LAWE CIMANOK DAN ORANGUTAN

4
LAWE CIMANOK DAN ORANGUTAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Fakhrurradhi Bagi masyarakat yang mendiami lembah Kluet di Kabupaten Aceh Selatan, ketika mendengar kata Lawe Cimanok tentu akan tertawa, kaget atau pe- nasaran. Mengapa demikian? Dalam bahasa Kluwet/ Kluet, Lawe berarti Air, Ci adalah feses dan Manok adalah Ayam. Jadi Lawe Cimanok artinya Air Feses (kotoran) Ayam. Sehingga Lawe Cimanok adalah gampong/desa yang airnya mengandung Feses Ayam. Arti kata tersebut pada dasarnya kiasan untuk meng- gambarkan tentang kondisi alam di desa yang masih utuh dan asri pada masa lalu. Menurut informasi para tetua gampong, pada awal- nya salah satu alur sungai setempat (Alur Tenebok) terdapat banyak lubuk/kolam yang airnya sangat jernih dan dalam. Bebatuan di dasar kolam yang ditumbuhi ganggang atau lumut dapat terlihat de- ngan jelas. Bahkan dari permukaan air, ganggang yang lengket pada bebatuan kelihatan seperti kumpulan kotoran ayam sehingga masyarakat menyebutnya dengan Lawe Cimanok. Dalam perkembangannya nama Lawe Cimanok kemudian dijadikan sebagai na- ma perkampungan yang terletak di sekitar Alur Sun- gai Tenebok. Lawe Cimanok dan Orangutan Pada tanggal 29 Agustus 2016,Tim LESTARI bersama beberapa warga masyarakat Gampong Lawe Cima- “Tatapan matanya menyiratkan kesedihan mendalam. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan 5 butir peluru senapan angin yang bersarang. Tiga peluru terdapat di bantalan pipi dan kening/jidat, satu peluru di punggung dan satu peluru lagi di paha kanannya.” USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Transcript of LAWE CIMANOK DAN ORANGUTAN

LAWE CIMANOK DAN ORANGUTAN

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Fakhrurradhi

Bagi masyarakat yang mendiami lembah Kluet di Kabupaten Aceh Selatan, ketika mendengar kata Lawe Cimanok tentu akan tertawa, kaget atau pe-nasaran. Mengapa demikian? Dalam bahasa Kluwet/Kluet, Lawe berarti Air, Ci adalah feses dan Manok adalah Ayam. Jadi Lawe Cimanok artinya Air Feses (kotoran) Ayam. Sehingga Lawe Cimanok adalah gampong/desa yang airnya mengandung Feses Ayam. Arti kata tersebut pada dasarnya kiasan untuk meng-gambarkan tentang kondisi alam di desa yang masih utuh dan asri pada masa lalu.

Menurut informasi para tetua gampong, pada awal- nya salah satu alur sungai setempat (Alur Tenebok) terdapat banyak lubuk/kolam yang airnya sangat jernih dan dalam. Bebatuan di dasar kolam yang ditumbuhi ganggang atau lumut dapat terlihat de-ngan jelas. Bahkan dari permukaan air, ganggang yang lengket pada bebatuan kelihatan seperti kumpulan kotoran ayam sehingga masyarakat menyebutnya dengan Lawe Cimanok. Dalam perkembangannya nama Lawe Cimanok kemudian dijadikan sebagai na- ma perkampungan yang terletak di sekitar Alur Sun-gai Tenebok.

Lawe Cimanok dan Orangutan

Pada tanggal 29 Agustus 2016, Tim LESTARI bersama beberapa warga masyarakat Gampong Lawe Cima-

“Tatapan matanya menyiratkan kesedihan mendalam. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan 5 butir peluru senapan angin yang bersarang. Tiga peluru terdapat di bantalan pipi dan kening/jidat, satu peluru di punggung dan satu peluru lagi di paha kanannya.”

