Law Consultant

25
LAW CONSULTANT Tegakan Hukum Maka Keadilan Akan Tegak Home About Home > KEPAILITAN > PAJAK DAERAH PAJAK DAERAH May 26, 2011herda herdiana, S.H. Leave a comment Go to comments PAJAK DAN OTONOMI DAERAH 1. A. Pemungutan Pajak di Indonesia 1. 1. Pajak Salah Satu Sumber Dana Pembangunan Pembangunan nasional yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan pada berbagai bidang dan untuk melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana pembangunan. Sumber dana pembangunan dapat diperoleh dari dalam negeri juga dari luar negeri. Salah sumber dana pembangunan dari dalam negeri salah satunya adalah dari penerimaan pajak. Secara konstitusional pemungutan pajak di Indonesia didasarkan pada ketentuan Bab VII B Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 (Amademen ketiga, 2001) yang menentukan sebagai berikut : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Di dalam Pasal tersebut pada hakekatnya tersirat Falsafah Pajak dimana pajak harus berdasarkan Undang-undang. Artinya pajak untuk keperluan negara harus diatur dengan undang- undang karena pajak berkaitan dengan hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan. Di dalam pajak ada peralihan kekayaan dari masyarakat kepada pemerintah tanpa ada imbalan atau kontraprestasi secara langsung dari pemungut pajak kepada rakyat yang dikenakan pajak. Peralihan kekayaan tanpa adanya imbalan atau kontraprestasi hanya mungkin terjadi berupa pemberian sukarela, sumbangan, atau perampokan, pencurian. Pajak tentu saja bukan dimaksudkan seperti hal tersebut, maka dari itu, semua pungutan pajak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari rakyat. Persetujuan tersebut diperoleh melalui wakil rakyat yaitu Dewan Perwakilan yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Jika rancangan Undang-Undang Pajak telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka berarti sudah mendapat persetujuan dari rakyat, dan apa yang telah mendapat persetujuan dari rakyat (RUU Pajak) bersama Presiden, sebagai ketua badan eksekutif, dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. Maka itulah alasan mengapa pajak-pajak harus berdasarkan Undang-undang.[1] Pajak adalah gejala masyarakat artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak ada masyarakat tidak akan ada pajak.[2] Keterkaitan antara masyarakat dan pajak dapat dijelaskan bahwa kelangsungan hidup individu dan kelangsungan hidup negara saling terkait. Individu dan negara memerlukan biaya untuk kelangsungan hidupnya. Hidup individu dibiayai dari penghasilannya sendiri, sedang hidup negara dibiayai dari penghasilan negara yang antara lain untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, kepentingan umum dan seterusnya. Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan hasil kekayaan alam yang ada dalam negara. Penghasilan itu kemudian dipergunakan untuk kepentingan umum yang juga mencakup kepentingan individu masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya.

description

LAW

Transcript of Law Consultant

LAW CONSULTANTTegakan Hukum Maka Keadilan Akan Tegak Home About Top of Form

Bottom of FormHome>KEPAILITAN > PAJAKDAERAHPAJAKDAERAHMay 26, 2011herda herdiana, S.H.Leave a commentGo to commentsPAJAK DAN OTONOMI DAERAH1. A.PemungutanPajakdi Indonesia1. 1.Pajak Salah Satu Sumber Dana PembangunanPembangunan nasional yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan pada berbagai bidang dan untuk melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana pembangunan. Sumber dana pembangunan dapat diperoleh dari dalam negeri juga dari luar negeri. Salah sumber dana pembangunan dari dalam negeri salah satunya adalah dari penerimaan pajak.Secara konstitusional pemungutan pajak di Indonesia didasarkan pada ketentuan Bab VII B Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 (Amademen ketiga, 2001) yang menentukan sebagai berikut :Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.Di dalam Pasal tersebut pada hakekatnya tersirat Falsafah Pajak dimana pajak harus berdasarkan Undang-undang. Artinya pajak untuk keperluan negara harus diatur dengan undang-undang karena pajak berkaitan dengan hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.Di dalam pajak ada peralihan kekayaan dari masyarakat kepada pemerintah tanpa ada imbalan atau kontraprestasi secara langsung dari pemungut pajak kepada rakyat yang dikenakan pajak. Peralihan kekayaan tanpa adanya imbalan atau kontraprestasi hanya mungkin terjadi berupa pemberian sukarela, sumbangan, atau perampokan, pencurian.Pajak tentu saja bukan dimaksudkan seperti hal tersebut, maka dari itu, semua pungutan pajak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari rakyat. Persetujuan tersebut diperoleh melalui wakil rakyat yaitu Dewan Perwakilan yang dipilih secara langsung oleh rakyat.Jika rancangan Undang-Undang Pajak telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka berarti sudah mendapat persetujuan dari rakyat, dan apa yang telah mendapat persetujuan dari rakyat (RUU Pajak) bersama Presiden, sebagai ketua badan eksekutif, dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. Maka itulah alasan mengapa pajak-pajak harus berdasarkan Undang-undang.[1]Pajak adalah gejala masyarakat artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak ada masyarakat tidak akan ada pajak.[2]Keterkaitan antara masyarakat dan pajak dapat dijelaskan bahwa kelangsungan hidup individu dan kelangsungan hidup negara saling terkait. Individu dan negara memerlukan biaya untuk kelangsungan hidupnya. Hidup individu dibiayai dari penghasilannya sendiri, sedang hidup negara dibiayai dari penghasilan negara yang antara lain untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, kepentingan umum dan seterusnya.Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan hasil kekayaan alam yang ada dalam negara. Penghasilan itu kemudian dipergunakan untuk kepentingan umum yang juga mencakup kepentingan individu masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya.Pungutan pajak mengurangi penghasilan/kekayaan individu, tapi kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang artinya kembali lagi kepada seluruh masyarakat dan bermanfaat bagi rakyat (tidak hanya yang membayar pajak, tetapi juga kepada rakyat yang tidak membayar pajak). Jadi nyata di sini bahwa kepentingan masyarakat dibiayai dengan pajak.1. Beberapa Pengertian Tentang PajakPajak sendiri didefisikan berbeda-beda oleh para ahli hukum pajak, beberapa diantaranya yaitu:1. Prof. Dr.P.J.A. Adriani memberikan definisi pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[3]2. Edwin R.A. Seligmen dalam Essays in Taxation (New York,1925) member definisi pajak dengan mengatakan :Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses in curred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.Terhadap kalimat without reference banyak yang merasa keberatan, sebab bagaimanapun, uang-uang hasil pemungutan pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa. Jadi benefit diberkan kepada masyarakat, tetapi tidak mudah ditunjukan, lebih-lebih secara perorangan.[4]1. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economic of Public Finance 1984, mengganti without reference menjadi with little reference.[5]2. N.J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmidelen van Indonesia , Leiden, 1949, adalah Belastingen zijn aande Overheid (volgens algemene, door vastgestelde normen) verschuldigde ofdwingbare presties, waar geen tegenprestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot decking van publieke uitgaven.pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-semata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.Feldmann (seperti halnya juga Seligman) berpendapat , bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam mengemukakan kritik-kritiknya, terhadap definisi dari sarjana-sarjana lain seperti Taylor, Adriani dan lain-lain ternyata bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran tentang pengertian pajak.[6]1. e.Definisi M.J.H. Smeets dalam bukunya De Econonische Betekenis der Belastingen, adalah Belastingen zijn aan de overhead (volgens normen) vershuligde, afdwingbare pretties, zonder dat hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen prestaties staan; zijstrekken tot decking van publieke uitgaven.pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.Dalam bukunya ini Smeets mengakui, bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgetair saja, baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.[7]f.Soeparman Soemahamidjajadalam disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1964 :Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.[8]1. Rolf dan Break dalam bukunya Public Finance menyatakan bahwa pajak adalah peralihan yang bersifat paksaan dari kekayaan pribadi individu dan golongan-golongan masyarakat kepada pemerintah, dimana wajib pajak tidak memperoleh penggantian kebendaan dari padanya.[9]Definisi-definisi tersebut di atas belum lengkap namun dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:[10]1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah.2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi invidual oleh pemerintah.4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.6. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur;7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.1. 3.PendekatanTerhadapPajakPajak sebagai sasaran studi dapat didekati dari berbagai sudut, seperti pendekatan ekonomi, pendekatan pembangunan, pendekatan penerapan praktis dan pendekatan hukum[11]Pajak dari segiekonomiakan mempelajari pajak mengenai dampak ekonominya terhadap masyarakat, pengaruh pajak terhadap pengahasilan seseorang, pengaruh pajak terhadap pola konsumsi, pengaruh pajak terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply) dan seterusnya.Pajak dari segipembangunanakan mempelajari bagaimana pengaruh pajak terhadap pembangunan, jika pajak setelah digunakan untuk keperluan rutin, masih ada cukup sisa (public saving) yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan melalui investasi publik. Dalam hal ini pajak dapat ditinjau sebagai alatfiscal-policyatau kebijaksanaan fiskal.Masalah pokok pembangunan adalah investasi. Investasi ini berasal dari tabungan baik swasta maupun pemerintah. Investasi dari masyarakat tidak dapat diarahkan sepenuhnya kepada kehendak dan kerelaan golongan swasta, melainkan harus diarahkan ke tujuan tertentu. Melalui deposito berjangka, dengan pembebasan pajak atas bunga deposito berjangka, pemerintah telah berhasil meningkatkan deposito berjangka yang besar artinya bagi pembangunanPajak dari segipenerapan praktisnya yang akan diutamakan adalah penerapannya, siapa yang dikenakan pajak, apa yang dikenakan, berapa besarnya pajak, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghitaukan segi hukumnya, apakah ada kepastian hukum dan sebagainya.Pajak dari segihukumlebih menitikberatkan pada perikatan, pada hak dan kewajiban wajib pajak, subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum. Hak penguasa untuk mengenakan pajak, timbulnya hutang pajak, hapusnya hutang pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administratif, maupun sanksi pidana, penyidikan, pembukuan, soal keberatan, soal minta banding, ordonansi kepatutan, daluwarsa.Jika ditinjau lagi terdapat perikatan (pajak) yang timbul karena undang-undang, dan ada pula yang perikatan (pajak) yang timbul karena undang-undang dengan perbuatan manusiaKedua pemikiran tersebut menimbulkan teori tentang timbulnya hutang pajak yang disebut dengan :1) Ajaran Material2) Ajaran FormalAjaran material mengatakan bahwa hutang pajak (perikatan pajak) timbul karena undang-undang pada saat dipenuhi Tatbestand(kejadian, keadaan, peristiwa). Jadi menurut teori ini apabila Tatbestand itu dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul hutang pajak, walaupun belum ada Surat Ketetapan Pajak. Teori ini terlihat pada penerapan sistim penetapan Pajak Penghasilan dimana Wajib Pajak yang memasukan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang.Ajaran Formal mengatakan bahwa hutang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jadi selama belum ada SKP, belum ada hutang pajak walaupun Tatbestand sudah terpenuhi.Jadi fungsi SKP dalam ajaran material tidak menimbulkan hutang pajak artinya SKP bersifat deklatoir (tidak konstitutif). Sebab hutang pajak telah timbul saat dipenuhinya Tatbestand. Sedang dalam ajaran formal SKP menjadi syarat mutlak dan bersifat konstitutif karena menimbulkan hutang pajak. Ajaran formal ini masih diberlakukan dlam Pajak Bumi dan Bangunan.1. 3.Pembagian PajakPembagian pajak didasarkan pada kesamaan ciri-ciri tertentu yang terdapat pada setiap pajak antara dapat dibagi sebagai berikut :1. Pajak Subjektif dan Pajak ObjektifPajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan keadaan pribadi wajib pajak; untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnnya, yaitu yang disebutgaya pikulnya. Pada pajak subjektif ini keadaan-keadaan wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah yang terutang.Gaya pikul adalah kemampuan memikul pajak (setelah kekuatan orang yang bersangkutan dikurangi dengan minimum kehidupan)[12]Gaya pikul mengandung dua unsur yaitu :1) Unsur ObjektifUnsur objektifmeliputi pendapatan, kekayaan, dan pembelanjaan, makin besar unsur objek yang dimiliki seseorang maka makin besar juga kemampuan seseorang untuk membayar pajak, gaya pikulnya juga semakin besar2) Unsur SubjektifUnsur subjektifdari gaya pikul mencakup segala kebutuhan terutama material, tetapi juga moral maupun spiritual, makin besar kebutuhan harus dipenuhi, makin kecil kekeuatan seseorang untuk membayar pajak1. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung[13]Pajak langsungadalah pajak yang beban pajaknya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, yang disebut dengan Tahun Pajak atau Masa Pajak, sedangkan dasar pengenaannya adalah PenghasilanPajak Tidak Langsungadalah pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan atau digeserkan kepada orang lain. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dimana yang menjadi tujuan atau sasaran pajak adalah pihak ketiga (konsumen), sedang pihak kedua yaitu produsen dan pengusaha jasa sebagai Wajib Pajak Berfungsi menjadi Pemungut Pajak Tidak Langsung untuk kepentingan Fiskus. Dengan demikian maka Produsen dan Pengusaha Jasa sebagai Wajib Pajak dapat mengalihkan beban pajak tersebut kepada pembeli akhir (konsumen). Pihak ketiga (konsumen) tidak dapat lagi mengalihkan beban pajaknya kepada orang lain.Pemindahan beban pajak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu[14]:1) Substitusi : misalnya majikan yang melakukan pemotongan upah buruh untuk keperluan pajaknya, karena majikan secara yuridis menjadi wajib pajak dan ia berhak untuk memotong pajak upah sebelum diterimakan kepada buruhnya.2) Shifting : misalnya pedagang yang menaikan harga barang-jasa yang dijualnya kepada konsumen sebesar nilai beban pajaknya. Jadi pedagang adalah pihak yang harus membayar pajaknya, tapi bukan yang memikul beban pajak melainkan telah melimpahkannya kepada konsumen.3) Transformasi : yaitu pemindahan beban pajak dengan cara melewati suatu perbaikan pada proses produksi barang.Dalam memilih cara untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis dapat diikuti cara yang lazim yaitu melihat dahulu tiga unsur yang terdapat dalam kewajiban memenuhi pajak sebagai berikut :Unsur pertama: penanggung jawab (wajib pajak) adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, yaitu bila padanya terdapat faktor-faktor atau kejadian-kejadian yang menimbulkan sebab (menurut undang-undang) untuk dikenakan pajakUnsur kedua: penanggung jawab pajak adalah orang, yang dalam faktanya memikul beban pajaknyaUnsur ketiga: yang ditunjuk oleh pembuat undang-undang (belasting destinataris) juga dinamakan pemikul pajak, yaitu orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus dibebani pajakJika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seorang, maka pajaknya adalah pajak langsung dan jika terpisah maka disebut sebagai pajak tidak langsung1. Pajak Urunan dan Pajak UmumPajak urunanmempunyai sifat yang sama dengan retribusi karena kedua dianggap sebagai pengganti kerugian untuk jasa-jasa yang diperoleh dari pemerintah.Pajak umum dibagi dalam 7 golongan :1) Pajak perorangan atas sisa-sisa yang didalamnya termasuk pajak pendapatan atas penduduk2) Pajak kebendaan atas sisa-sisa yang didalamnya termasuk pajak bukan perorangan misal pajak perseroan, pajak upah,3) Pajak atas kekayaan4) Pajak atas tambahnya kekayaan seperti bea balik nama, pajak atas warisan dll5) Pajak langsung atas pemakaian seperti pajak rumah tangga, pajak anjing, bea lelang6) Pajak tidak langsung atas pemakaian seperti bea masuk, bea cukai, pajak peredaran, pajak potong hewan7) Pajak yang menaikan ongkos produksi seperti bea balik nama atas perjanjian penyerahan, dan atas akta-akta mengenai kapal, bea materai atas tanda-tanda yang bersifat hukum perdata1. Pajak Pusat dan Pajak DaerahPajak Negaraadalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang pemungutan pajaknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Yang dapat dimasukan kedalam pajak negara adalah1) Pajak Penghasilan2) Pajak Pertambahan Nilai3) Pajak Bumi dan Bangunan4) Bea MateraiSedangkan yang termasuk golongan pajak daerah seperti :1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas:a). Pajak Kendaraan Bermotor;b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;d) Pajak Air Permukaan; dane) Pajak Rokok.2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:a) Pajak Hotel;b) Pajak Restoran;c) Pajak Hiburan;d) Pajak Reklame;e) Pajak Penerangan Jalan;f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;g) Pajak Parkir;h) Pajak Air Tanah;i) Pajak Sarang Burung Walet;j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.1. 