Latar Belakang
-
Upload
ali-alialala -
Category
Documents
-
view
135 -
download
0
description
Transcript of Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata Spritualisme tidak asing lagi di telinga kita, spiritualisme tidak
pernah mati, karena hakekatnya manusia menyadari akan kelemahan dan
kekurangan. Oleh karena itu butuh akan sandaran atau pedoman keyakinan
dalam hati. Lebih-lebih pada era seperti saat ini, yang mana tuntutan
kemakmuran, kemajuan teknologi, kompetisi yang makin ketat melahirkan
pressure yang terkadang tidak tertahankan,gaya hidup instan dan serba cepat .
Hal ini meningkatkan kecemasan, depresi dan problem-problem mental
psikologis lainnya.
Lepas dari itu, kekosongan yang dirasakan justru ketika manusia telah
mencapai kemakmuran material, seolah mengajarkan betapa kebahagiaan
sesungguhnya tidak terletak disana, melainkan dibagian yang lebih bersifat
rohani.
Diantara salah satu spiritual yang ada dan berjalan yaitu Tasawwuf
sunni, tasawuf sunni adalah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan aspek
hakekat dan syari’at, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan
mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah Swt, dengan berusaha
sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur’an, Sunnah dan
Shirah para sahabat.
Tasawuf sebagai sebagai salah satu tradisi Islam yang secara esensial
telah ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang pada perkembangan
berikutnya memformulasikan ajaran-ajarannya dalam sebuah teori dan ilmu
keislaman, yaitu ilmu yang membicarakan tentang bagaimana manusia
mengadakan hubungan dan komunikasi dengan Tuhan.
Tasawuf secara epistemologik dalam memperoleh kebenaran dan ilmu
memakai intuisi. Apabila intuisi tersebut diartikan sebagai sumber
kebenaran/ilmu, terdiri dari pertimbangan tanpa mengambil jalan berfikir logis
berdasarkan fakta yang timbuldari sumber yang tidak dikenal atau diselidiki,
maka dalam tasawur perolehan itu tidak serta merta, tetapi melalui proses yang
1
panjang dengan apa yang disebut mujahadah dan riyadhah serta tafakur dan
tadabbur .
Dalam perkembangannya ilmu tasawuf telah melahirkan beberapa
aliran-aliran, aliran-aliran itu muncul dikarenakan perbedaan antara ajaran-
ajaran dan pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian tasawuf sunni?
2. Bagaimana perkembangan tasawuf sunni?
3. Bagaimana pembagian tasawuf sunni?
4. Bagaimana ciri dan karakteristik tasawuf sunni?
5. Sebutkan tokoh-tokoh dalam tasawuf sunni?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian tasawuf sunni
2. Mengetahui perkembangan tasawuf sunni
3. Mengetahui Pembagian tasawuf sunni
4. Mengetahui ciri dan karakteristik tasawuf sunni
5. Mengetahui tokoh-tokoh dalam tasawuf sunni
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah tasawuf yang konsisten dengan prinsip-prinsip
Islam yang masih dalam timbangan syara’, tasawuf ini kurang memperhatikan
ide-ide spekulatif karena mereka sudah merasa puas dengan argumentasi yang
bersifat naqli samawi. Para penganut tasawuf ini lebih cenderung bersifat
tradisional karena mereka memahami dan menerjemahkan tradisi-tradisi Nabi
dalam suluk mereka secara kontekstual. Tasawuf Sunni lebih beraksentuasi
pada pendekatan tekstual formalistik, Artinya para penganut tasawuf sunni ini
lebih berpegang pada bunyi teks ketimbang makna terdalamnya.1
2.2 Perkembangan Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni muncul pada abad ketiga dan keempat hijriah (masa
pengembangan). Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku perkembangan
doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan
moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu,
sehingga di angan mereka tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral
keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf
terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh
semua orang terlebih oleh kaum salaf. Kaum salaf tersebut melaksanakan
amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak yang terpuji, dengan
maksud memahami kandungan batiniah ajaran islam yang mereka nilai banyak
mengandung muatan anjuran untuk berakhlak yang terpuji.2
Pada abad kelima hijriah tasawuf sunni memenangkan pertarungan
dengan tasawuf semi falsafi. Kemenangan ini dikarenakan menangnya teologi
Ahl Sunnah wa al jama’ah yang dipelopori oleh Abu al Hasan al Asy’ari (w.
