisasinya sebuah tulisan di bawah tangan yang dibubuhkan cap jempol

bukan berarti mengubah kedudukan suatu akta dari berkedudukan di bawah

tangan menjadi sebuah akta otentik, melainkan penglegalisasian oleh Notaris

disini pada dasarnya hanya sebatas Notaris menegaskan bahwa memang benar

orang yang tertera namanya dalam akta di bawah tangan tersebut telah

membubuhi cap jempolnya dalam akta di bawah tangan di hadapan Notaris.

Peraturan Jabatan Notaris tidak mengatur secara jelas tentang penggunaan

cap jempol, Pasal 28 ayat (3) peraturan ini hanya menyebutkan memberikan jalan

keluar bagi orang-orang buta huruf atau orang-orang lain yang karena kecelakaan

135

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 53.

136

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 562.

Page 96: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

96

96

atau sebab-sebab lain tidak dapat membubuhkan tanda tangannya di atas akta,

agar mereka juga dapat membuat akta partij dihadapan notaris”.137

Seperti kita

ketahui syarat mutlak dalam pembuatan akta partij adalah adanya pembubuhan

tanda tangan pada akhir akta, apabila penghadap tidak dapat menandatangani akta

dikarenakan sebab-sebab tertentu maka tanda tangan itu dinyatakan dengan

memberikan keterangan di akhir akta tersebut. Akan tetapi penggunaan cap

jempol ini tidak diakui dalam PJN, karena cap jempol dianggap bukan sebagai

tanda-tanda huruf sehingga dianggap tidak memenuhi syarat penandatanganan

nama. Jadi dalam peraturan ini penandatanganan dapat ditiadakan, namun akta

tersebut harus menerangkan keterangan-keterangan dari penghadap. Apabila para

penghadap menerangkan tidak dapat membubuhkan tanda tangannya dalam akta

atau berhalangan untuk melakukannya, maka keterangan maupun sebab-sebab

tersebut harus diberitahukan oleh Notaris secara tegas dalam akta itu.138

UUJN sebagai implementasi dari PJN juga hanya mengatur tentang

penandatanganan suatu akta otentik tanpa menyebutkan apa yang dapat

dibubuhkan oleh penghadap apabila tidak dapat menandatangani akta

sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UUJN sebagai berikut :

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak

dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas

dalam akta.

(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh

penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

137

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 211.

138

GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 212.

Page 97: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

97

97

(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2),

ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.

Tanggal 15 Januari 2014 telah disahkannya Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004

tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU Perubahan Atas UUJN).

Perubahan UUJN sendiri dikarenakan adanya beberapa ketentuan dalam UUJN

dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan

masyarakat saat ini. Selain itu mengingat akta notaris merupakan alat bukti tertulis

yang terkuat dan terpenuh maka dibuatkan aturan hukum guna memperkuat

kepastian, ketertiban serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat

perjanjian. Dengan demikian beberapa ketentuan dalam UUJN sudah tidak

berlaku lagi khususnya Pasal 44 UUJN dan diubah ke dalam UU Perubahan Atas

UUJN. Beberapa ketentuan UUJN yang diubah dalam UU Perubahan Atas UUJN

terkait dengan penulisan ini antara lain:

1. Mengenai batasan minuta akta, pada Pasal 1 angka 8 disebutkan minuta akta

adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan

Notaris yang disimpan sebagai bagian dari protokol Notaris.139

Dari rumusan

pasal tersebut secara tegas disebutkan bahwa ada 3 hal yang harus terpenuhi

agar dapat dikatakan sebagai minuta akta yaitu tanda tangan penghadap, saksi-

saksi dan Notaris. Sehingga dengan tidak terpenuhinya ketiga unsur tersebut

139

Habib Adjie, 2014, Menafsirkan Tanda Tangan Dan Sidik Jari Pada

Minuta Akta Notaris, Renvoi Nomor 128 Tahun XI, tanggal 3 Januari 2014, hal.

82.

Page 98: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

98

98

maka bukanlah merupakan minuta akta. Hal ini menandakan betapa

pentingnya suatu tanda tangan dalam suatu akta Notaris.

2. Terdapat keharusan penghadap untuk membubuhkan sidik jari pada minuta

akta sebagaimana dinyatakan pada Pasal 16 ayat (1) huruf c, bahwa Notaris

wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta

akta.140

Berbeda dengan UUJN yang sama sekali tidak mengatur keberadaan

sidik jari, dalam perumusan pasal ini sidik jari dipandang sebagai sesuatu hal

yang penting sehingga mewajibkan Notaris melekatkan sidik jari penghadap

pada minuta akta. Keharusan pelekatan sidik jari pada minuta akta ini

menimbulkan beberapa penafsiran, apakah pembubuhan sidik jari yang

dimaksud dalam rumusan pasal tersebut cukup dengan cap jempol tangan kiri

saja atau seluruh sidik jari (yaitu sidik jari dari 10 jari tangan dan 10 jari kaki).

Selain itu apakah seluruh sidik jari yang dimaksud tersebut dibubuhkan pada

minuta akta secara langsung atau keseluruhan sidik jari tersebut dibubuhkan

pada lembaran tersendiri sehingga nantinya akan dilekatkan bersamaan

dengan surat dan dokumen pada minuta akta. Berdasarkan hasil Seminar

Sosialisasi Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris

Indonesia (INI) Bali dan NTT pada tanggal 24 Januari 2014 di Hotel Nikki

Bali, disepakati bersama Notaris untuk menyertakan sidik jari hanya berupa

cap jempol ibu jari tangan kanan penghadap pada setiap akta yang dibuat para

penghadap, dimana cap jempol ibu jari tangan kanan penghadap dibubuhkan

140

Ibid, hal. 83.

Page 99: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

99

99

pada lembar tersendiri yang nantinya akan dilekatkan menjadi satu bersama

dengan minuta akta yang telah ditandatangani oleh penghadap serta dokumen

pendukung lainnya. Keharusan membubuhkan sidik jari ini pada dasarnya

membantu Notaris dalam menjalankan tugasnya, mengingat selama ini banyak

sekali penghadap yang “nakal” yang menyangkal pernah menandatangani

suatu akta dihadapan Notaris. Dengan adanya aturan ini akan memberikan

kepastian hukum memang benar orang yang hadir adalah benar orang yang

tertera dalam identitas pengenalnya, dimana sidik jari setiap orang tidak

mungkin sama dan tentunya hal ini sulit untuk dipalsukan.

3. Mengenai penandatanganan akta diatur dalam Pasal 44 UU Perubahan UUJN

dengan pengaturan yang sama dengan Pasal 44 UUJN terdahulu sebagai

berikut:

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang

tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan

alasannya.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas

pada akhir akta.

(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani

oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat

(2), ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu akta hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan

dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN memberikan suatu kewajiban

bagi para penghadap untuk menandatangani akta setelah dibacakan oleh Notaris,

dengan pengecualian apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan

Page 100: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

100

100

tanda tangan maka penghadap tersebut harus menyebutkan alasan yang nantinya

akan dinyatakan secara tegas pada akhir akta. Pengaturan Pasal 44 ayat (1) UU

Perubahan Atas UUJN serupa dengan pengaturan Pasal 44 ayat (1) UUJN, dimana

terdapat pengecualian terhadap kewajiban penandatanganan akta seakan-akan

undang-undang ini memperbolehkan peniadaan tanda tangan. Hal ini

menimbulkan penafsiran apabila seseorang penghadap tidak dapat membubuhkan

tanda tangannya diakibatkan sakit, cacat atau buta aksara maka orang tersebut

dapat tidak menandatangani akta tersebut sama sekali dengan menyebutkan

alasannya secara tegas pada akhir akta dan penghadap tidak diwajibkan

membubuhkan tanda-tanda lainnya dalam akta sebagai pengindividualisiran akta

dan sebagai bentuk persetujuannya terhadap isi akta. Sedangkan dalam praktek

kenotariatan apabila seseorang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya maka

akan dibubuhkan cap jempol ibu jari tangan kirinya pada akta otentik tersebut

sebagai pengindividualisiran suatu akta. Hal ini menyebabkan adanya pembedaan

antara tanda tangan dengan cap jempol serta jelas dalam Pasal 44 ayat (1) UU

Perubahan Atas UUJN tersebut terdapat ketidakpengakuan penggunaan cap

jempol sebagai suatu tanda tangan dalam akta otentik sebagai pengindividualisir

akta.

Terdapat perbedaan pada ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c dan Pasal 44

ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN yakni di satu sisi dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf c terdapat pengakuan terhadap penggunaan sidik jari, dimana dari rumusan

pasal tersebut dapat dilihat sidik jari digunakan sebagai “senjata penyelamat”

apabila dikemudian hari terdapat penghadap yang “nakal” yang menyangkal

Page 101: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

101

101

pernah menandatangani akta, sedangkan pada Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan

Atas UUJN apabila penghadap tidak dapat menandatangani akta dikarenakan

sakit, cacat, buta aksara atau alasan lainnya tidak disebutkan cap jempol yang

merupakan salah satu dari sidik jari manusia dapat digunakan sebagai suatu tanda

tangan. Sehingga dalam UU Perubahan Atas UUJN terlihat bahwa mengakui

keberadaan sidik jari lebih kuat dari sebuah penandatanganan, namun tidak

mengakui suatu cap jempol yang merupakan salah satu dari sidik jari sebagai

suatu hal yang dipersamakan dengan tanda tangan. Disini terlihat

pendiskriminasian suatu cap jempol yang seharusnya berkedudukan sama dengan

tanda tangan.

Dapat kita lihat dari seluruh peraturan yang ada belum sepenuhnya

mengatur tentang penggunaan cap jempol, baik itu dalam PJN maupun dalam

UUJN. PJN sendiri tidak mengakui adanya keberadaan cap jempol sebagai suatu

tanda pengganti tanda tangan, sedangkan dalam Pasal 44 ayat (1) UUJN tidak

disebutkan secara jelas tentang penggunaan cap jempol sebagai tanda tangan,

sehingga jelas UUJN tidak mengakui keberadaan cap jempol. UU Perubahan Atas

UUJN sebagai perubahan atas UUJN telah mengatur penggunaan sidik jari dalam

Pasal 16 ayat (1), namun disisi lain undang-undang ini tidak mengakui keberadaan

cap jempol sebagai salah satu sidik jari dapat digunakan sebagai tanda tangan

pada akhir minuta akta sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 44 ayat (1)

UU Perubahan Atas UUJN.