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

nok dan staf KPH VI Subulussalam, menemukan se- ekor Orangutan jantan dewasa dalam kondisi sakit di areal perkebunan warga. Dalam perjalanan kembali dari survei identifkasi kawasan hutan, sekitar pukul 17.50 WIB, ketika melewati kebun pisang tim dike-jutkan dengan banyaknya batang pisang yang tum-bang. Lebih terkejut lagi ketika anggota tim, Bapak Nispul Iman (Kepala Dusun) melihat seekor satwa berbulu kuning dan berbadan besar sedang duduk dalam kondisi lesu, yang ternyata adalah Orangutan.

Sedih dan memprihatinkan, itulah kalimat pertama yang terbersit dalam hati saat melihat kondisi Orang-utan tersebut dari jarak 2,5 meter. Dengan wajah pucat dan pandangan mata sebelah kanan yang ter-lihat sayu, nampak Orangutan itu mengisyaratkan kesedihan yang mendalam dan menghiba berharap belas kasihan. Sementara mata sebelah kirinya tidak berkedip lagi, menandakan sudah mengalami kebuta-an. Dan mulutnya sesekali bergumam, seakan mengu-capkan “bantu dan selamatkanlah saya”.

Dengan ciri ukuran tubuh yang besar, bantalan pipi (cheekpad) yang tebal dan berjenggot panjang menandakan bahwa Orangutan ini adalah jantan dewasa. Bahkan diduga merupakan pejantan yang menguasai dan memimpin komunitas Orangutan di wilayah hutan Lawe Cimanok. Beberapa sarang Orangutan berukuran besar yang ditemukan sebe- lumnya di pinggiran hutan dan di areal perkebunan di sekitarnya kemungkinan besar merupakan sarang individu Orangutan yang kami temukan

Melihat kondisinya yang menyedihkan, tim segera menginformasikan ke pihak terkait dan meminta agar dilakukan evakuasi sesegera mungkin sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Orangutan ini. Informasi tersebut direspon dengan cepat oleh Koordinator LESTARI Aceh Selatan yang meminta Tim Penanggulangan Konflik Orangutan atau Human Orangutan Conflict Response Unit (HOCRU) dari YOSL-OIC (Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre) segera mengambil tindakan.

Hingga tengah malam - pagi hari dilakukan penjagaan terhadap Orangutan tersebut agar tidak berpindah tempat atau ditangkap pihak lain. Baru keesokan hari- nya, tim HOCRU tiba di lokasi, dengan dibantu oleh masyarakat setempat melakukan proses evakuasi Orangutan dengan lancar. Selanjutnya, sekitar pukul 11.30 WIB Orangutan tersebut dibawa ke Pusat Karantina Orangutan di Sembahe, Sumatera Utara untuk segera mendapatkan perawatan medis. Dari hasil pemeriksaan sementara di lapangan oleh tim HOCRU, ternyata ditemukan 5 butir peluru senapan angin yang bersarang. Tiga peluru terdapat di ban-talan pipi dan kening/jidat, satu peluru di punggung dan satu peluru lagi di paha kanannya. Kondisi mata

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Kondisi Orangutan jantan dewasa pada saat pertama ditemukan di areal kebun pisang masyarakat, sekitar 500 meter dari batas kawasan hutan.

Foto: Kondisi Orangutan jantan dewasa yang ditemukan di areal kebun pisang pada saat dilakukan pemantauan pada malam hari.

kiri sudah mengalami kebutaan total dan mata kanan sudah mulai rabun. Umur diprediksi antara 25 – 30 tahun dan berat tubuh antara 55-60 kg.

Diagnosa awal penyebab kebutaan dan rabun karena infeksi peluru yang bersarang di bagian wajahnya. Se-hingga dengan kondisi kedua mata yang sudah tidak normal lagi, maka sangat menyulitkan bagi Orangutan tersebut untuk mencari dan mendapatkan makanan, bergerak dan melakukan aktivitas harian lainnya. Kondisi ini nampaknya sudah cukup lama sehingga berakibat pada kesehatan tubuh yang terus mengala-mi penurunan.