324 H), yang mengadakan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid al Busthamy
1 Idrus Abdullah al-Kaf. 2003. Bisikan-Bisikan Illah:Pemikiran Sufistik Imam al Haddad Dalam Diwam Ad-Duri Al-Manzhum. Bandung: Pustaka Hidayah. hal 972 Amin Syukur – Masyharuddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf Studi Intelektualisme Tasawuf Al Ghazali. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 24
3
dan al Hallaj, sebagaimana tertuang dalam syathahiyahnya yang dianggap
bertentangan dengan kaidah dan akidah islam.3
Beberapa tokoh sufi sunni pada abad kelima hijriah adalah al
Qusyairi, al Harawi dan Al-Ghazali. Pada abad keenam hijriah, sebagai akibat
pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar. Pengaruh tasawuf sunni
semakin meluas ke seluruh pelosok dunia islam. Keadaan ini memberi peluang
bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarikat-tarikat untuk
mendidik para murid mereka, seperti Sayyid Ahmad ar-Rifa’I (wafat pada
tahun 570 H) dan Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani (wafat pada tahun 651 H).4
Di Indonesia, tasawuf sunni adalah tasawuf yang lebih dulu
berkembang baik secara nadzari (teoritis) dan amali (praktis). Syaikh Nur Al-
Din Ar-Raniri dan Syaikh AbdAs-Shamad Al-Palimbani dikenal sebagai
pelopor bagi perkembangan tasawuf sunni di Indonesia, karena metode dan
ajaran-ajaran yang disampaikan sedikit banyak diserap dari hasil karya
pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Imam Al-Ghazali, salah satu karyanya “Ihya Ulum Ad-Din” merupakan salah
satu pegangan wajib bagi pengajaran tasawuf sunni pada masanya dan hingga
saat ini. Raniri berupaya keras dalam menanamkan serta mengembangkan
ajaran tasawuf sunni, hal ini tidak lain demi menunjukkan sikap antipaati
terhadap keadaan social masyarakat ketika itu, yang sangat mengagungkan
materi sebagai gaya hidup. Tasawuf sunni disamping sebagai sikap, juga dapat
dikatakan sebagai alternative dan solusi untuk menghindarkan masyarakat dari
kecintaan terhadap hal-hal duniawi.5
Sepeninggal raniri, ‘Abd Shamad Al-Palimbani berdiri tegak untuk
meneruskan semangat perjuangan gurunya meskipun banyak pertentangan
dimana-mana, Raniri yang begitu keras memperjuangkan tasawuf sunni dengan
mengadakan kampanye anti-tasawuf falsafi mendapat kecaman yang luas,
meskipun pada akhirnya tetap mendapatkan tempat di masyarakat,
perjuangannya tidaklah sia-sia dan berhenti sampai disitu. Al-Palambani
3 Ibid hal 25 4 Ibid hal 255 Ibid hal 25
4
muncul untuk mengusung visi dan misi yang sama dengan gurunya. Dengan
berbekal ilmu dari berbagai negeri yang telah ia kunjungi, Al-Palambani tetap
mengajarkan para pengikut tasawuf sunni dengan ajaran-ajaran yang telah
disampaikan sebelumnya.6
2.3 Pembagian Tasawuf sunni
Tasawuf sunni ini terbagi ke dalam dua tipe, yaitu : tasawuf
akhlaqi dan tasawuf amali. Tasawuf akhlaqi dapat disebut secara lengkap
dengan tasawuf akhlaqi sedang tasawuf amali dapat juga disebut tasawuf sunni
amali.7
1. Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi (tasawuf akhlak) adalah laku tasawuf yang
dihiasi dengan akhlak yang baik, sehat, dan terpuji. Disini seorang pelaku
tasawuf menghindari watak tidak sehat seperti riya’ (pamer), sum’ah
(ingin didengar), ujub (membanggakan diri), sombang , egois dan
sebagainya. Stelah menyingkirkan watak yang tidak sehat, sseorang lalu
menghiasi diri dengan taqwa dan ibadah, seperti sholat, puasa, haji, dan
lain-lain. Pelaku tasawuf akhlaqi selalu bersikap adail dan menjauhi sikap
pendusta dan zalim. Dia merasa selalu disaksikan oleh yang maha
mengetahui.8
Yang paling penting dalam ajaran tasawuf akhlaqi adalah mengisi
kalbu (hati) dengan sifat khauf, yaitu merasa khawatir terhadap siksaan
allah. Seorang sufi adalah sosok yang zuhud, faqir, shabar, ridha, tawakal,
dan musyahadah. Dia hanya mengharap pahala dari tuhan yang maha
pemurah. Dia menghiasi diri dengan budi pekerti yang terpuji dan
berusaha memelihara dan mengembangkan. Dia berusaha beristiqomah
dalam ibadah dan tuma’ninah dalam hati sehingga nur ghaib dalam hati
bisa terkuak.9
6 Ibid hal 257 Sokhi Huda.2008. Tasawuf Kultural Fenomena Shalawat Wahidiyah. Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Hal 378 M. solihin-Rosyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan Makna Hidup. Bandung :Nuasa. Hal 1649 Ibid hal 165
5
Setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan seorang sufi untuk
memperdalam rasa ketuhanan:10
Pertama, munajat yaitu melaporkan diri ke hadhirat allah Swt atas
segala aktivitas yang dilakukan seseorang. Misalnya melontarkan keluhan
dan mengadukan nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji
keagungan. Hal ini lazim disampaikan dalam suasana yang hening seperti
setelah sholat tahajud.11
Kedua, zikir maut, yaitu melakukan zikir ke hadhirat allah seraya
mengingat mati (maut ) yang tak mungkin terhindarkan oleh siapa pun.
