Layout Finalacngvg

152

description

hbh

Transcript of Layout Finalacngvg

Page 1: Layout Finalacngvg
Page 2: Layout Finalacngvg

Aku, Ibu, Paman, dan Ali : Asslamualaikum . . . saudara-saudaraku : Walaikumsalam, wah orang siantar sudah sampai ternyata! Tanteku : Apa kabar kak? Ibu : Alhamdullilah sehat, kau sendiri dek? Tanteku : Alhamdullilah sehat juga kak. Kau apa kabar zar? Aku : Alhamdullilah sehat Bou( tutur sapa adat batak untuk adik ayah) Tanteku : Sudah siap belum jadi orang bogor? Jangan kau samakan ya . . .Bogor seperti di Siantar. Aku : Insyallah Bou . . .( jawab ku tersenyum).

Pertanyaan dan pernyataan yang baru saja di-layangkan kepadaku sebenarnya membuatku sedikit bingung dan bertanya dalam hati, “sudah siap belum jadi orang bogor?, jangan kau samakan ya . . . Bogor seperti di Siantar”. Dalam benakku bertanya,”Apa yang perlu dipersiapkan? Dan apa bedanya Bogor dengan Siantar?”. Aku bertanya terus dalam hati akan pertanyaan itu, tetapi tidak ku menemukan jawabanya. Aku ingin bertanya ke-pada Tanteku, tetapi tidak ada keberanian di dalam diriku untuk melontarkan pertanyaan yang membuat ku bingung. Karena tidak adanya keberanian, aku pun berpikir nantinya akan kutemukan jaw-aban itu.

Setelah obrolan panjang di ruang tamu, tan-teku pun mengajak kami munuju ruang makan untuk menyan-tap hidangan yang sudah dipersiapakan oleh tanteku. Dan kami pun langsung bergerak menuju ruang makan. Selesai makan, obrolan pun berlanjut sampai pada akhirnya mata kami tera-

Langkah Kehidupanby : Adfizar Z Siregar

Hal yang paling mudah kita lakukan di dunia ini adalah melangkah, dan setiap langkah pastinya ada titik nol untuk memu-lainya. Ketika kita memulai langkah itu dengan baik maka akan mendapatkan hasil yang baik, begitu pula dengan sebaliknya.

Seperti langkah yang ku lakukan saat ini. Pergi jauh dari rumah merantau ke kota orang dengan niat dan tekad yang kuat untuk menuntut ilmu, menemukan jati diri, dan menemukan ke-hidupan yang sebenarnya. Siapa yang tahu kalau aku akan merantau ke kota Bogor untuk menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi yang terkenal dan terfavorit di Indonesia. Institut Pertanian Bogor tempat ku sekarang berjuang untuk menuntut ilmu. Lebih tepatnya aku di takdirkan untuk menuntut ilmu di Direktorat Program Diplo-ma Institut Pertanian Bogor.Teringat saat pertama aku memijakan kaki di Kota Bogor. Memoriku tidak akan lupa pada momen seperti itu. Tanggal 14 Juli 2009 pukul 20.25 wib, pertama kali aku memi-jakan kaki di kota Bogor, lebih tepatnya di Terminal Baranang Siang. Bersama dengan Ibu yang menemaniku, akhirnya kami sampai di kota yang mengklaim sebagai Kota Beriman. Saat per-tama memijakan kaki, kulihat kota ini penuh dengan warna-warna

4 1

bLangkah Kehidupan d

Page 3: Layout Finalacngvg

dan ibu langsung menyapanya. Sambil memasukkan barang ke dalam bagasi mobil, obrolan diantara kami pun tetap berjalan. Ibu : Eh, ternyata ada Ali, kenapa tidak turun dari mobil?

Ali pun langsung turun untuk menyapa dan mencium tangan kami. Ali : Ali tidak turun karena disuruh papa untuk tetap di mobil saja Nangtulang( tutur sapa dalam adat batak untuk kakak ipar Ibu) Aku : Sudah kelas berapa sekarang Li? Ali : Kelas satu SMP bang. Aku : Wah, sudah semakin besar saja kau. Tinggi badanmu pun sudah mengimbangi abang. Ali : Ya begitu lah bang (jawab Ali dengan tersenyum)

Setelah semua barang-barang kami dimasukkan ke dalam bagasi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Paman. Dalam perjalanan aku lebih banyak melihat keluar. Kupandangi jalanan, banyak pohon yang berdiri tinggi dan kokoh dengan lampu-lampu yang indah di pinggir jalan. Teringat perkataan teman-teman dan saudaraku di kampung halaman. Mereka berkata “Bogor adalah kota yang sejuk dan nyaman, tidak jauh berbeda dengan kota kita”. Rasa senang menghampiriku setelah melihat sekeliling kota bogor di malam hari, yang terbenak dalam pikiranku akan menjadi tempat yang indah untuk menuntut ilmu seperti di kampung halaman. Sam-pailah kami di rumah Pamanku, aku pun langsung menyapa seluruh saudaraku.

lampu yang indah di malam hari, penuh dengan keramaian, dan juga sebuah mall yang besar yang berdiri kokoh di dekat terminal. Di sana ternyata pamanku yang bernama erwin sudah menunggu ke-hadiran kami. Begitu melihatnya langsung saja aku menyapa dan mencium tanganya.

Pamanku : Assalamualaikum . . .

Ibu dan Aku : Walaikumsalam . . .

Pamanku : Alhamdulillah sampai juga!!! Gimana perjala-nanya kak?

Ibu : Cukup melelahkan juga win!

Pamanku : Wah, Fizar sudah semakin besar saja. Bagaiman kabar mu zar?

Aku : Alhamdulillah sehat Amangboru(tutur sapa dalam adat batak untuk adik ipar Ayah). Amangboru sendiri saja?

Pamanku : Nggak koq, tuh ada Ali di mobil.

Pamanku : Sini kak, biar saya angkat barang-barangnya. Mobil kita ada di sana kak, di dekat pos satpam.

Ibu : Oh, makasih Win . . .

Bersama-sama Kami berjalan menuju mo-bil yang diarahkan oleh pamanku. Begitu sampai di mobil, kami melihat Ali anak dari pamanku dan secara spontan aku

2 3

bLangkah Kehidupan d bLangkah Kehidupan d

Page 4: Layout Finalacngvg

sa berat yang menandakan sudah waktunya untuk beristirahat.

***

Perkuliahan pun dimulai. Aku memasuki ruangan dan orang-orang yang tidak kukenal. Saat-saat pertama aku hanya me-lihat dan memperhatikan. Aku melihat wajah-wajah baru, perilaku dan kepribadian baru, mendengar bahasa-bahasa baru, dan Life Style yang berbeda dengan kampung halamanku. Seiring dengan waktu aku pun mulai menyesuaikan dengan kehidupan di kampus dan di kota ini. Aku mulai bisa menerima perilaku dan kepribadian baru, mulai bisa berkomunikasi dengan bahasa-bahasa baru, dan bisa menyesuaikan diri dengan Life Style yang ada di sini. Karena aku berpikir dimana kita memijakan kaki, kita harus bisa menye-suaikan diri dengan lingkungan itu. Asalkan masih sesuai dengan koridor keyakinan kita.

Saat ini aku tinggal di sebuah asrama IPB. Asrama yang cukup minimalis sehingga penghuninya pun, minim juga akan kuantitas. Asrama yang kelihatan tua, yang mungkin umurnya lebih tua dari Orang tua ku ataupun nenekku. Asrama ini bernama Felicia. Aku juga mencari kegiatan di luar aktivitas kampus. Or-ganisasi yang menjadi target utamaku. Karena aku yakin dengan berorganisasi kita dituntut menjadi orang yang peka terhadap lingkungan. Sehingga menuntut kita harus berhubungan dengan linkungan di sekitar kita. Banyak kegiatan yang dilakukan seperti mengadakan event-event kemahasiswaan, diskusi, dan melakukan

8 5

babak semifinal, babak final yang mustahil untuk dicapai.

Di tahun yang berbeda, masih dengan hasil yang sama. Gue merasa selama 2 tahun di sekolah menengah pertama ini selalu mengikuti berbagai turnamen basket. Hasilnya masih sama, seperti tahun-tahun lalu. Tidak ada hasil yang memuaskan, yang bias mem-banggakan diri sendiri, tim basket, pelatih, guru-guru, teman-teman, orang tua dan nama sekolah. Rasa sedih, kesal, dan kecewa terus berdatangan setiap harinya, seakan ingin mengulang pertandingan yang kemarin.

***

“Hey, lo kalah lagi bukan kemaren? Gimana ini tim bas-ket? ga ada kemajuan yaa..” kata Fero sambil menggeleng-geleng kepalanya dengan ledakan sinisnya.

“Iya..tim gue kalah lagi kemaren” jawab gue biasa.

“Udah dua kali lo ketemu tim yang sama dan gue perhatiin kemaren anggotanya juga sama aja, tapi segitu doang kemampuan anak non-akademik yaa? hahaha” sambil tertawa besar dengan su-ara yang sengaja diperkeras. Ia pun berjalan angkuh bersama teman-teman ganknya.

Fero terkenal sombong di sekolah. Ia memang pintar, tapi memiliki rasa iri hati yang tinggi dan suka meremehkan orang lain. Fero mulai tidak suka dengan siswa non-akademik tepatnya cabang basket karena di setiap pertandingan walaupun kalah tetapi memi-liki pendukung yang banyak. Banyak yang berdatangan memberi

bLangkah Kehidupan dbFight To Be The Best d

Page 5: Layout Finalacngvg

kegiatan sosial ke masyarakat. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut aku menyadari perbedaan yang dikatakan ole tanteku. Kita tidak bisa menjadi orang yang berpikir secara logika dan rasional saja ataupun berpikir hanya menggunakan perasaan saja. Kita harus dapat menjadi manusia yang menggunakan fungsi otak sepenuhnya yaitu menggabungkan antara otak kanan dan otak kiri.

Sehingga menyadarkan ku tentang hal kepedulian, ke-percayaan, saling menolong, manajemen waktu,manajemen energi,loyalitas,displin, dan banyak hal yang aku temukan. Dan kalau dikerucutkan semua itu berhubungan dengan Iman,Ilmu, dan Amal. Aku terdidik menjadi orang yang tidak hanya me-mikirkan diri sendiri(egoisentrisme). Ku terdidik menjadi orang berfikir Rasional,Empiris,dan Logis. Ku terdidik men-jadi orang yang dapat menajemen semangat. Ku terdidik men-jadi orang yang yang selalu siap. Ku terdidik menjadi orang ti-dak pernah takut, karena yang harus kita takuti hanyalah Tuhan. Semua hal itu tidak aku dapatkan di kampus. Dan bagiku ilmu yang didapat di kampus hanyalah sebagian kecil. Ilmu sangatlah kom-pleks seperti manusia. Ilmu itu hidup dan berkembang seperti manusia. “Janganlah menjadi orang yang Pintar atau Jenius akan otak, Tetapi jadilah orang yang pintar akan kehidupan.”

7

Fight To Be The Bestby : Adolvina Rensi Kawatu

“priiit priiiiiiit priiiiiiiit...”

Wasit meniup peluit yang menandakan pertandingan bas-ket putri telah selesai. Para pemain saling bersalaman satu sama lain. Terlihat jelas dua ekspresi yang berbeda antara dua tim per-wakilan sekolah, yang memang sudah sering bertemu di beberapa pertandingan sebelumnya. Wajah bahagia, riang dan gembira diper-lihatkan oleh tim basket perwakilan SMPN 1. Di satu sisi ekspresi kesedihan, kecewa dan kesal terlihat dari tim basket perwakilan bas-ket SMP Mardi Yuana.

“Selamat yaa, lolos lagi..” kata gue kepada Thisa yang merupakan Kapten tim basket SMPN1.

Thisa membalas dengan senyum licik dan jabatan tangan-nya masih seperti dulu, waktu pertama kali bertemu dan menjadi lawan tanding.

Hari itu merupakan pertandingan babak perdelapan final,tim yang menang maka akan berlanjut ke babak semifinal, ke-mudian babak final. Seperti kutukan, kejadian seperti ini terulang lagi pada SMP Mardi Yuana mereka tidak pernah lolos masuk ke

6

bLangkah Kehidupan d

Page 6: Layout Finalacngvg

pai empat kali dalam seminggu. Fero sesekali melihat latihan tim basket putri, karena ruangan tempatnya belajar untuk lomba tidak jauh dari lapangan basket. Dia melihat kerja sama tim yang bagus, keuletan dan sikap pantang menyerah dari tim basket putri. Paling penting adalah mereka berlatih dengan hati yang riang dan tanpa ada beban. Fero menyadari bahwa dirinya terlalu egois, sering kasar dan selalu meremehkan orang lain.

***

Sampai akhirnya waktu sudah dua bulan yang menanda-kan turnamen QUAS CUP akan dimulai. Begitu juga dengan lomba KIR untuk siswa akademik. Tim sekolah masih tidak peduli dengan turnamen yang akan dijalani oleh tim basket. Kami pun mengalami kendala dengan biaya pendaftaran dan izin dari sekolah. Saat itu Fero tiba-tiba datang dan membantu menjelaskan kepada kepala sekolah. Kami terkejut dan kaget, tetapi akhirnya Bapak Kepala Sekolah memberi izin. Sehingga surat izin dari sekolah bisa diberi-kan untuk kami agar dapat mengikuti turnamen basket tersebut. Se-jak saat itu, gue dan tim basket berbaikan dengan Fero.

***

Turnamen QUAS CUP sudah berjalan dan memasuki ba-bak perdelapan final. Hari itu kami tim basket putri melawan tim SMPN 1. Kekalahan pertandingan kemarin masih teringat dibenak tim basket putri. Gue mencoba memberi semangat dan keyakinan yang kuat supaya sekolah kami bias menang untuk saat ini. Ka Edho pun sebagai pelatih, memberi support pada kami untuk bermain ba-gus dan tanpa beban.

semangat, tepuk tangan, yel-yel dan lain-lain. Jika Dibandingkan dengan ia dan anggota timnya yang selalu menang tetapi hanya dili-hat oleh guru-guru saja. Hal itu membuat Fero kecewa dan malah menjadi benci dengan tim basket putri.

Selain masalah Fero yang tidak suka dengan tim basket, di sekolah ini tidak heran melihat para siswa, terutama antara siswa akademik dan non-akademik yang sehari-harinya tidak pernah akur. Ini bermula dari keberhasilan para siswa akademik yang mencapai prestasi juara 1 tingkat provinsi dan berhasil lolos untuk mengikuti lomba di tingkat nasional. Sedangkan melihat prestasi para siswa non akademik yang kurang berkembang, perhatian sekolah teruta-ma Bapak Kepala Sekolah, kurang memberikan dukungan dan sulit untuk memberi izin.

***

Dibawah terik matahari yang dapat membakar kulit. Siang itu, tim bakset putri berkumpul di pinggir lapangan basket, di bawah pohon yang cukup rindang, sehingga menutupi kami dari panasnya matahari.

“Besok ada rapat ya, buat evaluasi pertandingan kemarin dan arahan dari Ka Edho. Kita rapat di ruangan B-01 yaa..” kata gue sambil menunjuk ruangan tersebut.

Tiba-tiba Fero datang, ia langsung menatap tim basket pu-tri dengan tatapan sinis dan marah.

“Ada apa nih? Mau rapat dimana? Di ruangan B-01? Itu

12 9

bFight To Be The Best d bFight To Be The Best d

Page 7: Layout Finalacngvg

kami dan menuju ke ruangannya.

“Lo gimana sih? Bukannya bilang aja tadi si Fero bikin ribut di sini. Jelas-jelas kita ga berbuat apa-apa sama dia” ungkap Soraya dengan nada kesal.

“Udahlah buat apa juga diperpanjang, Fero itu kan anak kesayangan Bapak Kepala Sekolah, jadi percuma juga kalau dijela-sin.” Jelas gue pada soraya. Lalu kami pun pergi menuju gerbang keluar sekolah.

***

Esok harinya, Fero dan anggota tim akademiknya tidak jadi memakai ruangan tersebut. Akhirnya, kami anggota tim basket putri dapat berkumpul di ruangan B-01, di depan ruangan tersebut Ka Edho sudah menunggu. Disitu Ka Edho memberikan arahan dan masukan serta evaluasi hasil pertandingan kemarin. Ka Edho juga memberi kami kabar bahwa ada turnamen basket yang akan diadakan dua bulan ke depan yaitu QUAS CUP. Turnamen tersebut merupakan pertandingan basket tingkat provinsi. Mendengar hal itu kami sangat senang karena masih ada pertandingan, selain turna-men kemarin yang hasilnya kurang memuaskan. Dua bulan kede-pan tim akademik KIR juga akan bertanding untuk merebut tempat di tingkat nasional.

Baik tim akademik maupun non-akademik saling berlatih untuk merebut hasil yang terbaik. Setiap harinya tim KIR(Karya Ilmiah Remaja) latihan soal-soal dengan guru dan saling berdiskusi satu sama lain. Begitu pun dengan tim basket latihan rutin tiga sam-

ruangan mau dipake buat rapat juga sama anak MIPA, untuk lom-ba dua bulan ke depan.” Kata Fero tegas dengan suara yang keras, membuat orang yang ada di sekitar melihat ke arah kami. Dari ke-jauhan terlihat kepala sekolah menghampiri kami yang berdiri di pinggir lapangan basket.

“Selamat siang pak!” kami semua memberi salam kepada Bapak Kepala Sekolah. Karena di pinggir lapangan mulai terjadi keributan, Fero yang merasa kesal mendorong salah seorang ang-gota tim basket yaitu Reva sehingga karena rasa kesalnya. Fero mendorong Reva ia terjatuh. Setelah itu Fero pergi tanpa meghi-raukan Reva.

“Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut begini?” Tanya Bapak Kepala Sekolah dengan nada tinggi. Suaranya membuat kami dan melihat satu sama lain. Sementara itu gue menarik tangan Reva, membantunya berdiri kembali.

“Ga ada apa-apa pak, cuma terjadi salah paham kecil..” jawab gue.

“Kalian tidak berbuat keributan?” Tanya Bapak Kepala Sekolah sekali lagi untuk meyakinkan.

“Benar pak, tidak ada keributan, hanya salah paham kecil saja..” jawab gue meyakinkan.

“Ya sudah kalau begitu, kalian pulanglah ini sudah jam pu-lang sekolah.”

Kemudian Bapak Kepala Sekolah pergi meninggalkan

10 11

bFight To Be The Best d bFight To Be The Best d

Page 8: Layout Finalacngvg

itu si Utie sahabat SMA aku dulu ya?”. Ucap ku didalam hati.

Dengan penasaran aku tak henti memandang orang itu dari sudut bawah sampai sudut atas, dan setelah aku memperhatikan penampilannya, tidak ada perubahan penampilannya saat ini den-gan dahulu. Dia memakai celana jeans, sepatu skate, kaos oblong berwarna hijau dan rambut dikuncir dengan gaya cewek tomboy, namun dalam hati pun aku masih ragu dia temanku atau bukan. Na-mun saat aku melihat tangannya, aku mulai yakin kalau dia adalah sahabatku waktu SMA, karena ditangannya aku melihat sebuah gelang yang tak bisa mengelakkan kalau itu adalah gelang pembe-rianku waktu itu sebagai tanda sahabat setia. Gelang itu sama den-gan gelang yang aku kenakan dulu, karena aku membeli gelang itu bersamanya, namun gelang yang aku kenakan sudah hilang saat aku mengalami kecelakaan motor. Aku sangat kagum karena dia masih memakai gelang pemberianku saat itu dan aku merasa dia masih mengingatku walaupun sudah lama tak pernah bertemu.

Dia adalah Paramita Putri Negari yang akrab dipanggil Utie, tidak tahu kenapa dipanggil Utie, karena saat pertama bertemu dia memperkenalkan dirinya dengan nama itu. Dia adalah sahabat karibku semasa masih duduk di bangku SMA, walaupun hanya satu tahun. Dia adalah seorang gadis tomboy, supel dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenal.

Hari itu adalah hari pertamaku sekolah di SMA, kesan yang bisa dikatakan tidak semuanya buruk. Seperti kebiasaanku datang terlambat sewaktu SMP dan mungkin karena sudah menjadi kebiasaan, maka saat pertama kali masuk SMA pun aku telat.

Babak perdelapan final dimulai kedua sekolah bermain dengan bagus skor pun saling menyusul, pada menit terakhir skornya adalah 20-20. Skor tersebut menjadi 22-20, soraya melaku-kan shot dari samping ring basket dan masuk. Kami semua lon-cat kegirangan karena berhasil memenangkan pertandingan men-galahkan SMPN 1. Tetapi perjalanan masih panjang karena belum mencapai babak final. Satu persatu lawan, kami kalahkan sehingga lolos ke babak final. Kami tidak percaya dengan hasil yang dicapai sampai sejauh ini. Perkembangan permainan semakin tertata den-gan baik dan kerja sama tim yang saling melengkapi satu sama lain.

Babak final pun tiba, penonton dari sekolah kami terus ber-datangan dan memenuhi arena gedung olahraga. Guru-guru yang tidak pernah hadir, terlihat duduk di barisan depan bahkan kepala sekolah mendampingi kami di pinggir lapangan dan memberikan arahan supaya tidak tegang. Fero dan timnya setelah memenangkan lomba KIR juga ada di barisan belakang memberi dukungan. Gue dan tim basket yang melihatnya sangat gembira dan berusaha mem-berikan yang terbaik untuk mereka.

Hasil yang tidak disangka-sangka ternyata sekolah kami menang dan memperoleh juara pertama. Isak tangis mewarnai sua-sana hari itu, tim basket saling berpelukan dan membentuk ling-karan di tengah lapangan untuk berdoa bersama. Sejak hari itu,kami

1316

bFight To Be The Best db1 Jam 30 Menit d

Page 9: Layout Finalacngvg

1 Janji 30 Menitby : Alam Listyadi

Ceess brekk... ceess brekk... suara khas dari pintu kereta api komuter jurusan Bogor – Jakarta yang ditutup, hal itu pertanda bahwa kereta siap melaju dan perjalananku ke jakarta segera dimu-lai. Seperti keadaan biasa dan sudah tidak heran lagi kondisi di-dalam kereta api penuh sesak dengan penumpang ditemani dengan beraneka macam aroma, berkolaborasi menjadi satu. Headset tak lupa aku kenakan untuk menghilangkan kejenuhan, karena saat itu aku sendirian dalam perjalanan.

Tidak ada hal yang menarik selama perjalanan, yang ada hanya suara berisik dari orang-orang. Entah sedang membicarakan hal apa, karena aku tidak memperdulikan hal itu dan aku hanya menikmati suara musik dari headset yang menempel di kupingku. Setelah kereta sampai di Stasiun UI, ada sesuatu yang mengalihkan perhatianku, aku melihat seseorang yang tak asing di dalam memo-riku, namun aku ragu apakah itu orang yang pernah aku kenal atau tidak, karena memang sudah sekitar empat tahunan tidak pernah bertemu.

Selama perjalanan, pandanganku tidak berpaling dari orang itu, didalam hati pun aku berbisik sendiri dan berkata, “Apa

14 15

Page 10: Layout Finalacngvg

gerimis, namun para penonton masih antusias dalam menyaksikan aksi kami. Tidak terasa waktu menunjukkan jam 11 malam, dan kami sudah selesai mengisi acara, kemudian si Rizal tiba-tiba pami-tan untuk pulang duluan dengan alasan ada acara. Melihat Utie yang terlihat kelelahan, aku pun mengajak dia untuk pulang dan mengan-tarnya pulang.

Diperjalanan tiba-tiba Utie bilang, “Eh, berhenti dulu Lam, lihat gelang itu dulu yuk?”, mengikuti ajakan dia aku pun membe-lokkan motor menuju tempat orang yang sedang menjual aksesoris gelang. Kami melihat-lihat gelang, ulak-ulik sana-sini sampai ke-lihatannya yang jual itu mulai bosan melihat kami hanya melihat-lihat gelang tersebut tanpa ada inisiatif untuk membeli.

Dengan rasa kesal dan dengan sentilan bercanda Utie yang mulai membuat ulah dengan mengatakan kepada yang jual, “semua gelang ini harganya berapa mas? Mau beli semua nih!!”, sambil ketawa kecil aku langsung mengambil dua gelang.

“Yang ini aja mas, berapa dua gelang ini?”, tanyaku. Setelah membeli gelang tersebut, kemudian aku memberikan satu buat Utie sebagai tanda persahabatan yang sejati.

Hari-hari aku lalui dengan canda tawa bersama Utie dan temen-temen yang lain, pada suatu saat aku melihat ada yang aneh dengan Utie. Dia terlihat berbeda dengan biasanya, dia terlihat diam di kelas, aku tanya dia, namun dia masih terdiam. Suasana terkesan hening, dan ketika bel istrahat berbunyi kemudian Utie menarik tan-ganku dan mengajakku ke taman sekolah. Dengan rasa heran aku mengikuti aja, dan sesampai di taman sekolah tiba-tiba Utie menan-

Saat itu motor yang kukendarai melaju dengan kencang, karena jarum speedometer menunjukkan angka 95Km/h, namun ke-tika aku melirik ke jam tanganku, jarum jam panjang sudah menun-jukkan angka sepuluh dan jarum jam pendek menunjukkan angka tujuh, aku sudah yakin akan terlambat. Sesampainya di sekolah dengan segera aku memakirkan motor kemudian aku berlari dengan kencang. Namun sesudah masuk gerbang sekolah aku terlihat sep-erti orang bego, karena aku tidak tahu dimana kelas yang akan aku tempati. Aku mondar-mandir kesana-kemari mencari kelas yang di atas pintunya terdapat tulisan X-4. Saat berkeliling mencari kelas, aku bertemu dengan gadis yang juga baru datang namun terlihat santai walaupun sudah telat. Kemudian akupun bertanya kepadanya.

“Tau kelas X-4 ga?”. Tanyaku kepada gadis tersebut.

Kemudian dia bertanya balik dengan mengatakan.

“Kamu kelas X-4? Yasudah ayo kita cari bareng-bareng.. hahaha”, Jawab gadis tersebut.

“Ini anak sudah gila apa ya? Sudah tau baru masuk perta-ma dan telat pula, tapi masih bisa santai dan ketawa”. Aku berbisik di dalam hati.

Kemudian kami pun mencari kelas bersama, setelah menemukannya,langsung saja kami mengetuk pintu karena di dalam sudah ada seorang guru yang sedang memperkenalkan diri. Dengan rasa agak takut aku meminta izin untuk masuk kelas.

“Permisi, Bu”. Ucapku kepada guru.

20 17

b1 Jam 30 Menit d b1 Jam 30 Menit d

Page 11: Layout Finalacngvg

tiba-tiba terdengar suara “kruuuukkk kruuukkk”, suara demo dari perutku muncul karena waktu berangkat aku belum sarapan.

Dengan suara kencang tiba-tiba utie tertawa, “Hahahaha, ke kantin yuk? Kasian tuh perut kamu pagi-pagi sudah demo aja”, dengan ketawa pelan aku menuruti ajakannya untuk ke kantin.

Hari itu adalah hari pertamaku mengenal sosok utie yang menurutku dia itu orangnya periang, cuek, slow dan terkesan ber-beda dengan gadis-gadis lain yang lebih suka menjaga image. Pada suatu obrolan tak sengaja kami membicarakan tentang musik, Utie bercerita kalau dia hobi main drum dan dengan perasaan senang aku mengajak dia untuk mendirikan sebuah band, kemudian aku dan Utie mencari satu personil lagi untuk menjadi seorang basis, setelah berpikir panjang kami mengajak Rizal untuk gabung dan berdirilah sebuah band yang kami namakan OXIT, yaitu singkatan dari Out-sider X IT. Outsider memiliki arti bahwa kami sama-sama pengge-mar SID atau Superman Is Dead, X itu artinya kami sedang duduk di kelas X, dan IT karena kami sama-sama suka otak-atik komputer.

Suatu saat ada acara band dari Gudang Garam, dan dengan tidak di sangka guru kesenian kami mengajukan kami untuk tampil dalam acara tersebut karena guru kesenian kami adalah salah satu panitia dalam acara tersebut. Berawal dari keisengan dan tak pernah terpikirkan sebelumnya guru kesenian kami mempercayai kami un-tuk mengisi acara tersebut. Hari itu adalah hari pertama kami mang-gung, dengan percaya diri kami tampil di muka umum dan mulai memperkenalkan band kami kepada khalayak umum, dan lebih senangnya acara tersebut berjalan dengan lancar meskipun ditemani

Kemudian guru itu menjawab.

“Kenapa kalian telat ? Ini baru pertama masuk sekolah, kan?”. Tandas guru dengan nada yang tegas.

Dengan rasa gugup aku menjawab.

“Hmm.. iya, Bu, maaf, tadi saya kebingungan mencari ke-las”. Dengan baik hati guru itu mempersilahkan kami masuk, dan mengizinkan kami untuk duduk di bangku yang tersisa. Dengan perasaan yang agak lega, aku dan gadis tersebut langsung duduk di bangku paling belakang karena yang masih kosong hanya itu.

Nafas masih terengah-engah dan keringat mulai membasa-hi tubuhku, dengan tenang aku mengikuti pelajaran pertama yaitu pelajaran Biologi. Saat sedang konsentrasi mendengarkan ceramah guru, tiba-tiba gadis yang tadi langsung menjulurkan tangan sambil berkata, “Utie”, dengan senyuman aku menjabat tangannya sekal-igus menyebutkan namaku. Suasana kelas terlihat tenang dan terli-hat serius mengikuti pejaran yang sedang dimulai, mungkin karena baru masuk pertama dan belum saling mengenal suasana kelas ter-lihat tenang.

Triiiiinngggggg.... bel tanda istirahat berbunyi, guru mulai meninggalkan kelas, namun aku masih terdiam di tempat duduk, bingung ingin berbuat apa dan ingin pergi kemana karena belum ada yang kenal dan belum tahu suasana sekolah. Dalam keadaan terdiam tiba-tiba utie memulai obrolan dengan memperkenalkan dirinya dan membicarakan hal-hal lain dengan susana akrab seakan kami sudah berteman sebelumnya. Ketika sedang asyik mengobrol

18 19

b1 Jam 30 Menit d b1 Jam 30 Menit d

Page 12: Layout Finalacngvg

gis lalu memelukku dengan erat sekali sampai aku terasa tidak bisa bernafas.

Kaget dengan apa yang dilakukannya, karena itu adalah pelukan pertama dan mungkin terakhir, dengan sikap yang agak bi-jaksana aku tanya dia, “Kamu kenapa, Utie? Ada masalah?”, Utie masih menangis dan tidak menjawab pertanyaanku, dengan nada yang tegas aku tanyakan kembali kepadanya.

“Hei, kenapa? Kaga seperti biasanya kamu.” Tanyaku.

Kemudian dia menjawab, “Besok aku harus pindah seko-lah dan mugkin ga akan berada disini lagi, karena Ayahku pindah kerja ke bekasi”.

Sedikit kaget mendengar berita tersebut namun dengan bijaksana aku bilang kepadanya, “hmm.. udah, ga usah sedih, kita pasti akan ketemu suatu saat nanti, janji! Pake aja gelang yang aku berikan untuk mengingat indahnya persahabatan kita”.

Keesokan harinya suasana terlihat berbeda, tidak ada so-sok yang selalu membuatku ceria. Bangku kosong di sampingku mungkin tidak ada yang mengisi lagi. Hanya bayangan tawa lepas-nya yang membuatku kadang tersenyum sendiri mengingatnya yang sekarang sudah tidak lagi bersama.

Setelah mengingat semua kejadian waktu SMA dan aku yakin benar kalau itu adalah sahabat aku dulu, kemudian aku meng-hampirinya dan menyapa,

“Hei, Utie bukan?” Tanyaku, lalu dia menjawab sambil

24 21

“Ah, biasa aja Fer. Aku juga ga bisa fisika”. Jawab Andi merendah sambil tersenyum.

Terlihat raut muka gembira andi di puji oleh fery.

“Beuh, merendah nih. Punya ilmu bagi–bagi donk”. Protes Fery.

“Beneran, Fer”. Jawab Andi meyakinkan.

“Tar hilang lho ilmunya kalo ga dibagi–bagi?” Aku me-nyela.

“Berarti kalo hilang, kamu dong yang nyuri ilmu aku. He-hehehehe”. Jawab Andi sambil tertawa.

“Euh dasar. Ayo donk Ndi, mau yaaa???” Pinta Fery memohon.

“Oke deh. Tar malam ke rumah aja ya.. tapiiiiii… ”. Jawab Andi.

“Asikkkkkkk, tapii apa?? ”. Jawab aku dan Fery.

“Traktir ya besok”. Pinta Andi.

“Gampanggg itu mah”. Jawab Fery.

“Kamu enak, ga perlu belajar udah bisa. Gimana sih caran-ya biar bisa pinter gitu??” Tanyaku pada Andi.

“Ah udah ah, biasa aja ko. Eh, ngomong–ngomong gimana

b1 Jam 30 Menit dbSekadarnya Saja d

Page 13: Layout Finalacngvg

terkaget, “Heh, Alam? Kita bertemu? Mimpi apa aku semalam? Ha-haha”.

Kemudian kami memulai obrolan-obrolan tentang masa lalu, tertawa lepas seperti dulu lagi. Ketika kereta sudah sampai di stasiun manggarai dia pamitan untuk turun dan dia mengucapkan kata yang membuatku merasa berdosa karena aku tidak pernah me-nyadari hal itu, dia berkata,

“Sebenarnya dulu aku cinta kamu”. Dia mengucapkan kata itu.

Itu kata terakhir ketika sekian lama tidak pernah bertemu, aku merasa bersalah karena aku menganggap dia sebagai sahabat, sedangkan dia menganggap aku berbeda. Tapi di dalam memoriku, Utie adalah sosok sahabat yang selalu membuatku ceria dan mem-buatku tertawa lepas dan membuat kesan yang indah di masa SMA.

22 23

Sekadarnya Sajaby : Anton Nurdin T

“Triiiiinnggggggggggggggggg….” Bel pulang sekolah pun berbunyi dan bapak Odang seorang guru fisika yang sedang mengajar di kelasku berkata, “Jangan lupa belajar ya, besok kita ulangan”.

“yahhhhhhhhhhh…..”. Jawab murid – murid.

Aku , Andi, Sinta dan Fery adalah murid kelas XII. Kami bersahabat sejak kelas X, karena kami selalu satu kelas sampai sek-arang. Andi adalah anak yang rajin dan pintar, khususnya dalam hal pelajaran berhitung namun dalam berkata terkadang dia terlalu jujur terhadap keadaan dan dia selalu marah bila nilainya turun. Aku dan Fery mempunyai hobi yang sama yaitu olahraga, khususnya olah-raga futsal dan sepakbola. Sinta adalah sahabat wanita kami, dia juga pintar sama seperti Andi. Ketika itu, dia sedang menghadapi cobaan. Dia sakit dan di rawat di rumah sakit.

Fery berkata kepada Andy, “Yahh, besok ulangan lagi. Mana ga bisa fisika lagi…huhhhhh. Ajarin donk Ndi. Kamu kan pinter…”

“Iaa Ndi”. Aku pun ikut meminta.

b1 Jam 30 Menit d

Page 14: Layout Finalacngvg

pamit.

“Oke, terima kasih banyak ya teman– teman”. Jawab Sinta sambil tersenyum.

“Terima kasih ya anak–anak, maaf jadi merepotkan”. Tam-bah ibunya Sinta

“Sama–sama sin, Tante. Cepat sembuh ya sin” jawab kami sambil bergerak pergi.

Di perjalanan pulang saya merenung, pantaskah dia men-gatakan hal tersebut kepada orang yang sedang sakit? Dilihat dari segi kejujuran tidak ada yang salah, memang begitulah keadaanya, namun jika ditinjau dari sisi psikologis, apa yang diucapkan andi tersebut akan menyebabkan semangat sembuh Sinta semakin drop. Dia mungkin akan berpikir, ”Benarkah aku sudah separah itu?”

Seminggu kemudian

Hari yang ditunggu–tunggu datang juga. Hari di mana ni-lai ulangan fisika akan diumumkan. Pada hari itu pelajaran fisika adalah jadwal pertama.

“Triiiiiiiiiiiiinggggggg…..” Bel masuk berbunyi.

Aku, Andi dan Fery masuk ke dalam kelas. Terlihat Pak Odang berjalan menuju ke dalam kelas. Ketegangan saat itu sangat terasa di dalam kelas Pak Odang mulai menyebutkan satu persatu nilai hasil ulangan fisika. Semua murid tegang menanti namanya di panggil.

keadaan Sinta sekarang?” Tanya Andi mengalihkan pembicaraan.

“Oh iya, kita belum menjenguk Sinta kan? besok jenguk yu”. Ajak fery.

“Ia, bener. Besok pulang sekolah kita ke rumah sakit ya”. Aku menambahkan.

“Sippp! Pulang yu, Ton. Kita kan mau main futsal”. Ajak Fery.

“Ayoo! Aku sama Fery duluan ya Ndi”. Aku pamit pada Andi.

“Okee..hati–hati“. Jawab Andi.

Waktu itu, begitu gembira dan bahagia ketika mendapat-kan pujian dari aku dan Fery. Aku dan Fery bermain futsal sampai sore, malamnya kami berangkat ke rumah Andi untuk belajar.

Keesokan harinya…

Ulangan di mulai.

Pak Odang berkata, “Siapkan kertas satu lembar, simpan semua buku ke tas kalian masing–masing di atas meja hanya ada alat tulis”.

Kami pun mengerjakan soal ulangan dengan teliti. Karena sudah belajar, bisa mengerjakan soal dengan cepat meskipun aku ga yakin dengan jawabanku.

28 25

bSekadarnya Saja d bSekadarnya Saja d

Page 15: Layout Finalacngvg

Ulangan pun selesai dan Pak Odang berkata, “Minggu de-pan, hasil ulangannya akan di bagikan”. Setelah itu, semua murid pun pulang karena pelajaran fisika hari itu berada di jam terakhir.

Sesuai rencana, kami akan berangkat ke rumah sakit untuk mejenguk Sinta. Sesampainya di sana, kami menuju kamar di mana Sinta di rawat. Di sana ada ibunya Sinta dan beliau mempersilahkan kami masuk, tapi Andi meminta izin untuk ke toilet dan kami masuk berdua.

“Aku ke kamar mandi dulu ya, kebelet nih”. Ucap Andi sambil berlari.

“Oke”. Jawab kami.

Setelah masuk, kami melihat kondisi sinta yang begitu memprihatinkan. Tapi kami berusaha untuk menghiburnya supaya dia semangat dan cepat sembuh.

“Ibu mau keluar dulu ya anak–anak. Silahkan aja ngobrol-ngobrol.” Ibunya Sinta meminta izin sembari berjalan keluar.

“Iya, tante”. Jawab kami.

“Gimana keadaan kamu, Sin?” Tanya Fery.

“Alhamdulilah, sudah agak mendingan”. Jawab Sinta den-gan nada lemas.

“Cepat sembuh ya Sin, kangen nih. Nanti kita maen lagi ya”. Aku menambahkan.

“Iya ton, makasih ya. Doain aku ya”. Sinta menjawab sam-bil tersenyum.

Kemudian Fery berkata, “Sin, ini buah–buahan buat kamu, dimakan ya”.Seraya memberikan buah–buahan yang telah kami beli di supermarket.

“Makasih ya teman – teman, kalian memang teman Sinta yang paling baik”. Ucap Sinta dengan muka bahagia.

“Mana si Andi? Dia ga ikut?” Tanya sinta.

“Iya Sin, sama–sama. Andi lagi ke toilet dulu Sin. Bentar lagi dia juga ke sini”. Jawab kami.

“Tuh dia, Sin”. Ucap Fery sambil menunjuk ke arah Andi.

“Hai Sin. Astagfirullah Sin, mukamu pucat sekali, matamu kuning, bibirmu kering lagi, dan kurus sekali. Aduh Sin, kenapa bisa kayak gini?” Ucap Andi tanpa berfikir apa yang telah dia ucapkan.

“Ya beginilah Ndi kondisiku saat ini”. Jawab Sinta murung.

Terlihat perubahan pada wajah Sinta yang sebelumnya ba-hagia dan semangat, sekarang mendadak murung dan terlihat putus asa dengan apa yang di deritanya. Terpikir olehku untuk menegur Andi tetapi tidak enak karena kondisinya tidak memungkinkan. Aku merasa kasihan kepada Sinta. Setelah lama ngobrol kesana kemari, kami pun pamit pulang.

“Sin, Tante, karena sudah sore kami pulang dulu ya”. Kami

26 27

bSekadarnya Saja d bSekadarnya Saja d

Page 16: Layout Finalacngvg

bihanku yang nonjolkan siapa aku melainkan kelemahan dan kele-bihanku.

Aku bisa tersenyum saat benar-benar terpuruk, semua karena senyum mereka. Dan aku juga bisa menangis sedih saat me-lihat air mata mereka. Itulah aku dan sahabatku.

Banyak yang menyatakan Best Friend Forever , tapi bagi-ku kata – kata itu belum pernah benar – benar terjadi di dunia ini. Saat duduk di bangku Sekolah Dasar aku memiliki sahabat, nama mereka Silvana Elsa dan Melisa Tiara Wardhani. Kami selau bertiga jaman sekolah dulu mungkin sangat trend dengan yang namanya gank. Dan mereka berdua adalah teman satu gank –ku saat itu. Ke-mana pun kami selalu bersama. Walaupun pulang dengan arah yang berbeda- beda, kami sering pulang bareng sampai ke depan gang sekolah. Dari gerbang sekolah mereka naik angkot menuju rumah masing-masing, sedangkan aku berjalan kaki sampai ke rumah.

Jaman Sekolah Dasar dulu mereka sudah memiliki pacar. Sayangnya aku lupa siapa pacar mereka saat itu. Tapi walaupun mereka berdua memiliki pacar, aku tetap setia dengan statusku seb-agai jomblo. Satu kalimat yang selalu mereka katakan padaku saat kami sedang berbincang-bincang, “Coba pacaran dari sekarang, Yu. Enak tau, ada yang merhatiin kau”. Tapi setiap kali membicarakan ha itua ku hanya jawab “gak aahhh, gak ngaruh”.

Lalu Melisa berkata, “ Kalo pacarannya dari sekarang pasti biasa aja, tapi kalo nanti-nanti pacarannya kau gak tau apa-apa jadi dibodoh-bodohi sama pacarmu”. Aku hanya diam sambil tersenyum karena tidak dapat membantah.