4.Fungsi PajakPajak merupakan iuran rakyat yang berfungsi untuk membiayai pengeluran-pengeluaran negara untuk kepentingan umum. Namun demikian, fungsi pajak dibagi dalam 2 (dua) fungsi yaitu[15]:1) Fungsi BudgeterFungsi Budgeter adalah fungsi pajak yang letaknya di sektor publik pajak-pajak di sini merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk membayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan apabila setlah itu masih ada sisa yang lazimnya disebutsurplus,maka surplus tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai investasi pemerintahSurplus ini disebut jugapublic savingdan ini merupakan sumber utama untuk membiayaipublic investment.Namun karena public saving tersebut tidak cukup untuk membiayai pembangunan pada dewasa ini, maka pemerintah telah berusaha untuk memperoleh dana-dana lain yang antara lain hutang dalam negeri maupun hutang luar negeri.2) Fungsi MengaturFungsi Mengatur adalah fungsi pajak yang digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi mengatur ini lazimnya di lihat disektor swasta.Selanjutnya dapat dikatakan bahwa untuk dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan, maka kebijakan fiskal sebagai suatu alat pembangunan harus didasarkan atas kombinasi tarif pajak yang tinggi (baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung) dengan suatu fleksibilitas yang lazim ada dalam sistim pengenaan pajak berupa pembebasan pajak dan pemberian insentif (atau dorongan-dorongan) untuk merangsang private investment yang diharapkan.1. 5.Asas Pemungutan PajakPemungutan pajak harus dilakukan dilakukan berdasarkan suatu asas yang dikenal denganthe four maxims[16]yang dikemukakan oleh Adam smith dalam bukunya An Inquiry intoNature and Causes of The Wealth of Nations(terkenal dengan nama : wealth of Nations) yaitu[17]:1) Asas KeadilanAsas keadilan sebagai The First Maxim menurut falsafah hukum menyatakan bahwa Hukum Pajak harus mengabdi kepada keadilan. Untuk memberikan dasar keadilan tersebut maka dibuatlah beberapa teoria) Teori Asuransi yang menyatakan bahwa tugas negara untuk melindungi warga negaranya supaya selamat dan aman baik jiwa maupun harta bendanya. Untuk itu harus membayar premi seperti premi asuransi dan pajak dianggap sebagai premi. Namun membandingkannya dengan perusahaan asuransi adalah tidak tepat sebab : bila wajib pajak menderita kerugian, tidak ada penggantian dari negara, dan antara wajib pajak dengan tugas negara sebagai pemungut pajak tidak terdapat hubungan langsung dalam kontraprestasinyab) Teori Kepentingan yang dalam ajarannya menyatakan bahwa beban pajak didasarkan pada kepentingan orang-orang termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Sudah selayaknya menanggung biaya yang dikeluarkan oleh negara. Namun teori ini pun kurang tepat sebab tidak ada ukuran untuk mengukur kepentingan orang-orang yang membayar pajak besar dengan yang pajaknya kecil serta orang yang tidak membayar pajak.c) Teori Gaya Pikul yang menyatakan bahwa pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Teori ini pada hakekatnya mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Yang menjadi pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan yaitu tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Teori ini masih banyak dipergunakan dalam menentukan asas pemungutan pajak walaupun sebenarnya sulit juga untuk mengukur gaya pikul seseorang secara konkrit.d) Teori Bakti atau Teori Kewajiban Pajak Mutlak. Yang menyatakan bahwa karena negara mengemban tugas melindungi segenap warganya, maka timbullah hak mutlak negara untuk memungut pajak. Menurut teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negara, yang berkuasa memungut pajak dari warganya. Kepentingan nagara lebih utama daripada kepentingan warganyae) Teori Gaya Beli yang memandang fungsi pemungutan pajak sebagai cara mengambil gaya beli dari rumah tangga masyarakat untuk kepentingan rumah tangga negara dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan maksud memelihara kshidupan dalam masyarakat.2) Asas YuridisAsas Yuridis sebagai The Second Maxim, menyatakan bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum untuk mengabdi kepada keadilan, baik untuk negara maupun untuk warga negaranya. Pajak di negara hukum seperti Indonesia pengenaannya harus berdasarkan undang-undang yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang.3) Asas EkonomisAsas Ekonomis sebagai The Third Maxim, menyatakan bahwa Pajak mempunyai Fungsi Budgeter di satu sisi dan di sisi lain pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian suatu negara yang juga dikenal sebagai Fungsi Mengatur. Pemungutan pajak harus diusahakan supaya :1. Jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.2. Jangan menghalangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan merugikan kepentingan umum.4) Asas FinansiilAsas Finasiil sebagai The Fourth Maxim, menyatakan bahwa sesuai fungsi budgeter maka pengeluaran biaya untuk pemungutan pajak haruslah sekecil mungkin. Disamping it untuk tertimbunnya tunggakan pajak, maka haruslah selalu diteliti apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat memungut pajak dengan efektif.1. 6.Intensifikasi dan Eketensifikasi PajakBahwa di dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak adalah peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak melalui cara-cara sebagai berikut[18].1. Intensifikasi perundang-undangan. Pembuatan undang-undang tidak selalu sempurna. Dalam undang-undang seringkali terdapat kekosongan hukum atau celah hukum yang seringkali dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menghindarinya, da juga sering terdapat ketidakpastian hukuman2. Meningkat kepastian hukum. Seringkali di dalam undang-undang terdapat ketentuan-ketentuan yang kurang jelas, sehingga dapat ditafsirkan bermacam-macam yang dapat menimbulkan keragu-raguan.3. Meningkatkan mutu aparatur perpajakan dengan menambah mutu keahlian dan pengetahuan para pejabatnya.4. Mengintensifikasikan peraturan pelaksanaan. Dalam peraturan pelaksanaan terjelma kebijaksanaan penguasa yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi perpajakan.5. Meningkatkan citra para pejabat pajak supaya mereka dapat bekerja lebih jujur dan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela yang merugikan negara.6. Meningkatkan fungsi dan menyesuaikan organisasi struktur perpajakan sehingga menjadi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi7. Meningkatkan teknologi administrasi (komputerisasi) sehingga mampu mengikuti perkembangan penduduk/wajib pajak dengan teknologi maju.8. Menghilangkan birokrasi yang masih merajalela yang sangat menghambat proses penyelesaian masalah.9. Meningkatkan informasi kepada masyarakat/wajib pajak melalui semua saluran informasi media cetak dan elektronik dan penyuluhan.10. Mendidik wajib pajak supaya lebih mempunyai kesadaran pajak (tax consciousness) diikuti dengan kejujuran dan disiplin yang mantap.11. Memberantas penyelundupan pajak;12. Menindak para oknum yang melanggar peraturan secara tegas dengan perbuatan, baik itu dilakukan oleh pejabat, wajib pajak, pemberi kerja atau orang lain.13. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pematuhan peraturan dan meningkatkan pengawasan melekat.14. Memupuk kepercayaan wajib pajak terhadap Direktorat Jenderal Pajak sehingga meningkatkan wibawa.Sedangkan ekstensifikasi pajak dimaksudkan sebagai upaya peningkatan penerimaan pajak melalui perluasan pungutan pajak, diantaranya:1. Menambah wajib pajak baru dengan menemukan wajib pajak baru.2. Menciptakan jenis/varian pajak-pajak baru, atau memperluas ruang lingkup pajak yang ada.Untuk menemukan wajib pajak baru perlu digunakan berbagai saluran. Saluran utama ialah saluran yang terletak dalam lingkungan Kuasa Pemerintah sendiri melalui alat-alat pemerintahan seperti departemen, dinas-dinas lainnya baik yang ada di pusat maupun di daerah dengan menggunakan sistem Alat Keterangan (Renseignement).Mengenai penciptaan varian pajak-pajak baru memang lebih sukar, walaupun mungkin dapat dilakukan. Pajak-pajak baru sebelum diciptakan atau dicantumkan dalam undang-undang harus melalui riset/penelitian terlebih dahulu secara mendalam. Berbagai pihak yang ada sangkut pautnya dengan pajak baru tersebut harus didengar pendapatnya dan tentu saja hal ini memerlukan proses yang tidak mudah. Pajak baru tersebut harus mudah dipahami dan terdapat kepastian hukum bagi rakyat yang terkena pajak. Potensi pajak dan daya pikul (kemapuan membayar) wajib pajak juga harus diteliti secara mendalam.1. B.Pembaruan Hukum Pajak (Tax Reform)Pembaruan perpajakan (tax reform) pertama kali dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1984 dengan diberlakukannya Undang-undang baru nomor 6, 7, dan 8 tahun 1983. Pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan sebelum tahun 1983 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi pemerintahan, dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi.Dengantax reform, maka kebijakasanaan pemerintah mengenai pemberian rangsangan (incentive) melalui pajak-pajak dihapuskan. Tidak ada lagi rangsangan yang diberikan kepada penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri, sehingga fasilitas perpajakan yang diberikan kepada mereka hapus karena diundangkannya Undang-undang yang baru yang tidak lagi mengenal system incentive.Sejak 1 Januari 1984 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 tidak lagi memberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan, walaupun ada hubungannya dengan pembangunan. Hanya ada satu incentive yang masih berlaku yaitu mengenai Deposito Berjangka. Bahwa