Learning Issue (7C)

33
FISIOLOGI RESPIRASI Respirasi mencakup dua proses yang berkaitan, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal atau pernapasan pulmoner adalah suatu proses yang merujuk pada mekanisme pertukaran gas O 2 dan CO 2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh (Sherwood 2011). Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner (Pearce 2011): 1. Ventilasi pulmoner atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler darah paru 3. Transpor oksigen dan karbon dioksida ke dan dari jaringan perifer sehingga oksigen dapat mencapai semua bagian tubuh (Guyton 2009) 4. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara jaringan dan darah melalui proses difusi menembus kapiler sistemik (Sherwood 2011) Proses kedua adalah respirasi jaringan atau respirasi internal. Proses ini merujuk pada proses-proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan karbondioksida selagi mengambil energy (ATP) dari molekul nutrien (Sherwood 2011). A. Mekanika Pernapasan Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah (menuruni gradient). Gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer secara bergantian berbalik arah saat bernafas sehingga memungkinkan udara

description

LI

Transcript of Learning Issue (7C)

Page 1: Learning Issue (7C)

FISIOLOGI RESPIRASI

Respirasi mencakup dua proses yang berkaitan, yaitu respirasi eksternal dan respirasi

internal. Respirasi eksternal atau pernapasan pulmoner adalah suatu proses yang merujuk

pada mekanisme pertukaran gas O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh

(Sherwood 2011). Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner (Pearce

2011):

1. Ventilasi pulmoner atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan

udara luar.

2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler darah paru

3. Transpor oksigen dan karbon dioksida ke dan dari jaringan perifer sehingga oksigen dapat

mencapai semua bagian tubuh (Guyton 2009)

4. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara jaringan dan darah melalui proses difusi

menembus kapiler sistemik (Sherwood 2011)

Proses kedua adalah respirasi jaringan atau respirasi internal. Proses ini merujuk pada

proses-proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan

oksigen dan menghasilkan karbondioksida selagi mengambil energy (ATP) dari molekul

nutrien (Sherwood 2011).

A. Mekanika Pernapasan

Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan

rendah (menuruni gradient). Gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer secara bergantian

berbalik arah saat bernafas sehingga memungkinkan udara mengalir masuk dan keluar. Tiga

tekanan penting dalam ventilasi pulmoner (Sherwood 2011)

1. Tekanan atmosfer

2. Tekanan intra-alveolus atau intraparu

3. Tekanan intrapleura (tidak terjadi pertukaran udara di sini karena tidak ada

komununikasi langsung antara rongga pleura dan paru atau atmosfer. Kantung pleura

tertutup tanpa lubang)

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-

alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer saat inspirasi. Demikian juga tekanan intra-

alveoulus harus lebih besar dari tekanan atmosfer saat ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat

berubah dengan mengubah volume paru (Hukum Boyle: pada suhu konstan, tekanan yang

ditimbulkan suatu gas akan berbanding terbalik dengan volumenya).

Page 2: Learning Issue (7C)

Permulaan Inspirasi

Otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang megalir dan

tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada pernapasan tenang normal,

kontraksi diafragma (dipersarafi N. Phrenicus) dan musculus intercosta external menarik

permukaan bawah paru ke bawah sehingga rongga thorax membesar (Guyton 2009). Sewaktu

rongga thorax membesar, volume paru akan meningkat sehingga menurunkan tekanan intra-

alveolus karena jumlah molekul udara di dalam paru lebih besar.

Permulaan Ekspirasi

Sebelum akhir inspirasi, volume di dalam paru meningkat sehingga tekanan intra-

alveolus menurun. Terjadi perbedaan tekanan antara intra-alveous terhadap atmosfer

sehingga udara mengalir keluar. Pada akhir inspirasi , diafragma melemas, otot ekspirasi

(musculus intercostal internal) melemas , recoil elastik paru, dinding thorax dan struktur

abdomen menekan paru. Aliran udara yang keluar akan terhenti ketika tekanan intra-alveolus

telah sama dengan tekan atmosfer (Sherwood 2011).

Memmler’s The Human Body in Health and Disease,10th ed.

Page 3: Learning Issue (7C)

B. Pertukaran Gas

Udara atmosfer total adalah 760 mmHg di permukaan laut. Tekanan yang ditimbulkan

oleh gas tertentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut dalam campuran udara

total. Komposisi oksigen dalam atmosfer adalah 21% maka tekanan atmosfer oksigen (PO2)

adalah 160 mmHg. Tekanan yang ditimbulkan oleh masing-masing gas dalam suatu

campuran gas di udara dikenal sebagi tekanan parsial (Sherwood 2011). Gas-gas yang larut

dalam cairan darah atau cairan tubuh menimbulkan tekanan parsial. Semakin besar tekanan

parsialm semakin banyak gas terlarut.

Pada saat respirasi, terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan darah

kapiler paru. Sama halnya juga gradien tekanan parsial pada kapiler sistemik dan jaringan

sekitar. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida intrasel sama prinsipnya dengan respirasi

pulmoner, yaitu prinsip menuruni gradien konsentrasi.

Pada alveolus, komposisi udara tidak akan sama dengan atmosfer. Udara yang masuk dari

atmosfer ke saluran napas melalui nasal akan dilembabkan dan dihangatken terlebih dahulu

sehingga udara akan jenuh dengan H2O. Kelembapan ini akan menimbulkan tekanan parsial

gas-gas yang terinspirasi menjadi menurun (Guyton 2009). Dalam udara lembap PH2O = 47

mmHg, sehingga PN2 = 563 mmHg dan PO2 = 150 mmHg (Tekanan udara tersebut harus

sama dengan atmosfer sehinngga PH2O + PN2 + PO2 = 760 mmHg)

Selain itu, yang menyebabkan ketidaksamaan komposisi udara alveolus dan atmoser

adalah PO2 alveolus lebih rendah dari PO2 atmosfer akibat percampuran dengan udara lama

yang tersisa di paru. Kurang dari 15% udara di alveolus adalah udara segar pada akhir

inspirasi. Akibat pelembapan dan pertukaran udara alveolus yang rendah, maka PO2 alveolus

rerata adalah 100 mmHg (Sherwood 2011).

Situasi sama tetapi terbalik akan terjadi pada karbondioksida. Karbondioksida akan terus-

menerus diproduksi oleg jaringan sebagai produk sisa metabolisme dan secara tetap

ditambahkan ke darag di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, karbondioksida akan

berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya. Hanya saja, tekanan parsial karbondioksida

lebih kecil, yaitu 40 mmHg.

Saat melewati paru, oksigen akan berdifusi ke dalam darah dan karbondioksida akan

berdifusi keluar darah dan kembali ke paru dengan menuruni gradien tekanan parsial.

Page 4: Learning Issue (7C)

Pertukaran gas di paru-paru

C. Transpor Gas

Oksigen diangkut terutama dalam keadaan berikatan dengan hemoglobin ke kapiler

jaringan. Di dalam jaringan, oksigen akan dipakai untuk bereaksi dengan bahan makanan

untuk mendapatkan energy (ATP) dan juga menghasilkan karbondioksida. Karbondioksida

ini kemudian akan masuk ke kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru.

1. Transpor oksigen dalam darah

Sekitar 97% oksigen diangkut ke jaringan dalam keadaan terikat dengan Hb secara

kimiawi, sisanya diangkut ke jaringan dalam kadaan larut di dalam cairan plasma dan

sel. Hb berikatan dengan oksigen jika PO2 tinggi. Ketika darah melewati kapiler paru

dengan PO2 tinggi (100 mmHg), Hb akan menyerap banyak oksigen. Sewaktu

melewakit kapiler jaringan, PO2 akan menurun (40 mmHg) sehingga Hb akan

membebaskan sejumlah besar oksigen yang kemudian akan kembali berdifusi menuju

paru-paru (Guyton 2009)

2. Transpor karbondioksida dalam darah

Sekitar 70% karbondioksida diangkut dalam ion bikarbonat (HCO3-) sedangkan 23%

terikat bersama Hb dan protein plasma, sisanya 7% larut dalam cairan darah (Guyton

2009)

Transpor dalam bentuk HCO3-

Page 5: Learning Issue (7C)

Karbondioksida adalah hasil metabolisme dari pemakaian oksigen yang

direaksikan dengan zat-zat makanan. Energi yang dihasilkan akan disimpan tubuh

sebagai ATP sedangkan karbondioksida akan larut dalam air di sel darah merah

dengan membentuk H2CO3 (asam karbonat). Reaksi ini dikatalis oleh enzim

karbonat anhydrase. Secara parsial asam karbonat ini akan terpecah menjadi ion

hydrogen dan ion karbonat. Ion hydrogen ini akan bereaksi dengan Hb sedangkan

ion karbonat akan berdifusi ke dalam plasma dan ion klorida akan berdifusi ke sel

darah merah untuk menggantikan tempat ion karbonat (chloride shift).

Transpor dalam ikatan Hb dan plasma darah

Beberapa molekul karbondioksida (23%) dapat bereaksi langsung dengan Hb

dengan membentuk senyawa karboaminohemoglobin (HbCO2). Kombinasi ini

adalah reaksi reversibel yang merupakan ikatan longgar yang mudah dibebaskan

ke alveolus ketika PCO2 lebih rendah dari kapiler jaringan.

Page 6: Learning Issue (7C)
Page 7: Learning Issue (7C)

Pengangkutan oksigen ke jaringan.

Mentransport oksigen melalui 5 tahap, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap I. Oksigen atmosfer masuk ke dalam paru – paru dan pada waktu kita menarik

napas, tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mm Hg. Dalam alveoli, komposisi

udara berbeda dengan komposisi atmosfer. Tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mm

Hg.

2. Tahap II. Darah mengalir dari jantung menyjy paru – paru untuk mengambil oksigen

yang berbeda dalam alveoli.

3. Tahap III. Oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh

tubuh. Ada 2 mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut

dalam plasmma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian terkecil oksigen

yang terikat dalam hemoglobin dalam darah.

4. Tahap IV. Sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui

cairan interstisial terlebih dahulu.

5. Tahap V. Tekanan parsial oksigen dalam sel kira – kira antara 0 - -20 mm Hg.

Proses transportasi oksigen.

Pencampuran gas dalam hukum dalton. Udara pernapasan bukanlah gas tunggal tetapi

gas campuran antara molekul nitrogen (N2), paling banyak 78,5 % dari total atmosfer molekul

gas ; molekul oksigen 21 % ; molekul air 0,5 % ; dan molekul CO2 0,04 %. Tekanan atmosfer

760 mm Hg merupakan efek perpaduan yang melibatkan setiap tipe molekul. Pada saat

perpaduan ini, konsentrasi tiap gas merupakan total tekanan. Perbandingan ini di kenal

sebagai hukum dalton.

PN2 + PO2 + PH2O + PCO2 = 760 mmHg

Pengaruh kenaikan curah jantung pada sirkulasi paru.

Selama bekerja berat aliran darah melalui paru meningkat sampai 4 kali lipat. Aliran ekstra

ini ditampung melalui 2 cara, yaitu sebagai berikut :

1. Dengan meningkatkan jumlah kapiler yang terbuka sampai 3 kali.

2. Dengan meregangkan semua kapiler dan meningkatkan kecepatan aliran. Kecepatan

aliran pada setiap kapiler lebih dari 2 kali liapt.

Pertukaran cairan kapiler paru.

Page 8: Learning Issue (7C)

Dinamika pertukaran cairan melalui kapiler paru secara kualitatif sama dengan dinamika

cairan pada jaringan prifer. Namun secara kuantitatif terdapat perbedaan.

1. tekanan kapiler paru cukup rendah, kurang dari 7 mm Hg, jika dibandingkan dengan

tekanan kapiler fungsional pada jaringan prifer, 17 mm Hg.

2. tekanan cairan interstesial dalam paru sedikit lebih negaif dari pada tekanan cairan

interstesial di jaringan subkutan prifer.

3. kapiler paru lebih mudah dilalui oleh molekul protein sehingga tekanan osmotik

koloid pada cairan intersetial paru kira – kira 14 mm Hg. Yaitu kurang daru separo

tekanan osmotik koloid di jaringan prifer.

4. dinding alveolus sangat tipis dan epitel alveolus yang menutupi permukaan alveolus

sangat lemah sehingga sel – sel setiap tekanan positif dalam ruang interstesial yang

lebih besar dari tekanan atmosfer (lebih dari 0 mmHg) menyebabkan cairan melimpah

dari ruang interstesial ke dalam alveolus.

D. Kontrol Pernapasan

Pola bernapas yang ritmik dihasilkan oleh aktivitas saraf yang siklik ke otot-otot

pernapasan. Kontrol saraf respirasi melibatkan tiga komponen (Sherwood 2011):

1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi atau ekspirasi bergantian

2. Faktor yang mengatur besar ventilasi (Kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk

kebutuhan tubuh

3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain (untuk bicara atau

maneuver batuk dan bersin)

Modifikasi ini dapat bersifat volunter, misalnya kontrol pernapasan saat berbicara, atau

involunter, misalnya manuver pernapasan yang terjadi pada saat batuk atau bersin.

Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk

menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat

pernapasan medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel

saraf di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat

dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak, di pons, yaitu pusat apnustik dan

pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan

medula. Bagaimana pastinya berbagai daerah ini berinteraksi untuk menciptakan ritmisitas

bernapas masih belum jelas, tetapi faktor-faktor berikut diduga berperan.

Page 9: Learning Issue (7C)

1. Neuron inspirasi dan ekspirasi di pusat medulla

Kita bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi berganti-ganti otot-otot

pernapasan, yaitu diafragma dan otot antariga eksternal, yang masing-masing dipersarafi oleh

saraf frenikus dan saraf interkostalis. Badan sel dari serat-serat saraf yang membentuk saraf-

saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal dari pusat medulla berakhir di

badan sel neuron motorik ini. Pada saat diaktifkan, neuron-neuron motorik ini kemudian

merangsang otot-otot pernapasan, sehingga terjadi inspirasi; sewaktu neuron-neuron ini tidak

aktif, otot-otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. Pusat pernapasan medulla terdiri dari

dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok pernapasan dorsal dan kelompok

pernapasan ventral.2

Kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group, DRG) terutama terdiri dari neuron

inspirasi yang serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-

otot inspirasi. Saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi inspirasi;

ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. Ekspirasi berakhir saat neuron-

neuron inspirasi kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. Dengan demikian, DRG

pada umumnya dianggap sebagai penentu irama dasar ventilasi.2

DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi ventral (ventral

respiratory group, VRG). VRG terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi, yang

keduanya tetap inaktif selama bernapas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai

mekanisme overdrive (penambah kecepatan) selama periode pada saat kebutuhan akan

ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang, tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur-jalur

desendens dari neuron ekspirasi. Hanya selama ekspirasi aktif, neuron-neuron ekspirasi

merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi. Selain itu, neuron inspirasi

VRG, apabila dirangsang oleh DRG, memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan

ventilasi meningkat.2

Pengaruh pusat pneumatik dan apnustik

Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang membantu ‘mematikan’/swith off

neuron inspirasi, sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah

neuron inspirasi dari proses switch off, sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat

pneumotaksik lebih dominan daripada pusat apnustik.2

Refleks Hering-Breuer

Apabila tidal volume besar (lebih dari 1 liter), misalnya ketika berolahraga, refleks

Hering-Breuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan. Reseptor regang paru

Page 10: Learning Issue (7C)

(pulmonary stretch reflex) yang terletak di dalam lapisan otot polos saluran pernapasan

diaktifkan oleh peregangan paru jika tidal volume besar.

1. Pengatur besarnya ventilasi

Seberapapun banyaknya O2 yang diesktraksi dari darah atau CO2 yang ditambahkan ke

dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan PCO2 darah arteri sistemik yang meninggalkan paru tetap

konstan, yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah arteri diatur secara ketat. Gas-gas

darah arteri dipertahankan dalam rentang normal secara eksklusif dengan mengubah-ubah

kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran

CO2.

Pusat pernapasan medula menerima masukan yang memberi informasi mengenai

kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian pusat ini berespons dengan mengirim

sinyal-sinyal yang sesuai ke neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernapasan untuk

menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2

arteri dan pengikatan PCO2 arteri. Kedua faktor ini memang mempengaruhi tingkat ventilasi,

tetapi tidak dengan derajat yang sama dan melalui jalur yang sama. Juga terdapat faktor

ketiga, H+, yang berpengaruh besar pada tingkat aktivitas pernapasan.

2. Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan

kebutuhan pasokan O2 atau pengeluaran CO2

Kecepatan dan kedalaman bernapas dapat dimodifikasi oleh sebab-sebab di luar

kebutuhan akan pasokan O2 atau pengeluaran CO2. Refleks-refleks protektif, misalnya bersin

dan batuk, secara temporer mengatur aktivitas pernapasan sebagai usaha untuk mengeluarkan

bahan-bahan iritan dari saluran pernapasan. Inhalasi bahan iritan tertentu sering memicu

penghentian ventilasi. Nyeri yang berasal dari bagian lain tubuh secara refleks merangsang

pusat pernapasan (sebagai contoh, seseorang ‘megap-megap’ jika merasa nyeri). Modifikasi

bernapas secara involunter juga terjadi selama ekspresi berbagai keadaan emosional,

misalnya tertawa, menangis, bernapas panjang, dan mengerang.

Modifikasi yang dicetuskan oleh emosi ini diperantarai oleh hubungan-hubungan antara

sistem limbik otak (yang bertanggung jawab untuk emosi) dan pusat pernapasan. Selain itu,

pusat pernapasan secara refleks dihambat selama proses menelan, pada saat saluran

pernapasan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru.

Manusia juga memiliki kontrol volunter yang cukup besar terhadap ventilasi. Kontrol

bernapas secara volunter dilakukan oleh korteks serebrum, yang tidak bekerja pada pusat

Page 11: Learning Issue (7C)

pernapasan di otak, tetapi melalui impuls yang dikirim secara langsung ke neuron-neuron

motorik di korda spinalis yang mempersarafi otot pernapasan. Kita dapat secara sengaja

melakukan hiperventilasi atau pada keadaan ekstrim yang lain, menahan napas kita, tetapi

hanya untuk jangka waktu yang singkat. Perubahan-perubahan kimiawi yang kemudian

terjadi di darah arteri secara langsung dan secara refleks mempengaruhi pusat pernapasan

yang kemudian mengalahkan masukan volunter ke neuron motorik otot pernapasan. Selain

bentuk-bentuk ekstrim pengontrolan pernapasan tadi, kita juga mengontrol pernapasan untuk

melakukan berbagai tindakan volunter, misalnya berbicara, bernyanyi, dan bersiul.

Beberapa nervus yang terlibat dalam mengendalikan respirasi

Kompensasi sistem respirasi, kardiovaskular, darah, dan syaraf dalam

mempertahankan homeostasis:

a) Sistem respirasi

Peningkatan ventilasi paru: Perubahan system respirasi; pajanan PO2 yang

rendah akan segera merangsang kemoreseptor arteri sehingga terjadi peningkatan

ventilasi alveolus. Peningkatan ventilasi paru ini akan menghilangkan sebagian besar

karbondioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH cairan tubuh (semakin

basa/H+ berkurang). Penurunan kadar H+ ini akan dikompensasi oleh ginjal dengan

menurunkan kadar ion bikarbonat, termasuk pada cairan serebrospinal. Penurunan pH

di sekeliling neurokemosensitif di pusat pernapasan ini akan meningkatkan aktivitas

pusat tersebut dalam menstimulasi pusat pernapasan.

Page 12: Learning Issue (7C)

Peningkatan kapasitas difusi paru. Peningkatan kapasitas difusi akan terjadi

pada tempat yang tinggi. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan volume darah

kapiler paru, yang menyebabkan pelebaran kapiler dan peningkatan luas daerah

tempat oksigen berdifusi ke dalam darah. Peningkatan volume udara paru, juga akan

menyebabkan antarmuka kapiler-alveolus meluas. Bagian terakhir yang menyokong

adalah peningkatan tekanan darah arteri paru, yang akan mendorong darah untuk

melewati lebih banyak kapiler alveolus.

b) Kardiovaskular

Peningkatan vaskularisasi jaringan perifer. Perubahan system kardiovaskular

dan sirkulasi; segera setelah mencapai suatu tempat tinggi, curah jantung akan

meningkat, dan kemudian akan turun kembali menjadi normal seiring dengan

terjadinya hematokrit darah, sehingga jumlah oksigen yang diangkut ke dalam

jaringan kembali normal. Adaptasi sirkulasi yang lain adalah peningkatan jumlah

pertumbuhan sirkuler yang bersirkulasi secara sistemik di jaringan non-paru, yang

disebut sebagai peningkatan kapiler jaringan.

c) Darah

Peningkatan jumlah sel darah merah. Hipoksia merupakan rangsangan utama

yang akan menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Produksi eritropoietin

dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan oleh perubahan takanan O2

atmosfir, penurunan kandungan O2 darah arteri, dan penurunan kandungan

hemoglobin. Eritropoietin akan merangsang sel-sel induk untuk memulai proliferasi

dan maturasi sel-sel darah merah.

d) Saraf

Jika aliran darah ke otak tidak mencukupi untuk memenuhi jumlah oksigen

yang diperlukan, mekanisme defisiensi oksigen untuk menimbulkan vasodilatasi, akan

menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat mengembalikan aliran darah otak dan

transport oksigen ke jaringan otak sampai mendekati normal. Jadi, mekanisme

pengaturan aliran darah setempat pada otak ini hampir sama dengan yang terjadi pada

pembuluh darah koronaria, di otot-otot rangka dan sebagian besar area sirkulasi tubuh

lainnya.

Page 13: Learning Issue (7C)

2. HIPOKSIA

Hipoksia adalah kekurangan O2, di tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat

dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal

dalam jaringan.

Hipoksia merujuk kepada kondisi kurangnya O2 di tingkat sel. Terdapat empat kategori

umum hipoksia:

1. Hipoksia hipoksik ditandai oleh rendahnya PO2 darah arteri disertai oleh kurang

adekuatnya saturasi Hb. Hal ini disebabkan oleh (a) malfungsi pernapasan yang

menyebabkan kurang memadainya pertukaran gas, dicirikan oleh PO2 alveolus yang

normal tetapi PO2 arteri berkurang, atau (b) berada diketinggian atau lingkungan yang

menyesakkan dimana PO2 atmosfer berkurang hingga PO2 alveolus dan arteri juga

berkurang

2. Hipoksia anemic adalah berkurangnya kapasitas darah mengangkut O2. Hal ini dapat

terjadi karena (a) penurunan jumlah sel darah merah, (b) berkurangnya jumlah Hb di

dalam sel darah merah, atau (c) keracunan CO. pada semua kasus hipoksia anemic,

PO2 arteri normal tetapi kandungan O2 darah arteri lebih rendah daripada normal

karena berkurangnya ketersediaan Hb.