Putra Lawe Cimanok

Berita penemuan Orangutan ini menyebar dengan cepat diantara masyarakat Gampong Lawe Cimanok dan sekitarnya. Terdapat beragam tanggapan terkait penemuan ini. Beberapa orang masyarakat yang ikut dalam proses evakuasi mengusulkan agar Orang-utan ini diberi nama supaya memudahkan untuk dikenang. Hasil kesepakatan tim evakuasi dengan perangkat gampong, maka Orangutan dinamakan PUTLACI (Putra Lawe Cimanok).

Dibalik usulan pemberian nama ini, sesungguhnya ada maksud yang diharapkan oleh masyarakat. Pem-berian nama ini merupakan wujud pengakuan dari masyarakat bahwa Orangutan memiliki hak untuk tinggal dan hidup di hutan Gampong Lawe Cimanok. Sebagaimana penduduk yang lain. Dengan demikian, Orangutan juga berhak mendapatkan keamanan dan perlindungan. Berdasarkan informasi yang berkem-

bang, PUTLACI sering ditembak oleh salah seorang anggota masyarakat Lawe Cimanok saat musim buah durian di bulan Juli-Agustus 2016. Alasannya PUTLACI sering menjatuhkan dan memakan buah durian di ke-bunnya serta tidak mau berpindah ke tempat (lokasi) lain.

Pada satu sisi, Keuchik Lawe Cimanok (M. Haria) yang ikut serta dalam proses evakuasi, mengapresiasi tim LESTARI dan masyarakat karena berani melapor-kan dan bahkan berperan aktif dalam proses evakua-si bersama tim HOCRU. Terlebih proses evakuasi PUTLACI berjalan dengan cepat dan tepat. Namun pada sisi lain, setelah mengetahui penyebab penem-bakan terhadap Orangutan, Keuchik dan beberapa tokoh masyarakat merasa sangat kecewa terhadap oknum masyarakat yang tega menembak Orangutan. Keuchik mengharapkan agar insiden seperti ini tidak terulang lagi.

Perlindungan Orangutan

Permasalahan konflik Orangutan dengan warga seperti terjadi di Gampong Lawe Cimanok sesung-guhnya persoalan lama yang sering terjadi di daerah lain, khususnya di areal perkebunan masyarakat yang berbatasan dengan kawasan hutan. Umumnya mas-yarakat lokal sudah paham jika Orangutan termasuk salah satu jenis satwa langka yang dilindungi. Namun karena dianggap sebagai “hama“ tanaman, maka tidak ada pilihan lain bagi warga kecuali terpaksa mengu-sir atau membunuhnya dengan cara praktis dan jalan pintas yaitu menembak.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3

Foto: Proses evakuasi Orangutan jantan dewasa oleh Tim HOCRU, LESTARI dan masyarakat Gampong Lawe Cimanok Kecamatan Kluet Timur, 30 Agustus 2016

Selain itu, perburuan Orangutan untuk diperdagang-kan dan berskala besar sesungguhnya sudah ber-langsung lama. Meski pada awalnya, petani menem-bak atau menangkap Orangutan semata-mata hanya bertujuan mengusir agar tanaman buahnya tidak di-rusak/dimakan. Gejala kepunahan Orangutan mulai terlihat dan cenderung meningkat ketika pemburu yang sesungguhnya mengetahui hal ini. Modusnya beragam, misalnya Orangutan yang ditangkap oleh petani atau pemburu, kemudian dibeli oleh agen atau kolektor dengan harga tinggi. Dengan demikian, niat petani bukan lagi untuk menyelamatkan tanamannya dari gangguan Orangutan akan tetapi sudah berubah dengan menjadikan Orangutan sebagai komoditi da-gangan untuk mendapatkan kekayaan.

Sebagai salah satu upaya perlindungan atas kehidupan Orangutan, Proyek LESTARI merekomendasikan ke- pada YOSL-OIC untuk memilih Desa Lawe Cima-nok sebagai salah satu desa dampingannya dengan mengembangkan model Desa Konservasi yang ber- tujuan membangun kegiatan pencegahan konflik an- tara Orangutan dengan masyarakat. Inisiatif ini dapat disinergiskan dengan mengkampanyekan pembata- san penggunaan senapan angin untuk menghindari dampak buruk terhadap kehidupan Orangutan yang tertembak yaitu kelumpuhan. Kegiatan pengusiran atau penghalauan Orangutan yang masuk ke dalam kebun masyarakat dapat diupayakan memakai cara-cara tradisional yang tidak berefek melukai.

Selain itu, direkomendasikan pula bagi masyarakat Lawe Cimanok untuk mengembangkan suatu model pertanian agroforestri yang ramah terhadap Orang-utan. Atau model lainnya yang dipandang mampu mencegah masuknya Orangutan ke dalam kawasan perkebunan atau pemukiman masyarakat. Hal ini bisa disinergiskan juga dengan inisiatif zonasi ka-wasan pedesaan yang sedang dikembangkan oleh Tim LESTARI di desa ini. Termasuk mendorong pemerintah desa untuk membuat peraturan desa (qanun gampong) untuk perlindungan Orangutan di desa ini. Pemilihan Desa Lawe Cimanok sebagai salah satu model Desa Konservasi yang ramah terh-adap Orangutan sangat mendesak. Mengingat secara geografis desa ini dekat dan berbatasan langsung dengan habitat penting Orangutan Sumatra (Pongo abelii), yaitu Blok Habitat Hutan Kluet yang merupa-kan bagian dari Hutan Lindung dan Hutan Konserva-si - Taman Nasional Gunung Leuser.

Orangutan termasuk jenis satwa khas dan langka, dilindungi secara khusus oleh Undang Undang dan berada diambang kepunahan sehingga IUCN me-netapkan status Orangutan dalam kategori Critical Endangered Species (kritis) dan Appendix I CITES. Usaha perlindungan Orangutan sudah dimulai sejak zaman Belanda, yaitu melalui Peraturan/Ordonansi Perlindungan Binatang Liar No. 233 Tahun 1931. Di dunia ini, Orangutan di alam hanya ditemukan di ba-

gian utara Pulau Sumatera (Aceh dan sebagian kecil Sumatera Utara) dan di sebagian Pulau Kalimantan. Berdasarkan taksonomi, Orangutan Sumatera ber-beda jenis dengan Orangutan Kalimantan. Nama il-miah/latin Orangutan Sumatera adalah Pongo abelii dan Orangutan Kalimantan adalah Pongo pygmaeus.

Orangutan merupakan sumber keanekaragaman ge-netik dan keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Di alam, Orangutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu penyebaran dan pemencaran tumbuhan, khususnya buah-buah-an. Hasil penelitian menunjukkan biji tumbuhan yang buahnya dimakan oleh Orangutan akan lebih cepat tumbuh dan berkembang dibanding yang buahnya tidak dimakan Orangutan. Orangutan juga berperan sebagai pencegah dan pengendali hama tumbuhan karena memakan serangga dan ulat yang terdapat pada pohon. Orangutan merupakan satu-satunya je-nis satwa yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dan paling mirip dengan manusia.

Di Aceh, Orangutan biasa disebut Mawas. Orangutan merupakan jenis mamalia yang memiliki tingkat ke-cerdasan/IQ tertinggi setelah Gorilla dan Simpanse. Kemungkinan karena kecerdasan dan wajah yang mirip dengan manusia maka nenek moyang kita da-hulu menyebutnya dengan nama Orangutan (orang yang tinggal di hutan). Dengan demikian, perlindu- ngan terhadap Orangutan merupakan keniscayaan karena peran pentingnya dalam menjaga keseimba- ngan alam.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 4