bunga yang diterima dari Deposito Berjangka, selama jumlahnya tidak melampaui batas minimum yang ditentukan, dibebaskan dari pungutan Pajak Penghasilan.Pembaruan perundang-undangan bidang perpajakan ini mengadakan perombakan yang sangat mendasar yang mencakup[19]:1) Penyederhaan jumlah dan jenis pajak2) Penyederhanaan tarif pajak3) Penyederhanaan tata cara perpajakan mengenaia) Prosedurb) Disiplinc) Mental pegawai4) Pemberian kepastian hukumSistemself assessmentsebagai sistim penetapan perpajakan juga diterapkan sejak tax reform, sebelumnya diberlakukan sistimofficial assessment. Sistemself assessmentini adalah sistim penetapan pajak yang melibatkan secara langsung wajib pajak untuk menentukan, menghitung dan melaporkan hutang pajaknya kepada pemerintah. Melalui beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terakhir dengan Undang-Undang no. 16 Tahun 2000 sistemself assessmentmenjadi pedoman dalam penetapan pajaknya.Tujuan daritax reformini adalah untuk lebih menegakan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber-sumber di luar minyak dan gas alam[20].1. C.Pengaturan Otonomi DaerahKebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998. Kebijakan ini merupakan penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan wewenang bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah[21].Namun sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah melalui pemberlakuan Undang-undang tersebut masih ditemukan berbagai permasalahan antara lain (i) belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, (ii) berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, (iii) masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah, (iv) belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien, (v) masih rendahnya dan terbatasnya kapasitas aparatur pemerintah daerah, (vi) pembentukan daerah otonom baru yang belum sesuai dengan tujuan pembentukannya[22]. Maka dibuatlah revisi atas Undang-undang tersebut melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.Pengaturan otonomi daerah di Indonesia diarahkan untuk melimpahkan sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk dapat mengelola rumah tangganya sendiri. Kewenangan-kewenangan tersebut didukung dengan adanya pengelolaan dan pengembangan semua sumber daya yang ada di daerah, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia termasuk sumber daya keuangan.[23]Tidak sebatas itu, kewenangan untuk menggali semua sumber daya, khususnya sumber daya keuangan tersebut, selain diberikan kewenganan untuk mengelola pajak daerah, pemerintah juga diberi kewenangan untuk melakukan pinjaman-pinjaman daerah.[24]Sejalan dengan pembagian fungsi tugas dan kewenangan pusat kepada daerah juga dilakukan pembagian sumber keuangan yang menjamin agar semua daerah dapat membiayai tanggung jawab pengeluarannya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah DaerahjunctoPeraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, penyerahan kewenangan pemerintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi harus disertai dengan penyerahan pembiayaan, prasarana, personil, dan dokumen sesuai dengan kewenangan yang diserahkan. Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan pembiayaan daerah.Faktor-faktor dominan dalam pelaksanaan dan keberhasilan otonomi daerah yaitu kecilnya kemampuan daerah, kurangnya kemampuan administrator daerah, keadaan infrastruktur daerah dan faktor kemampuan keuangan daerah. Khusus untuk kemampuan keuangan daerah terkait dengan dana yang dimiliki oleh daerah sebagai pendapatan asli daerah.Transfer dana dari pusat ke daerah (intergovernmental fiscal transfer) merupakan satu dari beberapa pilar pokok desentralisasi fiskal. Tranfer dana dari pusat ke daerah tersebut dalam wujud Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), DAU bersifat umum (block grant), DAK bersifat spesifik untuk tujuan tertentu (spesific grant) sedangkan dana bagi hasil (revenue sharing) meliputi bagi hasil pajak dan sumber daya alam (SDA).Untuk meningkatan pendapatan asli daerah , maka pemerintah daerah atas izin dan kewenangan yang diberikan undang-undang melakukan program intensifikasi dan ekstensifasi pajak daerah sehingga terjadi peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor pajak yang nantinya dapat menstimulasi peningkatan pendapatan asli darah dari sektor non pajak.1. D.Pajak DaerahDalam Pelaksanaan Otonomi Daerah1. 1.Pengertian Pajak DaerahPajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[25]Definisi pajak daerah menurut undang-undang tersebut mengandung ciri unsur paksaan artinya bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan pemberlakuannya, jika utang pajak tidak dibayar maka dapat dipaksakan oleh pemerintah daerah baik secara administratif maupun dengan memberikan sanksi. Paksaan tersebut juga sebenarnya dilakukan atas dasar undang-undang.Dari definisi tersebut diatas nyata bahwa tidak terdapat unsur yang secara tegas menunjukan adanya kewajiban aktif dari pemerintah daerah selaku pemungut pajak untuk menggunakan penerimaan pajak untuk melayani rakyatnya, definisi tersebut secara normatif hanya menyatakan bahwa pajak digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.Dari definisi mengenai pajak daerah, maka ciri-ciri dan unsur-unsur pajak daerah yaitu:1. Pajak dipungut dengan paksaan atas dasar undang-undang2. Pembayaran pajak tidak ada kontraprestasi secara langsung3. Pajak dipungut oleh pemerintah daerah4. Pajak diperuntukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Unsur-unsur tersebut sangat relevan dengan ketentuan perpajakan yang ada dan berlaku sekarang yang semata-mata ditujukan pada kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.1. 2.Tolok Ukur Ideal Pajak daerahDalam pengelolaan pajak daerah agar sesuai dengan makna pelaksanaan otonomi daerah, pemanfaatannya harus diupayakan untuk pelayanan kepada sektor pajak yang bersangkutan. Apabila pembayar pajak daerah dapat merasakan manfaat atas pembayarannya, diharapkan timbul kesadaran untuk melakukan pembayaran secara sukarela. Secara umum pemungutan pajak daerah harus dilihat dari dua sisi, yakni hasil guna dan daya gunabagi pemerintah daerah dan masyarakat daerah bersangkutan.Paling tidak ada lima tolok ukur untuk menilai apakah pajak daerah yang ada sudah baik yaitu[26]1) Hasil (yield) : memadai tidaknya hasil suatu pajak daerah dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya, yakni stabilitas dan mudah tidak memperkirakan besar hasil itu, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi,pertumbuhan penduduk dan sebagainya, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut;2) Keadilan (equity) : dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak daerah bersangkutan harus adil secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberikan sumbangan yang lebih besar daripada kelompok yang tidak banyak memiliki sumber daya ekonomi, dan pajak itu haruslah adil dari tempat ke tempat, dalam arti hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daeral lain, kecuali jika perbedaan itu mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan masyarakat.3) Daya guna ekonomi (economic efficiency) : Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) pengunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah satu arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung, memperkecil beban lebih pajak;4) Kemampuan Melaksanakan (ability to implement) : suatu pajak harus dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemampuan tata usaha;5) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source) : ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak.1. 3.Pokok-Pokok Perubahan dalam UU No. 28 Tahun 2009Pokok-pokok perubahan yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut :1. Sistim Pemungutan Pajak DaerahSistim pemungutan pajak daerah mengalami perubahan dari sistim daftar terbuka (open list) menjadi sistim daftar tertutup (close list). Daerah hanya boleh memungut pajak daerah dan retribusi daerah yang tercantum dalam Undang-undang. Berbeda dengan UU No. 34 Tahun 2000 dimana pemerintah daerah diperbolehkan untuk untuk memungut pajak selain yang tercantum dalam Undang-undang.1. Penguatan Kewenangan Daerah Bidang Perpajakan (local taxing empowerment)Penguatan kewenangan daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment) dilakukan dengan berbagai cara antara lain1) Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah seperti Pajak Rokok, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Sarang Burung Walet.2) Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, misalnya kendaraan pemerintah termasuk dalam objek pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor3) Mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah4) Memberikan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif.1. Efisiensi PengawasanPengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan cara preventif dan korektif, suatu raperda dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Langkah ini dilakukan untuk mencegah berbagai pungutan daerah bermasalah sehingga dapat mendukung upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah.

