leading Sector penanganan permasalahan kemiskinan ...

154

Transcript of leading Sector penanganan permasalahan kemiskinan ...

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Tahun 2021

Kementerian Sosial RI sebagai leading Sector dalam penanganan permasalahan kemiskinan mengembangkan Kewirausahaan untuk mengentas permasalahan kemiskinan bagi penerima program keluarga harapan (PKH) graduasi. Program kewirausahaan sosial merupakan salah satu implementasi dalam mewujudkan SDGs da menyasar kelompok miskin yang paling bawah. Program ini baru dilaksanakan tahun 2020 dengan sasaran sebanyak 1000 KPM PKH.

Pembelajaran dari hasil penelitian ini akan mengoptimalkan keterjangkauann penerima manfaat terhadap berbagai program-program Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota) melalui kewirausahaan sosial. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan anfaat sebagai bahan informasi bagi penentu program penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak kewarganegaraan. Lebih jauh lagi penelitian ini dapat memberikan masukan pada pemerintah pentingnya Kewirausahaan sosial bagi penerima program keluarga harapan (PKH) Graduasi.

Buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang mencerahkan dan sangan layak untuk dibaca khalayak umum serta pemerintahmasalah penanganan kemiskinan, sehingga dapatberbuah kemanfaatan bagi semua

iii

ProKUS

iiiii

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan

peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan

penelitian ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan

pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

iiv

ProKUS

iiv

ProKUS Program Kewirausahaan Sosial

Konsultan: Prof. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D DR Harapan Lumban Gaol, MSi

Penulis:

Hari Harjanto Setiawan Badrun Susantyo

Agus Budi Purwanto

Delfirman Yanuar Wismayanti

Husmiati Yusuf Alit Kurniasari Aulia Rahman

Mery Ganti Widiarto

Sumber : Puslit.kemsos.go.id

Ukuran : xii, 13 , Uk: 15.5x23 cm

ISBN : No ISBN

Cetakan Pertama: Agustus 2021

Hak Cipta 2021, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Copyright © 2021 by Puslitbangkesos All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT

978-623-7806-16-5

iiivi

KATA PENGANTAR

“ProKUS: Program Kewirausahaan Sosial” dapat diselesaikan sesuai

empowering

charity

ivvii

Hartono Laras

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………...iii

DAFTAR ISI ......…………………………………………………………………………...……...v

DAFTAR TABEL ………………….…………………………….……………………………..vii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………..………………….………...ix

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..………………1 Latar Belakang …………………………………….......................……………….1 Rumusan Masalah………………………………….……........………………….5 Tujuan Penelitian……………………...........…….….…....……………………..6

BAB II KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ………………………………….………………..7 Teori dan Konsep .………………….....……………………….…………………7 Program Kewirausahaan Sosial ………………......…….………………….9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………….…………………………13 Populasi dan Sampel ..…………………………......….………………………13 Pengumpulan Data …………………………………….…..………………… 14 Operasionalisasi Konsep……………………………….….…………………17 Pengolahan Data ……………………………………………..…………………20 Analisis Data …………………………………………………..………………….20

BAB IV GAMBARAN UMUM ProKUS DI LOKASI PENELITIAN….....……..22 DKI Jakarta ………………………………………………………………………..22 Kabupaten Bandung Barat ……………………………………………........26 Kabupaten Majalengka ……………………………………………….……...34 Kabuparen Semarang …………………………………………..……..……...47 Kabupaten Bantul …………………………………………………..……..…...52

vi

BAB V HASIL PENELITIAN ………………...………….………………………...…....62 Input Program ..……………………………………………………………..…...62 Proses Program …………………………………………………………..…..…64 Output Program …………………………………………………………..…….87 Outcome Program ……………………………………………………..……..111 Nilai Rata-rata Tiap Parameter …………………………………..……..115

BAB VI PEMBAHASAN…………………………………….……………………..…......120

BAB VI PENUTUP…………………………………………………...…………..……..…123

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………..….……..129

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Populasi dan Sampel Penerima Manfaat ProKUS ....................14 Tabel 2 Jumlah Enumerator Penelitian .........................................................15 Tabel 3 Jumlah Informan Wawancara Mendalam ....................................16 Tabel 4 Jumlah Informan focus Group discussion (FGD).......................17 Tabel 5 Operasionalisasi Konsep .....................................................................18 Tabel 6 Persentase Lama Garaduasi Dari PKH per Lokasi ....................65 Tabel 7 Persentase Usaha KPM Sebelum Mengikuti ProKUS per Lokasi .................................................................................68Tabel 8 Persentase Usaha KPM Setelah Mengikuti ProKUS per Lokasi .................................................................................68Tabel 9 Materi Bimbingan Yang Diberikan ..................................................75Tabel 10 Cara Memasarkan Produk KPM .......................................................77Tabel 11 Intensitas Pendampingan Tiap Lokasi Penelitian ....................85Tabel 12 Bentuk Bantuan Berdasarkan Keinginan Penerima Manfaat di Tiap Lokasi Penelitian ..................................................89Tabel 13 Alasan KPM Tidak Mau Meningkatkan Modal Dengan Pinjam Ke Bank di Tiap Lokasi Penelitian...................92 Tabel 14 Modal Usaha yang di Miliki Saat Ini ...............................................95Tabel 15 Rata-rata Keuntungan Per hari Sebelum Pandemi Covid 19 ..................................................................................99 Tabel 16 Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19 Sebelum Mengikuti ProKUS ....................100Tabel 17 Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19 Setelah Mengikuti ProKUS ........................100 Tabel 18 Jangkauan Pemasaran per Lokasi Penelitian ..........................106 Tabel 19 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Sebelum Pandemi Covid 19 ...............................................................................112

viii

Tabel 20 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Setelah Pandemi Covid 19 Sebelum Mengikuti ProKus ......................112 Tabel 21 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Setelah Pandemi Covid 19 Sebelum Mengikuti ProKus ......................113Tabel 22 Nilai ProKUS Berdasar 9 Parameter per Kabupaten/Kota ..........................................................................115

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Parameter Program Kewirausahaan Sosial .............................11 Gambar 2 Kepesertaan Berdasarkan Lamanya Graduasi Dari PKH .................................................................................................23Gambar 3 Jenis Rintisan Usaha ..........................................................................24Gambar 4 Kepesertaan Berdasarkan Lamanya Graduasi Dari PKH .................................................................................................27Gambar 5 Usia KPM Program Kewirausahaan Sosial ...............................27Gambar 6 Jenis Usaha Peserta Program Kewirausahaan Sosial ........................................................................................................28Gambar 7 Tingkat Pendidikan KPM .................................................................29 Gambar 8 Kepemilikan usaha sebelum mengikuti ProKUS ...................29Gambar 9 Sinergi Pentahelix Program Kewirausahaan Sosial ........................................................................................................30 Gambar 10 Proses inkubasi bisnis Program Kewirausahaan Sosial .....31 Gambar 11 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2020-2021..............................................................................................32Gambar 12 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 ...............................................................................36 Gambar 13 Angka Absolut dan Persentase Kemiskinan (P0-P1-P2) Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2019-2010 ..................37Gambar 14 Besaran APBD Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 ...........................................................................................38Gambar 15 Usia KPM ProKUS Kabupaten Majalengka ...............................39Gambar 16 Proses Mengikuti ProKUS ...............................................................49Gambar 17 Kegiatan Usaha Sebelum Mengikuti ProKUS ............................50Gambar 18 Jenis Kelamin Penerima Manfaat .................................................53

x

Gambar 19 Usia Penerima Manfaat ProKUS Di Kabupaten Bantul .........54Gambar 20 Pendidikan Penerima Manfaat ProKUS Di Kabupaten Bantul ...............................................................................55Gambar 21 Pekerjaan Kepala Keluarga Di Kabupaten Bantul ................56Gambar 22 Usaha Pembibitan Tanaman KPM ProKUS ..............................57 Gambar 23 Lama Graduasi .....................................................................................66Gambar 24 Persentase KPM ProKUS yang Sebelumnya Punya Rintisan Usaha Per Lokasi ................................................67Gambar 25 Usaha yang dikembangkan sebelum dan Setelah ProKUS ....................................................................................................69Gambar 26 Modal yang dimiliki sebelum ProKUS dan yang Dibutuhkan ...........................................................................................70 Gambar 27 Penambahan Alat Produksi ...........................................................72 Gambar 28 Penambahan Varian Produk ........................................................73 Gambar 29 KPM Prokus Yang Merasa Pelatihan ..........................................74 Gambar 30 KPM Prokus Yang Dibimbing Analisa Pasar ...........................77 Gambar 31 Cara Memasarkan Produk ..............................................................78 Gambar 32 Mempunyai ijin ....................................................................................79 Gambar 33 Mempunyai Ijin Usaha di Lima Lokasi Penelitian ................80Gambar 34 Difasilitasi Mengikuti Pameran Produk / Expo .....................81 Gambar 35 KPM yang Mengikuti Pameran Produk di Lima Lokasi Penelitian ................................................................................82Gambar 36 KPM yang Masih Didampingi Setelah Pameran Produk .....................................................................................................83 Gambar 37 KPM yang Masih Didampingi Pada Lima Lokasi ...................84Gambar 38 Intensitas pendampingan KPM oleh Mentor ..........................85 Gambar 39 Penerimaan Materi Bimbingan Terhadap KPM oleh Mentor ...........................................................................................86 Gambar 40 Penerimaan Materi Bimbingan Per Lokasi Penelitian ...............................................................................................87

xi

Gambar 41 Bentuk Bantuan Berdasarkan Keinginan Penerima Manfaat ..............................................................................89 Gambar 42 Peningkatan Modal Usaha Melalui Bank ..................................90 Gambar 43 Peningkatan Modal Usaha Melalui Bank di tiap Lokasi Penelitian ................................................................................91 Gambar 44 Alasan Tidak Mau Meningkatkan Modal Usaha MelaluiBank di tiap Lokasi Penelitian .......................................91 Gambar 45 Penggunaan Catatan Keuangan ....................................................93 Gambar 46 Penggunaan Catatan Keuangan Per Lokasi Penelitian .......94Gambar 47 Modal Usaha dan Peningkatan Keuntungan dari ProKUS ...........................................................................................95 Gambar 48 Peningkatan Keuntungan dari ProKUS .....................................96Gambar 49 Pengelolaan Modal Dengan Rekening Tabungan ..................97 Gambar 50 Pengelolaan Modal Dengan Rekening Tabungan Per Lokasi ..............................................................................................97Gambar 51 Rata-rata Keuntungan Per hari dalam Berbagai Kondisi ....................................................................................................99 Gambar 52 Pemenuhan Kebutuhan Pokok KPM ProKUS .......................101 Gambar 53 Pemenuhan Kebutuhan Pokok KPM ProKUS per Lokasi Penelitian ......................................................................102 Gambar 54 KPM ProKUS Dapat Menambah Modal atau Menabung ...........................................................................................103 Gambar 55 KPM ProKUS Dapat Menambah Modal atau Menabung per Lokasi Penelitian ...............................................104 Gambar 56 Jangkauan Pemasaran ....................................................................105 Gambar 57 Berjejaring dengan KPM lain ......................................................107 Gambar 58 Berjejaring dengan KPM lain per Lokasi Penelitian ...........................................................................................108Gambar 59 Berjejaring dengan Mentor .........................................................108 Gambar 60 Berjejaring dengan Mentor per Lokasi Penelitian .............109

xii

Gambar 61 Penambahan Karyawan ................................................................110Gambar 62 Penambahan Karyawan Per Lokasi Penelitian ....................111 Gambar 63 Peningkatan Pendapatan Keluarga per Bulan .....................114 Gambar 64 Nilai ProKUS Berdasar 9 Parameter Keseluruhan Kabupaten/Kota ...............................................................................117

1

1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penanganan kemiskinan sebaiknya tidak dilepaskan dari program pembangunan secara keseluruhan, karena yang menjadi akar masalah bukan kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan merupakan gejala (symtomp) dari adanya kesenjangan pembangunan diberbagai bidang yang terjadi antara kota-kota besar dan daerah asal migran. Pilihan untuk menggunakan strategi yang memfokuskan pada relief dan rehabilitatif atau yang lebih memfokuskan pada program preventif, mitigasi dan developmental yang multi sektor, multi dimensi dan multilevel intervention tersebut merupakan pilihan yang harus diambil oleh pemerintah sebagai pengemban amanah pembangunan, yang tentunya juga dibantu dengan stake-holders yang lain (Adi, 2005). Salah satu program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang kita kenal adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disingkat PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan sebagai Keluarga Penerima Manfaat PKH.

Undang-undang Nomer 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pada pasal 1 menyebutkan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Salah satu sasaran utama yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 7.0 – 8.0 persen di tahun 2019. Pengentasan kemiskinan yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat menjadi agenda pokok dari Presiden Joko Widodo. Dalam Rapat Paripurna Kabinet Kerja

2

2

tanggal 4 April 2017, Presiden Jokowi mengarahkan bahwa pagu indikatif RAPBN 2018 harus difokuskan untuk mencapai target pembangunan, salah satunya menurunkan angka kemiskinan menjadi single digit. Sampai dengan September 2019 telah berhasil menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 9,22 persen (BPS Indonesia, 2020).

Indikator keberhasilan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah Graduasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari PKH untuk mandiri dan secara sukarela melepaskan diri untuk tidak lagi menerima bantuan sosial Keluarga Harapan yang selama ini didapatkannya. Indikator itu harus menjadi target utama program PKH. Karena itu, target graduasi ini harus dilakukan secara terukur dan sistematis melalui pendampingan para SDM PKH. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI berpendapat bahwa salah satu upaya graduasi itu dilakukan dengan memperkuat kapasitas dan kompetensi para SDM PKH dalam hal memberikan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship) untuk disampaikan kepada para penerima manfaat program ini. “Pendamping PKH harus dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan memberikan pengetahuan memulai usaha, memasarkan produk dan mendorong produktivitas potensi yang dimiliki para KPM PKH”.

Program-program kesejahteraan sosial yang digulirkan oleh pemerintah setiap tahun selalu meningkat. Salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH) di tahun 2018 ditargetkan menjadi 10.000.000 penerima manfaat, yang sebelumnya di tahun 2017 hanya 6.000.000 penerima manfaat. Begitu juga dengan program-program nasional lainnya. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial serta untuk mendorong keuangan inklusif, Presiden Republik Indonesia memberikan arahan agar bantuan sosial dan subsidi disalurkan dengan cara non tunai dengan menggunakan sistem perbankan.

Program Keluarga Harapan (PKH), apabila tidak dikelola dengan baik maka akan terjebak pada charity semata dan terkesan hanya bagi-

3

2

tanggal 4 April 2017, Presiden Jokowi mengarahkan bahwa pagu indikatif RAPBN 2018 harus difokuskan untuk mencapai target pembangunan, salah satunya menurunkan angka kemiskinan menjadi single digit. Sampai dengan September 2019 telah berhasil menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 9,22 persen (BPS Indonesia, 2020).

Indikator keberhasilan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah Graduasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari PKH untuk mandiri dan secara sukarela melepaskan diri untuk tidak lagi menerima bantuan sosial Keluarga Harapan yang selama ini didapatkannya. Indikator itu harus menjadi target utama program PKH. Karena itu, target graduasi ini harus dilakukan secara terukur dan sistematis melalui pendampingan para SDM PKH. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI berpendapat bahwa salah satu upaya graduasi itu dilakukan dengan memperkuat kapasitas dan kompetensi para SDM PKH dalam hal memberikan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship) untuk disampaikan kepada para penerima manfaat program ini. “Pendamping PKH harus dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan memberikan pengetahuan memulai usaha, memasarkan produk dan mendorong produktivitas potensi yang dimiliki para KPM PKH”.

Program-program kesejahteraan sosial yang digulirkan oleh pemerintah setiap tahun selalu meningkat. Salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH) di tahun 2018 ditargetkan menjadi 10.000.000 penerima manfaat, yang sebelumnya di tahun 2017 hanya 6.000.000 penerima manfaat. Begitu juga dengan program-program nasional lainnya. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial serta untuk mendorong keuangan inklusif, Presiden Republik Indonesia memberikan arahan agar bantuan sosial dan subsidi disalurkan dengan cara non tunai dengan menggunakan sistem perbankan.

Program Keluarga Harapan (PKH), apabila tidak dikelola dengan baik maka akan terjebak pada charity semata dan terkesan hanya bagi-

3

bagi uang yang sifatnya instan tanpa memikirkan nasib masyarakat miskin yang akan datang. Program yang sifatnya charity bisa menyejahterakan masyarakat namun sifatnya sementara. Berbanding terbalik dengan pandangan pemberdayaan, masyarakat miskin diberikan program agar mereka mempunyai daya (power) sehingga setelah menerima program akan keluar dari garis kemiskinan. Program ini berorientasi ke depan dan sifatnya lebih permanen. Namun prosesnya membutuhkan waktu lama dan programnya harus berkelanjutan.

Prinsip dasar pemberdayaan yaitu menolong masyarakat miskin agar mereka mampu menolong dirinya sendiri (help people to help themselves). Bisa diibaratkan lebih baik memberikan pancing dari pada hanya memberi ikan saja, sehingga tujuan dari program sosial terkait keberfungsian sosial individu, kelompok, sosial dan masyarakat tercapai. Keberfungsian yang dimaksud adalah kemampuan melaksanakan peran sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Terlepas dari motif dan tujuan yang melatarbelakangi, kita semua sepakat bahwa pembangunan sosial melalui pemberdayaan (empowering) akan berpengaruh dan bermanfaat secara jangka panjang dibanding program-program yang sifatnya charity.

Pembangunan yang sifatnya charity memang masih diperlukan untuk tempat tertentu dan situasi tertentu, namun pembangunan sosial yang sebatas itu saja, tidak akan bisa melahirkan sebuah masyarakat yang mandiri, berdaya dan sejahtera. Konsekuensinya adalah membutuhkan proses yang panjang dalam suatu program pengentasan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan harus dirancang dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Tidak cukup hanya satu periode pemerintahan saja.

Salah satu model pemberdayaan yang dapat mengatasi permasalahan sosial penerima manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi adalah melalui kewirausahaan sosial. Pendekatan

4

4

kewirausahaan sosial adalah sebuah pendekatan pemberdayaan yang menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Model ini dapat dikembangkan secara terintegrasi, dengan sistem usaha konvensional, berjalan beriringan maupun secara terpisah (Masturin, 2013).

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin, dengan memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat, serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk menekan angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, maka pemerintah harus menjalankan strategi kebijakan yang mendukung kesejahteraan penduduk miskin. Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) merupakan salah satu program pemerintah melalui Kementerian Sosial untuk memberdayakan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH graduasi guna menguatkan ekonomi keluarga. Data KPM Graduasi sampai dengan 7 Januari 2020 sebanyak 2.012.201. Dari sejumlah itu yang graduasi alami (terminasi) sebanyak 1,631,848 dan yang graduasi mandiri sebanyak 380,353 (Ditjen. Pemberdayaan Sosial, 2021).

Kewirausahaan Sosial merupakan penggabungan perspektif bisnis dan sosial dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pembangunan di Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah dengan pemenuhan kebutuhan dasar karena kemiskinan disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi warga miskin. Kebijakan dalam mengatasi kemiskinan dilakukan dengan pemberdayaan melalui kewirausahaan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat melalui kewirausahaan sosial dalam menanggulangi kemiskinan. Penciptaan nilai sosial dan inovasi merupakan hal utama dalam kewirausahaan sosial. Tujuan sosial dalam suatu bisnis yang dikerjakan akan

5

4

kewirausahaan sosial adalah sebuah pendekatan pemberdayaan yang menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Model ini dapat dikembangkan secara terintegrasi, dengan sistem usaha konvensional, berjalan beriringan maupun secara terpisah (Masturin, 2013).

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin, dengan memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat, serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk menekan angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, maka pemerintah harus menjalankan strategi kebijakan yang mendukung kesejahteraan penduduk miskin. Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) merupakan salah satu program pemerintah melalui Kementerian Sosial untuk memberdayakan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH graduasi guna menguatkan ekonomi keluarga. Data KPM Graduasi sampai dengan 7 Januari 2020 sebanyak 2.012.201. Dari sejumlah itu yang graduasi alami (terminasi) sebanyak 1,631,848 dan yang graduasi mandiri sebanyak 380,353 (Ditjen. Pemberdayaan Sosial, 2021).

Kewirausahaan Sosial merupakan penggabungan perspektif bisnis dan sosial dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pembangunan di Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah dengan pemenuhan kebutuhan dasar karena kemiskinan disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi warga miskin. Kebijakan dalam mengatasi kemiskinan dilakukan dengan pemberdayaan melalui kewirausahaan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat melalui kewirausahaan sosial dalam menanggulangi kemiskinan. Penciptaan nilai sosial dan inovasi merupakan hal utama dalam kewirausahaan sosial. Tujuan sosial dalam suatu bisnis yang dikerjakan akan

5

berdampak pada keberdayaan masyarakat merupakan nilai yang sangat penting dalam menumbuhkan kewirausahaan sosial.

Kewirausahaan sosial memainkan peran penting dalam upaya pengurangan kemiskinan. Kewirausahaan sosial menjadi pengungkit ekonomi bagi masyarakat untuk memperbaiki perekonomian dan meningkatkan pendapatan. Selain itu, kewirausahaan sosial mendorong pada pembangunan ekonomi meskipun dalam jangka yang terbatas namun jalan jangka panjang agenda pengentasan kemiskinan dapat terwujud (Firdaus, 2014).

Kementerian Sosial telah melaksanakan program kewirausahaan sosial (ProKUS) pada tahun 2020 yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan KPM dari kategori miskin desil 1 dan 2 ke desil diatasnya. Sehubungan dengan itu, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial melakukan penelitian tentang: “Evaluasi Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS)”. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan masukan pada pemerintah untuk perbaikan program kedepannya.

Rumusan Masalah

Tujuan pertama Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi harus diakhiri dengan memberantas kemiskinan ekstrim di tahun 2030. Hal ini merupakan tantangan global terbesar dan persyaratan yang sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Target SDGs yang terkait kemiskinan antara lain bertujuan mengakhiri kemiskinan ekstrem bagi semua orang di manapun mereka berada. Pada tahun 2030 setidaknya mengurangi separuh proporsi laki-laki, perempuan, dan anak-anak segala usia yang hidup dalam kemiskinan, serta menerapkan sistem perlindungan sosial nasional yang berlaku untuk semua orang, termasuk yang miskin dan rentan.

Program kewirausahaan sosial merupakan salah satu implementasi dalam mewujudkan SDGs dan menyasar kelompok miskin yang paling

6

6

bawah yaitu KPM PKH. Program ini baru dilaksanakan tahun 2020 dengan sasaran sebanyak 1000 KPM PKH. Penelitian ini akan membantu menyempurnakan program Kewirausahaan Sosial melalui pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana ketersediaan input program kewirausahaan sosial ? 2. Bagaimana proses pelaksanaan program kewirausahaan sosial ? 3. Bagaimana pencapaian output program kewirausahaan sosial ? 4. Bagaimana pencapaian outcome program kewirausahaan sosial ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis ketersediaan input program kewirausahaan sosial.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis proses pelaksanaan program kewirausahaan sosial.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis pencapaian output program kewirausahaan sosial.

4. Mendeskripsikan dan menganalisis pencapaian outcome program kewirausahaan sosial.

7

6

bawah yaitu KPM PKH. Program ini baru dilaksanakan tahun 2020 dengan sasaran sebanyak 1000 KPM PKH. Penelitian ini akan membantu menyempurnakan program Kewirausahaan Sosial melalui pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana ketersediaan input program kewirausahaan sosial ? 2. Bagaimana proses pelaksanaan program kewirausahaan sosial ? 3. Bagaimana pencapaian output program kewirausahaan sosial ? 4. Bagaimana pencapaian outcome program kewirausahaan sosial ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis ketersediaan input program kewirausahaan sosial.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis proses pelaksanaan program kewirausahaan sosial.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis pencapaian output program kewirausahaan sosial.

4. Mendeskripsikan dan menganalisis pencapaian outcome program kewirausahaan sosial.

7

BAB II KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Teori dan Konsep

Salah satu pelopor yang kemudian membuat istilah kewirausahaan sosial menjadi populer adalah M. Yunus dari Bangladesh. Yunus menjelaskan bahwa penghargaan Nobel Perdamaian sebagai seorang wirausaha sosial, didapatkan karena keberhasilannya menciptakan bank untuk kaum miskin atau sering disebut sebagai Grameen Bank. Sistem yang dibangun oleh bank ini ternyata berhasil menurunkan tingkat kemiskinan warga negara Bangladesh. Dalam bukunya, M. Yunus mengatakan: “Mengapa saya memberi nilai yang begitu penting kepada gagasan untuk menyediakan layanan-layanan perbankan bagi masyarakat miskin? Sudah barang tentu, itu sebagian karena cara saya menyaksikan sendiri aksi pemerasan para lintah darat yang memerangkap orang dalam kemiskinan. Akan tetapi itu juga karena saya telah semakin yakin bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin sendiri” (Nurhayati, 2016).

Pada konteks kewirausahaan sosial, paling tidak akan ditemukan tiga istilah yang saling berkaitan yaitu social enterpreneurship (kewirausahaan sosial), social enterpreneur (wirausaha sosial atau orang yang melakukannya) dan social enterprise (lembaga/institusi atau perusahaan sosial yang menaungi aktivitas kewirausahaan sosial) (Wibowo & Nulhaqim, 2015). Ketiga istilah ini harus kita bedakan dengan jelas sehingga peran dan fungsinya juga jelas. Pada konteks program kewirausahaan sosial yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial maka pelakunya adalah keluarga penerima manfaat, sedangkan Lembaga yang menaungi (social enterprice) adalah pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Sosial.

Seiring dengan itu, penamaan “wirausaha sosial” semakin menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir ini (Bornstein, 2006:1). Kewirausahaan Sosial, seiring berjalannya waktu telah menjadi isu yang

8

8

mendunia (Dees, 2001; Nichols, 2008). Gerakan ini kemudian semakin menyebar dan berkembang di berbagai wilayah, di berbagai negara (Borstein, 2005, Elkington, 2009). Selanjutnya tidak hanya sekedar menyebar, gerakan ini juga telah mampu memberikan dampak positif bagi anggota masyarakat. Skoll (2009:3) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti meningkatkan akses kesehatan bagi kaum miskin, mendorong perdamaian pada daerah konflik, membantu petani keluar dari kemiskinan dan lain-lain. Lebih jauh Skoll (2009:3) menjelaskan gerakan ini merupakan antitesis dari program pembangunan berbasis sosial politik yang cenderung memaksakan model top down kepada masyarakat. Secara sederhana wirausaha sosial adalah orang-orang yang berusaha dengan pendekatan kewirausahaan (Albinsaid, 2018).

Definisi kewirausahaan yang lain adalah “social entrepreneurship can be defined as the creation of social value that is produced in collaboration with people and organisations from the civil society who are engaged in social innovations that usually imply and economic activity” (Hulgars, 2010). Dari definisi tersebut ada empat dimensi dari kewirausahaan antara lain: Pertama, social value yaitu menciptakan manfaat sosial bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kedua, civil society yaitu inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial di masyarakat. Ketiga, innovation yaitu menghadirkan inovasi sosial berasal dari kearifan lokal. Keempat, economic activity yaitu adanya aktifitas ekonomi yang menunjang misi sosial.

Menurut Perriri dan Vurro (2006) menegaskan bahwa social entrepreunership menginisiasi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sebagai inisiator, mereka memiliki inovasi sosial dan kapasitas dalam pengembangan untuk memberikan dampak sosial melalui social entrepreneurship. Kewirausahaan sosial sebagai proses dinamis diciptakan dan dikelola oleh individu atau tim yang berusaha memanfaatkan inovasi sosial dengan pola pikir kewirausahaan untuk

9

8

mendunia (Dees, 2001; Nichols, 2008). Gerakan ini kemudian semakin menyebar dan berkembang di berbagai wilayah, di berbagai negara (Borstein, 2005, Elkington, 2009). Selanjutnya tidak hanya sekedar menyebar, gerakan ini juga telah mampu memberikan dampak positif bagi anggota masyarakat. Skoll (2009:3) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti meningkatkan akses kesehatan bagi kaum miskin, mendorong perdamaian pada daerah konflik, membantu petani keluar dari kemiskinan dan lain-lain. Lebih jauh Skoll (2009:3) menjelaskan gerakan ini merupakan antitesis dari program pembangunan berbasis sosial politik yang cenderung memaksakan model top down kepada masyarakat. Secara sederhana wirausaha sosial adalah orang-orang yang berusaha dengan pendekatan kewirausahaan (Albinsaid, 2018).

Definisi kewirausahaan yang lain adalah “social entrepreneurship can be defined as the creation of social value that is produced in collaboration with people and organisations from the civil society who are engaged in social innovations that usually imply and economic activity” (Hulgars, 2010). Dari definisi tersebut ada empat dimensi dari kewirausahaan antara lain: Pertama, social value yaitu menciptakan manfaat sosial bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kedua, civil society yaitu inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial di masyarakat. Ketiga, innovation yaitu menghadirkan inovasi sosial berasal dari kearifan lokal. Keempat, economic activity yaitu adanya aktifitas ekonomi yang menunjang misi sosial.

Menurut Perriri dan Vurro (2006) menegaskan bahwa social entrepreunership menginisiasi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sebagai inisiator, mereka memiliki inovasi sosial dan kapasitas dalam pengembangan untuk memberikan dampak sosial melalui social entrepreneurship. Kewirausahaan sosial sebagai proses dinamis diciptakan dan dikelola oleh individu atau tim yang berusaha memanfaatkan inovasi sosial dengan pola pikir kewirausahaan untuk

9

menciptakan nilai sosial baru di pasar dan masyarakat (Maulinda, 2019).

Model bisnis didefinisikan “the rationale of how an organization create, deliver and captures value” (Ostewalder, Alexander; Pigneur, 2010). Model bisnis tersebut dijelaskan melalui sembilan blok bangunan dasar cara menghasilkan uang. Pertama, segmen pelanggan yaitu menggambarkan sekelompok orang atau organisasi yang ingin dijangkau atau dilayani oleh perusahaan. Kedua, proporisi nilai yaitu gabungan dari produk dan layanan yang menciptakan nilai untuk pelanggan yang spesifik. Ketiga, saluran yaitu bagaimana sebuah perusahaan berkomunikasi dengan segmen pelanggannya dan menjangkau mereka untuk memberikan proporisi nilai. Keempat, hubungan pelanggan yaitu berbagai jenis hubungan yang dibangun oleh perusahaan bersama segmen perusahaan yang spesifik. Kelima, arus pendapatan yaitu uang tunai yang dihasilkan perusahaan dari masing-masing segmen pelanggan. Keenam, sumberdaya utama yaitu aset-aset terpenting yang diperlukan agar sebuah model bisnis dapat berfungsi. Ketujuh, aktivitas kunci yaitu hal-hal terpenting yang harus dilakukan agar model bisnisnya dapat bekerja. Kedelapan, kemitraan utama yaitu jaringan pemasok dan mitra yang membuat model bisnis dapat bekerja. Kesembilan, struktur biaya yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk model bisnis.

Program Kewirausahaan Sosial

Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional yang ditujukan untuk mengurangi beban penduduk miskin dan meningkatkan pendapatan masyarakat kurang mampu, khususnya 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah. Dalam RPJMN 2015-2019, upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk: (1) menyelenggarakan perlindungan sosial yang komprehensif; (2) memperluas dan meningkatkan pelayanan dasar; dan (3) mengembangkan penghidupan berkelanjutan.

10

10

RPJMN 2020-2024 juga memuat strategi pengentasan kemiskinan diantaranya: (1) akselerasi penguatan ekonomi keluarga, mencakup: pembinaan rencana keuangan keluarga pra dan paska pernikahan, termasuk rencana investasi keluarga, dan pelatihan usaha serta pemberian akses usaha produktif bagi keluarga miskin dan rentan, fasilitasi pendanaan ultra mikro bagi individu atau kelompok usaha produktif, dan akses pendanaan lanjutan bagi usaha produktif dari kelompok miskin dan rentan; dan (2) keperantaraan usaha dan dampak sosial, mencakup: penguatan kapasitas usaha kelompok miskin dan rentan dengan skema pembinaan usaha serta menghubungkan dengan mitra usaha strategis dan pendanaan inisiatif-inisiatif pemberdayaan ekonomi produktif yang berdampak sosial.

Pada tahun 2016, upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui: (1) perluasan kepesertaan dan penyempurnaan sistem jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan; (2) peningkatan ketersediaan pelayanan dasar yang disertai dengan peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan bagi masyarakat miskin dan rentan; dan (3) peningkatan kemampuan penduduk miskin dalam mengembangkan penghidupan yang berkelanjutan melalui penguatan aset sosial penduduk miskin, meningkatkan kemampuan berusaha dan bekerja penduduk miskin, dan memperluas akses penduduk miskin terhadap modal.

Selama tahun 2016-2019, pemerintah terus memperkuat upaya pengurangan kemiskinan antara lain dengan menambah jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 (sepuluh) juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan melakukan transformasi dari subsidi pangan ke bantuan pangan non tunai (BPNT) dengan penerima sebanyak 15,6 (lima belas koma enam) juta KPM. Penambahan ini sekaligus memperluas cakupan PKH ke daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau, seperti wilayah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Seiring dengan meningkatnya KPM PKH, sekaligus juga

11

10

RPJMN 2020-2024 juga memuat strategi pengentasan kemiskinan diantaranya: (1) akselerasi penguatan ekonomi keluarga, mencakup: pembinaan rencana keuangan keluarga pra dan paska pernikahan, termasuk rencana investasi keluarga, dan pelatihan usaha serta pemberian akses usaha produktif bagi keluarga miskin dan rentan, fasilitasi pendanaan ultra mikro bagi individu atau kelompok usaha produktif, dan akses pendanaan lanjutan bagi usaha produktif dari kelompok miskin dan rentan; dan (2) keperantaraan usaha dan dampak sosial, mencakup: penguatan kapasitas usaha kelompok miskin dan rentan dengan skema pembinaan usaha serta menghubungkan dengan mitra usaha strategis dan pendanaan inisiatif-inisiatif pemberdayaan ekonomi produktif yang berdampak sosial.

Pada tahun 2016, upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui: (1) perluasan kepesertaan dan penyempurnaan sistem jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan; (2) peningkatan ketersediaan pelayanan dasar yang disertai dengan peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan bagi masyarakat miskin dan rentan; dan (3) peningkatan kemampuan penduduk miskin dalam mengembangkan penghidupan yang berkelanjutan melalui penguatan aset sosial penduduk miskin, meningkatkan kemampuan berusaha dan bekerja penduduk miskin, dan memperluas akses penduduk miskin terhadap modal.

Selama tahun 2016-2019, pemerintah terus memperkuat upaya pengurangan kemiskinan antara lain dengan menambah jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 (sepuluh) juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan melakukan transformasi dari subsidi pangan ke bantuan pangan non tunai (BPNT) dengan penerima sebanyak 15,6 (lima belas koma enam) juta KPM. Penambahan ini sekaligus memperluas cakupan PKH ke daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau, seperti wilayah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Seiring dengan meningkatnya KPM PKH, sekaligus juga

11

diperluas target kabupaten/kota yang menjadi lokasi penerima bantuan sosial BPNT.

Kementerian Sosial sebagai salah satu leading sektor program penanggulangan kemiskinan, disamping meningkatkan target PKH dan BPNT, juga dituntut mengembangkan berbagai program inovasi. Kebijakan penanggulangan kemiskinan yang selama ini lebih terfokus pada upaya pemberian bantuan sosial, perlu disertai dengan upaya peningkatan pendapatan penduduk miskin dan rentan.

Terkait dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial memandang perlu mengembangkan inovasi penanggulangan kemiskinan dengan melakukan upaya-upaya pemberdayaan sosial bagi keluarga miskin dan rentan miskin melalui pembentukan dan pengembangan kewirausahaan sosial (social enterpreneurship). Kewirausahaan sosial ini diharapkan dapat menjadi model yang tepat untuk memutus ketergantungan KPM terhadap bantuan sosial sehingga menjadi produktif dan mandiri.

Indikator program kewirausahaan sosial yang telah dijalankan di tahun 2020 dapat dilihat dalam bagan berikut:

Gambar 1 Parameter Program Kewirausahaan Sosial

INPUT PROCESS OUTPUT OUTCOME

Regulasi, Pedoman, Dukungan manajemen program

Sumber daya manusia

Anggaran

Persyaratan menjadi KPM ProKUS

Bantuan sosial modal usaha (BSIMU)

Inkubasi mentoring bisnis (IMB)

Pendampingan Usaha (Mentoring)

Inklusi Keuangan

Manajemen aset

Mata Pencaharian Berkelanjutan

Modal Sosial dan Jaringan

Meningkatkan pendapatan Penerima Manfaat

IMPACT

Kesejahteraan penerima manfaat

Pada penelitian ini belum diukur

12

12

Parameter input antara lain regulasi, sumber daya manusia, dan anggaran. Selanjutnya paremeter proses antara lain; persyaratan menjadi KPM ProKUS, bantuan sosial insentif modal usaha (BSIMU), Inkubasi mentoring bisnis (IMB), dan pendampingan sosial. Parameter output antara lain kemampuan mengakses keuangan, kemampuan mengelola asset, kemampuan mata pencaharian yang berkelanjutan dan kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring. Sedangkan parameter outcome adalah peningkatan keluarga.

13

12

Parameter input antara lain regulasi, sumber daya manusia, dan anggaran. Selanjutnya paremeter proses antara lain; persyaratan menjadi KPM ProKUS, bantuan sosial insentif modal usaha (BSIMU), Inkubasi mentoring bisnis (IMB), dan pendampingan sosial. Parameter output antara lain kemampuan mengakses keuangan, kemampuan mengelola asset, kemampuan mata pencaharian yang berkelanjutan dan kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring. Sedangkan parameter outcome adalah peningkatan keluarga.