“Baiklah, anak–anak. Bapak akan mengumumkan hasil ulangan kalian minggu lalu, tetapi bapak cukup kecewa dengan ha-sil kalian. Karena dari 48 siswa hanya enam orang yang mendapat di atas 60.” Semuanya mendadak teriak histeris, “hhhhhaaaaah-hhh???”, Seolah tidak percaya dan khawatir namanya masuk ke-dalam 42 orang dengan nilai jelek.

“Sudah jangan berisik. Dengarkan baik-baik ya”. Ucap Pak Odang memulai menyebut nama dan nilai ulangan

“Andi 88 …. Anton 65 …Fery 62”.

Ternyata kami masuk kedalam enam orang dengan nilai diatas 60. Sebuah pencapaian yang cukup memuaskan bagiku, kare-na selama itu aku belum pernah mendapatkan nilai fisika sebesar itu. Tapi bagi Andi, nilai 88 adalah sebuah penurunan, karena setiap ulangan nilainya tidak pernah kurang dari 90. Dia terlihat sedih dan marah karena nilainya turun kemudian dia merobek kertas ulangan-nya. Tanpa dia sadari masih banyak teman–temannya yang kurang beruntung, seharusnya dia bersyukur dengan apa yang dia dapat. Dan ketika kecewa sewajarnya saja, tidak usah berlebih-lebihan.

“Ko di robek, Ndi?? Itu kan udah paling bagus. Kamu ter-tinggi lho.” Aku bertanya.

Andi tidak menjawab pertanyaanku.

Salah satu teman kami memuji Andi. Namanya Rizki, dia berkata, “Wah, kamu hebat Ndi. Bisa mendapat nilai segitu. Ein-stein saja kalah sama kamu.”

bSekadarnya Saja d

32 29

bAku dan Sahabat d

Page 17: Layout Finalacngvg

Dengan nada marah Andi menjawab “Apa kamu bilang?? Kamu menghina saya??”

Mereka berdua pun cekcok dan akhirnya aku dan Fery me-lerai mereka.

Saya merasa aneh, Andi yang senang ketika di puji dan di sanjung, ternyata bisa juga marah karena sanjungan dan pujian pada dirinya. Pada dasarnya, memuji sesorang adalah hal yang bi-asa, sebagai bentuk penghargaan terhadap apa yang telah dia capai. Namun perlu diingat, janganlah memberikan apresiasi yang lebih seakan-akan hiperbolis. Sekali dua kali kita boleh saja mengatakan hal tersebut, mungkin namun jangan terlalu sering menjelek-jelekannnya.

Jadi, katakanlah sesuatu pada tempat dan waktu yang te-pat, jangan berlebihan, serta jujurlah ketika saatnya memungkinkan.

Aku dan Sahabatkuby : Ayuning Tiastuti

Memiliki banyak sahabat berarti memiliki banyak kenan-gan, tapi bukan berarti tidak memiliki sahabat kita tidak memiliki kenangan, karena bagiku setiap waktu yang terlewat adalah kenan-gan.

Bersama sahabat adalah hal yang menyenangkan, menan-gis karena sahabat adalah hal yang paling menyedihkan.

Menyayangi sahabat layaknya saudara adalah hal yang wa-jar, membenci sahabat adalah luka terdalam yang pernah kumiliki.

Semua itu aku dapatkan karena aku memiliki sahabat - sa-habat. Ada yang memilih untuk tidak memiliki sahabat karena takut akan tersakiti, ada juga yang berpikir lebih baik sendiri dari pada dipusingkan oleh masalah orang lain. Itu semua hanya pemikiran mereka yang tidak tahu akan arti dari sahabat.

Sahabat bisa menjadi keluarga terdekat, tapi tidak kupung-kiri sahabat juga bisa menjadi musuh terjahat yang paling kita ben-ci. Aku menyadari beberapa kekuranganku, tapi mereka lebih sadar dengan semua kekuranganku. Aku mungkin selalu ingin memuji dan menunjukkan kelebihanku, tapi bagi mereka bukan hanya kele-

bSekadarnya Saja d

30 31

Page 18: Layout Finalacngvg

gitu semua dikomentarin.

“Tapi kalau cinta gimana lagi, de?”

Aku pun mengambil napas panjang. Matanya yang sayu, entah karena kurang tidur, atau kurang makan sayur, yang jelas mata sayu itu yang membuat Chaca nggak sabaran, dan spontan memu-kuli aku.

”Sadar bang! Sadar! Apa yang lu lihat dari dia? Cewek itu segudang!”

“nggak sopan! Enak aja kamu bilang gitu, de. Cewek - ce-wek segudang itu kan bukanya nggak ada yang punya.”

Ahh, ngomongin cinta memang sulit ditebak kadang in-dah, kadang juga menjadi senjata yang tajam dan menusuk hati. Buktinya banyak teman - teman aku yang sering gonta-ganti cewek hingga menimbulkan antara keduanya.

Semula, aku melihat dia di sebuah pentas seni yang ada di kampus, yang jelas aku suka sekali melihat wajahnya yang se-dang menonton pertunjukan band. Tapi aku lebih menyukai ketika dia sedang tersenyum walau pun senyuman itu bukan untukku. Aku mulai jatuh cinta padanya, tapi apa yang bisa aku lakukan. Sekali pun aku belum pernah berbicara kepadanya. Alhasil aku pun harus menyimpan erat-erat perasaanku ini sampai pada waktunya nanti.

Adikku saja yang baru kelas satu SMA sudah empat kali dia pacaran.

36

Kalau aku ingat-ingat lagi pasti aku hanya tertawa dan ti-dak habis piker. Bisa - bisanya ada anak Sekolah Dasar yang ber-pikiran sampai kesana.

Setelah tamat Sekolah Dasar, aku masuk ke Pondok Pesantren (Ponpes) Darularafah yang sekarang berganti nama men-jadi Darularafah Raya. Dan semenjak itu hubunganku mulai jauh dengan kedua sahabatku. Hanya Silvana saja yang sampai detik ini menjalin kontak denganku, sedangkan Melisa tidak diketahui di-mana keberadaannya. Banyak kabar burung terdengar, bahwa dia sudah menikah dan memiliki anak.

Di Ponpes ini aku memiliki teman sekamar yaitu, Deli, Di-ana, Yuni, dan Runi. Setiap hari seusai shalat Ashar, kami terbiasa membaca Al-qur’an bersama. Saat itu kami tidak bisa menahan tan-gis mengingat jauhnya kami dari orang tua.

Namun, rutinitas ini hanya berlangsung selama dua min-ggu. Setelah itu kami menjadi Dyah (sebutan santriwati di Ponpes kami) biasa yang rajin sembahyang dan mengaji. Hari-hari ter-us berjalan, satu per satu dari kami mulai meninggalkan Ponpes. Hanya aku dan Deli saja yang menamatkan enam tahun pendidikan kami di Ponpes.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan tidak terasa bulan pun berganti tahun kami lewati di Ponpes. Banyak tangis dan tawa yang kami alami bersama selama kami tinggal di Ponpes. Hidup bersama di kawasan yang terbatas, selama 24 jam setiap harinya membuat kami sangat mengenal satu sama lain. Dari yang paling pelit, paling centil, paling pemalas, paling egois dan

33

bAku dan Sahabat dbHati yang Pilu d

Page 19: Layout Finalacngvg

paling-paling lainnya. Bagiku kami semua bersaudara, yang awal-nya ratusan orang hingga pada akhirnya hanya bertahan 101 orang, termasuk aku di dalamnya.

Pada suatu waktu aku masuk ke asrama yang disebut as-rama rehabilitas, asrama untuk para Dyah yang bandel dan melang-gar aturan. Atau lebih tepatnya asrama untuk para pengurus pon-dok atau OPDYGA yang turun dari jabatan. Disana aku bertemu dengan Feby, Indah, Dhea, Nabila, Shanti, Fitri, Febry, Syammy, Mayurida, Nurainundan dan beberapa orang lain yang aku lupa na-manya. Bersama mereka, aku bergabung dalam BARLER (Bautiful Art of Learner). BARLER yang penuh dengan kenangan yang lucu maupun menyedihkan.

Memasuki SMA aku bertemu dengan teman – temanku dalam HIMITSU (History of Miracle Tears Elefent Alumnus). Alumni se-SMA yang penuh dengan kenangan. MISS U ALL HIM-ITSU!.

Dan disinilah aku sekarang. Menjalani masa – masa kuli-ahku bersama sahabat – sahabatku dalam GENKSER. Pada awal-nya kami terdiri dari beberapa kemudian satu per satu pergi, tapi tetap ada yang mengisi kembali. Merekalah sekarang yang menjadi hal penting bagiku.

Ini ceritaku bersama sahabat-sahabatku tersayang. Apa ceritamu?

Hati yang Piluby : Bayu Meyswara Pratama

Kalau dipikir-pikir sebetulnya apa sih istimewanya cewek itu?

“Jangan dipikir-pikirlah, tapi coba abang perhatikan! Cuma menang putih aja kok!” Adik berkomentar.

“Coba abang lihat - lihat lagi. Matanya biasa tapi luma-yan indah, hidungnya juga biasa agak pesek malah. Giginya sedikit kedepan, udah gitu pipinya tembem lagi! tubuhnya masih kalah sama cewek - cewek di komplek rumah kita. Ng. . . ada lagi nggak yah?”

Aku pun terbaring lemas, mendadak takjub dengan pen-gamatan detail adikku. Tapi sebelum aku membalasnya, adikku su-dah nyambung lagi.

“Ahh, gue belom komen soal rambut dan tinggi badannya kan?” Aku pun mengangguk.

“Kusam seperti tak terawatt, juga tingginya lebih pendek dari abang!”

Waduh, si ade kenapa mendadak jadi seperti juri modeling

34 35

bAku dan Sahabat d

Page 20: Layout Finalacngvg

cang.

“Terakhir ngomong kau sudah mempermalukanku di de-pan umum.” Dia pun memberikan wajah tak senang. Menambah kencang degup jantungku.

“Aku cuma mau bilang, sudah lama sekali sebetulnya aku punya. . . punya. . . punya. . . aduh gimana bilangnya ya?” kata-kataku semakin tersendat. Aku gugup sekali.

Anin diam saja. Membiarkan angin yang bertiup mengi-baskan rambutnya. Membuatnya semakin cantik di mataku, makin membuatku salah tingkah.

“Aku suka sama kamu, Nin.”

Dua mata yang menatap tajam. Pipi gadis itu bersemu merah dengan lesung pipitnya yang indah membuat jantungku berdebar-debar semakin kencang.

“Aduh, jangan nangis, please. . . jangan nangis!”

Aku meremas jariku sendiri. Ungkapan tersebut seharus-nya menggembirakan, bikin happy, bukannya bikin cewek yang di puja nangis, kan?

“Kamu nggak harus jawab sekarang, bisa besok atau lusa, pikirin aja dulu.” Kata ku sebelum menerima pahit kembali.

Biasa itu perilaku orang yang baru mau berpacaran jadi agak sedikit menegangakan bagiku.

“Tapi kan! Malu abang ngomongnya, ngobrol aja jarang, paling itu juga kalau lagi ada rapat di organisasi kampus, itu juga ngobrolin soal acara yang mau di buat sama organisasi”

“Nggak apa, aku jamin bang, anak-anak sekarang apalagi anak cewek lebih dewasa kok.”

“ Masa?” Tanyaku.

“Kalo nggak percaya main-main deh ke TK dekat masjid. Anak TK aja udah ngomoning soal pacaran. Masa abang kalah sama anak TK. Hehehehe…”

“Sembarangan, dasar cerewet!” Dari pada aku diledekin terus sama adikku lebih baik aku memberanikan diri saja.

Suatu malam aku mengajak dia unuk menonton standup comedy di café O’lounge. Dia tidak tahu kalau aku menjadi salah satu peserta dari standup comedy. Pada saat itu aku mulai menuang-kan perasaanku kepadanya.

“Udah lama aku menahan perasaan ini sama kamu dan sekarang aku mau kamu tahu perasaan ini kalau aku sayang kamu. Kamu mau ga jadi pendamping hidupku?” Walau adrenalin berge-jolak kencang pada saat mengungkapkannya.

Dia pun terdiam tidak berbicara sepatah kata pun ketika itu. Tetapi tidak lama kemudian dia berkata “Maaf!” dia pun pergi meninggalkan aku sendiri.

Aku pun tidak tahu apa arti kata itu, apa mungkin

3740

bHati yang Pilu d bHati yang Pilu d

Page 21: Layout Finalacngvg

aku punya salah dengan dia atau ada yang lain. Dia membuat aku bingung.

Setiap pagi, aku masih mencuri pandang di kampus, meli-hat bayangannya dari jendela kelas. Selama berbulan-bulan, setiap pulang kuliah dia duduk di taman kampus, sedangkan aku tetap me-mandangi wajah gadis yang sama, hanya dia. Aku tak pernah lagi berbicara dengan dia setelah kejadian itu. Selama itu pula aku terus memutar otak untuk meminta maaf dan bertanya maksud dari kata yang dia ucapkan.

“De, gmana ya caranya buat minta maaf sama dia? Kay-anya dia marah deh sama abang.”

“Kenapa abang nggak minta Mama buat bikin kue aja, terus kasih deh kuenya sama dia, abang datengin tuh rumahnya.”

“Tapi mama nggak pernah bikin kue, de. Mana mungkin!” Seruku sedikit kesal.

“Kalau gitu beli aja terus abang kasih deh.”

Dengan menenteng sesuatu kan lebih pede mendatangi rumah cewek yang dipuja. Meski begitu, rencana yang diberi adikku tak selalu lancar. Masalahnya yang menerima kue tidak selalu dia. Hari ini momen sudah ak atur dengan matang dan sebagus mung-kin, yaitu ketika dia sedang menbaca buku di teras depan rumah atau sedang menyiram bunga di taman. Namun entah kenapa, ke-tika aku menghampiri gadis itu seperti tidak peduli akan kedatangan aku kerumahnya dengan sekotak kue ditangan, tanpa menoleh, dia

hanyaberjalan menjauh dari ku dan dia menutup pintu. Aku sempat mendengar lirih, dia berucap “terima kasih.” Katanya dengan suara indahnya.

Waktu terus berputar, perasaanku pada dirinya tak pernah berkurang, bahkan sampai usia kami makin bertambah sudah sema-kin dewasa.

“Hayoo ngapain! Jangan di liatin aja dong, bang fotonya.” Tiba–tiba adiku datang dan mengejutkanku.

“Cowok itu harus berani, agresif, dan menyerang. Bukan-nya melihat foto terus.” Aku pun kesal mendengar celotehan dari adiku setiap hari.

Besoknya dengan membawa segudang rasa optimis, aku mencegat dia sepulang kuliah. Kebetulan aku berjalan searah den-gannya. Tapi, dia sedang tidak sendiri.

“Anin, tunggu!” Teriakanku itu mengerem langkahnya, gadis manis berkulit putih itu membalikan badan dan raut wajahnya berubah sewaktu melihat siapa yang memanggilnya.

Untung teman-temannya tahu diri, dan menjauh tanpa menunggu komando dariku.

“Kita tunggu di depan ya, Nin!” ketika teman-temannya berpamit, Anin mencoba mencegah, tapi percuma mencegah, sebab teman-temannya sudah pergi meninggalkannya.

“Nin, aku mau ngomong.” Kata aku sambil berdgup ken-

38 39

bHati yang Pilu d bHati yang Pilu d

Page 22: Layout Finalacngvg

kan ibadah haji.

Hari ini hanya ada satu ujian praktikum sehingga setelah ujian selesai, aku bergegas pulang. Selain itu, aku juga harus mem-persiapkan bahan untuk keperluan ujian praktikum besok. Sesa-mpainya di rumah, aku melihat ibu begitu panik dan sedih. Tidak biasanya ibu seperti itu.

“Ibu kenapa? Tidak biasanya ibu panik seperti ini?” Tan-yaku kepada ibu dengan penuh rasa penasaran.

“Begini de. Tadi pa’de telepon dari Solo katanya keadaan-nya mbah putri sudah sangat kritis. Semua orang sudah kumpul semua di rumah si mbah. Ibu jadi khawatir.” Jawab ibu dengan raut wajah sedih.

Aku kaget mendengar kabar bahwa si mbah dalam kon-disi kritis. Memang akhir – akhir ini kondisi si mbah memang tidak baik. Berbagai macam komplikasi penyakit menghinggapi tubuh-nya. Ditambah faktor usia yang tidak muda lagi. Si mbah kurang lebih berusia sekitar 88 tahun, usia yang cukup tua menurutku.

“Bukannya saat ibu ke sana, kondisi si mbah sudah mem-baik? Kok sekarang jadi kritis lagi bu?” Tanyaku.

“Ibu juga kurang tau de. Kata pa’de setelah ibu pulang dari Jawa dan tiba di rumah, mendadak kondisi si mbah langsung drop dan beberapa kali kehilangan kesadaran. Dalam keadaan ti-dak sadar, si mbah terus menerus memanggil nama anak-anaknya terutama nama ibu. Kalau kata orang dulu, itu sudah pertanda, de.”

Kaki-kaki ramping gadis itu menendang batu-batu kecil di sekitarnya lalu tanpa di duga-duga, cewek itu menatap ku lurus.

“Aku mau jawab sekarang.”

Kata-katanya membuat adrenalinku berpacu lebih cepat. Sekarang dia yang menundukan pandangan.

“Bukannya aku tak mau tapi aku sudah di jodohkan oleh orang tua ku. Maaf! Aku hanya memandangmu sebagai teman saja.” Mengalir penjelasan panjang dari mulut mungil Anin. Sekarang aku pun tahu maksud dari jawaban dia yang dulu.

“Maaf!” kata itu terakhir dari Anin sebelum meninggalkan aku.

Aku tak menyalahkan Anin karena penjelasannya. Tapi yang aku sesali, kenapa dia tidak bilang hal itu dari dulu? Kenapa harus pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Kenapa tidak terus terang?

Akupun memandang jauh kearah lapangan yang gersang. Terik matahari yang menyorot, menambah dramatik kepergian cin-taku yang tak berbalas dan gadisku yang dulu. Terima kasih gadis, aku berbahagia diatas bahagiamu.

4144

bHati yang Pilu dbSi Mbah d

Page 23: Layout Finalacngvg

Si Mbah

by : Budi Wibowo

Pagi ini aku berangkat ke sekolah dengan terburu – buru. Seperti biasa aku bangun kesiangan. Sarapan yang telah disiapkan oleh ibu tidak sempat aku makan. Aku hanya meminum segelas teh manis hangat lalu berpamitan kepada ibu dan bapak. Aku segera mengambil sepeda kesayanganku. Kukayuh perlahan demi perla-han lalu semakin lama semakin cepat sampai aku tiba di sekolah. Untung aku tidak telat karena hari ini adalah jadwal ujian praktek. Kulihat semua teman – teman telah siap untuk melaksanakan ujian praktek. Kebetulan hari ini ujian praktek agama.

“Aduh maaf ya telat. Biasa kesiangan.” Ucapku kepada te-man – teman.

Teman – temanku hanya menggelengkan kepala. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kelakuanku yang selalu telat setiap hari. Tidak lama kemudian nama kelompok kami dipanggil oleh guru penguji. Lalu, kami segera mempraktekkan bagaimana cara merawat jenazah mulai dari memandikan, mengkafani, mengubur-kan dan mendoakan. Tidak lama kemudian, kelompok kami selesai mempraktekkan cara merawat jenazah. Lalu kami mulai membi-carakan persiapan untuk praktikum besok yaitu praktek menunai-

4342

Page 24: Layout Finalacngvg

di rumah lama sekali.

Setibanya dirumah, aku melihat ibu menangis histeris. Bapak terlihat begitu tegar mendengar kabar ini namun raut kesedi-han tidak dapat dihilangkan dari wajahnya yang mulai keriput. Aku langsung memeluk ibu dan menenangkan beliau.

“De, firasat ibu benar. Si mbah sudah dipanggil oleh Al-lah. Ibu menyesal kenapa ibu pulang kerumah, seharusnya ibu tidak pulang ke rumah jadi ibu bisa disamping si mbah di detik-detik tera-khir hidupnya. Ibu menyesal.” Ucap ibu memelukku sambil menan-gis terisak – isak.

“Sudah bu, ibu tenang ya. Ibu sudah melakukan yang ter-baik buat si mbah. Ibu sudah merawat si mbah disaat sakit dan aku yakin si mbah sudah cukup senang dengan apa yang ibu lakukan. Sekarang kita bersiap – siap saja ya bu. Bapak sudah memanggil angkot kesini. Habis itu kita semua ke Jakarta, kerumah Om Dian lalu kita berangkat ke Solo.” Ucapku menenangkan ibu dan air mataku mulai mengalir deras. Terbayang kenangan – kenangan ma-nis bersama si mbah.

Aku ingat ketika umurku masih berusia lima tahun. Si mbah selalu senang dan menyambutku ketika aku berkunjung kerumahnya di Solo. Dengan tangan terbuka si mbah menyambutku dalam dekapannya yang hangat lalu menciumku dengan penuh rasa sayang. Lalu si mbah mulai mengatakan kata – kata yang tidak aku mengerti dalam bahasa jawa. Namun kata ibu arti dari kata – kata tersebut adalah bahwa si mbah sangat senang setiap aku datang berkunjung ke rumahnya dan si mbah berharap bahwa nantinya aku

Jawab ibu.

Mendengar perkataan ibu yang terakhir, hatiku mulai merasa tidak enak. Apa maksud pertanda dari yang ibu katakan ba-rusan. Aku langsung menanyakan hal tersebut kepada ibu.

“Maksudnya pertanda apa bu?” Tanyaku kepada ibu.

“Iya de, ibu takut si mbah sudah tidak ada umur lagi. Ibaratnya raga si mbah masih disini tapi jiwanya sudah ada di alam sana.” Jawab ibu kembali dengan penuh rasa kesedihan, terlihat dari raut wajahnya.

Aku hanya diam dan tidak bisa berkata apa – apa lagi. Aku langsung menuju kamarku. Entah mengapa baru kali ini aku merasa sedih ketika mendengar si mbah sakit. Padahal biasanya ketika si mbah sakit aku tidak merasakan apa-apa dan tidak sesedih sekarang ini.

Sorenya aku mulai bersiap – siap untuk kembali ke sekolah karena aku dan beberapa orang temanku diminta untuk memban-tu membangun miniatur ka’bah untuk keperluan ujian praktikum esok hari. Setelah berpamitan dengan ibu, aku langsung mengayuh sepedaku menuju sekolah. Sesampainya di sana sudah menunggu beberapa orang temanku yaitu Hasan, Genta, Yogi dan Imam. Mer-eka sudah mulai mengangkat beberapa meja dari ruang kelas untuk diletakkan di lapangan sekolah dan disusun sehingga menyerupai ka’bah. Tanpa berpikir panjang, aku langsung membantu teman – temanku untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tidak berapa lama kemudian tepat saat adzan maghrib berkumandang, peker-

48 45

bSi Mbah d bSi Mbah d

Page 25: Layout Finalacngvg

jaan ini selesai. Kami langsung bergegas untuk melaksanakan solat maghrib berjama’ah.

Setelah sholat kami, semua menuju serambi masjid un-tuk beristirahat sejenak atau sekedar mengobrol saja. Disaat kami sedang mengobrol, tiba – tiba handphone ku berbunyi. Kulihat di layar handphone ternyata yang menelepon adalah pamanku yang bernama Rahardian. Aku biasa memanggil beliau dengan sebutan Om Dian. Beliau adalah adik kandung dari ibuku.

“Hallo, assalamu’alaikum Om Dian.” Ucapku kepada Om Dian diseberang sana.

“Wa’alaikumsalam, Budi sekarang lagi di mana? Ada ibu nggak di sana?” Tanya Om Dian kepadaku. Sekilas kudengar Om Dian berbicara dengan terisak – isak. Seperti orang yang sedang menangis.

“Budi nggak di rumah om. Sekarang masih disekolah tapi sebentar lagi juga aku mau pulang. Ada apa ya om?” Ttanyaku den-gan penuh rasa penasaran.

Sekali lagi aku mendengar suara tangisan dari Om Dian. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Aku hanya berharap semoga tidak terjadi hal yang buruk.

“Tadi om mendapat kabar dari Solo kalau si mbah…..” Su-ara Om Dian terputus karena kudengar beliau menangis dan kali ini tangisannya lebih kencang dari sebelumnya. Kontan saja aku sangat panik mendengarnya dan rasa penasaranku semakin besar.

“Si mbah kenapa om? Ada apa dengan si mbah? Kenapa om menangis?” Tanyaku bertubi – tubi kepada Om Dian.

Dengan sedikit menarik nafas untuk menenangkan diri, Om Dian mulai menjawab semua pertanyaan – pertanyaanku.

“Si mbah sudah tidak ada. Sekitar beberapa menit yang lalu, si mbah sudah dipanggil oleh Allah. Semua keluarga sudah berkumpul. Semuanya menunggu kedatangan keluarga yang di Pa-rung dan Jakarta.”

Seketika aku ibarat tersambar petir di siang bolong. Aku tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini. Entah kenapa saat itu aku tidak bisa menangis. Tapi hati ini seolah tidak menerima dengan apa yang telah digariskan oleh Allah kepada si mbah. Terbayang wajah tua dan keriput si mbah datang silih berganti menghiasi pikiranku. Aku langsung pamit kepada teman – temanku dan meminta izin kepada mereka bahwa besok tidak bisa ikut ujian praktikum karena aku pasti tidak ada di sini melainkan akan berada di Solo. Semua teman – temanku turut sedih mendengar kabar duka ini. Mereka terus menerus mengucapkan turut berbela sungkawa dan berharap semoga aku dan keluarga diberi kesabaran.

Di dalam perjalanan pulang kerumah, perasaanku mulai berkecamuk didalam dada. Walaupun aku tidak dekat dengan si mbah karena domisili yang berbeda jauh namun ketika mendengar kabar si mbah sudah tidak ada , hatiku terasa sesak dan dunia ini ter-asa gelap. Kayuhan sepedaku seakan sangat lambat sekali padahal aku sudah mengayuhnya dengan cepat dan kencang. Waktu didunia ini seakan berhenti sejenak untuk beberapa saat. Sehingga aku tiba

46 47

bSi Mbah d bSi Mbah d

Page 26: Layout Finalacngvg

akan menjadi orang yang sukses dan berguna bagi semua orang. Ke-tika aku menangis karena ibu tidak mau membelikan barang yang aku inginkan, si mbah langsung menggendongku dan mengajakku jalan – jalan ke pasar untuk membelikanku barang yang aku ingink-an sehingga aku senang dan tidak menangis kembali.

Lamunanku terhenti ketika angkot yang akan membawa kami ke Jakarta telah tiba. Kami bergegas menaikinya dan selama perjalanan ke Jakarta , ibu tidak henti – hentinya menangis. Aku terus saja menenangkan ibu agar kuat menghadapi ini. Tidak terasa kami tiba di rumah Om Dian di Jakarta. Disana sudah menunggu Om Dian, Tante Puput dan juga anak – anaknya. Om Dian sudah menyiapkan minibus dari sebuah agen travel perjalanan. Terlihat kesedihan dari raut wajah Om Dian dan keluarganya. Ibu langsung memeluk Om Dian, adiknya.

“Si mbah sudah tidak ada mbak. Aku belum sempat merawatnya ketika sakit dan belum meminta maaf padanya.” Ucap Om Dian dalam pelukan ibu sambil menangis.

“Mbak juga begitu, Yan. Mbak belum sempat meminta maaf. Tapi mbak yakin, si mbah sudah memaafkan kita. Semoga si mbah tenang, Yan.” Ucap ibu sambil menangis pula.

Akhirnya kami semua segera memasuki minibus yang telah disiapkan dan perlahan tapi pasti minibus ini mulai menin-ggalkan Jakarta dan beranjak ke Solo. Dalam perjalanan ini, aku kembali terbayang dengan kenangan bersama si mbah. Aku masih ingat ketika 2 tahun yang lalu aku berlibur ke Solo. Si mbah sudah mulai terlihat tua dan sering sakit – sakitan namun si mbah ma-

52 49

bSi Mbah d

Page 27: Layout Finalacngvg

sih terlihat kuat dan menyambutku dengan senyuman hangatnya. Si mbah sering mengajak berjalan – jalan namun aku selalu me-nolaknya karena aku menganggap akan sangat membosankan jika berjalan – jalan dengan si mbah. Aku lebih senang bermain den-gan sepupu – sepupuku. Ketika aku sedang bermain terkadang si mbah ingin ikut bermain pula namun aku selalu menghindar dan mengajak sepupu – sepupuku untuk bermain di tempat lain. Sekilas aku melihat raut wajah si mbah yang kecewa karena tidak dapat bermain denganku dan cucu – cucunya yang lain. Pada waktu itu aku menganggap hal itu biasa saja namun sekarang ketika si mbah telah tiada aku merasa telah berdosa dan menjadi cucu paling jahat di dunia ini yang telah menyia-nyiakan si mbah.

“Maafkan aku, mbah. Aku telah sering mengecewakanmu. Aku menyesal tidak sempat membahagiakanmu.” Ucapku dalam hati dan perlahan air mataku mulai turun membasahi pipiku.

Setelah menempuh perjalanan selama 12 jam akhirnya kami tiba juga dirumah si mbah di Solo. Disana telah berkumpul semua keluarga dan tetangga – tetangga sekitar rumah si mbah. Ibu dan Om Dian tidak kuasa menahan tangis saat melihat tubuh si mbah terbujur kaku dalam sebuah peti. Si mbah terlihat pucat namun tidak menutupi aura kecantikannya. Ibu dan Om Dian langsung mencium si mbah dengan penuh rasa kasih sayang. Aku tidak kuasa menahan tangis saat melihat pemandangan yang mengharukan tersebut. Tan-gisku mulai meledak ketika ibu menyuruhku mencium si mbah. Ter-bayang semua kesalahanku yang membuat si mbah kecewa namun ibu terus menguatkanku dan akhirnya aku mencium si mbah sambil membisikkan sesuatu ditelinganya,

“Mbah maafin Budi yah. Budi sudah sering salah dan mengecewakan mbah. Mbah yang tenang di alam sana. Budi selalu berdoa buat mbah. Budi selalu sayang mbah.”

Setelah itu, si mbah dibawa ke pemakaman untuk kemudi-an dikuburkan. Selamat jalan mbah. Semoga engkau tenang di alam sana. Maafkan cucumu ini yang tidak bisa membahagiakanmu. Aku akan selalu sayang padamu mbah.

50 51

bSi Mbah dbSi Mbah d

Page 28: Layout Finalacngvg

makanan untuk minggu pagi, yang digunakan untuk sarapan sebe-lum mengikuti kebaktian di Gereja.

Sesampainya di rumah, aku melihat motor satria bapak di parkir dekat pohon alpukat. Aku langsung memukul tangan mama.

“Ah, kata mama bapak udah pergi”, sahut kesal.

Aku langsung berlari menuju rumah. Tiba-tiba tanpa aku sadari aku terjatuh di atas sebuah sepeda kecil yang bapak taruh di depan pintu depan rumah.

“Brakkkk…”, Bunyi yang sentak membangkitkan bapak yang duduk sambil menonton TV siang itu.

“Auuuhhhh…”, Rintih ku sambil menangis.

Sontak, bapak mengangkat dan menggendongku yang menangis kencang. Darah pun membasahi seragam putihku. Aku tak sadar ternyata di bagian perut ku ada luka yang cukup serius. Aku tak henti-hentinya menangis. Mama pun berlari memang-gil bidan desa yang kebetulan berjarak empat rumah dari sini. Bapak memberikan pertolongan pertama dengan menutupi lukaku menggunakan perban dan obat merah. Perih rasanya, aku kembali menangis dengan kencang. Padahal aku tahu, bapak paling tidak suka kalau aku menangis. Terlihat bapak sangat sedih dan berusaha menghiburku. Fokusnya sekarang terhadap luka sobek di perut ku.

Bidan desa pun datang. Aku masih menangis terisak-isak di gendongan bapak, Bapak mencoba menenangkan aku. Dan seke-tika itu membaringkan aku di sofa depan. Bidan desa pun memer-

13by : Chandra Sitorus

Disiang yang sangat menyengat. Mama mengakhiri akti-vitas hari itu dengan membunyikan lonceng SD Negeri Narumonda VII. Tanda belajar hari itu telah berakhir, sesaat bunyi gemuruh

“Selamat siang, Bu!”, terdengar bersahutan dari kelas tiga sampai kelas enam.

Aku berlari kencang ke arah Mama. Aku yang masih duduk di kelas satu SD itu memang sudah terlebih dahulu mengakhiri kelas pada pukul 11.00 WIB. Setiap harinya aku harus menunggu mama yang mengajar di kelas lima sampai pukul 13.00 WIB. Biasanya aku bermain dengan anak-anak lainnya yang tinggal di sekitar komplek sekolah itu, tetapi keseringan aku bermain dengan anak-anak guru yang menetap di perumahan sekolah. Aktivitas itulah yang sering aku lakukan sembari menunggu mama. Dengan sigap mama lang-sung memengang tangan kiri ku dan mengajak ku pulang. Setiap harinya, aku dan mama menempuh perjalanan sejauh 500 m den-gan berjalan kaki. Tidak perduli panas terik yang sangat menyengat. Mama terlihat melindungi ku dengan payung berwarna abu rokok itu. Seolah tidak ingin kulit ku terkena sinar matahari.

Aku memang menyadari bahwa perlakuan mama terlihat

5356

b13 d

Page 29: Layout Finalacngvg

jelas lebih khusus kepada ku ketimbang dengan keempat saudara ku lainnya. Mungkin karena aku anak bungsu kali yah!. Pikiran yang selalu terlintas di benak ku setiap mama begitu menyanyangiku. Bahkan sampai usiaku kurang lebih tujuh tahun aku masih tidur di kamar mama. Nama kecil ku pun beragam. Ada Maja, Adek dan si Pudan.

Bapak yang mencoba mencari keberuntungan di dunia perkebunan kelapa sawit membuat bapak jarang tinggal di rumah. Yah, sekali dalam dua minggu bapak pasti pulang. Itu merupakan surga bagi keluarga ku, terlebih lagi untukku. Malam itu tepat 12 Nopember 1997 aku dan mama tiduran di depan TV hal yang sering kami lakukan setiap malam untuk menonton beberapa tanyangan di TV. Bapak di atas kursi tepat di bawah kasur karpet kecil itu, sedangkan keempat saudara ku yang sudah duduk di bangku SMP dan SLTA kala itu terlihat sedang belajar di ruang depan. Awalnya aku pura-pura tidur sambil memeluk mama. Mungkin mama men-gira aku sudah terlelap. Tiba-tiba mama duduk di sebelah ku yang tergeletak dengan balutan selimut merah yang tebal dan bulu yang banyak.

“Pak Rin, besok si pudan ulang tahun yang ketujuh”, ung-kap mama dari kedua bibirnya dengan pelan.

“Bah, minta di rayaian dia?”, balas bapak.

“Ga, adek cuma minta sepeda.”, sahut mama pelan, se-hingga nyaris tak terdengar olehku.

Sekejap aku pun tertidur lelap tanpa aku tahu lagi apa yang

mama dan bapak ku perbincangkan di malam itu.

Pagi yang tak berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya tiba-tiba aku di bangunkan oleh suara yang sudah tidak asing lagi bagiku.

“Dek, bangun!, beres-beres mau sekolah”, Mama mem-bantu ku bangun dari tempat tidur.

Aku langsung berlari ke meja makan, di sana daging dan telur ayam. Makanan kesukaan ku.

“Selamat ulang tahun adek”, Mama memengang kepala ku.

Aku pun bahkan tidak ingat kalau hari ini adalah ulang ta-hunku yang ketujuh.

“Makasih, mama”, Sahutku pelan sembari menggulung tangan baju tidur ku.

“Bapak, mana?”, Tanya ku sigap.

“Udah pergi ke Rantau Parapat”, jawab mama pelan.

Aku pun tidak menghiraukan percakapan kecil pagi itu. Sudah kebiasaan menurut ku di pagi hari hanya ada mama yang ku jumpai.

Tak lama kemudian, kami berangkat ke sekolah. Ini adalah hari sabtu, kemungkinan sekolahan hanya belajar senam kesegaran jasmani saja kalau ngakk kebersihan sehingga kami bisa pulang lebih awal. Biasanya, setiap sabtu mama membeli bahan-bahan

5554

b13 d b13 d

Page 30: Layout Finalacngvg

ise”

“Sincerely, your youngest boy Chandra Sitorus”

iksa lukaku yang sudah banyak.

“Kenapa kau Maja”, kata Bu Bidan yang menyebut nama kecil ku seolah ingin menghibur.

Aku pun tak menjawab hanya ada tangisan yang mulai tersendat-sendat, keluar dari mulut ku. Perlahan aku pun tertidur. Mungkin sudah terlalu lelah menangis.

Tepat pukul 22:00 malam aku di bangunkan bapak. Bapak menggendong ku keluar dari kamar dan membawa ku duduk di depan TV. Di sana sudah dihidangkan makan malam di depan ku. Mama pun menyuapinku yang terlihat agak lemas. Perlahan ku ku-nyah makanan itu dengan perlahan. Kemudian Mama mengambil sendok makan dan menuangkan obat yang sudah dihaluskan pada permukaan sendok lalu mengaduknya dengan beberapa tetes air. Ini adalah hal yang tersulit yang akan aku lakukan yaitu meminum obat yang akan diberikan mama. Aku pun berhasil meminumnya walau-pun setengah mati rasanya. Setelah itu akupun kembali beristirahat.

Minggu pagi 14 Nopember 1997, aku bangun sendiri dan langsung menjumpai bapak yang sedang terlihat membersihkan halaman rumah depan dengan kaos singlet putihnya.

“Pak, sepedanya dimana?”, Tanya ku dengan riang.

“Ada di rumah, kau mau main sepeda yah?”, balas bapak dengan jelas seolah menjawab kekhawatirannya selama ini karena aku tak kunjung juga bisa naik sepeda diusiaku yang sudah tujuh tahun. Memang setiap ada kesempatan bapak selalu mengajari naik

60 57

b13 d b13 d

Page 31: Layout Finalacngvg

sepeda abang ku. Bapak terlihat mengambil sepeda kecil hadiah ulang tahun ku yang ketujuh ke halaman berumput.

“Naik ya, bapak pegang kamu dari belakang”, Sahut bapak dengan berani.

Mama tampak khawatir melihat bapak yang mengajari ku naik sepeda.

“Hati-hati, Pak”, suara mama tampak nyaring terngiang di telinga kami berdua.

“Iyah, ma”, sahut ku dengan semangat tanpa menghirau-kan luka sobek di perutku yang belum sembuh.

Selama beberapa jam bapak mengajariku. Sesekali bapak melepaskan pegangannya. Mula-mula kaki ku agak kaku, namun lama-lama terbiasa juga.

Bapak selalu punya cara untuk mengajari ku. Tanpa lelah Bapak mengikuti ku dengan lari-lari kecil. Tampak dengan seman-gat, karena aku sudah bisa mengayuh sepeda dengan sempurna. Dan bapak pun beristirahat di bawah pohon nangka.

“Braaakkk…”, kembali lagi suara itu membuat Bapak lari tunggang langgang menghampiriku.

Sontak, tubuh kecilku diangkat. Bapak memeriksa tubuh-ku. Hanya ada luka kecil di lutut tangan kananku. Bapakku segera membersihkan luka kecil itu dengan alkohol dan menempelkan plester luka.

Aku tak lantas menyerah. Aku kembali berlatih dengan keras. Namun, bapak memanggilku untuk beristirahat seolah ingin menyudahi latihan hari ini. Tiba-tiba Bapak memandangi lututnya.

“Lihat lutut Bapak”, kata Bapak kepada anak bungsu ke-cilnya.

Dengan cekatan aku memandangi lutut Bapak dan terlihat jelas bekas luka di lutut kakinya. Bapak pun seketika bercerita.

“Dulu waktu Bapak masih umur lima tahun, Bapak juga berkali-kali jatuh untuk bisa naik sepeda”, tukas Bapak agak sedih.

Cerita Bapak ini menggugah hatiku untuk bisa seperti Bapak. Ini adalah salah satu cara terbaik Bapak membuatku sam-pai ada di posisi sekarang ini. Menjadi seorang pria dewasa yang mandiri dan mencoba meraih masa depan yang baik, bapak selalu mengajarkan aku melalui pengalamannya yang berharga. Ini seo-lah membuktikan peribahasa, “Pengalaman adalah guru yang ber-harga”.

13 Nopember 2011, aku merayakan ulang tahunku yang ke-21. Tanpa keluarga disisiku karena aku sedang menempuh pen-didikan di Kota Bogor. Kembali aku mengingat kenangan 14 tahun lalu itu. Kenangan yang membuatku selalu belajar dari kedua orang tuaku. “Happy Birthday to my self”. Terimakasih Bapak untuk dedi-kasi yang kau berikan pada bungsu kecil mu ini. Terimakasih Mama untuk kepercayaan dan motivasinya.

“Dear Mom & Dad, one day, I’ll make you proud. Prom-

58 59

b13 d b13 d

Page 32: Layout Finalacngvg

“Menonton film bercerita detektif” Jawab saya.

Lalu saya diminta untuk story telling menceritakan kembali dengan bahasa saya. Tetapi kemudian, dia meminta men-gulang kembali dengan Bahasa Inggris bertujuan untuk mengingat ulang kata-kata dasar Bahasa Inggris yang sudah dipelajari diperte-muan sebelumnya.

Saya menikmati dan semakin tertarik untuk belajar Ba-hasa Inggris setiap pertemuan. Teringat yang pernah diucapkan oleh guru istimewa saya ini “Boleh punya obsesi tetapi harus berusaha terealisasi, jangan malas, nanti hanya akan menjadi ambisi”. Saya menjadi berpikir bahwa, jika saya ingin bisa dalam suatu mata pela-jaran terutama yang bukan saya sukai cintai gurunya, maka nantinya akan suka dengan segala materi yang ada.

Sejak saat itu saya mulai percaya dengan potensi diri saya. Jika sebelumnya ragu setiap menjawab pertanyaan mulai saat itu tidak lagi menunggu bantuan dari teman. Alhamdulillah ada ha-sil dari rutinitas private di hari libur yang memuaskan. Saya lulus UN dengan nilai “delapan” dalam mata pelajaran Bahasa Inggris dengan usaha sendiri. Melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi lagi “SMA”.