[1]Rochmat Soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco Bandung, 1992 hlm 14[2]Ibidhlm 1[3]Dikutip dari R. Santoso Brotodihardjo,op.cit., hlm.2[4]Dikutip dari Boediono B,Perpajakan Indonesia, Diadit Media, Jakarta, 2000, hlm.8[5] Dikutip dari R. Santoso,op.cit, hlm.4[6]Ibid.[7]Ibid.hlm.4-5[8]Ibid.,hlm.5.[9]Ibid., hlm.41[10] Sebagaimana dikutip dalam Erly Suandy,Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2005, hlm.11-12 dan Waluyo dan Wiryawan,Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm.2[11]Rochmat Soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco Bandung, 1992, hlm 4[12]R. Santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, 2003, hlm 80[13]Muhammad Gade, Djamaluddin Gade,Hukum Pajak, Fak. Ekonomi UI, 1995, hlm 11[14]R. Santoso Brotodihardjo,op.cit,hlm 101[15]Rochmat Soemitro,op.cit, hlm 108[16]R. Santoso Brotodihardjo,op.cit.[17]Muhammad Gade, Djamaluddin Gade,op.cit, hlm 11[18]Rochmat Soemitro,Pajak dan Pembangunan, Eresco, 1988, hlm 79[19]Pidato Presiden Soeharto pada sidang DPR tahun 1983[20]Pidato Menteri Keuangan Radius Prawiro pada sidang DPR tanggal 5 Oktober 1983.[21]Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Bab XIII[22]Ibid, hlm 149[23] Tjip Ismail,op.cit.hlm 236[24]Pasal 171 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.[25]Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah .[26]Ibid,, hlm 43

Pengertian pajakPajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :1.Prof Dr Adrianipajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SHpajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)(dapat dipaksakandengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.Lima unsur pokok dalam defenisi pajak Iuran / pungutan Pajak dipungut berdasarkan undang-undang Pajak dapat dipaksakan Tidak menerima kontra prestasi Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah

LAW CONSULTANTTPAJAKDAERAHMay 26, 2011herda herdiana, S.H.Leave a commentGo to commentsPAJAK DAN OTONOMI DAERAH1. A.PemungutanPajakdi Indonesia1. 1.Pajak Salah Satu Sumber Dana PembangunanPembangunan nasional yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan pada berbagai bidang dan untuk melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana pembangunan. Sumber dana pembangunan dapat diperoleh dari dalam negeri juga dari luar negeri. Salah sumber dana pembangunan dari dalam negeri salah satunya adalah dari penerimaan pajak.Secara konstitusional pemungutan pajak di Indonesia didasarkan pada ketentuan Bab VII B Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 (Amademen ketiga, 2001) yang menentukan sebagai berikut :Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.Di dalam Pasal tersebut pada hakekatnya tersirat Falsafah Pajak dimana pajak harus berdasarkan Undang-undang. Artinya pajak untuk keperluan negara harus diatur dengan undang-undang karena pajak berkaitan dengan hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.Di dalam pajak ada peralihan kekayaan dari masyarakat kepada pemerintah tanpa ada imbalan atau kontraprestasi secara langsung dari pemungut pajak kepada rakyat yang dikenakan pajak. Peralihan kekayaan tanpa adanya imbalan atau kontraprestasi hanya mungkin terjadi berupa pemberian sukarela, sumbangan, atau perampokan, pencurian.Pajak tentu saja bukan dimaksudkan seperti hal tersebut, maka dari itu, semua pungutan pajak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari rakyat. Persetujuan tersebut diperoleh melalui wakil rakyat yaitu Dewan Perwakilan yang dipilih secara langsung oleh rakyat.Jika rancangan Undang-Undang Pajak telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka berarti sudah mendapat persetujuan dari rakyat, dan apa yang telah mendapat persetujuan dari rakyat (RUU Pajak) bersama Presiden, sebagai ketua badan eksekutif, dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. Maka itulah alasan mengapa pajak-pajak harus berdasarkan Undang-undang.[1]Pajak adalah gejala masyarakat artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak ada masyarakat tidak akan ada pajak.[2]Keterkaitan antara masyarakat dan pajak dapat dijelaskan bahwa kelangsungan hidup individu dan kelangsungan hidup negara saling terkait. Individu dan negara memerlukan biaya untuk kelangsungan hidupnya. Hidup individu dibiayai dari penghasilannya sendiri, sedang hidup negara dibiayai dari penghasilan negara yang antara lain untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, kepentingan umum dan seterusnya.Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan hasil kekayaan alam yang ada dalam negara. Penghasilan itu kemudian dipergunakan untuk kepentingan umum yang juga mencakup kepentingan individu masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya.Pungutan pajak mengurangi penghasilan/kekayaan individu, tapi kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang artinya kembali lagi kepada seluruh masyarakat dan bermanfaat bagi rakyat (tidak hanya yang membayar pajak, tetapi juga kepada rakyat yang tidak membayar pajak). Jadi nyata di sini bahwa kepentingan masyarakat dibiayai dengan pajak.1. Beberapa Pengertian Tentang PajakPajak sendiri didefisikan berbeda-beda oleh para ahli hukum pajak, beberapa diantaranya yaitu:1. Prof. Dr.P.J.A. Adriani memberikan definisi pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[3]2. Edwin R.A. Seligmen dalam Essays in Taxation (New York,1925) member definisi pajak dengan mengatakan :Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses in curred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.Terhadap kalimat without reference banyak yang merasa keberatan, sebab bagaimanapun, uang-uang hasil pemungutan pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa. Jadi benefit diberkan kepada masyarakat, tetapi tidak mudah ditunjukan, lebih-lebih secara perorangan.[4]1. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economic of Public Finance 1984, mengganti without reference menjadi with little reference.[5]2. N.J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmidelen van Indonesia , Leiden, 1949, adalah Belastingen zijn aande Overheid (volgens algemene, door vastgestelde normen) verschuldigde ofdwingbare presties, waar geen tegenprestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot decking van publieke uitgaven.pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-semata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.Feldmann (seperti halnya juga Seligman) berpendapat , bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam mengemukakan kritik-kritiknya, terhadap definisi dari sarjana-sarjana lain seperti Taylor, Adriani dan lain-lain ternyata bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran tentang pengertian pajak.[6]1. e.Definisi M.J.H. Smeets dalam bukunya De Econonische Betekenis der Belastingen, adalah Belastingen zijn aan de overhead (volgens normen) vershuligde, afdwingbare pretties, zonder dat hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen prestaties staan; zijstrekken tot decking van publieke uitgaven.pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.Dalam bukunya ini Smeets mengakui, bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgetair saja, baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.[7]f.Soeparman Soemahamidjajadalam disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1964 :Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.[8]1. Rolf dan Break dalam bukunya Public Finance menyatakan bahwa pajak adalah peralihan yang bersifat paksaan dari kekayaan pribadi individu dan golongan-golongan masyarakat kepada pemerintah, dimana wajib pajak tidak memperoleh penggantian kebendaan dari padanya.[9]Definisi-definisi tersebut di atas belum lengkap namun dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:[10]1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah.2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi invidual oleh pemerintah.4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.6. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur;7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.1. 