Latar Belakang - asiapulppaper.com · bencana kabut asap di tingkat regional ... menentukan...

16
1

Transcript of Latar Belakang - asiapulppaper.com · bencana kabut asap di tingkat regional ... menentukan...

1

2

3

Latar BelakangBanyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di area-area dimana drainase menggunakan kanal telah menyebabkan rendahnya permukaan air, sehingga pada musim kemarau menyebabkan permukaan gambut sangat kering dan gambut menjadi bahan bakar. Kebakaran lahan gambut menyumbang sebagian besar emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global, dan juga menyebabkan bencana kabut asap di tingkat regional dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, kebakaran gambut juga menyebabkan turunnya permukaan gambut yang kemudian menyebabkan banjir. Oleh karena itu Indonesia memulai sebuah usaha terpadu untuk mengurangi resiko kebakaran pada lahan gambut, menyusul kebakaran besar di tahun 2015 Untuk mencapai hal ini, diperlukan perbaikan pada pengelolaan lahan gambut dan menaikkan permukaan air.

Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar.

Studi Kasus : Program Pembangunan Bendungan Kanal Perimeter oleh APPBerkantor pusat di Indonesia, Asia Pulp & Paper Group (APP) merupakan salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia. APP mendapat pasokan kayu dari konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikelola para pemasoknya di Indonesia, dimana banyak diantaranya terletak di lahan gambut. Di bawah Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy / FCP) , yang diumumkan dan telah diimplementasikan sejak Februari 2013, APP berkomitmen untuk menghentikan deforestasi di seluruh rantai pasokannya, dan untuk menerapkan praktek terbaik pengelolaan lahan gambut untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase yang menyebabkan dampak terhadap hutan alam harus dihentikan, termasuk kebakaran, penggantian spesies rawa yang memerlukan kondisi lahan tergenang, dan juga emisi karbon. Untuk mewujudkan hal ini, APP akan menaikkan tinggi permukaan air di seluruh konsesi para pemasoknya ke tingkat permukaan air tertinggi yang masih memungkinkan produksi kayu pulp, dan terutama di zona penyangga (buffer zones) di antara hutan alam dan HTI dimana harus terdapat transisi dari kedalaman air di area HTI (di bawah permukaan

4

gambut) ke kedalaman air alami yang akan memungkinkan konservasi jangka panjang untuk gambut dan hutan rawa gambut. Dalam membuat desain zona penyangga diperlukan analisis terperinci dari karakteristik lanskap gambut yang menentukan seberapa jauh dampak dari drainase telah mempengaruhi keberadaan hutan dan menyebabkan resiko kebakaran, terutama terkait dengan ketebalan gambut dan gradien permukaan gambut. Analisis tersebut sedang berlangsung saat ini, didukung

oleh Deltares , lembaga penelitian Belanda dengan keahlian di bidang gambut dan pengelolaan air. Rencana yang disampaikan dalam dokumen ini, sebagai langkah awal dalam membangun zona penyangga secara keseluruhan, adalah untuk membendung semua kanal perimeter, yaitu kanal batas di sekeliling HTI, untuk memulai menaikan ketinggian permukaan air di area hutan alam yang tersisa dan juga di area HTI yang sangat rentan terhadap kebakaran hutan.

Gambar 2. Skema konsep zona penyangga – menciptakan wilayah transisi yang

bertahap dan dapat dikelola antara kedalaman permukaan air alami di bawah

permukaan gambut di kawasan hutan alam, dan kedalaman permukaan air yang

lebih besar di wilayah HTI. Pembendungan kanal perimeter merupakan langkah

awal dalam pembangunan zona penyangga: pembendungan kanal perimeter ini

menaikan permukaan air di hutan, tetapi belum sepenuhnya hingga ke ketinggian

air alami. Untuk membangun zona penyangga seutuhnya, perlu dilakukan

pembendungan di lebih banyak kanal yang terletak lebih jauh dari batas HTI.

http://www.asiapulppaper.com/sites/default/files/app_forest_conservation_policy_final_english.pdfhttps://www.deltares.nl/en/projects/reducing-impact-plantation-operations-peatlands-indonesia-2/

