Latar belakang SLB

2
Latar Belakang Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang juga membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan sistem pendidikan ABK menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus. Melihat kebutuhan akan pendidikan anak tunarungu tersebut, Don Bosco SLB-B Karya Bakti di Wonosobo lahir pada tanggal 8 Desember 1955. SLB-B Bina Husada merupakan salah satu sekolah untuk anak tunarungu bagian putra yang merupakan pecahan dari SLB-B Dena Upakara bagian putri. SLB-B ini terbentuk bertepatang dengan kedatangan 5 bruder pendidik, yaitu Br. Benignus Gommans, Br. Theo Zoontjens, Br. Odoricus Horvers, Br. Jan Emmen dan Br. Pancratius Sunyata Sukasdu. Kegiatan belajar mengajar pertama dimulai pada tanggal 8 Januari 1956 dengan berpindahnya 36 anak putra dari SLB-B Dena Upakara. Perkembangan selanjutnya yaitu pada bulan Juni 1960, melihat murid-murid pertama yang telah menamatkan tingkat dasar, kemudian para staf pendidik berfikiran bahwa pendidikan tidak cukup kalau hanya bisa membaca, berhitung dan menulis, maka sekolah diperluas dengan bagian teknik dengan tujuan agar siswa dibekali ketrampilan untuk masa yang akan datang/masa depan. Maka dibukaah kelas tehnik yang sekarang bertahan dengan 3 kejuruan yaitu jahit, kayu, dan besi. Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, staf lembaga mengubah status sekolah menjadi SLB-B “UTUH” artinya sekolah diakui penuh dengan lamanya jenjang pendidikan setiap tingkat yaitu Prasekolah selama 3 tahun, Tingkat Dasar selama 6 tahun, dan Tingkat Kejuruan selama 4 tahun. Walaupun banyaknya perubahan yang dilakukan oleh SLB-B Karya Bakti., namun dalam metode pengajaran yang dikembangkan dan

description

a

Transcript of Latar belakang SLB

Latar BelakangSebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang juga membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan sistem pendidikan ABK menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.Melihat kebutuhan akan pendidikan anak tunarungu tersebut, Don Bosco SLB-B Karya Bakti di Wonosobo lahir pada tanggal 8 Desember 1955. SLB-B Bina Husada merupakan salah satu sekolah untuk anak tunarungu bagian putra yang merupakan pecahan dari SLB-B Dena Upakara bagian putri. SLB-B ini terbentuk bertepatang dengan kedatangan 5 bruder pendidik, yaitu Br. Benignus Gommans, Br. Theo Zoontjens, Br. Odoricus Horvers, Br. Jan Emmen dan Br. Pancratius Sunyata Sukasdu. Kegiatan belajar mengajar pertama dimulai pada tanggal 8 Januari 1956 dengan berpindahnya 36 anak putra dari SLB-B Dena Upakara. Perkembangan selanjutnya yaitu pada bulan Juni 1960, melihat murid-murid pertama yang telah menamatkan tingkat dasar, kemudian para staf pendidik berfikiran bahwa pendidikan tidak cukup kalau hanya bisa membaca, berhitung dan menulis, maka sekolah diperluas dengan bagian teknik dengan tujuan agar siswa dibekali ketrampilan untuk masa yang akan datang/masa depan. Maka dibukaah kelas tehnik yang sekarang bertahan dengan 3 kejuruan yaitu jahit, kayu, dan besi.Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, staf lembaga mengubah status sekolah menjadi SLB-B UTUH artinya sekolah diakui penuh dengan lamanya jenjang pendidikan setiap tingkat yaitu Prasekolah selama 3 tahun, Tingkat Dasar selama 6 tahun, dan Tingkat Kejuruan selama 4 tahun.Walaupun banyaknya perubahan yang dilakukan oleh SLB-B Karya Bakti., namun dalam metode pengajaran yang dikembangkan dan dipertahankan sampai sekarang adalah metode oral. Metode ini melatih anak tunarungu untuk berbahasa lisan dan bicara murni, tanpa isyarat. Metode ini mengutamakan cara, keaktifan dan kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan kemauan dengan bahasa. Melalui metode ini, anak tunarungu yang selama balita tidak memiliki bahasa, sedikit demi sedikit menguasai bahasa ibu, sampai akhirnya menguasai bahasa ilmu. Metode oral dapat mencapai hasil optimal dengan dukungan latihan intensif anak mengucapkan bunyi bahasa. Latihan intensif dilaksanakan diruang khusus bina wicara /artikulasi yang ditangani oleh ahli speech therapy. Sisa pendengaran anak dimanfaatkan seoptimal mungkin.