Seorang sufi berkeyakinan bahwa ingat akan mati merupakan rangkaian
aktivitas rahani yang perlu dibina dan dikembangkan. Dengan selalu
mengingat kematian yang setiap saat bisa dating juga berzikir dan
senantiasa mengingat allah, maka seseorang akan terpacu untuk beribadah
dan berbuat kebajikan.12
2. Tasawuf Amali
Dalam tasawuf amali (tasawuf amal) ada beberapa istilah yang perlu
diketahui. Pertama adalah murid yang terdiri atas 13:
1. Mubtadi’ artinya pemuda yaitu seseorang yang barumempelajari
syariat.
2. Mutawasith, yaitu seseorang yang sudah mempunyai pengetahui yang
cukup tentang syariat islam.
3. Muntahi, yaitu seseorang yang ilmu syariatnya telah matang. Selain
itu, dia telah menjalani tharikat dan mendalami ilmu batiniah sehingga
jiwanya bersih dan tidak melakukan maksiat.
Dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf
amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang
terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma’rifat.14
10 Ibid hal 16511 Ibid hal 16512 Ibid hal 16513 Ibid hal 16514 Ibid hal 166
6
Pertama, syariat yaitu amalan lahir yang penting dalam agama dan
biasa dikenal dengan rukun islam dan segala hal yang berhubungan
dengannya. Syariat bersumber dari alqu’ar dan hadist.15
Kedua, tharikat, yaitu tata cara yang telah digariskan dalam agama
dan dilakukan hanya karena penghambaan diri kepada allah dan karena
ingin berjumpa dengannya. Seseorang yang melaksanakan syari’at harus
berdasarkan tharikat tertentu seperti ditetapkan ketentuan yang bersifat
batiniah agar ketentuan lahiriah dapat mengantarkan seorang kepada akhir
perjalanannya melalui tahap demi tahap dan situasi demi situasi.16
Ketiga, hakikat yang diartikan sebagai aspek batiniah. Hakikat
merupakan rahasia yang paling dari segala amal, inti dari syari’at dan
akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.17
Keempat, ma’rifat yaitu pengalaman, pemahaman, dan
penghayatan yang mendalam tentang tuhan melalui hati sanubari yang
sedemikian lengkap dan luas, sehingga jiwa seorang sufi merasa menyatu
dengan tuhan.18
2.4 Ciri-Ciri dan Karakteristik tasawuf sunni
Tasawuf ini berkembang sejak zaman klasik Islam hingga zaman
modern dan sekarang sering digandrungi orang karena ajaran-ajarannya Dan
tasawuf ini berkembang sejak zaman klasik Islam hingga zaman modern dan
sekarang sering digandrungi orang karena ajaran-ajarannya tidak terlalu rumit.