13

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah campuran yaitu

kuantitatif dan kualitatif. Unit analisis penelitian ini adalah pada Kelompok Penerima Manfaat ProKUS dari proses sampai outcome. Sedangkan untuk Input program akan dilihat secara kualitatif dari pengelola program.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Jumlah penerima manfaat pada program kewirausahaan sosial yang menjadi populasi penelitian sebanyak 1.000 KPM. Populasi tersebut tersebar di lima kabupaten/kota antara lain: Kab. Bandung Barat (285KPM), Kab. Majalengka (300 KPM), Kab. Bantul (106 KPM), Kab. Semarang (200 KPM) dan DKI Jakarta (109 KPM).

Mengingat jumlah wilayahnya hanya 5, maka keseluruhan wilayah diambil semuanya dengan proporsional jumlah KPM tiap wilayah. Penarikan jumlah sampel secara keseluruhan diambil berdasarkan table Cohen Manion dan Morrison. Dari tabel ini jumlah sampel yang muncul, memiliki ragam Taraf Keyakinan penelitian dari 90%, 95% dan 99% yang masing-masing taraf memiliki jumlah sampel berbeda. Selain itu, tabel ini juga memuat Interval Keyakinan penelitian (alpha) yaitu dari 0,1, 0,05, hingga 0,01. Dengan jumlah populasi sebanyak 1.000, maka dengan tingkat kepercayaan 99% dan nilai alpha 0,05, maka jumlah sampel ditemukan sebanyak 509 responden. Adapun proporsi tiap wilayah adalah sebagai berikut:

14

14

Tabel 1 Populasi dan Sampel Penerima Manfaat ProKUS

No Lokasi Populasi Sampel Pembulatan 1. Bandung Barat 285 145,1 145 2. Majalengka 300 152,7 153 3. Bantul 106 53,9 54 4. Semarang 200 101,8 102 5. DKI Jakarta 109 55,5 55 JUMLAH 1000 509

Pemilihan nama responden ditentukan secara Simple Random Sampling berdasarkan daftar keluarga penerima manfaat program kewirausahaan sosial tahun 2020. Pengacakan dalam memilih responden menggunakan aplikasi online “Random Number Generator” dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian sangatlah penting karena berkaitan dengan tersedianya data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, sehingga simpulan yang diambil adalah benar. Oleh karena itu dalam penelitian, metode pengumpulan data harus dilakukan dengan tepat.

Penelitian ini menggunakan empat metode pengumpulan data antara lain: 1) Angket: dilakukan dengan penyebaran angket kepada responden yang sesuai dengan kriteria. Pengisian data oleh responden dilakukan dengan wawancara oleh enumerator yang sudah dilatih. 2) Wawancara mendalam: dilakukan oleh peneliti untuk mendalami pelaksanaan kewirausahaan sosial pada KPM. 3) Focus Group Discusion (FGD): dilakukan oleh peneliti untuk memperdalam peran stake holder yang terlibat. 4) Studi Dokumentasi dan Pustaka: sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yang

15

14

Tabel 1 Populasi dan Sampel Penerima Manfaat ProKUS

No Lokasi Populasi Sampel Pembulatan 1. Bandung Barat 285 145,1 145 2. Majalengka 300 152,7 153 3. Bantul 106 53,9 54 4. Semarang 200 101,8 102 5. DKI Jakarta 109 55,5 55 JUMLAH 1000 509

Pemilihan nama responden ditentukan secara Simple Random Sampling berdasarkan daftar keluarga penerima manfaat program kewirausahaan sosial tahun 2020. Pengacakan dalam memilih responden menggunakan aplikasi online “Random Number Generator” dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian sangatlah penting karena berkaitan dengan tersedianya data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, sehingga simpulan yang diambil adalah benar. Oleh karena itu dalam penelitian, metode pengumpulan data harus dilakukan dengan tepat.

Penelitian ini menggunakan empat metode pengumpulan data antara lain: 1) Angket: dilakukan dengan penyebaran angket kepada responden yang sesuai dengan kriteria. Pengisian data oleh responden dilakukan dengan wawancara oleh enumerator yang sudah dilatih. 2) Wawancara mendalam: dilakukan oleh peneliti untuk mendalami pelaksanaan kewirausahaan sosial pada KPM. 3) Focus Group Discusion (FGD): dilakukan oleh peneliti untuk memperdalam peran stake holder yang terlibat. 4) Studi Dokumentasi dan Pustaka: sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yang

15

berbentuk catatan harian, laporan, foto dan sebagainya. Disamping itu juga dilakukan studi kepustakaan dari buku-buku, jurnal, website dan laporan hasil penelitian yang relevan. Pengumpul data Kuantitatif

Data kuantitatif dikumpulkan dengan angket, namun menggunakan metode wawancara karena dikhawatirkan ada perbedaan persepsi maupun keterbatasan penggunaan teknologi dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Pengumpulan data kuantitatif dibantu oleh enumerator yang sudah dilatih oleh peneliti tentang instrument dan teknik wawancara. Seorang enumerator akan mewawancarai 7 orang KPM setiap hari sehingga dalam tiga hari seorang enumerator akan menyelesaikan 21 responden. Setiap lokasi membutuhkan enumerator yang berbeda yang dihitung secara proporsional sebagai berikut:

Tabel 2 Jumlah Enumerator Penelitian

No Lokasi Sample Enumerator 1. Kab. Bandung Barat 145 7 2. Kab. Majalengka 153 7 3. Kab. Bantul 54 3 4. Kab, Semarang 102 5 5. DKI Jakarta 55 3 JUMLAH 509 25

Jumlah sample sebanyak 509 KPM dan dengan jumlah enumerator sebanyak 25 orang, maka pengumpulan data kuantitatif akan selesai dalam waktu 3 hari. Enumerator diambil dari seseorang yang telah diseleksi Dinas Sosial dengan persyaratan tidak terlibat dalam program kewirausaan sosial dengan maksud meminimalisir bias terhadap

16

16

jawaban yang diberikan responden. Sampai akhir penelitian jumlah responden yang berhasil diwawancarai sebanyak 510 responden (n=510). Pengumpul data Kualitatif

Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam melalui informan yang dipilih secara purposive dengan ketentuan, mengetahui pelaksanaan program kewirausahaan sosial. Informan yang telah ditentukan antara lain:

Tabel 3 Jumlah Informan Wawancara Mendalam per Lokasi

No Informan Jumlah 1. Dinas Sosial 1 2. Inkubator Bisnis 1 3. Mentor 2 4. KPM yang dianggap berhasil 2 5. KPM yang kurang berkembang 2 JUMLAH 8

Dinas Sosial merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap

Program Kewirausahaan Sosial di daerah, sehingga dianggap pihak yang mengetahui pelaksanaan program tersebut. Inkubator Bisnis adalah pihak yang mendampingi KPM dalam pengelolaan bantuan yang diberikan, mulai dari pelatihan, pengurusan ijin usaha dan pemasaran. Mentor adalah seseorang yang secara teknis mendampingi usaha KPM. Sedangkan KPM yang dianggap berhasil dan kurang berhasil diharapkan memberikan informasi tentang testimoni pelaksanaan program.

Pengumpulan data kualitatif kedua dilakukan dengan Fokus Group Discussion (FGD) yang pesertanya diambil secara purposive. Peserta

17

16

jawaban yang diberikan responden. Sampai akhir penelitian jumlah responden yang berhasil diwawancarai sebanyak 510 responden (n=510). Pengumpul data Kualitatif

Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam melalui informan yang dipilih secara purposive dengan ketentuan, mengetahui pelaksanaan program kewirausahaan sosial. Informan yang telah ditentukan antara lain:

Tabel 3 Jumlah Informan Wawancara Mendalam per Lokasi

No Informan Jumlah 1. Dinas Sosial 1 2. Inkubator Bisnis 1 3. Mentor 2 4. KPM yang dianggap berhasil 2 5. KPM yang kurang berkembang 2 JUMLAH 8

Dinas Sosial merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap

Program Kewirausahaan Sosial di daerah, sehingga dianggap pihak yang mengetahui pelaksanaan program tersebut. Inkubator Bisnis adalah pihak yang mendampingi KPM dalam pengelolaan bantuan yang diberikan, mulai dari pelatihan, pengurusan ijin usaha dan pemasaran. Mentor adalah seseorang yang secara teknis mendampingi usaha KPM. Sedangkan KPM yang dianggap berhasil dan kurang berhasil diharapkan memberikan informasi tentang testimoni pelaksanaan program.

Pengumpulan data kualitatif kedua dilakukan dengan Fokus Group Discussion (FGD) yang pesertanya diambil secara purposive. Peserta

17

adalah pihak terkait (stakeholder) dalam program kewirausahaan sosial. Informan yang diundang dalam forum ini antara lain:

Tabel 4 Jumlah Informan Focus Group Discussion (FGD) per Lokasi

No Informan Jumlah 1. Dinas Sosial 3 2. Inkubator Bisnis 2 3. Pendamping Sosial 2 4. Dinas Koperasi 1 5. Dinas Perdagangan 1 6 . Bappeda 1 7. Lembaga Keuangan 2 8. Tokoh Masyarakat 1 9. UMKM 2 JUMLAH 15

Operasionalisasi Konsep

Indikator input terdiri dari Peraturan, Pedoman, Sumber Daya Manusia, dan Anggaran tidak diukur secara kualitatif tetapi akan terlihat dalam prosesnya, karena penelitian ini menggunakan unit analisis Penerima Manfaat. Sedangkan data input diperoleh dari pengelola program yaitu Kementerian Sosial. Ada satu tahapan dalam indikator input yaitu dalam menentukan penerima manfaat harus ada penilaian yang mendalam, karena tidak semua penerima manfaat yang telah ditentukan memiliki jiwa wirausaha. Selain itu, juga harus ada pengembangan kewirausahaan sosial berbasis komoditas sebelum diberikan modal usaha. Pemetaan ini penting karena dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal yang belum tergali.

18

18

Indikator proses, output dan outcome akan diukur secara kuantitatif karena yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Operasionalisasi konsep dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 Operasionalisasi Konsep

1. INPUT PARAMETER INDIKATOR Regulasi,

Pedoman, Dukungan manajemen program

Ketersediaan Peraturan Ketersediaan Juklak, Juknis Ketersediaan dokumen Perencanaan, persiapan, pengendalian, monitoring dan evaluasi Ketersediaan sistem informasi manajemen berbasis digital yang menjangkau perkembangan usaha masing-masing KPM PKH Graduasi

Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketersediaan Inkubator Bisnis Ketersediaan Pendampingan Bisnis (Mentor) Ketersediaan Pendampingan Sosial (TKSK/Pendamping PKH)

Anggaran Ketersediaan Bantuan Manajemen IMB Ketersediaan Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

2. PROSES PARAMETER INDIKATOR (P1) Persyaratan

menjadi KPM Prokus

Anggota PKH Graduasi Punya Rintisan Usaha

(P2) Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000 Penambahan Alat Produksi Penambahan Varian Produk/jasa

(P3) Inkubasi Diberi pelatihan

18

Indikator proses, output dan outcome akan diukur secara kuantitatif karena yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Operasionalisasi konsep dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 Operasionalisasi Konsep

1. INPUT PARAMETER INDIKATOR Regulasi,

Pedoman, Dukungan manajemen program

Ketersediaan Peraturan Ketersediaan Juklak, Juknis Ketersediaan dokumen Perencanaan, persiapan, pengendalian, monitoring dan evaluasi Ketersediaan sistem informasi manajemen berbasis digital yang menjangkau perkembangan usaha masing-masing KPM PKH Graduasi

Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketersediaan Inkubator Bisnis Ketersediaan Pendampingan Bisnis (Mentor) Ketersediaan Pendampingan Sosial (TKSK/Pendamping PKH)

Anggaran Ketersediaan Bantuan Manajemen IMB Ketersediaan Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

2. PROSES PARAMETER INDIKATOR (P1) Persyaratan

menjadi KPM Prokus

Anggota PKH Graduasi Punya Rintisan Usaha

(P2) Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000 Penambahan Alat Produksi Penambahan Varian Produk/jasa

(P3) Inkubasi Diberi pelatihan

18

Indikator proses, output dan outcome akan diukur secara kuantitatif karena yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Operasionalisasi konsep dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 Operasionalisasi Konsep

1. INPUT PARAMETER INDIKATOR Regulasi,

Pedoman, Dukungan manajemen program

Ketersediaan Peraturan Ketersediaan Juklak, Juknis Ketersediaan dokumen Perencanaan, persiapan, pengendalian, monitoring dan evaluasi Ketersediaan sistem informasi manajemen berbasis digital yang menjangkau perkembangan usaha masing-masing KPM PKH Graduasi

Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketersediaan Inkubator Bisnis Ketersediaan Pendampingan Bisnis (Mentor) Ketersediaan Pendampingan Sosial (TKSK/Pendamping PKH)

Anggaran Ketersediaan Bantuan Manajemen IMB Ketersediaan Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

2. PROSES PARAMETER INDIKATOR (P1) Persyaratan

menjadi KPM Prokus

Anggota PKH Graduasi Punya Rintisan Usaha

(P2) Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000 Penambahan Alat Produksi Penambahan Varian Produk/jasa

(P3) Inkubasi Diberi pelatihan

19

18

Indikator proses, output dan outcome akan diukur secara kuantitatif karena yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Operasionalisasi konsep dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 Operasionalisasi Konsep

1. INPUT PARAMETER INDIKATOR Regulasi,

Pedoman, Dukungan manajemen program

Ketersediaan Peraturan Ketersediaan Juklak, Juknis Ketersediaan dokumen Perencanaan, persiapan, pengendalian, monitoring dan evaluasi Ketersediaan sistem informasi manajemen berbasis digital yang menjangkau perkembangan usaha masing-masing KPM PKH Graduasi

Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketersediaan Inkubator Bisnis Ketersediaan Pendampingan Bisnis (Mentor) Ketersediaan Pendampingan Sosial (TKSK/Pendamping PKH)

Anggaran Ketersediaan Bantuan Manajemen IMB Ketersediaan Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

2. PROSES PARAMETER INDIKATOR (P1) Persyaratan

menjadi KPM Prokus

Anggota PKH Graduasi Punya Rintisan Usaha

(P2) Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000 Penambahan Alat Produksi Penambahan Varian Produk/jasa

(P3) Inkubasi Diberi pelatihan

19

Mentoring Bisnis (IMB)

Dibimbing market analysis Ijin Usaha Pameran Produk

(P4) Pendampingan Usaha (Mentoring)

Ada pendamping usaha Intensitas pendampingan Penangkapan materi

3. OUTPUT PARAMETER INDIKATOR (P5) Kemampuan

mengakses Keuangan

Diberi bantuan modal usaha Bantuan melalui apa Akses ke bank/lembaga keuangan

(P6) Kemampuan mengelola aset

Menggunakan pencatatan keuangan Penambahan Keuntungan Pengelolaan modal dan keuntungan pakai rekening bank

(P7) Kemampuan mata pencaharian berkelanjutan

Peningkatan pendapatan Pemenuhan kebutuhan pokok Penambahan modal atau menabung

(P8) Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring

Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS Berjejaring dengan Mentor / pembimbing bisnis Menambah karyawan

4. OUTCOME (P9) Meningkatnya

pendapatan Peningkatan pendapatan keluarga

19

Mentoring Bisnis (IMB)

Dibimbing market analysis Ijin Usaha Pameran Produk

(P4) Pendampingan Usaha (Mentoring)

Ada pendamping usaha Intensitas pendampingan Penangkapan materi

3. OUTPUT PARAMETER INDIKATOR (P5) Kemampuan

mengakses Keuangan

Diberi bantuan modal usaha Bantuan melalui apa Akses ke bank/lembaga keuangan

(P6) Kemampuan mengelola aset

Menggunakan pencatatan keuangan Penambahan Keuntungan Pengelolaan modal dan keuntungan pakai rekening bank

(P7) Kemampuan mata pencaharian berkelanjutan

Peningkatan pendapatan Pemenuhan kebutuhan pokok Penambahan modal atau menabung

(P8) Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring

Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS Berjejaring dengan Mentor / pembimbing bisnis Menambah karyawan

4. OUTCOME (P9) Meningkatnya

pendapatan Peningkatan pendapatan keluarga

19

Mentoring Bisnis (IMB)

Dibimbing market analysis Ijin Usaha Pameran Produk

(P4) Pendampingan Usaha (Mentoring)

Ada pendamping usaha Intensitas pendampingan Penangkapan materi

3. OUTPUT PARAMETER INDIKATOR (P5) Kemampuan

mengakses Keuangan

Diberi bantuan modal usaha Bantuan melalui apa Akses ke bank/lembaga keuangan

(P6) Kemampuan mengelola aset

Menggunakan pencatatan keuangan Penambahan Keuntungan Pengelolaan modal dan keuntungan pakai rekening bank

(P7) Kemampuan mata pencaharian berkelanjutan

Peningkatan pendapatan Pemenuhan kebutuhan pokok Penambahan modal atau menabung

(P8) Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring

Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS Berjejaring dengan Mentor / pembimbing bisnis Menambah karyawan

4. OUTCOME (P9) Meningkatnya

pendapatan Peningkatan pendapatan keluarga

20

20

Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengorganisir informasi, b) membaca keseluruhan informasi dan memberi kode, c) membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya, d) peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori, e) selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain dan f) menyajikan secara naratif.

Analisis Data

Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel yang ada pada penelitian. Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat tabel distribusi jawaban angket variabel X dan Y. b. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang

telah ditetapkan. c. Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap-tiap

responden. d. Memasukkan skor tersebut ke dalam rumus:

Keterangan: DP : Deskripsi persentase n : Jumlah skor yang diharapkan N : Nilai persentase atau hasil

Penghitungan jumlah nilai dari setiap dimensi diperoleh dari

jumlah nilai rata-rata setiap indikator dalam parameter. Sedangkan nilai parameter komposit (gabungan) merupakan jumlah nilai rata-rata dari

21

20

Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengorganisir informasi, b) membaca keseluruhan informasi dan memberi kode, c) membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya, d) peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori, e) selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain dan f) menyajikan secara naratif.

Analisis Data

Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel yang ada pada penelitian. Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat tabel distribusi jawaban angket variabel X dan Y. b. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang

telah ditetapkan. c. Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap-tiap

responden. d. Memasukkan skor tersebut ke dalam rumus:

Keterangan: DP : Deskripsi persentase n : Jumlah skor yang diharapkan N : Nilai persentase atau hasil

Penghitungan jumlah nilai dari setiap dimensi diperoleh dari

jumlah nilai rata-rata setiap indikator dalam parameter. Sedangkan nilai parameter komposit (gabungan) merupakan jumlah nilai rata-rata dari

21

setiap parameter dikalikan dengan penimbang, yaitu 0,11 (untuk 9 dimensi). Selanjutnya nilai akan dikategorikan menjadi empat yaitu : A (Sangat Baik)

: 75,26 - 100,00

B (Baik) : 50,51 - 75,25 C (Kurang Baik) : 25,76 - 50,50 D (Tidak Baik) : 1 - 25,75

22

22

BAB IV GAMBARAN UMUM ProKUS DI LOKASI PENELITIAN

Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) pertama kali

dilaksanakan di tahun 2020 yang berlokasi di 5 kabupaten/kota antara lain: Kab. Bantul, Kab. Semarang, Kab. Majalengka, Kab. Bandung Barat dan DKI Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih setelah empat bulan berjalannya program. Pelaksanaan ProKUS di setiap lokasi juga terselenggara dalam situasi kondisi pandemi Covid-19. Dengan demikian kedua kondisi ini banyak berpengaruh terhadap jalannya program.

DKI Jakarta

DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi pilot project pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial. Sebanyak 109 KK menjadi Penerima Manfaat dan seluruhnya merupakan Keluarga Penerima Manfaat Program PKH dengan usaha kecil rintisan yang tersebar di Jakarta Utara, Timur, Barat, Pusat dan Selatan. Ada berbagai start up usaha kecil yang dimiliki oleh penerima manfaat, ada yang bergerak di bidang usaha warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, makanan cepat saji, kuliner, garmen, dan usaha jasa. Inkubator bisnis yang mengimplementasikannya adalah “Bina Swadaya” yang salah satu kegiatan usahanya adalah sebagai konsultan usaha kecil, menengah di masyarakat. Memiliki empat staf teknis yang menjadi mentor bagi penerima manfaat di DKI Jakarta. Keempat mentor tersebut juga memiliki pengalaman di usaha kecil dan menengah. Menurut pembimbing, secara umum usaha yang dilakukan oleh penerima manfaat termasuk dalam jenis usaha Ultra Mikro karena memiliki modal yang sangat kecil dan memiliki pangsa pasar di sekitarnya sehingga keuntungan usaha tidak terlalu besar.

Dinas Sosial DKI Jakarta menyambut baik program yang digagas Kementerian Sosial RI, namun Dinas Sosial DKI Jakarta masih belum

23

22

BAB IV GAMBARAN UMUM ProKUS DI LOKASI PENELITIAN

Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) pertama kali

dilaksanakan di tahun 2020 yang berlokasi di 5 kabupaten/kota antara lain: Kab. Bantul, Kab. Semarang, Kab. Majalengka, Kab. Bandung Barat dan DKI Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih setelah empat bulan berjalannya program. Pelaksanaan ProKUS di setiap lokasi juga terselenggara dalam situasi kondisi pandemi Covid-19. Dengan demikian kedua kondisi ini banyak berpengaruh terhadap jalannya program.

DKI Jakarta

DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi pilot project pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial. Sebanyak 109 KK menjadi Penerima Manfaat dan seluruhnya merupakan Keluarga Penerima Manfaat Program PKH dengan usaha kecil rintisan yang tersebar di Jakarta Utara, Timur, Barat, Pusat dan Selatan. Ada berbagai start up usaha kecil yang dimiliki oleh penerima manfaat, ada yang bergerak di bidang usaha warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, makanan cepat saji, kuliner, garmen, dan usaha jasa. Inkubator bisnis yang mengimplementasikannya adalah “Bina Swadaya” yang salah satu kegiatan usahanya adalah sebagai konsultan usaha kecil, menengah di masyarakat. Memiliki empat staf teknis yang menjadi mentor bagi penerima manfaat di DKI Jakarta. Keempat mentor tersebut juga memiliki pengalaman di usaha kecil dan menengah. Menurut pembimbing, secara umum usaha yang dilakukan oleh penerima manfaat termasuk dalam jenis usaha Ultra Mikro karena memiliki modal yang sangat kecil dan memiliki pangsa pasar di sekitarnya sehingga keuntungan usaha tidak terlalu besar.

Dinas Sosial DKI Jakarta menyambut baik program yang digagas Kementerian Sosial RI, namun Dinas Sosial DKI Jakarta masih belum

23

mengetahui peran teknis dalam skema Program Kewirausahaan Sosial. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan pengembangan Program Kewirausahaan Terpadu yang secara teknis mirip dengan Program Kewirausahaan Sosial. Perbedaan dari kedua program ini adalah adanya bantuan modal sebesar tiga juta rupiah untuk program dari Kementerian Sosial. Profil KPM (Kepesertaan)

Sejumlah 109 keluarga yang menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Kewirausahaan Sosial (Prokus) keseluruhannya merupakan KPM Graduasi dari Program Keluarga Harapan (PKH). Dari 109 KPM diambil 57 KPM menjadi responden dalam penelitian ini yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Keseluruhan responden merupakan perempuan atau Ibu/isteri yang menjadi penerima manfaat PKH sebelumnya.

Gambar 2 Kepesertaan Berdasarkan Lamanya Graduasi Dari PKH

24

24

Usia atau jangka waktu graduasi responden bervariasi (Tabel 1) dan paling banyak responden menyatakan sudah graduasi dari PKH selama 1 tahun yakni sebanyak 61,4%, kemudian menjawab sudah graduasi selama 2 tahun sebanyak 26,3% dan terdapat sudah graduasi kurang dari 1 tahun sebanyak 7,0%. Selanjutnya pada Tabel 2, pada umumnya responden DKI Jakarta sudah memiliki rintisan usaha sebelum menjadi KPM Prokus, yakni sebesar 96%.

Gambar 3 Jenis Rintisan Usaha

Rintisan usaha yang dimiliki responden sebelum menjadi KPM

Prokus beraneka ragam dan pada umumnya memiliki usaha pada bidang kuliner sebanyak 57,9%, kemudian disusul usaha pada bidang jasa sebanyak 15,8%, usaha pada bidang retail sebanyak 12,3% dan menjawab sudah memiliki rintisan usaha pada bidang agribisnis dan lainnya masing-masing sebesar 7,0%.

25

24

Usia atau jangka waktu graduasi responden bervariasi (Tabel 1) dan paling banyak responden menyatakan sudah graduasi dari PKH selama 1 tahun yakni sebanyak 61,4%, kemudian menjawab sudah graduasi selama 2 tahun sebanyak 26,3% dan terdapat sudah graduasi kurang dari 1 tahun sebanyak 7,0%. Selanjutnya pada Tabel 2, pada umumnya responden DKI Jakarta sudah memiliki rintisan usaha sebelum menjadi KPM Prokus, yakni sebesar 96%.

Gambar 3 Jenis Rintisan Usaha

Rintisan usaha yang dimiliki responden sebelum menjadi KPM

Prokus beraneka ragam dan pada umumnya memiliki usaha pada bidang kuliner sebanyak 57,9%, kemudian disusul usaha pada bidang jasa sebanyak 15,8%, usaha pada bidang retail sebanyak 12,3% dan menjawab sudah memiliki rintisan usaha pada bidang agribisnis dan lainnya masing-masing sebesar 7,0%.

25

Profil Inkubator bisnis

Kementerian Sosial menunjuk sebuah lembaga yang bernama Bina Swadaya sebagai inkubator bisnis dan menyiapkan tenaga pendamping/mentor bisnis untuk Program Kewirausahaan Sosial di Propinsi DKI Jakarta. Lembaga ini dikenal sudah memiliki pengalaman dalam melakukan pendampingan kepada pelaku usaha kecil dan menengah di DKI Jakarta. Namun secara aktual inkubator bisnis ini hanya bersifat formal dalam kerjasama pendampingan karena yang paling dominan dalam melakukan pendampingan dan pelatihan adalah para mentor. Profil Mentor

Program Kewirausahaan Sosial (Prokus) di Propinsi DKI Jakarta didampingi oleh 4 orang mentor yang sudah memiliki pengalaman dalam dunia usaha kecil dan menengah (UKM) bahkan para mentor ini juga menjadi pelaku UKM. Keempat mentor ini antara lain: Bapak David, Ibu Ervince, Bapak Arie dan Bapak Benito. Keempat mentor ini berpasangan dan membagi wilayah kerja, yakni untuk KPM yang berada di Jakarta Selatan, Timur serta Barat didampingi oleh Bapak David dan Ibu Ervince. Sementara untuk KPM yang berada di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat didampingi oleh Bapak Arie dan Bapak Benito.

Meski program kewirausahaan sosial baru mulai berjalan pada tahun 2020 dan fase pendampingan efektif dilakukan oleh para pendamping/mentor pada akhir November 2020, para pendamping secara pribadi akan terus membantu para penerima manfaat menjalankan usahanya ke tingkat usaha yang lebih baik. Para mentor menilai beberapa penerima manfaat bisa naik level dengan beberapa indikator, salah satunya kemahiran dalam promosi bisnis dengan menuju marketplace. Oleh karena itu, mentor telah menyediakan halaman arahan yang disebut “Pasar Wirausaha Indonesia” agar penerima manfaat dapat belajar menggunakan marketplace untuk meningkatkan promosi dan pendapatan.

26

26

Kabupaten Bandung Barat

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah satu lokasi Program Kewirausahaan Sosial 2020 yang menjadi prioritas nasional dalam pengentasan kemiskinan. Dalam situasi pandemi COVID-19, program Kewirausahaan Sosial diharapkan dapat membantu keluarga miskin yang terkena dampak kebijakan pembatasan sosial. Penambahan modal diharapkan dapat menjadi stimulan bagi keberlangsungan usahanya. Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat dimulai pada tahun 2020 dengan melibatkan 286 penerima manfaat. Mereka mendapatkan Bantuan Sosial Modal Usaha untuk mengembangkan usahanya. Penerima manfaat terdiri dari: Klaster kuliner 24,5% (70 penerima manfaat), Agribisnis 29,02% (83 penerima manfaat), Ritel 34,9% (97 penerima manfaat) dan Klaster Fashion 12,6% (36 penerima manfaat). Kemampuan mereka dalam berbisnis dapat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu pemula (Startup) dan berkembang (Scaleup). Data Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa tingkat Startup sekitar 32,02% atau 92 penerima manfaat, dan tingkat Scaleup sekitar 67,1% atau 192 penerima manfaat.

Hasil survei yang diikuti oleh 145 KPM Program Kewirausahaan Sosial yang telah menerima Bantuan Sosial Modal saha (BSMU) dari Kemenetrian Sosial, persebarannya adalah dari 145 responden peserta Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat menyatakan bahwa seratus persen pernah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). Dan seluruhnya sudah dinyatakan graduasi dari PKH. Lamanya jarak waktu gradusai dengan keterlibatan mereka dalam Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) sebagaimana bagan berikut ini.

27

26

Kabupaten Bandung Barat

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah satu lokasi Program Kewirausahaan Sosial 2020 yang menjadi prioritas nasional dalam pengentasan kemiskinan. Dalam situasi pandemi COVID-19, program Kewirausahaan Sosial diharapkan dapat membantu keluarga miskin yang terkena dampak kebijakan pembatasan sosial. Penambahan modal diharapkan dapat menjadi stimulan bagi keberlangsungan usahanya. Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat dimulai pada tahun 2020 dengan melibatkan 286 penerima manfaat. Mereka mendapatkan Bantuan Sosial Modal Usaha untuk mengembangkan usahanya. Penerima manfaat terdiri dari: Klaster kuliner 24,5% (70 penerima manfaat), Agribisnis 29,02% (83 penerima manfaat), Ritel 34,9% (97 penerima manfaat) dan Klaster Fashion 12,6% (36 penerima manfaat). Kemampuan mereka dalam berbisnis dapat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu pemula (Startup) dan berkembang (Scaleup). Data Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa tingkat Startup sekitar 32,02% atau 92 penerima manfaat, dan tingkat Scaleup sekitar 67,1% atau 192 penerima manfaat.

Hasil survei yang diikuti oleh 145 KPM Program Kewirausahaan Sosial yang telah menerima Bantuan Sosial Modal saha (BSMU) dari Kemenetrian Sosial, persebarannya adalah dari 145 responden peserta Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat menyatakan bahwa seratus persen pernah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). Dan seluruhnya sudah dinyatakan graduasi dari PKH. Lamanya jarak waktu gradusai dengan keterlibatan mereka dalam Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) sebagaimana bagan berikut ini.

27

Gambar 4 Kepesertaan Berdasarkan Lamanya Graduasi Dari PKH

Berdasarkan data diatas bahwa sebagian besar KPM ProKUS sudah graduasi dari PKH selama 2 tahun sebanyak 38,62 persen dan selama 3 tahun sebanyak 30,34 persen. Karakteristik yang lain bisa dilihat dari usia KPM sebagai berikut.

Gambar 5 Usia KPM Program Kewirausahaan Sosial

28

28

Usia KPM ProKUS yang paling banyak adalah antara 45-49 tahun yaitu sebanyak 25,52 persen selanjutnya yang lebih dari itu dan yang kurang jumlahnya seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang lebih dari 50 tahun jumlahnya cukup banyak yang memerlukan tantangan tersendiri untuk mengembangkannya. Data selanjutnya adalah jenis usaha dari KPM ProKUS.

Gambar 6 Jenis Usaha Peserta Program Kewirausahaan Sosial

Data diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar usaha yang dikembangkan sebelum mendapatkan ProKUS adalah agribisnis yaitu sebanyak 33,10 persen selanjutnya retail sebanyak 26,90 persen dan kuliner sebanyak 24,83 persen. Karakteristik selanjutnya adalah tingkat Pendidikan KPM dapat dilihat sebagai berikut.

29

28

Usia KPM ProKUS yang paling banyak adalah antara 45-49 tahun yaitu sebanyak 25,52 persen selanjutnya yang lebih dari itu dan yang kurang jumlahnya seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang lebih dari 50 tahun jumlahnya cukup banyak yang memerlukan tantangan tersendiri untuk mengembangkannya. Data selanjutnya adalah jenis usaha dari KPM ProKUS.

Gambar 6 Jenis Usaha Peserta Program Kewirausahaan Sosial

Data diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar usaha yang dikembangkan sebelum mendapatkan ProKUS adalah agribisnis yaitu sebanyak 33,10 persen selanjutnya retail sebanyak 26,90 persen dan kuliner sebanyak 24,83 persen. Karakteristik selanjutnya adalah tingkat Pendidikan KPM dapat dilihat sebagai berikut.

29

Gambar 7 Tingkat Pendidikan KPM

Sebagian besar tingkat pendidikan KPM adalah Sekolah Dasar yaitu sebanyak 64,83 persen selanjutnya Sekolah Menengah Pertama sebanyak 29,66 persen. Tingkat Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi usaha yang akan dikembangkan kedepan.

Gambar 8 Kepemilikan usaha sebelum mengikuti ProKUS

30

30

Karakteristik yang lain adalah sebagian besar KPM adalah mempunyai rintisan usaha sebelum mengikuti ProKUS yaitu sebanyak 92,41 persen. Lainnya yang 7,59 persen tidak mempunyai rintisan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya sejumlah 7,59 persen tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi KPM ProKUS. Profil Inkubator Bisnis

Kepala Dinas Sosial telah mencanangkan strategi “Sinergi Pentahelix Prokus Kabupaten Bandung Barat” untuk mengembangkan Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat dengan melibatkan lima pilar utama (penta helix). Kelima pilar tersebut meliputi; Pemerintah (pusat dan Daerah), Dunia Usaha (yang meliputi sektor-sektor usaha/bisnis di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Media (untuk keperluan promosi dan market place), komunitas serta Akademisi (dalam hal ini adalah OORANGE, yang telah memulai pemberdayaan bagi KPM PKH Graduasi dalam ProKUS di Kabupaten Bandung Barat). Jika digambarkan alur strategi tersebut akan nampak sebagaimana bagan di bawah ini.

Gambar 9 Sinergi Pentahelix Program Kewirausahaan Sosial

31

30

Karakteristik yang lain adalah sebagian besar KPM adalah mempunyai rintisan usaha sebelum mengikuti ProKUS yaitu sebanyak 92,41 persen. Lainnya yang 7,59 persen tidak mempunyai rintisan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya sejumlah 7,59 persen tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi KPM ProKUS. Profil Inkubator Bisnis

Kepala Dinas Sosial telah mencanangkan strategi “Sinergi Pentahelix Prokus Kabupaten Bandung Barat” untuk mengembangkan Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat dengan melibatkan lima pilar utama (penta helix). Kelima pilar tersebut meliputi; Pemerintah (pusat dan Daerah), Dunia Usaha (yang meliputi sektor-sektor usaha/bisnis di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Media (untuk keperluan promosi dan market place), komunitas serta Akademisi (dalam hal ini adalah OORANGE, yang telah memulai pemberdayaan bagi KPM PKH Graduasi dalam ProKUS di Kabupaten Bandung Barat). Jika digambarkan alur strategi tersebut akan nampak sebagaimana bagan di bawah ini.

Gambar 9 Sinergi Pentahelix Program Kewirausahaan Sosial

31

Pelaksanaan inkubasi bisnis pada Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat dilakukan oleh OORANGE, sebuah unit organisasi pengabdian masyarakat dibawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Pada penyelenggaraan inkubasi bisnisnya, OORANGE Unpad melakukannya dengan sistem transformasi skills dan pengetahuan bisnisnya melalui cara mentoring yang dilakukan oleh para pendamping, yang sebelumnya mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh OORANGE. Para pendamping ini oleh OORANGE dikenal dengan istilah MENTOR. Para mentor inilah yang selanjutnya mentranformasi keahlian dan pengetahuan bisnis kepada para KPM peserta ProKUS.

Proses inkubasi bisnis yang dilakukan oleh Oorange setidaknya meliputi lima tahapan, yaitu; Tahap Persiapan; Pada tahap ini beberapa kegiatan dilakukan dengan target utama adalah agar program siap diimplementasikan. Dalam tahap persiapan ini, setidak ditempuh dengan tiga aksi, meliputi; a) Konsolidasi Tim Pelaksana, b) Penyusunan rancangan program kegiatan, dan c) Rencana pembiayaan program. Salah satu teknik yang digunakan dalam tahapan ini adalah dengan penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan lima pilar utama (penta helix), yaitu; 1). Akademisi, 2). Industri, 3). Komunitas, 4). Pemerintah, dan 5). Media. Tahap Seleksi; Pada Tahap Seleksi ini, target utamanya adalah terpilihnya KPM PKH (Graduasi) yang terseleksi. Kegiatannya meliputui; a). Sosialisasi program, b). Seleksi Pemdamping dan KPM PKH (yang telah graduasi), dan c). Klustering (jenis usaha Calon KPM). Tahap Pelaksanaan Inkubasi; Target utama dari tahap ini adalah pruduk KPM PKH (graduasi) naik kelas. Hal ini dicapai melalui strategi; a). Workshop, b). Pendampingan, dan c). Pelatihan. Pelatihan ini meliputi beberapa jenis peningkatan skills bagi para KPM ProKUS, seperti; a). konsep bisnis, b). pemasaran, c). peningkatan SDM, d). keuangan, e). legalitas produk, f). legalitas bisnis, g). e-commerce, dan h). kemasan. Tahap Expo; Tahap ini bertujuan untuk terlaksananya pameran dan juga pendanaan. Pameran dilakukan

32

32

melalui expo yag diselenggarakan bagi para KPM ProKUS, yang melibatkan pemerintah (Pemerintah Daerah setempat), Lembaga Keuangan serta program-program khusus dari perusahaan. Tahap Evaluasi; Pencapaian pada tahap ini diharapkan para KPM ProKUS sudah memiliki aksesibilitas pada system perbankan (bankable) yang ditunjukkan dengan parameter, bahwa KPM ProKUS sudah layak mendapatkan pinjaman dari Lembaga keuangan (setempat). Pinjaman dari Lembaga keuangan ini dalam bentuk Kredit Lunak, yang bisa berasal dari beberapa Lembaga keuangan seperti; Umi, BLU, PIP, dan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himpunan Bank Negara (HIMBARA). Kredit lunak ini memiliki bunga pinjaman berkisar 2 -4 %.