5

Pembendungan Kanal Perimeter Sebagai Langkah Cepat Mengurangi Resiko Kebakaran

Resiko kebakaran di lahan gambut pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor utama: [a] adanya akses bagi individu yang membakar secara ilegal; [b] adanya material yang memungkinkan api menyebar dengan cepat, dalam hal ini semak belukar dan hutan yang terdegradasi; [3]tanah gambut yang kering yang mudah terbakar. Kondisi ini biasanya ditemukan di batas HTI. Meninggikan permukaan air di sepanjang batas HTI dengan pembendungan kanal, yang juga akan mengurangi akses di sepanjang kanal tersebut, diharapkan dapat mengurangi resiko kebakaran secara substansial. Selain itu, langkah ini dapat diterapkan dalam jangka pendek karena jumlah kanal yang perlu dibendung relatif terbatas dan tidak memerlukan desain yang rumit.

Desain Bendungan Kanal Perimeter

Desain pembendungan kanal yang diterapkan oleh APP (dan didesain bersama dengan Deltares) cocok untuk penerapan secara cepat, dalam jumlah yang sangat besar, tidak memerlukan biaya mahal, dan dimaksudkan untuk hanya memerlukan sedikit atau tanpa pemeliharaan (karena pada desain ini erosi dapat dihindari). Elemen-elemen berikut membantu untuk mewujudkan hal ini:• Setiap bendungan kanal perimeter terdiri dari satu bendungan, yang mendorong naiknyatingkat permukaan air di kanal ke permukaan gambut di sekitarnya, dan satu spillway yang memungkinkan aliran air yang cukup melalui kanal untuk menghindari banjir ke lahan di sekitarnya (catatan: dimana banjir dibutuhkan atau dapat diterima, maka spillway tidak perlu dibangun).• Bendungan terbuat dari gambut yang dikumpulkan dari sekitar lokasi bendungan, dan dipadatkan dengan excavator untuk

memperkuat bendungan dan mengurangi kebocoran . Tidak ada material atau alat lain yang digunakan.• ‘Water step’ (perbedaan tingkat permukaan air di setiap bendungan) harus selalu kurang dari 0,25 m, untuk mengurangi tekanan terhadap bendungan dan membatasi kecepatan aliran air ketika melewati spillway. Perbedaan ketinggian permukaan air maksimal ini biasanya dicapai dengan membangun bendungan-bendungan dengan interval 500 m, mengingat gradien permukaan gambut biasanya dibawah 0,5 m/km. Jika gradien lebih curam, maka akan dibangun bendungan tambahan. • Puncak bendungan minimal 0,5 m diatas permukaan gambut di sekitarnya (yang diukur pada jarak 25 m dari bendungan). Hal ini mencegah puncak bendungan dibanjiri ketika curah hujan tinggi, sehingga mencegah resiko erosi pada bendungan tersebut. Waktu pembangunan bendungan menjadi cepat karena sumber material gambut yang diperlukan untuk membangun bendungan diambil dari pembangunan spillway dimana gambut perlu digali dan dikeluarkan. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga pergerakan ‘rolling’ excavator dapat diminimalisir. Spillway tidak boleh lebih dalam dari 0,75 m dibawah permukaan gambut di sekitarnya, dan idealnya pada kedalaman 0,5 m, untuk memastikan ketinggian permukaan air pada kanal di hulu tidak akan turun lebih jauh di bawah permukaan gambut (kecuali pada saat musim kering yang ekstrem dimana mungkin tidak ada aliran air sama sekali di kanal). Lebar spillway 6 m atau 10 m. Dimensi dan jumlah spillway dioptimalkan untuk mengakomodir debit air kanal, dengan tujuan [a] menghindari banjir pada permukaan gambut di sekitarnya dan [b] menghindari kecepatan aliran air yang lebih besar dari 1 m/detik, karena hal tersebut akan mengakibatkan erosi pada gambut.