Hasil usaha yang selama ini terus menunjukan kenai-kan hingga SMA, saya tidak pasif lagi ketika pelajaran Bahasa In-ggris, malahan aktif dalam diskusi maupun menjawab pertanyaan yang diberikan selama pelajaran berlangsung di kelas. Bahkan dalam diskusi kelompok saya menjadi langganan untuk menjabat sebagai ketua kelompok, “Bukan main” tak pernah terpikir sedikit

Pasti Bisa !by : Danny Purnama Mulyadi

Sejak dari tingkat sekolah dasar ada mata pelajaran se-lain matematika yang menjadi langganan membuat nilai raport saya menjadi merah. Bahasa Inggris, saya selalu menyerah tak berdaya setiap menghadapi kedua mata pelajaran tersebut, terutama Bahasa Inggris. Setiap ada pelajaran itu saya adalah murid yang paling kon-sisten, konsisten “diam” ketika ibu guru memberikan pertanyaan kepada murid-muridnya.

Akibatnya, saya menjadi murid yang cepat dikenal oleh guru mata pelajaran tersebut. Karena ketika teman-teman saya han-ya mengikuti satu kali ujian Bahasa Inggris, saya dua kali dengan ujian remedial. Banyak cara yang sudah saya ikuti dalam ujian re-medial, dari mengerjakan soal di kertas secara tertulis sampai mem-baca sebuah cerita.

Bukannya malas mengerjakan PR, tetapi memang tidak tahu apa yang harus dikerjakan karena tidak mengerti sama seka-li. Sampai-sampai, saya sering sekali datang ke sekolah pagi-pagi buta. Bukan karena murid teladan, tetapi untuk mengerjakan PR di kelas sebelum mata pelajaran dimulai. Jika membahas pelajaran matematika, pelajaran lain yang membuat saya kesulitan mungkin,

6164

bPasti Bisa d

Page 33: Layout Finalacngvg

bisa sedikit teratasi, karena setiap ada PR, saya selalu bertanya kepada ayah. Bagi ayah hitung-hitungan mungkin bukan masalah karena ayah seorang lulusan teknik sipil.

Bisa dikatakan, Bahasa Inggris adalah musuh saya saat itu. Walaupun begitu, mata pelajaran tersebut selalu ada dalam hati dan pikiran saya. Miris memang selalu ingat, tetapi untuk dibenci. Sampai tingkat SMP, saya masih seperti orang buta dalam bahasa asing yang satu ini. Setiap ada ujian lisan, saya selalu gagal men-jawab pertanyaan yang diberikan. Saya lebih memilih mendapat ni-lai “lima” daripada menjawab. Padahal waktu itu, saya hanya diper-intahkan membuat satu kalimat dalam Bahasa Inggris “Ibu membeli sayur di pasar”.

Ketika SMP saya mendapat gelar Mr. X. Keren me-mang, tetapi sejarah mendapat panggilan tersebut terbilang mema-lukan. Kala itu di kelas sedang melakukan belajar mengajar Bahasa Inggris. Setiap murid memilih kata Bahasa Inggris untuk spelling, atau mengeja setiap huruf dari kata yang dipilih. Entah mengapa, ketika giliran saya mengeja, peraturan diubah, kata ditentukan oleh guru. Karena saya sudah mempersiapkan kata saya sendiri, saya terlalu fokus dan akhirnya tidak menyimak apa yang baru saja dis-ampaikan.

Waktu itu saya memilih kata axe tetapi guru saya me-nyuruh saya mengeja rack. Dengan gugup saya eja huruf pertama “ei”, lanjut hingga huruf kedua” x”. Serentak teman sekelas tertawa karena saya salah mengeja. Huruf kedua tersebut saya ulang berka-li-kali dan akhirnya saya diberitahu bahwa saya salah mengeja.

Pelajaran terakhir siang hari itu menjadi tanda resmi, diiringi bel pulang sekolah bahwa mulai saat itu saya dipanggil Mr. X.

Semua itu belum berakhir, karena puncaknya ketika saya duduk dibangku kelas tiga, saya mendapat nilai ujian nol dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Kenapa saya tidak pernah bisa berdamai dengan Bahasa Inggris, nilai terbesar pernah didapat tidak pernah lebih dari sembilan terbalik “enam”. Padahal saya akan menghadapi Ujian Nasional untuk melanjutkan ke jejang pendidi-kan yang lebih tinggi, SMA.

Pelajaran tambahan dari sekolah maupun bimbingan belajar dari luar sekolah hanya membuat saya lelah. Akhirnya, Ibu mengganti pelajaran tambahan dari luar menjadi private dirumah, karena mungkin kasihan melihat saat anaknya sering melamun se-tiap pulang bimbel . Sedikit lega mendengar kabar gembira sebentar itu, tetapi ternyata saya akan belajar di hari Minggu. Hari dimana mentari terbit di ufuk barat bukan pertanda berakhirnya perjalanan di dunia mimpi. Rasanya malas untuk bangun pagi, lalu mandi dan pergi belajar Bahasa Inggris.

Hari pertama membuat saya terkesan karena metode pembelajaran yang diberikan berbeda dengan yang pernah saya dapat. Memberikan kesan santai, nyaman dan senang, tetapi tetap fokus dengan ilmu yang disampaikan. Awalnya, saya diajari kata-kata dasar keseharian Bahasa Inggris serta bagaimana cara mem-baca dengan baik dan benar. Kemudian, pertemuan berikutnya,

“Semalam nonton apa?” Guru private saya bertanya,

6362

bPasti Bisa d bPasti Bisa d

Page 34: Layout Finalacngvg

tingkah kakek semakin aneh dari cara berpakai, dan anehnya lagi sehabis mandi kakek selalu dandan. Tingkahnya seperti anak muda yang lagi mengalami masa PUBER. Makin hari kakek semakin aneh. Ku perhatikan dia suka memakai gel rambut, pokoknya “gak banget deh” untuk seorang kakek. Lalu aku pun berfikir, “wah..... jangan – jangan si kakek lagi jatuh cinta ni, hehehe..”. Pikiran ku pun semakin bertanya-tanya, sebenarnya ada tujuan apa sampai ka-kek bisa berubah seperti ini.

Keesokan harinya, aku menemukan keganjilan lagi. Setelah mandi kakek memakai minyak wangi, yang menurutku aneh. Sebab biasanya setelah mandi kakek tidak pernah memakai minyak wangi dan dandan seperti layaknya ABG yang sedang kas-maran. Semakin hari aku pun selalu memperhatikan kakek, yang menurutku genit dan sedikit aneh.

Pertanyaan yang selalu ada di otak ku, akhirnya ku ceritakan kepada mamah.

“mamah akhir-akhir ini aku suka ngeliat kakek berting-kah aneh deh ??” , tanyaku kepada mamah.

“aneh gmana deh Nak??”, tanya mamah sambil ber-muka heran.

“ aneh mah , jangan-jangan kakek lagi jatuh cinta he-hehe!!”, jawabku.

“Mamah pun menyanggah pertanyaan ku, wuissssss kamu jangan sembarangan ngomong ahh ”.

pun bisa seperti ini padahal dulu pernah dibuat “menyerah” oleh mata pelajaran bahasa inggris.

Ada hal lain yang mengesankan dan tak terlupakan, ketika saya yang pada waktu itu masih duduk di bangku SMA dim-inta untuk interview dengan para mahasiswa dari Hongik University Korea Selatan. Sebetulnya yang meminta adalah ibu saya sendiri, karena tempat dimana ibu saya mengabdi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan dengan Hongik University.

Program yang diadakan setiap enam bulan sekali di-mana para mahasiswa dari Korea Selatan datang untuk berbagi pen-getahuan dan memperkenalkan bagaimana kebudayaan di negeri ginseng tersebut. Para mahasiswa tersebut dipanggil “Home Stay”, mereka menginap di rumah penduduk, bukan di hotel atau pengina-pan lainnya, supaya mereka bisa mengenal kebudayaan penduduk setempat lebih dekat. Beberapa hari mereka banyak mengajarkan pengetahuan kepada murid-murid SMP tempat ibu saya menjadi guru, dan sampai pada tahap interview, jadwal sebelum mereka pen-tas seni di kecamatan, kemudian keesokan harinya mereka kembali ke Korea Selatan.

Saya menjadi tuan rumah, karena lokasi interview be-rada di rumah dan tentunya saya ditemani oleh kakak dalam bekerja. Banyak hal yang kami bahas mulai dari kebudayaan, orang-orang terkenal sampai trending topic apa yang sedang booming disana. Awalnya nerveous untuk memulai hal baru, dan dengan sedikit terbata-bata menanyakan banyak hal kepada mereka. Kegiatan

6568

bPasti Bisa dbKakekku Genit d

Page 35: Layout Finalacngvg

ini terus berjalan secara rutin satu tahun dua kali, terakhir kalinya mengikuti kegiatan ini semester empat lalu.

Di dunia ini tidak ada yang mustahil, impossible, ti-dak bisa atau istilah yang hanya menunjukan ketidaksanggupan akan suatu hal, tetapi semua itu ada ditangan kita. Jika orang Jepang memiliki pemikiran bahwa “Sukses” adalah 50% usaha dan 50% keberuntungan, menurut agama dan kepercayaan saya “Sukses” itu 50% usaha diikuti 50% berdoa, maka 100% SUKSES.

Kakekku Genitby : Dieta Rizkiani Putri

Aku memiliki kakek yang berumur 65 tahun. Ia selalu merasa kesepian tinggal sendirian dirumah, karena nenekku telah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Melihat Keadaan kakek yang selalu merasa kesepian, akhirnya papah dan mamah sepakat untuk membawa kakek tinggal bersama keluargaku. Awalnya aku pun senang ketika kakek tinggal dirumahku, sebab setiap mendapat gaji pensiun aku pasti suka diberi uang untuk jajan, lumayanlah hehehe...

Semejak ada kekek dirumah, aku pun berubah menjadi rajin. Setiap pagi kalau tidak ada jadwal kuliah pasti aku menjaga kakek dan mengurus makannya, karena kalau tidak disiapkan pasti kakek tidak mau makan. Setiap pagi aku selalu membuatkan kakek makanan dan segelas teh manis hangat. Setelah makan pasti kakek pergi ke luar untuk jalan-jalan, mencari udara segar sambil berolah raga (jalan santai).

Beberapa bulan kemudian aku merasakan aneh pada kakek. Sifat kakek berubah seperti tingkah anak kecil yang masih berusia 12 tahun, terkadang bertingkah seperti anak remaja. “mung-kin perasaan ku saja” kataku dalam hati. Semakin hari aku melihat

6766

bPasti Bisa d

Page 36: Layout Finalacngvg

han aku mencoba untuk masuk ke ruangan kelas.

“Tok..Tok..” Aku mengetuk pintu sambil berkata ”per-misi pak, maaf saya terlambat, boleh saya masuk?” Kataku menya-pa guru fisika yang sedang mengajar dikelas.

“Ya, silahkan masuk dan jangan lupa kumpulkan tugas kamu di atas meja saya.” Kata guruku.

“Terima kasih Pak .” Ujarku kembali.

Aku pun masuk ke kelas dan mulai duduk di tahta kera-jaanku. Kepanikan mulai terjadi lagi, kali ini aku benar-benar takut. Keringatku mulai bercucuran dan wajahku mulai pucat.”Oh My God, mampus aku”. Teman sebangkuku yang mulai aneh melihat perubahan wajahku mulai mengangkat suara.

“Ada apa na?” Ujarnya.

“Kayaknya tugasku ketinggalan Rin. Tapi seingatku, aku sempat masukin ke dalam tasku. ” Jawabku sambil merogoh-rogoh tasku.

“Coba kamu periksa baik-baik, siapa tau terselip” Ujarnya kembali.

“Nggak ada Rin, aku udah cari” Jawabku lagi.

“Kalau begitu, aku gak tau mau bilang apa.” Rina men-gangkat bahunya isyarat bahwa dirinya menyerah.

Hal tersebut rupanya sudah diperhatikan dari tadi oleh

“Sambil tersenyum aku pun menjawab, hehe bercanda mah... tapi beneran mah kakek tingkahnya jadi aneh gitu, kaya anak muda lagi puber, coba mamah perhatiin deh” .

“ahh kamu aneh-aneh saja, yasudah nanti mamah li-hat”, kata mamah sambil meninggalkan pergi ku.

Sore pun tiba, mamah terkejut ketika kakek sedang me-makai gel rambut dan langsung bertanya, “ kakek rapi amat mau kemana ( sambil keheranan)”

Kakek pun langsung menjawab, ”Oh kakek tidak ke-mana- mana kok, kakek hanya ingin kelihatan rapi dan ganteng saja, hehehe” .

Mamah pun akhirnya tenang setelah mendengar jawa-ban dari kakek. Semakin hari mamah pun semakin memperhatikan kakek. Tingkahnya seperti anak kecil. Apa yang kakek mau har-us dituruti, mulai dari menu makanan. Kakek hanya mau makan dengan menu yang ia minta, sampai akhirnya mamah pun menjadi heran.

Mulai dari cara berpakaian, memakai gel rambut, me-makai minyak wangi, sehabis mandi dan sampai akhirnya ke menu makanan pun harus dituruti. Mamah semakin merasa kebingungan. Akhirnya semua keanehan yang dirasakan mamah diceritakan ke-pada papah.

Setelah papah pulang kerja, mamah langsung menceri-takan keanehan- keanehan kakek. “pah, kakek kelihatanya aneh

72 69

bKakekku Genit dbKado Terindah d

Page 37: Layout Finalacngvg

mulai dari tingkahnya yang berdandan dan apa yang kakek mau harus dituruti. Mamah pun bingung. Awalnya mamah tau dari Nita. Setelah mamah perhatikan ternyata benar tingkahnya kakek berubah seperti anak yang lagi puber, terkadang juga seperti anak kecil”, kata mamah ke papah

papah menjawab sambil memberi pengarahan, Ohh..memang sebagian besar, orang yang sudah tua itu kelakuannya ter-kadang berubah seperti anak kecil, papah pernah membaca artikel, memang itu kejadian yang lumrah. Banyak kakek-kakek bertingkah seperti anak kecil dan terkadang seperti anak yang lagi berajak de-wasa. Mungkin kakek sedang mengalami itu sekarang, entah ka-kek ingin mendapat perhatian lebih, pokoknya mamah tenang saja, tingkah laku kakek harus kita maklumi”.

Ternyata kakek tidak seperti yang aku bayangkan. Ka-kek hanya ingin kelihatan rapi dan ingin lebih diperhatikan oleh anak dan menantunya. Kecemasan mamah pun sudah mendapat jawaban. Aku dan mamah pun sekarang menjadi tenang setelah mendapat penjelasan dari papah.

“Kado Terindah”by : Dina Pratiwi S Klengna

Pagi ini aku bangun dengan tidak bersemangat. Ku-lihat keluar jendela kamarku, udara pagi yang sejuk dan matahari yang bersinar cerah tapi tidak secerah hatiku pagi ini. ”Huffttt..” gerutuku dalam hati dengan wajah cemberut. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30.”Astaga...” teriakku. Aku harus buru-buru ke sekolah untuk nmengikuti upacara bendera yang setiap hari senin dilaksanakan. Aku pun langsung keluar dari kamar dan menuju ke kamar mandi. Namun yang paling aneh, aku tak menemukan siapa-pun dirumah pagi ini, baik mama, papa, maupun adik perempuanku. Rumah ini seakan tidak berpenghuni. Kekesalanku semakin melu-ap, “bukan hanya mereka lupa hari ini adalah hari ulang tahunku, tapi mereka juga lupa untuk membangunkanku berangkat ke seko-lah, benar-benar keterlaluan” gerutuku dalam hati.

Kekesalan yang sama juga aku rasakan di sekolah. Aku harus berhadapan dengan Ibu Henny yang merupakan salah satu guru BP terkiler di sekolahku, untuk menjalani hukuman karena keterlambatanku tiba di sekolah. Hukumannya yaitu aku harus kel-iling lapangan sekolah yang begitu luas sebanyak lima kali. “Kali ini aku sudah bisa masuk” Aku berkata dalam hati, karena hukuman yang diberikan sudah aku jalankan dengan baik, dan dengan perla-

70 71

bKakekku Genit d

Page 38: Layout Finalacngvg

guruku. Dengan langkah pelan dia mulai menuju bangnku dimana tempat aku berdiam.

“Bagaimana dengan tugas kamu?”

“Apakah kamu sudah menyelesaikannya?” Tambahnya lagi.

Dengan wajah tertunduk, aku menjawab “Maaf pak, tugas saya ketinggalan”.

Jawabanku itu tentu saja membuat guru fisikaku men-jadi kesal, ditambah aku yang terlambat masuk ke ruangan kelas.

‘Ketinggalan?!!” Mudah sekali kamu menjawabnya ya!”

“Baiklah! Kalau begitu kamu harus mengerjakan tu-gas yang akan saya berikan nanti dan dikumpulkan besok pagi jika kamu mau mendapatkan nilai tugas dari saya.” Ujarnya kembali.

“Baik pak.” Jawabku.

Pelajaran kembali dilanjutkan, tapi tak sedikit pun aku fokus unruk menerima pelajaran hari ini. Wajah kusut dan tidak bersemangat yang aku pancarkan. Pikiranku melayang entah ke-mana, sampai tak ku sadari air mataku mengalir, “Oh Tuhan, betapa sial hidupku hari ini.” Kataku dalam hati.Mulai dari ulang tahunku yang dilupakan, ke sekolah tidak dibangunkan, terlambat, dan tugas ketinggalan. Benar-benar lengkap penderitaan hidupku.

76 73

bKado Terindah d

Page 39: Layout Finalacngvg

menguasai semua materi yang diajarkan tentor, agar tidak terting-gal materi dengan teman-teman yang ada di sekolah. Setelah bim-bel usai, aku tidak langsung beranjak pulang karena masih ingin menanyakan materi mengenai tuga syang diberikan oleh guru fisika di sekolah tadi. Semuanya aku kerjakan dengan baik, sampai benar-benar selesai baru aku beranjak pulang.

Diperjalanan pulang, aku mulai tersenyum. Materi bimbel hari ini bisa aku pahami dan tugas yang harus dikumpulkan besok sudah aku selesaikan. Kini suasana hatiku berubah, tadi pagi kesal sekarang sudah menjadi bahagia.

Saat tiba di rumah, aku mulai masuk dan begitu ter-kejutnya aku ketika melihat papa, mama, dan adik perempuanku menyambutku dengan sebuah kue tart, dan lilin yang menyala dengan sebuah kado yang terbungkus indah sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku. Mereka mencium pipiku dan tak terasa air mataku mengalir. Ini adalah air mata kebahagiaan, bukan kesedihan. Ternyata aku salah, mereka bukan melupakan hari ulang tahunku tapi mereka sengaja membuat aku kesal untuk membuat suprise di hari ulang tahunku. Mulai hari ini aku berjanji tidak akan mudah berfikir negatif kepada siapapun yang akhirnya merugikan diri sendiri. Ini adalah hadiah terindah yang aku alami dalam hidup-ku.

Bel sekolah berbunyi, tandanya proses belajar-menga-jar telah usai. Teman-temanku mulai berhamburan keluar, begitu juga dengan aku. Dengan cepat aku beranjak meninggalkan tahta kediamanku dan mulai berjalan keluar kelas untuk mencari salah satu angkot yang bisa mengantarkanku pulang ke rumah. Wajar saja, aku trauma dengan keterlambatan hari ini yang mengakibat-kan tugasku ketinggalan dan yang ada dipikiranku saat ini hanya bagaimana supaya aku bisa sampai ke rumah dengan cepat, karena aku tidak ingin juga terlambat tiba di tempat bimbelku nanti.

Setibanya di rumah, aku mendapati keadaan rumah yang sama seperti tadi pagi ketika aku berangkat ke sekolah. Den-gan acuh tak acuh, aku mulai makan siang, “aku tak ingin ambil pusing lagi” niat dalam hatiku. Setelah makan siang aku mulai istirahat. Tapi pikiranku tetap tidak bisa jauh dari masalah hari ini. Rasa marah, kesal, benci, dan kecewa semua menjadi satu. Tapi ditengah khayalanku, tiba-tiba aku berfikir hal-hal buruk yang aku alami satu hari ini di sekolah. Mulai dari terlambat, dihukum dan tugas yang tertinggal, “Benar-benar ceroboh aku ini” gumamku dalam hati pada diriku sendiri.” “Seharusnya aku bisa berfikir lebih dewasa, apalagi diusiaku yang sudah bertambah satu tahun, aku ha-rus mampu memilah mana yang menjadi masalah pribadi dan mana yang menjadi masalah utama.” Kataku dalam hati.

Kini waktunya berangkat bimbel, aku berangkat leb-ih awal agar tidak terlambat tiba disana.Sesampainnya di tempat bimbel, aku mencoba fokus mendengarkan apa yang dijelaskan tentorku. Karena tadi di sekolah aku benar-benar tidak memperha-tikan pelajaran yang diberikan guru-guruku. Aku mencoba untuk

74 75

bKado Terindah d bKado Terindah d

Page 40: Layout Finalacngvg

kecil, lebih tepatnya pada saat kelas satu di sekolah dasar. Suatu ketika saat aku ingin bermain bersama teman di luar rumah, dan aku mengurungkan niatku untuk pergi ke sekolah. Dengan spontan aku memberikan alasan kepada ayahku untuk tidak masuk sekolah, kebetulan pada saat itu ayah sedang berada di rumah. Aku memberi-kan alasan sakit kepada ayahku, lalu dia meletakkan telapak tangan-nya dikeningku dan terdiam sejenak. Sambil tersenyum ayaku lalu berkata “kalau begitu hari ini istirahat saja di rumah, jangan main keluar.” Betapa bahagianya diriku saat mendengar ucapan ayah itu. Bagiku, ucapan tersebut merupakan izin secara tidak langsung dari ayah agar aku bisa bermain bersama teman-temanku. Aku sangat antusias dan berpikir bahwa ayahku pasti akan berangkat ke kantor pagi itu karena supir ayah sudah menyalakan mesin mobil.

Setengah jam berlalu, aku masih berbaring di atas kursi dan pura-pura merasa lemas. Aku menunggu hingga ayahku berang-kat ke kantor. Namun, saat-saat yang dinantikan tak kunjung tiba. Supir ayah sudah mematikan kembali mesin mobil, tiba-tiba ayah memanggil supirnya dan malah menyuruhnya pulang. Aku pikir ayah akan berkendara sendiri hari ini, maka aku masih berpura-pura sakit. Sambil menanti dengan penantian yang tak kunjung tiba, aku berbaring di atas kusi sambil memeluk guling dan berselimut.

Tak lama ayah kembali ke ruang tamu dan duduk, ke-mudian ayah mengambil koran yang diletakkan di atas meja lalu membacanya dengan santai. Aku tidak menyadari bahwa ayah telah berganti pakaian, karena saat itu aku masih antusias bahwa ayah akan segera berangkat. Butuh waktu yang cukup lama bagiku sam-pai aku menyadari bahwa kenyataan-nya ayah memang tidak pergi

Aku dan Keluargakuby : Dinni Ayu Anisyah

Aku adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Aku me-miliki dua orang kakak laki-laki. Kakakku yang pertama bernama Doni dan yang kedua bernama Nug. Perbedaan umur antara aku dengan kakak kedua ku sekitar empat tahun, sedangkan perbedaan umur kakak keduaku dengan kakak pertamaku sekitar tiga tahun. Kakak pertamaku merupakan pribadi yang cuek. Dia sangat menyu-kai permainan ding-dong, walaupun sudah sering diperingatkan dan dilarang oleh ayah. Kakakku yang kedua merupakan pribadi yang selalu bisa mengambil kesempatan saat orang-orang di sekitarnya lengah. Sedangkan aku merupakan pribadi yang selalu kurang beruntung saat sengaja melakukan kesalahan.

Ayah dan ibuku selalu bekerja setiap hari, bahkan ter-kadang hari minggu pun tidak termasuk dalam daftar hari libur bagi ayah dan ibuku. Namun, walaupun begitu ayah dan ibu terkadang masih bisa meluangkan waktu untuk berkumpul bersama ketiga anaknya. Ayah memiliki sifat disiplin dan tegas. Dia selalu menge-tahui apa yang dilakukan meskipun dia sedang bekerja. Bahkan seo-lah mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh kami. Sedangkan ibu merupakan sosok wanita yang tenang dan selalu bisa meman-jakan. Walaupun ibu memiliki pembawaan yang tenang, ibu selalu

7780

bAku dan Keluargaku d

Page 41: Layout Finalacngvg

dilanda rasa khawatir terhadap kami. Inilah kisah unik bersama ke-luargaku.

Aku akan mulai dengan menceritakan kisah Doni, ka-kak pertamaku. Kakakku yang satu ini sangat menyukai permain-an. Namun dia jadi lebih menyukai permainan ding-dong, setelah berkali-kali menang. Entah itu hanya kebetulan atau bukan, tapi itulah yang menyebabkannya sangat menyukai permainan itu. Be-gitu sukanya dengan permainan tersebut, sampai-sampai temannya mengetahui kebiasaannya.

Suatu ketika di sore hari, kakakku itu menghilang. Pembantu di rumahku panik, karena seharusnya kakak sudah berada di rumah setelah pulang sekolah. Menurutnya, tidak seperti biasan-ya kakakku itu menghilang secara tiba-tiba. Pembantuku langsung memberitahukan hal tersebut kepada ibu dan ayahku yang saat itu sama-sama baru pulang dari kantor. Ibu ikut panik, tapi ayah malah bersikap santai dan berkata “Tenang, paling dia lagi main. Kalau sampai isya belum pulang juga, baru boleh panik.”

Ibuku tidak bisa setenang ayah, ia terus membujuk ayah untuk segera mencari Doni. Akhirnya ayah turun tangan. Setelah maghrib, ayah mengumpulkan anak-anak seusia kakakku. Kemu-dian ayah memegang sebuah kantong plastik berisi uang recehan dan mengumumkan, “Siapa yang tau Doni dimana dan bisa bujuk Doni pulang, nanti papa Doni kasih ini.” Pengumuman dari ayah sambil menunjuk kantong plastik.

Secara spontan anak-anak yang tadi berkumpul bilang, “Papanya Doni… Papanya Doni… Doni ada di tempat main ding-

dong. Nanti aku bujuk Doni supaya pulang.” Benar saja dugaan papa, ternyata kakakku memang sedang bermain. Tak lama kemu-dian, Doni pulang sambil tersenyum bangga sambil membawa hasil permainannya tadi. Ibu pun akhirnya berhenti untuk bersikap panik dan keadaan kembali tenang.

Berbeda dengan Doni kakak pertamaku. Nug, kakak keduaku memiliki sikap tertutup dan lebih sering diam sambil men-gamati keadaan sekitarnya. Suatu ketika, ayah dan ibu menerima tamu. Mereka sengaja menyuguhkan makanan untuk tamunya terse-but. Sambil berbincang-bincang, ayah, ibu, dan tamunya tersebut tentu tidak memperhatikan keadaan sekitar. Saat ayah dan ibu akan menawarkan makanan yang tadi diletakkan di atas meja, makanan tersebut hilang begitu saja beserta piring-piringnya. Ketika mer-eka sedang berbincang, tiba-tiba makanan tersebut ikut kembali. Namun yang mengherankan, makanan tersebut kembali dalam ke-adaan tidak utuh.

Kejadian yang sama selalu terjadi saat tamu ayah dan ibu datang. Akhirnya mereka mulai mengetahui kemana makanan tersebut menghilang. Ternyata Nug, kakak keduaku yang sering mengambil makanan secara diam-diam. Dia mengamati keadaan sekitar dan menunggu hingga orang-orang lengah, lalu segera men-gambil makanan yang telah diletakkan di atas meja tersebut. Setelah ayah mengetahui kebenarannya, akhirnya Nug tidak berani untuk mengambil makanan secara diam-diam lagi.

Berbeda dengan kisah kedua kakakku, aku akan mencer-itakan mengenai kisahku sendiri. Berawal dari diriku yang masih

7978

bAku dan Keluargaku d bAku dan Keluargaku d

Page 42: Layout Finalacngvg

ke kantor. Ternyata ayah memutuskan untuk beristirahat di rumah hari itu.

“Papa nggak jadi berangkat ke kantor?” Tanyaku ke-pada ayah secara tiba-tiba.

“Nggak, papa hari ini ingin dirumah saja.” Jawab ayah-ku sambil tersenyum.

“Emang nggak apa-apa kalau nggak masuk kantor pah?” Tanyaku lagi.

“Boleh, kan papa udah izin.” Jawab papa masih terse-nyum.

Setelah menanyakan pertanyaan yang singkat tersebut, aku mulai gelisah dan selalu menatap ke arah pintu keluar. Aku ingin sekali keluar rumah dan bermain bersama teman. Aku mu-lai bergerak dan memposisikan diriku di lantai, lebih tepatnya se-dang berusaha merayap untuk mendekati pintu keluar. Sedikit lagi mendekati pintu keluar, hingga ku dengar suara yang sangat akrab ditelingaku.

“Ayu...Ayu... Main yuk…” Suara teman-temanku dari luar.

“Ayu lagi sakit, mainnya besok saja ya.” Kata ayah kepada teman-temanku.

“iya om.” Balas teman-temanku sambil berlalu.

8184

bAku dan Keluargaku d

Page 43: Layout Finalacngvg

“Lho, kan ade tidur. Kata papa jangan di bangunin, karena kasian. Terus papa bilang nanti papa mau nganterin ade, kalo ade udah bangun. Soalnya papa juga akan menghadiri acara di kan-tor. Eh tiba-tiba nggak jadi.” Jawab mama dengan santainya.

“Oh, gitu.” Jawabku dengan nada kecewa.

Aku masih bingung dan merenung di ruang tamu. Ibu dan kedua kakakku segera berkumpul bersama ayah di ruang ke-luarga. Tak lama, aku mendengar suara tawa ayah, ibu, dan kedua kakakku. Aku jadi semakin bingung dan segera menuju ke ruang keluarga. Usut punya usut, ternyata ayah menjelaskan kalau ayah sudah mengetahui aku berbohong. Ayah sengaja membiarkanku berpura-pura, karena menurutnya tingkahku begitu lucu. Apalagi saat ingin merayap keluar rumah. Ayah menjelaskan bahwa ayah tahu aku berbohong dikarenakan hari itu memang hari libur, dan tidak seharusnya aku memberikan alasan konyol untuk tidak masuk sekolah.

“Lho, katanya sakit. Kalau sakit jangan keluar dong.” Kata-kata ayah mengejutkanku.

“Hehe.. Iya pah, cuma mau liat sendal kesayangan ade di luar.” Jawabku sambil menghentikan langkah dan kembali masuk ke dalam.

Ya, kesimpulannya hari itu aku tidak jadi bermain kelu-ar rumah. Aku menghabiskan waktu seharian di dalam rumah sam-bil berbaring. Aku mulai menyesali perbuatanku dan berjanji pada diri sendiri bahwa tidak akan berbohong lagi. Aku berharap bahwa hari itu akan segera berlalu dan bisa bermain bersama teman-teman lagi.

Sore harinya ibu pulang bersama kedua kakakku. Ten-tu saja aku heran, ibuku dan kedua kakakku pulang dengan wajah gembira dan menggunakan pakaian santai. Untuk menghilangkan rasa penasaranku, aku bertanya kepada ayah. Namun, ayah hanya menanggapai pertanyaanku dengan senyuman. Karena masih bin-gung dan penasaran, kemudian aku menghampiri ibu sambil me-nyambutnya.

“Ma, mama abis dari mana?” Tanyaku langsung kepada mama.

“Mama abis jalan-jalan tu seharian sama kakak kamu.” Jawab mama dengan santai.

“Kok mama nggak ngajak ade?” Tanyaku dengan nada kecewa.

8382

bAku dan Keluargaku d bAku dan Keluargaku d

Page 44: Layout Finalacngvg

Saat akan membawa ibuku ke kamar, bahuku ditarik kencang dari arah belakang, dan gempalan tangan mendarat di wajahku. Aku sampai terjatuh, tetapi ayah terus memukulku. Ibu berteriak sambil menarik-narik tubuh ayah sambil berusaha me-misahkannya dariku. Namun percuma, tenaganya tidak cukup untuk menahan ayahku, bahkan ayah berbalik memukulnya dan ibu ter-jatuh dilantai yang berserakan bersama pecahan gelas. Ibu tergele-tak tak bergerak. Kepalanya tergores pecahan kaca, dan darah mengalir membasahi lantai. Adik-adikku yang baru bangun hanya berdiri ketakutan setelah mendengar suara keributan berteriak, lalu mereka berlari menuju ibuku sambil menangis.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong ayahku kami bergulat layaknya orang yang saling bermusuhan. Setiap gerakan yang kupelajari di Karate kupergunakan untuk melawan ayahku. Tapi apa daya, dia lebih kuat dariku. Wajar saja, aku masih meme-gang sabuk biru sementara dia sudah sabuk hitam semasa mudanya. Ayah menendang tepat dikepalaku dengan sekuat tenaga, dan terasa sangat sakit di bagian hidung.

Aku memegangi hidungku kesakitan dan tersadar dari tidurku. Aku terjatuh dari tempat tidur dan wajahku terbentur lantai. Aku sadar baru saja bermimpi, namun kekhawatiranku akan ibuku tidak hilang begitu saja. Bergegas kuambi handphoneku dan menel-pon ibuku.

“Mama gak kenapa-kenapa kan?”, tanyaku.

“Ga kenapa-kenapa kok nak, emangnya kenapa?”, jaw-ab ibuku.

Mimpiby : Donny Pahotan Napitupulu

Mimpi adalah bunga tidur. Ya, aku setuju dengan ung-kapan itu. Akan terasa hampa apabila aku terbangun dari tidur tanpa mengingat sesuatu yang terjadi dari mimpi yang baru saja ku alami. Mengingat kejadian-kejadian di dunia mimpi itu tanpa batasan, karena tidak ada yang mustahil untuk dilakukan didalam mimpi.

Katanya, “mimpi merupakan gambaran kegiatan kita sehari-hari”. Kebetulan saya menyukai permainan game, sering kali permainan itu hadir dalam mimpiku, dan aku ikut berperan lay-aknya tokoh dalam permainan itu. Sungguh menyenangkan sampai akhirnya mimpiku berakhir karena kaget lalu terbangun oleh suara alarm HP maupun suara Ibuku yang sedang membangunkanku.

Seperti biasa, aku terbangun dari tidurku, dan kebetu-lan aku baru saja bermimpi. Tapi bukan mimpi seru seperti biasan-ya. Jantungku berdetak kencang, dan keringat bercucuran disekujur tubuhku. Ayah hadir dalam mimpi dan aku tak senang dibuatnya.

Aku lupa bagaimana awal mimpiku itu. Yang kuingat, saat itu kira-kira pukul sembilan malam dimana aku masih asyik bermain game di komputerku, sementara ibu dan ketiga adikku sudah larut dalam tidurnya. Tiba-tiba aku mendengar suara mobil

8588

bMimpi d

Page 45: Layout Finalacngvg

yang perlahan berhenti di depan rumahku. Aku mengenali suara mobil itu. Dan ternyata itu adalah mobil ayah. Biasanya dia pulang dari kantor jam 5 sore., tapi kali ini mungkin dia sedang banyak tu-gas. Segera aku ke dapur membuat segelas teh untuk ayahku yang sudah sangat letih.

Aku meletakkan teh yang baru saja kubuat di meja ru-ang tamu, dimana ayahku biasa duduk sepulang kerja. Biasanya dia akan membaca kembali catatan kerja yang baru saja dia kerjakan, butuh waktu yang cukup lama sampai dia selesai membaca sambil meminum teh yang telah kubuat. Sengaja aku membuat teh dengan air panas saja, agar tetap hangat saat ia meminumnya.

Suara mobil itu tidak terdengar lagi. Ayahku telah me-masukkannya ke garasi. Ibuku keluar dari kamar menuju pintu de-pan untuk membukakan pintu. Sementara aku kembali melanjutkan permainan komputer yang tadi berhenti sejenak.

“Duar!!”,

Terdengar suara benturan keras yang berasal dari pintu depan. Ayahku menggedor pintu sangat kuat sebelum ibu sampai kesana,

“Iya, ia ini juga mau dibuka. Sabar sedikit kenapa?”,

Jawab ibu dengan nada sedikit kesal sambil membuka-kan pintu. Sementara aku menghentikan permainanku dan bergegas ke depan pintu untuk melihat apa yang terjadi.

Ayah masuk kedalam rumah dengan langkah tertatih-

tatih. Bajunya berantakan dan kotor. Tas kerja yang memang biasa dia bawa dibuang begitu saja ke lantai. Ternyata ayah mabuk. Terli-hat wajah ibu sangat kesal melihat kondisi ayah.

“Jangan sok anak muda deh”, ucap ibu.

“Malu sama anak-anakmu, udah tua masih begini”, tambahnya sambil mengambil tas kerja ayah.

Ibu menyimpan tas ayah dan kembali ke ruang tamu. Disana ayah telah duduk di bangku, sambil mencoba membuka sepatunya. Memang sangat sulit dia melakukannya apalagi dengan kondisi seperti itu. Perutnya yang cukup besar menyusahkannya un-tuk mencapai sepatunya sendiri. Jadi biasanya kami atau ibu yang membukakannya.

Lalu ibu berjalan mendekati ayah dan duduk di depan-nya. Dibukakan nya sepatu dan kaos kaki ayah sambil mengomel. Sementara ayah hanya menyandarkan kepalanya di punggung bang-ku seperti tidak menghiraukan tindakan ibu.

Aku tak tahu apa yang dibicarakan mereka, tiba-tiba terdengar suara jeritan ibuku dan disusul suara pecahan kaca. Teh panas yang telah kubuatkan disiram oleh ayah ke wajah ibu lalu membanting gelasnya ke lantai hingga pecah. Ibu terduduk menan-gis sambil menutup wajahnya karena panas. Aku tak tahu apa yang diucapkan ibu sampai ayah menjadi marah seperti itu.

“Apa-apaan sih pak?” teriakku melihat itu, lalu aku langsung membantu ibu berdiri.

8786

bMimpi d bMimpi d

Page 46: Layout Finalacngvg

“Papa dimana?”,

“Baru aja berangkat kerja, kenapa sih?”, jawab ibu.

“Syukurlah, ga kok ma.. nanya aja”, jawabku kepada ibuku.

Sekejap perasaanku menjadi tenang mendengar jawa-ban ibu. Kebencian kepada ayahku dan kekhawatiran kepada ibuku hilang. Aku tersadar itu hanya mimpi buruk, dan tak akan terjadi.

Ayah bukanlah pemabuk, dan dengan mudah melay-angkan tangannya untuk memukul orang. Beliau adalah orang yang sangat baik dan penyayang. Seorang yang menjadi sahabat bagi kami, dan seorang yang bertanggung jawab, bekerja keras mencari nafkah buat kami keluarganya. Meskipun dia dalam banyak ma-salah, tidak akan hilang senyumnya saat berbincang dengan kami.

Mimpi yang baru kualami tidak akan membuatku benci kepada ayahku. Kuanggap itu hanya sebuah mimpi buruk. Mung-kin juga pengaruh dari hobiku yang senang bermain game. Kali ini ayahku sebagai penjahatnya, dan aku seorang pahlawan yang beru-saha menyelamatkan ibu.

Aku sayang ayah, ibu dan adik-adikku…

cinta, dan banyak lagi yang tak mungkin di sebutkan satu persatu karena sungguh memakan tempat jika dituliskan karena jumlahnya yang sangat banyak.

Diantara mereka semua aku memiliki dua orang teman dekat yang juga menjadi partner-ku dalam merancang suatu Sys-tem perangkat lunak. Mereka adalah Alam listyadi dan Anton. Alam yang biasa dipanggil dengan jamet itu adalah seseorang yang bisa di andalkan dalam membuat suatu program komputer, baik itu den-gan menggunakan java atau pun php. Jamet memiliki kemampuan yang bagus dalam berinovasi, aku pun salut dengannya. Pasti ada saja inovasinya yang muncul setiap hari dalam menciptakan suatu design perangkat lunak. Ketika aku bertanya darimana Jamet selalu mendapatkan inspirasi dalam membuat suatu inovasi aku pun se-lalu tertawa mendengarnya. Ternyata Jamet mendapatkan inspirasi ketika sedang nongkrong sambil melamun di kamar mandi. Ber-beda engan Anton, Anton adalah seseorang yang ahli dalami bidang mobile programming, seperti android. Akhir-akhir ini Anton selalu menghabiskan waktunya dengan mempelajari android, dan Jamet mulai jatuh cinta lagi dengan teman sekelasnya semenjak di tinggal pergi oleh kekasihnya beberapa waktu lalu. Aku berharap semoga saja jamet bisa mendapatkan cinta sejatinya agar dia tidak sering galau seperti istilah-istilah anak muda jaman sekarang yang dapat mengurangi kinerja jamet dalam berinovasi seperti sedia kala. Bi-asanya kalau sedang galau jamet tidak lupa update status di face-book dan nge-¬tweet di twitter.

Selain mempunyai teman teman yang unik. Aku juga senang menjadi cibitas akademika Diploma IPB karena bisa kenal

8992

bMimpi dbMy Diary d

Page 47: Layout Finalacngvg

My Diary by : Efriandika Pratama

Tak terasa aku sudah lebih dari dua tahun di Diploma IPB. Sekarang aku sudah di penghujung semester lima, dimana se-bentar lagi akan memasuki semester enam yang merupakan akhir perjalananku menempuh pendidikan di Diploma IPB. Aku adalah seseorang yang berasal dari ranah minang yang terkenal akan ke-nikmatan masakannya.

Sejak awal aku berada di Diploma IPB aku menemui berbagai macam teman-teman yang memiliki tingkah laku yang sangat unik. Aku senang sekali bisa mempunyai teman-teman sep-erti mereka. Kini teman-teman yang kumiliki tidak hanya sebatas remaja yang tinggal satu kota denganku sebagaimana waktu aku duduk di bangku SMA dulu, tetapi sekarang aku mempunyai te-man-teman yang berasal dari berbagai penjuru nusantara. Ada bro Gultom dari Sumatera Utara, Gusti dari Kota Jambi, Iman dari Kota Palembang yang selalu melarikan diri bersamaku apabila ada razia rambut panjang di kampus, ada Ayubi dari Lampung yang badan-nya besar seperti kingkong, Benny dari Bekasi yang sangat gemar sekali menggunakan BBM (BlackBerry Messenger) kapan pun dan dimanapun berada, ada Anton dari Sumedang, ada Alam Jametson dari Bojonegoro yang selalu bermasalah dengan yang namanya

9190

Page 48: Layout Finalacngvg

karena harus melapor ke ruang Komdis dulu. Aku bertemu dengan seseorang lelaki yang bernama Pak Sakti. Dan tanpa disangka tanpa diduga, beliau bertanya kepadaku.

“Sudah semester berapa dan berapa kali kena komdis”. Aku pun menjawab

“Sudah semester lima pak tetapi saya baru kali ini kena komdis”. Jantung ku mulai berdetak begitu kencang.