Secara keseluruhan, skema proses inkubasi bisnis yang dilaksanakan oleh Oorange dapat dilihat dalam tayangan berikut ini:

Gambar 10 Proses Inkubasi Bisnis Program Kewirausahaan Sosial

Mentoring yang dilakukan oleh para mentor ini melibatkan sebanyak 19 mentor yaag dipilih berdasarkan seleksi dengan persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan untuk menjadi mentor adalah memiliki usaha atau pengalaman berusaha (bisnis).

33

32

melalui expo yag diselenggarakan bagi para KPM ProKUS, yang melibatkan pemerintah (Pemerintah Daerah setempat), Lembaga Keuangan serta program-program khusus dari perusahaan. Tahap Evaluasi; Pencapaian pada tahap ini diharapkan para KPM ProKUS sudah memiliki aksesibilitas pada system perbankan (bankable) yang ditunjukkan dengan parameter, bahwa KPM ProKUS sudah layak mendapatkan pinjaman dari Lembaga keuangan (setempat). Pinjaman dari Lembaga keuangan ini dalam bentuk Kredit Lunak, yang bisa berasal dari beberapa Lembaga keuangan seperti; Umi, BLU, PIP, dan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himpunan Bank Negara (HIMBARA). Kredit lunak ini memiliki bunga pinjaman berkisar 2 -4 %.

Secara keseluruhan, skema proses inkubasi bisnis yang dilaksanakan oleh Oorange dapat dilihat dalam tayangan berikut ini:

Gambar 10 Proses Inkubasi Bisnis Program Kewirausahaan Sosial

Mentoring yang dilakukan oleh para mentor ini melibatkan sebanyak 19 mentor yaag dipilih berdasarkan seleksi dengan persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan untuk menjadi mentor adalah memiliki usaha atau pengalaman berusaha (bisnis).

33

Profil Pendamping Usaha

Pendamping bagi Keluarga Penerima Manfaat Program Kewirausahaan Sosial (KPM ProKUS), oleh pelaksana inkubasi, Oorange, dikenal dengan istilah mentor. Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bandung Barat melibatkan 19 orang pendamping (mentor). Proses rekruitmen (seleksi) pendamping ini dilakukan oleh Oorange. Dalam proses recruitment pendamping (mentor) ini, Oorange mempersyaratkan kriteria tertentu. Persyaratan tersebut terbagi dalam syarat kompetensi dan adminstrasi. Persyaratan itu meliputi; 1. Memiliki motivasi tinggi untuk membuat bisnis dampingan. 2. Usia 25 - 45 tahun. 3. KTP berdomisili di wilayah tempat pendampingan. 4. Untuk mentor dari pelaku usaha dan pengurus komunitas:

Sudah Memiliki usaha minimal 5 tahun Omset minimal 50 juta/tahun. Memiliki badan usaha. Pendidikan minimal SMA. Mampu membuat dokumen rencana usaha.

5. Untuk mentor dari akademisi: Pengajar/pengelola inkubator/klinik konsultasi bisnis pada

Perguruan Tinggi di Jawa Barat, minimal 2 tahun. Minimal pendidikan S1. Memiliki Portofolio pada dunia UMKM. Memiliki surat tugas dari Lembaga Pengabdian Masyarakat dari

Universitas pengirim. 6. Untuk mentor dari UMKM:

Telah Memiliki sertifikat sebagai Pendamping yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi

Pendidikan minimal SMA.

34

34

Kabupaten Majalengka

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Pada akhir tahun 2018 Kabupaten Majalengka secara administratif terdiri dari 26 Kecamatan dan 343 desa/kelurahan dengan 30 berstatus desa dan 13 berstatus kelurahan.

Secara demografis Kabupaten Majalengka memiliki kepadatan penduduk yang terbilang rendah yaitu hanya 1000,66 jiwa per km persegi. Hal tersebut terjadi karena Kabupaten Majalengka masih didominasi dengan wilayah perdesaan serta masih banyak lahan yang belum menjadi permukiman. Dari 26 kecamatan, 12 di antaranya memiliki tingkat kepadatan penduduk di bawah 1.000 jiwa per km.

Jika ditinjau dari kepadatan penduduk per kecamatan, pada Gambar 9 terlihat kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah tengah dan utara mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah selatan, dengan kepadatan penduduk di atas 1.400 jiwa per km. Kecamatan Jatiwangi, Kadipaten dan Dawuan merupakan 3 kecamatan dengan tingkat kepadatan masing-masing mencapai 2.189 jiwa per km, 2.030 jiwa per km dan 2014 jiwa per km.

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Majalengka setiap tahunnya mengalami peningkatan walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk hanya 0,48 pada tahun 2019 penduduk Kabupaten Majalengka berjumlah 1.205.034 jiwa, mengalami pertambahan sebanyak 5.734 jiwa dari tahun 2018 yang berjumlah 1.199.300 jiwa. Rendahnya laju pertumbuhan penduduk kabupaten Majalengka tersebut di antaranya ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga yang berkualitas serta didorong oleh Program Keluarga Berencana yang semakin intens ke pelosok-pelosok daerah di Kabupaten Majalengka sehingga tingkat kelahiran relatif rendah.

35

34

Kabupaten Majalengka

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Pada akhir tahun 2018 Kabupaten Majalengka secara administratif terdiri dari 26 Kecamatan dan 343 desa/kelurahan dengan 30 berstatus desa dan 13 berstatus kelurahan.

Secara demografis Kabupaten Majalengka memiliki kepadatan penduduk yang terbilang rendah yaitu hanya 1000,66 jiwa per km persegi. Hal tersebut terjadi karena Kabupaten Majalengka masih didominasi dengan wilayah perdesaan serta masih banyak lahan yang belum menjadi permukiman. Dari 26 kecamatan, 12 di antaranya memiliki tingkat kepadatan penduduk di bawah 1.000 jiwa per km.

Jika ditinjau dari kepadatan penduduk per kecamatan, pada Gambar 9 terlihat kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah tengah dan utara mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah selatan, dengan kepadatan penduduk di atas 1.400 jiwa per km. Kecamatan Jatiwangi, Kadipaten dan Dawuan merupakan 3 kecamatan dengan tingkat kepadatan masing-masing mencapai 2.189 jiwa per km, 2.030 jiwa per km dan 2014 jiwa per km.

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Majalengka setiap tahunnya mengalami peningkatan walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk hanya 0,48 pada tahun 2019 penduduk Kabupaten Majalengka berjumlah 1.205.034 jiwa, mengalami pertambahan sebanyak 5.734 jiwa dari tahun 2018 yang berjumlah 1.199.300 jiwa. Rendahnya laju pertumbuhan penduduk kabupaten Majalengka tersebut di antaranya ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga yang berkualitas serta didorong oleh Program Keluarga Berencana yang semakin intens ke pelosok-pelosok daerah di Kabupaten Majalengka sehingga tingkat kelahiran relatif rendah.

35

Faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya laju pertumbuhan penduduk adalah faktor migrasi, diduga faktor migrasi keluar dari Kabupaten Majalengka terjadi cukup tinggi sehingga pertumbuhan penduduk berjalan relatif rendah. Beberapa alasan bagi penduduk Kabupaten Majalengka yang bermigrasi ke luar antara lain adalah kurangnya lapangan kerja di Kabupaten Majalengka, rendahnya Upah Minimum Kabupaten (UMK) dibandingkan dengan kabupaten lain (Gambar 10), serta untuk melanjutkan sekolah/kuliah pada berbagai jurusan pendidikan yang tidak terdapat di sekolah atau universitas yang ada di Kabupaten Majalengka.

Gambar 11 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2020-2021

36

36

Secara statistik, Kabupaten Majalengka dan wilayah sekitarnya seperti Cirebon, Indramayu, dan Kuningan (Ciayumajakuning) selalu menjadi daerah termiskin di Jawa Barat. Pada tahun 2020 dan 2021 Kuningan, Indramayu, Majalengka dan Cirebon berada di lima besar kabupaten/kota termiskin di Jawa Barat (Gambar 11 dan 12)

Gambar 12 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021

37

36

Secara statistik, Kabupaten Majalengka dan wilayah sekitarnya seperti Cirebon, Indramayu, dan Kuningan (Ciayumajakuning) selalu menjadi daerah termiskin di Jawa Barat. Pada tahun 2020 dan 2021 Kuningan, Indramayu, Majalengka dan Cirebon berada di lima besar kabupaten/kota termiskin di Jawa Barat (Gambar 11 dan 12)

Gambar 12 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021

37

Gambar 13 Angka Absolut dan Persentase Kemiskinan (P0-P1-P2) Kab/Kota

Provinsi Jawa Barat Tahun 2019-2010

Pada sisi lain, Majalengka dengan anggaran Rp.3,56 Triliun pada tahun 2021, bersama dengan tiga daerah sekitarnya ini berada di level pertengahan dalam tingkat anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat (Gambar 13). Hal ini menyiratkan bahwa kapasitas fiskal daerah yang cukup memadai ternyata belum menghasilkan politik anggaran yang mendukung penurunan kemiskinan.

38

38

Gambar 14 Besaran APBD Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021

Agenda penurunan kemiskinan Pemerintah Indonesia saat ini difokuskan pada dua pendekatan sekaligus. Pertama adalah program-program perlindungan sosial yang dirancang untuk mengurangi beban pengeluaran, dan kedua program-program pemberdayaan sosial yang dimaksudkan untuk menambah pendapatan penduduk miskin. Saat ini Program Kewirausahaan Sosial (Prokus) merupakan salah satu program Kementerian Sosial yang terdepan dalam skema pemberdayaan, meskipun baru saja diluncurkan pada tahun 2020.

Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota pertama yang dipilih oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial sebagai lokasi penerapan Prokus, tepatnya pada semester kedua tahun 2020. Pada tahun pertamanya, Majalengka merupakan daerah dengan populasi

39

38

Gambar 14 Besaran APBD Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2021

Agenda penurunan kemiskinan Pemerintah Indonesia saat ini difokuskan pada dua pendekatan sekaligus. Pertama adalah program-program perlindungan sosial yang dirancang untuk mengurangi beban pengeluaran, dan kedua program-program pemberdayaan sosial yang dimaksudkan untuk menambah pendapatan penduduk miskin. Saat ini Program Kewirausahaan Sosial (Prokus) merupakan salah satu program Kementerian Sosial yang terdepan dalam skema pemberdayaan, meskipun baru saja diluncurkan pada tahun 2020.

Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota pertama yang dipilih oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial sebagai lokasi penerapan Prokus, tepatnya pada semester kedua tahun 2020. Pada tahun pertamanya, Majalengka merupakan daerah dengan populasi

39

keluarga penerima manfaat Prokus terbesar dari empat lokasi lainnya. Dengan populasi 300 KPM, juga disiapkan 10 orang mentor yang bertugas mendampingi dalam fase pembibitan usaha ini.

Pada tahun pertama pelaksanaannya, Prokus menghadapi banyak kendala baik dari segi desain maupun implementasi program yang tersebar pada aspek input dan proses. Dinamika pada input dan proses ini tentunya mewarnai capaian program, baik dalam dimensi hasil (outcome) maupun dampak jangka pendek (intermediate impact). Gambaran umum nasional di lima lokasi juga terlihat di Majalengka.

Hasil survei yang diikuti oleh 153 responden yang telah menerima Bantuan Sosial Modal Usaha (BSMU) dari Kementerian Sosial menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga KPM Prokus Majalengka mengelompok pada golongan umur antara 35 hingga 50 tahun (Gambar 14). Mayoritas mereka berusia antara 40-44 tahun (23.4%) dan 45-49 tahun (21.4%). Sementara itu sekitar 6 persen KPM berusia antara 55-59 dan di atas 60 tahun.

Gambar 15 Usia KPM ProKUS Kabupaten Majalengka

0

6,5

11,0

19,5

23,4 21,4

11,7

4,5 1,9

0

5

10

15

20

25

25-29 Tahun

30-34 tahun

35-39 tahun

40-44 tahun

45–49 tahun

50-54 tahun

55-59 tahun

> 60 tahun

Usia saat ini Valid

40

40

Dalam hal kepesertaan, seluruh responden (100%) menyatakan pernah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan telah graduasi dari PKH. Mayoritas responden menyatakan telah dua tahun (40.3%) dan satu (34.4%) tahun graduasi dari PKH, ketika mereka masuk ke dalam Prokus. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden Prokus Majalengka belum terlalu lama keluar dari skema perlindungan sosial seperti PKH yang tentunya sangat berbeda dari skema pemberdayaan seperti Prokus.

Saat diwawancarai pada pertengahan 2021, mayoritas KPM Prokus Majalengka memilih bidang usaha Prokus yang relatif tidak berbeda dari jenis usaha yang dilakukannya sebelum menjadi KPM Prokus ketika masih merintis usaha pasca-keluar dari PKH (Gambar 16 dan 17). Jenis usaha yang dipilih adalah lainnya dan kuliner, yang keduanya mencapai dua pertiga dibandingkan dengan jenis usaha lain seperti pertanian/perkebunan, retail, jasa, kerajinan, dan fesyen.

Ini artinya kebanyakan penambahan natura yang disediakan Prokus masuk ke dalam penambahan modal dasar ataupun operasional usaha yang telah dirintis sebelumnya. Konsekuensi ini menunjukkan tidak adanya disrupsi kewirausahaan yang berarti khususnya dalam aspek pemilihan jenis usaha. Pada sisi lain, hal ini juga dapat berarti besaran nilai bantuan Prokus tidak cukup untuk mengembangkan usaha secara signifikan atau memulai usaha baru. Profil Inkubator Bisnis

Pada aspek inkubasi bisnis, Direktorat PSPKKM Kementerian Sosial menggunakan skema kerjasama dengan lembaga inkubator yang dipilih pada masing-masing kabupaten/kota. Pelaksanaan inkubasi bisnis Prokus Majalengka sendiri dilaksanakan oleh OORANGE, unit Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran.

Pada penyelenggaraan inkubasi bisnisnya, OORANGE melakukannya melalui skema peningkatan pengetahuan dan keterampilan bisnis melalui metode pengajaran/pedagogis berbentuk

41

40

Dalam hal kepesertaan, seluruh responden (100%) menyatakan pernah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan telah graduasi dari PKH. Mayoritas responden menyatakan telah dua tahun (40.3%) dan satu (34.4%) tahun graduasi dari PKH, ketika mereka masuk ke dalam Prokus. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden Prokus Majalengka belum terlalu lama keluar dari skema perlindungan sosial seperti PKH yang tentunya sangat berbeda dari skema pemberdayaan seperti Prokus.

Saat diwawancarai pada pertengahan 2021, mayoritas KPM Prokus Majalengka memilih bidang usaha Prokus yang relatif tidak berbeda dari jenis usaha yang dilakukannya sebelum menjadi KPM Prokus ketika masih merintis usaha pasca-keluar dari PKH (Gambar 16 dan 17). Jenis usaha yang dipilih adalah lainnya dan kuliner, yang keduanya mencapai dua pertiga dibandingkan dengan jenis usaha lain seperti pertanian/perkebunan, retail, jasa, kerajinan, dan fesyen.

Ini artinya kebanyakan penambahan natura yang disediakan Prokus masuk ke dalam penambahan modal dasar ataupun operasional usaha yang telah dirintis sebelumnya. Konsekuensi ini menunjukkan tidak adanya disrupsi kewirausahaan yang berarti khususnya dalam aspek pemilihan jenis usaha. Pada sisi lain, hal ini juga dapat berarti besaran nilai bantuan Prokus tidak cukup untuk mengembangkan usaha secara signifikan atau memulai usaha baru. Profil Inkubator Bisnis

Pada aspek inkubasi bisnis, Direktorat PSPKKM Kementerian Sosial menggunakan skema kerjasama dengan lembaga inkubator yang dipilih pada masing-masing kabupaten/kota. Pelaksanaan inkubasi bisnis Prokus Majalengka sendiri dilaksanakan oleh OORANGE, unit Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran.

Pada penyelenggaraan inkubasi bisnisnya, OORANGE melakukannya melalui skema peningkatan pengetahuan dan keterampilan bisnis melalui metode pengajaran/pedagogis berbentuk

41

pelatihan kepada para agen atau pendamping bisnis yang disebut ‘mentor bisnis’. Dalam pelaksanaannya di Majalengka, mentor ini sebenarnya bukanlah bagian dari struktur internal OORANGE melainkan mereka direkrut melalui rekrutmen terbuka yang dilaksanakan pada sekitar bulan Maret 2020.

Proses inkubasi bisnis yang dilakukan oleh Oorange setidaknya meliputi lima tahapan, yaitu persiapan, seleksi, pelaksanaan, expo, dan evaluasi. Tahap pertama, persiapan, yang bertujuan untuk menyiapkan implementasi program. Tahap persiapan ini ditempuh dengan tiga aksi, konsolidasi tim pelaksana, penyusunan rancangan program kegiatan, dan rencana pembiayaan program. Salah satu teknik yang digunakan dalam tahapan ini adalah dengan penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan lima pilar utama (pentahelix), yaitu akademisi, industri, komunitas, pemerintah, dan media.

Tahap kedua, seleksi, yang bertujuan memilih calon KPM PKH (Graduasi) yang sesuai kriteria. Kegiatannya meliputi sosialisasi program, seleksi pendamping dan KPM, dan klasterisasi jenis usaha KPM.

Tahap ketiga, inkubasi, yang bertujuan menaik-kelaskan produk KPM Prokus sehingga dapat dijual. Tahap inkubasi terdiri dari workshop, pendampingan, dan pelatihan. Pada proses inkubasi yang dianggap inti oleh OORANGE, pelatihan, mencakup strategi peningkatan keterampilan KPM Prokus dalam aspek konsep bisnis, pemasaran, peningkatan SDM, keuangan, legalitas produk, legalitas bisnis, e-commerce, dan kemasan.

Tahap ketiga, expo, yang bertujuan untuk melaksanakan pameran dan pendanaan. Pameran dilakukan melalui expo yag diselenggarakan bagi para KPM Prokus, yang melibatkan pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan perusahaan-perusahaan lokal setempat.

Tahap keempat, evaluasi, yang bertujuan mengevaluasi pencapaian inkubasi bisnis untuk menilai apakah KPM Prokus sudah dapat mengakses pinjaman dari lembaga keuangan lokal, seperti Umi, BLU,

42

42

PIP, dan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himpunan Bank Negara (HIMBARA).

Dalam melaksanakan keseluruhan aspek inkubasi Prokus Majalengka ini OORANGE Unpad bekerja bersamaan dengan pengimplementasian Prokus Kabupaten Bandung Barat, yang juga ia kelola. Salah satu konsekuensi logisnya adalah dalam implementasinya, khususnya pada aspek inkubasi di tingkat hilir, OORANGE menjadi lebih sering menyerahkan pelaksanaannya pada mentor bisnis Prokus Majalengka yang baru saja direkrut pada Maret 2020.

Banyak persoalan koordinasi dan sinergi antara inkubator dan pemerintah daerah terkendala. Hal ini disebabkan oleh OORANGE Unpad sendiri tidak memiliki kantor atau sekretariat atau bahkan petugas yang berdomisili di Majalengka. Sebagaimana yang diungkapkan salah satu kepala di Dinas Sosial Majalengka, “Kami (Dinas Sosial) nyaris tidak tahu tentang proses dan evaluasi KPM Prokus (di Majalengka) karena semua tahapan implementasi ditangani langsung oleh OORANGE dan mentornya yang ia sebar ke seluruh Majalengka.”

Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat pada Pedoman Umum Prokus, pemerintah daerah melalui dinas sosial memegang peranan yang sangat strategis dalam: 1. Menyiapkan kebijakan/regulasi yang mendukung pengembangan

dan penyelenggaraan Prokus di tingkat kabupataten/kota. 2. Melakukan koordinasi dan sinergi tingkat kabupaten/kota untuk

melaksanakan capaian keberhasilan Prokus. 3. Memberikan dukungan pembiayaan untuk pembentukan dan

pengembangan Prokus melalui APBD atau dengan pola cost-sharing antara pemerintah pusat dan/atau provinsi.

4. Mengusulkan lokasi dan calon penerima Prokus yang sudah divalidasi.

5. Melakukan pengusulan dan penetapan TKSK pendamping Prokus. 6. Membantu dalam pengembangan kemitraan dengan pihak non-

pemerintah di daerah untuk mendukung pendanaan Prokus.

43

42

PIP, dan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himpunan Bank Negara (HIMBARA).

Dalam melaksanakan keseluruhan aspek inkubasi Prokus Majalengka ini OORANGE Unpad bekerja bersamaan dengan pengimplementasian Prokus Kabupaten Bandung Barat, yang juga ia kelola. Salah satu konsekuensi logisnya adalah dalam implementasinya, khususnya pada aspek inkubasi di tingkat hilir, OORANGE menjadi lebih sering menyerahkan pelaksanaannya pada mentor bisnis Prokus Majalengka yang baru saja direkrut pada Maret 2020.

Banyak persoalan koordinasi dan sinergi antara inkubator dan pemerintah daerah terkendala. Hal ini disebabkan oleh OORANGE Unpad sendiri tidak memiliki kantor atau sekretariat atau bahkan petugas yang berdomisili di Majalengka. Sebagaimana yang diungkapkan salah satu kepala di Dinas Sosial Majalengka, “Kami (Dinas Sosial) nyaris tidak tahu tentang proses dan evaluasi KPM Prokus (di Majalengka) karena semua tahapan implementasi ditangani langsung oleh OORANGE dan mentornya yang ia sebar ke seluruh Majalengka.”

Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat pada Pedoman Umum Prokus, pemerintah daerah melalui dinas sosial memegang peranan yang sangat strategis dalam: 1. Menyiapkan kebijakan/regulasi yang mendukung pengembangan

dan penyelenggaraan Prokus di tingkat kabupataten/kota. 2. Melakukan koordinasi dan sinergi tingkat kabupaten/kota untuk

melaksanakan capaian keberhasilan Prokus. 3. Memberikan dukungan pembiayaan untuk pembentukan dan

pengembangan Prokus melalui APBD atau dengan pola cost-sharing antara pemerintah pusat dan/atau provinsi.

4. Mengusulkan lokasi dan calon penerima Prokus yang sudah divalidasi.

5. Melakukan pengusulan dan penetapan TKSK pendamping Prokus. 6. Membantu dalam pengembangan kemitraan dengan pihak non-

pemerintah di daerah untuk mendukung pendanaan Prokus.

43

7. Memfasilitasi peningkatan kapasitas bagi pelaku Prokus. 8. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Profil Pendamping Bisnis (Mentor)

Pendamping atau mentor bisnis Prokus Majalengka terdiri dari 10 orang yang direkrut oleh OORANGE pada sekitar Maret 2020. Salah satu persyaratan untuk menjadi mentor adalah memiliki usaha atau pengalaman usaha. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada mentor bisnis Prokus Bandung Barat yang merupakan wirausahawan lokal Bandung Barat yang telah mapan yang direkrut OORANGE untuk membantu pelaksanaan pendampingan Prokus.

Berbeda dengan Bandung Barat, mentor bisnis Prokus Majalengka seluruhnya merupakan para anak muda milenial (kelahiran 1981-1996) atau bahkan generasi Z (1997-2012) lulusan sarjana di bidang bisnis dan turunannya (ekonomi, manajemen, administrasi), yang mayoritasnya tidak memiliki bisnis maupun pengalaman berbisnis. Meskipun mereka merupakan warga asli Majalengka yang berdomisili di Majalengka, ketiadaan latar belakang bisnis dari para mentor bisnis Prokus Majalengka ini menjadi kontradiktif dengan kekhasan Prokus sebagai sebuah program yang menitik-beratkan pada aspek inkubasi bisnis.

Sejak awalnya, mentor bisnis Prokus Majalengka mengalami tantangan-tantangan berat yang sebagiannya bahkan bukan termasuk tugas yang dibebankan kepada mereka dalam kontrak kerja dengan OORANGE. Salah satu mentor menyebutkan bahwa pada awal pelaksanaan Prokus, “Satu bulan lebih habis sendiri waktu kami me-mentor untuk melakukan validasi data calon KPM Prokus. Validasi ini bukan hanya terkait apakah yang bersangkutan benar identitasnya, tetapi juga kami mengurusi apakah dokumen identitas mereka telah dipadankan secara administrasi kependudukan di kantor Dukcapil Majalengka.”

44

44

Sebaliknya, pada tahap proses hingga tahap akhir, mentor bisnis Prokus Majalengka juga harus dihadapkan dengan tanggung jawab koordinasi dengan Dinas Sosial Majalengka yang seharusnya diwakilkan kepada penanggung jawab inkubator bisnis Prokus Majalengka, yaitu OORANGE. Dalam bekerja kesepuluh mentor bisnis ini bertanggung jawab kepada penyelia/koordinator OORANGE yang berdomisili di Bandung. Keadaan ini membuat semua jalur komunikasi dilakukan secara daring (online) melalui Grup Whatsapp yang dikelola OORANGE Unpad. Pola komunikasi yang tersentralisasi ini tentunya menjadi tidak produktif dan mengurangi akuntabilitas kinerja Prokus Majalengka itu sendiri. Hal ini sebagaimana dipersaksikan oleh dinas sosial pada FGD Penelitian Prokus yang kami laksanakan, dimana Dinas Sosial “menyayangkan komunikasi dengan para mentor ini kurang intensif sehingga perkembangan di lapangan kurang termonitor.” Isu-Isu Penting dalam Evaluasi Proses

Pada aspek desain maupun implementasi program, Prokus di Kabupaten Majalengka diwarnai oleh setidaknya lima isu: rekrutmen dan pelatihan mentor, data, koordinasi, pengetahuan, dan pengembangan usaha.

Pada aspek rekrutmen mentor, Majalengka menggunakan tenaga mentor dari Oorange Unpad. Oorange inilah yang kemudian menyeleksi semua calon mentor Prokus Majalengka, dengan melalui tiga kriteria umum: pendidikan S1/sederajat, mempunyai motor, mempunyai pengetahuan di bidang bisnis. Berkebalikan dari profil mentor di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang berasal dari pewirausaha/pengusaha, mentor Prokus di Majalengka berlatar belakang anak-anak muda yang baru lulus sarjana (fresh graduates). Alasan yang dipilih adalah karena berdasarkan evaluasi terhadap Prokus KKB, ternyata mentor KKB tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan perhatian dan pembimbingan optimal. Selain itu, mayoritas KPM juga melaporkan bahwa pelatihan Prokus yang

45

44

Sebaliknya, pada tahap proses hingga tahap akhir, mentor bisnis Prokus Majalengka juga harus dihadapkan dengan tanggung jawab koordinasi dengan Dinas Sosial Majalengka yang seharusnya diwakilkan kepada penanggung jawab inkubator bisnis Prokus Majalengka, yaitu OORANGE. Dalam bekerja kesepuluh mentor bisnis ini bertanggung jawab kepada penyelia/koordinator OORANGE yang berdomisili di Bandung. Keadaan ini membuat semua jalur komunikasi dilakukan secara daring (online) melalui Grup Whatsapp yang dikelola OORANGE Unpad. Pola komunikasi yang tersentralisasi ini tentunya menjadi tidak produktif dan mengurangi akuntabilitas kinerja Prokus Majalengka itu sendiri. Hal ini sebagaimana dipersaksikan oleh dinas sosial pada FGD Penelitian Prokus yang kami laksanakan, dimana Dinas Sosial “menyayangkan komunikasi dengan para mentor ini kurang intensif sehingga perkembangan di lapangan kurang termonitor.” Isu-Isu Penting dalam Evaluasi Proses

Pada aspek desain maupun implementasi program, Prokus di Kabupaten Majalengka diwarnai oleh setidaknya lima isu: rekrutmen dan pelatihan mentor, data, koordinasi, pengetahuan, dan pengembangan usaha.

Pada aspek rekrutmen mentor, Majalengka menggunakan tenaga mentor dari Oorange Unpad. Oorange inilah yang kemudian menyeleksi semua calon mentor Prokus Majalengka, dengan melalui tiga kriteria umum: pendidikan S1/sederajat, mempunyai motor, mempunyai pengetahuan di bidang bisnis. Berkebalikan dari profil mentor di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang berasal dari pewirausaha/pengusaha, mentor Prokus di Majalengka berlatar belakang anak-anak muda yang baru lulus sarjana (fresh graduates). Alasan yang dipilih adalah karena berdasarkan evaluasi terhadap Prokus KKB, ternyata mentor KKB tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan perhatian dan pembimbingan optimal. Selain itu, mayoritas KPM juga melaporkan bahwa pelatihan Prokus yang

45

dilakukan Kemensos hanya melalui pelatihan jenis usaha bakso. Ini sangat menyulitkan, baik bagi praktik KPM yang tidak mengerti mau memulai darimana, atau KPM yang telah memiliki rintisan usaha.

Pada isu data, mentor Prokus Majalengka dibebani tugas tambahan berupa validasi data penerima Prokus. Validasi data ini dikerjakan dengan tujuan menyamakan data KPM yang diterima dari pusat dengan data riil di lapangan. Sebagai akibatnya semua mentor menghabiskan waktu 1 bulan pertama, bahkan kadang lebih, hanya untuk mengunjungi setiap 30 calon KPM yang akan didampinginya. Selain persoalan implementasi ini, terdapat juga persoalan desain dimana masih ada persoalan tersisa tentang tingkatan usaha KPM Graduasi PKH dan juga tingkat sosial-ekonomi KPM tersebut ketika ia mendapatkan bantuan modal usaha melalui Prokus. Persoalan ini menyiratkan problematik konsep graduasi itu sendiri.

Pada persoalan koordinasi, posisi Majalengka unik karena dibanding empat lokasi lain, hanya Majalengka yang lembaga inkubatornya tidak berada di wilayah geografisnya itu sendiri. Lembaga inkubator bisnis Majalengka, Oorange, dan perwakilannya justru berada di Kota Bandung. Dalam urusan koordinasi tentunya posisi geografis lembaga yang menjadi naungan program akan sangat membatasi/membantu perjalanan program. Selain itu, Oorange juga secara salah menyampaikan kepada para mentor agar “cukup koordinasi dengan TKSK”. Hal ini sangat disayangkan oleh Dinas Sosial Majalengka dimana sebagai OPD terdepan dalam kebijakan sosial di daerah, dinas sosial merasa tidak diajak secara intens dalam proses dan pengawasan Prokus di Majalengka.

Berkaitan dengan aspek pengetahuan tentang program, masih banyak kendala dalam persepsi dan komunikasi antara unit teknis pengampu Prokus (Direktorat PSPKKM, Ditjen Dayasos) dengan Dinas Sosial Majalengka, dan dengan Oorange itu sendiri. Sebagai sebuah program yang baru saja diluncurkan, juknis dan juklak program belum terkomunikasikan dengan baik pada awal siklus program. Pengetahuan

46

46

dan komunikasi tentang program yang lemah ini cukup disayangkan mengingat angka-angka makro-ekonomi Majalengka cukup menjanjikan untuk menghidupkan lingkungan sosial ekonomi yang mendukung penciptaan lapangan kerja, dan merancang iklim ekonomi yang sehat untuk mendukung terciptanya pemberdayaan sosial yang sukses (pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di Jawa Barat, tingkat penambahan usaha baru yang signifikan, dan jumlah UKM yang besar itu sendiri yang menjadi faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi terbesar di Majalengka).

Terakhir, dalam konteks pengembangan usaha, masih terjadi paradoks dimana program yang ditujukan mendatangkan sektor-sektor dan pelaku ekonomi baru justru secara desain belum mampu untuk mengembangkan usaha. Jika diberikan kepada KPM Prokus dengan skala usaha menengah, bantuan modal usaha Rp.3,5 juta laksana menabur garam di lautan. Sementara jika bantuan modal usaha ini diberikan kepada KPM dengan usaha ultra-kecil maka daya ungkitnya pun terbatas. Uang 3,5 juta ini akan habis seluruhnya atau sebagiannya untuk membeli gerobak, membeli stok tepung dan memperbarui alat masak sederhana misalnya. Uang sejumlah ini bukannya tidak bermanfaat, namun ia berpotensi membantu dalam batasan-batasan tertentu. Pada akhirnya, terdapat tendensi dimana mentor-lah yang diserahkan tanggung jawab capaian program untuk menjadikan KPM Prokus menjadi wirausahawan yang dapat mengakses pinjaman modal UKM tingkat menengah, terlepas dari apapun caranya. Sementara itu mentor sendiri, dengan mengingat latar belakang mereka yang bukan wirausahawan profesional, merasa bingung dalam membantu pengembangan usaha KPM Prokus binaan mereka. Sebaliknya, kondisi ini membuat Oorange sendiri menjadi kurang dalam menerapkan prinsip inklusivitas dan partisipasi. Ini terbukti pada misalnya ketika mengikuti pameran/expo, Oorange cenderung melakukan penunjukkan langsung kepada KPM Prokus tertentu. Dalam istilah salah satu mentor yang menjadi informan/responden penelitian kami, “Oorange terlalu

47

46

dan komunikasi tentang program yang lemah ini cukup disayangkan mengingat angka-angka makro-ekonomi Majalengka cukup menjanjikan untuk menghidupkan lingkungan sosial ekonomi yang mendukung penciptaan lapangan kerja, dan merancang iklim ekonomi yang sehat untuk mendukung terciptanya pemberdayaan sosial yang sukses (pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di Jawa Barat, tingkat penambahan usaha baru yang signifikan, dan jumlah UKM yang besar itu sendiri yang menjadi faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi terbesar di Majalengka).

Terakhir, dalam konteks pengembangan usaha, masih terjadi paradoks dimana program yang ditujukan mendatangkan sektor-sektor dan pelaku ekonomi baru justru secara desain belum mampu untuk mengembangkan usaha. Jika diberikan kepada KPM Prokus dengan skala usaha menengah, bantuan modal usaha Rp.3,5 juta laksana menabur garam di lautan. Sementara jika bantuan modal usaha ini diberikan kepada KPM dengan usaha ultra-kecil maka daya ungkitnya pun terbatas. Uang 3,5 juta ini akan habis seluruhnya atau sebagiannya untuk membeli gerobak, membeli stok tepung dan memperbarui alat masak sederhana misalnya. Uang sejumlah ini bukannya tidak bermanfaat, namun ia berpotensi membantu dalam batasan-batasan tertentu. Pada akhirnya, terdapat tendensi dimana mentor-lah yang diserahkan tanggung jawab capaian program untuk menjadikan KPM Prokus menjadi wirausahawan yang dapat mengakses pinjaman modal UKM tingkat menengah, terlepas dari apapun caranya. Sementara itu mentor sendiri, dengan mengingat latar belakang mereka yang bukan wirausahawan profesional, merasa bingung dalam membantu pengembangan usaha KPM Prokus binaan mereka. Sebaliknya, kondisi ini membuat Oorange sendiri menjadi kurang dalam menerapkan prinsip inklusivitas dan partisipasi. Ini terbukti pada misalnya ketika mengikuti pameran/expo, Oorange cenderung melakukan penunjukkan langsung kepada KPM Prokus tertentu. Dalam istilah salah satu mentor yang menjadi informan/responden penelitian kami, “Oorange terlalu

47

mendorong kisah sukses,” atau yang lebih dikenal dengan bread-winner policy—yaitu sebuah kebijakan yang mengistimewakan penerima manfaat/pengguna program tertentu yang dianggap sukses, namun mengabaikan penerima manfaat lain yang masih berjuang atau belum beruntung.

Kabupaten Semarang

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Sebagai kesinambungan upaya penanganan kemiskinan yang selama ini telah dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah melalui berbagai program, pada tahun 2020 Kementerian Sosial melalui Direktorat PSPKKM melaksanakan Program Kewirausahaan (ProKUS) terhadap 200 KPM PKH-Graduasi di Kabupaten Semarang atau 3,8 % dari jumlah KPM PKH yang telah graduasi hingga tahun 2020. Jumlah total KPM PKH yang telah menjalani graduasi hingga akhir 2020 menurut data Dinas Sosial telah mencapai 5.270 an KPM, baik melalui graduasi alami maupun graduasi mandiri.

Sebagaimana persyaratan ProKUS, peserta program ini adalah KPM-PKH Graduasi yang telah memiliki embrio usaha (sektor apapun). Dari 200 KPM ini pada umumnya mereka telah menjalani masa graduasi antara 1 – 2 tahun sebelumnya (76%). Latar belakang pendidikan KPM mayoritas SD (58%), SMP (29%), dan bahkan ada yang tidak pernah sekolah (9%). Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman usaha yang dimiliki mereka terus mencoba untuk mengembangkan usahanya. Secara kronologis mereka umumnya (90%) mengikuti ProKUS atas pendataan dan informasi yang diperoleh dari petugas Dinas Sosial dan para Pendamping PKH.