Asas kepastian hukum, konsep negara hukum, dan teori keberlakuan

hukum digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalah pertama

Page 102: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

102

102

dalam penelitian ini. Indonesia merupakan negara hukum sehingga segala

perbuatan manusia harus diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan,

termasuk dengan penggunaan cap jempol sebagai tanda tangan dalam suatu akta

otentik. Saat ini penggunaan sidik jari telah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c

UU Perubahan Atas UUJN, namun penggunaan cap jempol sebagai suatu tanda

tangan dalam akta otentik belum memiliki pengaturan secara khusus. Padahal

penggunaan cap jempol dalam akta otentik sudah menjadi kebiasaan di

masyarakat, sehingga telah memenuhi keberlakuan sosiologis. Keberadaan cap

jempol sendiri tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral, hanya saja perlu

dibuatkan suatu aturan yang mengkhusus berbentuk peraturan perundang-

undangan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para

pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum yang membuat suatu alat bukti

tertulis berupa akta otentik dengan menggunakan cap jempol ibu jari tangannya.

3.3 Kekuatan Hukum Tanda Tangan dan Cap Jempol

Penggunaan tanda tangan maupun cap jempol dalam suatu alat bukti

tertulis tentunya memiliki akibat hukum terhadap alat bukti tertulis itu sendiri,

baik itu berupa akta otentik maupun akta di bawah tangan. Akta otentik

sebagaimana telah disebutkan dalam Bab II sebelumnya memiliki 2 fungsi yakni

sebagai :

1. Sebuah akta otentik berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan

untuk sahnya) suatu perbuatan hukum, maka perbuatan hukum tersebut

harus dituangkan dalam sebuah akta otentik, sehingga akta merupakan

Page 103: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

103

103

syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum ini biasa disebut

dengan fungsi formil (formalitas causa).

2. Suatu akta otentik dibuat dengan sengaja untuk dijadikan pembuktian

dikemudian hari, sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta

otentik tidak membuat sahnya perjanjian, tetapi hanyalah dapat digunakan

sebagai alat bukti dikemudian hari, hal ini sering disebut dengan fungsi

sebagai alat bukti (probationis causa).141

Suatu akta otentik yang dalam pembuatannya dibubuhkan suatu tanda

tangan pada akhir aktanya mengakibatkan akta itu menjadi sah dimata hukum dan

dapat dijadikan alat bukti yang sempurna, selama dalam proses pembuatannya

telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata sebagai syarat sahnya

perjanjian, Pasal 1868 KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris juncto Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai alat bukti

dimata hukum sehingga hakim tidak perlu lagi menguji keotensitasan akta

tersebut, selama tidak ada pihak lain yang menyangkal isi akta tersebut. Demikian

pula halnya apabila suatu tanda tangan dibubuhkan dalam suatu akta di bawah

tangan maka akta di bawah tangan tersebut tetap sah dimata hukum dan memiliki

kekuatan pembuktian sempurna, selama pihak yang menandatangani akta tersebut

tidak menyangkal bahwa memang benar ia yang memiliki tanda tangan pada akta

di bawah tangan tersebut.

141

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal.114-115.

Page 104: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

104

104

Suatu akta otentik yang dalam pembuatannya dibubuhkan cap jempol pada

akhir aktanya dikarenakan penghadap tersebut buta aksara, sakit, cacat, dan lain

sebagainya, mengakibatkan akta tersebut tetap sah dimata hukum dan memiliki

kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga dapat dijadikan alat bukti selama

alasan penghadap tidak menandatangani akta tersebut dicantumkan secara tegas

pada akhir akta. Akan tetapi apabila alasan kenapa penghadap tidak

menandatangani akta tidak disebutkan secara tegas pada akhir akta maka akta

notaris tersebut akan menjadi suatu akta di bawah tangan sebagaimana diatur

dalam Pasal 44 ayat (5) UU Perubahan Atas UUJN. Dan dengan demikian

tentunya akta tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna

sebagaimana yang dimiliki oleh akta otentik. Sedangkan apabila suatu cap jempol

dibubuhkan dalam suatu akta di bawah tangan maka terdapat persyaratan yang

harus dipenuhi agar cap jempol tersebut dapat dipersamakan dengan tanda tangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1874 ayat (2) KUH Perdata sebagai berikut :

1. Dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

2. Dilegalisir diberi tanggal.

3. Pernyataan dari pejabat yang melegalisir, bahwa orang yang

membubuhkan cap jempol dikenal atau diperkenalkan kepadanya.

4. Isi akta telah dijelaskan kepada yang bersangkutan.

5. Pembubuhan cap jempol dilakukan di hadapan pejabat tersebut.142

Seseorang yang membubuhkan cap jempol pada akta di bawah tangan harus

menglegalisasi akta tersebut dihadapan pejabat berwenang. Penerapan legalisasi

pada dasarnya dianggap sebagai syarat imperatif atas keabsahan cap jempol,

sehingga jika akta di bawah tangan tersebut tidak dilegalisir ini membuat cap

142

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 562.

Page 105: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

105

105

jempol yang dibubuhkan diatas tidak sah sebagai tanda tangan dalam akta di

bawah tangan.

Tanda tangan pada dasarnya dapat dipersamakan dengan cap jempol, Tan

Thong Kie mendefinisikan tanda tangan sebagai suatu pernyataan kemauan dari si

pembuat tanda tangan, bahwa ia menghendaki agar tulisan yang dibuat dalam

suatu surat dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri dengan

membubuhkan tanda tangannya di bawah tulisan tersebut. Tan Thong Kie

menyebutkan “membubuhkan tanda tangannya” ini dapat diartikan bahwa yang

dibubuhkan dalam tulisan atau akta adalah tanda dari tangan seseorang, jadi bisa

berupa tanda tangan maupun cap jempol.

Cap jempol sebagai salah satu bentuk dari sidik jari merupakan garis pada

kulit jari-jari yang tidak akan berubah dalam jangka waktu apapun dan antara

orang yang satu dengan yang lainnya pastinya memiliki cap jempol yang berbeda.

Tanda tangan maupun cap jempol sama-sama merupakan suatu tanda yang

dibubuhkan oleh tangan, yang membedakan keduanya adalah dari segi bentuk

serta cara membubuhkannya. Tanda tangan merupakan suatu tanda yang

dibubuhkan oleh tangan seseorang dengan membentuk guratan atau garis tertentu,

sedangkan cap jempol merupakan garis pada kulit jari-jari yang melekat pada tiap

orang yang dibubukan dengan cara menempelkan ibu jari pada tinta daktiloskopi

yang kemudian ditempelkan pada akhir akta otentik. Disini jelas terlihat bahwa

cap jempol merupakan suatu tanda yang melekat pada diri seseorang sejak lahir,

tidak akan berubah sampai kapan pun dan tentunya antara orang yang satu dan

yang lainnya tidak memiliki kesamaan cap jempol, sedangkan tanda tangan

Page 106: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

106

106

merupakan suatu tanda yang dibuat oleh masing-masing individu yang bisa ditiru

atau dipalsukan oleh orang lain.

Dilihat dari segi kepastian hukum cap jempol memiliki kekuatan hukum

yang lebih kuat dibandingkan dengan tanda tangan. Cap jempol maupun sidik jari

yang dimiliki oleh masing-masing orang tentunya berberbeda-beda dengan yang

dipunyai oleh orang lain, walaupun secara kasat mata cap jempol terlihat sama. Ini

berarti sangat sulit apabila ada niat jahat dari seorang untuk memalsukannya.

Berbeda halnya dengan tanda tangan yang dengan begitu mudahnya dapat

dipalsukan. Oleh sebab itu kurang tepat kiranya jika dikatakan bahwa cap jempol

tidak dapat disamakan tanda tangan, karena pada dasarnya cap jempol memiliki

kekuatan hukum yang setara bahkan lebih kuat daripada tanda tangan.

Page 107: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

107

107

BAB IV

KEABSAHAAN PENGGUNAAN CAP JEMPOL SEBAGAI TANDA

TANGAN DALAM AKTA NOTARIS

4.1 Keabsahan Penggunaan Cap Jempol Sebagai Tanda Tangan Dalam Akta

Notaris

Perikatan (verbintenis) merupakan suatu hubungan (mengenai kekayaan

harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut

barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan

memenuhi tuntutan itu.143

Dalam suatu perikatan terkandung beberapa unsur yaitu

sebagai berikut :

1. Adanya hubungan hukum;

2. Biasanya mengenai kekayaan atau harta benda;

3. Antara dua orang atau lebih;

4. Memberikan hak kepada pihak yang satu, yaitu kreditur;

5. Meletakkan kewajiban pada pihak yang lain, yaitu debitur;

6. Adanya prestasi.144

Prestasi dalam sebuah perikatan yang dimaksud oleh undang-undang adalah

sebagai berikut :

1. membuat sesuatu dapat berupa menyerahkan sesuatu, memberikan benda

atau memberikan sesuatu untuk dipakai;

2. berbuat sesuatu;

3. tidak berbuat sesuatu.145

143

Subekti, 1993, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXV,

PT.Intermasa, Jakarta (untuk selanjutnya disebut Subekti II), hal. 122-123.

144

I.G. Rai Widjaya, 2007, Merancang Suatu Kontrak : Contract Drafting

Teori dan Praktik, Kesaint Blanc, Jakarta, hal. 21-22.

145

Ibid, hal. 22.

Page 108: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

108

108

Perikatan diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menentukan bahwa

tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik maupun undang-

undang. Dari rumusan pasal tersebut dapat dilihat bahwa perikatan dapat

bersumber dari 2 hal yaitu perikatan yang lahir karena perjanjian dan perikatan

yang lahir karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian adalah

perikatan yang lahir karena persetujuan dan sengaja dibuat oleh para pihak yang

bersangkutan, sehingga menimbulkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban

bagi para pihak yang membuat perjanjian berdasarkan atas kemauan dan

kehendak dari para pihak sendiri. Sedangkan perikatan yang lahir dari undang-

undang adalah perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang

mengatur sehingga secara otomatis mengikat seseorang, sehingga perikatan yang

terjadi karena adanya suatu peristiwa hukum tertentu menimbulkan hak dan

kewajiban yang bukan berasal dari kemauan pihak yang bersangkutan melainkan

karena ditentukan oleh undang-undang.146

Perikatan yang lahir dari undang­undang dapat dibagi lagi menjadi

perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata) dan

perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara

itu, perikatan yang lahir dari undang­undang karena suatu perbuatan orang dapat

lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh

dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum (Pasal 1353

KUH Perdata).