6

Gambar 3. Skema penampang memanjang di sepanjang kanal yang melalui sebuah kubah

gambut, menunjukkan bahwa tingkat permukaan air hanya akan naik secara substansial jika

bendungan dibangun pada interval yang cukup pendek untuk mengurangi water steps di

bendungan (hingga kurang dari 0,25 m), dan jika puncak bendungan berada di atas permukaan

gambut di sekitar nya, maka akan memungkinkan permukaan air dapat dikontrol ke dekat

permukaan gambut, dengan spillway.

Desain Dasar Spillway

1. Desain Spillway #1 : Satu spillway dengan lebar 6 m dan kedalaman 0,5 m dibawah permukaan tanah asli (Original Ground Level / OGL). Tipe bendungan ini terletak di daerah hulu dimana debit air pada kondisi puncak sangat rendah. Desain #1 dimaksudkan untuk kanal-kanal perimeter dimana debit air tidak melebihi 2 m3/detik atau sesekali banjir masih dapat diterima jika debit air lebih besar.

2. Desain Spillway #2 : Satu spillway dengan lebar 10 m dan kedalaman 0,75 m dibawah OGL. Tipe bendungan ini terletak di area dimana debit air pada kondisi puncak adalah sedang. Desain #2 dimaksudkan untuk kanal-kanal perimeter dimana debit air tidak melebihi 5 m3/detik atau sesekali banjir masih dapat diterima jika debit air lebih besar.

Spillway dapat memiliki dimensi yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi debit air sebagai berikut:

7

3. Desain Spillway #3 : Terdiri dari 2 atau lebih spillway dengan lebar masing-masing 10 m dan kedalaman 0.75 m dibawah OGL. Tipe bendungan ini terletak di daerah hilir (misalnya di kanal outlet) dimana debit air pada kondisi puncak sangat tinggi. Desain #3 dimaksudkan untuk semua kanal dimana debit air dapat melebihi 5m3/detik dan sesekali banjir tidak diperkenankan pada kondisi debit air yang lebih besar. Jumlah spillway inlet pada desain ini dapat ditambah tanpa batas untuk menampung aliran air yang sangat tinggi.

Keputusan untuk menggunakan Desain #1, #2, atau #3 untuk sebuah bendungan harus berdasarkan pemahaman kondisi aliran dari pengamatan di lapangan. Desain #1 dan #2 memiliki keuntungan sangat cepat untuk diimplementasikan, mengingat spillway dalam jangkauan lengan excavator dengan sedikit pergerakan excavator (rolling). Desain #3 memiliki keuntungan dapat disesuaikan ukurannya (scalable) untuk debit air yang sangat besar tetapi memiliki kelemahan diperlukannya lebih banyak rolling excavator sehingga menyebabkan pembangunan spillway menjadi lebih lambat dan lebih mahal.

Gambar 4. Tiga desain spillway yang dibangun oleh APP untuk pembendungan kanal perimeter.

8

Menetapkan Posisi Bendungan dalam Sistem Pengelolaan Air

Kanal yang akan dibendung biasanya berada dalam lanskap kubah gambut, dengan pola gradien permukaan dan arah aliran air dalam kanal yang cukup rumit. Kanal perimeter di HTI biasanya terhubung dengan kanal drainase pada interval 400 m sampai 800 m (dalam kasus di konsesi pemasok APP, biasanya pada interval 500 m). Arah aliran air di kanal-kanal ini bisa jadi menuju ke kanal perimeter atau sebaliknya. Jika aliran air menuju ke kanal perimeter dalam semua kondisi permukaan air (musim hujan maupun musim kering), pembendungan

cukup dilakukan di kanal perimeter saja, dengan satu bendungan diantara setiap kanal yang masuk ke kanal perimeter (pada kasus pemasok APP, pada interval 500 m), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Jika aliran air menjauhi kanal perimeter, bendungan tambahan perlu dibangun di setiap kanal yang masuk, untuk menjaga air di dalam kanal perimeter (dalam kasus pemasok APP, pada jarak 250 m dari kanal perimeter).

Gambar 5. Skema lokasi dan jumlah bendungan berdasarkan arah aliran air.