3.PendekatanTerhadapPajakPajak sebagai sasaran studi dapat didekati dari berbagai sudut, seperti pendekatan ekonomi, pendekatan pembangunan, pendekatan penerapan praktis dan pendekatan hukum[11]Pajak dari segiekonomiakan mempelajari pajak mengenai dampak ekonominya terhadap masyarakat, pengaruh pajak terhadap pengahasilan seseorang, pengaruh pajak terhadap pola konsumsi, pengaruh pajak terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply) dan seterusnya.Pajak dari segipembangunanakan mempelajari bagaimana pengaruh pajak terhadap pembangunan, jika pajak setelah digunakan untuk keperluan rutin, masih ada cukup sisa (public saving) yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan melalui investasi publik. Dalam hal ini pajak dapat ditinjau sebagai alatfiscal-policyatau kebijaksanaan fiskal.Masalah pokok pembangunan adalah investasi. Investasi ini berasal dari tabungan baik swasta maupun pemerintah. Investasi dari masyarakat tidak dapat diarahkan sepenuhnya kepada kehendak dan kerelaan golongan swasta, melainkan harus diarahkan ke tujuan tertentu. Melalui deposito berjangka, dengan pembebasan pajak atas bunga deposito berjangka, pemerintah telah berhasil meningkatkan deposito berjangka yang besar artinya bagi pembangunanPajak dari segipenerapan praktisnya yang akan diutamakan adalah penerapannya, siapa yang dikenakan pajak, apa yang dikenakan, berapa besarnya pajak, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghitaukan segi hukumnya, apakah ada kepastian hukum dan sebagainya.Pajak dari segihukumlebih menitikberatkan pada perikatan, pada hak dan kewajiban wajib pajak, subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum. Hak penguasa untuk mengenakan pajak, timbulnya hutang pajak, hapusnya hutang pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administratif, maupun sanksi pidana, penyidikan, pembukuan, soal keberatan, soal minta banding, ordonansi kepatutan, daluwarsa.Jika ditinjau lagi terdapat perikatan (pajak) yang timbul karena undang-undang, dan ada pula yang perikatan (pajak) yang timbul karena undang-undang dengan perbuatan manusiaKedua pemikiran tersebut menimbulkan teori tentang timbulnya hutang pajak yang disebut dengan :1) Ajaran Material2) Ajaran FormalAjaran material mengatakan bahwa hutang pajak (perikatan pajak) timbul karena undang-undang pada saat dipenuhi Tatbestand(kejadian, keadaan, peristiwa). Jadi menurut teori ini apabila Tatbestand itu dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul hutang pajak, walaupun belum ada Surat Ketetapan Pajak. Teori ini terlihat pada penerapan sistim penetapan Pajak Penghasilan dimana Wajib Pajak yang memasukan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang.Ajaran Formal mengatakan bahwa hutang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jadi selama belum ada SKP, belum ada hutang pajak walaupun Tatbestand sudah terpenuhi.Jadi fungsi SKP dalam ajaran material tidak menimbulkan hutang pajak artinya SKP bersifat deklatoir (tidak konstitutif). Sebab hutang pajak telah timbul saat dipenuhinya Tatbestand. Sedang dalam ajaran formal SKP menjadi syarat mutlak dan bersifat konstitutif karena menimbulkan hutang pajak. Ajaran formal ini masih diberlakukan dlam Pajak Bumi dan Bangunan.1. 3.Pembagian PajakPembagian pajak didasarkan pada kesamaan ciri-ciri tertentu yang terdapat pada setiap pajak antara dapat dibagi sebagai berikut :1. Pajak Subjektif dan Pajak ObjektifPajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan keadaan pribadi wajib pajak; untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnnya, yaitu yang disebutgaya pikulnya. Pada pajak subjektif ini keadaan-keadaan wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah yang terutang.Gaya pikul adalah kemampuan memikul pajak (setelah kekuatan orang yang bersangkutan dikurangi dengan minimum kehidupan)[12]Gaya pikul mengandung dua unsur yaitu :1) Unsur ObjektifUnsur objektifmeliputi pendapatan, kekayaan, dan pembelanjaan, makin besar unsur objek yang dimiliki seseorang maka makin besar juga kemampuan seseorang untuk membayar pajak, gaya pikulnya juga semakin besar2) Unsur SubjektifUnsur subjektifdari gaya pikul mencakup segala kebutuhan terutama material, tetapi juga moral maupun spiritual, makin besar kebutuhan harus dipenuhi, makin kecil kekeuatan seseorang untuk membayar pajak1. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung[13]Pajak langsungadalah pajak yang beban pajaknya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, yang disebut dengan Tahun Pajak atau Masa Pajak, sedangkan dasar pengenaannya adalah PenghasilanPajak Tidak Langsungadalah pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan atau digeserkan kepada orang lain. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dimana yang menjadi tujuan atau sasaran pajak adalah pihak ketiga (konsumen), sedang pihak kedua yaitu produsen dan pengusaha jasa sebagai Wajib Pajak Berfungsi menjadi Pemungut Pajak Tidak Langsung untuk kepentingan Fiskus. Dengan demikian maka Produsen dan Pengusaha Jasa sebagai Wajib Pajak dapat mengalihkan beban pajak tersebut kepada pembeli akhir (konsumen). Pihak ketiga (konsumen) tidak dapat lagi mengalihkan beban pajaknya kepada orang lain.Pemindahan beban pajak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu[14]:1) Substitusi : misalnya majikan yang melakukan pemotongan upah buruh untuk keperluan pajaknya, karena majikan secara yuridis menjadi wajib pajak dan ia berhak untuk memotong pajak upah sebelum diterimakan kepada buruhnya.2) Shifting : misalnya pedagang yang menaikan harga barang-jasa yang dijualnya kepada konsumen sebesar nilai beban pajaknya. Jadi pedagang adalah pihak yang harus membayar pajaknya, tapi bukan yang memikul beban pajak melainkan telah melimpahkannya kepada konsumen.3) Transformasi : yaitu pemindahan beban pajak dengan cara melewati suatu perbaikan pada proses produksi barang.Dalam memilih cara untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis dapat diikuti cara yang lazim yaitu melihat dahulu tiga unsur yang terdapat dalam kewajiban memenuhi pajak sebagai berikut :Unsur pertama: penanggung jawab (wajib pajak) adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, yaitu bila padanya terdapat faktor-faktor atau kejadian-kejadian yang menimbulkan sebab (menurut undang-undang) untuk dikenakan pajakUnsur kedua: penanggung jawab pajak adalah orang, yang dalam faktanya memikul beban pajaknyaUnsur ketiga: yang ditunjuk oleh pembuat undang-undang (belasting destinataris) juga dinamakan pemikul pajak, yaitu orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus dibebani pajakJika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seorang, maka pajaknya adalah pajak langsung dan jika terpisah maka disebut sebagai pajak tidak langsung1. Pajak Urunan dan Pajak UmumPajak urunanmempunyai sifat yang sama dengan retribusi karena kedua dianggap sebagai pengganti kerugian untuk jasa-jasa yang diperoleh dari pemerintah.Pajak umum dibagi dalam 7 golongan :1) Pajak perorangan atas sisa-sisa yang didalamnya termasuk pajak pendapatan atas penduduk2) Pajak kebendaan atas sisa-sisa yang didalamnya termasuk pajak bukan perorangan misal pajak perseroan, pajak upah,3) Pajak atas kekayaan4) Pajak atas tambahnya kekayaan seperti bea balik nama, pajak atas warisan dll5) Pajak langsung atas pemakaian seperti pajak rumah tangga, pajak anjing, bea lelang6) Pajak tidak langsung atas pemakaian seperti bea masuk, bea cukai, pajak peredaran, pajak potong hewan7) Pajak yang menaikan ongkos produksi seperti bea balik nama atas perjanjian penyerahan, dan atas akta-akta mengenai kapal, bea materai atas tanda-tanda yang bersifat hukum perdata1. Pajak Pusat dan Pajak DaerahPajak Negaraadalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang pemungutan pajaknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Yang dapat dimasukan kedalam pajak negara adalah1) Pajak Penghasilan2) Pajak Pertambahan Nilai3) Pajak Bumi dan Bangunan4) Bea MateraiSedangkan yang termasuk golongan pajak daerah seperti :1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas:a). Pajak Kendaraan Bermotor;b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;d) Pajak Air Permukaan; dane) Pajak Rokok.2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:a) Pajak Hotel;b) Pajak Restoran;c) Pajak Hiburan;d) Pajak Reklame;e) Pajak Penerangan Jalan;f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;g) Pajak Parkir;h) Pajak Air Tanah;i) Pajak Sarang Burung Walet;j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.1. 4.Fungsi PajakPajak merupakan iuran rakyat yang berfungsi untuk membiayai pengeluran-pengeluaran negara untuk kepentingan umum. Namun demikian, fungsi pajak dibagi dalam 2 (dua) fungsi yaitu[15]:1) Fungsi BudgeterFungsi Budgeter adalah fungsi pajak yang letaknya di sektor publik pajak-pajak di sini merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk membayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan apabila setlah itu masih ada sisa yang lazimnya disebutsurplus,maka surplus tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai investasi pemerintahSurplus ini disebut jugapublic savingdan ini merupakan sumber utama untuk membiayaipublic investment.Namun karena public saving tersebut tidak cukup untuk membiayai pembangunan pada dewasa ini, maka pemerintah telah berusaha untuk memperoleh dana-dana lain yang antara lain hutang dalam negeri maupun hutang luar negeri.2) Fungsi MengaturFungsi Mengatur adalah fungsi pajak yang digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi mengatur ini lazimnya di lihat disektor swasta.Selanjutnya dapat dikatakan bahwa untuk dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan, maka kebijakan fiskal sebagai suatu alat pembangunan harus didasarkan atas kombinasi tarif pajak yang tinggi (baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung) dengan suatu fleksibilitas yang lazim ada dalam sistim pengenaan pajak berupa pembebasan pajak dan pemberian insentif (atau dorongan-dorongan) untuk merangsang private investment yang diharapkan.1. 