Jenis usaha KPM beragam, mayoritas di sektor kuliner (33%) dan warung kelontong (14%), ternak (12%), jasa (8%), dagang sayur/buah (8%) dengan modal berkisar kurang dari 1 jt rupiah (36%), 1 – 3 jt (29%), 4 – 5 jt lebih (31%). Dengan latar belakang pendidikan KPM yang

48

48

mayoritas SD (58%), SMP (29%), dan bahkan ada yang tidak pernah sekolah (9%), menjadi bekal mereka dalam mengikuti ProKUS serta pengembangan pengalaman usaha yang telah ditekuni. Profil Inkubator Bisnis

Guna kelancaran program, secara teknis pendampingan usaha kepada KPM ProKUS dalam hal ini Kementerian Sosial bekerjasama dengan Pusat Inkubasi “Politeknik Semarang” (POLINES). Polines sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki beberapa program studi yang terkait dengan kewirausahaan. Menurut Direktur Polines dikatakan bahwa: .. “sebelum ada kerjasama dengan Kemensos sebenarnya kami sedang membuat modul untuk kewirausahaan kerjasama dengan USAID, yang dalam kesempatan tersebut ada hadir juga peserta dari Kementerian Sosial. Dari situlah akhirnya Polines bekerjasama dengan Kementerian Sosial untuk pelaksanaan proKUS ini, meskipun belum ada juklak/juknis pelaksanaan dari kementerian…”

Selanjutnya untuk melaksanakan program ini Polines terus menjalin koordinasi dengan pihak Dinas Sosial Kabupaten Semarang. Sebagaimana informasi pihak Dinas Sosial bahwa kepesertaan KPM ProKUS untuk Kabupaten Semarang, untuk TA. 2020 mendapatkan alokasi sebanyak 200 KPM-PKH Graduasi dari Direktorat PSPKKM, Kementerian Sosial. Sebagai tahap awal untuk penetapan peserta, Dinas Sosial menyiapkan draf 200 nama calon KPM-PKH yang telah graduasi dan memiliki embrio usaha yang tersebar di 14 kecamatan.

Seiring dengan persiapan tersebut pihak “Polines” menyiapkan Mentor calon pendamping program sesuai jumlah calon KPM dan jangkauan wilayah layanan. Diperoleh gambaran bahwa per 10 orang calon KPM akan didampingi 1 orang Dosen (sebagai Mentor) dan dibantu oleh 2 – 3 orang mahasiswa “Polines”. Selanjutnya Dinas Sosial bersama para Mentor “Polines” Semarang, melakukan verifikasi data calon KPM ke lapangan (by name by addres) sesuai alokasi calon dampingannya.

49

48

mayoritas SD (58%), SMP (29%), dan bahkan ada yang tidak pernah sekolah (9%), menjadi bekal mereka dalam mengikuti ProKUS serta pengembangan pengalaman usaha yang telah ditekuni. Profil Inkubator Bisnis

Guna kelancaran program, secara teknis pendampingan usaha kepada KPM ProKUS dalam hal ini Kementerian Sosial bekerjasama dengan Pusat Inkubasi “Politeknik Semarang” (POLINES). Polines sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki beberapa program studi yang terkait dengan kewirausahaan. Menurut Direktur Polines dikatakan bahwa: .. “sebelum ada kerjasama dengan Kemensos sebenarnya kami sedang membuat modul untuk kewirausahaan kerjasama dengan USAID, yang dalam kesempatan tersebut ada hadir juga peserta dari Kementerian Sosial. Dari situlah akhirnya Polines bekerjasama dengan Kementerian Sosial untuk pelaksanaan proKUS ini, meskipun belum ada juklak/juknis pelaksanaan dari kementerian…”

Selanjutnya untuk melaksanakan program ini Polines terus menjalin koordinasi dengan pihak Dinas Sosial Kabupaten Semarang. Sebagaimana informasi pihak Dinas Sosial bahwa kepesertaan KPM ProKUS untuk Kabupaten Semarang, untuk TA. 2020 mendapatkan alokasi sebanyak 200 KPM-PKH Graduasi dari Direktorat PSPKKM, Kementerian Sosial. Sebagai tahap awal untuk penetapan peserta, Dinas Sosial menyiapkan draf 200 nama calon KPM-PKH yang telah graduasi dan memiliki embrio usaha yang tersebar di 14 kecamatan.

Seiring dengan persiapan tersebut pihak “Polines” menyiapkan Mentor calon pendamping program sesuai jumlah calon KPM dan jangkauan wilayah layanan. Diperoleh gambaran bahwa per 10 orang calon KPM akan didampingi 1 orang Dosen (sebagai Mentor) dan dibantu oleh 2 – 3 orang mahasiswa “Polines”. Selanjutnya Dinas Sosial bersama para Mentor “Polines” Semarang, melakukan verifikasi data calon KPM ke lapangan (by name by addres) sesuai alokasi calon dampingannya.

49

Kepesertaan para KPM dalam mengikuti atau mendapatkan ProKUS pada umumnya (90%) atas pendataan dan informasi yang diperoleh dari petugas Dinas Sosial, Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) dan para Pendamping PKH. Umumnya KPM berawal didatangi petugas Dinas Sosial dan diberitahu bahwa mereka akan mendapatkan program ProKUS berupa pemberian bantuan usaha/kewirausahaan.

Gambar 16 Proses Mengikuti ProKUS

Hasil verifikasi data calon KPM ProKUS, ditemukan beberapa calon

KPM yang kondisi sosial ekonominya sudah tidak layak lagi untuk mendapatkan bantuan modal usaha. Sebagaimana yang disampaikan Mentor bahwa “.. terdapat beberapa calon KPM yang tidak layak lagi menerima bantuan ProKUS karena orang ini telah memiliki usaha yang cukup mapan dimulai sejak dia belum graduasi, Pada saat kami usulkan untuk mengganti calon KPM lainnya, dikatakan oleh pihak kemensos tidak dapat diganti mengingat waktunya sudah mendesak.. Sehingga kami hanya mengikuti yang telah ditetapkan Dinas Sosial..” (S, April 2021).

90%; 90%

10%; 10%

Didata oleh petugas Mendaftarkan diri

50

50

Profil Pendamping Usaha

Sebagai pendamping usaha dalam proKUS, pihak Polines menetapkan 20 orang dosen (utamanya yang mengampu mata kuliah Entreprenuer, Bisnis dan lainnya yang terkait). Setiap dosen akan mendampingi 10 orang KPM dan masih akan dibantu oleh 2 - 3 orang mahasiswa.

Frekuensi pertemuan Mentor dengan KPM dirasakan oleh 58% KPM masih sangat kurang dan hal ini dikatakan oleh Mentor dikarenakan masalah pandemi. melalui pendampingan langsung maupun tidak (online) oleh para mentor (dosen) dan para mahasiswa. Aktivitas usaha yang dijalankan para KPM ProKUS pada umumnya (…%) telah ditekuni jauh sebelum yang bersangkutan mendapatkan program. Artinya pada saat masih aktif mendapatkan program PKH mereka telah membuka usaha.

Gambar 17 Kegiatan Usaha Sebelum Mengikuti ProKUS

Melalui pengetahuan dan pengalamannya dalam menjalankan usaha sebelum mendapatkan ProKUS menjadikan KPM tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan dana bantuan.

Ya 91%

Tidak 9%

51

50

Profil Pendamping Usaha

Sebagai pendamping usaha dalam proKUS, pihak Polines menetapkan 20 orang dosen (utamanya yang mengampu mata kuliah Entreprenuer, Bisnis dan lainnya yang terkait). Setiap dosen akan mendampingi 10 orang KPM dan masih akan dibantu oleh 2 - 3 orang mahasiswa.

Frekuensi pertemuan Mentor dengan KPM dirasakan oleh 58% KPM masih sangat kurang dan hal ini dikatakan oleh Mentor dikarenakan masalah pandemi. melalui pendampingan langsung maupun tidak (online) oleh para mentor (dosen) dan para mahasiswa. Aktivitas usaha yang dijalankan para KPM ProKUS pada umumnya (…%) telah ditekuni jauh sebelum yang bersangkutan mendapatkan program. Artinya pada saat masih aktif mendapatkan program PKH mereka telah membuka usaha.

Gambar 17 Kegiatan Usaha Sebelum Mengikuti ProKUS

Melalui pengetahuan dan pengalamannya dalam menjalankan usaha sebelum mendapatkan ProKUS menjadikan KPM tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan dana bantuan.

Ya 91%

Tidak 9%

51

Sebagaimana pendapat KPM bahwa “karena saya sudah lama dagang (kelontong), jadi untuk belanjakan bantuan modal yang 3,5 juta ini tidak sulit. Uang tidak dibelanjakan sekaligus dan selalu saya minta kuitansi toko belanja, karena nanti akan dilihat adik-adik mahasiswa/mentor. Bantuan ini sangat manfaat untuk nambah modal usaha. Cuma untuk mencatat keluar masuknya uang hasil jualan saya tidak rajin pak.. meskipun kemarin juga diajari sama adik-adik mahasiswa/mentor Polines.” (E, April 2021)

Langkah awal KPM peserta ProKUS (89%) menerima materi pelatihan meliputi: situasi dan peluang usaha, pemasaran, manajemen keuangan termasuk pemanfaatan bantuan 3,5 jt/KPM. Dari program ini 91% KPM mengatakan ada peningkatan pendapatan dengan rata-rata keuntungan bersih per hari berkisar kurang dari 100.000,- (68%), 100.000,- - 200.000,- (26%) dan dari keuntungan tersebut 76% KPM merasakan manfaatnya dapat menopang kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Dalam menjalankan usahanya 80% KPM mengatakan tidak/belum melakukan jejaring usaha dengan pihak lain, mengingat jenis usahanya dipandang belum terlalu perlu. Namun terdapat 20% KPM yang telah berupaya mencoba membuka jejaring dengan pihak lain dengan harapan usahanya akan lebih berkembang. Untuk tambahan modal dan pengembangan usaha 66% KPM belum berminat mengakses Perbankan.

Melalui Focus Group Discusion (FGD) dengan para stakeholder terkait di daerah, kesinambungan ProKUS dikatakan perlu mendapatkan perhatian banyak pihak melalui sinergitas program antar institusi sebagai upaya terencana penanganan kemiskinan. Tentunya perlu memperbaiki mekanisme, model pendampingan maupun skema pemberian stimulan ataupun bantuan modal, dengan menghindarkan ketergantungan.

52

52

Kabupaten Bantul

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Kemiskinan merupakan permasalahan serius dalam proses pembangunan daerah. Tingkat kemiskinan yang tinggi dapat memberikan permasalahan serius yang berdampak kepada berbagai aspek mulai ekonomi, kesehatan bahkan sampai masalah kerawanan sosial. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Bantul, jumlah penduduk miskin di Bantul berkurang sekitar 3.000an jiwa. Pada 2018 lalu jumlah warga miskin ada 134,48 ribu atau 13,43%. Sementara 2019 ada 131,15 ribu jiwa atau 12,92%. "Secara absolut turun sekitar tiga ribuan penduduk. Pemerintah Kabupaten Bantul sangat serius dalam menangani permasalahan kemiskinan di daerah. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang bagian utaranya berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sebagai salah satu kabupaten di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perekonomian Bantul sangat dipengaruhi oleh kondisi dan dinamika perekonomian propinsi.

Bantul merupakan salah satu kabupaten yang menjadi pilot project program kewirausahaan sosial dari Kementerian Sosial RI disamping empat wilayah yang lainnya. Program kewirausahaan sosial merupakan program pemberdayaan yang sasarannya adalah KPM PKH yang telah graduasi agar tidak lagi jatuh dalam kondisi kemiskinan. Jumlah penerima manfaat Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bantul sebanyak 106 keluarga. Jenis usaha yang dikembangkan dalam Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bantul antara lain; kuliner, fashion, retail, pertanian, pertanian, jasa, kerajinan, perbengkelan dan perdagangan.

Sebagian besar penerima manfaat program kewirausahaan sosial adalah perempuan yaitu sebanyak 98,1 persen dan sisanya sebanyak 1,9 persen adalah laki laki. Data tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut:

53

53

Gambar 18 Jenis Kelamin Penerima Manfaat

Sebagian besar penerima manfaat ProKUS adalah perempuan karena berasal dari penerima manfaat program PKH yang sebagian besar komponennya berjenis kelamin perempuan. Seharusnya penerima manfaat ProKUS adalah kepala keluarga karena tujuan akhir dari program kewirausahaan sosial adalah meningkatnya kesejahteraan dari desil 1 dan 2 ke desil berikutnya. Sehingga usaha yang dibangun adalah usaha keluarga meskipun ketika menjadi penerima manfaat berdasarkan persyaratan komponen. Usia penerima manfaat Program Kewirausahaan Sosial dapat dilihat pada bagan berikut:

Usia penerima manfaat di Kabupaten Bantul sebagian besar adalah masih produktif yaitu antara 40 sampai dengan 49 tahun. Namun sebagian besar cederung pada usia lebih dari diatas 40 tahun dibandingkan dengan yang usia dibawah 40 tahun.

Laki-Laki.; 1,9%

Perempuan; 98,1%

52

Kabupaten Bantul

Profil Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Kemiskinan merupakan permasalahan serius dalam proses pembangunan daerah. Tingkat kemiskinan yang tinggi dapat memberikan permasalahan serius yang berdampak kepada berbagai aspek mulai ekonomi, kesehatan bahkan sampai masalah kerawanan sosial. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Bantul, jumlah penduduk miskin di Bantul berkurang sekitar 3.000an jiwa. Pada 2018 lalu jumlah warga miskin ada 134,48 ribu atau 13,43%. Sementara 2019 ada 131,15 ribu jiwa atau 12,92%. "Secara absolut turun sekitar tiga ribuan penduduk. Pemerintah Kabupaten Bantul sangat serius dalam menangani permasalahan kemiskinan di daerah. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang bagian utaranya berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sebagai salah satu kabupaten di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perekonomian Bantul sangat dipengaruhi oleh kondisi dan dinamika perekonomian propinsi.

Bantul merupakan salah satu kabupaten yang menjadi pilot project program kewirausahaan sosial dari Kementerian Sosial RI disamping empat wilayah yang lainnya. Program kewirausahaan sosial merupakan program pemberdayaan yang sasarannya adalah KPM PKH yang telah graduasi agar tidak lagi jatuh dalam kondisi kemiskinan. Jumlah penerima manfaat Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bantul sebanyak 106 keluarga. Jenis usaha yang dikembangkan dalam Program Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Bantul antara lain; kuliner, fashion, retail, pertanian, pertanian, jasa, kerajinan, perbengkelan dan perdagangan.

Sebagian besar penerima manfaat program kewirausahaan sosial adalah perempuan yaitu sebanyak 98,1 persen dan sisanya sebanyak 1,9 persen adalah laki laki. Data tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut:

54

54

Gambar 19 Usia Penerima Manfaat ProKUS Di Kabupaten Bantul

Ini merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan

dalam program kewirausahaan sosial ini. Sehingga dalam program kedepan sebaiknya adanya penyaringan peserta prokus dengan mempertimbangkan mempunyai jiwa kewirausahaan dan juga dengan mempertimbangkan usia penerima manfaat. Selain kedua hal tersebut juga dipertimbangkan mengenai bahwa pemuda atau generasi muda adalah seseorang yang dibebani dengan nilai-nilai, maksudnya adalah pemuda itu aset yang dimiliki oleh sebuah negara, maka jika pemuda memiliki nilai-nilai (kualitas) yang baik, maka negara tersebut akan maju karena pemudanya senantiasa dibina, diberi kecakapan (skills) sesuai kebutuhannya juga selain itu diberi bekal pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

Apabila dilihat dari Pendidikannya, penerima manfaat di Kabupaten Bantul termasuk lebih tinggi dari daerah yang lain yaitu sebagian besar adalah berpendidikan SMA atau sederajat yaitu sebanyak 46,3 persen.

1,9% 1,9%

5,6%

18,5%

22,2%

16,7% 18,5%

9,3%

5,6%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

< 25 tahun

25-29 Tahun

30-34 tahun

35-39 tahun

40-44 tahun

45–49 tahun

50-54 tahun

55-59 tahun

> 60 tahun

55

54

Gambar 19 Usia Penerima Manfaat ProKUS Di Kabupaten Bantul

Ini merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan

dalam program kewirausahaan sosial ini. Sehingga dalam program kedepan sebaiknya adanya penyaringan peserta prokus dengan mempertimbangkan mempunyai jiwa kewirausahaan dan juga dengan mempertimbangkan usia penerima manfaat. Selain kedua hal tersebut juga dipertimbangkan mengenai bahwa pemuda atau generasi muda adalah seseorang yang dibebani dengan nilai-nilai, maksudnya adalah pemuda itu aset yang dimiliki oleh sebuah negara, maka jika pemuda memiliki nilai-nilai (kualitas) yang baik, maka negara tersebut akan maju karena pemudanya senantiasa dibina, diberi kecakapan (skills) sesuai kebutuhannya juga selain itu diberi bekal pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

Apabila dilihat dari Pendidikannya, penerima manfaat di Kabupaten Bantul termasuk lebih tinggi dari daerah yang lain yaitu sebagian besar adalah berpendidikan SMA atau sederajat yaitu sebanyak 46,3 persen.

1,9% 1,9%

5,6%

18,5%

22,2%

16,7% 18,5%

9,3%

5,6%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

< 25 tahun

25-29 Tahun

30-34 tahun

35-39 tahun

40-44 tahun

45–49 tahun

50-54 tahun

55-59 tahun

> 60 tahun

55

Gambar 20 Pendidikan Penerima Manfaat ProKUS Di Kabupaten Bantul

Pendidikan seharusnya menjadi salah satu potensi yang bisa

dikembangkan dalam Program Kewirausahaan Sosial karena berhubungan dengan penggunaan teknologi. Teknologi yang dimaksud adalah bahwa sekarang sudah berkembang pemasaran melalui digital. Biasanya yang berpendidikan SMP kebawah agak kesulitan dalam menggunakan teknologi ini. Dengan demikian pendidikan dianggap penting dalam mengembangkan kewirausahaan sosial. Terlebih ada kata sosial dibelakang kewirausahaan, yang menuntut seseorang yang bisa menjalin relasi dengan orang lain. Dengan adanya pendidikan dapat menjadi suatu sumber sikap dan niat keseluruhan untuk menjadi wirausahawan yang sukses dimasa depan.

Pekerjaan utama kepala keluarga merupakan potensi yang dapat dilihat apakah bisa dikembangkan melalui kewirausahaan sosial atau tidak. Pekerjaan utama kepala keluarga penerima manfaat di Kabupaten Bantul dapat dilihat dalam bagan berikut.

9,3%

16,7%

25,9%

46,3%

1,9%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

45,0%

50,0%

Tidak pernah sekolah SD SMP SMA S1/D4

56

56

Gambar 21 Pekerjaan Kepala Keluarga Di Kabupaten Bantul

Menurut data diatas yang mempunyai pekerjaan wirausaha

sebanyak 29,6 persen. Sejumlah inilah yang bisa dikembangkan untuk menjadi wirausahawan. Sisanya sejumlah 70,4 persen pekerjaan utamanya adalah buruh sebesar 31,5 persen, tani sebesar 13 persen, pegawai swasta sebesar 3,7%, tidak memiliki pekerjaan sebesar 3,7 persen dan lainnya sebesar 9,3 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak semua KPM PKH mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi wirausahawan sosial, sehingga dalam Program Kewirausahaan Sosial diperlukan seleksi.

Pada kondisi pandemi covid 19 merupakan situasi yang menuntut KPM untuk beralih pekerjaan. Salah satu responden mengatakan: “Awalnya saya usaha jualan sayuran keliling ke komplek perumahan, karena pandemi banyak portal yang ditutup dan pelanggan juga banyak berkurang, jadinya bantuan saya pakai untuk usaha pembibitan tanaman yang bisa dikerjakan di rumah” (S, April 2021).

Konsistensi usaha memang diperlukan untuk menjalankan program kewirausahaan sosial, namun kondisi usaha juga menuntut KPM untuk beralih usaha yang bisa menyambung hidupnya.

3,7%

3,7%

9,3%

9,3%

13,0%

29,6%

31,5%

0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0% 30,0% 35,0%

Pegawai Swasta

Tidak memiliki Pekerjaan

Lainnya

Jasa (ojeg, sopir, dll)

Tani

Wirausaha/Dagang

Buruh

57

56

Gambar 21 Pekerjaan Kepala Keluarga Di Kabupaten Bantul

Menurut data diatas yang mempunyai pekerjaan wirausaha

sebanyak 29,6 persen. Sejumlah inilah yang bisa dikembangkan untuk menjadi wirausahawan. Sisanya sejumlah 70,4 persen pekerjaan utamanya adalah buruh sebesar 31,5 persen, tani sebesar 13 persen, pegawai swasta sebesar 3,7%, tidak memiliki pekerjaan sebesar 3,7 persen dan lainnya sebesar 9,3 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak semua KPM PKH mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi wirausahawan sosial, sehingga dalam Program Kewirausahaan Sosial diperlukan seleksi.

Pada kondisi pandemi covid 19 merupakan situasi yang menuntut KPM untuk beralih pekerjaan. Salah satu responden mengatakan: “Awalnya saya usaha jualan sayuran keliling ke komplek perumahan, karena pandemi banyak portal yang ditutup dan pelanggan juga banyak berkurang, jadinya bantuan saya pakai untuk usaha pembibitan tanaman yang bisa dikerjakan di rumah” (S, April 2021).

Konsistensi usaha memang diperlukan untuk menjalankan program kewirausahaan sosial, namun kondisi usaha juga menuntut KPM untuk beralih usaha yang bisa menyambung hidupnya.

3,7%

3,7%

9,3%

9,3%

13,0%

29,6%

31,5%

0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0% 30,0% 35,0%

Pegawai Swasta

Tidak memiliki Pekerjaan

Lainnya

Jasa (ojeg, sopir, dll)

Tani

Wirausaha/Dagang

Buruh

57

Gambar 22 Usaha Pembibitan Tanaman KPM ProKUS

Situasi pandemi menuntut KPM untuk berinovasi agar tetap bisa

melangsungkan kehidupannya. Salah satunya adalah usaha pembibitan tanaman yang bisa dikerjakan dirumah. Pembibitan ini dilakukan mulai dari menyemai biji sampai menjadi bibit yang siap tanam. Setelah siap akan ada yang mengambil baik pedagang maupun petani langsung. Biasanya tiap dua minggu sekali secara bergantian usaha ini dapat menjual bibit yang ditanamnya. Profil Inkubator Bisnis

Pelaksanaan program ini bekerjasama dengan “Titipku” yang merupakan salah satu lembaga inkubator bisnis yang membantu penerima manfaat untuk melakukan digitalisasi pemasaran. Caranya menarik, yakni dengan melibatkan masyarakat untuk berkontribusi langsung membantu usaha kecil di sekitarnya. Aplikasi yang dirancang seperti media sosial, setiap pengguna dapat mengunggah informasi tentang usaha kecil yang mereka temui. Para mentor berasal dari tim "Titipku" yang berpengalaman mendampingi usaha kecil.

58

58

Titipku merupakan perusahaan berbasis aplikasi yang memiliki tujuan untuk meningkatkan sektor perekonomian di Indonesia melalui UMKM. Kita tahu salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), bahkan 60% GDP Indonesia pun datang dari mereka. Namun dari 60 juta UMKM di Indonesia, hanya 8% yang telah mencoba memasarkan produknya melalui platform online. Hal ini disebabkan oleh para pelaku UMKM di Indonesia yang mayoritas sudah berusia lanjut dan mengalami kesulitan untuk memahami perkembangan teknologi dalam era digital.

Titipku hadir menjadi sebuah solusi untuk membantu digitalisasi UMKM Indonesia melalui Penjelajah. Titipku mengajak generasi muda untuk turut peduli dengan membantu digitalisasi UMKM dengan membuat Jelajah. Melalui Jelajah, produk UMKM dapat secara luas dipasarkan melalui Titipku.

Program Kewirausahaan Sosial Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Titipku untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Penerima manfaat dibuatkan secara khusus market place yang dapat dilihat oleh banyak orang. Di marketplace lain kebanyakan hanya tersedia penjual dan pembeli, tanpa adanya keterlibatan pihak lain. Di Titipku, semua pengguna dapat kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari setiap transaksi, dengan menjadi penjelajah. Program kewirausahaan sosial bekerjasama dengan Titipku karena sebagian besar “UKM yang masuk di Titipku sebagian besar adalah usaha kelas ultra mikro dan mikro, yang masih sangat konvensional, jadi terbatas untuk kemampuan digitalnya (alat & akses). Platform Titipku menjadi solusi karena UKM dibantu go digital oleh anak-anak muda yang menjadi penjelajah UKM,” (H, April 2021). Semua KPM sudah dibuatkan dalam platform khusus penerima manfaat ProKUS, namun belum semua bisa menggunakan aplikasi yang telah dibuatkan dan masi perlu edukasi.

59

58

Titipku merupakan perusahaan berbasis aplikasi yang memiliki tujuan untuk meningkatkan sektor perekonomian di Indonesia melalui UMKM. Kita tahu salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), bahkan 60% GDP Indonesia pun datang dari mereka. Namun dari 60 juta UMKM di Indonesia, hanya 8% yang telah mencoba memasarkan produknya melalui platform online. Hal ini disebabkan oleh para pelaku UMKM di Indonesia yang mayoritas sudah berusia lanjut dan mengalami kesulitan untuk memahami perkembangan teknologi dalam era digital.

Titipku hadir menjadi sebuah solusi untuk membantu digitalisasi UMKM Indonesia melalui Penjelajah. Titipku mengajak generasi muda untuk turut peduli dengan membantu digitalisasi UMKM dengan membuat Jelajah. Melalui Jelajah, produk UMKM dapat secara luas dipasarkan melalui Titipku.

Program Kewirausahaan Sosial Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Titipku untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Penerima manfaat dibuatkan secara khusus market place yang dapat dilihat oleh banyak orang. Di marketplace lain kebanyakan hanya tersedia penjual dan pembeli, tanpa adanya keterlibatan pihak lain. Di Titipku, semua pengguna dapat kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari setiap transaksi, dengan menjadi penjelajah. Program kewirausahaan sosial bekerjasama dengan Titipku karena sebagian besar “UKM yang masuk di Titipku sebagian besar adalah usaha kelas ultra mikro dan mikro, yang masih sangat konvensional, jadi terbatas untuk kemampuan digitalnya (alat & akses). Platform Titipku menjadi solusi karena UKM dibantu go digital oleh anak-anak muda yang menjadi penjelajah UKM,” (H, April 2021). Semua KPM sudah dibuatkan dalam platform khusus penerima manfaat ProKUS, namun belum semua bisa menggunakan aplikasi yang telah dibuatkan dan masi perlu edukasi.

59

Profil Pendamping (Mentor)

Penentuan KPM yang menerima bantuan modal sebesar Rp.3.500.000,- mendapatkan data dari dinas sosial Bantul sebanyak 106 yang sebelumnya bersumber dari kementerian sosial yang telah diverifikasi. Pendampingan dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari bulan oktober hingga Desember 2020 dengan menggunakan 3 tahapan antara lain: Pertama, Business Asessment, dimana pada tahap ini tim mentor melakukan penilaian dan pemetaan terhadap performa usaha dari masing-masing KPM yang selanjutnya dijadikan acuan oleh tim mentor untuk menyusun model pendampingan sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap ini tim mentor juga melakukan riset terhadap 106 KPM yang meliputi aspek kategori industri, umur usaha, omset bulanan, strategi pemasaran yang digunakan sebelum ProKUS, dan klasivikasi bisnis. Mentor juga membantu setiap KPM untuk membuatkan rencana pembelanjaan dari bantuan modal yang akan diberikan agar bantuan tersebut dapat digunakan secara optimal untuk pengembangan usaha. Kedua, tim mentor melakukan personal mentoring kepada 106 KPM dimana mentoring dilakukan dengan cara mengunjungi setiap usaha dengan tujuan agar usaha yang dimiliki dapat berkembang. Pada proses ini, tim mentor membuat KPM untuk memberikan rumusan strategi bisnis baru yang sebelumnya belum dilakukan dengan tujuan agar usaha yang dimiliki KPM dapat lebih kompetitif. Tim mentor juga menyampaikan materi terkait dengan aspek pengembangan bisnis meliputi konsep bisnis, pemasaran, peningkatan SDM keuangan, legalitas produk, legal bisnis, e-commerce dan kemasan. Tim mentor juga memfasilitasi KPM terkait dengan branding dan marketing meliputi desain logo, desain kemasan, desain flyer, desain banner, desain spanduk, desain stempel, desain nota, desain kartu nama, desain papan nama usaha, dan juga seluruh produk yang dipromosikan melalui platdorm Titipku untuk meningkatkan jangkauan pasar. Ketiga, tim mentor melakukan monitoring dan evaluasi kepada 106 KPM terkait dengan realisasi pembelanjaan

60

60

bantuan modal ProKUS dan juga membantu 106 KPM terkait penyusunan nota dan kwitansi pembelanjaan yang selanjutnya dijadikan surat pertanggungjawaban dari bantuan modal usaha.

Selama satu periode program kurang lebih tiga bulan dilakukan pendampingan oleh Dinas Sosial Kabupaten Bantul yang secara teknis pendampingan bisnisnya dilakukan oleh tim Titipku, ada beberapa perubahan yang di capai. Sebelumnya belum ada data yang valid dari penerima manfaat namun setelah dilakukan asessmen bisnis maka diperoleh data yang valid meliputi aspek kategori industri, umur usaha, omset bulanan, strategi pemasaran, dan klasifikasi bisnis. Sebelum mengikuti program kewirausahaan sosial sebagian besar KPM menjalankan usaha hanya berdasarkan insting tanpa memiliki rencana pengembangan yang terukur, namun setelah dilakukan proses mentoring pada program kewirausahaan sosial, KPM mulai memahami strategi pengembangan bisnis dan rencana pengembangan usaha yang lebih terukur. Sebelumnya hampir semua KPM belum memahami tentang manajemen usaha sehingga walaupun ada beberapa KPM yang omset bulanannya besar namun manajemen usahanya masih belum tertata.

Setelah dilakukan pendampingan terkait manajemen usaha, maka KPM mulai memahami manajemen usaha yang benar. Sebelumnya hampir semua KPM brandingnya masih menggunakan kemasan yang belum mampu memikat hati konsumen. Padahal kemasan memiliki peran yang cukup penting untuk memikat hati konsumen. Melalui program kewirausahaan sosial ini KPM difasilitasi untuk desain kemasan yang lebih menarik dengan tujuan agar produk KPM dapat lebih diminati konsumen. Terkait dengan pemanfaatan sosial media sebagai media promosi, sebelumnya sebagian besar belum memiliki sosial media yang digunakan untuk promosi usaha mereka. Melalui program kewirausahaan sosial ini KPM dibuatkan sosial media melalui Instagram Mitra Titipku Bantul. Selain sosial media, KPM juga dibantu dibuatkan desain logo, desain kemasan, desain flyer, desain banner,

61

60

bantuan modal ProKUS dan juga membantu 106 KPM terkait penyusunan nota dan kwitansi pembelanjaan yang selanjutnya dijadikan surat pertanggungjawaban dari bantuan modal usaha.

Selama satu periode program kurang lebih tiga bulan dilakukan pendampingan oleh Dinas Sosial Kabupaten Bantul yang secara teknis pendampingan bisnisnya dilakukan oleh tim Titipku, ada beberapa perubahan yang di capai. Sebelumnya belum ada data yang valid dari penerima manfaat namun setelah dilakukan asessmen bisnis maka diperoleh data yang valid meliputi aspek kategori industri, umur usaha, omset bulanan, strategi pemasaran, dan klasifikasi bisnis. Sebelum mengikuti program kewirausahaan sosial sebagian besar KPM menjalankan usaha hanya berdasarkan insting tanpa memiliki rencana pengembangan yang terukur, namun setelah dilakukan proses mentoring pada program kewirausahaan sosial, KPM mulai memahami strategi pengembangan bisnis dan rencana pengembangan usaha yang lebih terukur. Sebelumnya hampir semua KPM belum memahami tentang manajemen usaha sehingga walaupun ada beberapa KPM yang omset bulanannya besar namun manajemen usahanya masih belum tertata.

Setelah dilakukan pendampingan terkait manajemen usaha, maka KPM mulai memahami manajemen usaha yang benar. Sebelumnya hampir semua KPM brandingnya masih menggunakan kemasan yang belum mampu memikat hati konsumen. Padahal kemasan memiliki peran yang cukup penting untuk memikat hati konsumen. Melalui program kewirausahaan sosial ini KPM difasilitasi untuk desain kemasan yang lebih menarik dengan tujuan agar produk KPM dapat lebih diminati konsumen. Terkait dengan pemanfaatan sosial media sebagai media promosi, sebelumnya sebagian besar belum memiliki sosial media yang digunakan untuk promosi usaha mereka. Melalui program kewirausahaan sosial ini KPM dibuatkan sosial media melalui Instagram Mitra Titipku Bantul. Selain sosial media, KPM juga dibantu dibuatkan desain logo, desain kemasan, desain flyer, desain banner,

61

desain spanduk, desain stempel, desain nota, desain kartu nama, desaian papan nama usaha sehingga dapat menunjang promosi dan publikasi masing-masing usaha KPM. Sebelumnya KPM belum melakukan pemasaran digital. Melalui program kewirausahaan sosial ini tim mentor membantu pemasaran produk mereka melalui aplikasi Titipku. Sebelumnya KPM belum mempunyai legalitas usaha yang dijalankan. Melalui program kewirausahaan tim mentor membantu KPM memberikan pengarahan terkait pengurusan legalitas produk dan legalitas usaha seperti NIB, PIRT dan produk Halal. Kemajuan lainnya adalah adanya peningkatan omset setelah dilakukan pendampingan melalui program kewirausahaan sosial.

62

62

BAB V HASIL PENELITIAN

Input Program

Keberhasilan sebuah program salah satunya adalah input program yang baik. Input merupakan segala sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan output yang kita inginkan. Pada Program Kewirausahaan Sosial beberapa hal yang menjadi input program antara lain; legalitas (peraturan dan pedoman), sumber daya manusia, dan anggaran. Legalitas

Program kewirausahaan sosial dilandasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 11 Tahun 2019 Tentang Pedoman Umum Kewirausahaan Sosial. Pedoman ini merupakan landasan dan acuan serta rambu-rambu bagi semua pihak yang terlibat agar tercipta kesamaan persepsi dan pemahaman dalam melaksanaan program/kegiatan kewirausahaan sosial.

Peraturan diatas diturunkan lagi dalam sebuah petunjuk teknis agar dapat diimplementasikan oleh daerah. Petunjuk teknis ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga Dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Nomor 5.2/Kpts/06/2020. Petunjuk teknis kewirausahaan sosial merupakan acuan dan landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial, agar dapat terselenggara secara efektif, efisien dan akuntabel.

Peraturan dan petunjuk teknis tersebut menjadi acuan pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial di Daerah. Selama penelitian berlangsung belum ada daerah yang menurunkan aturan tersebut dalam peraturan daerah. Daerah masih sifatnya sebagai pelaksana program pusat karena perencanaan dan pelaksanaannya terlalu mendadak. Bahkan petunjuk teknis yang dikeluarkan pun waktunya juga terlambat karena sudah berjalan program baru diadakan sosialisasi tentang

63

62

BAB V HASIL PENELITIAN

Input Program

Keberhasilan sebuah program salah satunya adalah input program yang baik. Input merupakan segala sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan output yang kita inginkan. Pada Program Kewirausahaan Sosial beberapa hal yang menjadi input program antara lain; legalitas (peraturan dan pedoman), sumber daya manusia, dan anggaran. Legalitas

Program kewirausahaan sosial dilandasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 11 Tahun 2019 Tentang Pedoman Umum Kewirausahaan Sosial. Pedoman ini merupakan landasan dan acuan serta rambu-rambu bagi semua pihak yang terlibat agar tercipta kesamaan persepsi dan pemahaman dalam melaksanaan program/kegiatan kewirausahaan sosial.

Peraturan diatas diturunkan lagi dalam sebuah petunjuk teknis agar dapat diimplementasikan oleh daerah. Petunjuk teknis ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga Dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Nomor 5.2/Kpts/06/2020. Petunjuk teknis kewirausahaan sosial merupakan acuan dan landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial, agar dapat terselenggara secara efektif, efisien dan akuntabel.

Peraturan dan petunjuk teknis tersebut menjadi acuan pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial di Daerah. Selama penelitian berlangsung belum ada daerah yang menurunkan aturan tersebut dalam peraturan daerah. Daerah masih sifatnya sebagai pelaksana program pusat karena perencanaan dan pelaksanaannya terlalu mendadak. Bahkan petunjuk teknis yang dikeluarkan pun waktunya juga terlambat karena sudah berjalan program baru diadakan sosialisasi tentang

63

petunjuk teknis. Inilah yang menyebabkan pelaksana program di daerah agak kebingungan dalam melaksanakan program. Dalam sebuah forum group diskusi (FGD) peserta dari Dinas sosial mengusulkan: “Sebaiknya dibuatkan peraturan yang lebih kuat yaitu peraturan Menteri sosial, sehingga kami di daerah bisa pakai untuk keperluan penganggaran untuk meneruskan program kewirausahaan ini” (T, April 2021). Hal ini sebagai bahan evaluasi bahwa kedepan memang harus ada peraturan yang lebih kuat yang bisa dipakai pedoman dalam melaksanakan program di daerah secara mandiri. Keterlibatan daerah bukan hanya sebagai pelaksana program saja namun bisa merencanakan dan menganggarkan secara mandiri, sehingga keberlanjutan program lebih terjaga. Sumber Daya Manusia,

Satuan Kerja Pengelola Kegiatan Kewirausahaan Sosial adalah Unit yang bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan dan bertangungjawab untuk melaksanakan rapat koordinasi dengan unit atau kementerian terkait. Sumberdaya manusia terdiri dari; Pertama, Tim Kewirausahaan Sosial adalah Tim ditetapkan oleh Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat. Kedua, Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi yang selanjutnya disebut KPM PKH Graduasi adalah sasaran kegiatan kewirausahaan sosial. Ketiga, Inkubator Bisnis adalah Lembaga yang dapat memberikan suatu program dan kegiatan yang didisain untuk membina dan mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis yang dilakukan KPM PKH Graduasi. Keempat, Mentor Bisnis adalah Lembaga yang dapat membina dan membimbing serta mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis yang dilakukan KPM PKH Graduasi. Anggaran (sumber pendanaan)

Pendanaan pelaksanaan kegiatan kewirausahaan sosial melalui Mentor Bisnis ini berasal dari DIPA Direktorat Pemberdayaan Sosial Prorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM),

64

64

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia dan/atau dana sah lain yang tidak mengikat.

Banyak potensi daerah yang bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan sosial ini. Pada forum FGD salah satu peserta mengatakan; “Kami di Bantul yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun ada anggaran untuk KPM PKH yang graduasi sebesar tiga juta rupiah dari dana keistimewaan” (S, April 2021). Ini menjadi potensi daerah bahwa sebenarnya program kewirausahaan sosial bisa masuk ketika KPM PKH masih aktif untuk melakukan bimbingan usaha sehingga ketika sudah siap untuk berusaha dan siap graduasi bisa diberikan dana tersebut. Begitu juga dengan daerah lain seperti di DKI Jakarta ada program Jakpreuner yang hanya memberikan bimbingan maupun pelatihan berwirausaha, namun tidak memberikan modal usaha. Hal ini juga bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan ini.

Proses Program

Pada proses program ada empat parameter yang diukur antara lain: Persyaratan menjadi KPM Prokus, Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU), Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB), Pendampingan Usaha (Mentoring). Persyaratan menjadi KPM ProKUS

Untuk menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu pernah menjadi anggota PKH, telah graduasi, dan punya rintisan usaha. Persyaratan tersebut menjadi indikator yang diukur dalam penelitian ini. 1. Pernah menjadi anggota PKH

Seluruh responden (100%) menjawab bahwa mereka pernah menjadi anggota PKH. Ini terjadi karena data awal diperoleh dari program PKH pada Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial yang

65

64

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia dan/atau dana sah lain yang tidak mengikat.

Banyak potensi daerah yang bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan sosial ini. Pada forum FGD salah satu peserta mengatakan; “Kami di Bantul yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun ada anggaran untuk KPM PKH yang graduasi sebesar tiga juta rupiah dari dana keistimewaan” (S, April 2021). Ini menjadi potensi daerah bahwa sebenarnya program kewirausahaan sosial bisa masuk ketika KPM PKH masih aktif untuk melakukan bimbingan usaha sehingga ketika sudah siap untuk berusaha dan siap graduasi bisa diberikan dana tersebut. Begitu juga dengan daerah lain seperti di DKI Jakarta ada program Jakpreuner yang hanya memberikan bimbingan maupun pelatihan berwirausaha, namun tidak memberikan modal usaha. Hal ini juga bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan ini.

Proses Program

Pada proses program ada empat parameter yang diukur antara lain: Persyaratan menjadi KPM Prokus, Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU), Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB), Pendampingan Usaha (Mentoring). Persyaratan menjadi KPM ProKUS

Untuk menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu pernah menjadi anggota PKH, telah graduasi, dan punya rintisan usaha. Persyaratan tersebut menjadi indikator yang diukur dalam penelitian ini. 1. Pernah menjadi anggota PKH

Seluruh responden (100%) menjawab bahwa mereka pernah menjadi anggota PKH. Ini terjadi karena data awal diperoleh dari program PKH pada Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial yang

65

selanjutnya ditindaklanjuti oleh Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial untuk diberikan program kewirausahaan sosial. 2. Graduasi

Salah satu persyaratan menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial adalah telah graduasi dari program PKH. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh KPM program kewirausahaan sosial (100%) merupakan KPM PKH yang telah graduasi. Tabel berikut adalah lamanya graduasi dari PKH tiap kab/kota yang menjadi lokasi penelitian.

Tabel 6 Persentase Lama Garaduasi Dari PKH per Lokasi

No Lama Graduasi

DKI Jakarta

Kab. Bandung Barat

Kab. Majalengka

Kab. Semarang

Kab. Bantul

1 < 1 tahun 7,0 2,8 2,6 8,7 1,9 2 1 tahun 61,4 19,3 34,4 38,5 14,8 3 2 tahun 26,3 38,6 40,3 38,5 61,1 4 3 tahun 3,5 30,3 18,2 9,6 14,8 5 4 tahun 0 8,3 3,9 1,9 5,6 6 5 tahun 1,8 ,7 ,6 1,9 1,9 7 >5 tahun 0 0 0 1,0 0 8 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Persentase lamanya graduasi dari PKH sangat bervariasi di setiap

kabupaten atau kota. Kalau kita lihat hampir semua kabupaten atau kota sebagian besar ada di dua tahun dan satu tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa antara program yang satu dengan program lainnya tidak berkelanjutan. Padahal antara program PKH dengan Program Kewirausahaan Sosial bisa berjalan bersamaan. Bahkan program kewirausahaan sosial justru bisa mempercepat proses graduasi dari KPM PKH.

66

66

Bila kita lihat presentase lama graduasi secara keseluruhan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 23 Lama Garaduasi Dari PKH

KPM PKH graduasi artinya keluarga yang sudah lulus dari program

PKH atau sudah dinyatakan mampu dan mendiri, karena usahanya telah berkembang. Lamanya graduasi menjadi informasi yang penting karena semakin lama graduasi seharusnya kehidupannya semakin mandiri dan tidak tergantung lagi dengan program bantuan. Pendamping juga mengalami kesulitan dalam menjangkau kembali karena sudah terlalu lama graduasi. Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sudah graduasi selama 2 tahun yaitu sebanyak 40%. Selanjutnya yang sudah graduasi selama satu tahun sebanyak 32, 16%. Dan yang sudah graduasi selama 3 tahun sebanyak 18,04%. Karena banyak KPM yang sudah lama graduasi, sehingga tingkat usahanya juga bervariasi, ada yang sudah berkembang pesat dan ada juga yang belum berkembang. Hal ini menyulitkan didalam pembinaan selanjutnya.

4,31%

32,16%

40,00%

18,04%

4,12% 0,98% 0,39%

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun > 5 tahun 0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

67

66

Bila kita lihat presentase lama graduasi secara keseluruhan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 23 Lama Garaduasi Dari PKH

KPM PKH graduasi artinya keluarga yang sudah lulus dari program

PKH atau sudah dinyatakan mampu dan mendiri, karena usahanya telah berkembang. Lamanya graduasi menjadi informasi yang penting karena semakin lama graduasi seharusnya kehidupannya semakin mandiri dan tidak tergantung lagi dengan program bantuan. Pendamping juga mengalami kesulitan dalam menjangkau kembali karena sudah terlalu lama graduasi. Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sudah graduasi selama 2 tahun yaitu sebanyak 40%. Selanjutnya yang sudah graduasi selama satu tahun sebanyak 32, 16%. Dan yang sudah graduasi selama 3 tahun sebanyak 18,04%. Karena banyak KPM yang sudah lama graduasi, sehingga tingkat usahanya juga bervariasi, ada yang sudah berkembang pesat dan ada juga yang belum berkembang. Hal ini menyulitkan didalam pembinaan selanjutnya.

4,31%

32,16%

40,00%

18,04%

4,12% 0,98% 0,39%

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun > 5 tahun 0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

67

3. Mempunyai rintisan usaha Indikator yang harus dipenuhi untuk menjadi KPM ProKUS adalah

sudah mempunyai rintisan usaha. Meskipun sebagian besar punya rintisan usaha, namun tidak semua sudah punya rintisan usaha. Berikut adalah persentase jumlah penerima manfaat yang sebelumnya sudah mempunyai rintisan usaha.

Gambar 24 Persentase KPM ProKUS yang Sebelumnya Punya Rintisan Usaha

Per Lokasi

Memulai bisnis memang tak mudah, apalagi menjalankan dan

mengembangkannya hingga mencapai kesuksesan. Namun untuk mencapai kesuksesan, rintisan bisnis ini harus dilalui. Program kewirausaan sosial ini mengharuskan KPM mempunyai rintisan usaha diharapkan usaha yang dijalankan tidak mulai dari nol dan diharapkan mempunyai jiwa kewirausahaan sosial. Usaha yang dikembangkan KPM sangat bervariasi. Berikut adalah daftar usaha yang dikembangkan KPM sebelum mendapatkan ProKUS.

96,5%

92,4% 93,5%

91,3%

100,0%

86,0%

88,0%

90,0%

92,0%

94,0%

96,0%

98,0%

100,0%

102,0%

DKI Jakarta KBB Majalengka Semarang Bantul

68

68

Tabel 7 Persentase Usaha KPM Sebelum Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama Graduasi

DKI Jakarta

Kab. Bandung Barat

Kab. Majalengka

Kab. Semarang

Kab. Bantul

1 Kuliner 61,4 24,8 35,7 34,6 35,2 2 Agribisnis 5,3 33,1 7,1 3,8 18,5 3 Fesyen 0 11,0 ,6 0 0 4 Retail 12,3 26,9 5,2 0 20,4 5 Jasa 12,3 ,7 3,9 7,7 7,4 6 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 2,9 7,4

7 Lainnya 8,8 2,8 46,1 51,0 11,1 Selain bervariasi pada tiap KPM juga bervariasi juga tiap daerahnya.

Di daerah DKI Jakarta fesyen dan kerajinan/seni tidak ada yang mengembangkan. Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Majalengka cenderung sama variasinya. Daerah Kabupaten Semarang tidak mengembangkan fesyen dan retail. Sedangkan untuk daerah Kabupaten Bantul tidak mengembangkan fesyen. Dari keseluruhan lokasi penelitian yang menonjol adalah usaha kuliner. Berikut adalah usaha yang dikembangkan setelah ProKUS.

Tabel 8 Persentase Usaha KPM Setelah Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama Graduasi

DKI Jakarta

Kab. Bandung Barat

Kab. Majalengka

Kab. Semarang

Kab. Bantul

1 Lainnya 7,0 1,4 46,1 53,8 9,3 2 Kuliner 57,9 26,9 35,1 32,7 33,3 3 Agribisnis 7,0 31,7 7,8 3,8 20,4 4 Fesyen 0 11,0 ,6 1,0 0 5 Retail 12,3 27,6 5,8 0 24,1 6 Jasa 15,8 ,7 3,2 6,7 5,6 7 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 1,9 7,4

69

68

Tabel 7 Persentase Usaha KPM Sebelum Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama Graduasi

DKI Jakarta

Kab. Bandung Barat

Kab. Majalengka

Kab. Semarang

Kab. Bantul

1 Kuliner 61,4 24,8 35,7 34,6 35,2 2 Agribisnis 5,3 33,1 7,1 3,8 18,5 3 Fesyen 0 11,0 ,6 0 0 4 Retail 12,3 26,9 5,2 0 20,4 5 Jasa 12,3 ,7 3,9 7,7 7,4 6 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 2,9 7,4

7 Lainnya 8,8 2,8 46,1 51,0 11,1 Selain bervariasi pada tiap KPM juga bervariasi juga tiap daerahnya.

Di daerah DKI Jakarta fesyen dan kerajinan/seni tidak ada yang mengembangkan. Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Majalengka cenderung sama variasinya. Daerah Kabupaten Semarang tidak mengembangkan fesyen dan retail. Sedangkan untuk daerah Kabupaten Bantul tidak mengembangkan fesyen. Dari keseluruhan lokasi penelitian yang menonjol adalah usaha kuliner. Berikut adalah usaha yang dikembangkan setelah ProKUS.

Tabel 8 Persentase Usaha KPM Setelah Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama Graduasi

DKI Jakarta

Kab. Bandung Barat

Kab. Majalengka

Kab. Semarang

Kab. Bantul

1 Lainnya 7,0 1,4 46,1 53,8 9,3 2 Kuliner 57,9 26,9 35,1 32,7 33,3 3 Agribisnis 7,0 31,7 7,8 3,8 20,4 4 Fesyen 0 11,0 ,6 1,0 0 5 Retail 12,3 27,6 5,8 0 24,1 6 Jasa 15,8 ,7 3,2 6,7 5,6 7 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 1,9 7,4

69

Usaha yang dikembangkan saat menjadi KPM ProKUS sebagian besar adalah sama dengan sebelum mengikuti ProKUS. Hanya beberapa saja yang berbeda dan mulai dari awal. Rintisan usaha sangat penting karena dalam menjalankan usaha harus mengenali potensi dan kelemahan diri. Kita harus mencari tahu dan gali sedalam mungkin seberapa besar KPM mengenaliri diri sendiri. Ini penting karena sebelum bisa mengenali orang lain yang nantinya akan jadi karyawan, sehingga harus bisa mengenali diri sendiri dengan baik. Selain itu, mengenali diri sendiri ini penting agar bisa menggali potensi diri sebaik-baiknya dan memaksimalkan kemampuan diri. Sedangkan pentingnya upaya mengenali orang lain di sekitar tidak lain untuk mengetahui kebutuhan mereka untuk dijadikan mitra kerja. Sebab, dalam bisnis itu keberadaan orang lain sangat erat kaitannya dengan keberlangsungan hidup sebuah bisnis yang dirintis. Sehingga bisnis KPM bisa berjalan dengan baik di masa datang. Berikut adalah usaha yang dikembangkan sebelum dan setelah mengikuti Program Kewirausahaan Sosial.

Gambar 25 Usaha yang dikembangkan sebelum dan Setelah ProKUS

2,75%

35,49%

14,90%

3,33%

12,75%

4,90% 1,96%

23,92%

0

34,90%

15,10%

3,53%

13,53%

4,71%

1,76%

26,47%

Tidak Ada Kuliner Agribisnis Fesyen Retail Jasa Kerajinan/Seni Lainnya

Sebelum ProKUS Setelah ProKUS

70

70

Apabila dilihat dari usaha yang dilakukan KPM ProKUS, sebagian besar adalah usaha kuliner yaitu sebesar 35,49% sebelum mengikuti program dan 34,90% setelah mengikuti program. Selanjutnya adalah Agribisnis sebesar 14,90% sebelum mengikuti program dan 15,10% setelah mengikuti program. Terbanyak ketiga adalah retail sebanyak 12,75% sebelum mengikuti program dan 13,53% setelah mengikuti program. Melihat data tersebut diatas bahwa usaha sebelum dan sesudah mengikuti program, sebagian besar adalah sama sehingga kebanyakan modal yang diberikan adalah untuk keperluan pengembangan usaha yang telah ada. Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Parameter yang diukur pada indikator Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU) antara lain: Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000,-, Penambahan Alat Produksi, dan Penambahan Varian Produk/jasa. Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, begitu pula dalam program kewirausahan sosial. Berikut adalah perbandingan modal yang dimiliki oleh calon penerima manfaat dengan modal yang diperlukan dalam pengembangan usaha yang akan dijalankan melalui ProKUS.

Gambar 26 Modal yang dimiliki sebelum ProKUS dan yang Dibutuhkan

30,00% 22,94%

12,16% 7,65% 9,61%

17,65%

3,14%

10,59% 9,41% 12,35%

21,76%

42,75%

< 1.000.000 1.000.000 - 1.999.000

2.000.000 – 2.999.000

3000.000 – 3.999.000

4.000.000 – 4.999.000

> 5.000.000

Modal Sebelum ProKUS Modal yang Dibutuhkan

71

70

Apabila dilihat dari usaha yang dilakukan KPM ProKUS, sebagian besar adalah usaha kuliner yaitu sebesar 35,49% sebelum mengikuti program dan 34,90% setelah mengikuti program. Selanjutnya adalah Agribisnis sebesar 14,90% sebelum mengikuti program dan 15,10% setelah mengikuti program. Terbanyak ketiga adalah retail sebanyak 12,75% sebelum mengikuti program dan 13,53% setelah mengikuti program. Melihat data tersebut diatas bahwa usaha sebelum dan sesudah mengikuti program, sebagian besar adalah sama sehingga kebanyakan modal yang diberikan adalah untuk keperluan pengembangan usaha yang telah ada. Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Parameter yang diukur pada indikator Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU) antara lain: Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000,-, Penambahan Alat Produksi, dan Penambahan Varian Produk/jasa. Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, begitu pula dalam program kewirausahan sosial. Berikut adalah perbandingan modal yang dimiliki oleh calon penerima manfaat dengan modal yang diperlukan dalam pengembangan usaha yang akan dijalankan melalui ProKUS.

Gambar 26 Modal yang dimiliki sebelum ProKUS dan yang Dibutuhkan

30,00% 22,94%

12,16% 7,65% 9,61%

17,65%

3,14%

10,59% 9,41% 12,35%

21,76%

42,75%

< 1.000.000 1.000.000 - 1.999.000

2.000.000 – 2.999.000

3000.000 – 3.999.000

4.000.000 – 4.999.000

> 5.000.000

Modal Sebelum ProKUS Modal yang Dibutuhkan

71

Antara modal yang dimiliki dengan kebutuhan modal untuk pengembangan terlihat berbanding terbalik. Bagan diatas menunjukkan bahwa sebelum berjalannya ProKUS modal yang dimiliki sebagian besar adalah kurang dari satu juta rupiah sebanyak 30%. Sedangkan modal yang dibutuhkan secara ideal sebagian besar adalah lebih dari lima juta rupiah. Kondisi ini membutuhkan assesmen yang mendalam, sehingga kebutuhan yang dimaksud bukan hanya sekedar keinginan saja, tetapi harus mempertimbangkan peluang pasar. 1. Menerima Penambahan Modal sebesar Rp. 3.500.000,-

Salah satu indikator dari BSIMU adalah menerima penambahan modal sebesar Rp. 3.500.000,- yang disalurkan melalui bank Himbara. Dalam hal ini semua KPM telah menerima bantuan modal usaha tersebut. Modal adalah sekumpulan uang atau barang yang digunakan sebagai dasar untuk menjalankan usaha agar memperoleh keuntungan. Dengan demikian fungsi modal ini sangatlah penting dalam menjalankan usaha. Modal dalam bentuk uang atau yang lainnya merupakan bahan bakar bagi seseorang dalam menjalankan usaha. Modal berupa uang bukan hanya dibutuhkan bagi pengusaha dalam skala besar saja, namun pengusaha dalam skala kecil seperti KPM ProKUS juga sangat membutuhkannya agar bisa berkembang. Inilah yang harus ditanamkan kepada KPM bahwa modal usaha yang diberikan adalah untuk mengembangkan usaha dan bukan untuk yang sifatnya konsumtif. 2. Penambahan Alat Produksi

Indikator selanjutnya adalah bahwa modal usaha yang diberikan kepada KPM adalah untuk menambah Alat Produksi. Alat produksi sangat penting artinya bagi keberlangsungan usaha.

72

72

Gambar 27 Penambahan Alat Produksi

Sebagian besar KPM ProKUS (74,31%) menggunakan modal usaha yang diberikan dengan menambah alat produksi. Alat produksi yang bertambah diharapkan akan ada efektifitas kerja dan jumlah produksi. Selain itu penambahan alat produksi dimaksudkan untuk meningkatkan mutu atau kualitas barang yang dihasilkan yang akhirnya akan menambah keuntungan. Berikut adalah bagan yang menunjukkan bahwa ada penambahan alat produksi. Hampir semua KPM dari kelima daerah tersebut melakukan penambahan alat produksi. Melalui alat produksi tersebut maka efektivitas kerja akan tercipta dengan tujuan untuk menambah hasil produksi dan akhirnya akan menambah keuntungan. 3. Penambahan Varian Produk/jasa

Melalui modal usaha yang diberikan maka KPM bisa menambah varian produk yang sebelumnya tidak terjangkau.

87,7%

70,3% 70,8% 75,0%

77,8%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

73

72

Gambar 27 Penambahan Alat Produksi

Sebagian besar KPM ProKUS (74,31%) menggunakan modal usaha yang diberikan dengan menambah alat produksi. Alat produksi yang bertambah diharapkan akan ada efektifitas kerja dan jumlah produksi. Selain itu penambahan alat produksi dimaksudkan untuk meningkatkan mutu atau kualitas barang yang dihasilkan yang akhirnya akan menambah keuntungan. Berikut adalah bagan yang menunjukkan bahwa ada penambahan alat produksi. Hampir semua KPM dari kelima daerah tersebut melakukan penambahan alat produksi. Melalui alat produksi tersebut maka efektivitas kerja akan tercipta dengan tujuan untuk menambah hasil produksi dan akhirnya akan menambah keuntungan. 3. Penambahan Varian Produk/jasa

Melalui modal usaha yang diberikan maka KPM bisa menambah varian produk yang sebelumnya tidak terjangkau.

87,7%

70,3% 70,8% 75,0%

77,8%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

73

Gambar 28 Penambahan Varian Produk

Salah satu strategi bisnis untuk meningkatkan penjualan adalah

dengan menambah jenis produk yang dipasarkan, untuk memperbesar peluang terjadinya transaksi pembelian setiap harinya. Adanya pernyataan makin banyak produk, maka makin besar pula peluang untuk laku terjual. Ini menjadi alasan penting bahwa pengusaha untuk memutuskan menambah jenis produk usaha mereka. Usaha yang memiliki banyak varian produk, ternyata lebih menarik di mata calon konsumen, dibanding dengan yang hanya menawarkan varian produk yang sedikit, sehingga dapat meningkatkan omset bulanan. Ada tiga alasan mengapa perlu menambah jenis produk antara lain: 1) Dapat meningkatkan daya tarik konsumen, 2) Menunjukkan profesional di bisnis online. 3) Memperbesar peluang terjadinya penjualan. Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB)

Parameter IMB mempunyai tiga indikator antara lain: Diberi pelatihan, Dibimbing market analysis, Ijin Usaha, dan Pameran Produk. Berikut hasil penelitian dari parameter IMB. 1. Diberi pelatihan

Kewirausahaan sosial membutuhkan pelatihan keterampilan untuk KPM. Pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku

64,9%

51,7% 57,8% 54,8%

59,3%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

74

74

para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha, pengusaha dengan patner bisnis, pengusaha dengan karyawan, maupun pengusaha dengan konsumen. Memajukan sebuah usaha dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni dari KPM. Pelatihan kewirausahaan yang tepat dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan ketrampilan dari para pelaku usaha, termasuk juga pengusaha pemula dan para pengusaha yang ingin mengembangkan bisnisnya. Dengan mengikuti pelatihan sebelum memulai usaha, para pengusaha mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menjalankan bisnis mereka sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, tanpa harus meraba-raba terlebih dahulu langkah apa yang harus dilakukan dan dapat memaksimalkan waktu yang ada. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, serta dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru bagi bisnis mereka.

Gambar 29 KPM Prokus Yang Merasa Pelatihan

80,7% 85,5%

76,6%

89,4% 96,3%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

75

74

para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha, pengusaha dengan patner bisnis, pengusaha dengan karyawan, maupun pengusaha dengan konsumen. Memajukan sebuah usaha dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni dari KPM. Pelatihan kewirausahaan yang tepat dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan ketrampilan dari para pelaku usaha, termasuk juga pengusaha pemula dan para pengusaha yang ingin mengembangkan bisnisnya. Dengan mengikuti pelatihan sebelum memulai usaha, para pengusaha mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menjalankan bisnis mereka sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, tanpa harus meraba-raba terlebih dahulu langkah apa yang harus dilakukan dan dapat memaksimalkan waktu yang ada. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, serta dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru bagi bisnis mereka.

Gambar 29 KPM Prokus Yang Merasa Pelatihan

80,7% 85,5%

76,6%

89,4% 96,3%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

75

Menurut pengakuan KPM bahwa sebagian besar sudah merasa diberikan pelatihan keterampilan. Di DKI Jakarta sebesar 80,7 persen, Bandung Barat sebesar 85,5 persen, Majalengka sebesar 76,6 persen, Semarang 89,4 perses, dan Bantul sebesar 96,3 persen.

Pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha, pengusaha dengan patner bisnis, pengusaha dengan karyawan, maupun pengusaha dengan konsumen. Pelatihan membantu memecahkan masalah-masalah operasional sehari-hari. Pelatihan tidak hanya mempunyai tujuan jangka pendek tetapi juga jangka panjang, yaitu mempersiapkan para pengusaha memperoleh keahlian yang dibutuhkan. Manfaat selanjutnya dari pelatihan adalah mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang mumpuni. Adapun meteri bimbingan yang diberikan kepada KPM ProKUS dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 9 Materi Bimbingan Yang Diberikan

No Materi Bimbingan DKI Jakarta

(%) Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 Cara Produksi 97,8 87,1 30,5 25,8 63,5 2 Pengemasan 97,8 75,8 22,9 39,8 61,5 3 Pemasaran 100,0 94,4 68,6 89,2 94,2 4 Pengurusan Legalitas 100,0 87,1 36,4 10,8 51,9 5 Pengaturan Keuangan 100,0 94,4 92,4 82,8 88,5

Tabel diatas menunjukkan jumlah KPM yang merasa telah

diberikan bimbingan. Angkanya sangat bervariasi pada tiap daerah yang diperoleh dari pengakuan KPM yang di wawancarai. Angka tersebut memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bahwa angka tersebut menunjukkan jumlah KPM yang diberi pelatihan, sehingga dari angka ini terlihat kinerja inkubator bisnis dalam memberikan

76

76

bimbingan usaha. Kemungkinan kedua adalah bahwa inkubator bisnis telah memberikan materi bimbingan kepada seluruh KPM ProKUS, namun daya tangkap KPM terhadap materi masih kurang.

Sebenarnya apabila sudah diprogramkan maka akan berlaku umum dan seharusnya semua menerimanya. Hambatan bukan hanya pada keterbatasan pelaksana program saja, bisa jadi hambatan juga pada proses penerimaan materi oleh penerima manfaat. Sehingga kedepan metode dalam penyampaian materi harus di evaluasi disesuaikan dengan kondisi penerima manfaat. Mengingat dari sisi Pendidikan, penerima manfaat sangat beragan dan sebagian besar adalah berpendidikan rendah. Selain Pendidikan juga factor kesibukan penerima manfaat juga beragam, ini membutuhkan komitmen awal dari penerima manfaat untuk bisa mengikuti bimbingan dan pelatihan ini. 2. Dibimbing market analysis

Supaya bisa menjadi wirausahawan sosial yang handal, salah satu syarat utamanya harus bisa melakukan analisa pasar yang baik dan tepat. Analisa pasar merupakan salah satu bagian penting dalam melakukan usaha. Dengan melakukan analisa yang baik dan tepat, akan lebih bisa memahami keadaan pasar yang sesungguhnya sehingga strategi yang dilakukan untuk memasarkan produk KPM akan berjalan dengan baik, sehingga keuntungan bisnis akan meningkat. Analisa pasar adalah suatu kegiatan penganalisisaan atau penyelenggaraan untuk mempelajari berbagai masalah tentang keadaan pasar. Penentuan target pasar sangat penting agar usaha yang kita lakukan dapat melayani konsumen yang ada di pasar. Kelompok penerima manfaat program kewirausahaan sosial yang di bimbing analisa pasar adalah sebagai berikut.

77

76

bimbingan usaha. Kemungkinan kedua adalah bahwa inkubator bisnis telah memberikan materi bimbingan kepada seluruh KPM ProKUS, namun daya tangkap KPM terhadap materi masih kurang.

Sebenarnya apabila sudah diprogramkan maka akan berlaku umum dan seharusnya semua menerimanya. Hambatan bukan hanya pada keterbatasan pelaksana program saja, bisa jadi hambatan juga pada proses penerimaan materi oleh penerima manfaat. Sehingga kedepan metode dalam penyampaian materi harus di evaluasi disesuaikan dengan kondisi penerima manfaat. Mengingat dari sisi Pendidikan, penerima manfaat sangat beragan dan sebagian besar adalah berpendidikan rendah. Selain Pendidikan juga factor kesibukan penerima manfaat juga beragam, ini membutuhkan komitmen awal dari penerima manfaat untuk bisa mengikuti bimbingan dan pelatihan ini. 2. Dibimbing market analysis

Supaya bisa menjadi wirausahawan sosial yang handal, salah satu syarat utamanya harus bisa melakukan analisa pasar yang baik dan tepat. Analisa pasar merupakan salah satu bagian penting dalam melakukan usaha. Dengan melakukan analisa yang baik dan tepat, akan lebih bisa memahami keadaan pasar yang sesungguhnya sehingga strategi yang dilakukan untuk memasarkan produk KPM akan berjalan dengan baik, sehingga keuntungan bisnis akan meningkat. Analisa pasar adalah suatu kegiatan penganalisisaan atau penyelenggaraan untuk mempelajari berbagai masalah tentang keadaan pasar. Penentuan target pasar sangat penting agar usaha yang kita lakukan dapat melayani konsumen yang ada di pasar. Kelompok penerima manfaat program kewirausahaan sosial yang di bimbing analisa pasar adalah sebagai berikut.

77

Gambar 30 KPM Prokus Yang Dibimbing Analisa Pasar

Menurut pengakuan KPM bahwa sebagian besar sudah merasa

diberikan bimbingan analisa pasar. Di DKI Jakarta sebesar 94,7 persen, Bandung Barat sebesar 97,9 persen, Majalengka sebesar 71,4 persen, Semarang 86,5 perses, dan Bantul sebesar 63,5 persen. Pembeli yang ada terlalu banyak dengan kebutuhan dan keinginan yang beragam atau bervariasi, sehingga KPM harus mengidentifikasi bagian pasar mana yang akan dilayaninya sebagai target pasar. Dengan demikian, kesuksesan bisnis akan berpengaruh terhadap seberapa baik dan tepat analisa pasar yang dilakukan. Tabel berikut adalah cara memasarkan produk saat dilakukan penelitian.

Tabel 10 Cara Memasarkan Produk KPM

No Cara Memasarkan DKI Jakarta

(%) Bandung

Barat (%) Majalengka

(%) Semarang

(%) Bantul

(%)

1 Ke pasar tradisional/modern 61,4 43,4 17,5 23,1 27,8 2 Langsung ke konsumen 100,0 91,0 91,6 85,6 90,7 3 Melalui pedagang eceran 66,7 40,7 25,3 40,4 42,6 4 Pemasaran online 68,4 16,6 17,5 26,0 51,9

94,7% 97,9%

71,4%

86,5%

63,5%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

78

78

Pemasaran sangat penting bagi semua bisnis, tidak memandang

bisnis tersebut besar maupun kecil. Apabila dalam suatu bisnis tidak ada sistem pemasaran, maka konsumen tidak akan mengetahui tentang sebuah produk yang dihasilkan dari bisnis tersebut dan membuat penjualannya menjadi rendah. Berikut adalah bagan pemasaran yang dikakukan oleh penerima manfaat.

Gambar 31 Cara Memasarkan Produk

Semua cara pemasaran ditanyakan pada penerima manfaat sehingga ada kemungkinan penerima manfaat yang menjawab lebih dari satu jawaban. Bagan diatas memperlihatkan bahwa pemasaran langsung ke konsumen adalah yang paling banyak dilakukan oleh penerima manfaat yaitu sebanyak 90,98%. Pemasaran online dilakukan oleh 28,43% penerima manfaat, ini pun campuran dengan yang hanya memasarkan melalui whatshap. Ini menjadi evaluasi bahwa disatu sisi kita harus mengikuti teknologi, namun masih banyak keterbatasan dalam penggunaan teknologi tersebut. Semua lokasi penelitian sudah mengajarkan pemasaran secara online bahkan untuk di Kabupaten Bantul semua penerima manfaat sudah dibuatkan portal khusus dalam

32,16%

90,98%

39,02%

28,43%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%

Ke pasar tradisional/modern

Langsung ke konsumen

Melalui pedagang eceran

Pemasaran online

79

79

aplikasi, namun belum banyak dimanfaatkan oleh penerima manfaat program kewirausahaan sosial. 3. Ijin Usaha

Keberadaan program kewirausahaan sosial, selain meningkatkan kesejahteraan juga menjadi penggerak roda ekonomi bangsa Indonesia, dan agar usaha berjalan dengan baik dan memiliki legalitas yang jelas. Tentu perlu adanya perizinan yang resmi dari pemerintah. Masih banyak banyak penerima manfaat yang mengesampingkan hal yang satu ini. Kebanyakan dari mereka, berpendapat perizinan hanya diperlukan oleh usaha yang sudah bergerak dalam skala besar saja. Selain itu, masih banyak juga yang berpikir bahwa mengurus izin usaha adalah hal yang rumit dan memakan banyak waktu. Padahal, Izin Usaha Mikro Kecil bisa didapat dengan mudah setelah melengkapi beberapa persyaratan seperti mengajukan izin ke kantor Camat dengan melampirkan KTP, fotokopi Kartu Keluarga dan surat keterangan dari Kepala Desa. Bagan berikut memperlihatkan bahwa masih banyak penerima manfaat yang belum mengurus ijin usahanya.

Gambar 32 Mempunyai Ijin Usaha

✓ Ya 43%

Tidak 57%

78

Pemasaran sangat penting bagi semua bisnis, tidak memandang

bisnis tersebut besar maupun kecil. Apabila dalam suatu bisnis tidak ada sistem pemasaran, maka konsumen tidak akan mengetahui tentang sebuah produk yang dihasilkan dari bisnis tersebut dan membuat penjualannya menjadi rendah. Berikut adalah bagan pemasaran yang dikakukan oleh penerima manfaat.

Gambar 31 Cara Memasarkan Produk

Semua cara pemasaran ditanyakan pada penerima manfaat sehingga ada kemungkinan penerima manfaat yang menjawab lebih dari satu jawaban. Bagan diatas memperlihatkan bahwa pemasaran langsung ke konsumen adalah yang paling banyak dilakukan oleh penerima manfaat yaitu sebanyak 90,98%. Pemasaran online dilakukan oleh 28,43% penerima manfaat, ini pun campuran dengan yang hanya memasarkan melalui whatshap. Ini menjadi evaluasi bahwa disatu sisi kita harus mengikuti teknologi, namun masih banyak keterbatasan dalam penggunaan teknologi tersebut. Semua lokasi penelitian sudah mengajarkan pemasaran secara online bahkan untuk di Kabupaten Bantul semua penerima manfaat sudah dibuatkan portal khusus dalam

32,16%

90,98%

39,02%

28,43%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%

Ke pasar tradisional/modern

Langsung ke konsumen

Melalui pedagang eceran

Pemasaran online

80

80

Sejumlah 57% dari penerima manfaat belum mempunyai ijin usaha, sisanya 43% sudah mempunyai ijin usaha. Manfaat ijin usaha antara lain: 1) Mendapatkan jaminan perlindungan hukum. 2) Memudahkan dalam mengembangkan usaha. 3) Membantu memudahkan pemasaran usaha. 4) Akses pembiayaan yang lebih mudah. 5) Memperoleh pendampingan usaha dari pemerintah. Itulah sedikit pembahasan mengenai pentingnya izin usaha bagi para penerima manfaat. Dengan memilikinya, terdapat berbagai macam keuntungan yang bisa di dapatkan nantinya. Berikut adalah bagan KPM yang telah mempunyai ijin usaha.

Gambar 33 Mempunyai Ijin Usaha di Lima Lokasi Penelitian

Bagan diatas menunjukan bahwa KPM yang telah mempunyai ijin usaha sebagian besar adalah DKI Jakarta yaitu sebanyak 98,2 persen, selanjutnya adalah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 64,8 persen yang pada prosesnya saat FGD untuk konfirmasi data diperoleh informasi sudah seluruh KPM sudah mempunyai ijin usaha dan Majalengka sebanyak 36,4 persen. Besar kecilnya KPM yang mengurus ijin usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik wilayah dimana perkotaan lebih mendominasi. Selain itu faktor kebutuhan usaha dimana usaha yang dijalankan masih relative kecil

98,2%

64,8%

36,4%

4,8% 16,7%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat

Majalengka Semarang Bantul

81

81

sehingga belum diperlukan ijin usaha. Selanjutnya dipengaruhi oleh pendampingan yang dilakukan oleh mentor yang belum menekankan pentingnya ijin usaha. 4. Pameran Produk.

Di akhir Program Kewirausahaan Sosial, penerima manfaat difasilitasi untuk mengikuti pameran produk yang dihasilkan masing-masing. Dengan program ini diharapkan masyarakat luas bisa melihat keberhasilan program maupun sehingga diharapkan dapat memperluas pemasaran dari produk yang di hasilkan.

Gambar 34 Difasilitasi Mengikuti Pameran Produk / Expo

Penerima manfaat yang mengikuti program ini sebanyak 32% dan yang 68% mengaku tidak pernah mengikuti. Setelah dilakukan pendalaman dengan wawancara baik dari Dinas Sosial maupun dari inkubator bisnis yang mendampingi, hal ini memang benar tidak semua KPM diikutkan dalam expo karena situasi Pandemi Covid 19 yang tidak memungkinkan mengundang semua penerima manfaat. Dengan kondisi demikian yang diundang adalah perwakilan saja, namun ada daerah selain mengadakan expo secara fisik juga melakukan secara daring. Dengan mengikuti ajang pameran, dapat menjadi sarana yang sangat

✓ Ya 32%

Tidak 68%

80

Sejumlah 57% dari penerima manfaat belum mempunyai ijin usaha, sisanya 43% sudah mempunyai ijin usaha. Manfaat ijin usaha antara lain: 1) Mendapatkan jaminan perlindungan hukum. 2) Memudahkan dalam mengembangkan usaha. 3) Membantu memudahkan pemasaran usaha. 4) Akses pembiayaan yang lebih mudah. 5) Memperoleh pendampingan usaha dari pemerintah. Itulah sedikit pembahasan mengenai pentingnya izin usaha bagi para penerima manfaat. Dengan memilikinya, terdapat berbagai macam keuntungan yang bisa di dapatkan nantinya. Berikut adalah bagan KPM yang telah mempunyai ijin usaha.

Gambar 33 Mempunyai Ijin Usaha di Lima Lokasi Penelitian

Bagan diatas menunjukan bahwa KPM yang telah mempunyai ijin usaha sebagian besar adalah DKI Jakarta yaitu sebanyak 98,2 persen, selanjutnya adalah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 64,8 persen yang pada prosesnya saat FGD untuk konfirmasi data diperoleh informasi sudah seluruh KPM sudah mempunyai ijin usaha dan Majalengka sebanyak 36,4 persen. Besar kecilnya KPM yang mengurus ijin usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik wilayah dimana perkotaan lebih mendominasi. Selain itu faktor kebutuhan usaha dimana usaha yang dijalankan masih relative kecil

98,2%

64,8%

36,4%

4,8% 16,7%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat

Majalengka Semarang Bantul

82

82

efektif untuk ajang pengenalan produk ke masyarakat. Selain sarana pengenalan produk baru yang efektif, pameran juga dapat di manfaatkan untuk mengenalkan inovasi baru pada produk yang sudah lama di kenal. Berikut adalah data yang mengikuti pameran produk di lima lokasi penelitian.

Gambar 35 KPM yang Mengikuti Pameran Produk di Lima Lokasi Penelitian

Setidaknya ada tiga manfaat dari pameran produk ini antara lain;

1) memperkenalkan usaha dan produk yang dihasilkan kepada masyarakat yang lebih luas. 2) Survey pasar, dimana kita bisa melihat seberapa besar produk yang dihasilkan diterima oleh masyarakat. 3) Peluang membangun kerjasama bisnis, dimana pengunjung bukan hanya iseng melihat tetapi banyak pengunjung yang mencari partner bisnis. Pendampingan Usaha (Mentoring)

Indikator dari pendampingan usaha (mentoring) ada tiga yaitu: Ada pendamping usaha, Intensitas pendampingan, dan Penangkapan materi. Berikut data dan penjelasan dari masing-masing indikator.

78,9%

24,1%

85,6%

4,8% 9,3%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

83

83

1. Ada pendamping usaha Pendampingan adalah suatu strategi atau langkah yang diambil

untuk menciptakan tata kelola usaha yang profesional dengan dibantu atau didampingi oleh tenaga yang profesional pula. Pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman terkait manajemen usaha yang sedang dijalankan. Pendampingan usaha dianggap sangat penting agar mampu menghindari kegagalan sebab mereka akan memberikan saran dan masukan kepada KPM agar ada pertimbangan yang baik dalam mengambil keputusan untuk setiap langkah usaha tersebut.

Gambar 36 KPM yang Masih Didampingi Setelah Pameran Produk

Bimbingan terhadap penerima manfaat khususnya setelah dilakukan pameran produk masih sangat dibutuhkan. Namun sebagian besar sudah menghentikan proses bimbingan tersebut yaitu sejumlah 68%, dan sejumlah 32% masih melakukan bimbingan meskipun nonformal. Berikut adalah profil bimbingan pada masing-masing daerah penelitian.

✓ Ya 32%

Tidak 68%

82

efektif untuk ajang pengenalan produk ke masyarakat. Selain sarana pengenalan produk baru yang efektif, pameran juga dapat di manfaatkan untuk mengenalkan inovasi baru pada produk yang sudah lama di kenal. Berikut adalah data yang mengikuti pameran produk di lima lokasi penelitian.

Gambar 35 KPM yang Mengikuti Pameran Produk di Lima Lokasi Penelitian

Setidaknya ada tiga manfaat dari pameran produk ini antara lain;

1) memperkenalkan usaha dan produk yang dihasilkan kepada masyarakat yang lebih luas. 2) Survey pasar, dimana kita bisa melihat seberapa besar produk yang dihasilkan diterima oleh masyarakat. 3) Peluang membangun kerjasama bisnis, dimana pengunjung bukan hanya iseng melihat tetapi banyak pengunjung yang mencari partner bisnis. Pendampingan Usaha (Mentoring)

Indikator dari pendampingan usaha (mentoring) ada tiga yaitu: Ada pendamping usaha, Intensitas pendampingan, dan Penangkapan materi. Berikut data dan penjelasan dari masing-masing indikator.

78,9%

24,1%

85,6%

4,8% 9,3%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

84

84

Gambar 37 KPM yang Masih Didampingi Pada Lima Lokasi

Kelima lokasi tersebut yang masih didampingi adalah DKI Jakarta

yaitu sebanyak 78,9 persen. Selanjutnya di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 51,7 persen. Daerah Majalengka, Semarang dan Bandung Barat sudah tidak didampingi lagi, hanya saja ada beberapa orang pendamping/mentor yang masih menjalin silaturahmi dengan KPM. 2. Intensitas pendampingan

Penelitian ini juga melihat dari sisi intensitas mentor dalam melakukan pendampingan. Intensitas pendampingan dibagi menjadi empat yaitu sangat sering, sering, jarang dan sangat jarang. Berikut bagan intensitas pendampingan di seluruh lokasi.

78,9%

51,7%

3,2% 4,8% 1,9%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

85

84

Gambar 37 KPM yang Masih Didampingi Pada Lima Lokasi

Kelima lokasi tersebut yang masih didampingi adalah DKI Jakarta

yaitu sebanyak 78,9 persen. Selanjutnya di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 51,7 persen. Daerah Majalengka, Semarang dan Bandung Barat sudah tidak didampingi lagi, hanya saja ada beberapa orang pendamping/mentor yang masih menjalin silaturahmi dengan KPM. 2. Intensitas pendampingan

Penelitian ini juga melihat dari sisi intensitas mentor dalam melakukan pendampingan. Intensitas pendampingan dibagi menjadi empat yaitu sangat sering, sering, jarang dan sangat jarang. Berikut bagan intensitas pendampingan di seluruh lokasi.

78,9%

51,7%

3,2% 4,8% 1,9%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

85

Gambar 38 Intensitas pendampingan KPM oleh Mentor

Selanjutnya apabila dilihat intensitasnya yang sering sebanyak 34,31% dan yang sangat sering sebanyak 6,27%. Yang perlu mendapat perhatian adalah yang jarang dan yang sangat jarang jumlahnya cukup tinggi. Bimbingan dengan intensitas jarang sebanyak 29,22% sedangkan yang sangat jarang sebanyak 30,20%. Padahal menurut pengakuan dari penerima manfaat proses bimbingan ini sangat diperlukan sekali. Berikut adalah intensitas pendampingan yang dilakukan mentor setelah diselenggarakan pameran produk.

Tabel 11 Intensitas Pendampingan Tiap Lokasi Penelitian

No Intensitas DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 Sangat sering (Seminggu sekali) 1,8 13,1 3,2 4,8 3,7

2 Sering (2 minggu sekali) 10,5 42,1 45,5 27,9 16,7

3 Jarang (3 minggu sekali) 63,2 29,7 33,1 11,5 13,0

4 Sangat jarang (4 minggu sekali / belum pernah)

24,6 15,2 18,2 55,8 66,7

Setelah kontrak antara Lembaga inkubator dengan Kementerian

Sosial selesai, secara resmi pendampingan yang dilakukan oleh mentor juga selesai. Selanjutnya sebagian mentor ada yang berhenti melakukan

6,27%

34,31%

29,22%

30,20%

✓ Sangat sering (Seminggu sekali)

Sering (2 minggu sekali)

Jarang (3 minggu sekali)

Sangat jarang (4 minggu sekali / belum pernah)

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00%

86

86

pendampingan tetapi beberapa mentor masih melakukan pendampingan tanpa perjanjian kontrak kerjasama/tanpa insentif pendampingan. Hal ini menurut beberapa mentor dilakukan semata-mata merupakan bentuk kepedulian demi keberhasilan usaha para KPM ProKUS. 3. Penangkapan materi

Pada penelitian evaluasi program kewirausahaan sosial ini salah satu yang diberikan adalah pelatihan kewirausahaan. Sebagai bahan evaluasi adalah apakah materi yang diberikan atau yang disampaikan oleh mentor bisa diterima dengan baik oleh KPM atau tidak. Berikut adalah jawaban KPM terhadap penerimaan KPM terhadap materi yang diberikan oleh mentor.

Gambar 39 Penerimaan Materi Bimbingan Terhadap KPM oleh Mentor

Materi bimbingan yang diberikan selama ini sebagian besar

penerima manfaat dapat menangkap dengan baik yaitu sebesar 92%, dan 8% mengaku tidak dapat menangkap dengan baik. Berikut adalah penerimaan bimbingan materi tiap lokasi penelitian.

✓ Ya 92%

Tidak 8%

87

86

pendampingan tetapi beberapa mentor masih melakukan pendampingan tanpa perjanjian kontrak kerjasama/tanpa insentif pendampingan. Hal ini menurut beberapa mentor dilakukan semata-mata merupakan bentuk kepedulian demi keberhasilan usaha para KPM ProKUS. 3. Penangkapan materi

Pada penelitian evaluasi program kewirausahaan sosial ini salah satu yang diberikan adalah pelatihan kewirausahaan. Sebagai bahan evaluasi adalah apakah materi yang diberikan atau yang disampaikan oleh mentor bisa diterima dengan baik oleh KPM atau tidak. Berikut adalah jawaban KPM terhadap penerimaan KPM terhadap materi yang diberikan oleh mentor.

Gambar 39 Penerimaan Materi Bimbingan Terhadap KPM oleh Mentor

Materi bimbingan yang diberikan selama ini sebagian besar

penerima manfaat dapat menangkap dengan baik yaitu sebesar 92%, dan 8% mengaku tidak dapat menangkap dengan baik. Berikut adalah penerimaan bimbingan materi tiap lokasi penelitian.

✓ Ya 92%

Tidak 8%

87

Gambar 40 Penerimaan Materi Bimbingan Per Lokasi Penelitian

Materi bimbingan sudah ditangkap dengan baik, sehingga tinggal memperbaiki implementasi terhadap materi yang sudah tertangkap oleh KPM. Menerapkan materi yang diberikan memerlukan proses dan pendampingan dari mentor.

Output Program

Parameter dari Output Program antara lain: Kemampuan mengakses Keuangan, Kemampuan mengelola aset, Kemampuan mata pencaharian berkelanjutan, dan Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring. Kemampuan mengakses Keuangan

Indikator dari kemampuan mengakses keuangan antara lain: Diberi bantuan modal usaha, Bantuan melalui apa dan Akses modal ke bank/lembaga keuangan.

100,0% 100,0%

87,7% 82,7%

92,6%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

88

88

1. Diberi bantuan modal usaha Semua KPM telah menerima modal usaha sebesar RP. 3.500.000,-.

Modal usaha tidak hanya digunakan untuk meningkatkan skala penjualan untuk menjangkau pasar, namun juga untuk hal-hal penting lainnya di dalam keberlangsungan usaha. Melalui bantuan modal usaha, KPM dapat melakukan penambahan kebutuhan operasional untuk mengembangkan usaha.

Modal merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bisnis/usaha, investasi, dan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau penghasilan. Secara umum, pengertian modal adalah sekumpulan uang atau barang yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Modal merupakan hal yang sangat vital dalam sebuah usaha. Tanpa modal, usaha tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari bisnis yang besar maupun bisnis yang kecil pun membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Dengan modal maka usaha bisa berjalan dengan lancar untuk mendukung proses produksi hingga pemasarannya. 2. Penyaluran Bantuan

Program Kewirausahaan Sosial memberikan bantuan kepada penerima manfaat melalui rekening bank. Tujuan pemberian bantuan melalui bank adalah untuk memberikan hak masyarakat dalam hal inklusi keuangan. Ini membutuhkan edukasi pada penerima manfaat bahwa masyarakat menengah kebawah berhak mendapatkan pelayanan keuangan melalui bank.

89

89

Gambar 41 Bentuk Bantuan Berdasarkan Keinginan Penerima Manfaat

Penelitian ini mencoba melihat keinginan masyarakat tentang

bentuk bantuan yang diinginkan. Ternyata penerima manfaat sebagian besar menginginkan dalam bentuk cash yaitu sebanyak 53,33% selanjutnya yang menginginkan melalui bank sebanyak 43,53% dan sisanya 3,14% menginginkan dalam bentuk alat atau barang. Berikut adalah data pada tiap-tiap lokasi penelitian.

Tabel 12 Bentuk Bantuan Berdasarkan Keinginan Penerima Manfaat di Tiap

Lokasi Penelitian

No Bantuan yang diinginkan DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 Cash 61,4 1,4 ,6 64,4 46,3

2 Melalui Bank 38,6 98,6 99,4 32,7 44,4

3 Alat/barang 0 0 0 2,9 9,3

Inklusi keuangan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82

Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, adalah sebuah kondisi dimana setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap

53,33%

43,53%

3,14%

Cash Melalui Bank Alat / barang 0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

88

1. Diberi bantuan modal usaha Semua KPM telah menerima modal usaha sebesar RP. 3.500.000,-.

Modal usaha tidak hanya digunakan untuk meningkatkan skala penjualan untuk menjangkau pasar, namun juga untuk hal-hal penting lainnya di dalam keberlangsungan usaha. Melalui bantuan modal usaha, KPM dapat melakukan penambahan kebutuhan operasional untuk mengembangkan usaha.

Modal merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bisnis/usaha, investasi, dan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau penghasilan. Secara umum, pengertian modal adalah sekumpulan uang atau barang yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Modal merupakan hal yang sangat vital dalam sebuah usaha. Tanpa modal, usaha tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari bisnis yang besar maupun bisnis yang kecil pun membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Dengan modal maka usaha bisa berjalan dengan lancar untuk mendukung proses produksi hingga pemasarannya. 2. Penyaluran Bantuan

Program Kewirausahaan Sosial memberikan bantuan kepada penerima manfaat melalui rekening bank. Tujuan pemberian bantuan melalui bank adalah untuk memberikan hak masyarakat dalam hal inklusi keuangan. Ini membutuhkan edukasi pada penerima manfaat bahwa masyarakat menengah kebawah berhak mendapatkan pelayanan keuangan melalui bank.

90

90

berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Di Indonesia, kelompok masyarakat yang diprioritaskan untuk mendapat akses keuangan antara lain masyarakat berpenghasilan rendah (dalam hal ini keluarga prasejahtera), pelaku UMKM, pekerja migran, wanita, disabilitas, anak terlantar, lansia, penduduk daerah tertinggal, serta pelajar dan pemuda. 3. Akses modal ke bank/lembaga keuangan

Selain memberikan bantuan melalui bank, salah satu bentuk inklusi keuangan adalah penerima manfaat dapat meningkatkan modal usaha melalui pinjaman ke bank.

Gambar 42 Peningkatan Modal Usaha Melalui Bank

Namun sebagian besar penerima manfaat tidak berniat untuk

meningkatkan modal melalui bank sebanyak 73 % dan sisanya hanya 27% yang berniat meningkatkan modal melalui pinjam ke bank. Berikut keinginan KPM dalam meningkatkan modal usaha melalui perbankan atau lembaga keuangan pada tiap-tiap lokasi penelitian.

✓ Ya 27%

Tidak 73%

91

91

Gambar 43 Peningkatan Modal Usaha Melalui Bank di tiap Lokasi Penelitian

Banyak hal yang mempengaruhi keinginan KPM program kewirausahaan sosial untuk meningkatkan modalnya. Berikut adalah alasan kenapa tidak mau meningkatkan modal melalui bank.

Gambar 44 Alasan Tidak Mau Meningkatkan Modal Usaha Melalui Bank di tiap

Lokasi Penelitian

24,6%

17,9%

29,9%

33,7% 35,2%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

15,79%

71,58%

12,63%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00%

Sudah cukup

Usahanya masih kecil sehingga tidak sanggup bayar cicilan

Lainnya

90

berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Di Indonesia, kelompok masyarakat yang diprioritaskan untuk mendapat akses keuangan antara lain masyarakat berpenghasilan rendah (dalam hal ini keluarga prasejahtera), pelaku UMKM, pekerja migran, wanita, disabilitas, anak terlantar, lansia, penduduk daerah tertinggal, serta pelajar dan pemuda. 3. Akses modal ke bank/lembaga keuangan

Selain memberikan bantuan melalui bank, salah satu bentuk inklusi keuangan adalah penerima manfaat dapat meningkatkan modal usaha melalui pinjaman ke bank.

Gambar 42 Peningkatan Modal Usaha Melalui Bank

Namun sebagian besar penerima manfaat tidak berniat untuk

meningkatkan modal melalui bank sebanyak 73 % dan sisanya hanya 27% yang berniat meningkatkan modal melalui pinjam ke bank. Berikut keinginan KPM dalam meningkatkan modal usaha melalui perbankan atau lembaga keuangan pada tiap-tiap lokasi penelitian.

✓ Ya 27%

Tidak 73%

92

92

Alasan terbesar kenapa tidak berniat meningkatkan modal melalui

pinjaman bank adalah usahanya masih kecil sehingga tidak sanggup membayar cicilan sebanyak 71,58%, selanjutnya sebanyak 15,79% sudah merasa cukup dengan usaha yang ada dan sebanyak 12,63% alasan yang lainnya.

Tabel 13 Alasan KPM Tidak Mau Meningkatkan Modal Dengan Pinjam Ke

Bank di Tiap Lokasi Penelitian

No Alasan DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 Sudah Cukup 43,8 5,7 15,6 7,0 33,3

2 Usahanya Masih Kecil Sehingga Tidak Sanggup Bayar Cicilan

43,8 86,2 63,3 84,5 57,6

3 Lainnya 12,5 8,1 21,1 8,5 9,1

Bagi orang yang mempunyai jiwa kewirausahaan, pinjaman modal

usaha mempercepat perkembangan bisnis. Upaya mengembangkan bisnis membutuhkan modal yang tidak sedikit. Namun bila berhasil dilakukan, maka peluang keuntungan akan semakin besar. Tambahan modal usaha umumnya dipergunakan untuk menambah stok barang yang dijual, menambah jenis produk yang akan dijual, mempekerjakan karyawan baru. Jangan menjadi sosok pebisnis yang mudah puas. Gunakan dana pinjaman untuk menambah dan memperbarui stok barang. Ingatlah bahwa tren pasar akan berubah seiring waktu. Barang-barang yang sebelumnya laris manis bisa saja menurun dalam segi penjualan. Maka dari itu, penting sekali untuk terus mengembangkan usaha, tidak peduli seberapa sukses bisnis di jalankan.

93

93

Kemampuan Mengelola Aset

Indikator dari kemampuan mengelola aset antara lain: Menggunakan pencatatan keuangan, Penambahan Keuntungan, dan Pengelolaan modal dan keuntungan memakai rekening bank. 1. Menggunakan pencatatan keuangan

Penggunaan catatan keuangan merupakan hal penting didalam menjalankan bisnis, sehingga dalam program kewirausahaan, sebelum penerima manfaat menerima modal diberikan pelatihan terlebih dahulu. Salah satu materi dalam pelatihan yang diberikan adalah pembuatan/penggunaan catatan keuangan.

Gambar 45 Penggunaan Catatan Keuangan

Meskipun sudah diberikan pelatihan tentang penggunaan catatan keuangan, namun penerima manfaat masih banyak yang belum menggunakan catatan keuangan yaitu sebanyak 49%. Penerima manfaat yang menggunakan catatan keuangan baru sebanyak 51%, itupun masih berupa catatan yang sederhana. Berikut adalah penggunaan catatan keuangan per lokasi.

✓ Ya 51%

Tidak 49%

92

Alasan terbesar kenapa tidak berniat meningkatkan modal melalui

pinjaman bank adalah usahanya masih kecil sehingga tidak sanggup membayar cicilan sebanyak 71,58%, selanjutnya sebanyak 15,79% sudah merasa cukup dengan usaha yang ada dan sebanyak 12,63% alasan yang lainnya.

Tabel 13 Alasan KPM Tidak Mau Meningkatkan Modal Dengan Pinjam Ke

Bank di Tiap Lokasi Penelitian

No Alasan DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 Sudah Cukup 43,8 5,7 15,6 7,0 33,3

2 Usahanya Masih Kecil Sehingga Tidak Sanggup Bayar Cicilan

43,8 86,2 63,3 84,5 57,6

3 Lainnya 12,5 8,1 21,1 8,5 9,1

Bagi orang yang mempunyai jiwa kewirausahaan, pinjaman modal

usaha mempercepat perkembangan bisnis. Upaya mengembangkan bisnis membutuhkan modal yang tidak sedikit. Namun bila berhasil dilakukan, maka peluang keuntungan akan semakin besar. Tambahan modal usaha umumnya dipergunakan untuk menambah stok barang yang dijual, menambah jenis produk yang akan dijual, mempekerjakan karyawan baru. Jangan menjadi sosok pebisnis yang mudah puas. Gunakan dana pinjaman untuk menambah dan memperbarui stok barang. Ingatlah bahwa tren pasar akan berubah seiring waktu. Barang-barang yang sebelumnya laris manis bisa saja menurun dalam segi penjualan. Maka dari itu, penting sekali untuk terus mengembangkan usaha, tidak peduli seberapa sukses bisnis di jalankan.

94

94

Gambar 46 Penggunaan Catatan Keuangan Per Lokasi Penelitian

Banyak anggapan bahwa pembukuan hanya diperlukan oleh perusahaan besar saja. Padahal bisnis kecil juga sangat membutuhkannya karena banyak manfaat pembukuan yang bisa didapat. Beberapa alasan mengapa penerima manfaat pemilik bisnis kecil tidak melakukan pembukuan. Pertama, karena mereka merasa proses pembukuan ini cukup merepotkan dan kurang mengerti dalam melakukannya sehingga malas melakukannya. Kedua, penerima manfaat merasa keterbatasan waktu yang dimiliki untuk melakukan pembukuan. Ketika sudah bertekad untuk mendirikan sebuah bisnis, maka dibutuhkan usaha yang optimal untuk mengembangkannya. Salah satunya yaitu dengan melakukan pembukuan sederhana yang dilakukan secara rutin. Melalui pembukuan yang sederhana diharapkan tidak tercampur antara keuangan usaha dengan keuangan keluarga sehingga keberlanjutan usaha dapat terjaga. 2. Penambahan Keuntungan

Modal usaha saat dilakukan penelitian yang semuanya sudah menerima bantuan modal usaha sebesar Rp. 3.500.000 dapat dilihat pada bagan berikut ini.

98,2%

67,6%

32,5% 29,8%

48,1%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

95

94

Gambar 46 Penggunaan Catatan Keuangan Per Lokasi Penelitian

Banyak anggapan bahwa pembukuan hanya diperlukan oleh perusahaan besar saja. Padahal bisnis kecil juga sangat membutuhkannya karena banyak manfaat pembukuan yang bisa didapat. Beberapa alasan mengapa penerima manfaat pemilik bisnis kecil tidak melakukan pembukuan. Pertama, karena mereka merasa proses pembukuan ini cukup merepotkan dan kurang mengerti dalam melakukannya sehingga malas melakukannya. Kedua, penerima manfaat merasa keterbatasan waktu yang dimiliki untuk melakukan pembukuan. Ketika sudah bertekad untuk mendirikan sebuah bisnis, maka dibutuhkan usaha yang optimal untuk mengembangkannya. Salah satunya yaitu dengan melakukan pembukuan sederhana yang dilakukan secara rutin. Melalui pembukuan yang sederhana diharapkan tidak tercampur antara keuangan usaha dengan keuangan keluarga sehingga keberlanjutan usaha dapat terjaga. 2. Penambahan Keuntungan

Modal usaha saat dilakukan penelitian yang semuanya sudah menerima bantuan modal usaha sebesar Rp. 3.500.000 dapat dilihat pada bagan berikut ini.

98,2%

67,6%

32,5% 29,8%

48,1%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

95

Gambar 47 Modal Usaha dan Peningkatan Keuntungan dari ProKUS

Sebagian besar modal usaha KPM saat dilakukan penelitian adalah lebih dari Rp. 5.000.000,- yaitu sebanyak 35,29%. Ada yang beberapa menjawab kurang dari Rp. 3.500.000 sebanyak 17,06%. Ini berarti usaha yang dilakukan mengalami pengurangan dan kemungkinan usahanya tidak berkembang dengan baik. Berikut adalah modal usaha yang dimiliki KPM saat dilakukan penelitian.

Tabel 14 Modal Usaha yang di Miliki Saat Ini

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 3.500.000 38,6 37,2 36,4 26,9 37,0

2 3.500.000 – 4.000.000 1,8 12,4 20,8 29,8 13,0

3 4.000.000 – 4.500.000 22,8 20,0 16,2 22,1 14,8

4 4.500.000 – 5.000.000 35,1 9,7 9,1 7,7 11,1

5 > 5.000.000 1,8 20,7 17,5 13,5 24,1

Beragamnya modal usaha yang dimiliki seharusnya tidak ada lahi

yang mempunyai modal kurang dari Rp. 3.500.000,- karena seluruh KPM telah menerima bantuan modal sebesar itu. Namun ada beberapa kemungkinan yaitu KPM mengalami kerugian, KPM belum

17,06%

18,82%

12,16%

16,67%

35,29%

< 3.500.000

3.500.000 – 4.000.000

4.000.000 – 4.500.000

4.500.000 – 5.000.000

> 5.000.000

96

96

menggunakan bantuan yang diberikan. Apabila dilihat dari keuntungannya mengalami kenaikan. Berikut KPM yang mengalami kenaikan keuntungan.

Gambar 48 Peningkatan Keuntungan dari ProKUS

Jawaban responden tersebut ada 92% yang mengalami penambahan keuntungan setelah diberikan modal dari ProKUS meskipun penambahannya masih kecil. Tambahan keuntungan ini dikatakan merupakan usaha untuk mewujudkan kemanfaatan dari bantuan modal usaha yang diterima dari ProKUS. 3. Pengelolaan modal dan keuntungan pakai rekening bank.

Modal menjadi kebutuhan utama yang harus dimiliki sebelum memutuskan untuk merintis usaha. Modal itu hanya boleh digunakan untuk kegiatan usaha, mulai dari produksi, pemasaran, menyewa tempat, hingga menggaji karyawan. Salah satu bentuk inklusi keuangan adalah mengelola modal dan keuntungan dengan memakai rekening bank. Memiliki tabungan bisnis merupakan salah satu cara mengelola keuangan dengan baik bagi KPM Program Kewirausahaan Sosial. Cara ini dapat membuat pengelolaan keuangan usaha lebih terukur. Dengan membuat tabungan bisnis, KPM bisa melihat pemasukan maupun

✓ Ya 92%

Tidak 8%

97

97

pengeluaran bisnis dengan lebih rinci. Dengan begitu bisa mengukur dan mengontrol prioritas pengeluaran untuk mengembangkan usaha.

Gambar 49 Pengelolaan Modal Dengan Rekening Tabungan

Terkait dengan inklusi keuangan, responden sebagian besar atau

sebanyak 73% belum memanfaatkan bank dalam pengelolaan modal meskipun semua penerima manfaat sudah mempunyai rekening tabungan. Hanya 27% yang memanfaatkan rekening bank untuk pengelolaan modal usahanya.

Gambar 50 Pengelolaan Modal Dengan Rekening Tabungan Per Lokasi

✓ Ya 27%

Tidak 73%

86,0%

20,7% 14,3%

21,4%

29,6%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

96

menggunakan bantuan yang diberikan. Apabila dilihat dari keuntungannya mengalami kenaikan. Berikut KPM yang mengalami kenaikan keuntungan.

Gambar 48 Peningkatan Keuntungan dari ProKUS

Jawaban responden tersebut ada 92% yang mengalami penambahan keuntungan setelah diberikan modal dari ProKUS meskipun penambahannya masih kecil. Tambahan keuntungan ini dikatakan merupakan usaha untuk mewujudkan kemanfaatan dari bantuan modal usaha yang diterima dari ProKUS. 3. Pengelolaan modal dan keuntungan pakai rekening bank.

Modal menjadi kebutuhan utama yang harus dimiliki sebelum memutuskan untuk merintis usaha. Modal itu hanya boleh digunakan untuk kegiatan usaha, mulai dari produksi, pemasaran, menyewa tempat, hingga menggaji karyawan. Salah satu bentuk inklusi keuangan adalah mengelola modal dan keuntungan dengan memakai rekening bank. Memiliki tabungan bisnis merupakan salah satu cara mengelola keuangan dengan baik bagi KPM Program Kewirausahaan Sosial. Cara ini dapat membuat pengelolaan keuangan usaha lebih terukur. Dengan membuat tabungan bisnis, KPM bisa melihat pemasukan maupun

✓ Ya 92%

Tidak 8%

98

98

Data diatas memperlihatkan bahwa yang paling banyak dalam menggunakan buku tabungan adalah KPM DKI Jakarta yaitu sebesar 86 persen karena sudah menganggap tabungan merupakan kebutuhan dalam melakukan usaha.

Kemampuan Mata Pencaharian Berkelanjutan Indikator dari kemampuan mata pencaharian berkelanjutan antara

lain: Peningkatan pendapatan, Pemenuhan kebutuhan pokok dan Penambahan modal atau menabung. 1. Peningkatan pendapatan

Adanya kebijakan pemerintah yang membatasi kerumunan di masa pandemic Covid.19, tentunya juga berdampak pada para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) termasuk penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Penurunan omzet setelah menerapkan kebijakan lockdown dan working from home dirasakan sangat terasa. Hal itu terjadi karena banyak masyarakat yang takut terpapar dengan virus corona itu sendiri, dan menyebabkan usaha yang dijalankan penerima manfaat mengalami penurunan jumlah pembeli, karena para konsumen yang biasanya jajan diluar dan konsumtif membeli makanan diluar, sekarang lebih memilih untuk masak sendiri dirumah dan mereka juga lebih bisa mengetahui sendiri kebersihan makanan yang mereka buat.

Berbagai kondisi yang tidak menentu tersebut, penelitian ini memotret tiga kondisi yaitu keuntungan sebelum pandemi, setelah pandemi sebelum ProKUS dan setelah pandemi sesudah ProKUS. Secara keseluruhan kondisi tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini.

99

98

Data diatas memperlihatkan bahwa yang paling banyak dalam menggunakan buku tabungan adalah KPM DKI Jakarta yaitu sebesar 86 persen karena sudah menganggap tabungan merupakan kebutuhan dalam melakukan usaha.

Kemampuan Mata Pencaharian Berkelanjutan Indikator dari kemampuan mata pencaharian berkelanjutan antara

lain: Peningkatan pendapatan, Pemenuhan kebutuhan pokok dan Penambahan modal atau menabung. 1. Peningkatan pendapatan

Adanya kebijakan pemerintah yang membatasi kerumunan di masa pandemic Covid.19, tentunya juga berdampak pada para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) termasuk penerima manfaat program kewirausahaan sosial. Penurunan omzet setelah menerapkan kebijakan lockdown dan working from home dirasakan sangat terasa. Hal itu terjadi karena banyak masyarakat yang takut terpapar dengan virus corona itu sendiri, dan menyebabkan usaha yang dijalankan penerima manfaat mengalami penurunan jumlah pembeli, karena para konsumen yang biasanya jajan diluar dan konsumtif membeli makanan diluar, sekarang lebih memilih untuk masak sendiri dirumah dan mereka juga lebih bisa mengetahui sendiri kebersihan makanan yang mereka buat.

Berbagai kondisi yang tidak menentu tersebut, penelitian ini memotret tiga kondisi yaitu keuntungan sebelum pandemi, setelah pandemi sebelum ProKUS dan setelah pandemi sesudah ProKUS. Secara keseluruhan kondisi tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini.

99

Gambar 51 Rata-rata Keuntungan Per hari dalam Berbagai Kondisi

Bagan tersebut memperlihatkan bahwa sebelum pandemi rata-rata

keuntungan terbesar ada di antara Rp.50.000,- sampai Rp.99.000,- Setelah pandemi keuntungan rata-rata turun dibawah Rp.50.000,-. Program Kewirausahaan Sosial mengembalikan keuntungan mereka menjadi antara Rp.50.000,- sampai Rp.99.000,-. Secara detail tiap lokasi penelitian data tentang rata-rata keuntungan perhari dalam tiga kondisi dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 15

Rata-rata Keuntungan Per hari Sebelum Pandemi Covid 19

No Keuntungan per hari DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 50.000 12,3 10,3 14,3 42,3 22,2

2 50.000 - 99.000 47,4 35,2 36,4 30,8 38,9

3 100.000 – 199.000 26,3 24,1 31,2 20,2 22,2

4 200.000 – 299.000 7,0 15,2 9,1 3,8 1,9

5 300.000 – 399.000 3,5 5,5 1,9 1,9 5,6

6 400.000 - 499.000 1,8 4,8 4,5 1,0 1,9

7 > 500.000, sebutkan 1,8 4,8 2,6 1,0 7,4

19,02%

36,47%

25,69%

8,82%

3,53% 3,14% 3,33%

40,78%

31,57%

16,27%

5,10% 3,53%

2,16% 0,59%

19,80%

40,20%

24,12%

8,24%

3,92% 2,16% 1,57%

< 50.000 50.000 - 99.000 100.000 – 199.000 200.000 – 299.000 300.000 – 399.000 400.000 - 499.000 > 500.000

Sebelum Pandemi Kondisi Pandemi sebelum Prokus Kondisi Paandemi setelah ProKUS

100

100

Tabel 16 Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19

Sebelum Mengikuti ProKUS

No Keuntungan per hari DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 50.000 21,1 31,7 37,0 62,5 57,4

2 50.000 - 99.000 43,9 31,7 33,8 24,0 25,9

3 100.000 – 199.000 24,6 15,9 20,8 9,6 7,4

4 200.000 – 299.000 5,3 10,3 3,9 0 3,7

5 300.000 – 399.000 3,5 6,2 1,9 3,8 0

6 400.000 - 499.000 1,8 4,1 1,9 0 1,9

7 > 500.000, sebutkan 0 0 0,6 0 3,7

Tabel 17

Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19 Setelah Mengikuti ProKUS

No Keuntungan per hari DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 50.000 5,3 14,5 12,3 45,2 24,1

2 50.000 - 99.000 59,6 33,8 39,6 34,6 50,0

3 100.000 – 199.000 19,3 28,3 31,2 15,4 13,0

4 200.000 – 299.000 12,3 9,7 11,0 1,0 5,6

5 300.000 – 399.000 1,8 6,9 2,6 2,9 3,7

6 400.000 - 499.000 1,8 5,5 0,6 1,0 1,9

7 > 500.000, sebutkan 0 1,4 2,6 0 3,7

2. Pemenuhan kebutuhan pokok

Salah satu tujuan dari program kewirausahaan sosial adalah agar KPM bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Keseluruhan KPM yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya cukup banyak yaitu 90,78 persen yang dapat dilihat dalam bagan berikut.

101

101

Gambar 52 Pemenuhan Kebutuhan Pokok KPM ProKUS

Penanggulangan kemiskinan rumah tangga miskin, tidak hanya dengan cara mempertahankan hidup melalui bantuan saja tetapi juga menyangkut cara-cara atau usaha-usaha untuk memperoleh uang atau barang dalam menghadapi keadaan sulit dan memerlukan biaya, misalnya kebutuhan pokok. Melalui program kewirausahaan sosial ini diharapkan KPM bisa berdaya dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dan tidak lagi tergantung pada bantuan. Pemenuhan kebutuhan pokok keluarga KPM program kewirausahaan sosial pada tiap lokasi penelitian dapat dilihat dalam bagan berikut.

✓ Ya; 90,78%

Tidak; 9,22%

100

Tabel 16 Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19

Sebelum Mengikuti ProKUS

No Keuntungan per hari DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 50.000 21,1 31,7 37,0 62,5 57,4

2 50.000 - 99.000 43,9 31,7 33,8 24,0 25,9

3 100.000 – 199.000 24,6 15,9 20,8 9,6 7,4

4 200.000 – 299.000 5,3 10,3 3,9 0 3,7

5 300.000 – 399.000 3,5 6,2 1,9 3,8 0

6 400.000 - 499.000 1,8 4,1 1,9 0 1,9

7 > 500.000, sebutkan 0 0 0,6 0 3,7

Tabel 17

Rata-rata Keuntungan Per hari Pada Kondisi Pandemi Covid 19 Setelah Mengikuti ProKUS

No Keuntungan per hari DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 50.000 5,3 14,5 12,3 45,2 24,1

2 50.000 - 99.000 59,6 33,8 39,6 34,6 50,0

3 100.000 – 199.000 19,3 28,3 31,2 15,4 13,0

4 200.000 – 299.000 12,3 9,7 11,0 1,0 5,6

5 300.000 – 399.000 1,8 6,9 2,6 2,9 3,7

6 400.000 - 499.000 1,8 5,5 0,6 1,0 1,9

7 > 500.000, sebutkan 0 1,4 2,6 0 3,7

2. Pemenuhan kebutuhan pokok

Salah satu tujuan dari program kewirausahaan sosial adalah agar KPM bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Keseluruhan KPM yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya cukup banyak yaitu 90,78 persen yang dapat dilihat dalam bagan berikut.

102

102

Gambar 53 Pemenuhan Kebutuhan Pokok KPM ProKUS per Lokasi Penelitian

KPM ProKUS di tiap-tiap lokasi penelitian rata-rata sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Nilai pemenuhan pokok keluarga yang paling kecil adalah Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 76 persen dan DKI Jakarta sebanyak 87,7 persen, lainnya diatas 90 persen. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting, guna untuk bertahan hidup baik yang terdiri dari kebutuhan dasar atau konsumsi individu (makan, pakaian) maupun kebutuhan pelayanan sosial tertentu (transportasi, kesehatan dan pendidikan). Dengan pendapatan yang diperoleh KPM harus mengelola pengeluaran sehemat mungkin. Memutuskan akan membeli dan atau mengeluarkan uang untuk apa saja pada hari ini, KPM harus berpikir bagaimana cara memperolehnya. Dari situlah program kewirausahaan sosial dikatakan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

87,7%

94,5% 98,1%

76,0%

90,7%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

103

103

3. Penambahan modal atau menabung Setelah KPM dapat memenuhi kebutuhan pokoknya maka dalam

penelitian ini juga akan melihat kemampuan diatasnya yaitu dapat menambah modal atau dapat menyisihkan uang hasil usahanya untuk menabung. KPM yang dapat menambah modal atau menabung dapat dilihat dalam bagan berikut.

Gambar 54 KPM ProKUS Dapat Menambah Modal atau Menabung

Data diatas memperlihatkan bahwa KPM ProKUS yang dapat menambah modal atau menabung sebanyak 58 persen. Selanjutnya KPM yang belum dapat menambah modal atau menabung sebanyak 42 persen. Mereka baru bisa memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari, bahkan sebanyak 9,22 persen belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk melihat secara detail KPM ProKUS yang dapat menambah modal atau menabung tiap lokasi penelitian dapat dilihat dalam bagan berikut ini.