“Oh kenapa Rambut anda panjang ??” tanya pak Sakti.

“Sebenarnya mau di potong pak tapi semester 5 sibuk kuliah” jawabku.

Pak Sakti diam sejenak, mungkin karena aku selalu berpakaian rapi ke kampus hanya saja rambut yang jarang rapi be-liau kembali berkata

“OK. KTM kamu saya kembalikan tapi rambutnya di potong sangat pendek sekali lebih pendek dari ini”.

Aku pun kaget setengah mati harus memotong pendek rambutku lebih dari ini. Tetapi apa boleh buat, dari pada harus lapor Komdis tujuh kali lebih baik aku potong rambut sangat pendek. Oleh karena itu saat ini rambut aku pendek dan lucu. Bahkan ka-lau di lihat lihat bisa jadi bahan tertawaan. Tetapi dari sana aku mendapatkan pelajaran yang berharga.

dengan Dosen- dosen yang baik hati dan tidak sombong. Di sini aku bisa menemui berbagai macam jenis karakter Dosen, dari yang memiliki raut muka yang sangar, yang bertingkah lucu dan yang sangat baik sekali.

Suatu ketika, disaat aku baru manjalani semester per-tama di Diploma IPB aku sangat heran ketika Wakil Direktur satu Bidang akademik berjalan melintasi gedung CB beberapa maha-siswa terlihat seakan-akan menghindar. Dan ternyata setelah aku melakukan survey kepada beberapa orang senior, baru aku mene-mukan jawabannya. Aku pun tertawa mendengarnya. Ternyata ma-hasiswa yang menghindar saat Wakil Direktur satu lewat itu merasa takut karena beliau terlihat sangat garang, padahal menurutku tidak seperti itu, beliau malah terlihat cantik. Tetapi beliau memang me-milik disiplin yang tinggi. Biasanya langsung memberikan sanksi kepada mehasiswa yang melanggar aturan kampus saat berpapasan. Mungkin karena itu pula mahasiswa mahasiswa lain terlihat sedikit menghindar. Sebenarnya itu salah mereka sendiri, tidak mengikuti aturan kampus.

Beberapa waktu lalu, tepatnya satu minggu yang lalu. Aku pergi makan siang ke malabar bersama Anton. Menurut jadwal, jam 11 pada hari itu kelasku akan praktikum Komputer Akuntansi di Lab. CB K70-2. Tetapi, entah dari mana ada saja bisikan setan ditelingaku bahwa aku lebih baik tidak masuk saja, selagi kehadi-ranku pada minggu minggu sebelumnya masih full. Di Diploma IPB memberikan batas hanya dua kali ketidak hadiran, jika lebih akan dikenakan sanksi cekal saat ujian. Hatiku pun mulai gundah menjadi ragu apakah aku masuk kelas atau pulang. Sesaat setelah

96 93

bMy Diary d bMy Diary d

Page 49: Layout Finalacngvg

makan, aku menyakan itu kepada anton apakah ia masuk praktikum atau tidak. Ternyata Anton juga bingung masih ragu masuk apa ti-dak, karena sangat kelelahan begadang hingga larut malam menger-jakan tugas RPL yang banyaknya minta ampun.

Beberapa saat kemudian ketika aku dan anton selesai makan siang dan hendak menuju kampus kembali aku bertemu den-gan Jamet di jalan, dan kemudian aku menanyakan kepada jamet, megapa ia tidak mengarahkan motornya ke arah kampus, ternyata jamet memilih untuk tidak masuk hari itu alasannya ternyata tidak jauh berbeda dengan kami bertiga, Jamet merasa lelah karena telah begadang semalaman. Tanpa pikir panjang lagi akhirnya aku dan Anton mengambil keputusan untuk ikutan tidak masuk, ternyata saat itu bisikan setan kepada aku mangalahkan bisikan malaikat yang mempengaruhi aku untuk tetap masuk kuliah. Tetapi, sesaat kemudian terlintas pikiranku. Aku masih mempunyai tanggung jawab di kelas, untuk menetapkan ruangan untuk praktikum Kom-puter Akuntansi karena biasanya kelas aku memiliki jadwal yang bentrok dengan kelas lain. Akhirnya aku dan Anton sepakat untuk tetap kembali ke kampus hanya untuk memastikan apakah kelas ku mendapatkan ruangan atau tidak.

Setelah lama menanti hingga Dosen Akuntansi datang, akhirnya aku telah mendapatkan Lab kosong untuk kelasku. Aku sangat senang ternyata hari ini jadwalku tidak bentrok dengan kelas lain lagi tidak seperti biasanya kelasku selalu saja memliki jadwal yang sama dengan kelas lain sehingga sering tidak mendapatkan tempat. Betapa malangnya kami. Akhirnya aku dan anton men-jalankan misi yang sudah kami rencanakan tadi untuk kabur dari

kelas saat praktikum akan dimulai. Hati pun merasa senang padahal sebenarnya kalau dipikir pikir lagi itu cukup rugi karena tidak ikut praktikum.

Baru beberapa langkah meninggalkan pintu lab. Jan-tung ku berdetak, tetapi tidak begitu kencang saat berpapasan den-gan Buk Vera sang KPK dari PK GZI. Dan tiba tiba saja Buk Vera berhenti dan kemudian mundur kembali menghampiriku. Hatiku berdetaknya sudah sangat kencang sekali tidak seperti tadi. “Oh Tu-han apa yang terjadi ??”, hati ku mulai bertanya tanya.

“Mas, rambutnya bagus tuh, tapi lebih bagus lagi kalau dipotong, sini saya pinjam KTM nya”, kata Buk Vera.

Aku berdiri terpaku sambil diam tanpa kata. Ternyata, yang aku khawatirkan dari tadi ketika berpapasan dengan Buk Vera terjadi juga. Aku kena Komdis. Oh tidaaakk. Aku pun di minta un-tuk melapor selama tujuh kali ke ruang Komdis.

“Seperti bertamu ke RT sebelah saja, yang mengharus-kan wajib lapor kalau menginap, Tamu Wajib Lapor selama 24 jam” pikirku.

Hatiku kacau, penyesalan pun terasa. Jika saja tadi aku tidak kabur saat praktikum pasti aku tidak kena Komdis dan yang tentunya lagi rambutku tidak pendek seperti sekarang ini karena sebenarnya entah kenapa aku sangat tidak suka dengan rambut pendek.

Keesokan harinya aku berangkat kuliah lebih awal

94 95

bMy Diary d bMy Diary d

Page 50: Layout Finalacngvg

Cinta Abstrakby : Fajar Wisnu Sidik R

Hey, gue Fajar.gue ini mahasiswa salah satu perguruan tinggi di kota Bogor, kalian pasti tahu apa universitas yang paling tenar seanteroBogor..hhehehe. Gue punya sedikit tulisan nih buat kalian baca,kali ini gue mau nulis tentang kisah cinta gue yang pu-nya perjalanan cinta sangat abstrak dan berwarna.Kenapa gue ambil tema tentang cinta? Karena cinta itu enggak akan ada habisnya buat dibahas, kita ada didunia ini juga karena cinta.

Langsung saja, gue ini pemuda yang pemalu dan susah banget kalo buat deket sama cewek,sebenernya sih bukan susah tapi gue ini cuma mau nunjukin gaya stay cool di depan cewek-cewek biar pada penasaran sama gue.

Cerita ini dimulai waktu gue SMA, guepernah suka sama temen sekelas gue,tapi karena gue orangnya sedikit pemalu jadisusah buat deketin dia.Namanya Lisa,mungkin karena kita sering bertemu rasa itu semakin lama semakin susah buat ditahan. Akhirnya terbesit sebuah ide gimana caranya buat deketin diayai-tu lewat pelajaran. Bell tanda berakhirnya pelajaran pun akhirnya berdentang. Gue beraniin diri buat nyamperin dia walaupun butuh waktu yang agak lama buat ngumpulin keberanian gue.

sama siapa?”Kata gue.

Dengan konyol Lisa jawab “Gue kan sekarang lagi ja-lan sama lo jar!”Gondok asli gue denger nyaapa gue yang salah nanya karena nervous.

”Bukan,maksud gue lo lagi ngejalanin hubungan sama siapagitu?”

”Ohhh itu,makanya kalo nanya yang spesifik dong jar.” kata lisa sambil senyum-senyum enggak jelas.

”Sekarang gue lagi sendiri(alias jomblo)”.Lanjut Lisa. Beuh... jantung gue langsung berhenti seketika, mata gue kunang-kunang serasa pengen pingsan, berat badan gue langsung turun drastis, alis gue cenat-cenut(asli enggak nyambung banget).

”Ahh yang bener nih? Bisa kali ya gue minta formulir pendaftaran buat mengisi kekosongan hati kamu” Secara refleks gue ngomong kaya gitu, gue juga kaget kenapa gue bisa ngomong kaya gitu jangan-jangan naluri dari bokap turun ke gue.Soalnya bokap gue pernah cerita kalo dia dulu waktu menyatakan cinta ke nyokap gue juga secara reflek ngomong kaya yang gue ucapkan barusan.

Tadi intermezzo sedikit, sekarang lanjut lagi ke Lisa.

”Emang nya mau ikut kontes pake formulir pendaftaran”Kata Lisa konyol ngejawab sambil tersenyum simpul (lo bayangin deh tuh senyum simpul kaya gimana).

”Yaelah gitu aja lo,serius nih gue”kata gue dengan san-

100 97

bCinta Abstrak d

Page 51: Layout Finalacngvg

udah ada dimuka rumah sama nyokapnya “Gila, cantik banget dia kaya bidadari kesasar (kalo enggak nyasar pasti dia ada di surga), untung gue udah wangi bikin bidadari lupa diri”gumam gue dalam hati.

Setelah berpamitan sama nyokapnya akhirnya gue berangkatkesebuah cafe tempat anak-anak gaul pada nongkrong, sekaliannyariWi fi gratis (hitung-hitungngirit kuota modem hhaha). Sesampainya ditujuan gue nyari tempat duduk yang jauh dari kera-maian (jangan mikir yang aneh-aneh, biar lebih romantic mungkin) di sini gue mulai buka obrolan sama Lisa

“Lis, gimana nih buat pelajaran MTK minggu depan?Gue kurang paham”Kata gue

“Lo mau nanya buat bagian yang mana?”Jawab Lisa.

“Itu loh yang buat rumus-rumus matriks”

“Yaudah sekarang tinggal kita kulik aja nih rumus..siaaappppp?”.

Setelah beberapa jam gue ngulik tuh rumus otak gue jadi semrawut pikiran makin ribetdaripada jadi ruwet mending mesen es dawet lalu di sabet ke rencana selanjutnya.

Mulai bincang-bincang ke bahasan selanjutnya dan lu-pakan tugas yang ada, gue mulai berani buka obrolan yang lebih menantang(lebay).

“Hhmmm Lis, kalau boleh tau sekarang lu lagi jalan

“Sorry Lis, boleh minta waktunya sebentar?” gue me-nyapa

“Iya, ada apa Jar ?” Lisa pun menjawab

“Begini, minggu depan kan ada PR matematika, lu kan pintar tuh soal hitung menghitung, gue boleh minta tolong enggak buat diajarin? ” Bukannya gue bego ya minta ajarin sama cewek tapi ini trik guebuat deket sama dia.

“Oh PR itu, yaudah nanti malem dateng aja kerumah gue”

“Yahh, enggak enak ah sama orang rumah lu, gimana kalo kita belajar diluar aja, nanti kan malem minggu”

“Hhhmmm yaudah boleh, jemput jam 7 aja ya dirumah”

“Okay sampe nanti ya” dengan wajah yang berseri seri akhirnya gue berhasil ngajak dia jalan nanti malem. Di sepanjang jalan kerumah tiada henti hentinya gue senyam-senyumga jelas, mungkin karena saking senengnya.

Malam pun datang, gue dandan abis-abisan biar terli-hat perfect sama dia, secepat kilat gue taburkan scrub diwajah, agar terlihat lebih pede pake nyong-nyong biar ga bau, ditambah sedikit hair-spray untuk rambutku biar kaku, selesai, gue siap berangkat. Jam tujuh kurang gue udah berangkat dari rumah dengan menung-gangi kuda besi yang biasa gue sebut jupri(Jupiter prikitiw) dengan kecepatan 120km/jam (biar kaya komeng) agarsampe kerumahnya tepat jam tujuh. Ketika gue baru nyampe dirumahnya ternyata dia

98 99

bCinta Abstrak d bCinta Abstrak d

Page 52: Layout Finalacngvg

sepanik paniknya apa yang harus gue perbuat. Belum terbesit se-dikitpun dipikiranapa yang akan gue lakukan, tiba-tiba Jaya mem-perkenalkan gue ke Fitri.

“Fit, kenalin nih temen gue” Jaya memulai.

Kami pun saling berjabat tangan sambil menyebutkan nama, suasana pun menjadi hening beberapa saat karena tidak tahu apa yang harus kami ucapkanuntuk memulai pembicaraan

“Kenapa jadi diem-dieman, sepi banget kaya diperpus” Jaya nyeletuk, kami pun tersipu malu.

Secara tidak disengaja kami mengucapkan kata yang sama secara bersamaan.

“Kayanya.... ”

“Ciee... kenapa jadibarengan gitu”Celetuk Jaya dengan mimik muka yang menyebalkan (asli pengen gue tabok dia).

“Lu duluan deh” Gue melontarkan penawaran.

“Kayanya gue sering ngeliatlu di sekolah deh?!” Tanya Fitri.

“Kita kan satu sekolah, lu kelas Xl IPA 4 kan dan juga ikutcheers?”

“Iya, gue anak cheers, eh katanya sekolah kita mau ngadainpensi(pentas seni) terus denger denger panitianya anak

gat pede.

”Udah ahh kenapa jadi ngomongin begituan, kita kan kesini niatnya belajar, gampang itu mah,balik yu takut kemale-man sampe rumah”Lisa beranjak daritempat duduknya. Maklum gue nyari tempat yang agak jauh dari rumah biar bisa berlama lama sama dia, agak sebel sih dia ngajak balik padahal kan gue masih pengen ngulik dia(maksudnya mencari informasi lebih dalam lagi tentang dia) yaudah mau enggak mau gue balik emang udah larut malem juga sih.

Kurang lebih 45menit gue dijalan sampailahgue di-rumah Lisa.

”Makasih ya Jar udah nganterin sampe depan rumah”Kata Lisa.

”Iya sama-sama,tadinya mau gue anterin sampe depan kamar Lis,hehehe”.Jawab gue konyol.

”Gak sekalian anterin sampe depan kasur aja lo.hahahaha” Lisa jawab sambil ngeledek.Tiba-tiba nyokapnya ke-luar langsung aja gue pamitan.

“Tante, Fajar pamit pulang dulu ya, maaf tante nganter Lisanya agak kemaleman” pamit gue ke nyokapnya lisa.

Disepanjang perjalanan pulang gue masih kepikirans-amaucapan yang gue ucapin ke Lisa di café tadi.Sesampainyadi-rumah gue langsung masuk kamar,lalu gue coba beraniin diri buat sms dia sekedar ngucapin makasih dan selamat malam padanya.

104 101

bCinta Abstrak d bCinta Abstrak d

Page 53: Layout Finalacngvg

Kurang lebih isinya kaya gini “Lis, makasih ya buat malem ini udah ngeluangin waktu lu buat gue, berhubung udah malem gue ucapin selamat malam, bobo yang nyenyak jangan lupa mimpiin gue he-heheh ”

Selang beberapa minggu setelah kejadian malam itu kita semakin deket dan akhir nya gue berhasil jadian sama Lisa.

Kurang lebih lima bulan gue jalan sama dia,ternyata gue ngerasa hubungan gue standar dan gak berwarna,dan gue me-mutuskan untuk mengakhiri hubungan ini dengan alasan ingin fokus ke pelajaran. Namanya juga anak muda masih SMA lagi, jadi gue anggap pacaran itu sebagai penghias kehidupan masa muda gue agar terlihat lebih berwarna. Walaupun kita masih satu kelas gue bersikap seperti awal gue kenal sama dia, sekarang gue anggap dia sebagaitemen dan begitu juga sebaliknya sama dia. Kita masihsal-ing menyapa dan terkadang masih suka ngasih perhatian sedikit wa-lupun kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi.Begitulah kisah cinta gue dengan Lisa.

Sejak putus dariLisa gue menjomblo sekitar satu ta-hunan lah(gue ini kanstay cool jadi gak gampang buat deketin cewek,hehehe).Nah..gak lama dari waktu itu gue tertarik sama adik kelasgue disekolah. Kenapa gue bisa tertarik sama ini cewek karna kalo di perhatiinini cewek asik dan manis, apalagi kalau sering di pandangenggakngebosenin jugadan kebetulan rumahnya satu kom-plek sama rumah gue.

Saat pulang sekolah guemampir ditempat biasa sama temen-temen guenongkrong, kebetulan dia adadisana dan juga

kenal sama beberapa temen gue. Gue terkejut karena kita seka-rang berada disatu tempat yang sama. Gue berniat mencari tahu dengan bertanya kepada salah satu teman gue yang bernama Jaya dan ternyata dia kenal dengan adik kelas yang gue maksud.Berikut wawancara gue kepada Jaya.

“Jay, lu kenal sama dia enggak (sambil melirik ke arah adik kelas gue)”

“Yang mana sih?” Jawab Jaya

“Itu yang pake sweaterijo”

“Ohh... itu mah abang-abang yang jualan macaroni dis-ekolah gue” Jawab Jaya asal

“Dih, bukan itu koplaktapi yang gue maksud cewek pakai sweater ijo yang duduk dibawah pohon sana”

“Ohh... yang itu, makanya tunjuk dong yang bener, itu mah temen gue namanya Fitri, kenapa lu ?Lu suka ya... hahaha-haiii” Jaya meledek.

“Hhmmm... enggak juga, penasaran aja gue pengen tau” Iawab gue salting(salah tingkah)

“Oh gitu, yaudah gue panggilin ya anaknya”

“Jangan jangan jangan” Gue makin salting

Secara tiba-tiba Fitri menghampiri dan menyapa Jaya, gue makin makin salting bingung sebingung bingungnya, panik

102 103

bCinta Abstrak dbCinta Abstrak d

Page 54: Layout Finalacngvg

kelas Xll ya?”.

“Iya, temen gue kok yang jadi panitianya”.

Tiba-tiba HP gue berdering, nyokap nelpon nyuruh gue jemput adik gue disekolahnya “DAMN!!!” gimana dong, padahal gue masih pengen berlama-lama ngobrol sama dia “SIAL!!!”.

“Sory Fit gue buru-buru nih mau jemput ade gue dis-ekolahnya, Jay gue cabut dulu ya” Pamit gue ke Fitri dan Jaya.

Setibanya dirumah HP dikantong gue berdering, setelah gue liat ternyata ada SMS yang isinya menanyakan tentang pensi yang akan diadakan disekolah gue. Sontak saja perasaan gue sejuk dan berbunga-bunga setelah melihat akhir dari SMS yang nomornya asing bagi gue disitu disertakan nama pengirimnya yang tak lain dan tak bukan tepat seperti apa yang gue pikirkan yaitu F.I.T.R.I. Gue girang tiada tara, gue ekspresiin semua kebahagiaan itu, gue loncat-loncatan sejadinya, tembok gue tinju-tinju, gelas dan piring gue lempar kesana-kemari, alhasil nyokap gue murka untungnya gue enggak dikutuk (dramatisasi).

Setelah 14 hari sejak kita berkenalan akhirnya apa yang gue damba-dambakan terwujud jadilah kita sepasang kekasih. Semua terasa begitu indah ketika kita menjalani hari-hari penuh dengan gelak tawa dan canda ria.Disela-sela kebahagian tersebut tersirat perasaan resah dan gelisah yang menghantui disudut ruang hati ini. Entahapayang gue rasa, mungkin ini yang disebut curiga? Dan ternyata semua kecurigaan yang selama ini membelenggu diru-ang hati ini benar adanya, dan kini jawabannya ada di depan mata.

dalam keadaan apapun alhasil kita bisa tetap bersama hingga seka-rang.

108 105

bCinta Abstrak d bCinta Abstrak d

Page 55: Layout Finalacngvg

rasa ketakutan gue, gimanajika terulang kembali kesalahan yang sama? Akhirnya gue pun mengurungkan niat untuk mendekati dia lagi.

Diawali dengan bell istirahat yang berbunyi sangat lan-tang, gue bersama teman-teman pergi menuju kantin untuk ngisi pe-rut yang udah keroncongan sewaktu belajar, lalu secara mengejut-kan Fitri menghampiri gue lalu dia pun menarik tangan gue dengan tujuan mengajak berbicara.

“Sebelumnya aku mau minta maaf untuk kesalahan yang udah aku lakukan, mungkin semua ini memang salahku yang terlalu sibuk mengejar ketidak pastian, karena menurutku kepastian itu ada paa dirimu, itulah letak kesalahan ku.” Pemohonan maaf Fitri.

“Iya aku maafin, aku juga sempat berpikir mungkin kenangan bersamamu dapat terhapus dengan membuka lembaran baru, tetapi tempat di hati dan pikiranku selalu a d a kamu.” Ungkapan hati gue.

Mendengar pembicaraan gue, Fitri meneteskan air ma-talalu memeluk diriku gue tersenyum dan menganggap itu sebagai tanda bersatunya kembali cinta kita.

Kini kami mulai menulis semua kehidupan dikertas, menuangkannya dengan kisah baru seperti kisah-kisah yang per-nah kita jalani sebelumnya, dengan harapan bisa saling terbuka satu sama lain, saling mengerti, serta saling menerima dan memberi kekurangan masing-masing.Kita berjanji untuk tetap salingbersama

Dia memilih untuk mengakhiri kisah ini dan memilih pindah ke lain hati.

Kini semua kenangan indah telah berlalu walaupun be-rat bagi gue, gue tahu gue tak berarti apa-apa dimatanya, tetapi gue telah mencoba untuk menjadi yang terbaik buat dirinya, dan semua kisah telah berakhir. Gueakantetap tegar menghadapi yang kini se-dang terjadi.

Hari deni hari telah berlalu kini gue buka dengan se-mangat baru untuk memulai lembaran baru meski cinta gue akan-tetap ada untuknya dan sulit bagiku untukberpaling ke lain cinta. Tiada hari tanpa memikirkan dia, entah dirumah maupun disekolah.Ini yang membuat miris hati gue karena kita satu sekolah kemana-pun gue memandang disekolah pasti tatapan gue tertuju ke dia, wa-laupun dia tidak ada pandangan gue selalu berkeliling berharap bisa melihat wajahnya walaupun dari kejauhan. Enggak kaya gue sama Lisa dulu walaupun udah enggak ada hubungan tetapi kita masih akrab, karena tambatan hatinya yang baru satu sekolah juga dengan gue. Gila ketika tau itu hati gue sakit tiada tara bagaikan disayat-sayat silet, nyesek banget kalo gue ngeliat dia lagi bermesraan sama cowok barunya tapi apa kuasa gue, gue bukan siapa-siapa dia lagi. Walaupun gue sering berjumpa dengannya disekolah, tapi ya gitu deh pokoknya cuma saling berpandangan tanpa bicara berharap dia ngerti rasa kehilangan yang gue rasa melalui tatapan mata gue.

Dua bulan setelah perpisahan gue dengan Fitri terdan-gar kabar bahwa dia telah sendiri lagi, dari situ gue sempet berpikir untuk mendekati dirinya tetapi pikiran itu hadir bersamaan dengan

106 107

bCinta Abstrak dbCinta Abstrak d

Page 56: Layout Finalacngvg

Setelah bertemu atasan, aku segera pulang ke rumah dan bertemu ibuku yang lagi-lagi sedang menghisap sebatang rokok di dapur.

“Darimana kamu Gan? hari minggu gini ko baru pu-lang??” Tanya Ibuku.

“Dari suatu tempat yang ibu ga perlu tau..” jawabku cengengesan.

Aku segera masuk kamar dan mengerjakan pekerjaan yang harus aku kerjakan. Cukup sulit pekerjaanku, karena harus menemukan cerita-cerita lucu yang akan ditumpahkan dalam ben-tuk komik dan setelah menjadi komik lalu dikirim melalui email ke atasanku. Itulah yang hingga sekarang menjadi rutinitasku.

Tidak terasa sudah satu bulan aku bekerja di sana dan hari ini aku menerima pesan singkat di ponselku. Pesan tersebut dari temanku, Niko.

“Gan udah ngambil gaji belum??. Mau gue ambilin ga??. Mumpung gue masih di kantor nih”.

Aku membalas pesan itu dan menyetujui tawaran Niko untuk mengambilkan gaji pertamaku. Aku sangat senang lalu befikir sejenak, ini uang gaji pertama untuk apa ya? Kata orang-orang sih, gaji pertama diberikan untuk orang tua. Tapi jumlahnya kan tidak seberapa. Buat apa aku ambil pusing memikirkan hal seperti itu, toh uangnya saja belum ada di tangan. Sepulang dari kampus aku segera membuat janji dengan Niko bertemu di area parkir kampus untuk

Dua Kotak Susuby : Gani Gairah Adhikara

“Berangkat dulu bu, Asalamualaikum”, salamku di pagi hari saat berangkat menuju kampusku di bilangan Bogor. Aku yang terlalu santai saat ingin berangkat ke kampus yang selalu me-mancing amarah Ibuku yang bosan kesal dengan kebiasaan burukku ini, aku hanya cuek dan diam saja saat beliau memarahiku. Itulah sifatku yang selalu cuek dan tidak peduli dengan lingkungan seki-tarku. Banyak teman-temanku juga yang tidak menyukai sifatku yang satu ini. Mereka bilang aku sombong, belagu, dan masih ban-yak konotasi lainnya yang mereka berikan kepadaku.

Setibanya di parkiran kampus, lalu aku memarkir sepeda motorku di posisi yang sudah jadi posisi favoritku, karena menurutku posisinya sangat strategis sekali, setelah itu seperti biasa saya melemparkan senyum kepada penjaga parkir kampus hanya sekedar basa-basi saja. Saat aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, aku kaget, jam kuliah sepertinya su-dah dimulai, kekagetanku bertambah saat aku aku tidak menyadari sebuah sepeda motor berhenti di hadapanku.

“Woi Gan, jalan liat-liat dong”, teriak temanku Niko dengan nada berguyon.

112 109

bDua Kotak Susu d

Page 57: Layout Finalacngvg

“Wah, bahaya tuh Ko, untung gue jago menghindar!!!” balasku.

“Oiya gan, tunggu! gue mau ngomong hal penting” teriak Niko sambil memarkirkan motornya dan berjalan menuju ke arahku.

“Gan, gue mau nawarin kerjaan nih ke lu. Lumayanlah buat uang jajan gan.” Kata Niko.

“Kerjaan apa nih?” tanyaku.

“Gue butuh orang buat gambar kartun strip nih ter-bit tiap hari di Koran ini nih, gimana ? Mau?”, bujug Niko sambil membuka tas dan mengeluarkan koran.

“Hmm..boleh boleh deh gue coba dulu Ko, ya udah ko gue masuk kelas dulu ya, udah telat nih” jawabku menutup pembi-caraan dan berpisah untuk masuk kelas masing-masing.

Setelah perkuliahan usai, aku segera pulang ke rumah karena aku bukan tipe anak yang suka nongkrong di pinggir jalan atau tempat-tempat nongkrong anak muda lainnya. Setiap aku pu-lang, pemandangan yang selalu aku lihat adalah ibuku yang masih asyik bergerumul dengan asap rokok. Ibuku adalah perokok aktif sama seperti ayahku. Aku tidak tahu kenapa aku tidak suka jika ibuku merokok, kalau ayah sih aku tidak sekhawatir jika ibu yang merokok. Aku takut dengan tanggapan orang-orang terhadap Ibuku yang merokok, aku takut mereka bertanggapan buruk kepada ibu, tapi aku yakin ibuku adalah sosok ibu yang baik dan tidak mem-

punyai perilaku buruk di masa lalu ataupun sekarang. Ibuku rajin beribadah, rajin bertadarus dan melakukan banyak kegiatan positif di lingkungan rumah. Selain itu, aku sangat khawatir dengan ke-sehatan ibu. Ibu sering batuk-batuk belakangan ini ditambah usia beliau yang kini berkepala lima, sehingga penyakit dengan mudah menghinggapi tubuh ibuku.

“Bu sudah bu, berhenti merokoknya! sudah tua juga.” Sindirku.

“Iya gan, tadi ibu habis makan bawaannya pengen ngerokok.” Jawab ibuku.

Aku segera meninggalkan ibu dan langsung masuk ka-mar lalu membantingkan badan ke ranjang, muncul kekhawatiran dalam benakku yang tidak biasanya. Aku sangat memikirkan kes-ehatan ibuku. Ibuku sudah merawat dan menyayangiku hingga aku tumbuh menjadi yang sekarang ini. Bagaimana caraku untuk bisa membalas semua kebaikan dan ketulusan yang sudah ibu berikan kepadaku. Di rumah aku hanyalah biang masalah dan biang keribu-tan. Tanpa sadar aku pun tertidur ditemani rmimpi kenangan ber-sama ibu. Aku sayang kamu Ibu

Hari ini aku memenuhi panggilan atas tawaran peker-jaan freelance dari temanku Niko, yang juga bekerja di Harian Ko-ran tersebut. Di sana aku dijelaskan bagaimana aturan pekerjaanku dan apa yang harus aku kerjakan. Ya, aku bisa melakukan pekerjaan ini sambil mengisi waktu senggang sepulang kuliah dan berharap tidak mengganggu proses belajarku di kampus.

110 111

bDua Kotak Susu d bDua Kotak Susu d

Page 58: Layout Finalacngvg

mengambil gajiku lewat pesan singkat.

Aku menunggu di depan pintu parkir dan Niko pun tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sudah 15 menit aku menung-gu dan terfikir, “Apa dia lupa ya? Apa dia memakai uang gajiku ya?aduh… “ fikiranku semakin tak jelas arahnya kemana. Dari pin-tu satu kampus tampak Niko dengan kepala hotaknya keluar dari kampus dan menuju ke arahku.

“Gan.. , sori tadi ada keperluan dulu sama temen, udah nunggu lama ya Gan?? Sori ya ya” kata Niko memohon maaf.

“Udah nyantai aja, ga marah kok…Mana duit gaji gue Ko?” jawabku sambil menagih.

“iya iya, nih gaji lu Gan. Traktir ya Gan..” kata Niko sambil menyodorkan amplop yang berisi uang.

“Entar lah gampang itu mah.. Thanks ya Ko” jawabku sambil menarik amplop dari tangan Niko.

Aku segera menyalakan mesin motorku dan mening-galkan kampus menuju rumah. Baru seperempat perjalanan aku ber-fikir uang ini hendak ku belikan apa ya? apa aku berikan kepada ibu ya? Pasti uangnya akan dibelikan rokok, aku tidak menyukai hal itu. Sampai akhirnya aku melihat di depanku plang swalayan dan sadar tak sadar aku memutuskan menuju swalayan tersebut.

Di dalam swalayan aku hanya bisa berdiam karena bin-gung barang apa yang harus aku beli dan kenapa aku masuk ke swa-layan ini. Daripada Aku malu dilihat oleh karyawan swalayan kare-

terbaik untukku. Hanya itu yang bisa ku persembahkan untukmu Ibu, dua kotak susu kalsium pengganti rokokmu. Aku sayang ibu sampai akhir hayatku.

116 113

bDua Kotak Susu d bDua Kotak Susu d

Page 59: Layout Finalacngvg

meneteskan air mata, aku tidak tahu kenapa, apa karena ini pertama kalinya aku memberikan sesuatu kepada ibu.

“Ibu jangan merokok lagi lah, buat apa? jadi penyakit yang ada, udah tua juga, Ibu sekarang minum susu itu aja biar ga osteoporosis Bu” kataku dengan sedikit terisak.

Ibu terdiam, pasti ibu juga terharu dengan pemberianku ini, karena selama ini aku cuek terhadapnya apalagi kesehatannya.

“Gan..” kata ibu.

“Apa bu??” jawabku.

“Osteoporosis apa?” tanya ibuku lagi.

Aku kira ibu terdiam karena terharu, ternyata karena bingung dengan kata osteoporosis yang aku ucapkan tadi. Inilah ibuku yang kadang suka membuatku tertawa dengan kepolosannya dan masih banyak sikap yang lain yang dapat membuat aku tertawa.

“Osteoporosis itu penyakit tulang Bu, masa ga tau sih Bu??” jawabku dengan nada meledek.

“Oooh..” jawab Ibu sambil tersenyum dan meninggal-kan Aku.

Aku sangat senang karena ibu melemparkan senyuman yang hangat dan teduh yang jarang sekali aku melihat pemandan-gan seperti ini sebelumnya. Aku begitu bangga mempunyai sosok ibuku ini yang amat menyayangiku dan selalu memberikan yang

na linglung atau bahkan mereka curiga karena mengira aku akan merampok swalayan tersebut, oleh karena itu aku segera menyusuri lorong demi lorong swalayan tersebut hingga akhirnya langkahku terhenti saat mataku tertuju pada susu di rak susu. Aku melihat ada susu kalsium untuk usia 50 tahun ke atas. Menurutku ini hadiah yang cocok untuk mengurangi kekhawatiranku mengenai kesehatan ibu. Aku segera mengambil dua kotak susu tersebut dan bergegas ke kasir untuk membayarnya.

Setibanya di rumah, aku baru menyadari bahwa aku membeli susu untuk ibu, karena setahu aku, Ibu belum pernah membeli atau dibelikan susu seperti ini sebelumnya. Setelah masuk rumah aku langsung menemui ibu. Aku taksir Ibu pasti ada di dapur sekarang dengn batang rokoknya. Aku langsung bertemu dengan ibu dan di luar kendali, aku langsung diam seribu bahasa.

“Baru pulang Gan?” Tanya Ibuku memecah kehenin-gan.

“Ya iya bu, liat sendiri kan Gagan ngejoglog di sini, di depan ibu , ya pasti udah pulang bu” jawabku.

“Ya udah, terus kenapa lagi? Biasanya juga pulang ku-liah langsung masuk kamar.”

“Nih Bu, buat Ibu” kataku sambil menyodorkan kan-tong keresek yang berisi dua kotak susu kalsium.

Setelah memberikan kantong keresek berisi susu itu, lalu aku membalikan tubuhku dan tanpa mampu kutahan, aku

114 115

bDua Kotak Susu d bDua Kotak Susu d

Page 60: Layout Finalacngvg

temannya dan aku pun memperhatikan satu persatu untuk memil-ih-milih mana yang harus aku add untuk menjadi teman di dalam facebook Bima. Aku terus mencari sampai aku merasa bosan dan akhirnya aku asal add saja yang terpenting aku mendapatkan teman, tak lama kemudian orang yang aku add itu menerima permintaan temanku dan aku penasaran dengan orang yang aku add barusan. Kemudian kulihat isi profilenya, foto-fotonya dan wajahnya, sep-erti orang yang pernah aku kenal dulu, aku merasa terkejut karena ternyata dia adalah mantanku. Sungguh tak ku duga, karena sudah lama aku tak melihatnya, aneh tapi nyata.

Muncul rasa ingin tau yang sangat besar saat itu, tentang sosok mantanku, lalu aku selidiki di dalam facebooknya, ternyata sekarang Nabila kuliah di Universitas Swasta di Jakarta dan Nabila pun sudah memiliki pacar.

Keesokan harinya aku membuka facebook Bima kem-bali, hanya sekedar melihat-lihat saja dan mungkin saja ada yang menulis wall didalam facebook Bima, tak lama kemudian aku liat daftar orang-orang yang sedang online, aku memilih mana orang yang enak di ajak ngobrol untuk mengisi liburanku yang membo-sankan ini. Satu persatu di liat daftar orang yang sedang online, lalu aku melihat Nabila sedang online dan aku pun langsung mengaja-kanya chat.

“Hai”. Sapa aku menggunakan facebook Bima

“Ya, ini siapa?”. Jawab Nabila.

“Aku Bima, kamu?”.

Dibalik Sosok

Orang Lain ada Akuby : Ifan Apriana

Libur semester telah tiba, ini adalah awal dimana aku harus memilih dua pilihan yang akan menentukan nasib perjala-nan liburan kita. Liburan yang menyenangkan dengan jalan-jalan bersama teman atau membosankan dengan berdiam diri sepanjang hari di dalam kamar sambil tiduran tanpa ada aktifitas yang berguna untuk dilakukan. Bila pergi jalan-jalan bersama teman-teman pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit, apalagi keuanganku sudah semakin menipis dan selama liburan tidak pernah diberi uang saku untuk jajan oleh orang tuaku, jadi tidak ada pilihan lain selain tidur-tiduran di dalam kamar selama satu bulan penuh.

Kemudian aku, berbaring di atas tempat tidur meman-dangi langit-langit kamar sambil membayangkan hal-hal berguna yang dapat dilakukan selama liburan di dalam kamar berukuran 5 meter x 3 meter yang dihiasi lemari dengan ukiran-ukiran kayu in-dah pada pintu lemarinya, di sudut lain terdapat TV, dan sebuah rak yang berisi buku-buku yang menumpuk.

117120

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d

Page 61: Layout Finalacngvg

Rasa bosan semakin memuncak di ubun-ubun kepala, akhirnya aku membuka facebook untuk mengisi waktu. Aku mem-perhatikan setiap karakter orang-orang yang ada di facebook, meli-hat status yang berbeda-beda dari setiap orang yang terus menerus mengepost di bagian beranda facebooknya, macam-macam tulisan status mulai dari kata-kata romantis, kata-kata semangat, kata-kata patah hati, atau hanya sekedar berbagi lokasi keberadaan, semuanya terlihat di beranda facebookku.

Sempat terpikir olehku, bagaimana bila aku menjadi mereka, “apakah aku harus mempunyai karakter yang berbeda den-gan diriku yang asli?”, kata-kata ini terlintas di benakku. tentunya seperti itu karena aku akan menjadi orang lain bila membuat ac-count baru di facebook dengan nama yang berbeda.

“Ah aku ini berfikir apa sih, konyol sekali kalau aku melakukan hal seperti itu”. Kataku di dalam hati

Kemudian aku mengambil segelas air di dapur untukku minum sambil memikirkan hal itu. Kalau aku membuat account baru, itu artinya aku membuat segala sesuatunya dari awal dan ini bukan hal yang sulit karena aku memiliki banyak waktu untuk men-cari teman-teman baru dalam liburan panjangku di dalam kamar.

Lalu aku beranjak kembali ke dalam kamar, duduk di depan layar laptop sambil di temani dengan cemilan-cemilan untuk mengisi perutku saat lapar. Jari-jariku sudah mulai bergerak satu sama lain untuk membuka website facebook.com.

“lantas aku akan memberi nama apa yah di facebook

baru ini..” kataku sambil merenung.

Tiba-tiba saja terlintas dibenakku nama Bima, sebena-rnya nama Bima adalah nama teman kecilku dulu ketika masih duduk di bangku TK, tapi entah kenapa nama dia yang melintas dibenakku dan akhirnya pun aku menggunakan nama itu sebangai account facebook baruku.

Setelah aku selesai membuat account baru, aku mengu-pload foto agar facebook baruku terlihat lebih menarik. Aku meng-gunakan foto masa kecilku agar orang-orang tak mengenali siapa aku yang sebenarnya dan sekarang tinggal mencari teman-teman baru untuk facebook Bima. Di dalam facebook Bima, aku menulis-kan nama Universitas yang sama dengan nama Universitasku yang sesungguhnya, yang membedakan facebook Bima dengan face-bookku yang asli hanya nama, foto dan tentunya perbedaan karakter dalam facebook Bima dengan diriku yang asli.

Aku mengunakan karakter yang aktif berbicara diband-ing diriku yang pendiam pada aslinya, bertujuan untuk berlajar menjadi orang yang sedikit terbuka, karena harus ada hal positif yang dapat aku pelajari selama liburan panjang ini.

Keesokan harinya, aku mulai menambah-nambahkan teman di dalam facebook Bima, satu persatu aku add dan teman pun semakin banyak. Mereka mulai menulis wall di dalam face-book Bima, ada yang mengajak kenalan atau hanya sekedar basa basi menanyakan asalku dan lain sebagainnya. Kemudian aku iseng-iseng melihat profile seseorang dan melihat temannya yang sangat banyak di dalam facebooknya, lalu aku melihat daftar teman-

119118

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d

Page 62: Layout Finalacngvg

“Aaku Nabila”.

Lalu kami menjadi akrab satu sama lain, aku sudah tau dia seperti apa orangnya jadi bisa nyambung kalau bicara dengan-nya walau menggunakan facebook Bima. Saking seringnya kami menggobrol di facebook, ini membuatku sadar kalau Nabila men-getahui aku sebagai Bima, lantas bagaimana caranya agar Nabila mengenali aku yang asli bukan identitasku yang asli.

“Nabila, kamu mau aku kenalkan dengan temenku?”. Tanyaku di dalam chat

“Hemm, tidak usah bim”. Jawabnya Nabila

“Cuma buat sharing aja,aku yakin temenku itu bisa membantu masalah-masalah kamu dengan pacar kamu, nih aku ka-sih facebooknya terserah kamu mau add temenku atau tidak”.

“Oh, iya bim makasih bantuannya”.

Tidak lama kemudian Nabila add facebook asliku dan aku pun menerima permintaan teman kepadaku, kebetulan pada saat itu aku sedang online jadi aku mengaktifkan dua facebook dalam browser yang berbedan yaitu facebook Bima dan satu lagi facebook asliku. Lalu aku chat dengan Nabila untuk sekedar basa basi saja, karena aku menggunakan foto profile dengan gambar wajahku yang tidak terlihat, sehingga Nabila tidak sadar kalau facebook yang dia add itu adalah aku.

“Ini siapa?”. Tanyaku di chat melalui facebook asliku

“Bagaimana caranya?, aku kan sudah tidak tinggal di bogor fan dan sudah pindah ke bandung lalu di jakarta sekarang aku ngkost untuk menuntut ilmu”. Jawab Nabila

“Oh jadi kamu di Jakarta ngekos toh, aku kira kamu pindahnya ke Jakarta, ternyata ke Bandung pindahnya”. Jawabku baru sadar kalo dia ngekost di jakarta

“Hehe, maaf ya baru beritahu sekarang, fan”.

“Tak apa, hari Minggu saja gimana? aku akan ke Ja-karta sambil mencari tempat PKL yang bagus”

“Yap, okelah.. tapi aku tidak bisa mengajak kamu kelil-ing, Jakarta ya karena aku pun bukan orang jakarta jadi tidak tahu daerah-daerah di Jakarta hhe”.