5.Asas Pemungutan PajakPemungutan pajak harus dilakukan dilakukan berdasarkan suatu asas yang dikenal denganthe four maxims[16]yang dikemukakan oleh Adam smith dalam bukunya An Inquiry intoNature and Causes of The Wealth of Nations(terkenal dengan nama : wealth of Nations) yaitu[17]:1) Asas KeadilanAsas keadilan sebagai The First Maxim menurut falsafah hukum menyatakan bahwa Hukum Pajak harus mengabdi kepada keadilan. Untuk memberikan dasar keadilan tersebut maka dibuatlah beberapa teoria) Teori Asuransi yang menyatakan bahwa tugas negara untuk melindungi warga negaranya supaya selamat dan aman baik jiwa maupun harta bendanya. Untuk itu harus membayar premi seperti premi asuransi dan pajak dianggap sebagai premi. Namun membandingkannya dengan perusahaan asuransi adalah tidak tepat sebab : bila wajib pajak menderita kerugian, tidak ada penggantian dari negara, dan antara wajib pajak dengan tugas negara sebagai pemungut pajak tidak terdapat hubungan langsung dalam kontraprestasinyab) Teori Kepentingan yang dalam ajarannya menyatakan bahwa beban pajak didasarkan pada kepentingan orang-orang termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Sudah selayaknya menanggung biaya yang dikeluarkan oleh negara. Namun teori ini pun kurang tepat sebab tidak ada ukuran untuk mengukur kepentingan orang-orang yang membayar pajak besar dengan yang pajaknya kecil serta orang yang tidak membayar pajak.c) Teori Gaya Pikul yang menyatakan bahwa pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Teori ini pada hakekatnya mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Yang menjadi pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan yaitu tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Teori ini masih banyak dipergunakan dalam menentukan asas pemungutan pajak walaupun sebenarnya sulit juga untuk mengukur gaya pikul seseorang secara konkrit.d) Teori Bakti atau Teori Kewajiban Pajak Mutlak. Yang menyatakan bahwa karena negara mengemban tugas melindungi segenap warganya, maka timbullah hak mutlak negara untuk memungut pajak. Menurut teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negara, yang berkuasa memungut pajak dari warganya. Kepentingan nagara lebih utama daripada kepentingan warganyae) Teori Gaya Beli yang memandang fungsi pemungutan pajak sebagai cara mengambil gaya beli dari rumah tangga masyarakat untuk kepentingan rumah tangga negara dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan maksud memelihara kshidupan dalam masyarakat.2) Asas YuridisAsas Yuridis sebagai The Second Maxim, menyatakan bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum untuk mengabdi kepada keadilan, baik untuk negara maupun untuk warga negaranya. Pajak di negara hukum seperti Indonesia pengenaannya harus berdasarkan undang-undang yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang.3) Asas EkonomisAsas Ekonomis sebagai The Third Maxim, menyatakan bahwa Pajak mempunyai Fungsi Budgeter di satu sisi dan di sisi lain pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian suatu negara yang juga dikenal sebagai Fungsi Mengatur. Pemungutan pajak harus diusahakan supaya :1. Jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.2. Jangan menghalangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan merugikan kepentingan umum.4) Asas FinansiilAsas Finasiil sebagai The Fourth Maxim, menyatakan bahwa sesuai fungsi budgeter maka pengeluaran biaya untuk pemungutan pajak haruslah sekecil mungkin. Disamping it untuk tertimbunnya tunggakan pajak, maka haruslah selalu diteliti apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat memungut pajak dengan efektif.1. 6.Intensifikasi dan Eketensifikasi PajakBahwa di dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak adalah peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak melalui cara-cara sebagai berikut[18].1. Intensifikasi perundang-undangan. Pembuatan undang-undang tidak selalu sempurna. Dalam undang-undang seringkali terdapat kekosongan hukum atau celah hukum yang seringkali dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menghindarinya, da juga sering terdapat ketidakpastian hukuman2. Meningkat kepastian hukum. Seringkali di dalam undang-undang terdapat ketentuan-ketentuan yang kurang jelas, sehingga dapat ditafsirkan bermacam-macam yang dapat menimbulkan keragu-raguan.3. Meningkatkan mutu aparatur perpajakan dengan menambah mutu keahlian dan pengetahuan para pejabatnya.4. Mengintensifikasikan peraturan pelaksanaan. Dalam peraturan pelaksanaan terjelma kebijaksanaan penguasa yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi perpajakan.5. Meningkatkan citra para pejabat pajak supaya mereka dapat bekerja lebih jujur dan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela yang merugikan negara.6. Meningkatkan fungsi dan menyesuaikan organisasi struktur perpajakan sehingga menjadi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi7. Meningkatkan teknologi administrasi (komputerisasi) sehingga mampu mengikuti perkembangan penduduk/wajib pajak dengan teknologi maju.8. Menghilangkan birokrasi yang masih merajalela yang sangat menghambat proses penyelesaian masalah.9. Meningkatkan informasi kepada masyarakat/wajib pajak melalui semua saluran informasi media cetak dan elektronik dan penyuluhan.10. Mendidik wajib pajak supaya lebih mempunyai kesadaran pajak (tax consciousness) diikuti dengan kejujuran dan disiplin yang mantap.11. Memberantas penyelundupan pajak;12. Menindak para oknum yang melanggar peraturan secara tegas dengan perbuatan, baik itu dilakukan oleh pejabat, wajib pajak, pemberi kerja atau orang lain.13. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pematuhan peraturan dan meningkatkan pengawasan melekat.14. Memupuk kepercayaan wajib pajak terhadap Direktorat Jenderal Pajak sehingga meningkatkan wibawa.Sedangkan ekstensifikasi pajak dimaksudkan sebagai upaya peningkatan penerimaan pajak melalui perluasan pungutan pajak, diantaranya:1. Menambah wajib pajak baru dengan menemukan wajib pajak baru.2. Menciptakan jenis/varian pajak-pajak baru, atau memperluas ruang lingkup pajak yang ada.Untuk menemukan wajib pajak baru perlu digunakan berbagai saluran. Saluran utama ialah saluran yang terletak dalam lingkungan Kuasa Pemerintah sendiri melalui alat-alat pemerintahan seperti departemen, dinas-dinas lainnya baik yang ada di pusat maupun di daerah dengan menggunakan sistem Alat Keterangan (Renseignement).Mengenai penciptaan varian pajak-pajak baru memang lebih sukar, walaupun mungkin dapat dilakukan. Pajak-pajak baru sebelum diciptakan atau dicantumkan dalam undang-undang harus melalui riset/penelitian terlebih dahulu secara mendalam. Berbagai pihak yang ada sangkut pautnya dengan pajak baru tersebut harus didengar pendapatnya dan tentu saja hal ini memerlukan proses yang tidak mudah. Pajak baru tersebut harus mudah dipahami dan terdapat kepastian hukum bagi rakyat yang terkena pajak. Potensi pajak dan daya pikul (kemapuan membayar) wajib pajak juga harus diteliti secara mendalam.1. B.Pembaruan Hukum Pajak (Tax Reform)Pembaruan perpajakan (tax reform) pertama kali dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1984 dengan diberlakukannya Undang-undang baru nomor 6, 7, dan 8 tahun 1983. Pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan sebelum tahun 1983 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi pemerintahan, dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi.Dengantax reform, maka kebijakasanaan pemerintah mengenai pemberian rangsangan (incentive) melalui pajak-pajak dihapuskan. Tidak ada lagi rangsangan yang diberikan kepada penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri, sehingga fasilitas perpajakan yang diberikan kepada mereka hapus karena diundangkannya Undang-undang yang baru yang tidak lagi mengenal system incentive.Sejak 1 Januari 1984 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 tidak lagi memberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan, walaupun ada hubungannya dengan pembangunan. Hanya ada satu incentive yang masih berlaku yaitu mengenai Deposito Berjangka. Bahwa bunga yang diterima dari Deposito Berjangka, selama jumlahnya tidak melampaui batas minimum yang ditentukan, dibebaskan dari pungutan Pajak Penghasilan.Pembaruan perundang-undangan bidang perpajakan ini mengadakan perombakan yang sangat mendasar yang mencakup[19]:1) Penyederhaan jumlah dan jenis pajak2) Penyederhanaan tarif pajak3) Penyederhanaan tata cara perpajakan mengenaia) Prosedurb) Disiplinc) Mental pegawai4) Pemberian kepastian hukumSistemself assessmentsebagai sistim penetapan perpajakan juga diterapkan sejak tax reform, sebelumnya diberlakukan sistimofficial assessment. Sistemself assessmentini adalah sistim penetapan pajak yang melibatkan secara langsung wajib pajak untuk menentukan, menghitung dan melaporkan hutang pajaknya kepada pemerintah. Melalui beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terakhir dengan Undang-Undang no. 16 Tahun 2000 sistemself assessmentmenjadi pedoman dalam penetapan pajaknya.Tujuan daritax reformini adalah untuk lebih menegakan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber-sumber di luar minyak dan gas alam[20].1. C.Pengaturan Otonomi DaerahKebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998. Kebijakan ini merupakan penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan wewenang bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah[21].Namun sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah melalui pemberlakuan Undang-undang tersebut masih ditemukan berbagai permasalahan antara lain (i) belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, (ii) berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, (iii) masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah, (iv) belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien, (v) masih rendahnya dan terbatasnya kapasitas aparatur pemerintah daerah, (vi) pembentukan daerah otonom baru yang belum sesuai dengan tujuan pembentukannya[22]. Maka dibuatlah revisi atas Undang-undang tersebut melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.Pengaturan otonomi daerah di Indonesia diarahkan untuk melimpahkan sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk dapat mengelola rumah tangganya sendiri. Kewenangan-kewenangan tersebut didukung dengan adanya pengelolaan dan pengembangan semua sumber daya yang ada di daerah, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia termasuk sumber daya keuangan.