3. Hipoksia sirkulasi terjadi jika darah beroksigen yang dialirkan ke jaringan terlalu

sedikit. Hipoksia jaringan mungkin terbatas di daerah tertentu karena spasme atau

sumbatan pembuluh darah. Atau tubuh dapat mengalami hipoksia sirkulasi secara

umum akibat gagal jantung kongensif atau syok sirkulasi. PO2 dan kandungan O2

arteri biasanya normal tetapi darah beroksigen yang mencapai sel terlalu sedikit.

Pada Hipoksia histotoksik, penyaluran O2 ke jaringan normal tetapi sel tidak dapat

menggunakan O2 yang tersedia.

Penyebab:

Di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kesetimbangan yang berperan dalam

menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu proses

adaptasi yang dilakukan oleh tubuh manusia adalah beradaptasi terhadap perubahan

ketinggian yang tiba-tiba. Jika seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta dengan ketinggian

0 km dari permukaan laut (dpl) pergi dengan pesawat terbang ke Mexico City dengan

Page 14: Learning Issue (7C)

ketinggian 2,3 km dpl, maka setelah tiba di Mexico City akan merasa pusing, mual, atau rasa

tidak nyaman lainnya.

Oleh karena itu, kasus Hypoxia ini tidak terjadi pada penduduk setempat yang sudah

terbiasa hidup di daerah dataran tinggi tersebut dan bagi pendaki gunung diperlukan pos-pos

pemberhentian agar tubuh selalu dapat beradaptasi secara baik terus-menerus.

Kesetimbangan Pengikatan Oksigen oleh Hemoglobin

Keadaan tersebut dapat dijelaskan berdasarkan sistem reaksi kesetimbangan pengikatan

oksigen oleh hemoglobin:

Hb(aq) + O2(aq) ↔ HbO2(aq)

HbO2 merupakan oksihaemoglobin yang berperan dalam membawa oksigen ke seluruh

jaringan tubuh termasuk otak. Tetapan kesetimbangan dari reaksi tersebut adalah:

Kc = [HbO2] / [Hb][O2]

Pada ketinggian 3 km, tekanan parsial gas oksigen sekitar 0,14 atm, sedangkan pada

permukaan laut tekanan parsial gas oksigen sebesar 0,2 atm.

Kesetimbangan akan bergeser ke kiri

Berdasarkan azas Le-Chatelier, dengan berkurangnya gas oksigen berati

kesetimbangan akan bergeser ke kiri, dan berakibat kadar HbO2 di dalam darah menurun.

Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan

berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa mual dan pusing, serta perasaan

tidak nyaman pada tubuh.

Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan

memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Dengan meningkatnya konsentrasi

hemoglobin akan menggeser kembali kesetimbangan ke kanan dan HbO2 akan meningkat

kembali seperti semula. Penyesuaian ini berlangsung kurang lebih 2-3 minggu.

Dari penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin rata-rata penduduk yang

bertempat tinggal di dataran tinggi akan memiliki hemoglobin lebih tinggi daripada penduduk

yang bertempat tinggal di dataran rendah.

Peningkatan konsentrasi hemoglobin terjadi 1-2 hari pertama pendakian dan terus

meningkat sampai beberapa minggu disebabkan oleh peningkatan viskositas darah.

Selanjutnya hipoksia akan merangsang produksi eritropoetin dari aparatus jukstaglomerular

ginjal dan hati sehingga produksi hemoglobin akan meningkat.

Petunjuk adanya hipoksia dan hipoksemia:

Gas darah / Sistem Temuan Laboratorium/ Tanda Klinis

Gas darah arteri PaO2 : 80-100 mmHg (normal)

Page 15: Learning Issue (7C)

60-80 mmHg (Hipoksemi ringan)

40-60 mmHg (Hipoksemia sedang)

<40 mmHg (Hipoksemia berat)

SaO2 : 95%-97% (normal)

<90% (dapat mengindikasikan hipoksemia)

pH : 7,35-7,45 (normal)

<7,35 (asidemia)

>7,45 (alkalemia)

PaCO2 : 35-45 mmHg (normal)

>45 mmHg (Hipoventilasi)

<35 mmHg (Hiperventilasi)

Sistem Pernapasan Tacypnea, menurunnya volume tidal, dyspnea, menguap mengunakan

otot-otot pernapasan tambahan, lubang hidung melebar.

Sistem saraf pusat Sakit kepala (akibat vasodilatasi cerebral)

Kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah

Mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat

Rasa mengantuk yang dapat berlanjut menjadi koma jika hipoksia

berat.

Sistem

kardiovaskular

Mula-mula takikardia; kemudian bradikardia jika otot jantung tidak

cukup mendapat O2.

Peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan tekanan

darah jika hipoksia tidak diatasi; disritmia

Kulit Sianosis pada bibir, mukosa mulut, dan dasar kuku.

Hypoxic responses

• Respirasi

– ↑ rate

• Kardiovaskular

– ↑ rate dan stroke volume.