146

Ibid, hal. 24-25.

Page 109: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

109

109

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan, saat ini

dalam melakukan segala perbuatan hukum manusia tidak lepas dari yang namanya

perjanjian. Perjanjian sendiri terdapat 2 bentuk, yakni dalam bentuk tertulis

maupun dalam bentuk lisan. Dalam Black Law Dictionary perjanjian didefinisikan

sebagai berikut : “Agreement is a mutual understanding between two or more

persons about their relative rights and duties regarding past or future

performance; a manifestation of mutual assent by two or more persons..”147

Dapat diterjemahkan sebagai berikut : perjanjian adalah saling pengertian antara

dua orang atau lebih tentang hak dan kewajiban relatif mereka mengenai masa

lalu atau kinerja masa depan, sebuah manifestasi saling persetujuan oleh dua

orang atau lebih.

Menurut Wirjono Prodjodikoro perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal,

sedang pihak yang lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut.148

Subekti mendefinisikan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal.149

Menurut Salim HS perjanjian adalah hubungan hukum antara

subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang

147

Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Tomson

West, Dalas Texas, hal. 74.

148

Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan

Tertentu, Cetakan VIII, Sumur, Bandung, hal. 11.

149

Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (untuk

selanjutnya disebut Subekti III), hal. 45.

Page 110: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

110

110

lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.150

Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

Dapat dilihat unsur-unsur yang terkandung dalam suatu perjanjian dari

definisi para sarjana diatas, yaitu sebagai berikut:

1. Adanya hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum yaitu

berupa hak dan kewajiban.

2. Adanya subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subyek

hukum dalam KUH Perdata adalah orang dan badan hukum. Sehingga

yang dapat membuat perjanjian menurut Hukum Perdata bukan hanya

manusia secara individual, tetapi juga badan hukum atau rechtperson,

misalnya Yayasan, Koperasi dan Perseroan Terbatas.

3. Adanya prestasi, prestasi dapat berupa memberi sesuatu, untuk berbuat

sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu seperti tercantum dalam Pasal

1234 KUH Perdata.

4. Di bidang harta kekayaan pada umumnya kesepakatan yang telah

dicapai antara dua atau lebih pelaku bisnis dituangkan dalam suatu

bentuk tertulis dan kemudian ditandatangani oleh para pihak.

Syarat-syarat tersebut diatas harus terpenuhi dalam membuat suatu perjanjian dan

semua perjanjian mengikat bagi mereka yang membuatnya, mempunyai hak yang

oleh perjanjian itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang

150

Salim HS, 2008, Hukum Kontrak, Teori Dan Teknik Penyusunan

Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, (untuk selanjutnya disebut Salim HS II), hal. 27.

Page 111: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

111

111

ditentukan dalam perjanjian.151

Sehingga perjanjian yang dibuat tersebut berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Di dalam perjanjian yang

dibuat oleh para pihak terkandung hubungan hukum diantara para pihak.

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum.152

Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti yang

diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

1. Adanya Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak terjadinya suatu

perjanjian. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan dan kehendak antara satu

orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya

bukan kehendak, karena kehendak itu tidak dapat dilihat ataupun diketahui oleh

orang lain.153 Menurut H. Salim HS terdapat lima cara terjadinya persesuaian

pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a. bahasa yang sempurna dan tertulis;

b. bahasa yang sempurna secara lisan;

c. bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Hal ini

mengingat sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak

sempurna sehingga tidak dimengerti oleh orang lain;

151

Abdoel Djamali, 2011, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Ke-17,

PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 163.

152

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Pertama,

Cetakan ke-3, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disebut Peter

Mahmud Marzuki II), hal. 253.

153

Salim HS II, Op.Cit, hal. 33.

Page 112: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

112

112

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam asal dipahami atau diterima oleh pihak lainnya.154

Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam.

Pernyataan secara diam-diam banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari

kita. Misalnya, seorang penumpang yang naik angkutan umum, dengan membayar

ongkos angkutan kepada kondektur kemudian pihak kondektur menerima uang

tersebut dan berkewajiban mengantar penumpang sampai ke tempat tujuannya

dengan aman. Dalam hal ini, telah terjadi perjanjian pengangkutan walaupun tidak

dinyatakan secara tegas.

Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan

secara bebas155 dimana sesuatu hal yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga

merupakan hal dikehendaki oleh pihak yang lain. Suatu perjanjian dianggap tidak

sah apabila kesepakatan kedua belah pihak tersebut memenuhi unsur paksaan,

kekhilafan serta penipuan (dalam hal ini disebut cacat kehendak). Cacat kehendak

artinya bahwa salah satu pihak sebenarnya tidak menghendaki isi perjanjian yang

demikian. Seseorang dikatakan telah membuat perjanjian secara khilaf manakala

dia ketika membuat kontrak tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang

ternyata tidak benar.156

154

H. Salim HS et.al. 2006, Perancangan Kontrak Dan Memorandum Of

Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 9-10.

155

Komariah, 2008, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, hal. 175.

156

H.R. Daeng Naja. Op.Cit, hal. 86.

Page 113: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

113

113

Cacat kehendak sebagaimana diatur Pasal 1321 KUH Perdata yaitu apabila

suatu perjanjian memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Unsur kekhilafan (dwaling)

Kekhilafan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kekhilafan mengenai

orangnya (error in persona) dan kekhilafan terhadap objek perjanjian yang

disepakati (error in substantia), dimana pihak yang lainnya mengetahui akan

kekhilafan tersebut akan tetapi tetap membiarkannya.157

b. Unsur paksaan (dwang)

Paksaan adalah suatu perbuatan ancaman yang dilakukan oleh orang,

karena kedudukannya, usia, jenis kelamin sedemikian rupa hingga dapat

menakutkan orang yang berpikiran sehat, apabila perbuatan ancaman itu

menjadi kenyataan akan dapat memberikan kerugian pada dirinya. Pada

dasarnya tindakan ancaman ini tidak ditujukan kepada fisik melainkan

psikologis seseorang. Ancaman dapat dibagi menjadi 2 yaitu sesuatu yang

diancamkan itu memang sesuatu yang melanggar hukum dan sesuatu yang

diancamkan tersebut bertindak melanggar hukum, tetapi tujuan ancaman itu

untuk mencapai sesuatu yang tidak menjadi haknya.158

c. Unsur penipuan (bedrog)

Pasal 1328 KUH Perdata menentukan bahwa penipuan merupakan suatu

alasan untuk pembatalan perjanjian, di mana perjanjian dibuat karena adanya

157

Mariam Darus Badruizaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 75-76.

158

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010,

Implementasi Ketentuan Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan

Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal. 55-56.

Page 114: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

114

114

daya upaya dari salah satu pihak, baik dengan kata-kata ataupun perbuatan

untuk mengelabui pihak lain, sehingga akibat dari itu pihak lain membuat

perjanjian.

d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden)

Berbeda dengan ketiga unsur cacat kehendak diatas, penyalahgunaan

keadaan memang tidak diatur dalam KUH Perdata. Namun seiring dengan

perkembangan hukum perjanjian, muncullah unsur penyalahgunaan keadaan.

Menurut Z. Asikin Kusumah Atmadja penyalahgunaan keadaan dianggap

sebagai faktor yang membatasi atau menganggu adanya kehendak yang bebas

untuk menentukan kesepakatan antara para pihak. Penyalahgunaan keadaan

diatur dalam Yurisprudensi MA No.3431/Pdt/1985 juncto MA No.1904

K/Sip/1982, tgl 30 Juli 1982. Dalam putusan tersebut menyatakan bahwa

pernyataan kehendak yang melahirkan suatu perjanjian apabila dipengaruhi oleh

penyalahgunaan kehendak oleh pihak lain, maka akan mengakibatkan perjanjian

tersebut cacat kehendak.159

Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dengan memenuhi salah satu dari

keempat unsur cacat kehendak di atas, menimbulkan akibat hukum yaitu

perjanjian tersebut dapat dibatalkan, dengan meminta pembatalan kepada hakim

melalui Pengadilan. Karena dalam proses pembuatan perjanjian sudah tidak

terdapat kebebasan dari para pihak untuk membuat pernyataan dari kehendak

mereka.

159

Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas

Dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 177-178.

Page 115: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

115

115

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

Suatu perjanjian harus dibuat oleh para pihak yang cakap untuk melakukan

perbuatan hukum. Dimana perbuatan hukum ialah perbuatan yang menimbulkan

akibat hukum yaitu hak dan kewajiban. Kecakapan untuk melakukan perbuatan

hukum adalah kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri

yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan subyek hukum

untuk melakukan perbuatan hukum diukur dari standar sebagai berikut :

a. Person (perorangan) diukur dengan standar usia kedewasaan (meerderjarig);

b. Rechtspersoon (badan hukum) diukur dari aspek kewenangan (bevoegheid).160

Cakap atau bekwaan menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa,

yaitu telah berumur 21 tahun (Pasal 330 KUH Perdata). Pada prinsipnya semua

orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap

oleh undang-undang. Joseph T. Bockrath dalam bukunya Contracts And The

Legal Environment For Engineers & Architects menyebutkan bahwa:“For

contract purposes a person is considered an infant until he reaches 18 years of

age although there are a few states where the age of majority is 21”.161

Dapat

diterjemahkan sebagai berikut : untuk tujuan kontrak seseorang dianggap masih

dibawah umur sampai dia mencapai usia 18 tahun meskipun ada beberapa negara

dimana usia mayoritas adalah 21 tahun.

160

Ibid, hal. 183-184.

161

Joseph T. Bockrath, 2000, Contracts And The Legal Environment For

Engineers And Architects, Sixth Edition, McGraw-Hill Series in Construction

Engineering and Project Management, United States, hal. 26.

Page 116: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

116

116

Ada beberapa golongan oleh Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan tidak

cakap yaitu:

a. Orang yang belum dewasa.

Pasal 330 KUH Perdata menyebutkan belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila

perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap berumur 21 tahun, maka

tidak berarti mereka kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan.

Pasal 433 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang diletakkan

di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam

keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap dan boros. Pembuat undang-

undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak dapat menyadari

tanggung jawabnya dan untuk itu tidak cakap bertindak mengadakan

perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak

dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Dimana kedudukannya sama

dengan seorang anak yang belum dewasa, jika seorang anak yang belum

dewasa harus diwakili orang tua atau walinya maka seorang dewasa yang

berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Ketentuan bahwa perempuan tidak cakap bertindak dalam hukum telah

dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengingat saat ini

Page 117: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

117

117

kedudukan antara laki laki dan perempuan telah setara di mata hukum

(kesetaraan gender).