[23]Tidak sebatas itu, kewenangan untuk menggali semua sumber daya, khususnya sumber daya keuangan tersebut, selain diberikan kewenganan untuk mengelola pajak daerah, pemerintah juga diberi kewenangan untuk melakukan pinjaman-pinjaman daerah.[24]Sejalan dengan pembagian fungsi tugas dan kewenangan pusat kepada daerah juga dilakukan pembagian sumber keuangan yang menjamin agar semua daerah dapat membiayai tanggung jawab pengeluarannya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah DaerahjunctoPeraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, penyerahan kewenangan pemerintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi harus disertai dengan penyerahan pembiayaan, prasarana, personil, dan dokumen sesuai dengan kewenangan yang diserahkan. Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan pembiayaan daerah.Faktor-faktor dominan dalam pelaksanaan dan keberhasilan otonomi daerah yaitu kecilnya kemampuan daerah, kurangnya kemampuan administrator daerah, keadaan infrastruktur daerah dan faktor kemampuan keuangan daerah. Khusus untuk kemampuan keuangan daerah terkait dengan dana yang dimiliki oleh daerah sebagai pendapatan asli daerah.Transfer dana dari pusat ke daerah (intergovernmental fiscal transfer) merupakan satu dari beberapa pilar pokok desentralisasi fiskal. Tranfer dana dari pusat ke daerah tersebut dalam wujud Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), DAU bersifat umum (block grant), DAK bersifat spesifik untuk tujuan tertentu (spesific grant) sedangkan dana bagi hasil (revenue sharing) meliputi bagi hasil pajak dan sumber daya alam (SDA).Untuk meningkatan pendapatan asli daerah , maka pemerintah daerah atas izin dan kewenangan yang diberikan undang-undang melakukan program intensifikasi dan ekstensifasi pajak daerah sehingga terjadi peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor pajak yang nantinya dapat menstimulasi peningkatan pendapatan asli darah dari sektor non pajak.1. D.Pajak DaerahDalam Pelaksanaan Otonomi Daerah1. 1.Pengertian Pajak DaerahPajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[25]Definisi pajak daerah menurut undang-undang tersebut mengandung ciri unsur paksaan artinya bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan pemberlakuannya, jika utang pajak tidak dibayar maka dapat dipaksakan oleh pemerintah daerah baik secara administratif maupun dengan memberikan sanksi. Paksaan tersebut juga sebenarnya dilakukan atas dasar undang-undang.Dari definisi tersebut diatas nyata bahwa tidak terdapat unsur yang secara tegas menunjukan adanya kewajiban aktif dari pemerintah daerah selaku pemungut pajak untuk menggunakan penerimaan pajak untuk melayani rakyatnya, definisi tersebut secara normatif hanya menyatakan bahwa pajak digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.Dari definisi mengenai pajak daerah, maka ciri-ciri dan unsur-unsur pajak daerah yaitu:1. Pajak dipungut dengan paksaan atas dasar undang-undang2. Pembayaran pajak tidak ada kontraprestasi secara langsung3. Pajak dipungut oleh pemerintah daerah4. Pajak diperuntukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Unsur-unsur tersebut sangat relevan dengan ketentuan perpajakan yang ada dan berlaku sekarang yang semata-mata ditujukan pada kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.1. 2.Tolok Ukur Ideal Pajak daerahDalam pengelolaan pajak daerah agar sesuai dengan makna pelaksanaan otonomi daerah, pemanfaatannya harus diupayakan untuk pelayanan kepada sektor pajak yang bersangkutan. Apabila pembayar pajak daerah dapat merasakan manfaat atas pembayarannya, diharapkan timbul kesadaran untuk melakukan pembayaran secara sukarela. Secara umum pemungutan pajak daerah harus dilihat dari dua sisi, yakni hasil guna dan daya gunabagi pemerintah daerah dan masyarakat daerah bersangkutan.Paling tidak ada lima tolok ukur untuk menilai apakah pajak daerah yang ada sudah baik yaitu[26]1) Hasil (yield) : memadai tidaknya hasil suatu pajak daerah dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya, yakni stabilitas dan mudah tidak memperkirakan besar hasil itu, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi,pertumbuhan penduduk dan sebagainya, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut;2) Keadilan (equity) : dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak daerah bersangkutan harus adil secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberikan sumbangan yang lebih besar daripada kelompok yang tidak banyak memiliki sumber daya ekonomi, dan pajak itu haruslah adil dari tempat ke tempat, dalam arti hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daeral lain, kecuali jika perbedaan itu mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan masyarakat.3) Daya guna ekonomi (economic efficiency) : Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) pengunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah satu arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung, memperkecil beban lebih pajak;4) Kemampuan Melaksanakan (ability to implement) : suatu pajak harus dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemampuan tata usaha;5) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source) : ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak.1. 3.Pokok-Pokok Perubahan dalam UU No. 28 Tahun 2009Pokok-pokok perubahan yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut :1. Sistim Pemungutan Pajak DaerahSistim pemungutan pajak daerah mengalami perubahan dari sistim daftar terbuka (open list) menjadi sistim daftar tertutup (close list). Daerah hanya boleh memungut pajak daerah dan retribusi daerah yang tercantum dalam Undang-undang. Berbeda dengan UU No. 34 Tahun 2000 dimana pemerintah daerah diperbolehkan untuk untuk memungut pajak selain yang tercantum dalam Undang-undang.1. Penguatan Kewenangan Daerah Bidang Perpajakan (local taxing empowerment)Penguatan kewenangan daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment) dilakukan dengan berbagai cara antara lain1) Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah seperti Pajak Rokok, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Sarang Burung Walet.2) Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, misalnya kendaraan pemerintah termasuk dalam objek pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor3) Mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah4) Memberikan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif.1. Efisiensi PengawasanPengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan cara preventif dan korektif, suatu raperda dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Langkah ini dilakukan untuk mencegah berbagai pungutan daerah bermasalah sehingga dapat mendukung upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah.

[1]Rochmat Soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco Bandung, 1992 hlm 14[2]Ibidhlm 1[3]Dikutip dari R. Santoso Brotodihardjo,op.cit., hlm.2[4]Dikutip dari Boediono B,Perpajakan Indonesia, Diadit Media, Jakarta, 2000, hlm.8[5] Dikutip dari R. Santoso,op.cit, hlm.4[6]Ibid.[7]Ibid.hlm.4-5[8]Ibid.,hlm.5.[9]Ibid., hlm.41[10] Sebagaimana dikutip dalam Erly Suandy,Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2005, hlm.11-12 dan Waluyo dan Wiryawan,Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm.2[11]Rochmat Soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco Bandung, 1992, hlm 4[12]R. Santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, 2003, hlm 80[13]Muhammad Gade, Djamaluddin Gade,Hukum Pajak, Fak. Ekonomi UI, 1995, hlm 11[14]R. Santoso Brotodihardjo,op.cit,hlm 101[15]Rochmat Soemitro,op.cit, hlm 108[16]R. Santoso Brotodihardjo,op.cit.[17]Muhammad Gade, Djamaluddin Gade,op.cit, hlm 11[18]Rochmat Soemitro,Pajak dan Pembangunan, Eresco, 1988, hlm 79[19]Pidato Presiden Soeharto pada sidang DPR tahun 1983[20]Pidato Menteri Keuangan Radius Prawiro pada sidang DPR tanggal 5 Oktober 1983.[21]Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Bab XIII[22]Ibid, hlm 149[23] Tjip Ismail,op.cit.hlm 236[24]Pasal 171 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.[25]Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah .[26]Ibid,, hlm 43Share this: