Leadership jenderal Soedirman
-
Upload
perryrimanda -
Category
Documents
-
view
55 -
download
8
description
Transcript of Leadership jenderal Soedirman
MAKALAH INDIVIDUMATA KULIAH SEMINAR KEPEMIMPINAN
KEPEMIMPINAN PANGLIMA BESAR JENDERAL SUDIRMAN
PROGRAM MM EKSEKUTIFANGKATAN 56
PERRY RIMANDA
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN – PPMJAKARTA
2015
DAFTAR ISI
BAB I – PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3. Tujuan dan Sasaran Penulisan................................................................................................2
1.4. Ruang Lingkup Penulisan........................................................................................................2
1.5. Metode Penelitian..................................................................................................................2
BAB II – PROFIL TOKOH..........................................................................................................................3
2.1. Latar Belakang Jenderal Sudirman..........................................................................................3
2.2. Karakter Jenderal Sudirman....................................................................................................5
2.3. Perjalanan Karir Jenderal Sudirman........................................................................................5
2.4. Penghargaan dan Prestasi Jenderal Sudirman........................................................................8
2.5. Perilaku Jenderal Sudirman dalam Memimpin.......................................................................9
BAB III – TINJAUAN TEORI....................................................................................................................10
3.1. Tipe dan Gaya kepemimpinan..............................................................................................10
3.2. Karakter Umum Pemimpin yang Efektif:...............................................................................14
3.3. Teori Kepemimpinan............................................................................................................16
BAB IV – ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN............................................................................................22
BAB V – PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA TOKOH DAN PENULIS.............................................26
BAB VI – KESIMPULAN..........................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................28
Leadership i
BAB I – PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-
orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat
penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari
managemen.
Pada kenyataannya tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki
kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak orang yang
memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk menjadi
pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Pengertian ‘kepala’ menunjukan segi formal dari
jabatan pemimpin saja, maksudnya secara yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat
mengepalai sesuatu usaha atau bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat
pengangkatan), walaupun belum tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan
mempengaruhi dan membimbing bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan
melaksanakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan.
Dalam paper ini penulis ingin menyajikan profil kepemimpinan salah seorang pemimpin
besar di dunia kemiliteran Indonesia yaitu Panglima Besar Jenderal Sudirman. Beliau
merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada
prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa
di atas kepentingan pribadinya. Beliau selalu konsisten dan konsekuen dalam membela
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Bahkan karena ketokohan dan kepeloporannya
di bidang ketentaraan, maka wajar kalau Jenderal Sudirman kemudian dikenal sebagai Bapak
TNI. Sekalipun secara formal ia bukan lulusan akademi militer, namun karena bakat,
semangat dan disiplin yang tinggi serta rasa tanggung jawab dan panggilan hati nurani untuk
berjuang mencapai dan menegakkan kemerdekaan Indonesia, maka Sudirman cepat
mencuat sebagai pemimpin di lingkungan angkatan perang Indonesia.
Leadership 1
1.2. Perumusan Masalah
Sejak usia bersekolah sampai akhir hayatnya Sudirman telah menjadi idola dan teladan bagi
lingkungannya, baik lingkungan dalam arti sempit yakni masyarakat sekitar maupun
masyarakat yang lebih luas dalam arti bangsa (bangsa Indonesia). kajian dalam paper ini
adalah ketokohan ataupun kepemimpinan Jenderal Sudirman dan lebih dikhususkan lagi
pada ketokohan dan kepemimpinannya di dalam perjuangan dan kehidupan sosial
kemasyarakatan.
1.3. Tujuan dan Sasaran Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai penyelesaian tugas individu mata kuliah
Seminar Kepemimpinan, program MM Eksekutif Angkatan 56. Makalah ini bertujuan untuk
memberikan contoh keteladanan bagi para pembaca dan masyarakat melalui ketokohan
Jenderal Sudirman, terutama tentang kesederhanaan, kerja keras, kejujuran, kedisiplinan,
jiwa pengabdian dan pengobanan, serta kesalehannya. Hasil dari tipe yang didapat akan
dihubungkan dengan teori yang diajarkan pada studi kepemimpinan. Diharapkan dari tipe
kepemimpinan Jenderal Sudirman yang beririsan dengan teori-teori mengenai leadership
melalui buku Principles of Leadership karangan Andrew J. DuBrin, penulis dan pembaca
dapat meneladani kepemimpinan beliau.
1.4. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan dalam makalah ini adalah analisa terkait tipe sifat, karakter,
tindakan dan gaya yang ada pada kepemimpinan Jenderal Sudirman dari jejak perjalanan
hidup beliau.
1.5. Metode Penelitian
a. Teori kepemimpinan dari buku Principles of Leadership by Andrew J DuBrin dan
sesi di kampus.
b. Analisi deskriptif yaitu dengan menguji gaya tokoh dan mencari hubungannya dengan
teori kepemimpinan
c. Media internet dan majalah.
Leadership 2
BAB II – PROFIL TOKOH
2.1. Latar Belakang Jenderal Sudirman
Sudirman lahir pada hari Senin, 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang,
Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, sekitar 30 kilometer dari pusat
Kota Purbalingga. Ia lahir dari rahim Siyem, wanita asal Purwokerto, istri Karsid Kartoworidji,
seorang pekerja pabrik gula. Sudirman diurus dan tinggal di rumah asisten wedana di
Rembang, Raden Tjokrosoenarjo dan istri Toeridowati (kakak kandung ibunda Sudirman).
Sejak lahir, ia memang langsung diurus dan tinggal di rumah pasangan Tjokrosoenarjo dan
Toeridowati.
Setelah pensiun, keluarga Tjokrosunaryo kemudian menetap di Cilacap. Dalam usia tujuh
tahun Sudirman memasuki Hollandsche Inlandsche School (HIS) setingkat Sekolah Dasar di
Cilacap. Dalam kehidupan yang sederhana, R. Tjokrosunaryo mendidik Sudirman dengan
penuh disiplin. Sudirman dididik cara-cara menepati waktu dan belajar menggunakan uang
saku sebaik-baiknya. Ia harus bisa membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji.
Sudirman juga dididik dalam hal sopan santun priyayi yang tradisional oleh Ibu
Tjokrosunaryo.