3. Adanya suatu hal tertentu

Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, suatu hal tertentu

dalam Pasal 1320 KUH Perdata ini dapat diartikan sebagai objek dari perjanjian.

Objek yang diperjanjikan haruslah suatu hal baik berupa barang maupun jasa yang

cukup dapat dinilai dengan uang. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata menentukan

hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok-

pokok perjanjian. Pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian

itu harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit dapat ditentukan

jenisnya. Tidak menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal barang

kemudian dapat ditentukan atau dihitung.162 Objek dari suatu perjanjian selain

barang adalah jasa, dalam menentukan jasa harus ditentukan apa yang harus dan

tidak harus dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian.163

4. Adanya sebab yang halal

Suatu sebab yang halal adalah sebab yang dibenarkan oleh undang-

undang, ketertiban umum, kebiasaan, kepatutan dan kesusilaan. Suatu perjanjian

tanpa sebab atau telah dibuat karena sebab yang palsu, sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 1335 KUH Perdata adalah termasuk ke dalam sebab yang tidak

halal.164

Sehubungan dengan sebab yang tidak halal, dapat dijumpai dalam

perjanjian-perjanjian yang dibuat bertentangan dengan undang-undang, ketertiban

162

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 58.

163

Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja

Grafindo Perkasa, Jakarta, hal. 30.

164

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 59.

Page 118: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

118

118

umum, kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1254, Pasal 1335 dan Pasal

1337 KUH Perdata, serta perjanjian yang dibuat bertentangan dengan kebiasaan

dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata.165

Jadi

seseorang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

(rechtbekwaamheid) adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta

tidak dilarang oleh suatu undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum

tertentu.166

Suatu perjanjian yang dibuat akan sah apabila keempat syarat sahnya

perjanjian tersebut diatas telah terpenuhi, dengan demikian maka perjanjian

tersebut mempunyai kekuatan hukum sama dengan kekuatan suatu undang-

undang yang mengikat para pihak dalam perjanjian tersebut (Pasal 1338 KUH

Perdata). Apabila unsur pertama dan kedua yang merupakan syarat subyektif

sahnya perjanjian tidak terpenuhi, akan menimbulkan akibat hukum perjanjian

tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak ke pengadilan. Artinya perjanjian

yang dibuat tanpa memenuhi unsur subyektif tersebut dapat dimintakan

pembatalannya kepada hakim melalui pengadilan. Sedangkan apabila unsur ketiga

dan keempat yang merupakan syarat objektif sahnya suatu perjanjian tidak

terpenuhi, maka akan menimbulkan akibat hukum perjanjian tersebut batal demi

hukum. Dimana itu berarti sejak awal perjanjian ini dianggap tidak pernah ada,

atau semula secara yuridis tidak pernah ada perikatan. Ini berarti pula bahwa salah

165

Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 12.

166

R. Soeroso, 2005, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta

(untuk selanjutnya disebut Soeroso I), hal. 145.

Page 119: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

119

119

satu pihak tidak dapat melakukan tuntutan hukum terhadap pihak yang lain,

karena tidak ada dasar hukumnya.167

Suatu cap jempol dalam kaitannya dengan keabsahan suatu perjanjian

harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal

1320 KUH Perdata tersebut diatas. Terkait dengan penggunaan cap jempol akan

dapat kita lihat dalam syarat subyektif yaitu pada saat adanya kesepakatan antara

kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan antara para pihak, maka para

pihak akan membubuhkan suatu tanda baik itu berupa tanda tangan maupun cap

jempol dalam perjanjian yang mereka tuangkan secara tertulis. Tanda tangan

maupun cap jempol inilah yang merupakan tanda persetujuan bagi para pihak

bahwa mereka sepakat membuat perjanjian. Apabila kita kaitkan cap jempol

dengan pembuatan suatu akta otentik selain harus memenuhi syarat sahnya

perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata, akta notaris dapat dikatakan sah atau

sempurna sebagai suatu akta otentik apabila akta tersebut memenuhi ketentuan

Pasal 1868 KUH Perdata tentang akta otentik yaitu “suatu akta otentik adalah

suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh

atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana

akta dibuatnya”. Dari rumusan pasal tersebut dapat ditarik beberapa unsur yang

terpenuhi dalam pembuatan akta notaris yaitu :

1. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-

undang artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh undang-undang maka

167

R. Soeroso, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis

Pembuatan Dan Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta untuk selanjutnya disebut

Soeroso II), hal. 24-25.

Page 120: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

120

120

salah satu unsur akta otentik itu tidak terpenuhi dan jika tidak dipenuhi

unsur dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta

otentik. Akta Notaris pada umumnya telah dibuat dalam bentuk yang telah

ditentukan oleh undang-undang.

2. Akta itu harus dibuat oleh door atau dihadapan ten overstaan seorang

pejabat umum. Dalam hal pembuatan akta Notaris, akta harus dibuat oleh

atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu yaitu Notaris.

3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

untuk membuatnya di tempat di mana akta itu dibuat. Suatu akta Notaris

harus dibuat oleh seorang Notaris ditempat kedudukan wilayah kerja

Notaris yang bersangkutan.

Suatu akta yang memenuhi unsur-unsur sebagai akta otentik, maka dapat

disebut sah menurut hukum sebagai akta otentik. Selain memenuhi syarat sahnya

suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata) dan syarat sebagai akta otentik (Pasal

1868 KUH Perdata). Dalam rumusan Pasal 1868 KUH Perdata suatu akta harus

dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, akta notaris

sendiri diatur dalam UUJN beserta perubahannya sehingga suatu akta Notaris juga

harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam UUJN dan UU Perubahan

Atas UUJN sebagai undang-undang yang mengatur mengenai jabatan Notaris

sehingga akta notaris tersebut dapat sah dimata hukum.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur tentang bentuk

Page 121: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

121

121

dan sifat akta Notaris dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 53. Pasal 38

menyebutkan tentang bentuk akta notaris sebagai berikut :

(1) Setiap akta terdiri atas:

a. awal akta atau kepala akta;

b. badan akta; dan

c. akhir atau penutup akta.

(2) Awal akta atau kepala akta memuat:

a. judul akta;

b. nomor akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan

d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

(3) Badan akta memuat:

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,

jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang

yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16

ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta apabila ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan

akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa

penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

(5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga

memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang

mengangkatnya

Melihat rumusan pasal tersebut dapat dilihat terdapat unsur

penandatanganan pada akhir akta. Penandatanganan pada akta notaris sendiri

secara tegas telah diatur dalam Pasal 44 UU Perubahan Atas UUJN yaitu :

(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak

dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

Page 122: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

122

122

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada

akhir akta.

(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh

penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2),

ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu akta hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat

menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut

penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Penandatangan merupakan suatu syarat yang mutlak dalam pembuatan

suatu akta, tanpa adanya penandatangan akta tersebut tidak dapat dikatakan sah

sebagai akta otentik dimata hukum. Dimana pembubuhan tanda tangan ini tidak

hanya dilakukan oleh para penghadap, tetapi juga dibubuhkan oleh saksi-saksi,

dan Notaris. Namun apabila kita lihat kenyataannya masih banyak orang atau para

penghadap yang tidak dapat menandatangani suatu akta dikarenakan buta aksara,

cacat fisik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pada kasus-kasus seperti itu pada

praktek kenotariatan penghadap yang hadir membubuhkan cap jempol ibu jari

tangan kirinya sebagai pengganti tanda tangan. Seperti telah dibahas pada Bab III

bahwa pada dasarnya cap jempol bukanlah pengganti tanda tangan, melainkan cap

jempol merupakan salah satu “tanda” selain tanda tangan seperti yang disebutkan

dalam Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN. Cap jempol memiliki

kedudukan serta kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan, bahkan lebih

kuat dibandingkan tanda tangan karena sangat sulit untuk dipalsukan.

Melihat dari rumusan Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN saat ini

apabila penghadap yang hadir tidak dapat menandatangani suatu akta Notaris,

maka penghadap tersebut wajib membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kirinya

Page 123: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

123

123

pada akhir akta, dan pada akhir akta dijelakan secara tegas alasan mengapa

penghadap tidak membubuhkan tanda tangan melainkan membubuhkan cap

jempol ibu jari tangan kirinya. Apabila para penghadap dapat menandatangani

akta maka pada akhir akta akan disebutkan klausul sebagai berikut : “Setelah akta

ini dibacakan oleh saya, Notaris kepada para penghadap dan saksi-saksi, maka

segera oleh para penghadap, kemudian oleh saksi-saksi dan saya, Notaris

menandatangani akta ini.” Sedangkan apabila para penghadap tidak dapat

membubuhkan tanda tangan melainkan membubuhan cap jempol pada akhir akta,

maka klausul yang disebutkan pada akhir akta dalam hal ini adalah Akta Sewa

Menyewa Tanah yaitu sebagai berikut :

Setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris kepada para penghadap dan

saksi-saksi, maka segera oleh penghadap yaitu Tuan A, kemudian oleh saksi-

saksi dan saya, Notaris menandatangani akta ini, sedangkan penghadap Tuan

B tidak ikut serta menandatangani akta ini tetapi hanya membubuhkan cap

jempol tangan kiri saja diatas akta ini dihadapan saya, Notaris, dikarenakan

menurut keterangannya tidak bisa baca tulis.

Suatu akta notaris yang dibubuhkan cap jempol ibu jari tangan kiri sebagai

tanda tangan oleh para penghadap, sah dimata hukum sebagai suatu alat otentik

yang dapat dijadikan alat bukti dikemudian hari, dengan syarat pada akhir akta

harus disebutkan secara tegas alasan pembubuhan cap jempol tersebut. Apabila

dalam pembubuhan cap jempol tidak disebutkan alasannya secara tegas pada akhir

akta, maka akta tersebut akan mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (5) UU Perubahan Atas UUJN.