“iya, aku ngerti kok”

Akhirnya kami berdua pun bertemu di suatu tempat di daerah Jakarta, untuk sekedar berbincang-bincang.

“Sungguh berbeda Jakarta dengan Bogor, aku bersyu-kur aku tinggal di Bogor”. Kataku ke Nabila

“Yap memang,kita bisa merasakannya pada saat meli-hat lingkungannya”. Jawab Nabila.

Kami terlalu lama menggobrol sampai aku lupa waktu, karena aku menggunakan kereta ke Jakarta, jadi aku harus pulang tepat waktu agar tidak tertinggal kereta. Hari pun sudah menjelang

121124

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d

Page 63: Layout Finalacngvg

itu mereka putus, aku tidak tahu kenapa Nabila putus, karena aku bukan tipe orang yang ingin tahu masalah atau privasi orang, kecu-ali orang tersebut yang menceritakan tentang privasinya kepadaku barulah aku bisa memberi nasihat atau masukan.

Pada suatu ketika aku membuat pesan pribadi di face-book dengan memasukan nama Bima, Nabila, dan nama facebook ku yang asli, sehingga di dalam pesan itu kita bisa melakukan chat pribadi dengan tiga orang pengguna facebook. Tujuannya untuk iseng-iseng saja.

“Ini apaan yah?”. Tanya Nabila di dalam pesan.

“Tidak tau, kerjaan si Ifan ini mah”. Jawab Bima di dalam pesan dan tak lain itu adalah aku

Hhe sorry ya,cuman iseng-iseng aja hhe”. Jawabku menggunakan facebook asliku

Pesan ini pun menjadi ajang becanda-becanda kami bertiga, memang agak sulit membedakan bahasa Bima dengan ba-hasa asliku karena setiap orang mempunyai tutur dan logat bahasa yang berbeda.

Liburanku sudah selesai, aku sudah mulai masuk kuli-ah dan ini awal semester yang baru. kemudian aku mengajak Nabila untuk bertemuan.

“Nabila, kita ketemuan yuk, sudah lama tidak berte-mu”. Kataku lewat sms

“Aku Nabila, kamu temennya Bima kan?”. Tanya Nabila

“Iya temennya Bima, kamu tau facebookku dari Bima?”. Tanyaku kembali

“Iya”. Jawab Nabila singkat

Akhirnya Nabila pun sadar kalau facebook yang dia add itu adalah mantanya, Kami pun saling bertukar nomor hand-phone, agar kami tetap bisa berkomunikasi tanpa harus menggunan-kaan facebook. Nabila sering bercerita tentang hubungan dengan pacarnya yang selalu ada masalah, aku selalu mendengarkan semua cerita-ceritannya dan aku mencoba menghiburnya agar Nabila merasa senang, tak lama kemudian Nabila pun baikan kembali den-gan pacarnya. Nabila sangat menyayangi pacarnya, tapi suatu saat Nabila bercerita kepadaku kalau pacarnya selingkuh dan Nabila pun sangat sedih saat itu, kemudian aku memberinya nasihat.

“Kamu tau dari mana dia selingkuh?, belum tentu juga kan.” Tanyaku melalui sms

“Aku liat sendiri dan sudah menyelidikinya”. Jawab Nabila

“Lebih baik jangan berburuk sangka dulu, mungkin itu hanya teman atau sodaranya”. Ucapku

“Iya mungkin, semoga saja”. Jawabnya kembali

Kemudian mereka pun baikan lagi, dan tak lama setelah

123122

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d

Page 64: Layout Finalacngvg

coba berontak dari genggamanya. Genggaman yang kuat, sekuat ne-nek mempertahankan pemahamannya tentang senthir yang katanya lebih bercahaya dari lampu neon atau lampu-lampu bermerk jaman sekarang. Kata nenek, senthir adalah simbol keromantisan dan ke-hidupan yang sederhana.

Nenek selalau memintaku untuk tetap menemanin-ya sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Aku tahu, perilakuku seperti itu terkesan kurang sopan, meninggalkan nenek saat beliau masih tidur. Tapi jika tidak begitu aku sendiri yang akan bosan berada di rumah nenek. Beliau selalu menyuruhku duduk berjam-jam untuk mendengarkan ceritanya yang tidak pernah ada perkembangan, yaitu seputar masa mudanya. Bagiku cerita-cerita nenek adalah hal yang tidak sepenuhnya nyata dan sangat membo-sankan. Aku hanya berpura-pura mendengarkan, agar nenek tidak kecewa, lagi pula tidak ada ruginya karena aku bisa tidur pulas ke-tika nenek mulai bercerita.

Nenekku manja, apalagi di usianya yang rentan dengan pikun, tuli, osteophorosis, dan sejumlah penyakit tua lainnya. Bu-kannya aku tidak sayang pada nenek, tapi aku merasa kesal kalau nenek sudah keterlaluan manjanya. Kemanjaan yang tidak logis, sehingga aku diutus oleh orang tuaku untuk menjenguk nenek. Se-benarnya, sudah berkali-kali aku mengelak dengan alasan ada janji bersama teman atau ada tugas kuliah yang harus kukerjakan. Bah-kan aku juga pernah membalikkan perintah orang tuaku menjadi sebuah pernyataan, ”Ayah sama ibu saja tidak pernah ke tempat nenek, tapi malah menyuruhku.” Keluhku yang langsung disambut oleh kebungkaman orangtuaku. Tapi, karena aku mencoba untuk

magrib dan aku memutuskan shalat magrib di statiun.

Setelah aku mengantarkan Nabila ke kosannya, tiba-tiba Nabila berkata.

“Fan,kalau kita balikan kamu nggak?”. Kata Nabila dengan wajah yang tersipu-sipu.

“Hah!, di luar sana masih banyak laki-laki yang lebih baik dari pada aku”. Ucapku dengan wajah binggung.

“Kamu masih saja yang rendah hati ya”, kata Nabila sambil tersenyum

“Hhehe” Aku tertawa kecil

“Sebenarnya aku juga ingin mengucapkan hal yang se-rupa kepadamu, tapi ada beban yang membuatku tak bisa mengu-capkannya”. Kataku

“Maksudmu?”. Tanya Nabila

“Suatu kebohongan yang besar, ini yang membuatku berfikir kembali kalau aku tak pantas untukmu, maka dari itu, sam-pai sekarang aku tak bisa memintamu untuk Kembali kepadaku”. Ucapku.

“Kebohongan apa itu?”. Tanya Nabila

“Aku sudah berfikir untuk menceritakannya kepadamu, sebenarnya bima yang kau kenal itu adalah aku”.

125128

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku dbSenthir d

Page 65: Layout Finalacngvg

“Oh tentang itu, kamu tenang saja fan, aku malah ber-terimakasih kepada tokoh Bima” Kata Nabila

“Mungkin memang itu caranya kita bertemu setelah hampir 4 tahun tak bertemu, dan terimaksih sudah sangat jujur ke-padaku”. Kata Nabila kembali

“Jadi kamu tidak marah sama sekali?”. Kataku

“Tidak”. Kata Nabila sambil senyum

“Baiklah sekarang sudah tidak ada lagi kebohongan di-antara kita”. Kataku.

Pada akhirnya kami berdua jadian hingga sekarang, dan kejujuran itu bukan hal yang menakutkan, apapun resiko yang akan kita hadapi nanti, yang terpenting kita mencoba jujur dahulu kepada orang yang kita kasihi, teman, keluarga dan siapapun itu yang membuat hidup menjadi berarti

Senthirby : Julius

“Kraaaak….” Suara pintu kubuka dari dalam rumah yang disinari cahaya senthir . Pancaran cahaya yang tidak lebih terang dari lampu lima watt tapi juga tidak lebih remang dari cahaya bulan yang masih bertengger di atas atap rumah. Aku berjalan men-jauhi rumah sederhana itu, dengan memakai jaket loreng biru hitam dan membawa sepatu di tangan. Kudekap erat sepatu itu seolah bisa kabur dengan cepat. Sikap yang mungkin berlebihan jika sekedar untuk menjaga sepatu. Tapi, sebenarnya itu adalah efek dari ber-lebihnya kabut yang membawa hawa dingin untuk tubuh cekingku.

“Ah, iya!” sambil tangan kiriku menepuk jidat yang sebagian tertutup oleh rambut yang setipe dengan Harry Potter, han-ya saja rambutku lebih berantakan. Aku lupa tidak menutup pintu rumah. Segera aku kembali ke rumah untuk menutup pintu.

Dengan gerakan lambat, aku menutup pintu agar tidak membangunkan orang di dalam rumah. Pintu sudah kututup rapat dan tidak ada lagi pancaran cahaya senthir yang keluar. Aku kemba-li melangkah meninggalkan rumah itu. Aku memang selalu seperti itu setiap kali pergi dari rumah nenek. Berjalan tergesa-gesa di pagi buta. Jika tidak begitu, aku akan sangat sulit ke luar rumah karena nenek pasti tidak akan mengizinkanku. Nenek sudah tua, tapi geng-gaman tangannya masih sangat kuat. Aku sering meringis jika men-

127126

bDibalik Sosok Oranglain ada Aku d

Page 66: Layout Finalacngvg

menjadi anak baik, aku berusaha untuk menuruti perintah orang tuaku.

Aku yang sudah akrab dengan lampu sejak bayi, me-nyalakan bohlam 25 watt di tengah rumah nenek yang sederhana. Bohlam yang dipasang oleh ayahku sepuluh tahun yang lalu dan tidak pernah digunakan oleh nenek dengan semestinya. Baru be-berapa detik bohlam itu menyala, nenek langsung mematikannya.

“Aduh, nek…kenapa dimatikan?” Gerutuku

Nenek diam saja karena telinganya sudah tidak bisa mendengar frekuensi nada normal. Aku hanya bisa pasrah.

“Nek, lampunya dinyalakan lagi ya?” Kataku dengan campuran perasaan sebal tapi mencoba bersabar.

“Jangan, pakai senthir saja…” Jawab nenek sambil me-nyalakan senthir kesayangannya.

Senthir itu sebaya denganku yang sekarang tercatat se-bagai mahasiswa semester lima. Performa senthir itu masih sama seperti pertama kali kulihat waktu berumur lima tahun. Botol beling minuman bersuplemen yang diisi dengan minyak tanah dan sumbu yang diulur tegak ke atas.

Malam itu, aku mencoba mengulangi ulahku menyal-akan lampu untuk kedua kalinya.

“Klik!” Lampu menyala.

Ibu tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca. Baiklah, tidak perlu dijelaskan dengan kata-kata, aku cukup peka dengan reaksi ibu yang semacam itu. Sesuatu telah terjadi pada nenek. Air mataku mengalir dan aku mengangguk.

“Sudah Jul, …tidak apa-apa…memang sudah waktu-nya nenek pergi.” Kata ibu lembut dan mencoba tegar.

Aku ikut dalam pemakaman nenek pukul dua siang. Jasadnya hangus, tapi aku masih bisa melihat wajahnya yang ten-ang. Aku ikut menerima jasad nenek yang dimasukkan ke liang la-hat. Setelah nenek dikubur, para pelayat segera pamit. Aku masih mengelus-elus tanah kubur nenek yang masih segar. Ayah menepuk pundakku, dan ikut jongkok di sampingku.

“Jul, kau benci dengan senthir nenek kan?” Tanya ayah.

Aku mengangguk, tenggorokkanku terlalu kering un-tuk berkata ”Ya”.

“Sebaliknya, nenek juga tidak sudi lampu menerangi rumahnya kan?”

Aku mengangguk sekali lagi, sama sekali tidak bermi-nat untuk membahas perihal senthir, sampai kemudian ayah ber-tanya retoris untuk ketiga kalinya

“Kau tahu kenapa nenek begitu menyukai senthir? Karena nenek benci dengan lampu yang membuat kakek terjatuh dari tangga. Lampu yang meletus dan mengalirkan aliran listrik ke tubuh kakek. Oleh karena itu, nenek trauma dengan lampu. Nenek

129132

bSenthir d bSenthir d

Page 67: Layout Finalacngvg

air madu tiap kali aku berkunjung, dan semua hal-hal kecil ber-sama nenek yang membuat perasaannku menjadi lebih baik. Aku sangat ketakutan. Api itu sangat cepat melahap rumah kayu nenek. Sayup-sayup kudengar suara orang-orang yang mulai berdatangan. Tidak jelas bilang apa, pikiranku sendiri sudah sangat ramai dengan kelebatan senyum nenek, mata kelabunya, rambut putihnya, dan teriakan kebahagiaan nenek setiap aku baru sampai di ambang pintu rumahnya. Ada beberapa orang yang berlarian di depanku sambil membawa ember berisi air, serta menyebut-nyebut nama Tuhan.

“Astagfirullah….!!!. Cepat! Airnya! Cepat!” Kata orang-orang.

Beberapa orang menangis melihat ganasnya api. Badanku lemas dan air mataku mengalir melihat kejadian itu.” Pasti nenek bisa diselamatkan.” Pikirku dalam hati.

”Nenek…..!!!!!” Teriakku.

Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi.

Ketika kubuka mata, aku sudah berada di kamarku sendiri.

“Kau sudah sadar?” Kata ibu lembut.

Kepalaku masih sedikit pening tapi aku masih ingat api dan segalanya di pagi buta itu.

”Nenek…” Kataku pelan.

“Aseeeek…lampunya nyala lagi” ledekku

Tapi dengan cepat nenek langsung mematikan lampu yang telah kunyalakan.

“Jul, cahaya senthir itu lebih sehat.” Kata nenek.

Ada hawa kesal dalam hatiku melihat sikap nenek sep-erti itu.

Bagaimana mungkin senthir bisa menyehatkan? Secara ilmu kesehatan justru senthir tidak sehat karena produksi asapnya bisa mengganggu pernapasan. Terbukti dengan lubang hidungku yang selalu hitam dan upilnya lebih pekat tiap kali bangun tidur, juga kesehatan mata yang terganggu. Minus mataku bisa bertambah jika sepekan saja aku tinggal bersama nenek.

“Uhuk…uhuk…!” Ada asap yang menyelimuti lang-kahku yang sedang membelakangi rumah nenek. Aku merasa ada cahaya yang berasal dari rumah nenek. Segera kuputar kepala ke arah rumah nenek, dan ternyata rumah itu sudah terang oleh api yang menyelimutinya.

“Nenek…” Kataku.

“Nenek….!!!!” Teriakanku sambil berlari menuju rumah nenek.

Sejenak aku lupa tentang semua kebencianku dan jus-tru teringat masa-masa indah bersama nenek. Seperti saat nenek menggendongku karena aku jatuh, membuatkan teh hangat atau

131130

bSenthir d bSenthir d

Page 68: Layout Finalacngvg

Selama tiga bulan aku tidak melakukan aktivitas, sep-erti biasa hanya tidur, makan, main dan seterusnya. Tidak lama ke-mudian aku mendengar berita bahwa D3 IPB mengadakan jalur reg-ular dengan cara melakukan tes. Ibuku menyarankan kembali agar mengikuti tes tersebut. Akan tetapi dalam hati kecilku mengatakan

“pasti gagal lagi ini mah”

,tetapi ibu selalu memberikan dukungan dan semangat untukku, sehingga aku pun mengikuti tes tersebut. Tak terasa waktu pengumuman pun tiba, aku datang ke D3 IPB untuk melihat hasil dari tes yang telah aku jalani. Kemudian nama aku pun dipanggil untuk mengambil surat pengumuman dan melihat bahwa aku lulus. Sungguh tak disangka dan tak diduga dapat lulus dan diterima di D3 IPB.

Setelah beberapa hari aku mendaftar ulang kembali di kampus D3 IPB. Saat mendaftar ulang aku tidak harus memakai baju kemeja putih polos dan memakai celana bahan berwarna hitam, kemudian potongan rambut yang rapih. Namun pada saat itu , aku datang ke kampus D3 IPB dengan celana jins serta kaos biasa serta rambut yang gondrong, kemudian hatiku merasa aneh pada saat itu merasakan ada yang janggal dan dalam hati kecil aku berkata

“ Wah kok yang laen pake baju kemeja putih dan celana bahan hitam”.

Lalu, aku memberanikan diri untuk datang ke meja pendaftaran, belum sempat sampai di meja pendaftaran aku ditegur oleh satpam yang berada di tempat itu dan akhirnya satpam itu me-

juga tidak pernah bohong tentang suaranya yang merdu, tapi sejak kakek meninggal, semangat nenek hilang dalam menyanyi” Kata ayah menjelaskan.

“Tapi…seandainya aku bisa menjaga nenek, ini tidak akan terjadi, yah..” Kataku lirih.

Ayah menggeleng,”Kau cucu terbaik yang dimiliki oleh nenek, Jul… Kau selalu tepat waktu menjenguk nenek. Itu semua kecelakan, dan memang sudah begitu jalannya. Ikhlaskan…Tidak ada yang salah denganmu. Oya, kau tahu? Wajahmu mirip kakek, itu sebabnya ayah dan ibu selalu menyuruhmu menemani nenek. Kami senang melihat nenek selalu bisa tersenyum bahagia tiap kali melihatmu.” Kata ayah menjelaskan.

Aku tidak mampu berkata apa-apa lagi. Satu hal yang aku mengerti sekarang, mulai detik ini aku tidak akan menyia-nyiakan kebersamaanku dengan orang-orang di sekitarku. Apalagi kedua orangtuaku.

133136

bSenthir dbAku d

Page 69: Layout Finalacngvg

Akuby : Kristianto Prasetyo

Perkenalkan namaku Kristianto Prasetiyo, aku sering dipangil oleh teman-teman dengan nama ichank. Aku tidak tahu mengapa mereka memanggil seperti itu. Aku mempunyai adik laki-laki yang setia dalam hal berkelahi denganku. Aku mengecap bang-ku Sekolah Dasar di Cibuluh 1 dan juga menduduki SMP Negeri 5 Bogor, setelah itu aku lulus dengan nilai pas-pasan sehingga aku masuk SMAN 7 Bogor yang sering disebut “seven boot boys”. Aku bangga masuk SMAN 7 Bogor karena di tempat itulah aku men-emukan kepribadianku.

Tak terasa hari pengumuman SMA pun telah tiba, per-asaanku cemas sekali menunggu hasil pengumuman itu. Hasil pen-gumuman pun telah ku ketahaui, senang rasanya melihat hasilnya bahwa aku lulus SMA dengan hasil yang sangat memuaskan. Wa-laupun nilainya bagus dan lulus masih ada hal yang aku cemaskan, yaitu belum mendapatkan universitas untuk melanjutkan ke pergu-ruan tinggi. Aku mencoba mengikuti jalur PMDK untuk masuk D3 IPB, namun tidak diterima. Selang beberapa hari aku disarankan oleh ibuku untuk mecoba masuk S1 IPB dengan jalur UTM, tetapi hasilnya lagi-lagi mengecewakan karena tidak diterima. Akhirnya aku pun mengambil keputusan untuk bekerja dahulu.

135134

Page 70: Layout Finalacngvg

nyuruhku pulang karena tidak mematuhi dengan aturan yang sudah ditentukan dalam proses pendaftaran.

Setelah dipulangkan oleh satpam, hatiku merasa sedikit kesal dan akhirnya aku mengambil suatu keputusan agar esok harin-ya saja untuk akan daftar ulang kembali dengan memakai pakaian yang telah ditetukan. Keesokan harinya aku pun siap untuk mendaf-tar ulang di Kampus D3 IPB, sesampai di sana rasa cemas dan takut diusir oleh satpam lagi pun aku rasakan. Ternyata pikiranku salah, aku lolos dari usiran satpam dan akhirnya dapat mendaftar ulang. Pada saat mendaftar ulang, aku masuk jurusan Manajemen Informa-tika serta menduduki kelas C. Saat hampir selesai mendaftar ulang ada pengumuman bahwa bagi para mahasiswa-mahasiswi baru di-wajibkan mengikuti MPKMB yaitu Masa Perkenalan Kampus Ma-hasiswa Baru .

Pada saat Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) aku masih belum kenal dengan siapa-siapa. Sehingga, hanya berdiri tanpa ada yang menemani dan melihat ada teman satu SMA tetapi ia tidak sejurusan dengan ku. Akhirnya di tengah-tengah acara itu aku mendapatkan teman sehingga tidak merasa bosan dan tidak merasa sendiri lagi. Tak terasa acara Masa Perke-nalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) pun berakhir. Selang beberapa hari saat aku mau berangkat pertama kalinya ke Kampus Diploma IPB, hatiku merasa lebih dewasa sebab hari-hari biasanya berpakaian seragam sekolah dan pada saat itu aku berpakaian rapi dan sangat sopan. Padalah sehari-hari aku tidak pernah berpakaian rapi, kemudian aktivitas sebagai mahasiswa baru di Diploma IPB pun mulai dijalani.

lah yang menentukan lulus atau tidaknya aku, karena jika di semes-ter 5 aku lulus maka aku dapat mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL). Praktik Kerja Lapang ini dilakukan pada saat semester akhir di Diploma IPB, maka dari itu aku harus bisa lulus dari semester 5 dan dapat mengikuti PKL sehingga aku dapat lulus dari Diploma dan mendapatkan gelar AMD yang aku harapkan dari awal masuk Diploma IPB.

137140

bAku d bAku d

Page 71: Layout Finalacngvg

aku bingung dengan perasaanku, rasanya campur aduk. Setelah beberapa hari aku dan ia jalan bersama dan mengenal satu sama lain, aku memantapkan hatiku bahwa aku telah jatuh cinta, dan te-pat pada hari sabtu tanggal 15 Mei 2010 aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku kepadanya. Pada saat aku ingin mengungkapkan perasaanku, hatiku terasa berdebar-debar pada-hal sudah berkali-kali aku mengungkapkan isi hatiku kepada para perempuan tapi perasaan aku tidak begitu berdebar-debar.

Sangat berbeda sekali ketika aku ingin mengungkap-kan isi hatiku kepada perempuan ini. Disaat aku dan ia makan, aku langsung mengungkapkan isi hatiku dengan lantang tetapi wanita itu terseyum membuat aku bingung , lalu hatiku berkata

“walah ini mah bakalan ditolak dah”

,kemudian aku menanyakan kepada wanita itu “kenapa malah ketawa?”. Tanyaku kepada wanita itu, akan tetapi ia makin bertambah tertawa. Aku semakin bingung pada saat itu, perasaanku semakin campur aduk tetapi sugguh tak disangka dan tak diduga ia menjawab isi hatiku dengan berkata

“ia aku mau jadi pacar kamu”.

Walaupun hanya 6 kata itu sangat berarti bagiku. Per-asaanku sangat senang dan lemas ketika mendengar jawaban darin-ya. Sampai saat ini aku masih merajut cinta dengan perempuan itu.

Tak terasa dua tahun pun telah berlalu dengan singkat, sekarang aku menduduki semester 5 di Diploma IPB. semester ini

Hari-hari berjalan seperti biasa dan juga berjalan den-gan baik, aku kuliah dan mempunyai banyak teman untuk saling membantu dan menolong satu sama lainnya. Kemudian hari baik itu pun tidak berlangsung lama karena di pertengahan yang akan dia-dakan UAS semester satu aku mengalami sakit yang sangat parah yang menyebabkanku terbaring lemah di Rumah Sakit PMI Bogor. Penyakit itu disebabkan oleh nyamuk aedes aegypthy. Sehingga, menimbulkan penyakit demam berdarah. Aku tidak tahu mengapa bisa terkena penyakit itu, mungkin aku harus merasakan nikmatnya dan indahnya berbaring lemas di Rumah Sakit PMI Bogor. Itulah pertama kalinya aku dirawat di rumah sakit. Ketika berbaring lemas di rumah sakit, aku dijenguk oleh teman-temanku sehingga tidak terlalu merasa bosan, karena dengan kedatangan mereka bisa mem-buat hatiku terhibur. Setelah empat hari berlalu akhirnya aku pun diperbolehkan pulang oleh dokter. Setelah keluar dari rumah sakit dengan perlahan kondisi badanku mulai membaik sehingga bisa mengikuti UAS.

Ditengah semester dua aku dipertemukan dengan seorang wanita oleh salah satu teman kampusku. Pada saat bertemu pertama kalinya dengan wanita itu, jantungku berdebar-debar dan ketika ia tersenyum padaku, seluruh badanku terdiam dan terpaku melihat senyumannya. Baru pertama kalinya aku merasakan hal seperti itu. Akhirnya kuberanikan diri untuk mendekati dia, setelah aku berkenalan dan saling berbincang-bincang dengan perasaan berdebar-debar aku pun mengajak ia menonton dan ia pun mau.

Pada saat itu aku selalu membuat ia tertawa dengan melakukan hal-hal aneh, melihat ia tertawa hatiku terasa melayang,

139138

bAku d bAku d

Page 72: Layout Finalacngvg

kepalaku merasa pusing. Aku merasa semua yang ku lihat berubah warna hijau.

“Aduh, Mas Gito jangan ngebut-ngebut deh pelan-pelan aja,” kataku kepada Mas Gito.

“Emangnya kenapa? Sebentar lagi sampai nih. Nanti telat lagi,” jawabnya.

“Penyakitku kumat lagi nih mas, kepalaku pusing semua berwarna hijau,” jawabku.

Keringat dingin keluar dari seluruh badanku. Aku sering mengalami hal serupa sejak masih SD, itu karena aku minum es saat perutku masih kosong mengakibatkan aku pusing.

Benar pikirku. Aku mengalami hal itu lagi.

“Sudah Mas Gito aku engga jadi les, pulang aja. Tapi, aku engga kuat, naik becak aja yah,” pintaku kepada Mas Gito den-gan nada lemas.

“Ya udah deh, kalo gitu,” jawab Mas Gito. Dan akh-irnya Mas Gito menghentikan motor dan mencari becak yang ko-song untuk kutumpangi sampai rumah.

Lemas dan pucat, itulah kondisiku saat itu. Waktu itu aku tidak berani melihat kearah sekitar karena pandanganku men-jadi berubah, semuanya menjadi berwarna hijau.

Setelah Mas Gito mendapatkan becak akhirnya aku

Kisahkuby : Livia Aprila K.

Dalam hidup pasti setiap manusia memiliki banyak ke-jadian yang selalu diingat. Baik itu kejadian lucu, senang, maupun sedih. Semua itu akan menjadi kenangan tersendiri oleh masing-masing manusia. Terkadang pengalaman tersebut akan diceritakan kepada keluarga, teman, maupun pacar.

Begitu pula denganku, aku memiliki banyak pengala-man dimulai dari kejadian senang, lucu, sedih, yang aneh juga ada. Di sini aku akan menceritakan sedikit mengenai kejadian yang membuatku sadar akan cinta orang tua terhadap anaknya.

Magelang, 18 April 1992 lahirlah seorang bayi perem-puan lucu yang bernama Livia Aprila Kriswari. Bayi itu adalah aku. Aku hidup di keluarga yang sangat harmonis, disiplin, dan agamis. Aku adalah anak perempuan pertama dan terakhir di keluargaku, karena ketiga adikku laki-laki. Dulu aku ingin sekali mempunyai seorang adik perempuan yang nantinya bisa aku ajak main boneka dan juga bisa aku ikat rambutnya. Tapi sayang, hal itu tidak mung-kin. Walaupun keinginanku tidak dikabulkan oleh Tuhan, tapi aku tidak berkecil hati.

Sewaktu kecil aku merasa tidak diperhatikan oleh ked-

141144

bKisahku d

Page 73: Layout Finalacngvg

ua orang tuaku. Aku merasa mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri. Mama hampir setiap hari harus menyiapkan keperluan adik-adikku yang masih kecil, belum lagi membereskan keperluan rumah tangga seperti menyapu, mencuci, dan memasak. Sama halnya den-gan papaku yang setiap hari sibuk dengan pekerjaannya. Aku sering mengeluh dalam hati. “ Aku ingin sekali seperti anak perempuan lainnya yang dimanja mamanya” . Yang setiap pulang sekolah dit-anya. “Gimana sekolahnya? ”.

“ Tapi itu tidak mungkin, “ kataku dalam hati.

Sama halnya dengan papa, papa sibuk dengan peker-jaannya. Setiap hari pulang sore. Terkadang lembur dan pulang malam hari. Dulu sewaktu aku kecil aku sering diberi hukuman oleh papa karenak ulahku. Papa mempunyai watak yang bisa dibi-lang keras tapi juga humoris. Jika aku melakukan kesalahan, aku akan dimarahi dan diberi hukuman. Itulah yang membuatku enggan berdekatan dengan mereka. Aku merasa seperti anak tiri.

Kini aku mulai menyadari betapa sayangnya mereka kepadaku. Ada suatu kejadian yang membuat aku sadar kalau mer-eka sangat sayang kepadaku.

Kejadiannya terjadi ketika aku baru masuk Sekolah Menengah Pertama. Seperti anak sekolah lainnya, waktu aku kelas 1 SMP aku mengikuti les bimbingan belajar.

“Mah, hari ini jadwal aku les yah? ” tanyaku kepada mama yang saat itu sedang menonton TV.

“Bukankah biasanya juga les? Ya sudah siap-siap sana! “ perintah mama.

“Bukan itu, tapi aku dianterin sama siapa ma ke sanan-ya? “ tanyaku agak kesal.

“Sebentar dulu mama telepon papa,” jawab mama.

Dengan sabar aku menunggu hasil pembicaraan antara keduanya. Beberapa menit kemudian pembicaraan mama dan papa ditelepon berhenti.

“Gimana mah? “ tanyaku kepada mama.

“Kamu berangkat sama Mas Gito aja ya Vi,” jawab mama.

“Oh gitu, papa nggak bisa anterin yah? “ tanyaku ke-cewa.

“Iya papamu pulang agak malem hari ini, “ jawab mama.

“Ya sudah sana berangkat! ” perintah mama padaku.

Mas Gito sudah siap untuk mengantarkan aku ke tem-pat les. Setelah meminta izin sama mama dan papa, akupun lang-sung berangkat. Mas Gito adalah salah satu karyawan papa yang membantu mengelola usaha kecil-kecilan peninggalan kakekku. Dengan semangat aku berangkat ke tempat les.

Di tengah perjalanan menuju ke tempat lesku. Tiba-tiba

143142

bKisahku d bKisahku d

Page 74: Layout Finalacngvg

naik ke becak itu dengan dibantu oleh Mas Gito. Selama perjalanan pulang aku memejamkan mata karena rasa pusing yang aku rasakan waktu itu tidak bisa ditahan lagi. Biasanya untuk sampai ke rumah hanya menghabiskan waktu sekitar setengah jam, tapi perjalanan pulang kali ini terasa sangat lama. Aku sudah tidak sabar untuk sam-pai di rumah.

Sesampainya di rumah, Mas Gito langsung mengang-kat aku yang waktu itu tidak sadarkan diri. Dan aku langsung dire-bahkan di tempat tidur. Setelah itu aku merasa sangat mual dan akh-irnya seluruh makanan dalam perutku keluar. Dengan sigap mama langsung membantuku dan membuatkan teh hangat.

“Aduh Vi..Vi kenapa penyakitmu kumat lagi? “ kata mama sambil membantu aku minum teh hangat.

“Engga tau ma, tiba-tiba aja jadi ngerasa begini ,” jaw-abku dengan singkat.

“Pasti tadi di sekolah minum es yah. Makanya kalo makan tuh yang bener biar kamu engga sakit,” kata mama kesal.

“Iyah ma ,”jawabku dengan nada lemas.

Selama empat hari aku istirahat di rumah. Aku merasa agak baikan. Aku sudah tidak mual dan pusing lagi. Tapi aku harus banyak istirahat agar besok aku bisa masuk sekolah lagi.

“Vi ayo makan! Nanti sakit lagi. ” Perintah mama.

“Iyah ma,” jawabku.

“Iyah sebentar lagi Vi, sabar aja,” jawab papaku yang sedang konsentrasi menyetir.

Setelah aku sampai ke tempat tujuan ternyata tem-patnya tutup karena pada hari sabtu. Dengan gelisah papa merasa kebingungan karena aku terus mengeluh kesakitan dengan kondisi kepalaku seperti itu.

“Gimana nih pah, masih kaku, pusing sekali ini rasan-ya, dan napasku sesak ini pah” keluh aku dengan kesakitan.

“Yaudah kita ke rumah sakit aja kalo gitu,” jawab papa.

Dengan sigap papa menyetir mobil agar sampai rumah sakit tepat waktunya dan aku terus menerus mengeluh kesakitan.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung disambut dengan kedatangan suster yang membawa ranjang dorong. Aku merasa lebih kesakitan dari sebelumnya. Aku dipakaikan infus oleh suster. Papa menemaniku dengan setia. Sebelum masuk ke kamar aku diperiksa terlebih dahulu.

“Sebelumnya panas engga?” tanya salah satu dokter kepada papa.

“Kayaknya engga ya Vi,” tanya papa kepadaku.

“Engga pah, Cuma pusing sama mual aja,” jawab aku dengan keadaan setengah sadar.

“Oh ya udah kalo begitu,” kata dokter sambil memer-

148 145

bKisahku dbKisahku d

Page 75: Layout Finalacngvg

Wati.

“Oh iya sabar yah, sebentar lagi pasi bisa digerakin lehernya,”kata Mbah Wati meyakinkanku.

Lima sampai sepuluh menit berlalu leherku merasa agak baikan. Leherku bisa digerakan seperti semula. Tapi kegembi-raan itu hanya sekejap saja karena leherku kembali tidak bisa diger-akkan. Mbah Wati merasa heran dan kembali memijat leherku tapi percuma. Leherku masih tetap engga bisa digerakkan.

“Aduh Vi masih engga bisa digerakin ya?” tanya mama gelisah.

“Iyah mah engga bisa nengok sama sekali,” jawabku singkat.

Atas saran Mbah Wati aku disuruh pergi ke pengo-batan alernatif di daerah Pekajangan yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Dengan panik mama menelepon papa dan langsung meminta papa cepat pulang karena kondisi aku yang buruk. Sesam-painya papa di rumah, Pak Kus pegawai papa membantu aku untuk langsung masuk mobil dan kita berangkat ke pengobatan tradisional tersebut. Kondisiku waktu itu bener-bener parah. Sepanjang jalan kepalaku hanya bisa digerakkan ke satu posisi saja. Kepalaku terus mengahdap ke langit-langit mobil dan sanga pusing rasanya waktu itu.

“Pah, buruan kepalanya masih engga bisa digerakkin. Masih lama engga sampainya?” keluhku.

Siang itu aku makan dengan lahapnya. Kalau sakit mama jadi lebih perhatian kepadaku. Mama menemaniku makan siang. Dan tiba-tiba aku merasa sakit lagi.

“Mah, ko kepalaku tiba-tiba engga bisa digera-kin?”, tanyaku dengan gelisah.

“Gak bisa digerakin gimana? Jangan buat mama gelisah seperti ini,” jawab mama yang waktu itu sedang di dapur.

“Beneran ma, liat deh aku engga bisa nengok ke-arah mama ini,” kataku.

“Masa si?terus gimana vi?coba kamu gerakin pelan-pelan dulu,” kata mama mulai gelisah.

“Ini sudah dicoba ma, tapi engga bisa,” kataku dengan muka kesakitan.

“Yaudah mama panggilin Mbah Wati untuk men-gurut leher kamu, mungkin saja kamu salah urat,”kata mama meng-hiburku.

Setelah mama berhasil memanggil Mbah Wati. Akhirnya leherku diurut sama Mbah Wati.

“Sebelah mana yang sakit?” tanya Mbah Wati sambil mengurut leherku.

“Iyah sebelah situ. Itu lehernya engga bisa digerakin mbah”,jawabku sambil menahan sakit karena pijitan dari Mbah

146 147

bKisahku dbKisahku d

Page 76: Layout Finalacngvg

bagi adik-adikku.

Kembali ke cerita, jadi yang ikut mudik tahun lalu hanya adikku yang paling bontot Siti, yang saat ini duduk dibang-ku Sekolah Dasar kelas tiga. Hanya Ayahku, Ibu dan Siti yang be-rangkat mudik merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar disana. Aku dan tiga adikku yang lainnya tinggal dan lebaran dirumah. Aku sering merayakan Idul Fitri tidak bersama dengan orang tuaku ter-masuk tahun kemaren, walaupun demikian setelah Solat Ied kami yang dirumah tetap bisa berhubungan walau hanya memalui telepon rumah.

Selang beberapa hari setelah lebaran, orang tuaku ma-sih berada di kampung dan biasanya baru pulang mudik seminggu setelah lebaran berlalu. Siang itu aku dan adikku Muni pergi jalan-jalan sekedar mencuci mata ke Margo City Depok dan baru sampai dirumah sekitar jam tujuh malam. Gopik dan Gode tinggal dirumah, mereka berdua adalah adik laki-lakiku, Gopik lebih tua umurnya dibanding Gode.

Aku dan Muni sampai dan membuka pintu rumah, setelah pintu terbuka aku terkejut melihat Gopik dan Gode sedang berada di dapur dalam keadaan yang tidak biasanya terjadi. Mereka bertengkar, tidak bertengkar seperti biasanya yang hanya meribut-kan hal yang tidak penting. Aku melihat Gode menangis, wajahnya yang merah seakan menahan emosi dan amarah. Gopik pun demiki-an tetapi tidak terlihat menangis seperti sedang menasihati Gode. Semua berantakan sapu dan alat pel berjatuhan dilantai, peralatan di dapur semua terlihat berantakan tidak pada tempatnya, beras berta-

iksa tekanan darahku.

“Pah, nafasku sesak banget nih. Engga bisa napas ini pah,” kataku.

Karena kondisiku yang tiba-tiba menurun, akhirnya papa meminta dokter untuk memasang aku selang oksigen untuk membantuku bernapas.

Kondisi waktu itu benar-benar antara hidup dan mati. Aku engga sadarkan diri. Kata papa waktu itu mama yang langsung datang melihat kondisiku dan langsung menangis. Apalagi kondisi aku yang waktu itu susah untuk bernafas.

Sepanjang lorong rumah sakit menuju ke kamar. Mama dan papa ikut setia menemaniku.

“Mah engga bisa napas mah. Masih tetep susah napas-nya,” kataku lirih.

“Kuat ya Vi, bilang lailaahaillallah…. lailaahaillal-lah…. lailaahaillallah….,”kata mama sambil mengeluarkan air mata.

“lailaahaillallah…. lailaahaillallah…. lailaahaillal-lah…,” ucapku dengan terbata-bata.

Kejadian itulah yang aku ingat, mama mengatakan seperti itu sambil meneteskan air mata. Begitu juga denganku, aku merasa sedih sekali melihat mama menangis. Kata papa aku engga sadar diri selama seharian dan besok siangnya aku baru terbangun.

152 149

bKisahku dbMaaf Dee... d

Page 77: Layout Finalacngvg

“Pah, Via dimana?” tanyaku setelah aku bangun dari tidur.

“Alhamdulillah Vi, kamu sudah sadar, sebentar ya Vi papa panggilin dokter dulu” kata papa dengan wajah senang.

Dokter datang dan memeriksa kondisiku. Ternyata kata dokter untung saja aku masih sempat dibawa ke rumah sakit. Ke-tika aku tidak sengaja mendengar pembicaraan papa dengan dokter. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan telah memberikan kesempatan kepadaku.

Sakitku ini membawa banyak pelajaran bagiku bahwa masih banyak orang yang sayang kepadaku. Kejadiaan itu membuat aku berpikir ternyata dugaan aku selama ini salah. Aku mengira mereka tidak peduli dan sayang kepadaku. Ketika aku sakit papa dengan setia menunggu aku di rumah sakit selama lima hari. Aku sangat berterimakasih kepada papa yang dengan sigap menolongku dan dengan menemaniku di rumah sakit. Begitu juga mama, selalu teringat di pikiranku mama yang waktu itu menangis di depanku karena mungkin mama mengira akan kehilangan anak perempuan satu-satunya ini.

Maaf De...

by : Luckyana Lubis

Kejadian itu tepat tahun lalu terjadi dirumahku saat liburan Idul Fitri dimana keluargaku setiap tahun mudik ke kam-pung halaman ayah di Tapsel (Tapanuli Selatan), Sumatera Utara. Tetapi lebaran tahun lalu berbeda dari lebaran tahun-tahun lalu se-belumnya, karena lebaran tahun lalu yang berangkat mudik ke kam-pung halaman tidak seluruh kelurgaku ikut. Banyak faktor-faktor mengapa semakin kesini semakin jarang bahkan hampir dua tahun berturut-turut keluargaku tidak mudik, selain biaya yang menjadi pertimbangan, libur sekolah aku maupun adik-adikku pun menjadi salah satu faktornya.

Keluargaku termasuk keluarga yang bisa dibilang ke-luarga besar, terdiri dari enam bersaudara, aku sendiri diposisikan sebagai anak ke dua, bersyukur anak ke dua karena banyak yang bilang kalo anak ke dua itu anak yang diistimewakan (Haha itu sih katanya ya...). Kakak pertamaku Lina, dia sudah berkeluarga dan sekarang tinggal bersama suaminya di Ciledug. Setelah dia tidak lagi tunggal dirumah, akulah yang harus menggantikannya sebagai kakak tertua dirumah dan menjadi panutan dari adik-adikku yang lainnya. Cukup menjadi sebuah tantangan tersendiri bagiku. Harus lebih mandiri dan dewasa pastinya agar menjadi contoh yang baik

150 151

bKisahku d

Page 78: Layout Finalacngvg

buran, baju-baju tersebar dilantai rumah, kancing baju pun tidak berada pada tempatnya, rumah seketika menjadi kapal pecah. Di lemari ruang TV aku melihat sepotong kertas berisi tulisan Gode yang tertulis,

“Gw pergi dulu selama Ayah belum pulang, kalian ga usah khawatirin gw, Mereka pulang gw juga pulang, Gode.”

Biasanya, Gode kalo marah dia hanya ngambek dan sama sekali tidak akan mendengar kalo ada yang berbicara padan-ya. Sampai-sampai pernah Ibu pun didiamkannya selama seminggu karena ngambeknya itu entah apa sebabnya waktu itu. Dan kemu-dian spontan aku dan Muni terkejut melihat keadaan seperti itu di-dapur. Spontan aku teriak.

“Ada apa ini?!! Apa yang terjadi?!! Kenapa semuanya berantakan? Apa yang kalian perbuat Pik?” Tanyaku dengan nada tinggi.

“Ini Kak Gode mau kabur dari rumah, liat aja dia udah bawa-bawa tas gitu, didalam tasnya juga sudah ada baju buat dia kabur, dasar Adik enggak tahu di untung lo emang!” Jawab Gopik padaku sambil menunjuk-nunjuk Gode yang sedang menangis.