✓ Ya 58%

Tidak 42%

102

Gambar 53 Pemenuhan Kebutuhan Pokok KPM ProKUS per Lokasi Penelitian

KPM ProKUS di tiap-tiap lokasi penelitian rata-rata sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Nilai pemenuhan pokok keluarga yang paling kecil adalah Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 76 persen dan DKI Jakarta sebanyak 87,7 persen, lainnya diatas 90 persen. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting, guna untuk bertahan hidup baik yang terdiri dari kebutuhan dasar atau konsumsi individu (makan, pakaian) maupun kebutuhan pelayanan sosial tertentu (transportasi, kesehatan dan pendidikan). Dengan pendapatan yang diperoleh KPM harus mengelola pengeluaran sehemat mungkin. Memutuskan akan membeli dan atau mengeluarkan uang untuk apa saja pada hari ini, KPM harus berpikir bagaimana cara memperolehnya. Dari situlah program kewirausahaan sosial dikatakan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

87,7%

94,5% 98,1%

76,0%

90,7%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

104

104

Gambar 55 KPM ProKUS Dapat Menambah Modal atau Menabung

per Lokasi Penelitian

Setiap usaha yang dijalankan pasti diiringi dengan upaya dan

harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Kita bekerja keras mengembangkan usaha karena kita juga ingin menikmati hasilnya. Dalam menjalankan usaha, hendaknya kita bisa bersikap bijak dalam mengelola laba usaha yang kita dapatkan. Menyisihkan 20% dari laba usaha bersih untuk digunakan sebagai investasi atau dana cadangan. Investasi ini bermanfaat untuk kebutuhan operasional usaha dalam jangka waktu panjang, dan hanya digunakan untuk kebutuhan yang benar-benar urgent. Investasi ini dapat berbentuk tabungan, deposito, emas, properti, atau surat berharga dan 10% dari laba usaha bersih digunakan untuk pengembangan usaha. Sebagai reward atas kerja keras kita dalam mengelola bisnis, kita dapat menggunakan 10% dari laba usaha untuk keperluan pribadi dan keluarga. Sebagai wujud tanggung jawab sosial dan kepedulian kita terhadap lingkungan, sisihkan 10% dari laba usaha untuk zakat, dana sosial, dan infaq. Dengan demikian, tidak hanya keuntungan material saja yang kita dapatkan, tapi juga keberkahan dalam bisnis yang dijalankan. Menggunakan 60% dari laba

70,2%

39,3%

73,4%

51,0%

57,4%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

105

104

Gambar 55 KPM ProKUS Dapat Menambah Modal atau Menabung

per Lokasi Penelitian

Setiap usaha yang dijalankan pasti diiringi dengan upaya dan

harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Kita bekerja keras mengembangkan usaha karena kita juga ingin menikmati hasilnya. Dalam menjalankan usaha, hendaknya kita bisa bersikap bijak dalam mengelola laba usaha yang kita dapatkan. Menyisihkan 20% dari laba usaha bersih untuk digunakan sebagai investasi atau dana cadangan. Investasi ini bermanfaat untuk kebutuhan operasional usaha dalam jangka waktu panjang, dan hanya digunakan untuk kebutuhan yang benar-benar urgent. Investasi ini dapat berbentuk tabungan, deposito, emas, properti, atau surat berharga dan 10% dari laba usaha bersih digunakan untuk pengembangan usaha. Sebagai reward atas kerja keras kita dalam mengelola bisnis, kita dapat menggunakan 10% dari laba usaha untuk keperluan pribadi dan keluarga. Sebagai wujud tanggung jawab sosial dan kepedulian kita terhadap lingkungan, sisihkan 10% dari laba usaha untuk zakat, dana sosial, dan infaq. Dengan demikian, tidak hanya keuntungan material saja yang kita dapatkan, tapi juga keberkahan dalam bisnis yang dijalankan. Menggunakan 60% dari laba

70,2%

39,3%

73,4%

51,0%

57,4%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

105

usaha bersih sebagai modal berputar, stok barang, dan operasional usaha. Dengan menetapkan pembagian persentase laba usaha, maka diharapkan bisnis yang kita jalankan akan semakin berkembang dan memberikan manfaat tidak hanya bagi pengusaha & keluarga itu sendiri, tapi juga pada lingkungan sekitar. Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring

Indikator dari kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring antara lain: Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS, Berjejaring dengan Mentor/pembimbing bisnis dan Menambah karyawan. Jangkauan pemasaran dari penerima manfaat program kewirausahaan sosial masih terbatas. Sebagian besar jangkauan pemasarannya di tingkat kelurahan yaitu sebesar 28,04% bahkan yang masih tingkat RW sebanyak 20,78% dan RT sebanyak 10,20%. Ditingkat Kecamatan sebanyak 19,41% ada juga di tingkat kabupaten, provinsi, nasional dan bahkan ada yang antar negara meskipun masih sedikit.

Gambar 56 Jangkauan Pemasaran

Perkembangan teknologi dan persaingan usaha yang semakin tinggi

membuat para pelaku Usaha Mikro Kecil, dan Menengah harus memiliki strategi pemasaran yang baik untuk tetap dapat bersaing dengan para

10,20%

20,78%

28,04%

19,41%

16,08%

4,71%

0,59%

0,20%

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00%

RT

RW

Kelurahan

Kecamatan

Kabupaten

Provinsi

Nasional

Internasional

106

106

kompetitornya. Akses pasar usaha mikro, kecil, dan menengah bisa diperluas dengan cara dibantu masuk ke ekosistem digital. Dengan demikian diperlukan adanya peningkatan pengetahuan teknologi digital bagi pelaku usaha, dalam hal ini termasuk para KPM peserta ProKUS.

Selain itu, pelaku usaha juga perlu didukung untuk menggarap peluang pasar sampai luar negeri. Digitalisasi penting bagi usaha kecil agar dapat mengakses pasar yang lebih luas. Program kewirausahaan sosial sudah mengarah pada transformasi ke pemasaran digital namun kemampuan penerima manfaat sendiri masih terbatas dalam penggunaan teknologi sehingga masih perlu bimbingan yang intensif untuk dapat memanfaatkan teknologi tersebut, sehingga pendampingan yang berkelanjutan masih diperlukan.

Tabel 18 Jangkauan Pemasaran per Lokasi Penelitian

No Jangkauan Pemasaram DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 RT 19,3 9,7 11,7 5,8 5,6 2 RW 35,1 25,5 15,6 20,2 9,3 3 Kelurahan 35,1 24,1 31,2 21,2 37,0 4 Kecamatan 3,5 20,7 22,1 22,1 20,4 5 Kabupaten 3,5 16,6 13,6 22,1 22,2 6 Provinsi 1,8 3,4 5,2 7,7 3,7 7 Nasional 1,8 0 0,6 1,0 1,9 8 Internasional 0 0 0 5,8 0

1. Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS

Pentingnya membangun jejaring dengan KPM yang lain adalah salah satu tujuan dari program kewirausahaan sosial. Antara KPM yang satu dengan yang lainnya bisa saling membantu baik dalam pemasaran maupun saling membeli produk. Kenyataan di lapangan bahwa sampai saat penelitian ini dilakukan baru 10% KPM yang telah berjejaring

107

107

dengan KPM yang lain, sedangkan 90% belum berjejaring dengan KPM lainnya dengan berbagai alasan diantaranya belum percaya diri terutama terkait dengan kualitas produk usaha yang dihasilkannya.

Dengan kondisi demikian para KPM ProKUS perlu terus didorong untuk dapat berjejaring dengan sesama usaha lainnya melalui pendampingan lanjutan. Hal demikian dimaksudkan agar para KPM dapat berkembang dalam mengelola usahanya. Membangkitkan semangat berjejaring dalam kewirausahaan sosial memang bukanlah pekerjaan yang mudah, namun harus terus dilakukan.

Gambar 57 Berjejaring dengan KPM lain

Data tersebut memperlihatkan bahwa KPM ProKUS masih kurang

dalam berjejaring dengan KPM yang lain. Hanya 10 persen yang sudah berjejaring dengan KPM yang lain. Sisanya 90 persen belum berjejaring dengan KPM yang lainnya. Adapun data KPM yang berjejaring dengan KPM yang lain per lokasi penelitian adalah sebagai berikut.

✓ Ya 10%

Tidak 90%

106

kompetitornya. Akses pasar usaha mikro, kecil, dan menengah bisa diperluas dengan cara dibantu masuk ke ekosistem digital. Dengan demikian diperlukan adanya peningkatan pengetahuan teknologi digital bagi pelaku usaha, dalam hal ini termasuk para KPM peserta ProKUS.

Selain itu, pelaku usaha juga perlu didukung untuk menggarap peluang pasar sampai luar negeri. Digitalisasi penting bagi usaha kecil agar dapat mengakses pasar yang lebih luas. Program kewirausahaan sosial sudah mengarah pada transformasi ke pemasaran digital namun kemampuan penerima manfaat sendiri masih terbatas dalam penggunaan teknologi sehingga masih perlu bimbingan yang intensif untuk dapat memanfaatkan teknologi tersebut, sehingga pendampingan yang berkelanjutan masih diperlukan.

Tabel 18 Jangkauan Pemasaran per Lokasi Penelitian

No Jangkauan Pemasaram DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 RT 19,3 9,7 11,7 5,8 5,6 2 RW 35,1 25,5 15,6 20,2 9,3 3 Kelurahan 35,1 24,1 31,2 21,2 37,0 4 Kecamatan 3,5 20,7 22,1 22,1 20,4 5 Kabupaten 3,5 16,6 13,6 22,1 22,2 6 Provinsi 1,8 3,4 5,2 7,7 3,7 7 Nasional 1,8 0 0,6 1,0 1,9 8 Internasional 0 0 0 5,8 0

1. Berjejaring dengan sesama KPM ProKUS

Pentingnya membangun jejaring dengan KPM yang lain adalah salah satu tujuan dari program kewirausahaan sosial. Antara KPM yang satu dengan yang lainnya bisa saling membantu baik dalam pemasaran maupun saling membeli produk. Kenyataan di lapangan bahwa sampai saat penelitian ini dilakukan baru 10% KPM yang telah berjejaring

108

108

Gambar 58 Berjejaring dengan KPM lain per Lokasi Penelitian

2. Berjejaring dengan Mentor Diharapkan KPM ProKUS dapat berjejaring dengan para mentor

dalam menjalankan usahanya. Berikut data tentang berjejaring dengan mentor.

Gambar 59 Berjejaring dengan Mentor

3,5%

13,8%

3,2%

20,2%

9,3%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

✓ Ya 13%

Tidak 87%

109

108

Gambar 58 Berjejaring dengan KPM lain per Lokasi Penelitian

2. Berjejaring dengan Mentor Diharapkan KPM ProKUS dapat berjejaring dengan para mentor

dalam menjalankan usahanya. Berikut data tentang berjejaring dengan mentor.

Gambar 59 Berjejaring dengan Mentor

3,5%

13,8%

3,2%

20,2%

9,3%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

✓ Ya 13%

Tidak 87%

109

Secara keseluruhan masih sedikit sekali KPM yang masih menjalin kerjasama dengan para mentor yaitu sebanyak 13 persen. Mentor adalah pembimbing dalam melakukan bisnis meskipun masih berbeda dalam menentukan kriterianya, namun konsep awal seorang mentor juga melakukan usaha. Harapannya hubungan antara KPM dan mentor bukan hanya pada saat berjalannya program tetapi lanjut menjadi hubungan bisnis. Berikut data per lokasi penelitian.

Gambar 60 Berjejaring dengan Mentor per Lokasi Penelitian

3. Menambah karyawan Penambahan karyawan merupakan indikator dari kemampuan

mengelola modal sosial dan berjejaring. Diharapkan KPM ProKUS dapat menambah karyawan dan melibatkan KPM PKH agar dapat graduasi dengan cepat karena pemenuhan kebutuhannya sudah terpenuhi. Berikut data tentang penambahan karyawan setelah mengikuti Program Kewirausahaan Sosial.

8,8%

25,5%

1,9%

10,6%

22,2%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

110

110

Gambar 61 Penambahan Karyawan

Penambahan karyawan melalui program kewirausahaan sosial

masih sangat sedikit yaitu sejumlah 6% penerima manfaat yang menambah karyawan. Penambahan karyawan juga salah satu bentuk dalam menciptakan jaringan. Penambahan karyawan diutamakan untuk penerima PKH sehingga dapat mempercepat dalam graduasi. Anggota PKH yang telah graduasi tidak semuanya mempunyai jiwa wirausaha, sehingga peran program kewirausahaan sosial ini sangat diharapkan. Ketika ada yang graduasi alami dan tidak mempunyai jiwa wirausaha dan jiwanya pekerja, maka ini dapat diberdayakan untuk menjadi karyawan. Berikut adalah data penambahan karyawan per lokasi penelitian dari KPM setelah mengikuti Program Kewirausahaan Sosial.

✓ Ya 6%

Tidak 94%

111

110

Gambar 61 Penambahan Karyawan

Penambahan karyawan melalui program kewirausahaan sosial

masih sangat sedikit yaitu sejumlah 6% penerima manfaat yang menambah karyawan. Penambahan karyawan juga salah satu bentuk dalam menciptakan jaringan. Penambahan karyawan diutamakan untuk penerima PKH sehingga dapat mempercepat dalam graduasi. Anggota PKH yang telah graduasi tidak semuanya mempunyai jiwa wirausaha, sehingga peran program kewirausahaan sosial ini sangat diharapkan. Ketika ada yang graduasi alami dan tidak mempunyai jiwa wirausaha dan jiwanya pekerja, maka ini dapat diberdayakan untuk menjadi karyawan. Berikut adalah data penambahan karyawan per lokasi penelitian dari KPM setelah mengikuti Program Kewirausahaan Sosial.

✓ Ya 6%

Tidak 94%

111

Gambar 62 Penambahan Karyawan Per Lokasi Penelitian

KPM yang paling banyak dalam merekrut karyawan setelah mengikuti ProKUS adalah Majalengka yaitu sebanyak 9,7 persen selanjutnya Bandung Barat, Semarang dan DKI Jakarta. Untuk daerah Bantul belum ada KPM yang menambah karyawan setelah mengikuti ProKUS.

Outcome Program

Program kewirausahaan sosial diharapkan akan berdampak pada “Meningkatnya pendapatan keluarga”, sehingga KPM ProKUS dapat meningkat dari desil 1 dan 2 menuju desil diatasnya. Agar dapat terlihat pendapatan dalam berbagai kondisi maka penelitian ini akan memperlihatkan pendapatan keluarga sebelum pandemi, kondisi pandemi namun belum mengikuti ProKUS dan pada kondisi pandemi sudah mengikuti ProKus. Pendapatan keluarga sebelum kondisi pademi Covid 19 adalah sebagai berikut.

5,3%

6,2%

9,7%

5,8%

0,0% 0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

12,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

112

112

Tabel 19 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Sebelum Pandemi Covid 19

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 500.000 7,0 15,2 3,9 10,6 18,5

2 500.000 – 999.000 7,0 13,1 16,2 12,5 13,0

3 1.000.000 – 1.999.000 22,8 17,2 27,9 43,3 13,0

4 2.000.000 – 2.999.000 29,8 28,3 26,0 12,5 24,1

5 3.000.000– 3.999.000 24,6 9,7 9,7 10,6 11,1

6 4.000.000 – 4.999.000 3,5 9,0 16,2 4,8 9,3

7 > 5.000.000 5,3 7,6 16,2 5,8 11,1

Tabel diatas merupakan perbandingan antar lokasi penelitian

mengenai pendapatan keluarga perbulan sebelum pandemi covid 19. Pendapatan meskipun bervariasi, namun sebagian besar pendapatan KPM adalah antara RP. 2.000.000,- sampai dengan Rp. 2.900.000,-. Kecuali KPM di Kabupaten Semarang bahwa pendapatan KPM sebagian besar adalah antara RP. 1.000.000,- sampai dengan 1.900.000,- per bulan.

Pendapatan keluarga pada saat kondisi pandemi Covid 19 sebelum mendapatkan ProKUS adalah sebagai berikut.

Tabel 20 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Setelah Pandemi Covid 19

Sebelum Mengikuti ProKus

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 500.000 10,5 20,7 2,6 12,5 25,9

2 500.000 – 999.000 19,3 18,6 10,4 21,2 29,6

3 1.000.000 – 1.999.000 17,5 26,2 34,4 39,4 13,0

4 2.000.000 – 2.999.000 22,8 15,9 24,0 15,4 20,4

5 3.000.000– 3.999.000 17,5 8,3 15,6 7,7 3,7

6 4.000.000 – 4.999.000 7,0 6,9 5,8 1,0 5,6

7 > 5.000.000 5,3 3,4 7,1 2,9 1,9

113

112

Tabel 19 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Sebelum Pandemi Covid 19

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 500.000 7,0 15,2 3,9 10,6 18,5

2 500.000 – 999.000 7,0 13,1 16,2 12,5 13,0

3 1.000.000 – 1.999.000 22,8 17,2 27,9 43,3 13,0

4 2.000.000 – 2.999.000 29,8 28,3 26,0 12,5 24,1

5 3.000.000– 3.999.000 24,6 9,7 9,7 10,6 11,1

6 4.000.000 – 4.999.000 3,5 9,0 16,2 4,8 9,3

7 > 5.000.000 5,3 7,6 16,2 5,8 11,1

Tabel diatas merupakan perbandingan antar lokasi penelitian

mengenai pendapatan keluarga perbulan sebelum pandemi covid 19. Pendapatan meskipun bervariasi, namun sebagian besar pendapatan KPM adalah antara RP. 2.000.000,- sampai dengan Rp. 2.900.000,-. Kecuali KPM di Kabupaten Semarang bahwa pendapatan KPM sebagian besar adalah antara RP. 1.000.000,- sampai dengan 1.900.000,- per bulan.

Pendapatan keluarga pada saat kondisi pandemi Covid 19 sebelum mendapatkan ProKUS adalah sebagai berikut.

Tabel 20 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Setelah Pandemi Covid 19

Sebelum Mengikuti ProKus

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 500.000 10,5 20,7 2,6 12,5 25,9

2 500.000 – 999.000 19,3 18,6 10,4 21,2 29,6

3 1.000.000 – 1.999.000 17,5 26,2 34,4 39,4 13,0

4 2.000.000 – 2.999.000 22,8 15,9 24,0 15,4 20,4

5 3.000.000– 3.999.000 17,5 8,3 15,6 7,7 3,7

6 4.000.000 – 4.999.000 7,0 6,9 5,8 1,0 5,6

7 > 5.000.000 5,3 3,4 7,1 2,9 1,9

113

Pada masa pandemi namun belum mengikuti ProKUS pendapatan

KPM menurun, sehingga yang berpendapatan dibawah Rp.500.000,- dan yang berpendapatan antara Rp.500.000,- sampai dengan Rp.999.000,- jumlahnya meningkat. Selanjutnya Pendapatan keluarga pada saat kondisi pandemi Covid 19 sesudah mendapatkan ProKUS adalah sebagai berikut.

Tabel 21 Pendapatan Keluarga KPM perbulan Setelah Pandemi Covid 19

Sebelum Mengikuti ProKus

No Pendapatan Keluarga DKI Jakarta (%)

Bandung Barat (%)

Majalengka (%)

Semarang (%)

Bantul (%)

1 < 500.000 1,8 15,9 5,2 6,7 18,5

2 500.000 – 999.000 14,0 13,8 18,2 14,4 22,2

3 1.000.000 – 1.999.000 29,8 19,3 33,1 40,4 20,4

4 2.000.000 – 2.999.000 19,3 28,3 22,1 18,3 18,5

5 3.000.000– 3.999.000 21,1 10,3 9,1 10,6 11,1

6 4.000.000 – 4.999.000 10,5 4,8 12,3 4,8 5,6

7 > 5.000.000 3,5 7,6 12,3 4,8 3,7

Pada masa pandemi setelah mengikuti ProKUS pendapatan KPM

meningkat kembali, sehingga yang berpendapatan dibawah Rp.500.000,- dan yang berpendapatan antara Rp.500.000,- sampai dengan Rp.999.000,- jumlahnya menurun. Secara keseluruhan pendapatan keluarga perbulan dalam tiga kondisi yang berbeda dapat kita lihat dalam bagan berikut.

114

114

Gambar 63

Peningkatan Pendapatan Keluarga per Bulan

Bagan tersebut memperlihatkan bahwa sebelum pandemi

pendapatan responden sebagian besar adalah antara Rp.2.000.0000,- sampai dengan Rp.2.999.000,- sebanyak 24,90%. Setelah pandemi Covid 19 sebagian besar pendapatan responden menjadi turun antara Rp.1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.999.000,- sebanyak 29,02%. Masih dalam kondisi pandemi dan setelah mengikuti program kewirausahaan sosial nampak sebagian besar pendapatan mereka naik kembali dan baru bisa mengembalikan kondisi seperti pendapatan yang diperoleh sebelum pandemi yaitu sebesar Rp.2.000.0000,- sampai dengan Rp.2.999.000,- sebanyak 25,88%. Data tersebut menunjukkan program kewirausahaan sosial bisa menaikkan pendapatan keluarga perbulan, namun baru mengembalikan kondisi seperti sebelum pandemi. Dalam hal ini waktu pelaksanaan program yang singkat juga menjadi faktor kenapa naiknya pendapatan keluarga masih sedikit.

8,63% 9,61%

22,35%

24,90%

16,67%

7,84%

10,00%

12,55%

18,04%

29,02%

19,61%

10,98%

5,29% 4,51%

8,04%

11,96%

24,31% 25,88%

15,29%

6,86% 7,65%

< 500.000 500.000 – 999.000 1.000.000 – 1.999.000 2.000.000 – 2.999.000 3.000.000– 3.999.000 4.000.000 – 4.999.000 > 5.000.000

Sebelum Pandemi Saat Pandemi Sebelum ProKUS Saat Pandemi Setelah ProKUS

✓ Ya 89%

Tidak 11%

Peningkatan pendapatan setelah ProKUS

115

114

Gambar 63

Peningkatan Pendapatan Keluarga per Bulan

Bagan tersebut memperlihatkan bahwa sebelum pandemi

pendapatan responden sebagian besar adalah antara Rp.2.000.0000,- sampai dengan Rp.2.999.000,- sebanyak 24,90%. Setelah pandemi Covid 19 sebagian besar pendapatan responden menjadi turun antara Rp.1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.999.000,- sebanyak 29,02%. Masih dalam kondisi pandemi dan setelah mengikuti program kewirausahaan sosial nampak sebagian besar pendapatan mereka naik kembali dan baru bisa mengembalikan kondisi seperti pendapatan yang diperoleh sebelum pandemi yaitu sebesar Rp.2.000.0000,- sampai dengan Rp.2.999.000,- sebanyak 25,88%. Data tersebut menunjukkan program kewirausahaan sosial bisa menaikkan pendapatan keluarga perbulan, namun baru mengembalikan kondisi seperti sebelum pandemi. Dalam hal ini waktu pelaksanaan program yang singkat juga menjadi faktor kenapa naiknya pendapatan keluarga masih sedikit.

8,63% 9,61%

22,35%

24,90%

16,67%

7,84%

10,00%

12,55%

18,04%

29,02%

19,61%

10,98%

5,29% 4,51%

8,04%

11,96%

24,31% 25,88%

15,29%

6,86% 7,65%

< 500.000 500.000 – 999.000 1.000.000 – 1.999.000 2.000.000 – 2.999.000 3.000.000– 3.999.000 4.000.000 – 4.999.000 > 5.000.000

Sebelum Pandemi Saat Pandemi Sebelum ProKUS Saat Pandemi Setelah ProKUS

✓ Ya 89%

Tidak 11%

Peningkatan pendapatan setelah ProKUS

115

Nilai Rata Rata tiap Parameter

Nilai Rata Rata Per Kabupaten/Kota

Nilai rata-rata Program Kewirausahaan Sosial bisa dilihat dari tiap Kabupaten/kota, sehingga selain untuk evaluasi program di Kementerian Sosial juga dapat dipakai untuk evaluasi di tingkat kabupaten/kota. Berikut adalah nilai ProKUS berdasarkan 9 parameter per kabupaten/kota.

Tabel 22 Nilai ProKUS Berdasar 9 Parameter per Kabupaten/Kota

No Parameter DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

P1 Persyaratan menjadi KPM Prokus 98,83 97,47 97,84 97,33 100,00

P2 Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

84,21 73,39 76,19 76,67 79,01

P3 Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB) 82,02 68,10 46,92 67,25 52,78

P4 Pendampingan Usaha (Mentoring)

61,40 67,47 54,11 51,00 41,98

P5 Kemampuan mengakses Keuangan

74,85 72,18 76,41 78,33 78,40

P6 Kemampuan mengelola aset 88,89 60,00 46,97 48,67 54,94

P7 Kemampuan mata pencaharian berkelanjutan

82,46 74,02 88,96 73,67 79,01

P8 Kemampuan mengelola modal sosial dan berjejaring

5,85 15,17 4,98 12,33 10,49

P9 Meningkatnya pendapatan 58,99 54,48 67,69 55,00 49,77

Total 70,83 64,74 62,23 62,23 60,71

Apabila dilihat dari data per lokasi penelitian dapat kita lihat hasil

penilaiannya hampir sama yaitu sekitar 60 dan hanya DKI Jakarta yang nilainya 70,83. Ketika didalami melalui wawancara dan diskusi terfokus ternyata di DKI Jakarta ada program lain yang jalannya beriringan dengan ProKUS yaitu program Jakpreneur. Kedua program ini bisa saling menyempurnakan, kalau Jakpreneur fokusnya hanya pendampingan usaha tetapi kalau ProKUS ada pemberian modal usaha. Ada satu parameter dari program kewirusahaan sosial yang harus

116

116

dijadikan perhatian dari semua daerah adalah dimensi social capital and network.

Semua daerah nilainya merah yang berarti parameter ini nilainya tidak baik, sehingga ini sebagai bahan evaluasi untuk ditingkatkan. Pada program kewirausahaan sosial sudah semestinya memahami bahwa social capital and network merupakan hal yang sangat penting untuk terus dikembangkan. Dengan social capital and network yang luas dapat membuat kegiatan usaha menjadi semakin mudah. Menurut para pakar bisnis, social capital and network memegang peranan yang sangat vital, bahkan mencapai skor persentase diatas 60 persen. Pada kenyataan di lapangan memang seperti itu, banyak bukti yang bisa kita pelajari. Banyak contoh dimana semakin besar sebuah bisnis maka semakin besar pula social capital and network mereka. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa agar usaha pencapaian target dapat terwujud maka networking sangat diperlukan.

Secara garis besar, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dengan networking dapat membuat usaha menjadi lebih cepat berkembang. Segala macam keperluan dalam usaha bisa terselesaikan dengan bantuan network yang baik. Mungkin jika kita ambil contoh secara sederhana, networking bisa di ibaratkan seperti sebuah teamwork. Bekerja sama mencapai tujuan usaha berdasarkan apa yang menjadi target. Kita bisa meminta bantuan kepada partner, secara tidak langsung kita juga membantu perkembangan usaha partner kita tersebut. Dari sini timbul usaha untuk saling menguntungkan antara satu dan yang lainnya. Tak peduli berapapun skala usaha yang sedang dijalankan, jika memang diperlukan, mencari cara terbaik untuk memperbanyak networking. Terutama mencari partner usaha yang sama-sama memiliki satu visi dan bisa saling menguntungkan antara satu dan yang lainnya. Networking bisa diterapkan di berbagai aspek bisnis.

117

116

dijadikan perhatian dari semua daerah adalah dimensi social capital and network.

Semua daerah nilainya merah yang berarti parameter ini nilainya tidak baik, sehingga ini sebagai bahan evaluasi untuk ditingkatkan. Pada program kewirausahaan sosial sudah semestinya memahami bahwa social capital and network merupakan hal yang sangat penting untuk terus dikembangkan. Dengan social capital and network yang luas dapat membuat kegiatan usaha menjadi semakin mudah. Menurut para pakar bisnis, social capital and network memegang peranan yang sangat vital, bahkan mencapai skor persentase diatas 60 persen. Pada kenyataan di lapangan memang seperti itu, banyak bukti yang bisa kita pelajari. Banyak contoh dimana semakin besar sebuah bisnis maka semakin besar pula social capital and network mereka. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa agar usaha pencapaian target dapat terwujud maka networking sangat diperlukan.

Secara garis besar, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dengan networking dapat membuat usaha menjadi lebih cepat berkembang. Segala macam keperluan dalam usaha bisa terselesaikan dengan bantuan network yang baik. Mungkin jika kita ambil contoh secara sederhana, networking bisa di ibaratkan seperti sebuah teamwork. Bekerja sama mencapai tujuan usaha berdasarkan apa yang menjadi target. Kita bisa meminta bantuan kepada partner, secara tidak langsung kita juga membantu perkembangan usaha partner kita tersebut. Dari sini timbul usaha untuk saling menguntungkan antara satu dan yang lainnya. Tak peduli berapapun skala usaha yang sedang dijalankan, jika memang diperlukan, mencari cara terbaik untuk memperbanyak networking. Terutama mencari partner usaha yang sama-sama memiliki satu visi dan bisa saling menguntungkan antara satu dan yang lainnya. Networking bisa diterapkan di berbagai aspek bisnis.

117

Nilai Rata Rata Keseluruhan

Penilaian didasarkan atas 9 parameter yang telah ditetapkan dalam evaluasi Program Kewirausahaan Sosial. Berikut adalah hasil penilaian secara keseluruhan berdasarkan 9 parameter sebagai indikator program.

Gambar 64 Nilai ProKUS Berdasar 9 Parameter Keseluruhan Kabupaten/Kota

Indikator input yang terdiri dari Peraturan, Pedoman, Sumber Daya

Manusia, dan Anggaran tidak diukur secara kualitatif tetapi akan terlihat dalam prosesnya, karena penelitian ini menggunakan unit analisis penerima manfaat. Sedangkan data input diperoleh dari pengelola program yaitu Kementerian Sosial. Ada satu tahapan dalam indikator input yaitu dalam menentukan penerima manfaat harus ada penilaian yang mendalam, karena tidak semua penerima manfaat yang telah ditentukan memiliki jiwa wirausaha. Selain itu, juga harus ada pengembangan kewirausahaan sosial berbasis komoditas sebelum diberikan modal usaha. Pemetaan ini penting karena dapat menjadi

117

Nilai Rata Rata Keseluruhan

Penilaian didasarkan atas 9 parameter yang telah ditetapkan dalam evaluasi Program Kewirausahaan Sosial. Berikut adalah hasil penilaian secara keseluruhan berdasarkan 9 parameter sebagai indikator program.

Gambar 64 Nilai ProKUS Berdasar 9 Parameter Keseluruhan Kabupaten/Kota

Indikator input yang terdiri dari Peraturan, Pedoman, Sumber Daya

Manusia, dan Anggaran tidak diukur secara kualitatif tetapi akan terlihat dalam prosesnya, karena penelitian ini menggunakan unit analisis penerima manfaat. Sedangkan data input diperoleh dari pengelola program yaitu Kementerian Sosial. Ada satu tahapan dalam indikator input yaitu dalam menentukan penerima manfaat harus ada penilaian yang mendalam, karena tidak semua penerima manfaat yang telah ditentukan memiliki jiwa wirausaha. Selain itu, juga harus ada pengembangan kewirausahaan sosial berbasis komoditas sebelum diberikan modal usaha. Pemetaan ini penting karena dapat menjadi

118

118

solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal yang belum tergarap.(Nawawi et al., 2020).

Ada empat indikator proses, antara lain Persyaratan menjadi penerima manfaat, Bantuan sosial padat modal usaha, Inkubasi Pendampingan Usaha dan Pendamping Usaha. Persyaratan menjadi penerima manfaat memiliki nilai sangat baik yaitu 97,97 sehingga hampir semuanya sesuai dengan ketentuan program yaitu penerima manfaat Program Keluarga Harapan yang telah graduasi/lulus dan memiliki usaha rintisan. Indikator kedua adalah bantuan modal usaha yang diberikan kepada penerima manfaat sebesar Rp3.500.000. Pada indikator ini nilainya 76,80 atau sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar telah menerima bantuan. Indikator ketiga adalah inkubasi nilai usaha menurut penerima manfaat baik atau 61,47. Dalam indikator ini, penerima manfaat dinilai dari pelatihan usaha, bimbingan analisis pasar, pengurusan izin usaha dan pameran produk. Indikator keempat adalah bantuan usaha penerima manfaat dengan skor 56,83 atau dalam kategori baik. Dalam pendampingan usaha ini, para penerima manfaat diminta untuk menilai intensitas bantuan yang diberikan dan kemudahan dalam menangkap materi yang diberikan. Semua lokasi program sosial entrepreneurship menerapkan digital marketing, namun yang paling menonjol ada di Bantul karena sudah mengembangkan platform sendiri untuk digital marketing. Meskipun dalam prakteknya masih perlu pembinaan lebih lanjut. Di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hubungan penjual dengan pasar berubah. Teknologi informasi dan perangkat digital mempengaruhi pemasaran, memungkinkan untuk membangun hubungan dengan konsumen (Ziółkowska, 2021).

Ada empat indikator keluaran, antara lain inklusi keuangan, pengelolaan aset, mata pencaharian berkelanjutan, serta modal dan jaringan sosial. Pertama, inklusi keuangan, dimana penerima manfaat diminta untuk menilai bantuan modal yang diberikan, melalui bantuan apa yang diberikan dan akses ke bank atau lembaga keuangan. Pada

119

118

solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal yang belum tergarap.(Nawawi et al., 2020).

Ada empat indikator proses, antara lain Persyaratan menjadi penerima manfaat, Bantuan sosial padat modal usaha, Inkubasi Pendampingan Usaha dan Pendamping Usaha. Persyaratan menjadi penerima manfaat memiliki nilai sangat baik yaitu 97,97 sehingga hampir semuanya sesuai dengan ketentuan program yaitu penerima manfaat Program Keluarga Harapan yang telah graduasi/lulus dan memiliki usaha rintisan. Indikator kedua adalah bantuan modal usaha yang diberikan kepada penerima manfaat sebesar Rp3.500.000. Pada indikator ini nilainya 76,80 atau sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar telah menerima bantuan. Indikator ketiga adalah inkubasi nilai usaha menurut penerima manfaat baik atau 61,47. Dalam indikator ini, penerima manfaat dinilai dari pelatihan usaha, bimbingan analisis pasar, pengurusan izin usaha dan pameran produk. Indikator keempat adalah bantuan usaha penerima manfaat dengan skor 56,83 atau dalam kategori baik. Dalam pendampingan usaha ini, para penerima manfaat diminta untuk menilai intensitas bantuan yang diberikan dan kemudahan dalam menangkap materi yang diberikan. Semua lokasi program sosial entrepreneurship menerapkan digital marketing, namun yang paling menonjol ada di Bantul karena sudah mengembangkan platform sendiri untuk digital marketing. Meskipun dalam prakteknya masih perlu pembinaan lebih lanjut. Di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hubungan penjual dengan pasar berubah. Teknologi informasi dan perangkat digital mempengaruhi pemasaran, memungkinkan untuk membangun hubungan dengan konsumen (Ziółkowska, 2021).

Ada empat indikator keluaran, antara lain inklusi keuangan, pengelolaan aset, mata pencaharian berkelanjutan, serta modal dan jaringan sosial. Pertama, inklusi keuangan, dimana penerima manfaat diminta untuk menilai bantuan modal yang diberikan, melalui bantuan apa yang diberikan dan akses ke bank atau lembaga keuangan. Pada

119

indikator ini penerima manfaat memberikan skor 75,62 atau sangat baik. Indikator kedua adalah Aset Management yang mendapat penilaian dari penerima manfaat sebesar 56,54 atau dalam kategori baik. Pada indikator ini yang dinilai adalah penggunaan pencatatan keuangan, penambahan manfaat pengelolaan modal dan manfaat penggunaan rekening bank. Indikator ketiga adalah penghidupan berkelanjutan yang mendapat penilaian 79,93 penerima manfaat dalam kategori sangat baik.

Unsur-unsur yang dinilai dalam indikator ini antara lain peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok, penambahan modal dan tabungan. Indikator keempat adalah modal sosial dan jaringan yang mendapat penilaian dari penerima manfaat sebesar 10.00 atau dalam kategori kurang baik karena sebagian penerima manfaat belum mengalaminya. Unsur-unsur yang dinilai dalam indikator ini antara lain networking dengan sesama penerima manfaat, networking dengan mentor dan penambahan karyawan. Modal sosial adalah konsep relasional karena orang mengakses dan memobilisasi sumber daya sosial melalui hubungan dengan orang lain (Shin, 2021). Ini penting dan perlu dikembangkan lebih lanjut.

Indikator outcome dalam program ini adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, mendapat penilaian dari penerima manfaat sebesar 58,58 dalam kategori baik. Pada indikator outcome ini hanya satu unsur yang dinilai yaitu peningkatan pendapatan keluarga. Sebagian besar penerima manfaat menyatakan ada peningkatan pendapatan dengan adanya modal usaha yang diberikan, namun peningkatan pendapatan tersebut masih tergolong kecil karena program yang dilakukan hingga pendataan baru berjalan selama 4 bulan. Kesejahteraan bukan hanya sekedar peningkatan pendapatan, tetapi ada beberapa ukuran kesejahteraan. Namun, ada tiga ukuran penting kesejahteraan, yaitu kuantitas, kualitas, dan pemerataan (Enflo, 2021).

120

120

BAB V PEMBAHASAN

Input Program

Berdasarkan hasil penelitian diatas terkait dengan legalitas program masih ada kesulitan bagi daerah untuk menganggarkan pendampingan program dari APBD, guna menjamin keberlangsungan ProKUS di daerah. Terlihat dari hasil wawancara maupun Focus Group Discusion (FGD) hal ini terjadi karena belum adanya legalitas yang menjadi acuan daerah untuk merencanakan dan menganggarkan. Menyikapi hal tersebut daerah membutuhkan regulasi yang berupa Permensos yang nantinya bisa ditindaklanjuti melalui Perbub/Perwal atau bahkan Perda. Hal ini sebagai dasar untuk perencanaan dan penganggaran dari APBD.

Ketidak jelasan program terkait dengan koordinasi antara pusat dan daerah belum ada petunjuk pelaksanaan, sehingga koordinasi masih perlu ditingkatkan, terutama dengan Dinas Sosial Provinsi. Termasuk dalam menentukan Organisasi Pelaksana Program Kewirausahaan Sosial sebaiknya lebih melibatkan Dinas Sosial dan Inkubator Bisnis di daerah. Termasuk juga harus memperkuat koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi supaya terkoordinasi dalam perencanaan dan penganggaran di daerah.