Menurut hemat penulis pembubuhan cap jempol dalam suatu akta notaris

tidak perlu disertai dengan penyebutan alasan secara tegas pada akhir akta. Karena

hal ini akan menimbulkan diskriminasi terhadap orang yang memiliki cap jempol

Page 124: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

124

124

tersebut. Seperti kita telah bahas dalam Bab III Sub Bab 3.3 Kekuatan Hukum

Tanda Tangan dan Cap Jempol, cap jempol atau sidik jari memiliki kekuatan

hukum yang lebih kuat dibandingkan suatu tanda tangan, karena cap jempol

merupakan suatu tanda yang melekat pada tubuh masing-masing individu yang

tidak akan mungkin sama antara yang satu dengan lainnya dan tentunya hal ini

menyebabkan cap jempol sangat sulit untuk dipalsukan. Sehingga sangat sah

apabila seorang penghadap ingin membubuhkan cap jempol ibu jari tangan

kirinya dalam akta notaris walaupun ia sebenarnya bisa membubuhkan tanda

tangan pada akta tersebut. Dan hal ini tentunya tidak diperlukan suatu alasan yang

tegas pada akhir akta mengapa ia memilih membubuhkan cap jempol ibu jari

tangan kirinya.

Suatu akta dapat tidak ditandatangani oleh penghadap apabila merupakan

akta pejabat (ambtelijke akten) seperti Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang

Saham dalam Perseroan Terbatas, jadi suatu akta Berita Acara Rapat Umum

Pemegang Saham tetap dinyatakan sah sebagai suatu akta walaupun

penghadapnya tidak mendatangani akta tersebut dikarenakan menolak

membubuhkan tanda tangan ataupun orang-orang yang hadir telah meninggalkan

rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka notaris cukup menerangkan didalam

akta bahwa para pemegang saham yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum

menandatangani akta tersebut dan akta tersebut tetap merupakan akta otentik.

Suatu akta notaris menjadi sempurna dan sah sebagai suatu alat bukti

apabila dalam proses pembuatannya telah memenuhi beberapa persyaratan seperti

telah disebutkan diatas yaitu, memenuhi syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUH

Page 125: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

125

125

Perdata, memenuhi persyaratan Pasal 1868 KUH Perdata dan Undang-Undang

No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris khususnya dalam penulisan ini memenuhi ketentuan Pasal 44 UU

Perubahan Atas UUJN. Pada dasarnya suatu perjanjian tetap sah sebagai

perjanjian selama telah memenuhi syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUH

Perdata, walaupun perjanjian tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH

Perdata, UUJN maupun UU Perubahan Atas UUJN khususnya tentang

pembubuhan cap jempol pada akhir akta. Pembubuhan cap jempol disini berakibat

pada sempurnanya atau tidaknya suatu akta sebagai akta otentik, kedudukan suatu

akta yang awalnya berupa akta otentik apabila tidak dibubuhkan cap jempol sesuai

dengan ketentuan Pasal 44 UU Perubahan Atas UUJN akan berubah menjadi akta

di bawah tangan. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada fungsi akta tersebut

sebagai suatu alat bukti di pengadilan.

4.2 Kekuatan Hukum Cap jempol Sebagai Tanda Tangan Dalam Akta

Notaris Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan

Setiap individu dalam melakukan perbuatan hukum memerlukan suatu hal

yang dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Pembuktian ini

diperlukan apabila terjadi sengketa dikemudian hari. Pembuktian adalah upaya

yang dilakukan para pihak dalam berperkara untuk menguatkan dan membuktikan

dalil-dalil yang diajukan agar dapat meyakinkan hakim yang memeriksa perkara.

Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

Page 126: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

126

126

yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.168

Membuktikan mengandung

beberapa pengertian yaitu :

1. Membuktikan dalam arti logis artinya memberikan kepastian yang bersifat

mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya

bukti lawan.

2. Membuktikan dalam arti konvensional artinya memberikan kepastian yang

bersifat relatif atau nisbi, tidak merupakan kepastian mutlak, dalam hal ini

dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka (conviction intime)

b. kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee)

3. Membuktikan dalam arti yuridis adalah merupakan pembuktian konvensional

yang bersifat khusus, dimana tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang

logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala

kemungkinan akan adanya bukti lawan.169

Tujuan dari adanya pembuktian secara yuridis adalah untuk mengambil

putusan yang bersifat definitif, pasti dan tidak meragukan yang mempunyai akibat

hukum. Dalam Pasal 163 HIR170

ditentukan bahwa “barang siapa yang

mengatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk

menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu

168

Mohamad Taufik Makarao, Op.Cit, hal. 93.

169

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 136-137.

170

Menurut Undang Undang darurat Tahun 1951 masih dinyatakan berlaku

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) atau Reglemen Indonesia yang

Diperbaharui Staatblad 1941 nomor 44 merupakan reglemen tentang hukum acara

perdata yang berlaku untuk bangsa bumiputera dan bangsa timur di Tanah Jawa

dan Madura. Sarwono, Op.Cit, hal 11.

Page 127: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

127

127

harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”. Pasal 283 RBg171

menentukan sebagai berikut “barang siapa beranggapan mempunyai suatu hak

atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang

lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu.”

Hal serupa juga disebutkan dalam rumusan Pasal 1865 KUH Perdata

sebagai berikut “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak

ataupun guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang

lain dengan menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak

atau peristiwa tersebut.” Rumusan pasal tersebut dapat disimpulkan apabila

seseorang ingin meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain maka orang

tersebut diwajibkan membuktikan adanya hak tersebut. Alat yang digunakan

untuk membuktikan adalah alat bukti. Alat bukti adalah alat untuk membuktikan

kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakan baik oleh penggugat maupun oleh

tergugat dalam perkara perdata.172

Alat bukti yang diakui dalam Hukum Acara

Perdata diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata yaitu :

1. bukti tulisan;

2. bukti dengan saksi-saksi;

3. persangkaan-persangkaan;

4. pengakuan;

5. sumpah.

171

Menurut Undang-Undang darurat Tahun 1951 masih dinyatakan berlaku

RBg (reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java en

madura) atau reglement daerah sebrang staatblad 1927 nomor 227 merupakan

reglemen tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar jawa dan

madura. Sarwono, Loc.Cit.

172

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 73.

Page 128: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

128

128

Alat-alat bukti yang difokuskan pada penelitian ini adalah alat bukti dalam hukum

acara perdata. Adapun alat-alat bukti tersebut diatas akan diuraikan satu persatu

sebagai berikut:

1. Bukti Tulisan.

Alat bukti tertulis ini digunakan dalam hukum acara perdata maupun

pidana. Dalam acara perdata bukti tertulis merupakan alat bukti yang penting

dan paling utama di banding yang lain. Alat bukti tertulis atau surat sendiri

telah dijabarkan secara jelas pada Bab III sub bab 3.1, dimana alat bukti

tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang

dimaksudkan untuh mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran

seseorang dan dipergunakan sebagai alat pembuktian.173

Ada dua macam alat

bukti tertulis atau surat, yaitu:

1. Surat yang bukan akta yaitu tulisan atau surat-surat lain bukan akta yang

pembuatannya dilakukan secara sepihak yang dapat dijadikan alat bukti,

misalnya : surat tanda terima pembayaran (kwitansi), surat tanda terima

penyerahan barang, wesel, pembukuan, polis asuransi dan sebagainya.

Alat bukti berupa surat ini hanyalah dijadikan sebagai alat bukti penunjang

dan bukan merupakan alat bukti pokok dalam suatu sengketa dalam

persidangan di pengadilan, kecuali dalam sengketa tersebut sama sekali

tidak terdapat alat bukti lain yang sah maka surat biasa tersebut dijadikan

suatu alat bukti pokok ditambah dengan alat bukti sumpah.

173

Sudikno Mertokususmo I, Op.Cit, hal. 151.

Page 129: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

129

129

2. Surat yang berupa akta yang dapat dibagi lagi atas 2 bentuk sebagaimana

bunyi Pasal 1867 KUH Perdata :

a. Akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat

yang berwenang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

ditempat dimana akta dibuatnya. Isi dari sebuah akta otentik dianggap

benar selama tidak ada pihak lain yang membantah kebenaran isi akta

tersebut. Oleh karena itu akta otentik merupakan alat bukti yang

sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya atau orang-orang yang

mendapatkan hak daripadanya.

b. Akta di bawah tangan tangan adalah akta yang sengaja dibuat oleh para

pihak sendiri dengan kesepakatan para pihak, tidak dibuat oleh pejabat

umum, yang oleh para pihak digunakan sebagai alat bukti telah

terjadinya suatu perbuatan hukum. Akta di bawah tangan merupakan

Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan bukti yang sempurna

seperti akta otentik, apabila isi dan tanda tangan dalam akta tersebut

diakui oleh pihak yang membubuhkan tanda tangannya.

2. Bukti Saksi

Pasal 1895 KUH Perdata menentukan pembuktian dengan saksi-saksi

diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Kesaksian merupakan alat bukti yang diberitahukan secara lisan dan pribadi

oleh saksi (yang bukan pihak dalam perkara tersebut) untuk memberikan

kepastian kepada hakim di muka persidangan tentang peristiwa yang

Page 130: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

130

130

dipersengketakan.174

Alat bukti saksi dalam hukum acara perdata sangatlah

penting karena berfungsi untuk menguatkan tentang kejadian atau peristiwa

terhadap adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang

sedang berperkara, khususnya kejadian atau perbuatan hukum para pihak yang

pembuatannya dilakukan di bawah tangan. Saksi yang digunakan memperkuat

adanya pembuktian di pengadilan adalah berjumlah setidaknya 2 (dua) orang

saksi. Maksud dan tujuan dipergunakannya 2 orang saksi adalah agar hakim

dapat menyocokkan keterangan antara saksi yang satu dengan saksi yang

lainnya. Ada 3 (tiga) macam saksi antara lain :

1. Saksi yang keberadaannya sengaja dihadirkan dan sangat diperlukan

karena telah menyaksikan adanya kejadian atau peristiwa dalam suatu

perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang membutuhkan

(Pasal 1902 KUH Perdata).

2. Saksi yang kebetulan ada pada saat terjadinya suatu kejadian atau

peristiwa hukum yang dilakukan oleh para pihak yang berpekara sehingga

mereka melihat, mendengar dan menyaksikan secara langsung bukan

mendengar dari cerita orang.

3. Kesaksian dari pendengaran (testimonium de auditu atau biasa disebut

saksi de auditu) merupakan saksi yang tidak mengalami dan menyaksikan

secara langsung tentang terjadinya suatu peristiwa hukum, tetapi saksi ini

mengetahui adanya peristiwa hukum hanya berdasarkan cerita orang

tuanya atau orang lain. Misalnya saja para saksi yang bersengketa atau

174

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 92.