– Pulmonary vasoconstriction and cerebral vasodilatation (increases PA

pressure)

• Hematologi

– ↑ red blood cell mass dan plasma viscosity

Page 16: Learning Issue (7C)

– O2 Hb disosiasi kurva bergeser ke kiri untuk meningkatkan afinitas untuk O2

(pengiriman ke jaringan kurang)

Kadang orang yang berdiam terlalu lama di tempat tinggi, namun tubuh kurang bisa

beradaptasi dengan baik, akan terjadi gejala berikut:

1. Sel darah merah dan hematokrit meningkat tinggi sekali

2. Tekanan arteri pulmonalis meningkat, bahkan melebihi peningkatan normal yg terjadi

selama aklimatisasi

3. Jantung sisi kanan sangat membesar

4. Tekanan arteri perifer menurun

5. Terjadi gagal jantung kongesif

Kematian sering terjadi, kecuali pasien segera dipindahkan ke tempat rendah

Penyebab peristiwa-peristiwa tersebut mungkin tiga hal, yaitu: Pertama, massa sel

darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah meningkat beberapa kali lipat;

peningkatan viskositas darah ini akan menurunkan aliran darah jaringan sehingga

pengangkutan oksigen juga berkurang. Kedua, arteriol paru mengalami vasokonstriksi akibat

hipoksia paru. Hal ini terjadi akibat mekanisme konstriksi akibat sebagai reaksi terhadap

hipoksia, yang secara normal terjadi dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli

rendah oksigen ke alveoli tinggi oksigen. Tetap, karena semua alveoli sekarang berada dalam

keadaan rendah oksigen, semua arteriol mengalami konstriksi, tekanan arteri pulmonalis

meningkat hebat, sehingga terjadilah payah jantung kanan. Ketiga, spasme arteriol alveolus

mengalihkan banyak aliran darah ke pembuluh paru nonalveolar, menyebabkan banyak aliran

darah paru memintas ke pembuluh darah yang oksigenasinya rendah, dan hal ini akan lebih

mempersulit keadaan. Jika proses adaptasi terus-menerus gagal, sehingga penderita

kekurangan oksigen secara berat, maka dampak terparah yaitu timbulnya kematian. Jadi

penderita harus segera diberikan oksigen atau dibawa ke tempat yang lebih rendah untuk

pulih kembali.

Aliran darah pulmoner

Hiperventilasi karena ketinggian akan diikuti peningkatan curah jantung, frekuensi

jantung dan tekanan darah sistemik. Efek ini akibat perangsangan simpatis sistem

kardiovaskular yang menyebabkan perangsangan kemoreseptor arteri dan peningkatan inflasi

paru. Selain itu mungkin juga merupakan akibat langsung efek hipoksia miokardium yang

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah pulmoner Peningkatan curah jantung,

vasokonstriksi hipoksik pulmoner dan rangsang saraf simpatis pembuluh darah menyebabkan

Page 17: Learning Issue (7C)

peningkatan tekanan arteri pulmoner rata-rata yang selanjutnya dapat mengakibatkan

hipertensi pulmoner serta peningkatan kerja ventrikel kanan.

Pada ketinggian tekanan atmosfer dan tekanan oksigen inspirasi akan menurun secara

linear, menjadi 50% dari nilai permukaan laut  pada ketinggian 5000 meter dan hanya 30%

dari nilai permukaan laut pada ketinggian 8900 meter (Puncak Everest).Seiring dengan

penurunan PO, tubuh akan mengkompensasinya dengan meningkatkan ventilasi. Hipoksia

juga akan  menyebabkan vasokonstriksi pulmoner yang selanjutnya mengakibatkan hipertensi

pulmoner dan high altitude pulmonary oedema (HAPE). Selain itu ketinggian juga dapat

menyebabkan gejala acute mountain sickness (AMS) dan chronic mountain

sickness (CMS).Insidens HAPE bervariasi antara 0,01% - 15%. Laki-laki  dan perempuan

dapat menderita HAPE, walaupun laki-laki  muda lebih mempunyai risiko. Orang Tibet dan

Sherpa mempunyai proteksi genetik terhadap HAPE walaupun pernah  dilaporkan terjadi

pada populasi ini. Pendakian cepat pada ketinggian menyebabkan perubahan  fisiologik dan

kelainan paru sehingga diperlukan penanganan  yang tepat.Udara mengandung 78,08 %

nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas ini bersama-sama

mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan barometer. Tekanan

tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya, sehingga tekanan oksigen

sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer berkurang menjadi 493

mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan dengan permukaan laut,

dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91 mmHg atau turun sebesar 40

%. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan berkurangnya saturasi

oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin dalam darah tergantung

pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli.

Di tempat tinggi karbondioksida diekskresi terus-menerus dari darah ke alveoli,

begitu juga air akan menguap ke dalam udara inspirasi dari permukaan alat pernapasan,

Kedua gas ini akan mengencerkan oksigen di dalam alveoli, sehingga menurunkan kadar

oksigen. Tekanan uap air di dalam alveoli teteap 47 mm Hg selama suhu tubuh normal, tidak

bergantung pada ketinggian. Lain halnya dengan karbondioksida, selama berada di tempat

yang sangat tinggi Pco2 alveolus turun dari 40 mmHg ( nilai di permukaan laut ) ke nilai yang

lebih rendah. Sedangkan untuk PO2 di alveolus 104 mm Hg (nilai di permukaan laut) menjadi

60 mm Hg pada ketinggian 3200 meter. Pada seseorang yang teraklimitisasi, maka

ventilasinya akan meningkat sampai lima kali lipat, sehingga perubahannya tidak terlalu

berarti. Saturasi oksigen arteri akan sangat menurun pada ketinggian tertentu.

Page 18: Learning Issue (7C)

Bila Po2 alveolus diturunkan sampai 60 mm Hg, saturasi oksigen hemoglobin arteri

masih 89 persen, yaitu hanya 8 persen dibawah saturasi normal sebesar 97 persen.

Selanjutnya jaringan masih mengeluarkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap 100

mililiter darah yang melalui jaringan tersebut. Untuk mengeluarkan oksigen PO2 darah vena

turun menjadi 35 mm Hg , hanya 5 mm Hg dibawah normal sebesar 40 mm Hg . Dengan

demikian PO2 jaringan hampir tak berubah, walaupun PO2 alveolus secara nyata menurun

dari 104 mm Hg menjadi 60 mm Hg.

Pada dasarnya tubuh akan mengadakan adaptasi pada daerah tinggi, sehingga

seseorang yang secara tiba-tiba berada pada daerah tinggi akan mengalami beberapa

perubahan fisiologis demi mengembalikan homoeostasis.

- Peningkatan ventilasi paru (peran kemoreseptor arteri) Kenaikan ventilasi paru yang

mendadak pada saat kita naik ke tempat tinggi akan menghilangkan sejumlah besar karbon

dioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH cairan tubuh. Semua perubahan itu

akan menghambat pusat pernapasan batang otak dan dengan demikian melawan efek PO2

yang rendah untuk merangsang pernapasan menggunakan kemoreseptor pernapasan perifer di

badan karotid dan badan aortic. Namun efek hambatan ini perlahan-lahan akan hilang dalam

waktu dua sampai lima hari, sehingga pusat pernapasan dapat mengadakan respons maksimal

terhadap rangsangan kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia, dan ventilasi meningkat

sekitar lima kali normal. Penyebab hilangnya hambatan ini dipercaya terjadi terutama karena

adanya penurunan kadar ion bikarbonat dalam cairan serebrospinal sebagaimana dalam

jaringan otak. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan pH cairan di sekeliling

neuron kemosensitif di pusat pernapasan, dengan demikian akan meningkatkan aktivitas

pusat tersebut dalam menstimulasi pernapasan.

- Peningkatan jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin Hipoksia (kekurangan

oksigen dalam jaringan) merupakan rangsangan utama yang menyebabkan peningkatan

produksi sel darah merah. Namun jika hanya dalam beberapa hari, belum ada peningkatan

berarti. Setelah terpajan berminggu-minggu dan tubuh telah mengadakan adaptasi, hematokrit

akan meningkat hingga 60, dan kadar Hb dari nilai normal 15g/dl dapat meningkat menjadi

20g/dl.

- Peningkatan kapasitas difusi Kita ingat bahwa kapasitas difusi normal untuk oksigen

ketika melalui membrane paru kira-kira 21 ml/mm Hg/menit, & kapasitas difusi ini dapat

meningkat sebanyak 3 kali lipat di tempat tinggi. Sebagian dri peningkatan ini disebabkan

Page 19: Learning Issue (7C)

oleh peningkatan volume darah kapiler paru, yg menyebabkan terjadinya pelebaran kapiler &

peningkatan luas daerah permukaan tempat oksigen berdifusi ke dalam darah. Sebagian lagi

disebabkan oleh peningkatan volume udara paru, yg mengakibatkan antarmuka (interface)

kapiler-alveolus lebih meluas lagi. Bagian yg terakhir menyokong ialah peningkatan tekanan

darah arteri paru; tenaga ini akan mendorong darah utk melalui lebih banyak kapiler alveolus

daripada dalam keadaan normal, terutama bagian atas paru, yg pada keadaan biasa perfusinya

buruk.

- Perubahan system sirkulasi perifer (Peningkatan kapilaritas jaringan) Segera setelah

mencapai tempat tinggi, curah jantung seringkali meningkat sampai 30 persen, tetapi

kemudian turun kembali menjadi normal dalam hitungan minggu seiring terjadinya

peningkatan hematokrit darah, jadi jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh perifer

tetap dalam kisaran normal.

- Adaptasi sirkulasi yang lain ialah peningkatan jumlah pertumbuhan kapiler yang

bersirkulasi secara sistemik di jaringan non paru, yang disebut sebagai peningkatan

kapilaritas jaringan (atau angiogenesis). Hal ini terutama terjadi pada binatang yang lahir dan

dibiakkan di tempat tinggi, dan kurang nyata efeknya pada binatang yang baru berada di

tempat tinggi setelah umurnya cukup tua.

Peningkatan kapilaritas akan terlihat sangat nyata pd jaringan aktif yg terpajan

hipoksia kronik. Contoh, kepadatan kapiler dlm otot ventrikel kanan meningkat secara

bermakna akibat hipoksia & beban kerja yg berat, yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal

pada ketinggian.

Sesak napas (dispnea) ,terasa melayang, dan susah tidur terjadi karena hiperventilasi

yang terjadi di paru-paru. Pada saat terpapar Po2 yang rendah secara mendadak, akan

merangsang kemoreseptor arteri sehingga meningkatkan ventilasi alveolus menjadi maksimal

1,65 kali di atas normal. Kenaikan ventilasi paru yang mendadak akan menghilangkan

sejumlah besar karbondioksida, akibatnya Pco2 turun (hipokapnia). Efek dari berkurangnya

karbondiaksida dalam dalam adalah terjadi alkalosis respiratorik. CO2 dapat bereaksi dengan

air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3), asam karbonat kemudian dipecah menjadi ion

H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). Kekurangan CO2 akan menyebabkan kurangnya ion H+

sehingga pH naik.Turunnya pH tubuh menghambat pusat pernapasan di medulla oblongata

dan melawan efek dari turunnya Po2. Efek ini akan menghambat perangsangan pernapasan

dengan menggunakan kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan aortik. Efek ini