9

Fase Pembangunan Bendungan Kanal Perimeter

Resiko kebakaran di hutan rawa gambut yang masih alami di beberapa daerah seringkali lebih tinggi dibandingkan daerah yang lainnya. Untuk memastikan bahwa area prioritas (dengan resiko paling tingi atau dengan status konservasi paling tinggi) ditangani terlebih dahulu, pembangunan bendungan kanal drainase dilakukan dalam empat fase, yaitu:1. Kanal perimeter di area yang berbatasan langsung dengan hutan lindung di luar konsesi, atau hutan di dalam konsesi yang dianggap rentan terhadap kebakaran karena adanya kegiatan perambahan dan/atau pernah

terbakar dalam beberapa tahun terakhir. 2. Kanal perimeter di area yang berbatasan dengan hutan yang tidak dilindungi di luar konsesi, tetapi dianggap rentan terhadap kebakaran karena sering ditemui kegiatan perambahan dan/atau kebakaran dalam beberapa tahun terakhir.3. Kanal perimeter di area yang berbatasan dengan hutan di luar dan di dalam konsesi dan tidak dianggap rentan terhadap bahaya kebakaran. 4. Prioritas terendah adalah kanal perimeter yang tidak berbatasan dengan hutan (tidak diperlukan untuk konservasi, tetapi mungkin diperlukan untuk mengurangi resiko kebakaran).

Gambar 6. Lokasi pembendungan kanal di konsesi pemasok APP di Kerumutan, Riau.

Bendungan dibangun pada interval kurang lebih 500 m. Fase pembangunan kanal didasarkan

pada tingkat perlindungan hutan dan resiko kebakaran. Di area paling selatan konsesiyang

berbentuk segitiga semua kanal dibendung, tidak hanya pada kanal perimeter, karena area

ini tidak lagi difungsikan sebagai HTI dan akan direstorasi. Hutan alam akan dapat tumbuh

kembali setelah pembendungan kanal secara total (tanpa spillway) dan pembasahan kembali

lahan gambut di area tersebut.

https://www.asiapulppaper.com/news-media/press-releases/asia-pulp-paper-commits-first-ever-

retirement-commercial-plantations-tropical-peatland-cut-carbon-emissions

10

Pemantauan Kinerja Pembendungan Kanal

Karena pembangunan bendungan kanal perimeter dapat dilakukan dengan cepat dan dalam jumlah besar, ada kemungkinan tidak cukup waktu untuk melakukan pengukuran tingkat permukaan air dalam jangka waktu panjang sebelum dilakukannya pembangunan bendungan kanal. Namun demikian, pemantauan ketinggian permukaan air ini penting untuk mulai dilakukan sebelum

pembangunan bendungan kanal untuk mendapatkan gambaran bendungan mana yang membantu menaikkan ketinggian permukaan air, dan pemantauan terus dilakukan dalam beberapa tahun setelah dibangunnya bendungan untuk menilai kinerja jangka panjang. Idealnya, alat pengukur ketinggian permukaan air diletakkan di hulu dan hilir di setiap bendungan.

Gambar 7. Skema sistem pemantauan ketinggian permukaan air, bertujuan untuk mengukur

efektifitas pembendungan kanal.

11

Perencanaan dan Biaya Pembangunan Bendungan Kanal PerimeterPembangunan bendungan kanal perimeter merupakan langkah awal untuk menaikkan ketinggian muka air di dalam dan di sekitar HTI di lahan gambut karena pembendungan kanal perimeter dapat dibangun dengan cepat, tanpa banyak persiapan dan dengan biaya yang cukup murah (cost effective). Kecepatan pembangunan bendungan kanal tergantung kecepatan dan jumlah alat berat yang dapat dimobilisasikan. Usaha pembendungan kanal perimeter oleh APP di lahan konsesi pemasoknya di Riau memberi indikasi kecepatan dan biaya yang diperlukan jika sumber daya yang ada dikerahkan dalam jumlah besar. Targetnya adalah membangun sekitar 3.393 bendungan di Riau pada awal tahun 2016, disusul dengan pembendungan kanal di propinsi lain dengan total 7.000 bendungan di seluruh area konsesi pemasok APP. Usaha ini dimulai di bulan Agustus 2015 di konsesi yang terletak di Musi Banyuasin (MUBA) di Sumatra Selatan, diikuti dengan konsesi di Kerumutan, Riau, pada bulan Oktober 2015, yang kemudian diperbesar dan dilsusul juga untuk konsesi lain