Page 131: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

131

131

yang menyebabkan terjadinya peristiwa hukum sudah pada meninggal dan

sengketanya belum pernah ada penyelesaiannya, baik melalui jalan damai

maupun jalan hukum.175

Undang-undang membedakan orang yang cakap menjadi saksi

(competence) dan orang yang dilarang atau tidak cakap menjadi saksi

(incompetence). Pada dasarnya setiap orang yang bukan salah satu pihak dapat

didengar sebagai saksi dan apabila telah dipanggil oleh pengadilan wajib

memberi kesaksian. Kewajiban untuk memberikan kesaksian ini diatur dalam

Pasal 1909 KUH Perdata, Pasal 139 HIR dan Pasal 165 RBg serta adanya

sanksi-sanksi yang diancamkan apabila mereka tidak memenuhinya. Selain itu

diatur juga pembatasan bagi orang yang memberikan kesaksian sebagai

berikut:

I. Golongan orang yang tidak mampu atau tidak cakap menjadi saksi.

Mereka dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Kelompok yang tidak mampu atau tidak cakap secara mutlak (absolut).

1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang

lurus dari salah satu pihak (Pasal 1910 alenia 1 KUH Perdata, Pasal

145 ayat 1 sub 1 HIR, Pasal 172 ayat 1 sub I RBg). Pembatasan ini

dibuat dengan alasan sebagai berikut :

1. bahwa mereka ini pada umumnya dianggap tidak cukup

obyektif apabila didengar sebagai saksi.

2. untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang baik yang

mungkin akan retak apabila mereka menjadi saksi.

3. untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah memberikan

keterangan.

Akan tetapi Pasal 1910 alenia 2 KUH Perdata, Pasal 145 ayat (2)

HIR, Pasal 172 ayat 2 RBg mengatur bahwa seseorang tidak dapat

menolak menjadi saksi dalam perkara yang menyangkut

175

Sarwono, Op.Cit, hal. 256-257.

Page 132: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

132

132

kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam perkara yang

menyangkut perjanjian kerja.

2. Suami atau istri dari salah satu pihak, meskipun telah bercerai

(Pasal 1910 KUH Perdata, Pasal 145 ayat 1 sub 2 HIR, Pasal 172

ayat 1 sub 3 RBg).176

b. Kelompok yang tidak mampu atau tidak cakap secara nisbi (relatif).

1. Anak anak yang belum mencapai umur 15 tahun (Pasal 1912 KUH

Perdata, Pasal 145 ayat 1 sub 3 jo. Ayat 4 HIR, Pasal 1972 ayat 1

jo 173 RBg).

2. Orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat

(Pasal 1912 KUH Perdata, Pasal 145 ayat 1 sub 4 HIR, Pasal 172

ayat 1 sub 5 RBg).177

Keterangan mereka tersebut diatas hanya boleh dianggap sebagai suatu

penjelasan belaka. Oleh karena itu untuk memberikan keterangan

tersebut maka mereka tidak perlu disumpah.

II. Golongan orang yang atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari

kewajibannya untuk memberikan kesaksian. Mereka yang boleh

mengundurkan diri adalah :

1. saudara laki laki atau perempuan serta ipar laki laki dan perempuan

dari salah satu pihak yang berperkara.

2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki laki

dan perempuan daripada suami atau isteri salah satu pihak.

3. semua orang yang karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang

sah diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi semata mata hanya

tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat, jabatan

atau hubungan kerja yang sah tersebut.178

Keterangan-keterangan yang diberikan oleh saksi dalam persidangan

umumnya dapat dipergunakan hakim sebagai bahan pertimbangan untuk

menentukan keputusan suatu perkara, sehingga keterangan saksi yang dapat

176

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 174.

177

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 175.

178

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 176.

Page 133: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

133

133

memberikan kepentingan yang benar sangatlah penting dalam suatu perkara.

Akan tetapi, apabila seorang saksi yang telah disumpah dalam memberikan

keterangan yang ternyata palsu maka saksi tersebut dapat dituntut pidana

karena telah memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal

242 KUHP.

3. Alat Bukti Persangkaan

Persangkaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1915 KUH Perdata adalah

kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari

suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak

diketahui umum. Menurut Subekti persangkaan merupakan suatu kesimpulan

yang diambil dari suatu peristiwa terang dan nyata.179

Persangkaan merupakan

suatu alat bukti yang bersifat tidak langsung. Sudikno Mertokusumo

berpendapat bahwa persangkaan bukanlah merupakan suatu alat bukti,

melainkan merupakan suatu alat bukti penunjang bagi alat-alat bukti pokok

lainnya.180

Dalam hukum positif di Indonesia, persangkaan dapat dibedakan menjadi

2 yaitu :

1. Persangkaan menurut undang-undang.

Persangkaan menurut undang-undang adalah persangkaan yang didasarkan

suatu ketentuan khusus yang ada di dalam undang-undang yang

dihubungkan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu. Persangkaan

menurut undang-undang terbagi 2 jenis yaitu :

179

Subekti II, Op.Cit, hal. 181.

180

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 180.

Page 134: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

134

134

a. Persangkaan yang masih dimungkinkan pembuktian lawan

(presumptios juris tantum).

b. Persangkaan yang tidak memerlukan pembuktian lawan (presumptios

juris et de jure).

2. Persangkaan menurut Hakim.

Persangkaan Hakim adalah persangkaan-persangkaan yang dilakukan oleh

hakim, berdasarkan kenyataan atau fakta. Jadi hakimlah yang menentukan

jenis-jenis persangkaan ini. 181

4. Alat Bukti Pengakuan

Pengakuan adalah pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah

satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara.

Pengakuan dalam hukum acara perdata terdapat 2 macam yaitu :

a. Pengakuan di Muka Hakim.

Pengakuan di muka hakim di Persidangan baik secara tertulis maupun

lisan merupakan keterangan sepihak yang tegas dan dinyatakan oleh salah satu

pihak di persidangan, yang membenarkan baik sebagian maupun seluruhnya

suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya yang

mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.182

Pengakuan di muka hakim ini dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :

1. Pengakuan murni (aveu pur et simple) yaitu pengakuan tergugat

mengenai seluruh isi gugatan penggugat.

2. Pengakuan dengan kualifikasi (aveu qualifie) ialah pengakuan tergugat

tapi disertai dengan sangkalan terhadap sebagian gugatan.

181

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 94.

182

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 183.

Page 135: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

135

135

3. Pengakuan dengan klausul (aveu complexe) adalah pengakuan tergugat

yang disertai dengan klausul yang bersifat membebaskan.183

b. Pengakuan di luar Persidangan.

Pengakuan diluar sidang ialah keterangan yang diberikan oleh salah satu

pihak dalam suatu perkara perdata di luar persidangan untuk membenarkan

pernyataan-pernyataan yang dibenarkan oleh lawannya.184

5. Bukti Sumpah

Sumpah pada umumnya merupakan suatu pernyataan yang khihmat yang

diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan

mengingat akan sifat mahakuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang

memberikan keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukukm

olehnya.185

Sumpah sebagai alat bukti merupakan sumpah yang diucapkan

oleh seseorang di muka hakim untuk memberikan keterangan keterangan yang

sejujurnya tentang terjadinya suatu peristiwa hukum.186

Sumpah sebagai alat

bukti dikenal ada 3 macam yaitu :

1. Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yang dibebankan kepada

salah satu pihak atas permintaan salah satu pihak lainnya.

2. Sumpah pelengkap (supletoir) adalah sumpah yang bersifat

melengkapi alat bukti yang sudah ada namun masih dirasa belum

cukup.

3. Sumpah penaksiran (aestimatoir) adalah sumpah yang diperintahkan

oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan

jumlah uang ganti rugi yang dituntutnya.187

183

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 95.

184

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 188.

185

Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 189.

186

Sarwono, Op.Cit, hal. 279.

187

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 96-97.

Page 136: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

136

136

Terdapat lima jenis kekuatan pembuktian atau daya bukti dari alat-alat

bukti, yaitu :

1. Kekuatan pembuktian yang sempurna, yang lengkap (volledig bewijsracht)

adalah kekuatan yang memberi kepastian yang cukup kepada hakim, kecuali

kalau ada pembuktian perlawanan sehingga hakim akan memberi hukumnya,

misalnya saja akta otentik.

2. Kekuatan pembuktian lemah, yang tidak lengkap (onvolledig bewijsracht)

adalah tidak memberikan kepastian yang cukup, sehingga hakim tidak

memberikan akibat hukum hanya atas dasar alat bukti yang lemah. Gugatan

yang menggunakan alat bukti yang lemah harus ditolak.

3. Kekuatan pembuktian sebagian (gedeeltelijk bewijsracht), kekuatan bukti ini

serupa dengan kekuatan bukti lemah Misalnya saja dalam memberikan

kesaksian saksinya hanya satu orang, sedangkan dalam hukum terdapat asas

Unus Testis Nullus Testis yaitu satu saksi bukan saksi.

4. Kekuatan pembuktian yang menentukan (beslissende bewijsracht) adalah

kekuatan pembuktian yang tidak memungkinkan adanya pembuktian

perlawanan seperti halnya dalam kekuatan pembuktian sempurna. Contoh : alat

bukti sumpah.

5. Kekuatan pembuktian perlawanan (tegenbewijs) adalah kekuatan dari alat bukti

yang melumpuhkan pembuktian dari pihak lawan.188

Akta notaris sebagai akta otentik sebagaimana dikatakan oleh Sudikno

Mertokususmo memiliki fungsi sebagai alat bukti. Akta notaris memiliki kekuatan

188

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit, hal. 81-84.

Page 137: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

137

137

pembuktian yang sempurna selama tidak ada pihak yang menyangkal akan

kebenaran isi akta tersebut. Akta notaris mempunyai 3 kekuatan pembuktian

seperti telah dijabarkan pada Bab II yaitu sebagai berikut :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Suatu akta dengan sendirinya mempunyai kemampuan untuk

membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik, sepanjang lahirnya

sebagai akta otentik telah sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan mengenai syarat akta otentik. Akta tersebut berlaku sebagai akta

otentik sampai sampai ada yang membuktikan sebaliknya bahwa akta

otentik itu bukan akta otentik secara lahiriah.189

Tanda tangan Notaris dalam

akta notaris sangat menentukan sebagai akta tersebut dikatakan sebagai akta

otentik, baik pada minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul

sampai dengan akhir akta .

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht).

Suatu akta otentik membuktikan bahwa apa yang dinyatakan dan

dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-

pihak yang dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang

berwenang dalam menjalankan jabatannya. 190

Akta notaris pada dasarnya

harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta yang tersebut

dalam akta betul-betul disaksikan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-

pihak yang menghadap dalam akta dihadapan Notaris sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan dalam pembuktian akta. Dalam arti formil

189Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 116.

190Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 116-117.

Page 138: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

138

138

akta otentik menjamin kebenaran tanggal, tanda tangan, komparan, dan

tempat akta dibuat. Akta notaris membuktikan kebenaran dari apa yang

disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris

sebagai Pejabat umum dalam menjalankan jabatannya. Berbeda halnya

dengan akta di bawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan formil,

terkecuali bila si penandatangan dari surat/akta itu mengakui kebenaran

tanda tangannya.

3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht).

Isi suatu akta secara hukum (yuridis) telah membuktikan keberadaannya

benar terhadap setiap orang, yang membuat atau menyuruh membuat akta

itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang

lain yang mendapat hak darinya).191

Jadi kekuatan pembuktian material ini

merupakan kepastian dari materi akta dan merupakan pembuktian yang sah

terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan

hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Oleh

karena itulah, maka akta otentik itu berlaku sebagai alat bukti sempurna dan

mengikat para pihak yang membuatnya. Dengan demikian siapapun yang

membantah kebenaran akta otentik sebagai alat bukti, maka ia harus

membuktikan sebaliknya.

Dengan tidak terpenuhinya salah satu dari ketiga kekuatan pembuktian yang

merupakan kesempurnaan akta notaris sebagai akta otentik maka akta yang

191

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 118.

Page 139: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

139

139

bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan.

Salah satu hal yang dijamin kebenarannya dalam akta otentik adalah tanda

tangan. Tanda tangan merupakan satu hal yang penting sehingga suatu akta

otentik yang dibubuhi tanda tangan oleh para penghadapnya memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa dikemudian

harinya, selama tidak ada pihak lain yang menyangkal kebenaran isi akta tersebut.

Melihat kondisi saat ini masih banyaknya masyarakat Indonesia yang buta

aksara diakibatkan kurangnya pendidikan yang didapat dari masa penjajahan

sampai dengan saat ini, menyebabkan banyaknya penghadap yang tidak dapat

membubuhkan tanda tangannya. Baik akibat buta aksara, sakit dan lain

sebagainya, maka penghadap tersebut dapat membubuhkan cap jempol ibu jari

tangan kirinya sebagai tanda tangan dengan menyebutkan alasannya secara tegas

yang dituangkan pada akhir akta notaris. Penggunaan cap jempol sebagai tanda

tangan dalam akta notaris ini memang belum diatur secara jelas dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia, khususnya pada Pasal 44 UU Perubahan Atas

UUJN yang belum mengatur secara tegas. Namun UU Perubahan Atas UUJN

telah mengatur tentang penggunaan sidik jari, yang mana ini berarti sidik jari

sudah dianggap sebagai sesuatu hal yang penting, akan tetapi sidik jari yang diatur

Pasal 16 ayat (1) huruf c UU Perubahan Atas UUJN menimbulkan penafsiran

disatu sisi dalam rumusan pasal ini suatu sidik jari merupakan bukti yang kuat

untuk menentukan benar tidaknya seseorang hadir menadatangani suatu akta

dihadapan Notaris. Sedangkan dalam Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN

Page 140: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

140

140

suatu cap jempol tidak dipersamakan dengan tanda tangan, padahal kekuatan

hukum cap jempol lebih kuat daripada tanda tangan. Cap jempol atau sidik jari

merupakan garis pada kulit jari-jari yang tidak akan berubah dalam jangka waktu

apapun sehingga antara orang yang satu dengan yang lainnya pastinya memiliki

cap jempol yang berbeda. Dan pemalsuan cap jempol sangat sulit dilakukan.

Suatu akta notaris yang dibubuhi cap jempol pada akhir akta tetap

memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti, ini dapat kita lihat dari beberapa

yurisprudensi hakim. Sebagaimana kita ketahui selain undang-undang terdapat 5

sumber hukum formal yaitu :

1. Undang-undang;

2. Kebiasaan (Custom) dan Adat;

3. Perjanjian antar negara (Traktat/Treaty);

4. Keputusan keputusan hakim (Jurisprudensi);

5. Pendapat atau Pandangan Ahli Hukum (Doktrin).192

Penggunaan cap jempol dalam akta notaris dapat dilihat dalam berbagai

yurisprudensi. Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering

diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah

yang sama.193

Yurisprudensi merupakan putusan-putusan hakim atau pengadilan

yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung

sebagai Pengadilan Kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah

berkekuatan hukum tetap.194

Tidak semua putusan hakim tingkat pertama dan

tingkat banding dapat dikatakan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut

192

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka,

Jakarta (untuk selanjutnya disebut Titik Triwulan Tutik II), hal. 116.

193

Ibid, hal. 135.

194

H. Zainal Asikin, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 85.

Page 141: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

141

141

telah dieksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai

putusan yang telah memenuhi standar yurisprudensi.

Yurisprudensi merupakan keputusan hakim yang selalu dijadikan

pedoman bagi hakim lainnya dalam suatu perkara yang sama. Salah satu putusan

hakim Mahkamah Agung yang memperkuat penggunaan cap jempol sebagai tanda

tangan dalam akta otentik apabila terjadi sengketa dikemudian hari adalah Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1392 K/ PDT/ 2010, dengan

kasus posisi sebagai berikut :

1. H. UKKAS DG. NOJENG, bertempat tinggal di Perum Graha Kalegowa Blok

B-2 Nomor 11, Kelurahan Mangalli, Kecamatan Pallang, Kabupaten Goa

selaku Penggugat merupakan pemilik sebidang tanah/sawah, seluas 1.700 M2,

persil No. 36 Sll, kohir No.112 Cl, terletak di Kampung Talaborong, Desa

Manjaling, Kecamatan Bajeng Barat (dahulu Desa Borimatangkasa,

Kecamatan Bajeng) Kabupaten Gowa dengan batas batas :

- Sebelah Utara : Sawah milik Lengke;

- Sebelah Timur : Sawah milik Lengke;

- Sebelah Selatan : Sawah milik Basendong;

- Sebelah Barat : Sawah milik Lengke;

Penggugat mendapatkan hak milik atas tanah/sawah tersebut dengan

membeli tanah tersebut dari BOMBONG BIN LENGKE, bertempat tinggal di

Kampung Talaborong, Desa Manjaling, Kecamatan Bajeng Barat, Kabupaten

Goa sellaku Tergugat, berdasarkan Akta Jual Beli No. 86/KB/1976 tertanggal

20 Mei 1976, dihadapan Kepala Wilayah Kecamatan Bajeng/ PPAT.

Page 142: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

142

142

Tanah/sawah tersebut telah digarap oleh Penggugat selama 28 tahun, dan pada

tahun 2004 Tergugat mengambil alih kembali sawah tersebut diatas secara

paksa/kekerasan dengan menyangkali cap jempolnya (cap jarinya) pada Akta

Jual Beli No. 86/KB/1976 tertanggal 20 Mei 1976. Kemudian hal ini

dilaporkan oleh Penggugat ke Polsekta Bajeng dan dilakukan pemeriksaan

perbandingan sidik jari cap jempol tergugat yang terdapat dalam akta jual beli

sawah tersebut.

Setelah dilakukannya pemeriksaan terhadap sidik jari/cap jempol

Tergugat, ternyata memang benar cap jempol dalam akta jual beli sawah

tersebut diatas merupakan cap jempol milik Tergugat. Karena Tergugat telah

mengambil paksa tanah/sawah tersebut padahal sudah dijual kepada

Penggugat, maka tergugat telah melakukan perbuatan hukum. Penggugat telah

berupaya menempuh jalur damai agar Tergugat mengembalikan tanah

sengketa tersebut, namun tidak berhasil sehingga Penggugat memutuskan

untuk mengajukan perkara ini ke Pengadilan dengan alasan Penggugat

khawatir Tergugat akan mengalihkan atau memindahtangankan tanah sengketa

tersebut ke pihak lain.

Terhadap perkara tersebut Pengadilan Negeri Sungguminasa dengan

putusannya tanggal 6 November 2008 Nomor : 9/PDT.G/2008/PN.SUNGG

mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, menyatakan bahwa tanah

sengketa diatas merupakan milik Penggugat yang dibeli oleh Tergugat

berdasarkan berdasarkan Akta Jual Beli No. 86/KB/1976 tertanggal 20 Mei

1976, di hadapan Kepala Wilayah Kecamatan Bajeng/ PPAT, menyatakan

Page 143: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

143

143

bahwa surat-surat yang timbul dari diatas tanah sengketa tersebut tidak sah

dan batal batal demi hukum, menghukum Tergugat atau siapa saja yang

memperoleh hak atas tanah sengketa tersebut diatas menyerahkan kepada

Penggugat tanpa syarat dan dalam keadaan kosong, menghukum Tergugat

membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 50.000,00 setiap harinya

apabila Tergugat tidak melaksanakan isi putusan tersebut diatas, terhitung

sejak putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan menghukum

Tergugat untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 206.000,00.

Tidak puas dengan putusan Pengadilan Tingkat Pertama, Penggugat

mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Makassar yang diperkuat dengan

putusan No.65/PDT/2009/PT.MKS. tanggal 13 Mei 2009. Kemudian Tergugat

mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, dengan putusannya

Nomor : 1392 K/ PDT/2010 Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi

dari Tergugat dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara

tingkat kasasi tersebut.

Penjabaran kasus posisi diatas dapat kita lihat bahwa Mahkamah Agung

memutuskan untuk tidak mengabulkan permohonan kasasi Tergugat dikarenakan

alasan-alasan yang telah dijabarkan dalam putusan tersebut. Dalam perkara

tersebut dapat kita lihat adanya sebuah alat bukti tertulis yaitu Akta Jual Beli yang

dibuat oleh Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta Jual Beli yang merupakan

akta otentik tersebut dibubuhi cap jempol oleh BOMBONG BIN LENGKE

(Tergugat) sebagai suatu bentuk tanda tangan yang berfungsi untuk

pengindividualisiran akta serta menandakan bahwa Tergugat telah menyetujui dan

Page 144: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

144

144

mengerti isi dari akta tersebut. Namun setelah berpuluh-puluh tahun cap jempol

dalam Akta Jual Beli tersebut disangkal oleh Tergugat, tetapi setelah dilakukan

pemeriksaan terhadap sidik jari cap jempol tergugat ternyata sidik jari cap jempol

tergugat cocok dengan cap jempol yang dibubuhkan pada Akta Jual Beli tersebut.

Dengan demikian Akta Jual Beli yang dibubuhi cap jempol tersebut tetap sah di

mata hukum sebagai suatu perjanjian dan mengikat para pihak didalamnya untuk

tunduk atas isi dari perjanjian tersebut. Dengan demikian secara otomatis Akta

Jual Beli tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai suatu

alat bukti tertulis.

Melihat putusan Mahkamah Agung diatas, terlihat bahwa hakim

mengakui penggunaan cap jempol sebagai suatu tanda tangan dalam suatu akta

otentik yang dalam kasus ini adalah Akta Jual Beli. Sehingga dengan demikian

suatu akta otentik yang dibubuhi cap jempol tetap memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna serupa halnya dengan kekuatan pembuktian sebuah akta otentik

yang dibubuhi tanda tangan pada akhir aktanya sebagai suatu pengindividualisiran

akta.

Teori kemanfaatan dan teori perlindungan hukum digunakan sebagai pisau

analisis untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini. Cap jempol

sebagai suatu tanda yang dipersamakan dengan tanda tangan pada dasarnya

dipergunakan untuk memberikan perlindungan kepentingan bagi tiap-tiap individu

untuk mencapai kemanfaatan. Cap jempol memiliki manfaat bagi individu yang

tidak bisa membubuhkan tanda tangannya dalam akta otentik baik itu karena sakit

cacat atau buta aksara, hal ini untuk melindungi kepentingan individu yang

Page 145: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

145

145

bersangkutan. Selain itu pembuatan akta otentik yang menggunakan tanda tangan

ataupun cap jempol pada akhir aktanya adalah merupakan suatu upaya

perlindungan hukum secara preventif, yakni menjamin sahnya suatu perjanjian

yang dibuat oleh para pihak dan akta otentik ini dapat dipergunakan sebagai alat

bukti apabila nantinya terjadi sengketa di kemudian hari.

Page 146: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

146

146

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan terhadap topik penulisan pada tesis ini

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengaturan hukum cap jempol sebagai suatu tanda tangan dalam akta notaris

sampai saat ini belum tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 (UUJN) maupun dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UU Perubahan Atas

UUJN). Pasal 44 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN tidak mengatur cap

jempol sebagai suatu tanda tangan, sedangkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c,

mengatur sidik jari harus dilekatkan pada minuta akta. Hal tersebut

menunjukkan bahwa cap jempol/sidik jari oleh UU Perubahan Atas UUJN

diberi kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dalam UUJN.

2. Suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta notaris yang menggunakan

cap jempol sah menurut hukum, sepanjang telah dibuat dengan memenuhi

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian juga dengan keberadaan akta

notaris tersebut adalah sah sebagai akta otentik apabila dalam proses

dibuatnya akta tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata,

dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun tentang Jabatan Notaris khususnya ketentuan Pasal

Page 147: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

147

147

44 walaupun dalam minuta akta salah satu pihak hanya membubuhkan cap

jempol tangannya. Dengan demikian akta notaris tersebut memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna sebagai alat bukti.

5.2 Saran-Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan di atas

terhadap kekuatan hukum cap jempol sebagai tanda tangan dalam akta notaris

adalah sebagai berikut :

1. Agar pemerintah selaku lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) selaku lembaga legislatif merekontruksi kembali rumusan Pasal 44 ayat

(1) UU Perubahan Atas UUJN dengan memberi pengaturan bahwa cap jempol

yang dibubuhkan pada akhir minuta akta adalah sama kedudukannya dengan

tanda tangan yang membuktikan kebenaran kehadiran serta persetujuan

seseorang dalam proses dibuatnya akta notaris.

2. Cap jempol memiliki kekuatan hukum yang setara atau bahkan lebih kuat dari

suatu tanda tangan, maka disarankan dalam hal pembubuhan cap jempol

dalam akta notaris tidak perlu dibarengi lagi dengan pencantuman alasan

penggunaan cap jempol tersebut dalam akhir akta. Karena dengan adanya

keharusan menyebutkan alasan karena seseorang penghadap tidak dapat

membaca dan menulis, cenderung mengandung diskriminasi terhadap orang

yang membubuhkan cap jempolnya tersebut sebagai tidak terpelajar serta

menimbulkan kerancuan dalam praktek kenotariatan.

Page 148: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

148

148

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.

_______, 2009, Meneropong Khazanah Notaris Dan PPAT Indonesia (Kumpulan

Tulisan Tentang Notaris Dan PPAT), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, 2012, Asas Asas Hukum Pembuktian Perdata,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Andasasmita, Komar, 1983, Notaris II, Sumur, Bandung.

Artadi, I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi

Ketentuan Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak,

Udayana University Press, Denpasar.

Asikin, H. Zainal, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Bockrath, Joseph T., 2000, Contracts And The Legal Environment For Engineers

And Architects, Sixth Edition, McGraw-Hill Series in Construction

Engineering and Project Management, United States.

Budiono, Herlien, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Darus Badruizaman, Mariam, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Darmodiharjo, Darji dan Sidartha, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa Dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Djamali, Abdoel, 2011, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Ke-17, PT.

Rajagrafindo Persada, Jakarta

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Fuady, Munir, 2005, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era

Globalisasi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Page 149: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

149

149

_______, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta.

Garner, Bryan A., 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Tomson West,

Dalas Texas.

Harahap, M. Yahya, 2004, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.

Huda, Ni’Matul, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Kie, Tan Thong, 2007, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru

Van Hoeve, Jakarta.

Koesoemawati, Ira dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses,

Jakarta.

Komariah, 2008, Hukum Perdata, UMM Press, Malang.

Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta.

_______, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-3, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta.

Macdonald, Ros and Denise McGill, 2008, Drafting , Second Edition, Lexis

Nexis Butterworths, Australia.

Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Edisi Kelima,

Liberty, Yogyakarta.

_______, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kedelapan, Liberty,

Yogyakarta.

Misbach, Ifa H., 2010, Dahsyatnya Sidik Jari Menguak Bakat Dan Potensi Untuk

Merancang Masa Depan Melalui Fingerprint Analysis, Visimedia, Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo

Perkasa, Jakarta

Naja, H.R.Daeng, 2006, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis : Contract

Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Notodisoerjo, R. Soegondo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu

Penjelasan, Rajawali Pers, Jakarta.

Page 150: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

150

150

Notohamidjojo, O., 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media,

Salatiga.

Prodjodikoro, Wirjono, 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu,

Cetakan VIII, Sumur, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas, Jakarta.

Rai Widjaya, I.G., 2007, Merancang Suatu Kontrak : Contract Drafting Teori Dan

Praktik, Kesaint Blanc, Jakarta.

Ratiba, Matome M., 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law Students,

bookboon.com.

Riswandi, Budi Agus dan Sabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak kekayaan

Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta.

Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum

Progresif, Sinar Grafika, Jakarta.

Salim HS, 2008, Hukum Kontrak, Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta

_______, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Salim HS et.al. H., 2006, Perancangan Kontrak Dan Memorandum Of

Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta

Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir,

Refika Aditama, Bandung.

Supriadi, 2010, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris

Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu

Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Soeroso, R., 2003, Perbandingan Hukum Perdata, Cetakan Kelima, Sinar Grafika,

Jakarta.

_______, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan Dan

Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Page 151: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

151

151

Subekti, 1993, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXV, PT.Intermasa,

Jakarta.

_______, 2008, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

_______, 2010, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.

Sulihandari, Hartanti dan Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi

Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta.

Taufik Makarao, Mohamad, 2004, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, PT.

Rineka Cipta, Jakarta.

Tutik, Titik Triwulan, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta.

_______, 2011, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Tobing, G.H.S Lumban, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.

Tunick, Mark, 1992, Punishment : Theory And Practice, University of California

Press, Los Angeles.

Yudha Hernoko, Agus, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam

Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terjemahan R.Subekti dan R.

Tjitrosudibio, 2003, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

117 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4843).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Page 152: legal force of thumbprint as signature in the notary public deed

152

152

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

III. ARTIKEL

Adjie, Habib, 2014, Menafsirkan Tanda Tangan Dan Sidik Jari Pada Minuta Akta

Notaris, Renvoi Nomor 128 Tahun XI, tanggal 3 Januari 2014.

Anonim, 2004, Langkah Antisipatif NNA, Renvoi Nomor 7 Tahun II, tanggal 3

Desember 2004.

Anonim, diakses pada tanggal 15 Maret 2013, Transaksi dan Tanda Tangan

Digital Etika Profesi Teknologi dan Komunikasi, http://tek-

kom25.blogspot.com/2012/11/transaksi-tanda-tangan-digital.html.

Anonim, diakses pada tanggal 01 Agustus 2013, Definisi Tanda Tangan,

http://www.artikata.com/arti-353196-tanda+tangan.html

Anonim, diakses pada tanggal 20 November 2013, Sidik Jari,

http://id.wikipedia.org/wiki/Sidik_jari.

Anonim, diakses pada tanggal 20 November 2013, Catatan Kuliah Peraturan

Jabatan Notaris, http://notariatundip2011.blogspot.com/2011/11/catatan-

kuliah-peraturan-jabatan.html

Anonim, diakses pada tanggal 1 Desember 2013,

http://kamusbahasaindonesia.org/individu/mirip#ixzz2mzlkUqN9.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, yang diakses pada

tanggal 21 April 2014, Anggaran Bantuan Rp. 48,01 Miliar Untuk Daerah

Terpadat Buta Aksara, http://paudni.kemdikbud.go.id/anggaran-bantuan-

rp4801-miliar-untuk-daerah-terpadat-buta-aksara.

Makarim, Edmon, Cybernotary/E-notary, Makalah seminar Internasional

Cybernotary Law and ADR, pada tanggal 17 Januari 2013.

Tjahjono, Jusuf Patrianto, diakses pada tanggal 7 Juli 2012, Arti dan Kedudukan

Tanda Tangan Dalam Sebuah Dokumen,

http://notarissby.blogspot.com/2008/05/arti-dan-kedudukan-tanda-tangan-

dalam.html.