Page 20: Learning Issue (7C)

akan hilang setelah beberapa hari karena penurunan kadar ion bikarbonat dalam cairan

serebrospinal sebagaimana dalam jaringan otak. Hal ini akan menurunkan kembali pH cairan

di sekitar neuron kemosensitif di pusat pernapasan. pH ini dikontrol juga oleh ginjal sebagai

kompensasi dari alkalosis respiratorik, caranya yaitu dengan menurunkan sekresi H+ dan

meningkatkan ekskresi bikarbonat. Turunnya pH ke arah normal secara bertahap akan

membuang efek inhibisi pernapasan dan membuat ventilasi meningkat sekitar lima kali

normal (hiperventilasi). Susah tidur terjadi karena jantung berdebar-debar akibat efek dari

kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan badan aortik. Penyebab sakit kepala

bisa disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal, yang dipicu oleh stress, makanan tertentu,

faktor lingkungan, atau sesuatu yang lain. Saat ini sebagian besar ahli medis percaya

serangan sakit kepala itu dimulai di otak, dan melibatkan berbagai jalur saraf dan bahan

kimia. Perubahan tersebut mempengaruhi aliran darah di otak dan jaringan sekitarnya.

Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap frekuensi pernapasan. Pada tubuh yang

berdiri, otot-otot kaki akan berkontraksi sehingga diperlukan tenaga untuk menjaga tubuh

tetap tegak berdiri. Untuk itu diperlukan banyak O2 dan diproduksi banyak CO2. Pada posisi

tubuh berdiri, frekuensi pernapasannya meningkat.Pada posisi duduk atau tiduran, beban

berat tubuh disangga oleh sebagian besar bagian tubuh sehingga terjadi penyebaran beban.

Hal ini mengakibatkan jumlah energi yg diperlukan untuk menyangga tubuh tidak terlalu

besar hingga frekuensi pernapasannya juga rendah.

Selain itu sesak napas juga dipengaruhi oleh peningkatan faktor kerja pernapasan. Jika

kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan saluran napas

meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan

volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini berakibat

kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu memenuhi

kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas.

Acute Mountain Sickness adalah kondisi yang sering dialami pada 4-72 jam pertama

pada ketinggian di atas 2000 m. Hal ini disertai dengan gejala-gejala misalnya sakit kepala,

mudah tersinggung, susah tidur, pusing, mual, tak ada nafsu makan dan muntah. Berat gejala-

gejala tersebut bagian terbesarnya tergantung pada kecepatan pendakian. Acute Mountain

Sickness (AMS) dapat diminimalkan bila pendakian dari ketinggian rendah (<1500 m) ke

ketinggian sedang (>2000 m) berlangsung lambat meliputi beberapa hari, asupan cairan dan

karbohidrat dalam tata-gizi ditingkatkan dan program latihan diatur pada tingkat yang ringan.

Biasanya penyakit itu hanya berlangsung untuk 2-3 hari. Acetazolamide (Diamox = sejenis

diuretika) terbukti dapat meminimalkan kejadian PGA (Sutton et al. 1979).

Page 21: Learning Issue (7C)

Selain itu, pada penderita hipoksia diketahui juga mengalami:

1. Tachypneu

Tachypneu adalah pernapasan yang sangat cepat. Pada kasus ini, sesak napas

(tachypneu) disebabkan karena terjadinya hipoksia pada pons dan medulla oblongata yang

mengatur sistem pernapasan. Kadar O2 menurun mengakibatkan hiperventilasi (mempercepat

frekuensi pernapasan) yang menyebabkan tachypneu.

2. Sianosis

Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi biru yang disebabkan oleh adanya

deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial. Molekul hemoglobin berubah warna

dari biru menjadi merah bila berikatan dengan oksigen di kedua paru. Jika terdapat lebih dari

50g/L deoksihemoglobin dalam darah maka kulit akan tampak kebiruan (Ganong, 1999)

Perubahan warna kulit dan membrane mukosa menjadi kebiru-biruan (sianosis)

adalah gejala yang sering diakibatkan dari hipoksia (Paulman et al 2010). Sianosis timbul

apabila terjadi penurunan penyampaian oksigen karena rendahnya tekanan parsial oksigen di

atmosfer dan rendahnya curah jantung.

Mekanismenya berawal dari vena yang bersaturasi rendah (rendah kadar oksigen)

kembali ke paru dan tidak mendapat oksigen selama perjalanan di pembuluh darah baru.

Maka darah yang keluar dari arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial

oksigen yang sama dengan darah vena sistemik. Bila semua darah vena bersaturasi rendah

melalui sirkulasi paru dan mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka P0 2

= PAO2 sehingga tidak ada gradien antara tekanan oksigen alveolar dengan tekanan oksigen

dalam vena pulmonalis. Kadar oksigen yang ada sekarang tidak memadai untuk dibawa ke

semua sistem tubuh sehingga pasokan menuju jaringan tidak dipenuhi. Oksigen yang normal

dalam tubuh akan berikatan dengan Hb dan membentuk oksihemoglobin (HbO2).

Oksihemoglobin inilah yang membuat darah menjadi merah. Sehingga ketika pasokan

oksigen yang berikatan dengan Hb sedikit, tidak terlihat warna merah pada pembuluh kapiler.

Sering terjadi pada bagian-bagian tubuh yang memiliki banyak pembuluh darah superfisial di

bagian ekstrimitas (kuku jari) dan bibir.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta : EGC.

Page 22: Learning Issue (7C)

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hall, John E. 2009. Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Weibel, E. R. (1963). In Academic Press. Morphometry of the human lung. p. 151. ISBN 3-

540-03073-5.

Hansen, J. E.; Ampaya, E. P.; Bryant, G. H. and Navin, J. J. (1975). "The Branching Pattern

of Airways and Air Spaces of a Single Human Terminal Bronchiole". Journal of Applied

Physiology 38 (6): 983–989.

C. Michael Hogan. 2011. Respiration . Encyclopedia of Earth . Eds. Mark McGinley & C. J.

cleveland. National council for Science and the Environment. Washington DC