di Riau. Per 29 Januari 2016, 2.614 bendungan telah dibangun di Riau, dan jumlah excavator yang digunakan telah meningkat menjadi 72unit. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk membangun bendungan pada Desain #1, tanpa menghitung waktu rolling excavator ke lokasi adalah 15 jam, termasuk pembuatan spillway. Rata-rata biaya pembangunan satu bendungan, termasuk biaya sewa excavator, tenaga kerja dan bahan bakar, diperkirakan sekitar Rp. 5,3 juta – Rp. 7,5 juta. Biaya ini tentu tergantung pada skala proyek. Jika lebih sedikit bendungan yang dibangun, biaya konstruksi setiap bendungan naik. Namun, bahkan dengan jumlah bendungan yang sedikit, pembendungan kanal menggunakan tanah gambut yang dipadatkan tetap lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan metode alternatif lainnya (bendungan menggunakan tiang-tiang kayu dan diisi dengan karung pasir, atau bendungan menggunakan beton), dan juga jauh lebih kuat (gambut yang dipadatkan tidak tenggelam, retak atau terkikis erosi – hal yang sering terjadi pada bendungan menggunakan material alternatif lainnya).

Relevansi Pembendungan kanal selain kanal perimeter

Walaupun saat ini kegiatan APP terfokus pada pembendungan kanal perimeter, metode yang digunakan juga dapat diterapkan untuk seluruh pembendungan kanal di lahan gambut. Jika tujuannya adalah untuk membasahi lahan gambut supaya memungkinkan untuk konservasi dan restorasi hutan, spillway tidak perlu dibangun dan biaya per unit untuk pembangunan bendungan akan lebih rendah.

12

LAMPIRAN 1 : Tahap pembangunan bendungan kanal

1. Tanah gambut diambil dari area disekitar lokasi bendungan, terutama dari area yang akan dipakai sebagai jalur spillway.

2. Tanah gambut yang dikumpulkan kemudian ditumpuk di kanal, dan dipadatkan dengan ditekan menggunakan excavator. Pastikan timbunan gambut ini cukup lebar dan kuat. Kemudian jalankan alat berat di atas bendungan yang dibangun untuk semakin memadatkan dan menstabilkan bendungan gambut tersebut.

3. Ulangi terus hingga kanal betul betul terbendung.

4. Setelah bendungan sepenuhnya terbentuk, pastikan kembali bendungan tersebut telah dipadatkan dengan maksimal dan kuat dengan menjalankan (rolling) excavator beberapa kali di atas bendungan. Pastikan puncak bendungan berada lebih dari 50 cm di atas permukaan gambut sekitarnya (yang diukur pada jarak 25 m dari bendungan).

13

LAMPIRAN 2 : Contoh Bendungan yang Benar

Contoh bendungan kanal perimeter yang dibangun dengan benar, dengan puncak bendungan lebih dari 0,5 m di atas permukaan gambut disekitarnya (hingga 25 m dari kanal), kedalaman spillway 0,5 m dibawah permukaan gambut disekitarnya, dan ‘water steps’ (perbedaan tingkat permukaan air) dibatasi sangat kecil di setiap bendungan. Bendungan seperti ini akan memerlukan sangat sedikit pemeliharaan karena resiko erosi sangat kecil.

14

LAMPIRAN 3 : Contol Bendungan yang Gagal

Contoh bendungan yang gagal, yang rusak karena erosi atau tidak berfungsi dengan efektif: [1] puncak bendungan terlalu rendah, atau [2] pemadatan gambut tidak cukup, atau [3] perbedaan ketinggian muka air di setiap bendungan terlalu besar, atau [4] spillway terlalu dalam. Desain bendungan harus diikuti dengan ketat, dan pembangunan bendungan harus diawasi dengan ketat, untuk memastikan bendungan dibangun dengan baik dan berfungsi dengan efektif.

16