Pada tahun 1930, Sudirman tamat dari HIS. Pada tahun 1932 Sudirman memasuki Meer
Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) setingkat SLTP. Bersekolah di MULO merupakan
tahapan penting bagi Sudirman. Di sekolah itulah ia mendapatkan pendidikan nasionalisme
dari para guru yang kebanyakan aktif di organisasi Boedi Oetomo, seperti Raden Soemojo
dan Soewardjo Tirtosoepono, lulusan Akademi Militer Breda di Belanda. Setahun kemudian,
ia pindah ke Perguruan Parama Wiworo Tomo dan tamat pada tahun 1935. Di sekolah,
Sudirman termasuk murid yang cerdas dan rajin mengikuti pelajaran yang diajarkan gurunya.
Sudirman menunjukkan minatnya yang besar pada pelajaran bahasa Inggris, ilmu tata
negara, sejarah dunia, sejarah kebangsaan, dan agama Islam. Demikian tekunnya Sudirman
mempelajari agama Islam sehingga oleh teman-temannya diberi julukan "kaji". Ia juga aktif
di organisasi kepanduan (sekarang Pramuka) Hizbul Wathon (HW) yang diasuh oleh
Muhammadiyah.
Leadership 3
Di lingkungan pendidikan sekolah, selain memperoleh pengetahuan dari berbagai mata
pelajaran, Sudirman juga mendapatkan pengalama-pengalaman berorganisasi, wawasan
kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan. Sementara dari aktifitas kepanduan yang diikutinya
di Hizbul Wathan (HW) Sudirman memperoleh nilai-nilai kedisiplinan, wawasan dan
keterampilan di dalam hidup bermasyarakat. Hal-hal tersebut membentuk karakter
Sudirman, sehingga masyarakat memandang beliau sebagai seorang pemuda yang rendah
hati, familier, tidak sombong dan supel dalam bergaul, baik dengan para tetangga maupun
para pemuda pada umumnya.
Setelah lulus dari Parama Wiworo Tomo, ia menjadi guru di HIS Muhammadiyah. sebagai
seorang guru, Sudirman tetap aktif di HW. Ketika memimpin HW, Sudirman dikenal sebagai
pemimpin yang tekun melatih anak didiknya, sabar, berdisipllin tetapi tidak kaku. Beliau
selau mengajarkan kepada para anggota HW untuk tidak suka mengeluh dan gampang putus
asa. Perintah dan petunjuk yang diberikan kepada anak buahnya selalu disampaikan dengan
jelas dan dengan kata-kata yang enak, sambil disertai senyum yang menarik, serta
disesuaikan dengan kemampuan para anggota. Jika tugas diselesaikan dengan baik oleh anak
buahnya, beliau tidak lupa memberikan pujian, dan jika sebaliknya tugas tidak berhasil
diselesaikan, maka anak buahnya tersebut dihibur dengan kata-kata yang membesarkan
hati.
Pada saat memimpin pemuda Muhammadiyah di Cilacap, Sudirman dikenal sebagai
pemimpin yang aspiratif. Beliau sering menampung dan mendapat saran-saran dari para
orang tua yang menjadi seniornya serta memperhatikan aspirasi para pemuda. Selain itu
Sudirman juga sering memberikan motivasi kepada setiap pemuda akan pentingnya profesi
yang dimilikinya.
Pada awal pendudukan Jepang, Sekolah Muhammadiyah tempat ia mengajar ditutup. Berkat
perjuangan Sudirman sekolah tersebut akhirnya boleh dibuka kembali. Kemudian Sudirman
bersama beberapa orang temannya mendirikan koperasi dagang yang diberi nama Perbi dan
langsung diketuainya sendiri. Dengan berdirinya Perbi, kemudian di Cilacap berdiri beberapa
koperasi yang mengakibatkan terjadi persaingan kurang sehat. Melihat gelagat ini, Sudirman
berusaha mempersatukannya, dan akhirnya berdirilah Persatuan koperasi Indonesia
Wijayakusuma. Kondisi rakyat pada waktu itu sulit mencari bahan makanan, sehingga
Leadership 4
keadaan ini membangkitkan semangat Sudirman untuk aktif membina Badan Pengurus
Makanan Rakyat (BPMR), suatu badan yang dikelola oleh masyarakat sendiri, bukan badan
buatan Pemerintah Jepang. Badan ini bergerak dibidang pengumpulan dan distribusi bahan
makanan untuk menghindarkan rakyat Cilacap dari bahaya kelaparan. Ia termasuk tokoh
masyarakat karena kecakapan memimpin organisasi dan kejujurannya. Pada tahun 1943,
Pemerintah Jepang mengangkat Sudirman menjadi anggota Syu Songikai (semacam dewan
pertimbangan karesidenan) Banyumas.
2.2. Karakter Jenderal Sudirman
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Sudirman pada masa kecilnya dididik dengan
penuh disiplin. Sudirman dididik cara-cara menepati waktu dan belajar menggunakan uang
saku sebaik-baiknya. Ia harus bisa membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji.
Sudirman juga dididik dalam hal sopan santun priyayi yang tradisional dan hormat kepada
orang tua. Setelah beranjak dewasa, karakter yang nampak pada Sudirman secara garis
besar adalah disiplin, militan, dan bertanggung jawab, rendah hati, familiar, tidak sombong
dan supel dalam bergaul. Sedangkan sebagai pemimpin di masa mudanya, beliau dikenal
sebagai pemimpin yang aspiratif, pemimpin yang tekun melatih anak didiknya, sabar,
berdisipllin tetapi tidak kaku, menyampaikan perintah kepada anak buahnya dengan tegas
dan lugas, memuji anak buahnya yang berhasil menyelesaikan tugas dan menyemangati
anak buahnya yang belum berhasil menyelesaikan tugas.
2.3. Perjalanan Karir Jenderal Sudirman
Setelah lulus dari Parama Wiworo Tomo, ia menjadi guru di HIS Muhammadiyah. Sebagai
pendidik, ia tak hanya sekedar memandu murid dari depan kelas. Dia juga menggunakan
aneka metode yang membuat murid tertarik belajar, cara mengajar Sudirman tak monoton,
terkadang sambil bercanda dan acap diselingi pesan agama dan nasionalisme. “Sudirman
juga sering mengambil kisah-kisah pewayangan,”. Sebagai guru, sikap kebapakannya lebih
menonjol, oleh sebab itu Sudirman sangat disenangi, dihormati dan dikagumi oleh anak
didiknya. Sudirman adalah guru yang memiliki kemampuan dan kreatifitas, tidak hanya
mengajar dalam arti transfer of knowledge tetapi juga dalam arti transfer of values kepada
anak didiknya.
Leadership Page 5
Mengingat prestasi, penampilan serta jiwa kepemimpinan yang dimiliki Sudirman, maka
pada usia yang masih muda beliau memperoleh kepercayaan dari para anggota dewan guru
di HIS Muhammadiyah untuk menjabat sebagai kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah,
Sudirman tidak pernah bersifat diktator dan otoriter. Beliau lebih mengedepankan prinsip
kerjasama. Semua masalah senantiasa dimusyawarahkan dengan anggota dewan guru yang
lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Sudirman adalah kepala sekolah yang
menunjukkan gaya kepemimpinan yang lebih moderat, demokratis dan akomodatif. Dalam
menjalankan tugas sebagai kepala sekolah, Sudirman tetap berpegang pada prinsip lebih
menekankan pada pendidikan persuasif dan memberi motivasi kepada teman-teman
sejawatnya untuk terus maju.
Pada masa perang Pasifik, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk LBD (Luch Bischermen
Diens) atau “Penjagaan Bahaya Udara” yakni suatu badan keamana yang tugasnya
membantu dan menertibkan masyarakat dalam menghadapi bahaya serangan udara.
Mengingat ketokohan dan aktifitasnya, Sudirman kemudian ditunjuk sebagai kepala LBD
sektor Cilacap. Sebagai kepala sektor maka Sudirman memiliki tanggung jawab untuk
keselamatan rakyat.
Pada pertengahan tahun 1943, tentara Jepang mulai terdesak oleh Sekutu. Pada bulan
Oktober 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang mengumumkan pembentukan Tentara
Pembela Tanah Air (PETA). Sudirman sebagai tokoh masyarakat ditunjuk untuk mengikuti
latihan PETA angkatan kedua di Bogor. Jepang sebenarnya tidak suka dengan masuknya
Sudirman. Sebab, ketika menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat, ia sering
menentang instruksi tentara Jepang. Namun, saat itu Jepang berkepentingan membentuk
pasukan bersenjata untuk menghadapi serangan tentara Sekutu.
Selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Daidanco (komandan batalyon) berkedudukan di
Kroya, Banyumas. Disanalah Sudirman memulai karirnya sebagai seorang prajurit. Sebagai
komandan, Sudirman sangat dicintai oleh bawahannya, karena ia sangat memperhatikan
kesejahteraan mereka. Ia tidak takut menentang perlakuan buruk opsir-opsir Jepang,yang
menjadi pelatih dan pengawas batalyonnya. Selain dekat dengan anak buah di PETA, beliau
juga dekat dengan masyarakat.
Di dalam memimpin PETA, Sudirman tampil sebagai pemimpin yang kharismatik. Sifat-sifat
kebapakan yang dimilikinya menjadi kebanggaan bagi anggota PETA. Para anggota PETA
Leadership Page 6
merasa terlindungi, begitu juga masyarakat sangat segan dan menghormati figur Sudirman
sebagai pemimpin. Sudirman seorang komandan yang memiliki kharisma besar dan luas
pengaruhnya. Di hadapan para anggota PETA, Sudirman adalah seorang komandan yang
ramah, familiar dan kharismatik. Beliau telah berperan sebagai pembimbing dan guru serta
pelindung para anggota PETA.
Sesudah terjadi pemberontakan Tentara PETA Blitar pada bulan Pebruari 1945, Jepang
mengadakan observasi terhadap para perwira PETA. Mereka yang bersikap menawan
(recalcitrant), dikategorikan berbahaya. Pada bulan Juli 1945, Sudirman dan beberapa orang
perwira PETA lainnya yang termasuk kategori "berbahaya" dipanggil ke Bogor dengan alasan
akan mendapat latihan lanjutan. Sekalipun mereka sudah berada di Bogor "Pelatihan
Lanjutan" dibatalkan, karena tanggal 14 Agustus 1945 Jepang sudah menyerah kepada
sekutu. Sesudah itu Sudirman dan kawan-kawannya kembali lagi ke dai dan masing-masing.
Tanggal 18 Agustus 1945. Jepang membubarkan PETA dan senjata mereka dilucuti,
selanjutnya mereka disuruh pulang ke kampung halaman masing-masing. Setelah
pengumuman pembentukan BKR, Sudirman berusaha mengumpulkan mereka kembali dan
menghimpun kekuatan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Bersama Residen Banyumas Mr.
Iskaq Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lainnya, Sudirman melakukan perebutan
kekuasaan dari tangan Jepang secara damai. Komandan Batalyon Tentara Jepang Mayor
Yuda menyerahkan senjata cukup banyak. Karena itu BKR Banyumas merupakan kesatuan
yang memiliki senjata terlengkap.
Leadership Page 7
Seiring dengan dikeluarkannya maklumat oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 5 Oktober
1945 mengenai pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) maka para pemuda yang aktif
di BKR kemudian melebur dan masuk sebagai anggota TKR. Sudirman kemudian diangkat
menjadi Panglima Divisi Sunan Gunung Jati atau Divisi V, untuk daerah Kedu dan Banyumas
dengan pangkat Kolonel. Pada Konferensi Besar TKR yang diadakan pada tanggal 12
November 1945 di Yogyakarta, Sudirman terpilih sebagai Panglima Tertinggi TKR yang
merupakan komando kendali pimpinan TKR yang mengatur seluruh anggota kesatuan
bersenjata Indonesia. Setelah dilantik oleh pemerintah sebagai Panglima Tertinggi TKR pada
tanggal 18 Desember 1945, Sudirman secara resmi menyandang pangkat Jenderal. Ditinjau
dari pendidikan kemiliteran, maka calon-calon lain itu jauh lebih tinggi dari Jenderal
Sudirman. Pemilihan yang unik ini mencerminkan Zeitgeist atau "Semangat Zaman" waktu
itu. Yaitu semangat revolusi dimana-mana, rakyat kita seakan-akan terserang demam
revolusi. Semangat perjuangan revolusioner di mana-mana berkobar.
2.4. Penghargaan dan Prestasi Jenderal Sudirman
Penghargaan yang diterima oleh Jenderal Sudirman antara lain:
1. Penganugerahan gelar sebagai Pahlawan Nasional
2. Penganugerahan gelar Jenderal Bintang Lima, pangkat tertinggi dalam dunia kemiliteran.
Prestasi kemiliteran Jenderal Sudirman yang akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia
adalah kemenangan beliau di Pertempuran Ambarawa. Dengan persenjataan yang relatif
lebih lemah, pasukan TNI di bawah pimpinan Jenderal Sudirman berhasil memukul mundur
pasukan Sekutu di Ambarawa, sehingga pasukan Sekutu terpaksa menarik mundur
pasukannya ke Semarang. Kemenangan gemilang di Pertempuran Ambarawa membuat
Sudirman lebih diperhatikan di tingkat nasional, dan membungkam bisik-bisik yang
menyatakan bahwa ia tidak layak menjadi pemimpin TKR karena kurangnya pengalaman
militer dan pekerjaannya sebelumnya adalah guru sekolah. Kemenangan atas Pertempuran
Ambarawa ini telah diabadikan dalam bentuk Monumen Palagan Ambarawa dan diperingati
setiap tahun oleh TNI AD sebagai Hari Infanteri.
Leadership Page 8
2.5. Perilaku Jenderal Sudirman dalam Memimpin
Berdasarkan informasi yang tersaji, perilaku yang ditunjukkan oleh Jenderal Sudirman dalam
memimpin dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Sebagai pemimpin di masa mudanya (ketua pandu HW dan Pemuda Muhammadiyah),
Sudirman dikenal sebagai pemimpin yang aspiratif, sabar, berdisipllin tetapi tidak kaku,
menyampaikan perintah kepada anak buahnya secara tegas dan lugas serta sering
memuji anak buahnya yang berhasil menyelesaikan tugas sementara sebaliknya
menyemangati anak buahnya yang tidak berhasil menyelesaikan tugas.
2. Sebagai kepala sekolah , Sudirman tidak pernah bersifat diktator dan otoriter, tetapi lebih
menunjukkan gaya kepemimpinan yang moderat, demokratis dan akomodatif.
3. Sebagai komandan pasukan , Sudirman adalah seorang komandan kharismatik yang
memiliki kharisma besar dan luas pengaruhnya serta penuh dengan kejujuran dan
memegang amanah dengan baik.
Leadership Page 9
BAB III – TINJAUAN TEORI
3.1. Tipe dan Gaya kepemimpinan
Kepemimpinan, dari kata pimpin mengandung aspek bimbingan, memimpin : berarti
membimbing, menunjukkan jalan, kepemimpinan perihal memimpin. Memimpin berati
membimbing, menunjukkan jalan. Dengan demikian proses memimpin itu ada proses agar
yang dipimpin mngikuti petunjuk (ide, pandangan, kehendak) dari yang
membimbingnya/yang memimpinnya. Dalam hal ini seseorang yang memimpin berarti ada
upaya untuk mempengaruhi perilaku yang dipimpin. Jadi, dalam kondisi dan situasi
bagaimanapun, jika seseorang berusaha untuk untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
maka aktivitas semacam itu merupakan aktivitas kepemimpinan. Agar kepemimpinan
seseorang berhasil, dapat mencapai sesuai yang diharapkan, bisanya ada gaya
kepemimpinan untuk masing-masing orang. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba menanamkan
pengaruh/mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan sering diidentikkan dengan tipe kepemimpinan. Ada beberapa tipe
kepemimpinan yang dikenal oleh umum.
Tipe Otokratik, merupakan gaya kepemimpinan yang terjadi pada seseorang pemimpin yang
umumnya egois. Dengan egoismenya, seseorang pemimpin itu melihat peranannya sebagai
sumber segala sesuatu dalam organisasi lembaga/organisasi yang dipimpinnya. Ego yang
besar dapat mengembangkan persepsi bahwa tujuan organisasi/lembaga identik dengan
tujuan pribadinya. Nilai yang terkandung pada tipe ini adalah pembenaran segala cara untuk
pencapaian tujuan. Pemimpin yang otokratik akan senantiasa menonjolkan keakuan, dan
kekuasaannya, sehingga bawahannya cenderung sebagai alat.
Ciri-cirinya antara lain:
a. Mengandalkan kepada kekuatan / kekuasaan
b. Menganggap dirinya paling berkuasa
c. Keras dalam mempertahankan prinsip
d. Jauh dari para bawahan
e. Perintah diberikan secara paksa
Leadership Page 10
Tipe Paternalistik, merupakan tipe kepemimpinan umumnya terdapat di lingkungan
masyarakat tradisional. Popularitas seorang pemimpin pada tipe ini disebabkan beberapa
faktor, misalnya: kuatnya ikatan primordial, latar belakang keluarga, peranan adat istiadat
yang kuat. Dalam pelasnaannya, proses kepemimpinan lebih banyak ditandai dengan adanya
harapan bawahan kepada pemimpinnya, agar pemimpinnya itu berperan sebagai bapak
yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan memperoleh
petunjuk, sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Nilai
organisasional yang terkandung pada tipe kepemimpinan ini adalah kebersamaan, yang
dimanifestasikan dalam sikap kebapakan atau guru, dan senantisa melindungi bawahan.
Ciri-cirinya antara lain :
a. Pemimpin bertindak sebagai bapak
b. Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa
c. Selalu memberikan perlindungan
d. Keputusan ada ditangan pemimpin
Tipe Kharismatik. Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki karakteristik yang khas dengan
daya tariknya begitu memikat, sehingga pengikutnya berjumlah sangat besar. Para pengikut
juga tidak begitu mempersoalakan alasan apa mereka mengikuti pemimpin itu. Begitu juga
para pengikut tidak mempersoalkan nilai yang dianut dalam kepemimpinan kharismatik ini.
Gaya kepemimpinan yang bagaimana, juga tidak menjadi perhatian para pengikutnya.
Ciri-cirinya antara lain :
a. Mempunyai daya tarik yang sangat besar
b. Pengikut tidak mampu menjelaskan mangapa mereka tertarik mengikuti dan
menaatinya
c. Pemimpin seolah-olah mempunyai kekuatan gaib (super natural power)
d. Kharisma yang dimiliki tidak tergantung pada umur, kekayaan, ketampanan
sipemimpin.
Leadership Page 11
Tipe Laissez Faire. Tipe kepemimpinan ini lebih bersifat pasif. Maksudnya pemimpin lebih
banyak memberi kercayaan kepada bawahan. Bawahan dipandang sebagai anggota
organisasi yang taat terhadap peraturan yang ada. Ciri-ciri tipe kepemimpinan ini misalnya :
pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, pengambilan keputusan diserahkan
kepada pejabat pimpinan yang lebih rendah, dan intervensi pemimpin dalam organisasi
menjadi sangat minimal.
Ciri-cirinya antara lain :
a. Memberi kebebasan kepada para bawahan
b. Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan
c. Semua pekerjaab dan tanggung jawab dilimpahkan kepada bawahan
d. Tidak mempunyai wibawa
e. Tidak ada koordinasi dan pengawasan yang baik
Tipe Demokratik. Tipe ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin akan lebih banyak
berperan sebagai seorang kordinator dan integrator. Oleh karena itu, pendekatan dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya bersifat holistik dan integralistik. Pemimpin yang
demokratis harus memiliki kemampuan untuk membangun koordinasi agar masyarakat lebih
bersifat aktif untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian masyarakat akan memiliki
tanggung jawab dalam menjalankan organisasi atau kehidupan komunitasnya. Dalam
kehidupan yang demokratis akan menjunjung harkat dan martabat manusia,
memperlakukan setiap individu manusia secara manusiawi, bersifat rasional, dan partisipasi
seluruh anggota masyarakat merupakan faktor yang sangat menentuakan.
Ciri- cirinya antara lain :
a. Berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi
b. Bersifat terbuka
c. Bawahan diberi kesempatan untuk member saran dan ide – ide baru
d. Dalam pengambilan keputusan utamakan musyawarah untuk mufakat
e. Menghargai potensi individu
Implementasi strategi biasanya berkaitan erat dengan perubahan, oleh karena itu tidaklah
mengherankan masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan perlu
dicermati secara teliti dalam implementasi strategi. Gaya kepemimpinanlah yang akan
berpengaruh terhadap cara-cara berkomunikasi serta proses pengambilan keputusan di
Leadership Page 12
dalam perusahaan di mana semua itu nantinya akan bermuara pada terbentuknya budaya
perusahaan.
Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun secara umum teori-teori
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:
1. Gaya kepemimpinan yang berkesan administrator.
Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan.
Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka
cenderung mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada
analisis perubahan yang telah kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi
Continuation, Routine change, serta Limited change
2. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical).
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada
proses analisis, terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya.
Gaya ini berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta
berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
3. Gaya kemimpinan asertif (Assertive).
Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat
besar pada pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya.
Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan
muncul dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul
kesimpulan yang memuaskan
4. Gaya kepemimpinan entepreneur.
Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir
serta kurang mengutamakan pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan
model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.
Dalam lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus siap dan dituntut mampu
untuk melakukan transformasi terlepas pada gaya kepemimpinan apa yang mereka anut.
Pemimpin harus mampu mengelola perubahan, termasuk di dalamnya mengubah budaya
organiasi yang tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang
Leadership Page 13
tajam, pandai mengelola keragaman dan mendorong terus proses pembelajaran karena
dinamika perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.
3.2. Karakter Umum Pemimpin yang Efektif:
1. Self-Confidence
Percaya diri adalah faktor terpenting untuk ke efektifan dalam memimpin. Percaya
diri menaikan tingkat keberhasilan performansi dalam suatu pekerjaan. Penting
untuk seorang pemimpin menunjukkan baik sikap, gaya tubuh dan perkataan yang
percaya diri kepada anggotanya. Terlebih diwaktu group menghadapi seperti
tantangan kompetitor yang berat, pencapaian yang tidak memuaskan, kondisi
kuangan yang tidak mendukung, sikap percaya diri akan memberikan anggota
ketenangan dan mempertahankan tingkat motivasi untuk melanjutkan perjuangan.
2. Humility
Dengan percaya diri tidak berarti seorang pemimpin bisa angkuh. Sikap kerendahan hati disaat-saat tertentu juga diperlukan. Pemimpin perlu menyadari bahwa tidak ada seorangpun yang menguasai segala bidang dan berkapasitas melakukan semuanya. Direktur marketing bisa diandalkan di bidang pemasaran, tapi belum tentu menguasai keuangan. Oleh karena itu ketika group berhasil mencapai target, pemimpin perlu memberikan kredit atas performansi anggotanya.
Leadership Page 14
3. Core Self-Evaluations
Sebuah kombinasi antara self-esteem, locus of control, generalized self-effiacy dan
emotional stability. Self-esteem adalah perasaan yang selalu positif terhadap diri.
Self-effiacy yaitu kemampuan dapat tetap percaya diri di kondisi apapun. Locus of
control yaitu keyakinan akan kapasitas diri yang telah berkontribusi pada kesuksesan
yang dicapai. Emotional stability penting untuk tetap dapat berpikir dengan baik
dalam situasi yang tidak mendukung. Dengan keempat faktor tersebut, pemimpin
dapat mengambil keputusan dengan cepat dan mengubah yang tidak mungkin
menjadi mungkin.
4. Trustworthiness
Pemimpin perlu menunjukkan konsistensi antara perkataan dan tindakan. Apabila
tidak konsisten, maka akan hilang kepercayaan pada anggota atas pemimpinnya.
Bagian dari ini adalah juga memberi kepercayaan pada anggota dalam melakukan
pekerjaannya. Pemimpin tidak menyalahkan satu anggota dan lainnya ketika goal
tidak tercapai. Pemimpin bisa menjaga kerahasiaan. Diwaktu melakukan kesalahaan
harus mengakui kesalahannya. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
menimbulkan kepercayaan kepada anggota, dan dapat dihancurkan s dengan
tindakan yang tidak baik.
5. Authenticity
Pemimpin perlu menunjukkan keaslian dirinya. Tidak menampilkan sikap yang bukan
dirinya sendiri. Tidak berusaha menjadi orang lain. Sikap tersebut akan membuat
anggota menjadi lebih nyaman dan kenal dengan pemimpin, sehingga dapat
menghasilkan performansi group yang lebih baik.
6. Assertiveness
Pemimpin perlu terus terang dan jelas dalam menyampaikan keinginan goal, opini,
perasaaan dan sikap. Dengan sikap itu maka tidak ada anggota yang masih menerka-
nerka apa yang disampaikan pemimpin, sehingga apa yang perlu dikerjakan dapat
segera dikerjakan dan tepat sasaran.
Leadership Page 15
7. Enthusiasim, Optimism and Warmth
Sikap entusias, optimism dan hangat itu memancarkan energi positif. Dengan
anggota berperilaku positif juga maka group dapat menghasilkan performansi yang
positif. Sikap kehangatan hati atau keramahan dapat menjaga ke kompakan suatu
group. Selain itu keramahan adalah salah satu sikap yang menimbulkan karisma
seorang pemimpin.
8. Sense of Humor
Pemimpin perlu bersikap humoris untuk memecahkan ketegangan situasi. Pemimpin
yang humoris membuat hubungan dengan anggotanya menjadi lebih flexible dan
nyaman dalam bekerja. Keuntungannya lainnya membuat anggota lebih mau sering
berkomunikasi, sehingga pemimpin bisa lebih kenal karakter, kekurangan, kelebihan
dan permasalahan pada anggotanya.
3.3. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan
konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab
timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan
fungsinya serta etika profesi kepemimpinan.
Terdapat delapan teori utama kepemimpinan, antara lain:
1. Teori Great Man
Menurut teori ini, seorang pemimpin besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu
seperti kharisma, keyakinan, kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya
terlahir sebagai pemimpin alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas
untuk memimpin adalah sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan dibuat.
Teori ini menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan ditakdirkan untuk menjadi
pemimpin karena kondisi sudah membutuhkannya.
2. Teori Sifat
Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu yang membuat
mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat mengidentifikasi kepribadian
tertentu atau karakteristik perilaku yang sama pada umumnya pemimpin. Sebagai
contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi, kepercayaan diri dan keberanian, semuanya adalah
Leadership Page 16
sifat potensial yang bisa dikaitkan dengan pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus adalah
fitur kunci dari kepemimpinan, maka bagaimana menjelaskan orang-orang yang memiliki
kualitas-kualitas tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini adalah salah satu kesulitan
dalam menggunakan teori sifat untuk menjelaskan kepemimpinan. Ada banyak orang
yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang terkait dengan kepemimpinan namun tidak
pernah mencari posisi kepemimpinan.
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar
pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang
berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi
yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di
dalamnya.
3. Teori Kontingensi
Teori kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang mungkin
menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut teori ini, tidak ada
gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Kesuksesan tergantung pada
sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut dan aspek
situasi.
4. Teori Situasional
Teori Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan
variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih tepat untuk jenis
tertentu dalam pengambilan keputusan tertentu. Misalnya, seorang pemimpin berada
dalam kelompok yang anggotanya berpengetahuan dan berpengalaman, gaya otoriter
mungkin paling tepat. Dalam kasus lain di mana anggota kelompok adalah ahli yang
terampil, gaya demokratis akan lebih efektif.
5. Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin besar dibuat
bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan para pemimpin bukan
pada kualitas mental. Menurut teori ini, orang dapat belajar untuk menjadi pemimpin
melalui pengajaran dan observasi.
Leadership Page 17
6. Teori Partisipatif
Teori kepemimpinan partisipatif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang ideal
adalah mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong partisipasi dan
kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kelompok merasa lebih
berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan. Dalam teori partisipatif,
bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan masukan pendapat dari orang
lain.
7. Teori Manajemen
Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran pengawasan
kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada sistem imbalan dan
hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis, ketika karyawan berhasil
mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur atau dihukum.
8. Teori Hubungan
Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan yang
terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memotivasi dan
menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat penting dan baiknya suatu
tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota kelompok dan juga ingin setiap orang untuk
memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki standar etika dan
moral yang tinggi.
Teori atau konsep kepemimpinan yang akan dijadikan dasar untuk menganalisis gaya
kepemimpinan Jenderal Sudirman berdasarkan Situational Leadership Model - Hersey and
Blanchard dan Adair’s Action-Centered Leadership Model.
Leadership Page 18
Situational Leaderhip Model - Hersey and Blanchard
Menurut teori ini perilaku seorang pemimpin dibagi menjadi dua yaitu:
Directive Behavior Supportive Behavior
Komunikasi satu arah
Tugas anggota tim terkomunikasi dengan
jelas
Pengawasan kinerja dengan ketat
Komunikasi dua arah
Mendengarkan, senantiasa membantu dan
memberikan semangat kepada anggota tim
Mengikutsertakan anggota tim dalam
pengambilan keputusan
Teori ini menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan seseorang ditentukan oleh tingkat
kemampuan dan kedewasaan para anggota timnya. Berdasarkan kondisi tersebut gaya
kepemimpinan terbagi menjadi:
a. Directing, pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas dan arahan yang
spesifik.
b. Coaching, pemimpin mendorong komunikasi dua arah, membangun rasa percaya
diri dan memotivasi anggota timnya, sementara proses pengambilan keputusan
berada di tangan pemimpin.
c. Supporting, dengan gaya ini pemimpin dan anggota tim membagi tanggung jawab
dalam pengambilan keputusan, pemimpin tidak lagi terlalu banyak memberikan
arahan kepada anggota tim.
Leadership Page 19
d. Delegating, gaya kepemimpinan ini memberikan tanggung jawab secara penuh
kepada anggota tim yang dianggap kompeten dan mampu menyelesaikan tugas.
Adair’s Action-Centered Leadership Model
Seorang pemimpin yang menyelesaikan tugas melalui kerjasama tim serta menjalin
hubungan baik dengan para anggota tim disebut memiliki gaya kepemimpinan action-
centered. Karakteristik lain yang dimiliki oleh pemimpin dengan gaya ini adalah:
a. Mengarahkan anggota tim untuk menyelesaikan tugas;
b. Mendukung dan mengkaji tugas yang dilaksanakan oleh setiap anggota tim;
c. Mengkoordinasi seluruh anggota tim untuk mencapai hasil yang maksimal.
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin yang efektif harus dapat menjalankan dan
mengelola tiga fungsi dalam memimpin suatu tim yaitu task, team dan individual secara
bersamaan.
TASK TEAM
INDIVIDUAL
Action-Centered Leadership Model (Adair, 1973)
Leadership Page 20
Ketiga lingkaran dalam diagram tersebut merupakan penyederhanaan dari keanekaragaman
interaksi antar manusia dalam suatu tim. Teori ini juga mengemukakan bahwa agar
seseorang dapat disebut pemimpin dengan gaya action-centered, maka dia harus mampu
mengelola seluruh tantangan yang terdapat dalam diagram tersebut sebagai berikut:
Task (tugas) Mendefinisikan tugas dengan jelas
Membuat perencanaan
Mengalokasi sumber daya yang tersedia
Menjaga kualitas hasil
Mengevaluasi kinerja terhadap rencana
Menyesuaikan rencana jika diperlukan
Team (tim) Menjaga disiplin
Membangun semangat kebersamaan dalam tim
Mendukung, memotivasi dan memberikan suatu tujuan
kepada tim
Menunjuk wakil pemimpin
Menjalin komunikasi dengan tim
Mengembangkan tim
Individual Berusaha untuk membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi anggota tim
Memuji anggota tim secara personal
Memberikan status kepada tim
Mengenali dan mampu memanfaatkan kelebihan dari
setiap anggota tim
Mengembangkan setiap anggota tim
Leadership Page 21
BAB IV – ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN
4.1. Identifikasi Gaya Kepemimpinan Jenderal Sudirman
Beliau merupakan tipe pemimpin yang kharismatik, yang dilahirkan dengan bakat
kepemimpinan. Dari sudut pandang Hersey-Blanchard yang mengedepankan situational
leadership, Jenderal Sudirman mampu menempatkan dirinya sebagai pemimpin yang dapat
beradaptasi dengan kondisi di lapangan yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kompetensi dari bawahannya. Sebagai contoh ketika menjadi kepala sekolah HIS
Muhammadiyah, beliau menjalankan fungsi sebagai pemimpin yang supporting. Hal ini
diindikasikan dengan proses pengambilan keputusan selalu dimusyawarahkan dahulu
dengan para dewan guru dan rekan kerjanya. Sedangkan ketika menjabat sebagai Panglima
Besar TNI, beliau menjalankan fungsi sebagai pemimpin yang delegating. Hal ini ditunjukkan
dengan kepercayaan beliau memberikan komando kepada Letnan Kolonel Isdiman untuk
melawan gabungan tentara Sekutu dan Belanda.
Sebagaimana dijelaskan oleh teori Adair mengenai action-centered leadership, gaya
kepemimpinan Jenderal Sudirman dapat juga dikategorikan sebagai action-centered leader,
beliau mampu mengelola dan me-manage ketiga unsur yang menjadi tantangan utama
seorang pemimpin yaitu task, team dan individual. Dari sisi task (tugas) Jenderal Sudirman
mampu mendefinisikan tugas yang diembannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
anak buahnya sebagaimana beliau menjabarkan strategi perang ketika memimpin
pertempuran di Ambarawa. Beliau juga mampu menjaga kesatuan dari TNI pada masa-masa
sulit sehingga TNI tidak terpecah belah dalam melawan Belanda yang tersebar di seluruh
Indonesia. Hal tersebut menunjukkan kemampuan Sudirman dalam menjawab tantangan
yang kerap timbul dari unsur team. Sedangkan dari sisi unsur individual, beliau mampu
mengembangkan peran dari setiap anak buahnya seperti memberikan kepercayaan kepada
Letnan Kolonel Isdiman untuk memimpin pasukan dalam menghadapi pasukan Sekutu dan
Belanda di Ambarawa.
Leadership Page 22
4.2. Evaluasi Efektifitas Kepemimpinan Jenderal Sudirman
Efektifitas kepemimpinan beliau dalam memimpin dapat ditinjau dari sudut pandang teori
Situational Leaderhip Model - Hersey and Blanchard. Dalam teori tersebut tingkat efektifitas
dilihat dari kemampuan beliau dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya terhadap
kemampuan maupun kompetensi anak buah yang dipimpinnya. Tingkat kemampuan
adaptasi yang tinggi menunjukkan bahwa Jenderal Sudirman adalah seorang pemimpin yang
efektif. Dimata anak buah dan masyarakat, beliau merupakan:
1. Pemimpin yang sederhana
Kesederhanaan yang polos memancar dari jiwa beliau, kesederhanaan yang tidak
dibuat-buat baik dalam gaya hidup maupun sikap dan perilaku. Kesederhanaan beliau
mampu membangkitkan kepercayaan seluruh anak buahnya bila mereka dipimpin
oleh jenderal yang jujur dan memiliki solidaritas terhadap nasib semuanya serta tidak
mencari kepentingan diri sendiri.
2. Pemimpin dengan semangat nasionalisme yang tinggi
Semangat ini merupakan penghayatan suara hati nurani, kepekaan jiwa terhadap
nasib rakyat Indonesia yang sekian lama menjadi rakyat jajahan. Pengamatan yang
cermat dan tepat dalam memahami situasi pada waktu itu melahirkan semangat
nasionalisme kebangsaan. Hal ini menunjukkan bahwa beliau adalah pemimpin yang
sangat cerdas dan bijaksana.
3. Pemimpin yang demokratis
Sudirman memiliki kepekaan nurani, yang tumbuh dari suatu lingkungan masyarakat
dalam suasana kerakyatan, kegotongroyongan, kebersamaan, dan kuatnya solidaritas
kehidupan. Memahami manfaat keakraban hubungan dengan rakyat, selalu tampil
dengan figur yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya arti kebersamaan dalam
suatu perjuangan yang kekuatannya dilandasi oleh keberhasilan dalam menggalang
kekuatan rakyat.
Leadership Page 23
4. Pemimpin dengan pendirian yang Teguh.
19 Desember 1948 ketika Belanda menyerang Yogyakarta secara mendadak, para
pemimpin RI memutuskan untuk tetap tinggal di Yogya dengan konsekwensi ditawan
Belanda. Tetapi Sudirman memutuskan tetap bersama prajurit dan rakyat melanjutkan
perjuangan melalui perang gerilya meskipun kondisi badannya lemah karena hanya
satu paru-parunya yang berfungsi. Pendirian yang teguh ini ditopang oleh nilai-nilai
keagamaan dan demokrasi yang kuat. Nilai keagamaan berkeyakinan bahwa
kebenaran tidak akan pernah kalah, dan berjuang untuk tanah air adalah kebenaran.
Sementara nilai demokrasi berkeyakinan bahwa rakyat adalah sumber kekuatan yang
tidak akan pernah habis. Sebagai seorang guru sejati, Sudirman berhasil menanamkan
keyakinan-keyakinan tersebut dengan sabar dan konsisten yang dilandasi ketulusan
hati kepada seluruh anak buahnya. Hal ini menjadikan Sudirman sebagai salah satu
contoh terbaik seorang pemimpin yang menjalankan prinsip satunya kata dengan
perbuatan
Pada saat menjabat sebagai kepala sekolah HIS Muhammadiyah, beliau menerapkan gaya
kepemimpinan supporting. Gaya ini timbul karena bawahannya adalah guru-guru yang
memiliki kompetensi dan kemampuan yang cukup baik sehingga dapat dijadikan sebagai
rekan diskusi dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan pada saat menjabat sebagai
ketua HW beliau memiliki gaya kepemimpinan coaching. Hal ini disebabkan karena sebagai
ketua HW beliau berfungsi sebagai pembina dan tauladan bagi para anggota HW. Sedangkan
pada saat menjabat sebagai Panglima Besar TNI, Sudirman banyak menerapkan gaya
kepemimpinan delegating kepada para komandan pasukan TNI. Sedangkan kepada para
anak buahnya langsung yang mengikutinya pada saat perang gerilya beliau menunjukkan
gaya kepemimpinan directing.
Leadership Page 24
4.3. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Gaya Kepemimpinan Jenderal Sudirman
Analisa terhadap kekuatan dan kelemahan gaya kepemimpinan Jenderal Sudirman disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
Kekuatan Kelemahan Gaya kepemimpinan yang situasional
membuatnya dihormati dan dicintai
oleh segenap anak buahnya sehingga
menjadikannya seorang pemimpin
yang kharismatik.
Kemampuannya mempersatukan tim
dapat mempermudah pencapaian
tujuan/sasaran organisasi.
Kemampuannya mendefinisikan
strategi maupun keputusan kepada
bawahannya secara jelas dan lugas
akan mempermudah pencapaian
tujuan/sasaran organisasi.
Perhatian yang ditunjukkan kepada
anak buah akan meningkatkan
loyalitas para bawahan dan anak
buahnya.
Gaya kepemimpinan yang situasional
bagi anak buah yang belum mengenal
profil Sudirman akan memberikan
kesan pemimpin yang kurang tegas.
Perhatian yang berlebihan kepada
anak buahnya dapat menimbulkan
kesan seorang pemimpin yang kurang
tegas.
Potensi penyalahgunaan kepercayaan
oleh anak buahnya.
Leadership Page 25
BAB V – PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA TOKOH DAN PENULIS
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, sangat sulit untuk membandingkan gaya
kepemimpinan antara Jenderal Sudirman dengan diri penulis. Jenderal Sudirman adalah
seorang sosok pejuang yang tanpa pamrih. Kehidupan Jenderal Sudirman yang sangat identik
dengan kesederhanaan dan loyalitas merupakan suatu hal yang langka ditemukan di
Indonesia pada saat ini. Meskipun demikian penulis akan mencoba untuk menyajikan
persamaan dan perbedaan gaya kepemimpinan penulis dengan Jenderal Sudirman, sebagai
berikut:
Persamaan:
1. Mengutamakan menjaga kepercayaan dengan menunjukkan kekonsistenan
perkataan dan sikap.
2. Sifat ketidak angkuhan. Dapat mudah bergaul dan menunjukkan kesederhanaan
dengan golongan manapun.
3. Adanya sikap percaya diri dan optimisme bahwa apapun tidak ada yang mustahil
selama diyakini bisa dan dilakukan.
4. Humoris.
5. Selalu tersentuh ingin membantu ketika orang mempunyai permasalahan. Adanya
keinginan membangkitkan semangat orang.
6. Mampu menempatkan diri sesuai dengan kemampuan dan kompetensi anak
buahnya.
Perbedaan yang menjadi pertimbangan oleh Penulis:
1. Membiasakan pengambilan keputusan melalui diskusi dari seluruh anggota tim
2. Melatih lebih banyak mendengar daripada berbicara.
3. Melatih diri untuk cenderung mengutamakan pencapaian sasaran serta
mengesampingkan hubungan dengan anggota tim.
Leadership Page 26
BAB VI – KESIMPULAN
Setelah mempelajari kehidupan dan gaya kepemimpinan Jenderal Sudirman, maka penulis menyimpulkan beliau adalah seorang yang berprinsip, mencintai rakyat, bijak dan teguh.
1. Berprinsip
Prinsip yang mencerminkan sikap jujur, adil, dan dapat dipercaya tersebut beliau
pegang teguh dalam setiap tindakan yang beliau ambil.
2. Mencintai Rakyat
Kecintaan Jenderal Sudirman pada Rakyat telah terbentuk jauh sebelum beliau
menjadi pemimpin bangsa. Dengan pengetahuan, tenaga, kemampuan yang dimiliki,
Sudirman muda yang waktu itu sudah menjadi tokoh masyarakat setempat berupaya
membantu rakyat tidak hanya dalam bidang pendidikan (mengajar di sekolah rakyat),
tapi juga dalam hal kepemimpinan (melalui organisasi pandu yang beliau pimpin),
dan ekonomi (melalui kegiatan koperasi yang beliau rintis). Kecintaan pada rakyat
terus berlanjut ketika beliau memasuki masa dinas ketentaraan
3. Bijak
Jenderal Sudirman dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijak, baik dalam berkata-
kata maupun dalam bertindak. Ketika Presiden Soekarno memerintahkan Jenderal
Soedirman dan Pasukan untuk "mundur", beliau tidak langsung protes. Dengan
saksama Jenderal Sudirman memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perintah
tersebut tanpa mematahkan semangat anak buah yang mungkin saja merasa harga
diri mereka terinjak-injak karena harus mundur.
4. Teguh
Keteguhan ini juga diperlihatkan beliau pada masa bergerilya. Walaupun kondisi fisik
lemah, Jenderal Sudirman tetap teguh mendampingi pasukannya di lapangan untuk
menyusun kekuatan mengusir musuh.
Selain itu menurut penulis, Jenderal Sudirman merupakan seorang situational leader,
dimana beliau mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kondisi masyarakat
jaman penjajahan saat itu.
Leadership 27
DAFTAR PUSTAKA
DuBrin, AJ. 2013. Principles of Leadership 7th Edition. South-Western, Cengage Learning.
2013, November 17. Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir. Majalah Tempo.
Kepustakaan Populer Gramedia.
Adair, J. 1973. Action-Centered Leadership. New York: McGraw-Hill.
Jenderal Sudirman. < http://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman>
Panglima dan Jenderal Besar Pertama RI.
<http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/289-panglima-dan-
jenderal-besar-pertama-ri>
8 Mahzab Teori Leadership. <http://dhorisin.blogspot.com/2014/05/8-mazhab-teori-
leadership.html>
Leadership Page 28