Mendadak aku terbawa emosi melihat mereka sep-erti ini. Dalam hatiku berbicara, bagaimana mereka sudah dewasa nanti? Hanya mereka berdualah anak laki-laki yang akan melanjut-kan perjuangan ayah nanti. Aku tidak terbayang kalau nanti mereka bertengkar hanya karena hal-hal yang tidak seharusnya dibesar-besarkan.

Ibu. Dan Ibukulah yang lebih tahu maunya dia dan tahu apa yang dia rasakan. Selang beberapa menit keadaan mulai sedikit mereda. Dan akhirnya Gode cerita padaku dan Muni. Gopik ku suruh masuk kamar agar Gode tidak terpancing emosinya. Dengan posisi kami bertiga yang berjauhan. Aku duduk diruang tamu, Muni berdiri diruang makan, dan Gode duduk dipojok pintu dapur. Jadi, hanya Muni yang dapat melihat aku dan Gode dengan posisi ruangan yang berdekatan. Aku mendengar pembicaraan mereka berdua. Gode mengeluarkan semua apa yang dia pendam selama ini.

“Inget ga waktu kemaren kerumah kak Lina? Gw ngerasa kaya direndahin banget, kata-kata si Gopik itu ngeremehin gw banget. Iya gw emang nyusahin doang dikeluarga ini, gw juga ga berguna, gw juga kan males sekolah belajar apa lagi, Ibu do-ang yang bisa sabar dan ngertiin gw” Jelas Gode dengan nada suara yang tinggi.

“Yaudah itu juga kan bercanda De jangan dimasukin ke hatilah, kalo memang Gode merasa kaya gitu yaudah sekarang kami minta maaf deh” Kata Muni.

“Gw udah terlanjur sakit! Gw cuma jadi beban keluarga aja disini, lagi pula gw ga ada kalian juga senang kan? Apa lagi si Gentong itu! Udahlah biarin gw pergi sampe Ibu pulang! Tenang aja gw ga pergi kemana-mana, sekarang gw minta kunci pintu dapur. Mana?!!” Sahut Gode yang tetap ingin pergi dari rumah.

Pikiranku semakin tidak karuan, air mataku terus men-galir melihat Gode seperti ini.

156 153

bMaaf Dee... d bMaaf Dee... d

Page 79: Layout Finalacngvg

“Ye lo de makanya ngomong dong kalo mau makan jangan diem aje! Masa terus-terusan harus ditawarin dulu mana tau juga kalo lo kelaperan. Minta duit juga masa harus ditawarin dulu sih. Ya lo kalo laper terus perlu duit ya minta aja ke kak Lusi atau ga kak Muni, Mandiri dong! Lo kan udah gede jangan kaya anak kecil terus disuapin mulu maunya” Jelas Gopik tegas.

“Ahhhh lo diem lo udah jujur aja lo tadi nyolong duit gw, nonjok gw, kakak kaya apa tuh kaya gitu! Udahlah bagusan juga gw ga ada dirumah ini biarin gw pergi, Oh iya, masalah kolam ikan tenang aja lo ga usah ikut bantu, biar gw yang urus tiap pagi gw tetap ke belakang tapi ga akan masuk kerumah ini, gw bisa le-wat pager belakang” Jawab Gode seakan tetap ingin pergi dan men-ganggap kami kakak yang tidak memperhatikan dia.

Keadaan semakin panas dan Aku sebagai kakak ter-tua sudah tidak tau lagi harus bagaimana menghadapi keadaan ini, terbawa emosi, mataku pun meneteskan air mata melihat apa yang akan terjadi kedepannya bila adik-adikku seperti ini. Kasihan ayah dan Ibu. Berbicarapun aku sudah tidak terkendali, aku terdiam. Ke-mudian Muni berbicara pada Gode.

“Gode... tenang dulu ya, redain dulu emosinya, sa-bar, makanya kalo ada apa-apa cerita aja ke kakak, jangan diam aja, kami pasti dengerin kok, kami kan kakak kamu De, kalo Gode ga ngomong mana kami tau maunya Gode apa” Kata Muni dengan nada halus.

Sifat Gode memang berbeda dari kami, dia lebih man-ja dan lebih perasa, sikapnya yang bandel dan lebih dekat dengan

Mendengar ucapan Gopik yang seperti itu, Gode pun ti-dak bisa diam dia melawan dan mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan. Terus seperti itu Gopik menasihati dan Gode mencoba melawannya, mereka bertengkar hebat. Gode tetap kekeh ingin keluar dan kabur, dia ingin pergi sampai orang tuaku pulang dari kampung halaman. Dan saat itu pun aku dan Muni belum tahu permasalahnnya kenapa Gode sampai ingin kabur dari rumah dan bertengkar seperti itu dengan Gopik.

Dengan suara lantang Gode berbicara kepada kami semua.

“Gw pengen keluar dari rumah ini! Gw cuma nyusain doang disini, kalian juga senang kan gw ga ada disini, biar puas sekalian tuh anak! PUAS KAN LO! Udah ambil duit gw ga bilang-bilang dasar tukang nyolong lo! Sakit hati gw diginiin! Liat aja tadi gw dikamar ditonjok sama dia! Apa-apaan ni udah duit gw diambil kurang apa duit yang dikasih ayah buat kalian? Gw mana ada da-pet duitnya paling cuma buat makan doang kan! Makan juga kaga ada dirumah, udah gw kelaperan! Makan beli indomie doang! Ke-mana semua tuh duit cuma dipake buat senang-senang kalian do-ang! Gw? Mana ada dapet! Udah kaya pembantu aja gw disini! Liat apa-apa kan pasti Ayah nyuruhnya gw, Gopik? Mana ada dia mana mau disuruh-suruh kolam ikan dibelakang juga gw yang beresin se-lama ayah dikampung, kalian mana ada ngebantuin gw! Udah ikan mati satu lagi mau bilang apa nanti gw ke ayah kalo udah pulang?!! Pasti gw kan yang diomelin sama ayah kalian mana mungkin kena marah!” Jelas Gode sambil teriak dan menangis dengan nafas yang tidak teratur dan menunjuk-nunjuk Gopik.

154 155

bMaaf Dee... d bMaaf Dee... d

Page 80: Layout Finalacngvg

mun, karena lowongan untuk menjadi karyawan di pabrik tersebut sudah tidak ada, maka Mbak Mian tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi salah satu karyawan di pabrik tersebut. Hal itulah yang menyebabkan mengapa Mbak Mian menjadi salah satu peng-huni rumahku dan juga menjadi penghuni kamarku juga.

Saat Mbak Mian sudah datang ke rumahku, ibuku men-gatakan padku untuk tidur bersama dengan Mbak Mian. Walaupun dia adalah seorang pembantu, tetapi ibuku tidak pernah membeda- bedakan. Karena aku dan Mbak Mian adalah sama- sama manusia ciptaan Tuhan. Jadi ga ada salahnya juga kan kalau aku tidur ber-sama Mbak Mianku tersayang?

Hari pertama Mbak Mian tinggal dirumahku, aku merasa senang. Karena aku mempunyai teman untuk bermain saat orang tua dan kakakku yang duduk di kelas dua SD belum pulang ke rumah. Saat itu umurku kurang lebih masih lima tahun, dan masih duduk di bangku Taman Kanak- kanak (TK). Dulu saat aku pulang sekolah, sebelum dijemput aku selalu diperintahkan orang tuaku untuk menunggu di rumah bibiku yang jaraknya tidak jauh dengan sekolahku.Karena jika aku di rumah, tidak ada yang menjagaku. Tetapi dengan kehadiran Mbak Mian di tengah- tengah keluargaku, saat aku pulang, ibuku langsung menjemputku dan mengantarku pulang ke rumah. Walaupun ibuku harus kembali bekerja lagi.Be-gitu seterusnya hari- hari yang aku lewati.

Tetapi seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan keanehan dengan Mbak Mian. Bukan hanya satu atau dua kali aku mengalami hal- hal yang membuatku ketakutan dengannya, hampir

Kulihat Gode jalan menuju garasi mobil, aku dan Muni mengikutinya takut dia pergi keluar lewat pintu garasi. Dan ternyata benar dia buka pintu garasi dan keluar dari rumah. Akupun semakin sesak dengan tingkah lakunya yang menjadi-jadi. Kutarik tangan-nya dan ku tahan dengan tangisanku yang semakin besar karena su-dah tidak tertahankan lagi dengan semua keadaan seperti ini. Aku sangat mengkhawatirkan dia, saat itu dia masih duduk di bangku SMP kelas 2. Masih remaja dan dimasa-masa itu dia sangat butuh perhatian dari orang tua maupun keluarga.

Aku terus menahan dia agar tetap dirumah, air mataku-lah yang membuat dia tetap diam dan kami berdua duduk didepan rumah dipinggir jalan tepatnya ditrotoar, ku lihat Gode pun menan-gis, mungkin dia merasa tertekan akan keadaan seperti ini. Lalu ku pegang tangannya yang kekar. Badannya memang lebih besar dariku.

“Jangan pergi De.... Lo mau kemana ini udah malam, gw ga mau lo kenapa-kenapa doang! Tar makan lo gimana? Tidur lo? Kasihan Ayah sama Mama, mereka lagi ditempat yang jauh De... Gimana kalo mereka tau lo kaya gini!!! tangisku yang semakin menjadi Huhuhuhu Ayo masuk ke rumah, jangan kaya gini kenapa De... gw jadi ga tau harus gimana lagi!!! Huhu” Jelasku dengan ber-bicara sambil menangis.

“Yaudahlah lagi juga kan gw pulang kalo Ibu udah pu-lang jadi tenang aja ga usah khawatirin gw, ga ada yang peduli sama gw ini” Jawab Gode.

“Ga Deeeeee... lo ga boleh pergiiii... Huhuhu Kami

160 157

bMaaf Dee... dbStay Pray d

Page 81: Layout Finalacngvg

semua sayang sama lo Deeee, udah jangan kaya gini lagi, ayo ma-suk kedalam sekarang” Ucapku sambil kutarik tangannya agar ma-suk ke dalam rumah.

Ku lihat Gode mengusap-usap mata dan pipinya yang dibasuhi air mata. Dia langsung berdiri dan pergi masuk menuju rumah.

Alhamdulillah ya Allah akhirnya, apa karena tan-gisanku yang membuatnya meluluh dan tidak jadi kabur. Ya yang penting dibenakku saat itu Gode masuk dan tidak jadi minggat. Setelah kejadian itu semua berubah, aku dan Muni lebih memper-hatikan dia, setiap pagi aku menanyakan ke dia, Mau makan apa? Mau pergi kemana? Lagi apa De? (terlihat seperti berlebihan, tapi ya itulah yang harus aku lakukan sementara untuk mengembalikan keadaan menjadi pulih seperti biasa) kalau tidak, bisa-bisa Gode ka-bur lagi dari rumah karena merasa tidak diperhatikan. Setiap malam yang biasanya Gopik dan Gode tidur sekamar semenjak kejadian pertengkaran malam itu mereka tidak sekamar lagi. Dan semenjak itu pun Gode tidak pernah mendengar atau pun berbicara dengan Gopik. Walaupun berbicara ada saja yang dibantah oleh Gode.

Besoknya aku menelepon kak Lina dan menceritakan semua kejadian dimalam itu. Dia pun menasihatiku agar lebih te-gas menjadi seorang kakak tertua dikeluarga. Aku pun sebagai ka-kak memang merasa kurang memperhatikan adik-adikku sampai-sampai hal seperti ini bisa terjadi. Dari apa yang terjadi aku dapat memetik pelajaran yang sangat penting dan harus lebih dewasa lagi dalam menyikapinya sebagai seorang kakak.

Stay Prayby : Mariana Napitupulu

Banyak orang yang bilang masa kecil itu masa yang paling menyenangkan. Bagiku masa kecil itu terbagi menjadi dua dunia. Ada saatnya aku bisa merasakan kebahagiaan, namun ada juga yang sangat menyakitkan. Sejak kecil aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Namun, hal yang menyakitkan itu bukanlah ber-asal dari orang tuaku. Buatku, mereka adalah orang tua yang sangat luar biasa dan bertanggung jawab terhadap anak- anaknya. Dengan kerja keras, mereka memperjuangkan apa saja demi masa depan kami. Oleh karena itu, orang tuaku mempunyai kesibukan mas-ing- masing. Ayahku adalah seorang wiraswasta sedangkan ibuku seorang guru. Ibuku mempunyai empat orang anak. Kakakku, aku, dan kedua adikku.

Rumahku terletak berdekatan dengan salah satu pabrik yang sedang berkembang di Bogor. Dari tempat itulah, ibuku mendapatkan seseorang yang diangkat menjadi pembantu di rumahku. Sebut saja namanya Mian, ibuku sering memanggilnya dengan sebutan ‘Mbak Mian’. Seisi rumahku pun menjadi terbiasa memanggilnya dengan sebutan tersebut, termasuk aku sendiri. Se-benarnya Mbak Mian adalah calon karyawan yang datang dari salah satu provinsi di pulau Jawa ini untuk mencari nafkah di pabrik. Na-

158 159

bMaaf Dee... d

Page 82: Layout Finalacngvg

setiap hari ia selalu berbuat tidak adil kepadaku. Tetapi itu terjadi hanya saat aku bersamanya saja, misalnya orang tua dan kakakku pergi, adikku yang pertama bernama Monica dibawa juga oleh orang tuaku. Jadi aku, Mbak Mian dan adikku yang terakhir ber-nama Samuel saja yang tinggal di rumah.

Pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.00 bel berbunyi. Saatnya siswa- siswi TK Mardi Yuana tempatku belajar untuk pu-lang. Seperti biasa saat aku keluar gerbang, ibuku telah menunggu diluar untuk mengantarku pulang ke rumah. “Mamaaaa…”, teriak-ku dari jarak yang sudah tidak jauh lagi dengan posisi ibu menung-guku sambil berlari lari dengan wajah yang ceria. Lalu aku pulang bersama ibuku, saat diperjalananan, “Na, tadi mama belum sem-pat masak. Nanti kalo mama udah pulang mama langsung belanja deh. Nanti kamu sama Mbak Mian makan bubur ayam dulu ya, ntar mama kasih uangnya ke Mbak Mian.”, pesan ibuku jika nanti aku sudah pulang dan ibu harus pergi lagi bekerja. “Yeeesss, iya ma”, jawabku dengan gembira karena aku sangat menyukai bubur ayam.“Oh iya, mama lupa, nanti ingetin Mbak Mian buat ngasih minum adikmu Samuel ya. Susu instannya ada di tempat biasa”, lanjut ibuku kembali yang tidak mau membiarkan anaknya terlam-bat untuk makan.

Sesampainya dirumah, ibu memberikan uang untuk membeli bubur yang sudah dijanjikan kepadaku saat diperjalanan pulang tadi. Tidak lama kemudian, tukang bubur langgananku pun lewat dengan gerobak birunya. Saat itu ibu sudah pergi berangkat kerja kembali. “Bbbbaanng…mmmmm”, teriakku dari atas rumah-ku. Tapi seketika Mbak Mian melambaikan tangannya, yang ber-

pabrik sebelah rumahku. Saat ibu pulang, seperti biasa ibu selalu memasak, tetapi minyak goreng tersebut sudah tidak ada ditempat penyimpanannya.

“Mbak...”, panggil ibu.

“iya bu”, sahut si Mbak Mian,

“minyak kemana?” jawab ibu.

“Tadi pas saya mau goreng telor, Ana manjat- manjat mau ngambil makanan, tapi justru minyaknya yang kesenggol bu, jadi tumpah”, jawab Mbak Mian berbohong.

Padahal tadi saat aku pulang sekolah aku diam me-nonton televisi di ruang depan. Karena perbuatannya itu, ibu pun marah kepadaku. Begitu juga hal lain, ia memecahkan termos di dapur ibuku, tetapi ia mengatakan kepada ibu bahwa aku lah yang memecahkannya. Dan akhirnya, ibu memarahiku lagi.

Saat memasak, ada bahan yang perlu diparut, sehingga pada saat itu, ibuku sedang tidak berada di rumah, Mbak Mian me-maksaku untuk memarutnya sampai selesai. Alhasil tanganku ter-luka karena aku tidak tahu bagaimana cara memarut dengan benar. Saat ibu melihat lukaku, Mbak Mian bilang aku tadi lari- lari di de-pan rumah sampai aku terjatuh. Padahal ibu tahu, bahwa aku tidak suka berlarian diluar rumah.

Ketika aku makan, aku tidak boleh memakai piring dan gelas yang bersih. Aku disuruh memakai gelas dan piring yang se-belumnya ia pakai untuk makan. Dengan alasan ia capek mencuci

164 161

bStay Pray dbStay Pray d

Page 83: Layout Finalacngvg

ia mengambilkan nasi untukku di sebuah piring. Tanpa lauk apapun, dia menyuruhku untuk memakannya.

“Idih mbak mah, masak aku makannya ginidoang.Ga enak mbak”, keluhku kepada Mbak Mian tersayang.

“Yaudah”, jawab mbak Mian sambil berjalan mengam-bil tempat garam, lalu menaburkannya diatas nasiku. “Makan!”, lanjut Mbak Mian.

Karena menurutku tingkah mbak Mian sudah sangat menyeramkan. Aku pun segera makan sambil meneteskan air mata. Di depanku Mbak Mian duduk sambil membuat susu instan untuk adikku. Beberapa saat kemudian, jam menunjukkan pukul 13.00. Itu berarti tidak lama lagi orang tua dan kakakku akan pulang.

“Heh, nanti kalo mama pulang awas ya kamu kasih tau kalo kamu tadi ga jadi makan bubur. Nanti mbak pukulin kamu, mbak jual kamu!”, ketus si Mbak Mian kepadaku saat aku menger-jakan PR (Pekerjaan Rumah)ku. Aku pun menganggukkan kepala.

Banyak kejadian yang Mbak Mian lakukan kepadaku. Saat aku tidur dengannya, aku diperintahkan untuk memijat Mbak Mian dengan iming- iming ia akan memberikan uang kepadaku. Tetapi setelah aku selesai mengurutnya, ia pun tidak memberikan uang yang sudah dijanjikannya itu.

Di hari yang berbeda, ibuku membeli satu jirigen min-yak goreng untuk persediaan di rumah, tetapi ia justru mengambil-nya dan memberikan minyak itu kepada temannya yang bekerja di

maksud supaya aku tidak jadi membeli dagangannya yang sudah terkenal didaerah rumahku tersebut. Tapi aku tidak menghiraukan-nya, karena aku belum mengerti apa maksud si Mbak Mian, aku hanya menyangka ia memberikan sapaan yang berarti “haloo” un-tuk si abang tukang bubur. Aku segera meluncur ke bawah untuk mengambil mangkok kesayanganku, dan kembali berlari lagi un-tuk membuka gerbang. Tapi entah kenapa, si abang tukang bubur telah jauh mendorong gerobaknya. Aku ingin mengejar, tetapi tidak mungkin lagi rasanya.

Dengan hati teriris aku kembali ke rumah, di depan pintu Mbak Mian memberikan senyuman picik kepadaku sambil berkata “emang enaaaak…”,

“Lho, mbak kok gitu sih sama aku? Mbak Mian ya yang suruh abangnya pergi?”, sahutku dengan terheran melihat tingkah Mbak Mian

“Iya, ngapain sih kamu makan bubur segala. Ada nasi juga di dapur”, ketus Mbak Mian kepadaku.

“Tapikan ikannya belom ada.Lagian mama tadi udah janji sama aku biar aku sama mbak itu beli bubur. Uangnya juga udah dikasih kan?”, jawabku sedih.

“Emang iya, tapi duitnya udah mbak masukin kantong, ga bisa diambil lagi”, lanjut mbak Mian dengan licik. “Mbak Mian jahat!”, teriakku.

Tidak lama kemudian, aku diajak Mbak Mian ke dapur,

162 163

bStay Pray d bStay Pray d

Page 84: Layout Finalacngvg

piring.

Berbagai tindak kekejaman selalu Mbak Mian lakukan saat keluargaku tidak ada di rumah. Sampai pada puncaknya, ia mengajakku bermain ke pabrik sebelah dan sambil menggendong adikku namanya Samuel. Saat itu umurnya masih beberapa bulan.

“Miaaan…”, teriak teman Mbak Mian sambil tergesa-gesa.

Saat itu aku sedang melihat-lihat area pabrik, dengan sekejap Mbak Mian lari menuju ke arah teman yang memanggilnya itu. Aku mendengar suara adikku menangis. Ternyata ia menjatuh-kan adikku dari gendongannya. Pada saat itu, betapa beruntungnya tubuh adikku hanya terkilir. Tetapi seperti biasa, Mbak Mian pem-bohong mengeluarkan sejuta taktiknya untuk memberikan alasan kepada ibuku. Selama dia di rumahku, apa pun yang ia perbuat ibu tidak mengetahuinya, Jika ibu tahu makan ia akan memarahi Mbak Mian selalu saja ia memberikan alasan yang tidak benar adanya. Tetapi tak sedikitpun aku berani memberitahukannya kepada ibu. Karena aku sudah diancam oleh Mbak Mian dan ancamannya san-gatlah mengerikan.

Lebaran sebentar lagi akan tiba, Mbak Mian pun akan pulang ke kampung halamannya. Betapa senangnya hatiku menden-gar kabar itu. Lebih baik aku bosan menunggu lama di rumah bibi sebelum dijemput ibu, daripada aku harus diperlakukan dengan ke-jam oleh manusia bermuka dua itu.

Ibu sudah membeli oleh-oleh yang akan dibawa oleh

bStay Pray d

168 165

Page 85: Layout Finalacngvg

Selama belasan tahun, orang tuaku selalu mencari cara untuk menyembuhkan adikku yang sangat aku sayangi ini. Mem-bawa berobat kesana kemari dengan pengobatan alternatif untuk mengurut saraf- saraf adikku, tetapi hasilnya tetap nihil. Sekarang umur adikku sudah 14 tahun. Keadaannya masih sama, ia belum dapat berbicara dengan lancar. Seharusnya saat ini ia sudah duduk di bangku kelas SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas tiga, kare-na keadaannya seperti itu, orang tuaku tidak dapat berbuat banyak. Sekarang dia hanya bisa menuntut ilmu disekolah khusus, sejenis play group. Padahal dari tingkahnya, ia menunjukkan kalau dia adalah anak yang pintar, rajin, tekun dan disiplin. Apa yang tidak baik menurutnya akan dia perbaiki, perilakunya sungguh men-gagumkan. Saat ini kami hanya bisa berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada adikku supaya keajaiban bisa terjadi untuknya. Aku yakin, walaupun dia tidak sekolah seperti orang pada umumnya, tetapi suatu saat nanti ia akan sukses dan bahagia.

Mbak Mian, apa yang dimintanya, ibu selalu berusaha menyiapkan-nya. Kasian sekali ibuku, ibu tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Mbak Mian selama ini.

Sudah sekitar dua tahun Mbak Mian tidak bersama kami, bagiku rumah bagaikan surga. Tetapi yang paling menyedi-hkan masalah yang dulu ia buat akhirnya terkuak kembali, Samuel, adikku tercinta yang masih belum bisa berbicara seperti kebiasaan anak bayi lainnya. Akhirnya orang tuaku membawanya ke dokter untuk diperiksa. Ternyata setelah diperiksa, pita suara adikku terj-epit. Ibuku sangat shock mendengar penjelasan dari dokter.

“Apakah anak ibu pernah jatuh saat masih bayi?”, tan-ya dokter kepada ibuku untuk menganalisa kasus yang dialami oleh adikku.

“Tidak dok…” Jawab ibu sedih.

Sepulang dari Rumah Sakit, ibuku menceritakan kepa-daku dan kakakku apa yang sebenarnya terjadi. Aku pun menan-gis karena aku teringat dengan kejadian naas saat yang menimpa adikku dulu. Saat itu, aku baru berani mengungkapkan semuanya kepada ibu. Ibu kembali shock, tapi semuanya sudah terlambat. Ibu tidak dapat berbuat apa- apa lagi. Terlihat dari wajahnya bahwa ia, bahwa ia ingin bertemu dengan Mbak Mian untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada masa dua tahun silam. Walaupun aku sudah jujur, tetapi ibu masih terlihat bingung karena aku tidak bisa menceritakan dengan jelas kepada ibu. Tetapi apa daya, ibu tidak mengetahui keberadaan Mbak Mian saat ini.

bStay Pray d bStay Pray d

166 167

Page 86: Layout Finalacngvg

169172

“Ya asal jangan terlalu malam saja pulangnya!”

“Baik bu terima kasih.”

Percakapan antara Ibu dan Aji terhenti, Ibu pun mengiz-inkan aku untuk datang menghadiri undangan Aji.

Sore itu aku dandan semaksimal mungkin agar terlihat leb-ih rapi dihadapan keluarganya. Rasanya jantung ini berdebar ken-cang tidak seperti biasanya. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan orangtuanya dan keluarga besarnya. Perasaan campur aduk antara senang, takut, dan malu. Aku berdoa semoga pertemuan sore ini lancar.

Sesampainya di sana, rumah Aji penuh dengan sanak saudaranya. Rasanya aku ingin sekali pulang ke rumah karena tidak siap bertemu dengan orangtuanya.

“ Ma, Pa . . Kenalkan ini Della” ucap Aji pada mamanya.

Aku pun mencium tangan mama dan papa Aji. Kemudian aku dikenalkan dengan saudara-saudaranya. Sangat terlihat keme-wahan di keluarga Aji, jantungku semakin berdebar kencang seolah mau copot, tapi entah mengapa saat itu aku merasa tidak nyaman rasanya ingin cepat pulang.

***

Sudah dua setengah tahun aku menjalin hubungan dengan Aji. Setiap bertemu dengan keluarganya, aku sering mendapat per-lakuan yang tidak menyenangkan dari mereka. Tapi aku menutupi hal tersebut dari Aji.

Pada waktu itu aku diajak pergi oleh mamanya. Kami ber-temu dengan teman perempuan Aji. Mamanya terlihat sangat akrab dengan perempuan itu, mamanya membanggakan dan memuji perempuan itu di depanku. Hatiku rasanya sakit ketika mendengar-

Hari Ini Air Mataku

Terjatuh

by : Miqdad Aufa

Teringat akan kejadian Beberapa tahun yang lalu. Rasanya tidak bisa hilang begitu saja. Ku jadi kan semua itu kenangan.

Hari itu, aku dengannya menjalin sebuah hubungan yang dekat ke-tika kami masih duduk di bangku kuliah. Dia adalah teman seko-lahku. Aku mengenalnya dari SMA. Aku tidak menyangka dia me-miliki perasaan yang lebih padaku. Rasanya saat itu aku menjadi perempuan yang paling bahagia, ketika dia menyatakan perasaan-nya padaku. Dan aku juga merasa bahwa dia adalah lelaki yang san-gat romantis saat itu. Memiliki pacar yang pintar, dan tampan pula, rasanya sangat senang dan baTidak sekali.

Hari-hariku menjadi penuh warna, aku lebih bersemangat untuk melakukan segala aktivitasku. Dia lelaki yang penuh perha-tian dan sangat bisa mengerti aku. Sangat terlihat bagaimana dia menyayangiku. Dia juga bukan tipe lelaki yang banyak menuntut, dia sangat apa adanya. Aku sangat senang bisa menjadi orang ter-dekatnya.

bHari ini Air Mataku Terjatuh d

Page 87: Layout Finalacngvg

171170

Saat aku menjalani hubungan dengannya, kedua orang-tuaku tidak menyetujui hubugan kami. Aku sangat heran, karena mereka tidak pernah memberikan alasan yang jelas padaku.

Ibu ku pernah bilang.

“Ibu dan Ayah sebenarnya kurang menyukai jika kamu dekat dengan Aji”

“Loh, kenapa bu? Selama ini dia baik padaku, dia juga baik terhadap keluarga kita, tapi mengapa Ibu berkata seperti itu?”

“Ya, Ibu tahu itu tapi kami kurang menyukainya Del.”

“Tapi apa alasan Ibu tidak menyukainya? Apa hanya karena Ibu bilang dia tidak tahu waktu jika mengajakku pergi?”

“Ya itu salah satunya. Kami memang tidak begitu menyu-kainya, Del. Tapi sampai saat ini Ibu dan Ayah masih menghargai pilihanmu, Ibu harap kamu bisa memikirkan apa yang Ibu ucapkan.”

Ya tuhan, mengapa seperti ini. Rasanya aku belum pernah kebingun-gan seperti ini.

Meskipun begitu, aku tidak mau Aji mengetahui hal ini. Aku berusaha menjaga perasaannya. Aku takut hal tersebut akan menyinggung perasaannya.

Selama satu tahun aku menjalani hubungan dengan Aji, aku belum pernah dikenalkan dengan orang tuanya. Mungkin karena aku merasa belum siap saat itu Aji mengajakku untuk ikut kumpul kelu-arga besarnya, aku pun menerima ajakannya.

Aku meminta izin kepada Ibuku untuk mengizinkanku pergi waktu itu.

“ Bu, Aji mengajakku ke rumahnya. Ada acara di rumahnya

dan aku diundang. Aku boleh pergi ya, Bu ?”

“ Ada acara apa?” dengan singkat Ibu menjawab.

“ Acara syukuran rumah barunya bu, boleh ya, Bu?”

“Tidak usah Del, kamu perempuan tidak baik main ke rumah laki-laki”, Ibu menjawab dengan sikap kolotnya. Pemikiran Ibu memang kolot sekali.

“Tapi kan tidak enak, Bu. Jika tidak datang.”

“Coba Aji suruh telpon Ibu sekarang”, ujar Ibu.

“Untuk apa, bu?”

“Sudah suruh saja, Ibu ingin bicara dengannya !!”

Mau tidak mau aku pun sms Aji, isinya ( Aji... kamu disu-ruh telepon Ibu sekarang, sepertinya Ibu ingin menanyakan tentang undangan kamu mengajak aku kerumah nnti sore, kamu telepon ya sekarang jelasin ke Ibu, )

Tak lama kemudian suara ponsel Ibu berbunyi.

“ Assalamualaikum bu” suara Aji terdengar di ponsel Ibu

“ Ya, waalaikumsallam”.

“Tadi kata Della, Aji disuruh telepon Ibu, ada apa ya bu ?”

“Iya Ji, Ibu ingin bertanya, apa benar keluargamu mengun-dang Della kerumah? Memang ada acara apa?”

“ Iya bu benar, mama tadi pagi bilang jika Aji disuruh ajak Della kerumah karena nanti ada acara syukuran rumah baru Aji, boleh Tidak bu nnati sore Aji ajak Della kerumah?”

bHari ini Air Mataku Terjatuh d bHari ini Air Mataku Terjatuh d

Page 88: Layout Finalacngvg

173176

orang lain, tapi dari sinilah aku telah belajar tentang kehidupan bah-wa perasaan dan kasih sayang tidak dapat dibeli oleh materi. Hal ini juga yang membuat aku mempunyai semangat yang tinggi untuk sukses.

nya. Apa salahku sampai mamanya tidak bisa menghargai perasaa-nku seperti itu? Apa aku pernah mengecewakan mereka? Padahal aku selalu berusaha untuk menjaga perasaan Aji, meskipun orang-tuaku tidak menyetujui hubungan kami, tapi mereka masih bisa menjaga perasaan Aji.

Hari demi hari kami lewati bersama, Aji selalu ada dis-ampingku. Hari itu aku menangis tanpa sebab. aku takut kehilangan dan takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Jadwal kuliahku sangat padat, mengingat aku sudah ada pada tingkat akhir. Waktuku dengan Aji pun semakin sedikit karena aku mengambil Program Diploma sedangkan Aji mengambil Pro-gram sarjana jadi kuliah Aji tidak begitu sibuk. Tapi aku selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bertemu Aji meskipun tidak seperti dulu. Namun akhir-akhir ini Aji berubah menjadi orang yang tidak aku kenali. Dia tidak peduli lagi denganku.

Aku semakin tak mengerti dengannya, sikapnya berubah 180 derajat, menjadi cuek dan dingin kepadaku. Dalam hati aku menangis dan ingin sekali berteriak. Tapi aku sangat menyayangin-ya, meskipun sering kali hati ini terluka oleh sikapnya dan keluar-ganya. Aku berusaha untuk bersabar karena aku yakin ini semua adalah ujian yang diberikan Allah untukku. Aji adalah lelaki yang dititipkan Allah untukku, agar aku bisa menjaganya.

Salah satu temanku mengatakan bahwa mamanya Aji rela melakukan apapun agar Aji memutuskan hubungan denganku. Aku terdiam, hatiku sakit mendengarnya. Namun Aji selalu membela mamanya seolah-olah aku terlalu mengada-ada kejadian yang se-dang terjadi. Aku tak tahu harus mengadu pada siapa. Biasanya aku mencurahkan seluruh isi hatiku pada Ibu. Namun kali ini aku tidak bisa bercerita. karena ini menyangkut Aji. Aku tidak ingin Ibu lebih tidak menyukainya.

Ternyata keluarga Aji cemburu denganku. mereka merasa

bHari ini Air Mataku Terjatuh dbHari ini Air Mataku Terjatuh d

Page 89: Layout Finalacngvg

175174

lelaki yang pandai dan tampan, yang selalu aku banggakan dihadapan orangtua dan teman-temanku.

Kini dia telah menyakitiku, menyakiti perasaan kedua orangtuaku dengan sikap keluarganya yang telah merendahkan kami.

Setelah aku putus darinya, aku merasa ada yang aneh den-gan lingkunganku. Sikap teman-temannya mengenalku dan kebetu-lan satu kampus denganku jadi terlihat aneh. Berita apa yang mer-eka dengar mengenai diriku? Mereka yang tadinya ramah sekarang melihatku seperti sampah.

Aku bingung dengan sikap mereka terhadapku, dan aku bertanya dalam hati, “Kesalahan apa lagi yang Sudah aku lakukan sampai mereka melihatku seperti itu?”

Ternyata benar, salah satu teman Aji menyebar fitnah men-genai diriku, mengarang cerita yang sebenarnya tidak benar. Masya Allah lagi-lagi ini terjadi padaku, tapi aku hanya bisa tersenyum, aku yakin dari kejadian itu semua Allah akan mengangkat derajat diriku menjadi lebih baik.

Aku berusaha bangkit dari masa-masa keterpurukanku meskipun sangat sulit dan butuh waktu. support keluarga dan teman-temanku membuat semua itu berhasil, setelah lulus, aku bekerja di perusahaan ternama dan memulai sebuah bisnis kecil-kecilan, yang alhamdulillah semakin berkembang hingga saat ini. Aku pun telah mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dari Aji, lelaki yang tidak hanya pintar dan tampan tapi juga ramah dengan orang-orang, shaleh,dan mapan pula. Kami berencana mengikrarkan janji suci kami bulan depan di Mekkah. Aku berharap semoga kelak kehidu-panku nanti menjadi berkah untuk keluargaku dan khususnya untuk diriku.

Meskipun masa lalu ku begitu buruk dan tidak semulus

aku telah merebut kasih sayang Aji, Aji memang sangat menyay-angiku dengan tulus, tapi itu terjadi secara alami, aku tidak pernah berniat ingin merebutnya dari keluarganya, aku selalu memberikan masukan-masukan baik kepada Aji. Aku sangat menghormati kelu-arganya.

Tidak lama dari itu, mama Aji menelpon ku dan berkata

“ Halo Della..”

“Ya tante, ada apa?”

“Saya minta kamu jauhi Aji, saya tidak ingin kuliahnya ter-ganggu. Saya ingin anak saya serius menjalani kuliah agar dia bisa sukses”.

“Maaf tante tapi saya memang sudah jarang bertemu Aji”

“Ya bagus jika gitu, saya ingin kamu tidak mendekati anak saya lagi. Kamu mengerti kan?”

“Baik tante,saya akan menjauhi Aji”.

Telepon pun ditutup. Masya Allah perih sekali hati ini, seakan-akan selama ini aku membawa perubahan buruk untuknya. Aku pun menangis dikamar tapi saat itu. Ibu masuk ke kamarku dan bertanya mengapa aku menangis. Akhirnya aku menceritakan semua yang terjadi. Saat itu juga aku merasa telah mengecewakan orang-tuaku. Seharusnya dari awal aku mendengarkan apa kata mereka. Aku jadi teringat akan ayat- mu yang mengatakan “Ridho-mu adalah ridho orangtua”

Saat itu aku langsung memutuskan hubunganku dengan Aji

lelaki yang dulu begitu menyayangi dan memanjakanku dengan per-hatiannya.

bHari ini Air Mataku Terjatuh d bHari ini Air Mataku Terjatuh d

Page 90: Layout Finalacngvg

177180

Akhirnya dengan membawa kabar berita bahagia ini aku datang ke kampus dengan wajah berseri – seri, karena membay-angkan akan menonton sang penyanyi pujaan nantinya. Ketika itu rasanya lupa bahwa aku masih punya sisa dua semester lagi un-tuk dituntaskan di kampus tercinta ini, yang aku pikirkan bukan-lah semua tugas proyek praktikum yang menumpuk tetapi hanya fokus bagaimana cara mendapatkan tiket menonton konser tersebut, karena dalam pemberitahuan akun tersebut sama sekali tidak diu-mumkan bagaimana cara mendapatkan tiketnya. Aku mengetahui akan diadakannya konser, satu minggu sebelum menuju tanggal pelaksanaannya. Dan dari satu minggu itu cara mendapatkan tiket pun belum kuketahui.

Setiap hari yang aku kerjakan adalah online untuk men-cari tahu cara mendapatkan tiketnya, dari pulsa modem hingga pul-sa ponsel aku isi berulang kali. Dari semua usaha itu akhirnya aku mendapatkan informasi bahwa untuk mendapatkan tiketnya diha-ruskan berbelanja senilai Rp. 500.000 di pusat perbelanjaan tempat dimana konser akan digelar, nantinya bukti belanja itu ditukarkan dengan satu tiket untuk dua hari menonton konser. Rasanya lemas mengetahui harus membayar sejumlah uang tersebut demi menon-ton konser, untuk ukuran anak kosan sepertiku uang itu lebih baik disimpan untuk makan sehari – hari. Jika dipergunakan hanya untuk foya – foya seperti menonton konser rasanya sayang dan merasa ka-sihan kepada orang tua yang sudah susah payah mencari uang untuk kita.

Karena enggan untuk mendapatkan tiket dengan harga yang cukup fantastis untuk ukuran konser para artis Korea yang sedang melaksanakan wajib militer, aku terus mencari informasi bagaimana cara mendapatkan tiketnya, bahkan gratis (untuk konser dari acara militer itu seharusnya gratis, karena para artisnya saja memang sudah tugas negara). Sampai akhirnya tiga hari menuju konser aku sama sekali belum mendapatkan tiket.

Dua hari menuju konser, rasanya aku sudah mulai putus

Dulu Hanya Mimpi

by : Mutia Hafilizara

Pagi itu masih sama seperti biasanya, di dalam kamar ko-san yang kecil bercat merah muda (walaupun sebenarnya warnanya tidak jelas) dengan atap yang baru saja diperbaiki setelah runtuh ketika terkena angin puting beliung beberapa waktu lalu, Bau ter-pentin pun masih tercium dari cat temboknya. Aku sendiri masih asik bersembunyi di balik selimut dari dinginnya pagi itu, ada rasa sedikit malas untuk beranjak dari singgasana tercinta dan pergi be-rangkat ke kampus di semester terakhir ini.

~~~rrrrrrrr

~~~rrrrrrrr

Bwara Mr. Simple, Simple Keuttae-neun Keuttae-neun Keuttae-ro meotchyeo

Bwara Miss Simple, Simple, Keuttae-neun Keuttae-ro yeppeo (SJ Call)

Bwara Mr. Simple, Simple Keuttae-neun Keuttae-neun Keuttae-ro meotchyeo

Bwara Miss Simple, SImple, Keuttae-neun Keuttae-ro yeppeo (SJ Call)

b Dulu Hanya Mimpi d

Page 91: Layout Finalacngvg

179178

Korea) dengan lagu After Love yang video klipnya dibintangi oleh tiga artis marga Park, Park Hyo Shin, Park Yong Ha, dan Park Shi Yeon. Setelah melihat tayangan itu dan mendengarkan nada suar-anya yang khas tanggapanku dalam hati hanya.

“Oh, itu yang juaranya minggu ini? pantas saja suaranya lumayan,” kemudian mengganti ke acara lain.

Dari kata lumayan itulah yang justru membuatku sema-kin sering mengulang kembali tayangan acara musik Korea itu dan khusus mendengarkan bagian Park Hyo Shin bernyanyi, hingga akhirnya resmilah aku menjadi fans internasionalnya yang disebut Soultrees. Aku menjadi sering mencari video penampilan konser Park Hyo Shin dan juga mendaftar menjadi anggota forum interna-sional fans Park Hyo Shin, yang membuatku memiliki banyak te-man dari berbagai Negara seperti Jerman, Bulgaria, Vietnam, New Zealand, Amerika Serikat, dan yang pasti Korea Selatan. Bahkan saat ini aku telah tetap sebagai tim pengelola website fans internasi-onal tersebut, sebagai moderator juga desainer forum. Rasanya asik sekali setiap hari berkomunikasi dengan para fans lainnya (tentunya menggunakan Bahasa Inggris) yang berbeda negara tetapi tidak di-batasi waktu dan tempat oleh karena kecanggihan teknologi ber-nama internet ini.

Kembali lagi ke 140 karakter dari akun twitter milik Korea Cultural Centre Indonesia yang membuat mataku membelalak pagi itu. Siapa yang menyangka bahwa rombongan artis yang sedang mengikuti wajib militer dan sebelumnya singgah di Amerika untuk menyelenggarakan konser itu, akhirnya singgah di Indonesia untuk menyelenggarakan konser dua hari berturut - turut. Memang Korea Indonesia Week adalah acara tahunan yang diselenggarakan di In-donesia mulai tahun 2010. Untuk tahun 2010 saja artis korea yang diundang untuk konser adalah boyband terkenal SHINEE yang be-ranggotakan lima personil itu mampu menghentak seluruh penon-ton di Jakarta.

Berdering nada alarm lagu Super Junior dari ponselku dit-ambah lagi ritme getar yang menghebohkan sejagad raya tiga deret kamar kosan ini. Mau tak mau memaksaku untuk bangun tepat pu-kul 05.00 WIB pagi itu. Hal yang biasa kulakukan setelah bangun tidur adalah mengambil ponsel kemudian membuka akun twitter, tapi kebiasaan ini bukan untuk mengupdate status, melainkan untuk mengecek timeline berita dari beberapa akun yang aku follow. Mata ini langsung terbuka lebar ketika membaca 140 huruf dari akun mi-lik Korea Cultural Centre Indonesia, disitu dituliskan bahwa pada bulan Oktober nanti akan diadakan acara Korea Indonesia Week selama seminggu di sebuah gedung pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Selatan, dan pada puncak acaranya akan diundang artis-artis pria Korea Selatan yang sedang melakukan wajib militer. Setelah membaca daftar nama artis yang datang adalah dua orang pemain drama, Lee Jun Ki dan Lee Dong Gun. Kemudian lima diantaranya adalah penyanyi, Jung Jae Il, Yoo Seung Chan, Epik High Mithra, Andy Shinwa, dan yang paling membuat mata ini membelalak adalah adanya nama Park Hyo Shin di list tersebut.

Kenapa dan apa yang membuat mata ini membelalak meli-hat nama Park Hyo Shin pada list itu adalah karena dia merupakan penyanyi nomor satu yang aku idolakan dari seluruh penyanyi di belahan dunia ini. Jika mendengar dia bernyanyi maka yang bisa ka-lian lakukan hanya duduk, terdiam, dan mendengarkan sampai lagu yang dibawakannya selesai dinyanyikan, lalu memberikan stand up applause setelahnya. Telinga ini rasanya akan ketagihan terus menerus meminta didengarkan lantunan lagu darinya. Menurutku kata-kata saja tidak cukup untuk mendeskripsikan sebagus apa su-ara penyanyi balada dari Negeri Ginseng ini. Mungkin terdengar cukup berlebihan bagi yang belum tahu siapa Park Hyo Shin, tetapi buktikan saja sendiri jika ingin mengetahui sebagus apa suaranya.

Awalnya aku juga tidak tertarik sedikitpun ketika tidak sengaja melihat penampilan dia di sebuah acara musik Korea. Saat itu tahun 2009 pertama kali aku melihatnya. Pada acara itu dia me-menangkan peringkat pertama dalam K-chart (tangga lagu musik

b Dulu Hanya Mimpi d b Dulu Hanya Mimpi d

Page 92: Layout Finalacngvg

181184

terpesona. Sungguh mahakarya Allah yang luar biasa menciptakan suara kepada seorang pria asal Negeri Ginseng ini.

Konser itupun usai, tak kuduga waktu pertunjukkan begitu cepat. Park Hyo Shin pun berlalu begitu saja ke belakang panggung. Setelah sebelumnya memberi hormat layaknya para tentara dalam baris berbaris. Jika diingat – ingat lagi rasanya seperti mimpi seki-las, tapi itu nyata. Sesuatu yang kusukai berhadapan tepat di de-panku. Sesuatu yang tadinya mustahil akhirnya menjadi kenyataan.

Begitulah cerita dari semua mimpiku yang bermula dari menyukai seorang penyanyi Park Hyo Shin yang begitu jauh di Korea sana, tetapi akhirnya aku dapat melihatnya begitu dekat dan nyata di Indonesia. Semua hasil itu ditentukan dari usaha kita. Dan aku yakin semua usahaku untuk mendapatkan tiket tersebut hasil-nya sebanding bahkan lebih. Dulu hanya mimpi kini telah menjadi nyata.

Park Hyo Shin di Korea – Indonesia Week 2011

(sumber : Mutia Hafilizara 2011)

asa. Haruskah aku menonton konser dengan merelakan uang Rp. 500.000, atau sama sekali tidak menonton konser tersebut. Sudah dipuncak kebingungan akhirnya aku langsung saja mencoba kes-empatan terakhir dengan menghubungi nomor telepon kantor Korea Cultural Centre Indonesia (KCCI) di Jakarta. Akhirnya teleponku diangkat oleh seorang wanita.

“ Halo, selamat sore ini dengan KCCI?” ujarku.

“Iya, selamat sore. Betul ini dengan KCCI, ada yang bisa saya bantu?” balasan dari wanita dalam telepon tersebut dengan lo-gat bahasa Indonesia yang berbeda dengan biasanya.

“Begini, saya ingin menanyakan mengenai konser Korea Indonesia Week yang diselenggarakan di Gand********. Bagaima-na caranya untuk mendapatkan tiket tersebut?” balasku.

“Oh, tiket untuk konser ya? Tolong sebutkan saja nama dan nomor teleponnya, nanti saya hubungi lagi” balasnya.

“Terima kasih mbak” kataku. Setelah kata – kata terakhir itu rasanya pupus sudah harapanku untuk menonton konser. Karena sepertinya anjuran untuk meninggalkan nama dan nomor telepon itu hanyalah formalitas dari kantor tersebut. Dalam hati kuyakini mungkin belum rezekiku untuk melihat penampilan Park Hyo Shin secara langsung. Setelah melakukan percakapan telepon tadi, aku langsung kembali mengerjakan tugas proyek praktikum yang su-dah melambaikan tangan –tangannya memintaku untuk kembali ke haribaan tugas.

Sedang asyik mengerjakan tugas, malam itu sekitar pukul delapan malam, tiba – tiba ponselku berdering menandakan ada se-buah pesan masuk. Kupikir itu hanya sms dari teman – temanku yang biasanya menanyakan tugas kuliah. Namun ketika kubuka pesan tersebut bukan dari daftar telepon dalam ponselku, penasaran kubaca isinya.

b Dulu Hanya Mimpi db Dulu Hanya Mimpi d

Page 93: Layout Finalacngvg

183182

menonton konser ini, entahlah aku tidak tahu siapa namanya tapi dia sangat ramah berbincang denganku selama menunggu konser dimu-lai dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata. Ada sedikit kejadian memalukan menuruku, ketika aku tengah terkagum – kagum karena mendapatkan tempat paling depan tak sadar ada kamera kru konser yang menyorot mukaku satu layar penuh di panggung. Merasa san-gat malu ketika itu. Temanku hanya cekikikan saja melihat mukaku yang begitu besar tampil di layar. Suatu anugerah yang begitu besar ketika konser dimulai dan aku berada tepat di dideretan paling de-pan panggung.

Park Hyo Shin tampil dengan membawakan lagu Home, I’m Yours, dan Only You. Ketika lagu ke-empat dibawakan yaitu soundtrack drama korea I’m Sorry I love You yang judul Bahasa Inggrisnya adalah Snowflake. Dengan segera aku membuka karton yang sudah aku tulis tadi dan berharap sang oppa melihat dan mem-bacanya. Alhasil ternyata dia melihatnya dengan bergerak ke arahku dan menundukkan sedikit kepalanya. Itulah yang membuatku san-gat sangat dan sangat senang, siapa sangka tulisan yang dibuat iseng belaka akhirnya dibaca oleh Park Hyo Shin. Seusai bernyanyi, ada sedikit perbincangan dengan Park Hyo Shin, melalui seorang trans-latornya berujar bahwa dia berujar bahwa dia tidak memiliki banyak waktu untuk bernyanyi disini oleh karena itu dia meminta maaf apa-bila ada penggemar yang memintanya menyanyikan lagu lainnya. Setelah mendengar kata itu, aku yakin ucapannya untukku, karena dia telah membaca tulisannya. Wah senangnya berlipat –lipat sep-erti kertas obat nyamuk bakar. Apalagi ketika menyanyikan encore yang dibawakan bersama artis lainnya yaitu lagu High Technology dari Epik High. Semua artisnya turun kebawah panggung dan me-nyalami satu persatu penggemarnya. Pastilah aku kebagian sedikit tangan – tangan oppa ganteng itu apalagi tangan Park Hyo Shin. Yang paling membuatku melayang di awang – awang adalah ke-tika dia menyanyikan lagu I’m Yours yang diiringi gitar Jung Jae Il. Suara yang sebelumnya hanya bisa kudengar dari file mp3 kini dapat kudengar langsung dihadapanku dan sensasinya sungguh san-gat berbeda. Bahkan semua penonton pun aku terlihat terdiam dan

Selamat malam, ini dari KCCI. Selamat anda Mutia Ha-filizara mendapatkan 2 tiket konser Korea Indonesia Week 2011. Untuk pengambilan tiket, bisa diambil besok hari sabtu di Kantor KCCI Menara Ekuitas Komplek SCBD Sudirman sampai jam em-pat 4 sore. Terima kasih, selamat ya.

Wah!, ketika selesai membacanya bagaikan bertebaran bunga – bunga sakura dari Jepang di sekelilingku ( haha,maaf agak berlebihan). Besoknya tepat hari sabtu jam dua siang itu aku dan seorang teman pergi menuju tempat pengambilan tiket. Rentang waktu pengambilan tiket tinggal dua jam lagi, gelisah tidak bisa kuhindari selama perjalanan kereta Commuter Line dari Bogor menuju Jakarta. Sebenarnya masih banyak lagi cerita unik dan pengalaman tak terlupakan sampai aku berhasil mendapatkan tiket konser tersebut. Walaupun sampai di tempat pengambilan tiket, aku sudah sangat terlambat yaitu sekitar pukul lima sore. Begitu juga dengan pengalaman konser hari pertama yang membuat tubuh ini lemas karena pertama kali mendengar Park Hyo Shin bernyanyi langsung di depan mata dengan tiket konser gratis pula. Sepertinya pengalaman itu aku skip juga karena bagian yang paling tidak terlu-pakan adalah konser hari kedua.

Konser hari kedua tepatnya hari senin aku sudah memper-siapkan segalanya. Kamera full battery, memori juga sudah kosong, dan tak lupa menulis dalam sebuah karton “PARK HYO SHIN OPPA PLEASE SING LISTEN”, karena aku sangat ingin mendengarkan dia bernyanyi lagu Beyonce Knowles itu. Membuat tulisan itupun awalnya hanya iseng saja, siapa tahu dia membacanya. Seperti hari pertama konser kemarin, aku tiba pukul empat dan langsung men-gantri di paling depan, padahal tadinya aku dapat antrian di barisan belakang (haha panjang ceritanya sampai aku dapat tempat di bari-san depan). Pintu masuk menuju hall pun dibuka tepat pukul 17.30 WIB, dan dengan memanjatkan puji syukur aku mendapat tempat paling depan dari yang lain tepat di depan panggung konser. Penon-ton lain yang berjajar didepan sederet denganku adalah satu orang perempuan Korea yang sengaja datang ke Indonesia hanya untuk

b Dulu Hanya Mimpi db Dulu Hanya Mimpi d

Page 94: Layout Finalacngvg

185188

nanku.

Akhirnya aku menceritakan kejadian pertemuanku dengan Tania dan si teman misteriusnya itu.

“waah,, sejak kapan Tania mempunyai teman yang telah berumur seperti itu?” Tanya Ines.

“Entahlah,, hanya saja aku merasa ada keanehan dari ke-dekatan mereka. Mereka seperti sepasang kekasih.”

“Apa? KEKASIH?? Itu tidak mungkin. Kita tahu sendiri bagaimana tipe cowok yang disukai Tania. Bukan om-om!” Seru Emilia menyanggah perkataanku.

“Aku tahu,Mil. Itu hanya dugaanku saja. tidak usah ber-lebihan begitu.” Perkataan yang semoga saja menenangkan Emilia.

“Lebih baik kita tanyakan langsung saja pada Tania.” Kata Ines. Kami pun setuju.

Saat istirahat sekolah pun tiba, kami pun pergi ke kantin untuk menyantap makan siang.

“Tania, sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan? Ke-napa akhir-akhir ini kamu tidak pernah pulang bersama kami lagi? Dan juga akhir-akhir ini kamu sering sekali bolos sekolah, ada apa?” tanya Emilia memecahkan keheningan dan terlihat bahwa Emilia tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Tidak ada, hanya aku ingin cepat pulang ke rumah saja.” Jawaban singkat Tania membuat Emilia semakin curiga.

Aku dan Ines hanya mendengarkan karena kami tahu bah-wa itu hal yang terbaik.

“Aku tidak percaya! Kamu bukan orang yang betah tinggal

Sahabat yang Hilang

by : Rd. Esha Multi S

Bel sekolah pun berbunyi. Tanda waktu sekolah telah usai. Terlihat para siswa kelas 3 SMA Bina Bhakti keluar dari kelasnya masing-masing. Dalam perjalanan pulang, sekelompok siswi rema-ja sedang asyik mengobrol.

“Huufth… Aku benar-benar benci sekolah! Bertemu den-gan guru-guru yang galak dan pelajaran yang sangat membosank-an!” keluh Tania dengan kedua tangan mencari tombol play untuk mendengarkan musik.

Sejak dia menerima hasil ulangan matematikanya yang mendapat nilai merah, Tania tidak pernah berhenti mengeluh dan mengomel sepanjang perjalanan.

“Memangnya apa yang mau kamu lakukan jika tidak seko-lah?” Tanya Emilia.

“Tentunya menikmati masa muda dengan bersenang-senang, tanpa memikirkan nilai ulangan yang jelek atau repot be-lajar untuk mendapat nilai bagus saat ujian. Hahaha..” Jawab Tania dengan bangga.

Emilia dan Ines saling berpandangan dan hanya menghela nafas. Mereka sangat mengenal sahabatnya yang satu ini. Dalam pikirannya, hanya bersenang-senang dan hidup bebas.

b Sahabat yang Hilang d

Page 95: Layout Finalacngvg

187186

yang sangat kukenal berada di sebuah café, tepat berada di depanku berdiri. Dia sedang berbincang-bincang dengan seorang pria bertu-buh agak gemuk dan telah berumur. Mereka tampak sangat dekat, hingga akhirnya aku penasaran dan menghampirinya.

“ Apa yang sedang kamu lakukan disini?” Tanyaku pada gadis itu.

Ekspresi terkejut tampak jelas di raut wajahnya yang can-tik. “Oh.. Hai Erika!! Sedang apa kamu disini?”

Tanya Tania mencoba menghilangkan kepanikannya.

“Aku sedang mengantar ibuku berbelanja. Apa yang se-dang kamu lakukan disini?” pertanyaan yang sama aku lontarkan padanya.

”Hanya sedang mengobrol dengan temanku.” Jawaban yang singkat seakan menyuruhku untuk berhenti bertanya lebih lan-jut. Aku menuruti keinginannya dan pergi setelah berpamitan.

***

“Lagi-lagi Tania tidak ikut dengan kita, sebenarnya apa yang membuatnya sibuk seperti itu ya?” Tanya Emilia.

“Entahlah.. mungkin dia sedang sibuk mencari pacar kaya..” jawab Ines sambil menghabiskan makanannya.

Emilia hanya tertawa.

Memang akhir-akhir ini sikap Tania sangat aneh, dia lebih sering bolos sekolah dan tidak pernah ikut refreshing bersama-sama lagi. Entah kenapa aku teringat pada kejadian di supermarket itu.

“Wooii! Apa yang kamu pikirkan Eri? Apa kamu mengeta-hui sesuatu tentang Tania?” tanya Emilia yang membuyarkan lamu-

“Apa gunanya kaya jika tidak berotak?!” perkataan itu ter-lontar dari mulutku. Kata-kata yang ampuh untuk membuat Tania Diam dan berhenti mengoceh. Emilia dan Ines hanya tersenyum sambil melihat keluar jendela.

Begitulah keseharianku bersama sahabatku. Terkadang aku bingung, apa yang membuat kami bisa bersama dengan karak-ter yang sangat bertolak belakang satu sama lain.

Tania, seorang gadis cantik, pandai bergaul dan berpe-nampilan sangat menarik. Hampir semua laki-laki di sekolah ter-pikat olehnya. Hanya kekurangannya adalah gaya hidupnya yang terlalu berfoya-foya.

Emilia, banyak orang mengatakan dia gadis pemarah dan sulit untuk didekati. Tapi sebenarnya dia adalah seorang gadis pen-diam yang baik hati. Hanya saja dia terlalu malas untuk bergaul dengan orang lain. Kelebihan yang sangat kusukai dari dia adalah kegemarannya membuat komik.

Ines, seorang gadis yang mungkin biasa saja tapi dia sangat ramah, sehingga banyak orang yang senang mengobrol dengannya. Satu hal yang dia benci adalah jika melihat sikap Tania yang sering bermanja-manja pada lawan jenisnya.

Dan aku, bisa dikatakan aku adalah gadis yang kurang menarik, sangat sedikit bicara dan hanya sibuk dengan teman se-tiaku, yaitu komik.

Masih teringat jelas awal pertemuan kami saat MOS (Masa Orientasi Siswa) di sekolah. Tak terasa sebentar lagi kami menem-puh Ujian Nasional dan kami akan berjalan pada tujuan masing-masing. “ Mungkin aku akan merindukan masa-masa ini “ pikirku.

Di hari minggu yang cerah, aku mengantar ibu berbelanja di supermarket yang cukup dekat dengan rumahku. Saat aku sedang menunggu ibuku di parkiran, tiba-tiba terlihat sosok gadis remaja

b Sahabat yang Hilang d b Sahabat yang Hilang d

Page 96: Layout Finalacngvg

189192

tidak apa-apa. Itu tidak masalah selama aku bisa bersamanya.” Jelas Tania.

Aku benar-benar kaget dengan penjelasan Tania dan aku yakin Emilia dan Ines pun begitu. Terlintas pertanyaaan dalam piki-ranku “apakah dia benar-benar Tania, sahabatku yang dulu kukenal sangat ceria?”

“Tolong abaikanlah aku. Anggap saja kalian tidak pernah kenal denganku.” Kata-kata terakhir Tania cukup membuatku sakit hati. Kami pun pulang dengan membisu.

Beberapa bulan kemudian, upacara kelulusan pun dimulai. Tawa, canda, kesedihan akan perpisahan menjadi satu. Sejak saat itu kami tidak pernah tahu bagaimana keadaan Tania. Dia hilang begitu saja. Dalam hati aku berkata “aku tidak ingin merindukan masa-masa ini. Masa dimana aku kehilangan sahabatku dengan mudah”.

di rumah. Ayo katakan pada kami, apa yang sedang kamu lakukan akhir-akhir ini?” Tanya Emilia dengan setengah berteriak.

“Aku sudah bilang tidak ada! Sebenarnya apa yang kalian khawatirkan?” tanya Tania.

“Erika melihatmu sedang bersama om-om di café, siapa dia? Sejak kapan kamu berteman dengan laki-laki yang lebih tua?” Emilia bertanya lagi.

“Oh.. jadi itu yang kalian khawatirkan. Dia itu hanya temanku dan tidak ada salahnya kan berteman dengan laki-laki yang lebih tua. Lagipula ini bukan urusan kalian, jadi jangan ikut cam-pur!” Jelas Tania.

“tentu saja kami ikut campur! Kamu sahabat kami, jika ada sesuatu terjadi padamu, bagaimana?!” Sentak Ines yang akhirnya ikut berbicara.

“aku bukan anak kecil lagi, aku bisa menjaga diri. Su-dahlah! Aku bosan dengan kalian, selera makanku hilang.” Seru Tania sambil beranjak pergi.

Kami hanya diam mematung. Terkejut akan perubahan si-kap Tania yang terlalu besar.

“Ada apa dengan dia? Tiba-tiba marah seperti itu? Apa salahnya dengan pertanyaanku?” kata Emilia dengan wajah kaget.

“Mungkin karena kamu bertanya, jadi dia marah.” Jaw-abku datar.

“kamu itu selalu cuek seperti ini, Eri! Kamu tidak bisa me-lihat perubahan sikap Tania? Pasti ada sesuatu yang membuatnya berubah.” Kata Emilia.

Aku hanya diam dan terus melahap makan siang.

b Sahabat yang Hilang d b Sahabat yang Hilang d

Page 97: Layout Finalacngvg

191190

ya. Mereka tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih padaku. Aku hanya bisa tersenyum dan pulang dengan perasaan lega.

Keesokkan harinya, saat aku sedang asyik membaca komik, Ines mengagetkanku dengan teriakkannya. “Gawat Eri! Ta-nia kabur lagi dan sekarang Tante Nia dan Om Yuda sedang beru-saha mencarinya lagi.”

“apa?! Kabur? Apa yang sedang dipikirkan oleh si bodoh itu! Kamu pergi ke kelas Emil dan beritahu dia. Aku akan ijin pada guru kimia dulu.” Jelasku sambil beranjak dari tempat duduk untuk mencari guru kimia.

Ines pun pergi ke kelas Emilia dan aku mencoba untuk meyakinkan guru agar bisa mengijinkanku pergi saat kelasnya nan-ti. Kami bertiga pun mulai mencarinya lagi. Hingga akhirnya kami menemukan Tania masuk ke sebuah apartemen. Kami pun menge-jarnya. “Tania!! Tunggu sebentar.” Teriak Emilia.

“Apa yang sedang kalian lakukan disini?!” tanya Tania.

“Tentu saja mencarimu bodoh! Kenapa kamu harus lari dari rumah lagi? Ayo pulang! Tante dan om sangat khawatir!” Seru Ines.

“Cukup sudah kalian mencampuri urusanku! Aku tidak bisa kembali ke rumah itu lagi! Anggap saja kalian tidak pernah mengenalku. Jangan hiraukan orang tuaku. Mereka yang meng-inginkanku pergi!” Kata Tania sambil menangis.

“Apa maksudmu?”Tanyaku.”

“Ayah dan ibu selalu bertengkar setiap hari hanya gara-gara aku. Mereka benci dengan sikapku dan hasil sekolahku. Mer-eka tidak pernah melihatku! Hingga akhirnya Om Iwan datang dan menemaniku setiap hari. Membuatku lupa akan masalahku dan akh-irnya kami pun berpacaran. Aku tahu kalau dia sudah menikah tapi

Beberapa hari kemudian, Tania semakin tidak pernah masuk sekolah. Sudah lima hari dia tidak terlihat. Kami semakin merasa khawatir. Telepon atau sms yang kami kirim, tidak pernah mendapat balasan.

Akhirnya sekolah pun usai, aku dan teman-temanku pergi ke suatu tempat dengan harapan adanya jawaban dari kekhawati-ran kami. Setelah sampai di pintu gerbang sebuah rumah bergaya minimalis, aku menekan klakson dan terlihat wanita separuh baya menghampiri dan membukakan pintu gerbangnya.

“Bi, Tanianya ada?” tanyaku pada Bi Marni. Dia adalah pembantu di rumah Tania.

“Oh, kak Erika. Sudah beberapa hari ini non Tania tidak pulang ke rumah. Semua anggota rumah juga khawatir padanya. Pak Yuda dan Bu Nia sudah menelepon polisi untuk mencarinya tapi tidak ada hasil.” Jawab Bi Marni.

Kami pun akhirnya memutuskan untuk mencari Tania.

Tapi hingga larut malam, tidak ada hasil apa-apa.

Setelah mengantar Emilia dan Ines pulang, akupun beristi-rahat di sebuah cafe untuk menghilangkan rasa lelahku karena sudah menyetir seharian. Tiba-tiba terdengar suara tawa seseorang yang sangat khas di telingaku. Aku pun menghampiri sumber suara itu, dan terlihat Tania sedang bersama laki-laki yang sebelumya pernah kutemui. “Apa yang sedang kamu lakukan Tania?!” bentakku. Tania melihat ke arahku dan berkata “Hai Erika! Sudah lama kita tidak bertemu. Perkenalkan ini kekasihku.” Kata Tania sambil mengham-piriku. Tercium bau alkohol dari mulutnya. Tanpa sadar aku pun menyeretnya masuk ke mobil dan berusaha membawanya pulang. Aku dapat melihat sekilas ekspresi kaget dari laki-laki itu. Tapi aku tidak peduli karena aku harus menyadarkan sahabatku.

Kepulangan Tania disambut hangat oleh kedua orang tuan-

b Sahabat yang Hilang d b Sahabat yang Hilang d

Page 98: Layout Finalacngvg

193196

“Halah, bilang aja lagi gak punya uang ato lagi kismin, hahaha..” ujar Wahyu dan diteruskan dengan tawa kami bersama.

Seusai istirahat, kami masuk kembali ke dalam kelas un-tuk mengikuti pelajaran dan tentunya tidak lupa untuk membayar makanan yang kami makan di kantin tadi.

Keesokan harinya, kelas berjalan normal sampai pada saat ketika pelajaran terakhir kami sedikit terganggu dengan adanya murid dari OSIS yang masuk ke dalam kelas. Mereka membawa kabar duka bahwa pagi ini sekitar pukul 08.20, Ayahanda dari Dwi Nurhayati telah berpulang ke Rahmatullah. Serasa di tikam tombak yang teramat runcing, dadaku terasa sesak mendengar berita terse-but. Aku yang tinggal dekat dengan rumahnya saja bahkan tidak mengetahui kabar ini. Seluruh kelas menjadi ricuh, namun murid OSIS berusaha menenangkan seraya menyuruh kepada semua siswa untuk menundukkan kepala dan mendoakan agar arwah beserta amal ibadah Ayahanda Dwi dapat diterima di sisi-Nya.

Sepulang sekolah, kelasku mengadakan rapat intern kecil bersama wali kelas, di mana disepakati bahwa akan ada perwakilan siswa dari kelas yang akan berkunjung untuk melayat ke rumah Dwi, Aku menjadi pemandu jalan karena aku mengetahui lokasi rumahnya.

Sesampainya di rumah Dwi, memang sudah terpasang ten-da. Serta dihiasi dengan beberapa bendera kuning yang di letakkan pada tiang dan juga pohon di sekitar rumah. Suasana haru sung-guh terasa di rumahnya. Terlihat banyak saudaranya yang sudah datang dan tampak sedih. Ketika kami datang, jenazah almarhum ayah Dwi ternyata sudah di kebumikan. Aku beserta wali kelas dan teman lainnya masuk dan menghampiri. Dwi yang mengetahui ke-hadiran kami langsung memeluk Ibu Ida wali kelas kami. Kulihat mukanya yang sembab, lingkar mata dan hidungnya yang merah muda terlihat berkilat dikarenakan air matanya yang terus mengalir. Ia sesenggukan di pelukan ibu Ida dan tak mampu berkata-kata. Ibu

Tak Indah

Namun Berharga

by : Riski Ade Kurnia

Setiap manusia yang masih memiliki rasa kemanusiaan pasti akan merasakan sedih ketika kehilangan sesuatu. Apalagi jika sesuatu yang hilang tersebut merupakan sesuatu yang amat sangat di sayanginya. Kali ini aku akan menceritakan kisahku sewaktu SMA dulu.

Selayaknya makhluk SMA normal, aku mengenakan sera-gam putih abu-abu dan membawa tas selempang kemudian pamit kepada kedua orang tuaku berangkat menuju sekolah pukul 06.30. Jarak rumah menuju sekolah cukup jauh, sehingga harus di tempuh dengan menaiki angkutan umum atau biasa disebut angkot. Jarak sekolahku cukup jauh dari rumah. Oleh karena itu, aku harus berja-lan sekitar 400 meter sebelum mendapati angkot. Diperjalanan, aku melewati rumah Dwi, salah seorang teman sekelasku. Kami sudah berteman sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Memang ter-kadang aku berangkat bareng bersamanya menuju sekolah. Namun sudah dua hari ini Dwi tidak masuk sekolah dan rumahnya pun tam-pak kosong.

Sesampainya di kelas, aku hanya melakukan aktifitas biasa seperti anak-anak lainnya, yakni memperhatikan guru yang sedang

b Tak Indah Namun Berharga d

Page 99: Layout Finalacngvg

195194

“Yah, lu sebagai suaminya gimana sih, sering berangkat bareng juga ke sekolah, pulang dari sekolah juga bareng, masa eng-gak tau kondisi istri sendiri.” Celetuk Ridwan kepadaku.

“Yee, sembarangan aja nih kalo ngomong, gua sama dia cuma temen kali.” Jawabku sedikit jengkel.

“Ah masa sih, kan emang awalnya dari temenan kali Ki, lagian juga Dwi itu cantik Ki, kerudungan lagi, kayaknya dia juga suka sama lu. Apalagi sering berangkat dan pulang bareng dari sekolahan, ditambah udah deket dari semenjak TK lagi.” ujar Wa-hyu sambil tertawa.

“Yaelah, di bilang gua sama dia cuma temen dari TK do-ang, ngeyel amat sih dibilangin.” jawabku yang semakin jengkel dan malu.

“Cie cie merah gitu mukanya.” Wahyu yang semakin me-ledekku.

Di saat teman-temanku sedang puas menertawaiku, tiba-tiba muncul seorang ibu-ibu tua dengan menggunakan topeng baja hitam seraya berkata: “De, ini pecelnya.” ujar ibu tersebut sambil memberikan pecel sayur kepadaku.

“Oh iya, makasih bu” jawabku sambil menerima makanan tersebut.

“Jiaaah, katanya puasa, itu malah makan, makannya pecel sayur lagi, dasar!” Ujar Ridwan.

“Heh Wan, denger ya, kalo orang kaya itu, makannya gak level sama nasi, mereka tuh makannya malah cuma salad doang. Jadi makan pecel sayur itu merupakan suatu proses menuju kearah kehidupan yang lebih baik. Makanya gua makan yang beginian.” jawabku mengelak.

menerangkan, mengerjakan tugas, mengisi buku catatan, men-jambak rambut teman perempuan yang duduk di depanku karena menghalangi pandangan, memalak adik kelas yang terlihat lemah, memukuli office boy yang sedang bekerja, sampai mengunci guru didalam toilet guru ketika sedang buang air. Sungguh tidak ada yang spesial dalam hidupku. Ketika jam istirahat, aku dan teman-teman menuju kantin. Aku memesan pecel sayur kepada seorang ibu tua yang berdagang pecel sayur dengan menggunakan bakul yang berisi bahan-bahan beserta secret recep untuk membuat pecel sayur. Se-dikit ada rasa iba dan terharu di hati ini melihat ibu yang sudah tua namun masih semangat mencari nafkah dengan berjualan. Sambil menunggu pesanan pecel sayur, aku pun duduk dan mengobrol ber-sama teman-teman.

“Eh Ki, lu kagak pesen makanan?” Tanya Ridwan salah seorang temanku yang bertubuh tinggi setelah memesan makanan di kantin dalam.

“Enggak ah, gua hari ini lagi puasa Senin Kamis.” Jaw-abku dengan enteng.

“Behh, orang kayak lu puasa Senin Kamis? Meskipun lu punya badan kurus dan kecil kayak gitu, tapi gua gak percaya kalo lu rajin puasa Senin Kamis, sholat Subuh saja sering ketinggalan bukan? Lagian juga ini hari Rabu bukan hari Senin maupun kamis.” Sindir Ridwan dan diikuti tawa temanku yang lainnya.

“Wah sembarangan lu, gini-gini gua jarang ninggalin Sho-lat”, balasku kepadanya

“Eh Ki, ngomong-ngomong si Dwi kemana? Udah dua hari gak kelihatan?” Tanya Wahyu yang sambil menikmati goren-gan tahu.

“Gak tau gua juga Yu, dari kemaren rumahnya juga sepi.” Jawabku

b Tak Indah Namun Berharga d b Tak Indah Namun Berharga d

Page 100: Layout Finalacngvg

197200

Ida pun berusaha menenangkannya. Sedih rasanya hati ini melihat dia menangis seperti itu. Bukannya ingin mencari kesempatan, na-mun ingin rasanya aku memeluknya, menenangkannya, dan mengu-rangi beban kesedihannya. Dia yang sudah ku kenal sejak aku masih kanak-kanak, dia yang sering berbagi cerita suka cita bersamaku, sekarang sedang dalam kondisi rapuh dan sedih. Akhirnya aku, Rid-wan, dan Wahyu memutuskan untuk menunggu di luar dan meny-erahkan semuanya kepada Ibu Ida dan teman perempuan lainnya.

Tiga hari semenjak berita meninggalnya ayah Dwi telah berlalu, Dwi masih belum dapat masuk ke sekolah juga. Entah ke-napa aku pun menjadi murung juga sejak saat itu. Namun keeso-kan harinya Dwi ternyata masuk sekolah. Entah senang atau tidak, aku tak tahu harus berbuat apa. Raut mukanya masih menampak-kan kesedihan. Aku hanya bisa memperhatikan dia dari bangku be-lakang kelas tempatku duduk, sedangkan dia duduk di bagian depan di kerubungi teman-teman perempuan lainnya yang berusaha meng-hibur.

Usai sekolah, aku pulang sendirian naik angkot. Lalu aku berjalan kaki menuju rumah. Di tengah-tengah perjalanan kulihat seorang siswi SMA yang berjalan dengan lambat.

“Itu Dwi!!” teriakku dalam hati. Spontan aku pun memper-cepat langkah untuk menyusulnya.

“Hei wi..” sapaku seraya memberikan senyum ketika su-dah berada didekatnya.

“Eh iki..” jawabnya dengan senyum namun masih terlihat hampa.

“Emmh, gimana kabarnya Wi?” tanyaku mencoba mem-buka percakapan. Namun Dwi hanya menggelengkan kepala seolah masih tak sanggup menjawab.

Akhirnya perjalanan kami berdua hanya diiringi kesuny-

b Tak Indah Namun Berharga d

Page 101: Layout Finalacngvg

199198

tal ketika saat itu tiba. Iki juga pernah denger bahwa orang mening-gal arwahnya susah tenang kalo ada yang gak ikhlas kalo dia pergi, makanya Dwi jangan sedih, ikhlasin, biar ayah Dwi tenang”, hi-burku untuknya.

“Iya.. Dwii.. tau kok..” jawab Dwi sesenggukan. Setelah tangis Dwi mulai meredam, ia pun melanjutkan bicaranya.

“Tau gak Ki, sebelum ayah meninggal, ada satu kebiasaan dari ayah yang Dwi gak suka. Dia sering bersendawa sembarangan. Bahkan ketika lagi ada temen Dwi pun dia tetep sembarangan bersendawa. Dwi kadang suka marah, kesel jengkel, dan bahkan memaki Ayah. Tapi, semenjak Ayah pergi, justru Dwi kangen sama Ayah. Sendawa yang selalu sembarangan” ujarnya sambil berusaha mangatur nafas-nya yang masih sesenggukan.

“Yah, kita emang gak pernah tau Wi, bahkan hal yang kadang kita gak suka dari seseorang, bisa menjadi hal yang kita kan-genin justru disaat orang itu pergi. Mungkin ini artinya kita harus bisa menghargai kekurangan orang selagi orang itu masih ada di dekat kita.” Ujarku mencoba menghibur meskipun aku sendiri tidak tahu apa arti kata-kata yang kuucapkan.

“Iya, mungkin ada benernya juga Ki.” Ujarnya sambil tersenyum kecil.

Akhirnya sedikit demi sedikit Dwi mulai tersenyum kem-bali. Aku mencoba memberikan dukungan terbaik untuknya. Bah-kan menjadi cheerleader untuknya pun aku rela asal dia dapat kem-bali ceria lagi.

“Eh wi, Iki pulang dulu ya udah sore nih, masih banyak pekerjaan di rumah, Hehehe..”, ujarku sambil melihat jam dinding di dalam rumah Dwi.

“Nanti kapan-kapan cerita lagi. Jangan sedih terus Wi, udah jelek nanti makin jelek aj. Haha..”

ian. Aku merasa seolah lebih baik tidak berusaha mengejar agar bisa berjalan bersamanya dari pada harus berjalan namun tak berbicara apapun seperti ini. Hingga akhirnya kami tiba didepan rumah Dwi. Ia membuka pintu pagar kemudian aku pamit untuk meneruskan perjalanan pulang. Namun disaat aku melangkah belum terlalu jauh, ia memanggilku.

“Kiii..” teriaknya kepadaku.

“Lagi sibuk gak? Dwi pengen cerita” lanjutnya.

“Ah enggak koq.” jawabku sambil tersenyum.

Dia pun mempersilahkan aku duduk di bangku panjang yang terbuat dari bambu yang biasa di pakai untuk bersandar santai di teras rumahnya. Ketika Dwi hendak masuk ke dalam rumahnya, kukatakan kepadanya agar tidak usah repot. Namun dia hanya men-jawab dengan senyum kecil. Diapun kembali keluar membawa air minum dan makanan ringan kemudian duduk di sebelahku. Aku bingung seolah tak bisa berkata bagaimana membuka percakapan pada situasi yang hening seperti ini. Namun tak terduga Dwi memu-lai percakapan terlebih dahulu.

“Emmh Ki, Dwi pengen cerita..” katanya dengan suara pelan.

Akupun mencoba mendengarkannya dengan baik. “ Baru kali ini Dwi merasa amat kehilangan Ki. Ayah Dwi itu baik banget buat Dwi, dia selalu ada buat Dwi. Rasanya Dwi masih belum rela Ki.” Terlihat raut muka cerah nan putih dari gadis yang sedang duduk se-dikit membungkuk tersebut berubah menjadi merah di susul dengan menetesnya air mata di pipinya.

“Sabar Wii sabar..”, kataku berusaha menenangkan. “Se-tiap manusia itu selalu punya batasan, bahkan hidup juga ada ba-tasannya. Entah itu akan datang cepat, maupun lambat, kita tidak pernah tau kapan datengnya. Yang bisa kita persiapkan hanya men-

b Tak Indah Namun Berharga db Tak Indah Namun Berharga d

Page 102: Layout Finalacngvg

201204

1. Dengan adanya motor, anaknya akan sering pergi keluar dan tidak betah dirumah.

2. Dia merasa kebutuhan memiliki motor belum untuk saat ini.

3. Melatih kita untuk merasakan kekurangan, sehingga kede-pannya anaknya dapat menjalani hidup dengan ketabahan.

4. Setidaknya kalau jalan kaki kecelakaan yang didapat mini-mal keserempet maksimal ketabrak, tetapi kalau motor minimal jatuh dari motor maksimal bisa kegilas dan meninggal.

Ketika mendengar alasan tersebut aku tercengang kagum dengan pemikiran sampai sejauh itu. Aku sebagai anaknya hanya ingin memenuhi keinginan aku saja tanpa mempertimbangkan apa kebutuhan dari motor tersebut. Sekarang keinginan untuk memi-liki motor telah sirna, aku harus mematuhi semua kata - kata orang tuaku. Ku coba membuang semua rasa iri dan menjalani hidup ini apa adanya.

Kini perjalanan hidupku terasa ringan tanpa tidak mengan-dalkan uang orang tuaku lagi. Walaupun dulu, banyak pertanyaan dan anggapan yang membuat aku bimbang dalam menjalani hidup ini.

Siapa bilang kecapean, keringatan, jalan kaki dan naik angkot suatu hal yang memalukan? Bagiku tidak.

Kehujanan karena tidak punya motor? itu menjadikan ke-nangan indah dalam kehidupan ini yang tak terlupakan, apalagi ke-hujanan bersama pacar, hahaha(ketawa).

Mengandalkan uang orang tua dan sedikit – sedikit minta uang? Bikanlah hal yang membanggakan, karena itu bukan hasil jerih payah sendiri.

Keinginan vs Kebutuhan

by : Riza Nugraha

Aku terlahir dari sebuah keluarga sederhana, terdiri dari ayah, ibu, seorang kakak, dan seorang adik. Kami tinggal disebuah desa di Kota Bogor. Ayahku yang bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) departemen pertanian di Kota Bogor. Sedangkan, ibuku hanya sebagai ibu rumah tangga yang aktif dalam kegiatan masyarakat di desaku. Sehingga penghasilan ayahku menjadi tiang ekonomi keluarga untuk memenuhi semua keperluan sehari – hari, sekolah, makan, transport, uang jajan anak – anaknya dan lain – lain.

Dari kecil aku dididik untuk menghargai orang tua baik di rumah atau di luar. Semua perintah harus segera dilaksanakan jangan ditunda – tunda walaupun aku lagi bermain, didikan keras ini lah yang aku rasakan ketika aku kecil. Tetapi kakak dan adikku tidak mengalami apa yang aku rasakan, ini lah yang membuat aku iri, dikit – dikit aku yang disuruh selalu aku. Ini yang membuat aku merasa bahwa orang tuaku tidak berlaku adil, aku pun sering “ngomel – ngomel” dalam hati, tetapi semua perintahnya tetapku laksanakan.

Lingkungan yang baik akan membuat seseorang menjadi baik, sedangkan lingkungan yang buruk akan membuat seseorang akan buruk pula. Itu yang ku rasakan ketika SMA, semua teman leb-ih mementingkan bermain dan gaya dizaman sekarang, ketimbang

b Keinginan vs Kebutuhan d

Page 103: Layout Finalacngvg

203202

tersebut mengenai bagaimana ayahku mencari dan mendapatkan uang untuk memenuhi keinginankuu, uang gajinya tiap bulan terpo-tong karena pinjaman dari koperasi. Saat itu pun aku termenung dan merasa bersalah kepada orang tuaku setelah mendengar semuanya dari kakakku.

Setelah mengetahui semuanya, kini aku tidak berani me-minta keinginan yang lebih lagi kepada orang tua terutama ayahku. Apalagi meminta bantuan kakakku yang kini telah mapan, aku ti-dak ingin merepotkan siapapun lagi. Memang rezeki tidak kemana, suatu hari saudaraku menawarkan sebuah perkerjaan menjadi tu-kang pel lantai disebuah rumah, aku pun menerimanya.

“Lumayanlah menambah uang jajan kuliah”, ujar aku dalam hati.

Pekerjaanku ini tidak membuatku malu dan minder ke-pada teman-teman didesaku, karena pekerjaan ini dapat memenuhi keperluanku. Walau upah yang didapat tidak seberapa, pekerjaan ini dapat melatihku menghargai uang dan orang yang bekerja keras untuk mencari nafkah.

Berbekal didikan waktu kecil kini aku sudah 1 tahun seten-gah bekerja sebagai tukang pel. Beban pikiran orang tua pun kini makin berkurang, aku telah di anggap bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Tetapi tetap saja uang biaya kuliah, ayahku yang menang-gung semua. Aku hanya bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan be-berapa keinginan kecil orang tua untuk saat ini. Ketika uang ku cu-kup untuk kredit motor, aku kira dapat membantu pekerjaan ayahku yang selalu mondar – mandir ke tempat kerja dengan berjalan kaki. Tenyata ayah tidak mengizinkan anaknya untuk membeli motor dengan berbagai alasan.

Alasan – alasan ayahku tidak mengizinkan untuk membeli motor sampai sekarang adalah :

belajar. Mengumbar teknologi baru, motor baru, apapun yang baru disaat itu. Namanya manusia, rasa iri pun muncul padaku. Karena selama ini kemana – mana aku selalu jalan kaki atau naik angkutan umum dan alat komunikasi yang sederhana. Ingin rasanya aku me-miliki apa yang mereka miliki.

Keinginan kedua orang tuaku melihat anak – anaknya sukses dan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Segala cara mereka lakukan untuk membiayai sekolah kami, bahkan meminjam uang ke koperasi atau pun bank. Kini terbukti, setelah kakakku lu-lus kuliah D3 di sebuah perguruan tinggi negeri di Bogor, kakakku diangkat menjadi pegawai negeri sipil di Jakarta. Aku dan adikku kini telah duduk di bangku perkuliahan, perbedaan umur antara aku dan adikku hanya 1 tahun. Walaupun hanya beda 1 tahun perbedaan fisik sangat aku rasakan, adikku lebih tinggi sedangkan aku pendek dan gendut. Kondisi fisik ini yang membuat aku jadi bahan ejekan warga dan teman di kampus.