Keberhasilan Program Kewirausahaan Sosial karena adanya jiwa wirausaha dari penerima manfaat, namun pada kenyataan dilapangan masih banyak yang belum tumbuh jiwa kewirausahaan. Hal ini juga belum menjadikan prasyarat untuk menjadi KPM ProKUS. Kriteria KPM sebaiknya tidak hanya KPM PKH graduasi yang mempunyai rintisan usaha saja, namun ditambah dengan yang mempunyai jiwa wirausaha karena tidak semua usaha yang dijalankan oleh KPM PKH graduasi bisa dikembangkan menjadi kewirausahaan sosial. Sebaiknya program ini

121

120

BAB V PEMBAHASAN

Input Program

Berdasarkan hasil penelitian diatas terkait dengan legalitas program masih ada kesulitan bagi daerah untuk menganggarkan pendampingan program dari APBD, guna menjamin keberlangsungan ProKUS di daerah. Terlihat dari hasil wawancara maupun Focus Group Discusion (FGD) hal ini terjadi karena belum adanya legalitas yang menjadi acuan daerah untuk merencanakan dan menganggarkan. Menyikapi hal tersebut daerah membutuhkan regulasi yang berupa Permensos yang nantinya bisa ditindaklanjuti melalui Perbub/Perwal atau bahkan Perda. Hal ini sebagai dasar untuk perencanaan dan penganggaran dari APBD.

Ketidak jelasan program terkait dengan koordinasi antara pusat dan daerah belum ada petunjuk pelaksanaan, sehingga koordinasi masih perlu ditingkatkan, terutama dengan Dinas Sosial Provinsi. Termasuk dalam menentukan Organisasi Pelaksana Program Kewirausahaan Sosial sebaiknya lebih melibatkan Dinas Sosial dan Inkubator Bisnis di daerah. Termasuk juga harus memperkuat koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi supaya terkoordinasi dalam perencanaan dan penganggaran di daerah.

Keberhasilan Program Kewirausahaan Sosial karena adanya jiwa wirausaha dari penerima manfaat, namun pada kenyataan dilapangan masih banyak yang belum tumbuh jiwa kewirausahaan. Hal ini juga belum menjadikan prasyarat untuk menjadi KPM ProKUS. Kriteria KPM sebaiknya tidak hanya KPM PKH graduasi yang mempunyai rintisan usaha saja, namun ditambah dengan yang mempunyai jiwa wirausaha karena tidak semua usaha yang dijalankan oleh KPM PKH graduasi bisa dikembangkan menjadi kewirausahaan sosial. Sebaiknya program ini

121

masuk sebelum graduasi, sehingga ProKUS dapat mempercepat graduasi.

Selain kriteria KPM, terkait dengan kriteria penetapan mentor di semua lokasi juga tampak berbeda-beda sehingga hasilnya di tiap lokasi juga ditemukan profil mentor yang berbeda-beda. Standarisasi kriteria mentor perlu dilakukan, meskipun daerah diberi kebebasan untuk mengembangkannya.

Proses Program

Pandemi Covid.19 sangat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam segala aspek termasuk penerima manfaat maupun program ProKUS yang sedang berjalan pada kondisi pandemic, sehingga waktu pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) hanya bisa dilaksanakan kurang lebih 4 bulan. Idealnya minimal pelaksanaan inkubasi selama 1 tahun. Kondisi demikian menuntut kita untuk menyesuaikan dengan kondisi pandemi untuk menjalankan program tersebut. Pelaksanaan program yang terbatas waktunya ini sehingga dalam proses penyiapan dan penyaringan terhadap KPM ProKUS kurang maksimal. Kedepan diharapkan Dinas Sosial dan pusat inkubasi yang ditunjuk berhak mengusulkan penetapan calon KPM.

Inkubator bisnis yang ditunjuk sudah melakukan klasifikasi dan klasterisasi calon KPM ProKUS sebelum menjalankan program. Namun kebutuhan modal KPM sudah ditentukan dan jumlahnya sama semua baik yang usahanya sudah besar maupun yang masih berupa rintisan usaha. Bagi yang usahanya sudah besar merasa modal tersebut terlalu kecil dan yang baru merintis usaha merasa modalnya terlalu besar. Untuk itu pemberian jumlah modal usaha sebaiknya disesuai dengan klasterisasi yang telah ditetapkan dalam pedoman umum pelaksanaan ProKUS sehingga jumlahnya tidak disamakan.

Sebagai pertimbangan dalam penganggaran sebaiknya proses penyaringan dan klasterisasi dilakukan dalam tahun sebelumnya. Adanya asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih dilanjutkan atau

122

122

dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output Program

Data diatas menunjukan bahwa penggunaan rekening bank dalam pengelolaan bisnis masih belum maksimal. Penggunaan rekening bank kebanyakan hanya untuk proses penyaluran bantuan saja, sehingga penggunaan rekening bank untuk keperluan bisnis masih perlu ditingkatkan karena inklusi keuangan bukan hanya penyalurannya saja yang melalui bank. Dilihat dari pendapatan usahanya program ini dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan pokok, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan usaha seperti sebelum pandemi.

Program ini perlu ditingkatkan dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan program agar berjalan dengan baik. Agar diketahui kemampuan KPM ProKUS, maka perlu diadakan asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output Program

Data diatas menunjukkan bahwa ProKUS dapat meningkatkan pendapatan keluarga dari KPM. Meskipun peningkatannya hanya bisa mengembalikan seperti pendapatan keluarga pada saat sebelum pandemi. Karena dalam penelitian ini membandingkan antara pendapatan keluarga sebelum pandemi, setelah pandemi namun belum mengikuti ProKUS dan setelah pandemi setelah mengikuti ProKUS. Keberlanjutan program perlu dilakukan terlebih bisa ditingkatkan dengan bekerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga ada penyerahan program ke daerah setelah selesai untuk kelanjutan program di daerah.

123

122

dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output Program

Data diatas menunjukan bahwa penggunaan rekening bank dalam pengelolaan bisnis masih belum maksimal. Penggunaan rekening bank kebanyakan hanya untuk proses penyaluran bantuan saja, sehingga penggunaan rekening bank untuk keperluan bisnis masih perlu ditingkatkan karena inklusi keuangan bukan hanya penyalurannya saja yang melalui bank. Dilihat dari pendapatan usahanya program ini dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan pokok, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan usaha seperti sebelum pandemi.

Program ini perlu ditingkatkan dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan program agar berjalan dengan baik. Agar diketahui kemampuan KPM ProKUS, maka perlu diadakan asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output Program

Data diatas menunjukkan bahwa ProKUS dapat meningkatkan pendapatan keluarga dari KPM. Meskipun peningkatannya hanya bisa mengembalikan seperti pendapatan keluarga pada saat sebelum pandemi. Karena dalam penelitian ini membandingkan antara pendapatan keluarga sebelum pandemi, setelah pandemi namun belum mengikuti ProKUS dan setelah pandemi setelah mengikuti ProKUS. Keberlanjutan program perlu dilakukan terlebih bisa ditingkatkan dengan bekerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga ada penyerahan program ke daerah setelah selesai untuk kelanjutan program di daerah.

123

BAB V PENUTUP

Kesimpulan

Hasil evaluasi Program Kewirausahaan Sosial yang dilaksanakan di lima wilayah menyebutkan kelebihan dan kekurangannya pada masing masing tahapan baik input, proses maupun output.

Tahap Input; Jumlah dana yang sama untuk semua penerima manfaat tanpa mempertimbangkan kemajuan atau tuntutan bisnis. Pemberian modal usaha jumlahnya semua sama yaitu sebesar Rp.3.500.000,- sedangkan usaha yang dijalankan oleh KPM sangat bervariasi. Bagi yang usahanya sudah besar modal yang diberikan dirasa kurang berdampak pada pengembangan, sedangkan bagi KPM yang modal usahanya tidak sampai modal yang diberikan, akan dimanfaatkan untuk kepentingan selain usahanya. Pemberian modal sebaiknya ada klasterisasi berdasarkan jumlah modal dan omset usaha yang telah dijalankan. Melalui klasterisasi ini diharapkan modal yang diberikan akan sesuai dengan kebutuhan usaha, sedangkan yang membutuhkan modal yang besar bisa diarahkan untuk mengakses pinjaman bank atau lembaga keuangan. Mengingat besarnya usaha yang dijalankan bervariasi, ada baiknya jika jumlah modal yang diberikan dikelompokkan berdasarkan jumlah modal dan omzet usaha yang telah dijalankan.

Diperlukan regulasi berupa Peraturan Menteri Sosial yang mengatur tentang Program Kewirausahaan Sosial yang dapat menjadi acuan daerah untuk perencanaan keberlanjutan program ke depan. Daerah membutuhkan regulasi sebagai dasar daerah untuk perencanaan dan penganggaran dari APBD. Diharapkan program di daerah ada keberlanjutannya untuk KPM yang lainnya. Sebenarnya ada beberapa anggaran APBD yang bisa diintegrasikan pada program kewirausahaan sosial. Di beberapa daerah ada bantuan untuk KPM yang

124

124

mau untuk graduasi, ini bisa diintegrasikan sehingga sebelum diberikan bantuan terlebih dahulu diberikan pelatihan usaha. Selain itu program yang bisa diintegrasikan lagi adalah ada dana yang dikelola oleh Dinas Koperasi dan UKM sebagai kelanjutan dari ProKUS.

Tahap Proses; Waktu pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) dinilai terlalu singkat. Keterbatasan waktu pelaksanaan program yang disampaikan hanya sekitar 3 - 4 bulan. Sebaiknya minimal pelaksanaan program adalah satu tahun dan bahkan diusulkan juga setelah satu tahun harus terus didampingi secara berkelanjutan oleh steakholder yang lain misalnya dilanjutkan pembinaannya oleh Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan yang lainnya. Dengan demikian usaha yang dilakukan akan terus berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Selain itu, pandemi Covid-19 juga mempengaruhi kemajuan program. Keterbatasan waktu disebabkan karena adanya pandemi covid 19 sehingga ada penundaan program karena ada pembatasan bersekala besar (PSBB) terhadap aktivitas warga. Namun demikian program dapat berjalan dengan baik meskipun ada keterbatasan. Tambahan waktu pelaksanaan program sangat dibutuhkan untuk efektivitas program minimal satu tahun pelaksanaan program.

Seleksi calon penerima manfaat bersifat wajib; harus berdasarkan data Kemensos yang telah diverifikasi oleh daerah dengan kriteria penerima PKH yang memiliki usaha start-up. Dalam situasi ini, inkubator bisnis tidak dapat mengubah data ini berdasarkan penilaian mereka. Untuk selanjutnya, inkubator bisnis sangat disarankan untuk terlibat dalam penilaian calon penerima manfaat program. Para penerima manfaat program ini perlu disaring karena tidak semuanya memiliki jiwa wirausaha. Data calon penerima manfaat berasal dari Ditjend Linjamsos yang diserahkan kepada Ditjen Dayasos yang selanjutnya diserahkan kepada Dinas Sosial untuk diferifikasi. Namun ketika verifikasi dengan waktu yang singkat sehingga semua data yang dianggap memenuhi persyaratan dijadikan penerima manfaat. Kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian ada dua yaitu graduasi PKH dan

125

124

mau untuk graduasi, ini bisa diintegrasikan sehingga sebelum diberikan bantuan terlebih dahulu diberikan pelatihan usaha. Selain itu program yang bisa diintegrasikan lagi adalah ada dana yang dikelola oleh Dinas Koperasi dan UKM sebagai kelanjutan dari ProKUS.

Tahap Proses; Waktu pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) dinilai terlalu singkat. Keterbatasan waktu pelaksanaan program yang disampaikan hanya sekitar 3 - 4 bulan. Sebaiknya minimal pelaksanaan program adalah satu tahun dan bahkan diusulkan juga setelah satu tahun harus terus didampingi secara berkelanjutan oleh steakholder yang lain misalnya dilanjutkan pembinaannya oleh Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan yang lainnya. Dengan demikian usaha yang dilakukan akan terus berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Selain itu, pandemi Covid-19 juga mempengaruhi kemajuan program. Keterbatasan waktu disebabkan karena adanya pandemi covid 19 sehingga ada penundaan program karena ada pembatasan bersekala besar (PSBB) terhadap aktivitas warga. Namun demikian program dapat berjalan dengan baik meskipun ada keterbatasan. Tambahan waktu pelaksanaan program sangat dibutuhkan untuk efektivitas program minimal satu tahun pelaksanaan program.

Seleksi calon penerima manfaat bersifat wajib; harus berdasarkan data Kemensos yang telah diverifikasi oleh daerah dengan kriteria penerima PKH yang memiliki usaha start-up. Dalam situasi ini, inkubator bisnis tidak dapat mengubah data ini berdasarkan penilaian mereka. Untuk selanjutnya, inkubator bisnis sangat disarankan untuk terlibat dalam penilaian calon penerima manfaat program. Para penerima manfaat program ini perlu disaring karena tidak semuanya memiliki jiwa wirausaha. Data calon penerima manfaat berasal dari Ditjend Linjamsos yang diserahkan kepada Ditjen Dayasos yang selanjutnya diserahkan kepada Dinas Sosial untuk diferifikasi. Namun ketika verifikasi dengan waktu yang singkat sehingga semua data yang dianggap memenuhi persyaratan dijadikan penerima manfaat. Kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian ada dua yaitu graduasi PKH dan

125

mempunyai rintisan usaha tanpa melihat apakah mempunyai jiwa kewirausahaan sosial atau tidak. Sebaiknya sebelum diberikan modal usaha diseleksi dulu yang punya jiwa kewirausahaan, sedangkan yang belum punya jiwa kewirausahakan seharusnya ditumbuhkan dulu. Ada kemungkinan juga mereka sebenarnya senangnya adalah menjadi pekerja, bukan untuk wirausaha. Dengan seleksi ini maka tingkat keberhasilan program akan lebih baik.

Pendampingan secara resmi terhenti karena proyek sudah selesai, namun masih ada pendampingan nonformal dari mantan pendamping berdasarkan hubungan baik antara penerima manfaat dengan fasilitator. Oleh karena itu perlu diperhatikan pendampingan yang berkesinambungan untuk mengakomodir kebutuhan KPM tentang bagaimana mengembangkan dan meningkatkan usaha kecilnya. Misalnya bagaimana mengkolaborasikan organisasi keuangan mikro, pemasaran, pengemasan dan lain-lain. Selain itu, kriteria pendamping usaha (mentor) masih berbeda, sehingga perlu ada standarisasi. Pendampingan yang dilakukan harus berkelanjutan sehingga perlu diteruskan oleh steakholder yang lain untuk melanjutkan pembinaan. Sebaiknya ada sebuah wadah yang menaungi untuk keberlanjutan pembinaan misalnya ada paguyuban usaha sejenis ataupun ada wadah berupa koperasi.

Tahap Output; Salah satu bentuk inklusi keuangan adalah pemberian bantuan modal usaha melalui rekening bank. Hal tersebut sudah dilakukan, namun akses perbankan dalam hal penggunaan rekening untuk usaha dan akses modal masih kurang. Program ini dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan pokok, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan usaha seperti sebelum pandemi. Sehingga program ini masih perlu diteruskan sampai pada tingkat pendapatan yang tinggi sehingga dapat membantu KPM PKH yang lainnya. Dengan demikian perlu adanya asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan

126

126

demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Tahap Outcome; Program kewirausahaan sosial diharapkan akan meningkatkan pendapatan keluarga. Penelitian ini memperlihatkan kondisi pendapatan Keluarga sebelum pandemic, setelah pandemi belum mengikuti prokus dan pada kondisi pandemic namun telah mengikuti proKUS. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebelum pandemic pendapatan responden cukup tinggi, namun setelah pandemi Covid 19 sebagian besar pendapatan responden menjadi turun. Masih dalam kondisi pandemic dan setelah mengikuti program kewirausahaan sosial maka sebagian besar pendapatan mereka naik kembali dan baru bisa mengembalikan kondisi seperti pendapatan yang diperoleh sebelum pandemi. Sehingga program kewirausahaan sosial bisa menaikkan pendapatan keluarga perbulan, namun baru mengembalikan kondisi sama seperti sebelum pandemi.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas masih ada beberapa kekurangan yang perlu disempurnakan untuk pelaksanaan program mendatang. Penelitian ini merekomendasikan berdasarkan input, proses dan output program sebagai berikut ini: Input

1. Daerah membutuhkan regulasi yang berupa Permensos yang bisa ditindaklanjuti melalui Perbub/Perwal atau bahkan Perda, hal ini sebagai dasar untuk perencanaan dan penganggaran dari APBD.

2. Menentukan Organisasi Pelaksana Program Kewirausahaan Sosial sebaiknya lebih melibatkan Dinas Sosial dan Inkubator Bisnis di daerah. Termasuk juga harus meperkuat koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi supaya terkoordinasi dalam perencanaan dan penganggaran di daerah.

127

126

demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Tahap Outcome; Program kewirausahaan sosial diharapkan akan meningkatkan pendapatan keluarga. Penelitian ini memperlihatkan kondisi pendapatan Keluarga sebelum pandemic, setelah pandemi belum mengikuti prokus dan pada kondisi pandemic namun telah mengikuti proKUS. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebelum pandemic pendapatan responden cukup tinggi, namun setelah pandemi Covid 19 sebagian besar pendapatan responden menjadi turun. Masih dalam kondisi pandemic dan setelah mengikuti program kewirausahaan sosial maka sebagian besar pendapatan mereka naik kembali dan baru bisa mengembalikan kondisi seperti pendapatan yang diperoleh sebelum pandemi. Sehingga program kewirausahaan sosial bisa menaikkan pendapatan keluarga perbulan, namun baru mengembalikan kondisi sama seperti sebelum pandemi.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas masih ada beberapa kekurangan yang perlu disempurnakan untuk pelaksanaan program mendatang. Penelitian ini merekomendasikan berdasarkan input, proses dan output program sebagai berikut ini: Input

1. Daerah membutuhkan regulasi yang berupa Permensos yang bisa ditindaklanjuti melalui Perbub/Perwal atau bahkan Perda, hal ini sebagai dasar untuk perencanaan dan penganggaran dari APBD.

2. Menentukan Organisasi Pelaksana Program Kewirausahaan Sosial sebaiknya lebih melibatkan Dinas Sosial dan Inkubator Bisnis di daerah. Termasuk juga harus meperkuat koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi supaya terkoordinasi dalam perencanaan dan penganggaran di daerah.

127

3. Kriteria KPM sebaiknya tidak hanya KPM PKH graduasi yang mempunyai rintisan usaha saja, namun ditambah dengan yang mempunyai jiwa wirausaha karena tidak semua usaha yang dijalankan oleh KPM PKH graduasi bisa dikembangkan menjadi kewirausahaan sosial. Sebaiknya program ini masuk sebelum graduasi, sehingga ProKUS dapat mempercepat graduasi.

4. Kriteria Pendamping bisnis (mentor) masih berbeda-beda tiap daerah sehingga perlu ada standarisasi meskipun daerah diberi kebebasan untuk mengembangkannya.

Proses

1. Akibat kondisi pandemic, sehingga waktu pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS) hanya bisa dilaksanakan kurang lebih 4 bulan. Sebaiknya minimal pelaksanaan inkubasi selama 1 tahun.

2. Karena pelaksanaan program yang terburuburu sehingga proses penyaringan terhadap calon KPM ProKUS kurang maksimal. Kedepan diharapkan Dinas sosial dan pusat inkubasi yang ditunjuk berhak mengusulkan penetapan calon KPM.

3. Pemberian jumlah modal usaha sebaiknya disesuai dengan klasterisasi yang telah ditetapkan dalam pedoman umum pelaksanaan ProKUS sehingga jumlahnya tidak disamakan. Sebagai pertimbangan dalam penganggaran sebaiknya proses penyaringan dan klasterisasi dilakukan dalam tahun sebelumnya.

4. Adanya asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output

1. Pengunaan rekening bank untuk keperluan bisnis masih perlu ditingkatkan karena inklusi keuangan bukan hanya penyalurannya saja yang melalui bank.

128

128

2. Program ini dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan pokok, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan usaha seperti sebelum pandemi.

3. Adanya asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output

1. Program ini dinilai cukup baik karena dapat meningkatkan pendapatan keluarga, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan keluarga seperti sebelum pandemi.

2. Keberlanjutan program perlu dilakukan terlebih bisa ditingkatkan dengan bekerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga ada penyerahan program ke daerah setelah selesai untuk kelanjutan program di daerah.

129

128

2. Program ini dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan pokok, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan usaha seperti sebelum pandemi.

3. Adanya asesmen setelah selesai program dengan terstandar, sehingga hasilnya, KPM siap di terminasi, programnya masih di lanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain. Dengan demikian ada batasan yang jelas KPM yang didampingi oleh Kementerian Sosial.

Output

1. Program ini dinilai cukup baik karena dapat meningkatkan pendapatan keluarga, meskipun hanya bisa mengembalikan kondisi pendapatan keluarga seperti sebelum pandemi.

2. Keberlanjutan program perlu dilakukan terlebih bisa ditingkatkan dengan bekerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga ada penyerahan program ke daerah setelah selesai untuk kelanjutan program di daerah.

129

Daftar Pustaka

Adi, I. R. (2005). Kemiskinan Multidimensi. Jurnal Makara Sosial Humaniora, 9, 27–33.

Albinsaid, G. (2018). Era Baru Wirausaaha Sosial. CV. Indonesia Medika. BPS Indonesia. (2020). Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2020.

Profil Kemiskinan Di Indonesia, 07(56), 1–12. Dirjend Pemberdayaan Sosial. (2021). Program Kewirausahaan Sosial

(ProKUS). Enflo, K. (2021). Quantity, quality, equality: introducing a new measure

of social welfare. In Social Choice and Welfare. Springer Berlin Heidelberg. https://doi.org/10.1007/s00355-020-01286-8

Firdaus, N. (2014). Poverty Alleviation Through Social Entrepreneurship Approach. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 22(1), 55.

Hulgars, L. (2010). Discourses of Social Entrepreunership - Variations of the same theme? EMES European Research Network.

Masturin, M. (2013). Model Pemberdayaan Masyarakat Dengan Pendekatan Social Entrepreneurship: Analisis Ketokohan Para Pewirausaha Sosial. Inferensi, 7(1), 159. https://doi.org/10.18326/infsl3.v9i1.159-182

Maulinda, K. (2019). Proses Pengembangan Social Enterprise Agriculture: Studi Biografi Pada Agradaya. Jurnal Studi Pemuda, 7(2), 133. https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.40114

Nawawi, M., Purnomo, D., Bunyamin, A., Sembiring, A., & Hindasah, L. (2020). Community potential mapping for activating and developing of social entrepreneur based on local commodity in Berau Regency, East Kalimantan. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 443(1), 0–10. https://doi.org/10.1088/1755-1315/443/1/012073

130

130

Nurhayati. (2016). Social Entrepreneurship Muhammad Yunus “ Grameen Bank “. Jurnal Bisnis, Manajemen & Perbankan, 2(12016), 31–48. https://doi.org/P-ISSN : 2338-4409

Ostewalder, Alexander; Pigneur, Y. (2010). Busines Model Generation. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Shin, B. (2021). Exploring Network Measures of Social Capital: Toward More Relational Measurement. Journal of Planning Literature, 24(1). https://doi.org/10.1177/0885412221999415

Wibowo, H., & Nulhaqim, S. a. (2015). Kewirausahaan Sosial. In Program Manager.

Ziółkowska, M. J. (2021). Digital transformation and marketing activities in small and medium-sized enterprises. Sustainability (Switzerland), 13(5), 1–16. https://doi.org/10.3390/su13052512

131

dengan kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan pendidikan Doktoral di Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial. Saat ini menjabat sebagai tenaga fungsional Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI. Kajian yang diminati adalah kajian tentang permasalahan sosial anak dan permasalahan sosial lainnya. Berbagai penelitian sudah pernah dilakukan dan diterbitkan dalam bentuk Buku maupun Jurnal Ilmiah. Pengalaman lainnya, sebagai dewan Redaksi Jurnal Sosiokonsepsia sampai sekarang.

130

Nurhayati. (2016). Social Entrepreneurship Muhammad Yunus “ Grameen Bank “. Jurnal Bisnis, Manajemen & Perbankan, 2(12016), 31–48. https://doi.org/P-ISSN : 2338-4409

Ostewalder, Alexander; Pigneur, Y. (2010). Busines Model Generation. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Shin, B. (2021). Exploring Network Measures of Social Capital: Toward More Relational Measurement. Journal of Planning Literature, 24(1). https://doi.org/10.1177/0885412221999415

Wibowo, H., & Nulhaqim, S. a. (2015). Kewirausahaan Sosial. In Program Manager.

Ziółkowska, M. J. (2021). Digital transformation and marketing activities in small and medium-sized enterprises. Sustainability (Switzerland), 13(5), 1–16. https://doi.org/10.3390/su13052512

Hari Harjanto Setiawan Lahir di Klaten, pada tanggal 2 November 1973. Menamatkan pendidikan Sarjana pada tahun 1998 di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, tahun 2001 menamatkan pendidikan Magister di Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi

BIODATA PENULIS

Badrun SusantyoLahir di SRAGEN, 20 AGUSTUS 1967, Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI. Menempuh pendidikan Sarjana Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial, STKS Bandung, Tamat 199, Magister Penyuluhan Pembangunan, Institut

Pertanian Bogor (IPB dan Doktoral pada program studi Pembangunan Sosial/Pekerjaan Sosial, Universiti Sains Malaysia (USM) Penang, Malaysia. Memulai karier PNS di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Maluku pada tahun 1994, Staf STKS Bandung (2000-2007) dan pada tahun 2007 menjadi Staf Puslitbangkesos.

132

Agus Budi Purwanto Lahir di lereng Gunung Lawu Magetan, Jawa Timur, 25 Agustus 1959. Pendidikan; tamat SDN tahun 1971 di Magetan, SLTP tahun 1974 di Magetan, SLTA tahun 1977 di Madiun dan Sarjana tahun 1986 di Universitas Negeri Jakarta. Pekerjaan; PNS Kementerian Sosial

RI di lingkungan Balitbang tahun 1989 – sekarang, Jabatan; Peneliti di Puslitbang Kesos. Pengalaman kerja lainnya: Biro Riset PT. Unilever Surabaya (1981-1983), Penelitian Yang Diikuti (di lingkungan Puslitbang Kesos) antara lain; Pola Pembinaan Generasi Muda melalui Karang Taruna; Evaluasi Program Panti Social Bina Remaja (PSBR), Penyuluhan Social di Daerah Rawan Bencana, Dampak Social Permukiman Rumah Susun, Dampak Penutupan Lokalisasi Wanita Tuna Susila, Analisis Kebutuhan Pekerja Social di Pusat Pelayanan Korban Bencana, Faktor Penghambat Perkembangan Potensi Masyarakat Lokal di Daerah Miskin, Aksesibilitas Penderita Cacat pada Sarana Umum, Persepsi Anggota Legislatif Terhadap Pembangunan Kesos, Evaluasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Penelitian Laboratorium Kesejahteraan Sosial, Pemetaan Masalah dan Potensi Kesos di daerah Tertinggal dan Perbatasan, dll.

Ita KonitaLahir di Bekasi pada tanggal 13 Juni 1975. Menamatkan Pendidikan Pasca Sarjana pada Tahun 2003, sebelumnya pernah menjadi Dosen di Universitas Islam Al Azhar Jakarta, Menyusun Profile NGO Kerjasama Kappija- JICA, Menyusun

Profile Perempuan Transisi, Menyusun Bahan Ajar Muatan Lokal Bekasi. Bergabung dalam Kementerian Sosial tahun 2006. Pernah menjadi Staf Analisis Kebutuhan di Pusat Pengembangan dan Ketahanan Sosial Masyarakat, Staf Akreditasi di Pusat Pengembangan Pekerja Sosial Penyuluh Sosial, selanjutnya masa kerja sebagai Pejabat Struktural.

133

Jabatan Tahun 2019 sebagai Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Bidang Rehabilitasi Sosial dan Pemberdayaan Sosial dan sekarang sebagai Peneliti Madya di Puslitbang Kesos.

Del Firman Lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Desember 1986. Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana Sosiologi di Universitas Indonesia pada tahun 2010. Mengawali karir sebagai Peneliti di Perusahaan Swasta Nasional, yaitu Kompas Gramedia dan MRA

Media Group, lalu bergabung sebagai Calon Peneliti pada Subbidang Penelitian dan Pengembangan Rehabilitasi Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badiklitpensos, Kementerian Sosial RI pada tahun 2019.

Yanuar Farida WismayantiLahir di Magetan 28 januari 1978. lulus dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung tahun 2000, menyelesaikan pendidikan S2 di Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Antropologi, Universitas Gadjah mada (UGM) tahun 2009 dan telah menyelesaikan

Ph.D di Grifith University tahun 2020. Sebelum, bergabung di Puslitbang Kessos Kemensos RI tahun 2005, pernah bekerja bersama anak dan komunitas di Yayasan Bahtera, Bandung tahun 1999-2000, dan pada 2000-2005 bergabung dengan Plan International untuk wilayah kerja di Kota Surabaya. Pengalaman penelitian sebagian besar fokus pada penelitian anak dan perempuan, diantaranya pekerja anak, anak yang dilacurkan, trafficking anak, anak berkonflik hukum maupun penelitian anak dip anti asuhan serta anak di wilayah perbatasan. Selain itu juga melakukan penelitian terkait dengan perempuan miskin kota, bencana alam, serta topik kemiskinan.

134

Alit KurniasariMagister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB (2004), Sarjana Psikologi Perkembangan UNPAD Bandung (1984). Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya di Puslitbang Kessos. Penelitian yang pernah dilakukan: Permasalahan dan Kebutuhan

Anak Jalanan; Permasalahan dan Kebutuhan Pengungsi Wanita dan anak Korban Konflik; Sikap masyarakat terhadap Trafficking Anak; Pengembangan Komunitas Peduli Anak; Pelayanan Sosial bagi eks TB Paru; Prevalensi penyalahgunaan obat/NAPZA pada remaja di kota besar; Kualitas Pengasuhan dan Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia, Save Children-Depsos; Penanganan Anak Berkonflik Hukum; Profil Pendamping ABH; Evaluasi PSMP; After Care pada Panti Rehabiltasi Sosial; Survei Kekerasan terhadap Anak; Perlindungan Sosial Anak melalui RPSA; Pekerja Migran dan Permasalahannya; Survei Kesejahteraan Sosial Dasar; Kekerasan di Sekolah (Bullying); Kondisi ABH dalam Proses diversi. Tulisan yang pernah dimuat di Jurnal Litbang Kessos meliputi: Pelayanan Sosial bagi Eks Penyandang TBC Berbasis Masyarakat, Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga, Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Profil Pendampingan Anak Berkonflik Hukum. Sikap Masyarakat terhadap Traficking Anak Disiplin versus Kekerasan, After Care pada Korban NAPZA;Pedofilia sebagai Ancaman bagi Anak Indonesia; Kecerdasan Emosi pada Anak; Permasalahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terhadap anak; Paruh baya dan penanganannya. Pernah menjadi staf pengajar di STKS Bandung, dari tahun 1986-1995, pada mata kuliah Psikologi Anak,Psikologi Abnormal dan Psikologi Sosial. Tahun 1996-2003 mengajar di program D2 Pendidikan Guru TK di Yayasan Islamic Tangerang

135

Husmiatilahir di Makassar, 9 Oktober 1967, memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dan Master of Social Science (M.Soc.Sc) di Universiti Sains Malaysia (USM) Penang Malaysia. Sedangkan jenjang S1 (Dra) diselesaikan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial

(STKS) Bandung. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Badiklitpensos-Kemensos RI). Kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan karya tulis ilmiah yang telah dipubllikasikan diantaranya: Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca Rehabilitasi Sosial pada Panti Sosial (2012). Working With Homosexual Clients:Application of Solution Focus Therapy. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro (2012). Kondisi Psikososial Anak Nakal dan ABH Pasca Rehabilitasi Sosial Di PSMP Antasena Magelang (2013), Survei Nasional Kekerasan terhadap Anak (2013), Evidence based practice model for child welfare: a social work perspective. PROSIDING. International Multidiciplinary Conference, November 12-13, (2013). Peranan Harga Diri Sebagai Variabel Moderasi Dalam Hubungan Antara Depresi Dan Keberfungsian Sosial (2014). Kepuasan lanjut usia terhadap dukungan sosial yang diterima dari keluarga di Sukamanah, Pangalengan.(2014). Asesmen dalam Praktek Pekerjaan Sosial: Relevansi dengan Praktek dan Penelitian (2014). Perilaku bullying: asesmen multidimensi dan intervensi sosial. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro (2014). Masalah dan intervensi psikososial terhadap imigran illegal (2014). Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Migran Bermasalah melalui RPTC (2014), Survey Nasional Kesejahteraan Sosial Dasar (2015). Trauma Healing Pada Anak-Anak Korban Bencana Gunung Sinabung Di Sumatera Utara (2016), International of social work education in indonesia. Joint International Joint Research Project. ACWelS, APASWE,Japan College of Social Work (2013,2014,2015). Peran Keluarga dalam Peningkatan Kualitas Hidup Eks Klien Psikotik (2016). Masalah psikososial keluarga dan peranan psikoedukasi dalam peningkatan kualitas hidup bekas

136

pesakit mental, PROSIDING. Seminar Psikologi Kebangsaan III UMS (2016). Joint International Joint Research Project. ACSWR, Hasegawa Research Institute, Shukutoku University, ACWelS, Japan College of Social Work. (March 2016).

Aulia RahmanLahir di Medan pada tanggal 12 Juli 1985. Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana di Universitas Riau pada tahun 2008, kemudian menamatkan pendidikan Pasca Sarjana dan saat ini telah menyandang gelar M.Si. Pernah menjadi Staf pada Subbagian Umum

pada tahun 2013, dan saat ini merupakan Peneliti Muda. Penelitian yang menjadi fokus perhatian adalah penelitian bidang pemberdayaan sosial dan permasalahan sosial lainnya.

Muhammad Belanawane SulubereLahir di Jakarta pada 8 Oktober 1983. Menamatkan Program Studi Sarjana Antropologi Sosial (S.Sos.) dari Universitas Indonesia (UI) pada 2008. Saat ini adalah Peneliti Pertama di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian

Sosial RI. Pernah terlibat dalam penelitian lapangan mengenai politik identitas, konstruksi kekuasaan dalam komunitas, respons dan resiliensi keluarga migran di kawasan industri, identifikasi masalah-potensi dampak bencana banjir bandang Wasior di Papua Barat, evaluasi program bantuan sosial terhadap penyandang disabilitas berat di DI Yogyakarta, metode dan teknik pekerjaan sosial di Panti NAPZA Lembang-Jawa Barat, manajemen bencana berbasis komunitas di Sleman, DI Yogyakarta, perlindungan sosial bagi pekerja migran, dan lain-lain. Memiliki minat penelitian pada kajian-kajian tentang berbagai bidang antropologi sosial,

137

khususnya kajian studi pembangunan, kebencanaan, ekologi dan sumber daya alam, migrasi, dan politik-ekonomi kebijakan sosial. Membaca, jalan-jalan, dan bermain sepak bola adalah hobinya.

Mery GantiLahir di Padang Sidimpuan, 23 Februari 1975. Lulus Sarjana Sosial jurusan Antropologi dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 1998. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan pada Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia. Pernah

menjadi staf bagian perencanaan dan bidang Akreditasi LKS pada Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial, Kementerian Sosial RI. Saat ini menjadi Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Bidang kajian yang menjadi konsentrasi penelitian adalah bidang pekerjaan sosial, pemberdayaan sosial, serta permasalahan sosial lainnya secara umum.

WidiartoLahir di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1967. Menamatkan Pendidikan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung 1999, saat itu staf Biro Organisasi Kepegawaian Depsos mengurusi Bidang Adminitrasi Jabatan Fungsional sampai Tahun 2009,

pada Tahun 2010 menjabat Kepala subbagian Analisa Jabatan pada Biro Organisasi Kepegawaian Departemen Sosial RI. Bulan Januari 2011 menjabat Kepala Sub.Bidang Profesi Pekerja Sosial hingga Bulan Oktober 2020, kedudukan sekarang menjadi Sub Koordinator/ Peneliti Muda pada Puslitbang Kesos. Berpengalaman pada Instansi Pembina Jabatan Fungsional Pekerja Sosial kegiatannya; Tim Sosialisasi Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Fasilitator Diklat Sertifikasi dan Jenjang Jabatan Fungsional

138

Pekerja Sosial, Tim Penyusunan Review Permenpan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Tim Penyusunan Juknis/juklak Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Tim Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Tim Pelaksanaan Bimbingan Teknis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Tim Penilai Jabatan Fungsional Pekerja Sosial di Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial.

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Tahun 2021

Kementerian Sosial RI sebagai leading Sector dalam penanganan permasalahan kemiskinan mengembangkan Kewirausahaan untuk mengentas permasalahan kemiskinan bagi penerima program keluarga harapan (PKH) graduasi. Program kewirausahaan sosial merupakan salah satu implementasi dalam mewujudkan SDGs da menyasar kelompok miskin yang paling bawah. Program ini baru dilaksanakan tahun 2020 dengan sasaran sebanyak 1000 KPM PKH.

Pembelajaran dari hasil penelitian ini akan mengoptimalkan keterjangkauann penerima manfaat terhadap berbagai program-program Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota) melalui kewirausahaan sosial. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan anfaat sebagai bahan informasi bagi penentu program penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak kewarganegaraan. Lebih jauh lagi penelitian ini dapat memberikan masukan pada pemerintah pentingnya Kewirausahaan sosial bagi penerima program keluarga harapan (PKH) Graduasi.

Buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang mencerahkan dan sangan layak untuk dibaca khalayak umum serta pemerintahmasalah penanganan kemiskinan, sehingga dapatberbuah kemanfaatan bagi semua