Ku berkata dalam hati “I don’t care, masih banyak yang lebih gendut atau kurus, yang penting tidak memalukan nama baik keluarga”.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun pun berganti tahun, keinginan untuk memiliki handphone yang cang-gih, laptop yang mahal, motor yang stylish makin terasa kuat. Aku berpikir hanya tinggal minta pada orang tua pasti semua itu akan di-belikan seperti meminta permintaan kepada jin yang langsung terk-abul. Mungkin dengan memiliki barang mewah dapat merubah im-age seseorang menjadi disegani. Ternyata apa yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan. Keinginanku itu malah menambah beban pikiran orang tua. Setiap orang tua pasti ingin memenuhi semua ke-inginan anaknya tetapi bagaimana kalau uangnya tidak ada. Tetapi orang tuaku melakukan segala cara untuk memenuhi keinginanku, dan keinginan aku pun terpenuhi hanya motor yang tidak dibelikan.

Suatu hari kakakku menceritakan sebuah rahasia, rahasia

b Keinginan vs Kebutuhan d b Keinginan vs Kebutuhan d

Page 104: Layout Finalacngvg

205208

buat prestasiku menurun.

Aku ingin maju ke depan, meniti karir dipulau Jawa tepat-nya di Jakarta. Demi kemajuan hidupku, aku menentang kehendak orangtuaku untuk kuliah di Kota Padang. Alasan yang dikemuka-kan ayah sangat tepat mengingat biaya yang harus dikeluarkan oleh orangtuaku apalagi kakakku juga sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta di Padang. Tapi aku berfikiran lain, aku lebih memilih kota Bogor sebagai targetku untuk menempuh pendi-dikan selanjutnya, mengingat biaya hidup yang tidak jauh berbeda dengan kota Padang dan biaya kuliah yang tidak begitu besar.

Suatu hari setelah lulus UN ayah bertanya padaku.

“Satria kemana tujuanmu setelah lulus SMA ini?”

Aku langsung menjawab” Yah, sebenarnya aku diterima disalah satu perguruan tinggi di kota ini tapi aku tak mau mengam-bilnya.”

“Hah, kenapa kamu tidak memberitahu ayah, memangnya regristrasinya kapan?”

“Sebenarnya kemarin yah, tapi aku tidak ingin kuliah dis-ana” . Aku langsung masuk kamar melihat ayah yang ingin marah kepadaku.

Tidak beberapa lama ibupun masuk kekamarku dan menanyakan keinginanku yang sebenarnya.

“Sebenarnya apa maumu satria?”

“Aku ingin sekali kuliah di pulau Jawa bu, aku sudah men-cari informasi biaya hidup disana biayanya tidak jauh berbeda den-gan di Padang,malahan lebih mahal hidup di Padang daripada di sana.

Ingin kemana – mana naik kendaraan? Minta bonceng saja ke teman rasanya sama saja ko atau naik angkutan umum.

Pertanyaan – pertanyaan tersebut yang kini sirna dipikir-kanku. Kini hanya pesan – pesan dari kedua orang tuaku yang ku jadikan panutan untuk jalanin hidup ini, ada satu pesan yang akan ku kenang sampai kapanpun.

“Jadi lah orang yang tidak mengandalkan orang lain, per-caya dengan kemampuan sendiri, kesuksesan akan didepan mata”

Sekali lagi aku bersyukur kepada Allah, Karena aku telah dilahirkan ditengah keluarga yang penuh semangat juang untuk menjalanin hidup ini.

b Keinginan vs Kebutuhan db Perjuangan d

Page 105: Layout Finalacngvg

206 207

Perjuangan

by : SatriaIrsy

Tepat pada hari ini aku mengaku menjadi mahasiswa Di-ploma IPB. Padahal untuk menyandang gelar mahasiswa IPB, aku harus berjuangan mati-matian. Keinginan yang sebelumnya tidak menjadi cita-cita dalam hidupku.

Aku memiliki cita-cita yang sangat tinggi,sketsa hidup un-tuk masa depan telah kutulis dalam angan-anganku. Dalam sketsa hidupku, aku akan melanjutkan pendidikan sarjanaku di Jepang. Je-pang menjadi Negara impianku untuk menimba ilmu dan bekerja disana karena teknologinya yang sangat terkenal dan seperti yang kudengar juga orang – orang disana ramah – ramah, itu yang mem-buatku sangat ingin melanjutkan pendidikanku setelah aku tamat SMA nanti.

Dulu setelah lulus SMP akupun langsung mendaftar ke SMA favoritku tetapi tidak lulus disana. Semua pupus sudah ketika aku harus berhenti meniti jejak untuk masuk ke SMA favorit diko-taku. Padahal SMA itu meluluskan siswa-siswi yang akan berlanjut ke Universitas favorit didalam maupun diluar negeri,seperti negara bunga sakura tentunya. Kuakui lingkungan sangat menentukan un-tuk kemajuan kita,SMA yang meluluskanku ini memang agak ket-inggalan dibanding SMA favoritku terutama dibidang teknologinya. Aku sangat berubah ketika menimba ilmu disana, dari juara umum di SMP sampai menjadi siswa paling nakal di SMA , hal itu mem-

Page 106: Layout Finalacngvg

209212

Sepenggal tulisan di atas menggambarkan betapa susahnya untuk menjadi diri sendiri dan mempertahankannya dengan keya-kinan diri kita yang tak semua orang bisa menerima seperti halnya suatu normalitas.

Mungkin menjadi aneh di antara manusia-manusia normal sudah hal yang biasa bagiku dan bahkan sudah bersetubuh dengan ragaku, namun bagaimana dengan mereka yang beranggapan nor-mal berada di antara orang-orang yang mereka anggap aneh dengan keadaan yang aneh. Aku akan merasa bangga karena mungkin saja hanya aku satu-satunya manusia yang normal pada saat itu. Per-nahkah kamu merasa menjadi orang lain atau bahkan berpura-pura menjadi orang lain hanya karena untuk dianggap normal? Mungkin saja jawabannya relatif dan juga variatif. Jujur saja aku pernah. Nah, sekarang jika ditanya soal “‘nyaman’-kah?”. Aku akan menjawab, “sungguh tidak nyaman saat tidak menjadi diri kita sendiri”.

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PER-TANIAN BOGOR, papan nama itu sekarang tepat berada di de-panku. Hal yang tak pernah terlintas olehku untuk berada di sini saat itu. Padahal dulu aku hanya membayangkan kalau yang tertera di depan mataku itu bertuliskan “Selamat Datang di UNIVERSITAS INDONESIA” harapku,hahaha. Aku mengucek mata berkali-kali, siapa tahu saja tiba-tiba berubah menjadi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG. Aku bak pungguk merindukan sang bulan. Namun inilah kenyataannya, sekarang aku menjadi bagian dari Manajemen Informatika Program Diploma IPB. Sepertinya panas telah men-guapkan buih-buih air di mataku mentransformasikannya ke bentuk bulir-bulir air yang membuat mataku berkaca dan bermuara menjadi aliran air mata. Terharu, mengingat hal-hal yang telah aku lewati untuk pada akhirnya aku berada disini saat itu.

“Selamat ya, Ndah. Keren deh lu pokoknya, gue salut deh sama lu”, Ucap salah satu temanku sambil kami berjabat tangan wa-lau aku berada dalam tanda tanya besar saat itu.

“Ya sudah nanti ibu coba bicara kepada ayahmu”.

Di kamar terdengar suara pembicaraan ibu dan ayah. Ternyata ayah masih belum menerima keputusanku dan aku juga tahu ayah tidak memperbolehkanku kuliah di Jawa karena biaya dan khawatir aku akan salah jalan di sana. Tidak lama setelah ayah ke-luar dari kamarnya akupun masuk kekamar ayah dan bertanya pada ibu.

“Bagaimana bu?”

“Sekarang kalau itu sudah keputusanmu, ibu mendukung-nya walaupun ayahmu tidak setuju bagaimanapun ibu akan men-gusahakan agar kamu kuliah disana.

Hari pengisian registrasi USMI (undangan seleksi masuk IPB) pun datang, sebelumnya aku memilih beberapa jurusan di Di-ploma IPB.Terlihat kesungguhanku yang dulu hilang setelah aku tidak diterima di SMA favoritku dan kuliah ditempat yang kuimpi-kan. Aku memilih 3 jurusan di IPB yaitu Teknik Komputer, Manaje-men Informatika dan Manajemen Agribisnis.

Waktu sebulan tidak terasa. Setelah aku selesai ujian gu-ruku memanggil semua siswa yang mengambil USMI di Diploma IPB, setelah berkumpul guruku pun memberitahukan kepada siswa hasil USMI Diploma IPB dan ternyata aku lulus dalam USMI Di-ploma IPB, walau sedikit kecewa karena hanya diterima dipilihan ke-2 di pulau jawa tepatnya di IPB dan aku lulus dengan jurusan Manajemen Informatika. Aku tetap senang karena keinginanku un-tuk kuliah di IPB tercapai walaupun aku belum tahu ayah meres-tuinya atau tidak. Keceriaan terlihat diraut wajah Ibu setelah men-dengar aku diterima di IPB, tetapi tidak dengan ayahku. Karena kenginanku untuk berkuliah disini akupun bicara dengan guruku agar aku dapat kuliah di IPB, setelah berbincang –bincang guruku mendapat solusinya yaitu beasiswa. Setelah semua urusan untuk beasiswa dan memberikannya kekantor walikota, dan merekapun

b Perjuangan db Teruntuk Manusia Aneh d

Page 107: Layout Finalacngvg

210 211

langsung memeriksa proposalku. Setelah menunggu 1 minggu aku kesana tetapi belum selesai katanya, akupun langsung melapork-annya kepada guruku. Besoknya dengan didampingi guruku aku datang lagi kesana dan terjadi perbincangan antara guruku dan kariawan disana. Setelah menunggu sekitar 2 jam akhirnya guruku keluar dan dia menyuruhku pulang. Keesokan harinya aku ditelfon guruku untuk datang kesekolah. Sesampainya disekolah aku men-emui beliau dan dia mengatakan padaku aku mendapatkan beasiswa tersebut dan bisa berangkat kuliah ke IPB. Akupun senang menden-gar hal tersebut dan langsung pulang. Malamnya aku bicara pada ayah aku berkata pada ayah dan bersungguh-sungguh untuk kuliah disana. Setelah berpikir, ayahpun mengijinkan ku untuk kuliah di IPB.

Pada tanggal 14 juli akupun berangkat ke pulau jawa tepat-nya ke IPB dengan menggunakan bis.dalam bis aku ber,keyakinan apabila kita melakukan segala sesuatu dengan sungguh –sungguh Insya Allah kita akan mendapatkannya.

Teruntuk Manusia

“Aneh”

by : Suci Indah Diannisa Ekta

Banyak yang hendak saya nyatakan, apakah yang dapat mengha-langi saya, kalau menurut keyakinan saya, saya patut berbicara?

Karena cara saya melahirkan keyakinan akan dicela setengah orang?

Karena soal yang saya kemukakan, menurut setengah orang mesti didiamkan?

Karena saya akan dihinakan orang?

Karena saya akan dimaki?

Kalau keyakinan sudah menjadi pohon beringin, robohlah segala pertimbangan lain.

Perahu tumpangan keyakinanku, berlayarlah engkau, jangan eng-gan menempuh angin ribut, taufan badai, ke tempat pelabuhan yang hendak engkau tuju. Berlayarlah engkau ke dunia baru.

Oktober Desember 1938 (Belenggu-Armijn Pane).

b Perjuangan d

Page 108: Layout Finalacngvg

213216

tugas dan pasti dibarter. Jika salah satu mendapat tugas Bahasa Ing-gris aku yang mengerjakan, jika tugasnya Kimia, bagian Ega yang mengerjakannya dan kalau tugasnya Biologi itu sudah menjadi makanan bagi seorang Nindya Karina. Itulah manfaatnya mempu-nyai tulisan yang bisa dikatakan hampir sama alias mirip, sampai-sampai guru kami pun tak menyadarinya.

“Kringgg...kringggg...”.Bel tanda istirahat sekolah berder-ing. Waktunya ke basecamp kami. Waktu itu suasana hatiku sedang tak karuan,

“Aku kesana duluan yah”, teriakku sambil berlari.

“Kenapa sih tuh anak?”, tanya Nindy sambil menatap Ega.

“Ga tau”, jawab Ega singkat.

Sesampainya disana, Ega dan Nindy menghampiri dan bertanya, “Lu kenapa,ndah? Ada masalah? Kenapa gak cerita?”, tanya Ega.

“Gak kenapa-kenapa kok, slow, Cuma..”, jawabku terpu-tus.

“Cuma apa?”, tanya Nindy penasaran.

“ Cuma...mmmm...”, kataku..

“Apa sih? Susah amat cuma ngasih tau kenapa doang, malesin deh”, timpal Nindy.

“Surpriseeee,,, aku lolos PMDK kemaren...!!”, kagetku.

“Selamat yahh!”, kata Nindy dan Ega sambil memelukku.

“Ingat gak sih waktu dulu kita pernah berikrar kayak gini, kalo nanti kita bakalan ujicoba jadi teroris baik hati”, timpal Ega sambil me-

“Kenapa sih? Kok kayaknya ada yang aneh ya? Kan gue gak ngapa-ngapain, kenapa tiba-tiba dikasih selamat? Apa-apaan ini? Gue curiga, sumpah!!!”, Jawabku tak percaya.

Saat itu, aku ingat sekali. Hari selasa saat UN Matematika. Aku menahan rasa penasaranku sampai ujian selesai.

“Huftt...akhirnya ujian gue kelar nih. Ada apa ya kira-kira? Kenapa anak-anak pada ribut-ribut selamat dan kok gue tiba-tiba deg-degan gini. Semoga aja gak ada sesuatu yang aneh deh”. Gu-mamku dalam hati.

Berjalan meninggalkan ruangan ujian saat itu terasa begitu berat, aku menarik nafas dalam dan meyakinkan kalau tak ada apa-apa, “all is well”, kataku. Baru saja keluar ruangan aku berpapasan den-gan wakil kepala sekolah.

“Kamu Suci Indah, bukan?”,tanya beliau kepadaku.

Sontak aku kaget, “sejak kapan pula nih wakil kepala seko-lah kenal sama gue”,pikirku sambil menjawab, “iya pak, memang-nya ada apa?”, tanyaku.

“Kamu dipanggil kepala sekolah, silahkan temui beliau diruangannya”, kata beliau formal.

“Busyet dah, sampai dipanggil segala gue sama kepala sekolah. Apa-apaan ini gerangan?” bertanya pada diriku sendiri. “Terserah dia lah nanti mau ngomong apaan, iya-iyain ajalah!”.

Butuh mengumpulkan keberanian hanya untuk sekedar men-getuk pintu ruangan kepala sekolah saat itu. “Assalammu’alaikum, permisi”, ucapku seraya membuka pintu ruangan tersebut.

“Silahkan masuk”, jawab kepala sekolahku dengan ramah.

Aku pun masuk, dan bertanya,

b Teruntuk Manusia Aneh d b Teruntuk Manusia Aneh d

Page 109: Layout Finalacngvg

214 215

“Iya, Bu. Ibu mencari saya? Kalau boleh tahu ada apa ya, bu?” tanyaku memberanikan diri.

“Silahkan duduk dulu, nanti saya jelaskan perihal perkaranya”, tim-palnya.

“Wadduhh, pake bawa-bawa perkara segala, nanaonan yeuh”, pikirku dalam hati.

Aku pun duduk, dan beliau menjelaskan sesuatu yang membuatku cukup tersentak kaget. “Apaaaaa”...hahaaha..

Aku membawa surat yang diberikan kepala sekolah tadi. Cukup takut untuk memberikannya kepada orangtuaku saat itu. Takut-takut tidak direstui. Ada perasaan tidak percaya saat itu, “Huuuaaaaa...gue diterima di IPB? Haahaaa...sumpehh dehh, kagak percaya gue!!”.Gumamku dalam hati. Tetapi kenapa tiba-tiba ada rasa yang aneh ketika aku membayangkan saat aku berada di IPB.

“Whats happen aya naon yeuh”, tanyaku pada diriku send-iri.

Boro-boro surat diserahin ke orangtua, yang ada aku malah langsung masuk kamar dan mulai berimajinasi sendiri. Biasalah program lamunan sepulang sekolah.

“Dilanda galau tingkat dewa nih gue, gimana Nindy sama Ega ya? Nanti sajalah gue kasih tahu mereka, toh gue juga belum ngasih tau orang tua gue”, mencoba menenangkan diri. Aku me-narik si peot guling yang sungguh setia menemani tidurku dariku kecil.

“Hoaammmph..ngantukk!!”.

Tetapi mataku tidak bisa diajak kompormi, eh kompromi maksudnya. Tiba-tiba saja aku teringat kenangan selama masa seko-lahku dulu sampai sekarang sudah hampir selesai SMA. Aku terh-

anyut dalam lamunanku ke masa tiga tahun yang lalu.

Cewek aneh! Itulah julukanku dikalangan teman-teman satu sekolahku mulai dari SMP sampai SMA dengan alasan yang aku sendiri tidak tahu pastinya. Tak masalah bagiku, karena menu-rutku, aku ya aku, bukan dia atau mereka. Apa karena aku selalu gabung dengan anak laki-laki atau karena aku bermain bola, ber-main kartu dan selalu ceria setiap saat walau berarti aku tidak punya masalah?. Bagiku tidak masalah selagi aku nyaman dengan hal itu dan masih dalam batas wajar.

Aku hanya punya dua orang sahabat yang mengerti dan memahamiku, sahabat yang sudah seperti saudaraku sendiri. Ega dan Nindy. Walaupun kami punya karakteristik yang sungguh san-gat berbeda satu sama lain, namun kami dipertemukan karena satu tujuan, menjadi diri sendiri dengan keyakinan sendiri, bukan berarti egois.

Nindy, seorang gadis yang cantik dan cenderung pendiam, namun sangat baik hati, gadis yang pintar, walau ketika terpuruk selalu memaksakan diri agar terlihat tegar.

Ega, gadis yang manis. Bisa dibilang dia mempunyai daya tarik tersendiri. Banyak cowok yang tertarik karena kesupelan dan keeksotisan kulitnya, kalau dia cerita pasti tak jauh mengenai soal laki-laki, walaupun ketika ada masalah tak cukup satu pak tisu yang dia habiskan, bahkan kalau dikumpulkan bisa menghasilkan satu ember airmata.

Aku, Indah. Bisa dibilang gadis yang kurang menarik, kuper, susah ditebak karena aku sendiri bingung, humoris walau kadang garing, dan satu lagi, rajin menabung tapi boros.

Merindukan saat-saat bersama mereka, apalagi jikalau aku sedang dirundung banyak tugas dan harus menyibukkan diri sendiri. Teringat saat aku masih bersama mereka, ketika kami mempunyai

b Teruntuk Manusia Aneh d b Teruntuk Manusia Aneh d

Page 110: Layout Finalacngvg

217220

lepaskan pelukannya.

“Apaan sih? Yang mana?”, tanya Nindy.

“Alahh,, palingan jadi teroris cinta lagi, membajak hati para cowok-cowok galau!”, tukasku.

“Apa-apaan kalian. Kenapa jadi pada bolot gini sih? Huhh,,,bikin emosi jiwa saja. Ingat gak dulu waktu masih ngomon-gin jamannya teroris, kan mau magang jadi teroris baik hati, gue bagian rakitan secara kimiawi, lu bagian komputerisasinya yang ngatur waktu jarak jauh gitu, lalu Nindy tuh yang bagian nyelamatin korbannya.”, jelas Ega panjang lebar.

Itulah, impian kami yang sepertinya urakan dan gila tetapi akhirnya bisa terpenuhi. Sekarang aku benar-benar masuk ke bagian yang berhubungan dengan komputerisasi, dan Ega sedang merintis dan mengumpulkan serpihan-serpihan ilmu kimia di Universitas Syiah Kuala, NAD, sedangkan Nindy sekarang menyibukkan diri dan bertahan untuk merangkan lalu mengerjar impiannya menjadi seorang dokter.

Sesuatu yang pada awalnya hanya sebuah gurauan belaka yang mana berasal dari keinginan kami untuk mendongkrak “ke-anehan” yang melekat pada diri kami untuk menjadi bagian yang berguna di jagad bumi ini. Tak kusangka dan akupun hampir meny-elesaikan kuliahku di tahun depan.

Kembali ke kehidupanku di Diploma IPB, aku menemukan lagi seorang manusia aneh yang dari dia aku melihat sosok masa lalu dari diri aku, Ana yang notabene adik kelasku saat ini, namun dia sudah seperti adikku sendiri. Dari dia aku mulai mengerti ma-salah-masalah yang bersangkutan dengan kemelut hati. Sepenggal kisah tentang dia, catatan yang pernah ditunjukkannya kepadaku:

bisa kah aku berbagi cerita padamu

b Teruntuk Manusia Aneh d

Page 111: Layout Finalacngvg

218 219

berbagi kisahku, berbagi keluh kesahku

berbagi semua hal denganmu

tawa canda dan tangis yang ku alami

apa kamu tau??

aku ingin sekali bercerita padamu tentang apa yang ku ra-sakan

tapi tidak, aku tidak dapat mengatakannya

kenapa?? aku pun tak tau mengapa

hanya saja ...

aku pun bingung dengan alasanku ini

apa kau tau...

terkadang aku merasa jenuh dengan keadaan ini

aku selalu berharap menemukan seseorang yang lain

ya tentu saja bukan kamu

tapi seseorang yang dapat membaca isi hatiku

seseorang yang dapat membuat aku tertawa

seseorang yang dapat mengurangi bebanku

seseorang yang dapat memberiku semangat ketika aku merasa jenuh

seseorang yang selalu dekat denganku

yang siap meminjamkan bahunya ketika aku tak sanggup lagi menahan

entah apa yang aku rasakan

seseorang yang selalu dapat membuatku tersenyum dikala hati sedang tak bersahabat

seseorang yang selalu bisa ku andalkan

seseorang yang mau berbagi cerita denganku

dan pada akhirnya

aku hanya dapat memendam “rasa” itu sendiri,, tanpa ada yang tau

(untuk seseorang yang tidak akan pernah membaca catatan ini)

Begitulah cerpen yang memang diperuntukkan kepada manusia aneh yang akan merasakan rasa yang aneh ketika mem-bacanya. Hanya orang-orang aneh yang bisa mengerti jalan cerita “Teruntuk Manusia “Aneh”” ini.

b Teruntuk Manusia Aneh d b Teruntuk Manusia Aneh d

Page 112: Layout Finalacngvg

mendaki Candi kami harus berjalan dari parkir bus melewati jejeran pedagang asongan dan kios-kios yang menjual pernak-pernik khas Yogya.

Di gerbang utama, kami harus menunggu rombongan ter-lebih dahulu. Ada yang memanfaatkan moment ini untuk foto-foto atau sekedar melihat indahnya pemandangan taman yang disuguh-kan halaman candi. Luas sekali. Akhirnya long match pun dimulai. Ada deretan manusia sangat panjang. Matahari memang sudah be-ranjak dari tadi. Jam segini memang lagi hangat-hangatnya. Tapi udara jadi panas karena tubuh yang terus bergerak ini mengeluarkan kalori. Hitung-hitung olahraga. Ternyata lelah juga, mendaki candi dengan ratusan anak tangga. Disela-selanya, tentu saja kurekam se-tiap kejadian dengan tape recorder imutku.

Selesai dari Candi, kami pun mengunjungi Keraton Yogya. Yogya panas banget ya. Kalau berlama-lama tinggal di sini, kulitku bisa tambah legam. Kami pun berencana pergi ke Pusat industri perak. Beberapa item harganya luar biasa yang tentu saja berbanding lurus dengan karya seninya yang tak biasa juga. Kita juga pergi ke pusat gerabah, tapi susah bawanya. Jadi, apa yang mau dibeli?

***

Bus merapat ke penginapan sore ini. Badan ini cukup le-lah. Setelah mandi dan mengisi perut, nyaman rasanya. Ditemani obrolan hangat bersama teman-teman. Walaupun tanpa teh hangat suasana sudah cukup mengesankan. Dengan alasan penghematan, kami mendapat kamar dengan jatah tiga orang satu kamar. Tak apa lah, biar lebih terasa ramai. Masih lumayan daripada anak-anak co-wok yang diberi kamar super besar bagaikan barak yang ditinggali ramai-ramai.

Selepas isya, Malioboro menanti kita. Pusat belanja murah nan antik di Yogya berjarak tanggung dari penginapan. Tidak terlalu jauh dan tidak begitu dekat. Bisa ditempuh dengan naik becak atau

221

Welcome To Yogyakarta

by : Tika Dwirakhmawati

Kulihat selembar foto yang terselip di album fotoku. Set-ting bebatuan yang tertumpuk rapi dan kokoh. Disampingku berdiri seorang gadis sebayaku. Ternyata masa itu telah lama berlalu. Se-buah memori indah masa SMA...

***

Tak terasa ternyata sudah banyak pekan dan bulan berlalu bersama Spider. Tanpa sadar, ini sudah akhir semester. Hari ini pem-bagian rapor, semua anak Spider tegang dibuatnya. Mengejutkan, nilaiku di akhir semester ini agak nge-drop. Entah kenapa grafiknya selalu naik turun. Semester lalu nilaiku cukup baik. Tapi sekarang, ya sudahlah, mungkin aku memang semakin malas belajar. Akhir-akhir ini kondisi psikologisku kurang baik, dan semua ini kesalah-anku.

Ditengah kesedihanku, anak-anak Spider mulai heboh. Seperti biasa, selepas kelas dua SMA pihak sekolah biasa menga-dakan study tour ke Yogyakarta. “Study tour? Yang jelas, it’s time for happy! “. Pikirku dalam hati. Mana bisa happy, hati lagi sedih begini. Yang ada hanya rasa malas untuk pergi, tapi apa mau dikata, aku sudah mengeluarkan kocek cukup banyak untuk biaya perjala-nan kesana. Ok, mungkin inilah cara menghilangkan strees-ku.

***

Langit masih terselimuti kegelapan, jalan-jalan masih

224

bWelcome To Yogyakarta d

Page 113: Layout Finalacngvg

223

Apa? Ternyata lebih dari itu, tempat dudukku dikelil-ing oleh orang-orang ramai. Bete nih, menunggu bis berangkat. Menunggu, pekerjaan paling membosankan di dunia! Pada akh-irnya kusambar alat perekamku untuk menghilangkan kejenuhan. Batu baterai dan mini cassete sudah terpasang. It’s time for record-ing!

Bla...bla..bla.. bagaikan seorang reporter handal, kurekam suaraku yang merdu. Kulaporkan jam, posisi, suasana di bus saat itu. Semua orang nampak sibuk dengan tas-tas besar mereka. Be-berapa kebingungan dimana harus menyimpan tas. Beberapa malah bingung harus duduk dimana. Aku dan Meong sudah duduk manis di kursi kami. Tas dan semua barang bawaan sudah tersimpan den-gan rapi. Yup, semuanya beres! Aku yang sering merasa terjebak ketika duduk di dekat jendela, memilih kursi di kanan dekat lalu lalang manusia. Meong nampak asyik memandangi bintang yang bertaburan di angkasa sana. Subhanallah...

***

Welcome to Yogyakarta! Matahari masih bersembunyi dibalik awan kota Yogyakarta. Langit hitam ketika subuh, telah ber-ganti semburat kemerahan saat pagi mulai beranjak. Riweuh juga, bus yang kami tumpangi telah merapat di area parkir tempat wisata Candi Borobudur. Jangankan menikmati pagi, yang ada kami buru-buru mencari tempat bersih diri. Beberapa rumah penduduk pun jadi sasaran. Eit, bukan tumpangan gratis tentunya. Hari gini mana ada yang gratis. Ya... itung-itung simbiosis mutualisme, kami dapat tempat untuk membersihkan badan yang sudah dipenuhi peluh se-lama sepuluh jam di perjalanan dan ibu-ibu yang rela kamar mand-inya disesaki antrian dapat uang kompensasi. Is it fair?

Study tour kami di Yogyakarta di mulai dari kompleks Candi Borobudur. Ini adalah kedua kalinya aku mengunjungi Candi Boroburur. Dahulu kala ketika masih SD Mamah dan Papa pernah membawaku ke sini bersama rombongan dari kantornya. Sebelum

222

becek bekas hujan tadi sore. Trotoar di sepanjang jalan Aruji nam-pak sepi, kecuali di depan SMANDA. Beberapa orang teman nam-pak turun dari mobil dan kendaraan pribadinya. Para orang tua yang mengantar berkomat-kamit mengucapkan wejangan untuk anaknya. Ya... namanya juga pergi keluar kota tanpa ditemani orang tua. Yo-gya pula, Lumayan jauh juga. Sebetulnya tak perlu dikhawatirkan. Kita kan sudah besar, menuju kelas tiga SMA. Masa masih harus seperti anak kecil yang selalu diawasi. Tapi, namanya juga orang tua, kasih sayang mereka yang berbicara.

Ugh, berat juga bawaanku malam ini. Meskipun sudah ditolong Meong yang sengaja menjemputku di kosan, tetap saja, tangan Meong yang juga penuh dengan barang jinjingan itu tak bisa dimintai tolong. Kasihan juga melihatnya.

Sambil menunggu teman-teman berkumpul, kami saling bercerita dan berbagi bekal pra perjalanan. Aku membawa ‘lumpur sorga’. Ternyata kue bikinan ibuku ini laris juga diserbu anak-anak Spider yang kelaparan.”he..he... mereka sih kerakusan kali...”. Gumamku dalam hati.

***

Setelah menunggu cukup lama, bus pun siap ditempati. Sebelumnya memang sudah ada pembagian tempat duduk. Aku dan Meong kebagian tempat di belakang. Duh... sedihnya. Oh iya, lupa belum ngenalin Meong. Meong, nama aslinya Wulandari. Sebutan Meong muncul ketika dia latah nyebut “meong” jika dikagetin he..he... ada-ada aja.

HAH? Kudapati tempat duduk dibagian belakang yang masih tersisa. Kondisi bus sangat baik, ber-AC, ada TV, tempat duduk nyaman, dan ada toiletnya pula. Tapi, duduk di belakang dekat toilet dong? Dan yang lebih menyeramkan, dekat anak laki-laki..! Wah, pasti tidak nyaman.

bWelcome To Yogyakarta d bWelcome To Yogyakarta d

Page 114: Layout Finalacngvg

Udara pantai dengan aroma air laut yang khas, deburan ombak memecah karang dan melebur di sepanjang pantai, pasir yang lembut menyentuh sela-sela jemari kaki. Hmm.... kutarik na-fas panjang sepuas-puasnya. Kurentangkan kedua tangan dan terse-nyum lebar. Akhirnya aku kembali ke pantai ini.

Meong yang senantiasa disampingku sepertinya mengala-mi pesona yang sama denganku. Dari dulu dia memang merindukan nuansa pantai. “Maklumlah di kuningan mah teu aya pantai. He..he...” Dia tersenyum puas, meluaskan pandangan ke lautan lepas hingga titik yang melampaui batas.

Lega rasanya, setelah melewatkan perjalanan tour yang melelahkan, pantai memang obat yang mujarab. Tentu saja kesem-patan langka ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Beberapa jepret foto dengan pose super aneh pun diambil.

Main pasir? Wah agenda wajib tuh. Main air? Apalagi! Saking girang dan tekunnya bermain, kami melupakan sesuatu. Se-buah tas lengkap dengan kamera dan dompet kami di dalamnya, ternyata ludes semua. Nggak tahu ada di mana tas itu sekarang. Semua orang saling menyangka orang lain yang membawanya. “Wah kita memang teledor!” Sahutku.

Keasyikan pun berubah menjadi kepanikan. Kami menyu-suri pantai dan tempat-tempat yang kami datangi sebelumnya. Sem-bari berharap-harap cemas tas itu akan ditemukan.

Lelah mencari, aku dan meong saling menatap. Kami tahu isi pikiran masing-masing. Raut muka kusut campur pasrah pun ter-gambar jelas di tiap kerutan wajah. Tak lama kemudian kami berpe-lukan dan menangis bersama seraya berkata.

“ Lengkap sudah penderitaan kita.hu..hu...”

“Pantesan dari awal kita males banget pergi ikutan tour ini. Ternyata perjalanan kita menyedihkan sekali ya?” Meong pun

225

jalan kaki. No angkot! Heran juga ya, kota besar seperti Yogya ini tidak memfasilitasi angkot sebagai sarana transportasi dimalam hari. Mungkin tujuannya untuk menjaga nuansa eksotisme Yogya.

Dengan kru cukup besar, becak-becak itu tidak bisa memuat kami semua. Kaki ini, sepertinya masih cukup kuat untuk berjalan. Sekalian menikmati suasana malam syahdu di Yogya. Apalagi jalannya ramai-ramai, ga’ terasa capek. Ngobrol di sana-si-ni, ngobrol ini dan itu. Sampailah di Malioboro. “Wah rame sekali! Serbu.......!!!”. Ajakku kepada temanku.

Setelah puas berkeliling dan memborong berbagai ba-rang pesanan serta aneka barang yang hanya bisa diperoleh di Yogya, kami pun kebingungan mencari teman-teman yang sudah terpencar entah kemana. Bang Aris minta ditemani membeli baju T-shirt. Aku dan Meong pun memilihkan beberapa alternatif. Eit, wait a minute, penjualnya kok mirip banget sama Duta Sheila on 7. Jangan-jangan saudaranya. Si Duta kan memang orang Yogya.

Kini kami benar-benar terpencar. Aku dan Meong sedikit panik, kami tak tahu jalan pulang.

“Duh... siapa ya yang kita kenal.” Tanyaku kepada Meong. Pandangan kami mulai menyapu setiap orang yang berseliweran. Tak satu pun yang kami kenal.

“Eh, lihat tuh!” Ucapan Meong membuatku sedikit lega, mungkin dia melihat seorang teman.

“Mana?” Antusias kujawab.

“Itu, pernak-pernik di sana lucu-lucu deh, lihat yuk!” Sa-hut Meong dengan polos.

Tuing....dikirain. Daripada bingung, ya sudah. “Ha-yuuuuu…” Ajakku pada Meong.

228

bWelcome To Yogyakarta dbWelcome To Yogyakarta d

Page 115: Layout Finalacngvg

227

kursi taman bercat putih itu. “Jepret!” Bunyi suara kamera. Acara berfoto usai, kami pun bersiap menuju AAU.

***

AAU Adi Sucipto, mengingatkanku pada seorang maskot di kelas. “Rifi Adi Sucipto, ini landasan terbang miliknya ya? He..he..” Gumamku dalam hati. Banyak hal yang kami lakukan di AAU, ada penayangan profile AAU sampai jalan-jalan keliling melihat peralatan yang disimpan di AAU ini, dan lumayan asyik juga. Tiba-tiba si jangkung Gito melintas di hadapan aku dan Meong. Kontan saja kutanya dia.

“Git, minat masuk sini nggak?” Tanyaku penasaran dan sedikit basa-basi he..he..

“Sangat!” Jawabnya singkat, padat, dan jelas. Tentu saja, seorang cowok super jangkung sekaligus anak Paskibraka Povinsi ini mana mungkin tidak tergiur untuk masuk AAU. Amin..

Selepas meluncur dari AAU. Bus pun melesat ke beberapa lokasi wisata. Tapi bagiku tempat-tempat itu kurang menarik. Karena ada satu tempat yang ingin kukunjungi.

***

Pantaaaaaaaaaaai! Hal paling ditunggu selama perjalanan. Yang merupakan akhir dari perjalanan. Pantai Parangtritis, rasanya banyak yang berubah sejak kukunjungi beberapa tahun lalu. Lebih rapih dan lebih luas.

Aku, Meong dan kawan-kawan yang lain segera berganti kostum. Eit, bukan bikini ya. Enak saja! Ngga rela la yao... mengi-kuti budaya orang bule untuk berjemur di pantai dengan persedian kain yang minim. Kita sih orang kaya yang masih mampu membeli kain untuk menutup aurat.

226

Berbagai hiasan dari batu alam dan teman-temannya yang sungguh antik dan menarik. Beberapa sungguh cantik. Tapi, aku tidak tertarik. Pernak-pernik perempuan seperti ini pastilah akan mubazir jika kubeli. Sebagai perempuan aku memang aneh, tidak terlalu suka dengan gelang, anting, kalung, dan teman-temannya. Padahal biasanya perhiasan ini mempercantik penampilan perem-puan. Mungkin karena aku teledor dan juga kulitku yang alergi.

***

Suara burung yang berkicau merdu membangunkan ti-durku, setelah melewatkan malam di kamar penginapan. Aku ber-ganti kostum dengan baju kebesaranku, seragam SMA! Hari ini rombongan akan berkunjung ke Akademi Angkatan udara. Jadi, semuanya harus berpakaian formal. Ceritanya kan sedang study tour.

Setelah sarapan, sembari menunggu semuanya siap, aku dan teman-teman beranjak ke lantai paling atas di penginapan. Ternyata di sana ada balkon terbuka yang dipenuhi dengan berbagai tanaman dan bunga-bunga. Dari sini kami bisa melihat sebagian kecil kota Yogya. Beberapa teman nampak asyik berbincang dan jepret sana jepret sini.

Ada beberapa bangku taman di sini. Aku pun duduk dis-alah satunya. Berbincang dengan teman-teman. Tapi lama-lama ku-larikan diriku ke tepi balkon. Di sana ada Ozo, si Incu yang satu ke-las denganku di tahun pertama SMA. Aku cukup akrab dengannya, dia bahkan memanggilku dengan sebutan ‘nienie’ karena aku mirip neneknya. Sadis ya? Tapi aku suka dengan panggilan itu. Kami pun berbincang banyak tentang tanaman.

“Hei...kita foto yuk!” ajak salah seorang teman.

Kontan saja, ajakan ini tidak ditangguhkan lagi. Semua orang ber-siap mengambil posisi terbaik untuk berfoto. Aku duduk di ujung

bWelcome To Yogyakarta d bWelcome To Yogyakarta d

Page 116: Layout Finalacngvg

129

menceritakan unek-uneknya yang ternyata perjalanan ke Yogya ti-dak seindah yang dibayangkannya.

Aku pun demikian, banyak hal tak menyenangkan yang kurasakan selama di perjalanan ini. Peristiwa barusan serasa meng-himpun semua kesedihan pada titik kulminasi derita perjalanan ke Yogya. Tour ke Yogya memang penuh warna. Tapi entahlah, serasa ada yang kurang dalam perjalanan ini. Dan aku tak pernah tahu apa yang kurang itu, mungkin kurang bersyukur.

“Sudahlah, diikhlaskan saja.” Kataku pada Meong. Aku dan Meong pun melenggang lemas menuju bus. Tak ada lagi hasrat untuk ‘bersenang-senang’. Langit cerah di atas Pantai Parangtritis kini serasa kelabu dan berdebu. Tak lama sebelum bus beranjak me-ninggalkan tanah Parangtritis dan perjalanan pulang menanti kami.

“Tik ..alhamdulillah ketemu! Ternyata ada yang bawain tas kita!”

Wah ingin sujud syukur rasanya saat itu. Alhamdulillah ya Allah.

***

Good bye Yogya. Kutinggalkan semua kesedihan dan kepenatan menjelajahimu. Kuambil kenangan akan eksotisnya malam Malioboro, megahnya Candi Borobudur, budaya Keraton, gemerlapnya perhiasan emas, uniknya gerabah tanah liat, gagahnya perwira AAU, dan haru biru laut pantai Parangtritis. Diatambah bingkisan persahabatan dan hikmah yang telah Allah anugerahkan. Terima kasih ya Allah.

132

bWelcome To Yogyakarta d

Page 117: Layout Finalacngvg

131130

Page 118: Layout Finalacngvg

Tak Indah NamunBerharga

Kumpulan Cerita Pendek

Mahasiswa InformatikaIPB

Page 119: Layout Finalacngvg

TAK INDAH NAMUN BERHARGAKumpulan Cerita Pendek

Mahasiswa Informatika IPB, 2011

Penyusun : Chichi RahmayantiEditor : Kelompok P1 INF 46

Desain isi : Chichi RahmayantiDesain sampul : Chichi Rahmayanti

Diterbitkan pertama kali olehPT. Chichi Pustaka

Jl.Tegalmanggah No.22, Tegallega, Bogor 62716

E-mail : [email protected]://www.chichipustaka.co.id

Telp. 085691534411

Didistribusikan olehChichi Media Utama (CMU)

Jl.Tegalmanggah No.22, Tegallega, Bogor 62716

Telp.085714086178E-mail : [email protected]

Ucapan Terima kasih....

Kami ucapkan terutama kepada Allah SWT, Penggenggam hidup kami atas sebuah skenario kehidupan in-dah yang diberikan-Nya untuk kami.

Terima kasih kepada dosen-dosen kami di Diploma IPB yang telah mengucurkan ilmunya kepada kami dengan penuh kesabaran dan mengajarkan kami banyak hal. Terima kasih kepada orang-orang yang telah mendu-kung kami dalam pembuatan buku ini, dan yang telah mem-berikan banyak inspirasi. Sehingga pembuatan novel ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga buku ini dapat memberikan pencerahan ke-pada sesama dan bisa diterima oleh masyarakat sebagai bahan inspirasi.

November, 2011

Page 120: Layout Finalacngvg
Page 121: Layout Finalacngvg
Page 122: Layout Finalacngvg
Page 123: Layout Finalacngvg
Page 124: Layout Finalacngvg
Page 125: Layout Finalacngvg
Page 126: Layout Finalacngvg
Page 127: Layout Finalacngvg
Page 128: Layout Finalacngvg
Page 129: Layout Finalacngvg
Page 130: Layout Finalacngvg
Page 131: Layout Finalacngvg
Page 132: Layout Finalacngvg
Page 133: Layout Finalacngvg
Page 134: Layout Finalacngvg
Page 135: Layout Finalacngvg
Page 136: Layout Finalacngvg
Page 137: Layout Finalacngvg
Page 138: Layout Finalacngvg
Page 139: Layout Finalacngvg
Page 140: Layout Finalacngvg
Page 141: Layout Finalacngvg
Page 142: Layout Finalacngvg
Page 143: Layout Finalacngvg
Page 144: Layout Finalacngvg
Page 145: Layout Finalacngvg
Page 146: Layout Finalacngvg
Page 147: Layout Finalacngvg
Page 148: Layout Finalacngvg
Page 149: Layout Finalacngvg
Page 150: Layout Finalacngvg
Page 151: Layout Finalacngvg
Page 152: Layout Finalacngvg