Tasawuf jenis ini banyak berkembang di dunia Islam, terutama di negara-
negara yang bermazhab Syafi'i. Adapun ciri-ciri tasawuf Sunni adalah:19
a) Melandaskan diri pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Tasawuf jenis ini,
dalam pcngejawantahan ajaran-ajarannya, cenderung memakai landasan
al-Qur'an dan Hadist sebagai kerangka pendekatannya. Mereka tidak mau
menerjunkan pahamnya pada konteks yang berada di luar pembahasan Al-
Qur'an dan Hadist. Karena Al-Qur'an dan hadis yang mereka pahami,
15 Ibid hal 16616 Ibid hal 16617 Ibid hal 16718 Ibid hal 16719 Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin. 2004. Ilmu Tasawuf,. Bandung, : CV Pustaka Setia. hal 62
7
kalaupun harus ada penafsiran, sifatnya hanya sekedarnya dan tidak begitu
mendalam.20
b) Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat
pada ungkapan-ungkapan syathahat. Terminologi tersebut dikembangkan
tasawuf sunni secara lebih transparan, sehingga tidak kerap bergelut
dengan term-term syathahat. Kalaupun ada term yang mirip syathahat, itu
dianggapnya merupakan pengalaman pribadi, dan mereka tidak
menyebarkannya kepada orang lain. Pengalaman yang ditemukannya itu
mereka anggap pula sebagai sebuah karamah atau keajaiban yang mereka
temui. Dan ajarannya lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam
hubungan antara Tuhan dan manusia. Dualisme yang dimaksudkan di sini
adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun manusia dapat
berhubungan dengan Tuhan, dalarn hal esensinya, hubungannya tetap
dalam kerangka yang berbeda di antara keduanya. Sedekat apapun
manusia dengan Tuhannya tidak lantas membuat manusia dapat menyatu
dengan Tuhan.21
c) Al-Qur'an dan Hadist dengan jelas menyebutkan bahwa "inti" makhluk
adalah "bentuk lain" dari Allah. Hubungan antara Sang Pencipta dan yang
diciptakan bukanlah merupakan salah satu persamaan, tetapi "bentuk
lain". Benda yang diciptakan adalah bentuk lain dari penciptaan-Nya. Hal
ini tentunya berbeda dengan paham-paharn Tasawuf filosofis yang
terkenal dengan ungkapan-ungkapan keganjilannya. Kaum sufi Sunni
menolak ungkapan-ungkapan ganjil, seperti yang dikemukakan Abu Yazid
Al-Busthami dengan teori fana dan baqa-nya, Al-Hallaj dengan konsep
hulul-nya, dan Ibnu ‘Arabi dengan-konnsep wahdatul wujud-nya.22
d) Kesinambungan antara hakikat dengan syari'at. Dalam pengertian lebih
khusus, keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek batinialmya) dengan
fiqih (sebagai aspek lahirnya). Hal ini merupakan konsekuensi dari paham
diatas. Karena berbeda dengan Tuhan, manusia, dalam berkomunikasi
dengan Tuhan tetap pada posisi atau kedudukannya sebagai objek
20 Ibid hal 6221 Ibid hal 6222 Ibid hal 63
8
penerima informasi dari Tuhan. Kaum sufi dari kalangan Sunni tetap
memandang persoalan-persoalan lahiriah-formal, seperti aturan yang
dianut fuqaha. Aturan-aturan itu bahkan sering dianggapsebagai jembatan
untuk berhubungan dengan Tuhan. 23
e) Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan
pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah
takhalli, lahalli,' dan tajalli.24
2.5 Tokoh-Tokoh Tasawuf Sunni
1. Abdul Karim bin hazin (al Qusyairi)
Qusyairi mrupakan salah satu tokoh penting dalam tasawuf islam
pada kurun kelima hijriyah. Urgensinya itu tak lain disebabkan oleh
tulisannya tentang tasawuf dan para sufi kurun ketiga dan keempat
hijriyah, yaitu sufi-sufi yang mempunyai mainstream sum. Qusyairi
menjaga perkataan-perkataaan mereka, dan kontribusi mereka dalam
tasawuf dan tinjauan teoritis maupun praktis. 25
Qusyairi adalah keturunan arab, dan tumbuh di Naisamburi yang
merupakan salah satu pusat keilmuaan masa itu. Di sanalah Qusyairi
bertemu dengan gurunya, abi ali ad diqq, yang merupakan tokoh sufi
terkemuka. Qusyairi mengambil jalan kesufian darinya. Gurunya tersebut
memerintahkan kepadanya untuk menguasai keilmuan-keilmuan syari’at
trlebih dahulu. Sehingga ,qusyairi harus belajar ilmu fiqih kepada seorang
ahli fiqih bernama abu bakar at thusi, belajar ilmu kalam dan usul fiqih
kepada abu bakar bin furik dan abi hasan al isfirayin, dan juga
pernahmempelajari kitab al baqilani. Oleh karena itu, tertanam pada diri
qusyairi akidah ahli sunnah wa al jama’ah.26
Qusayairi merupakan salah satu pembela utama aliran tersebut
pada masanya dari hujaman-hujamann akidah mu’tazilah, karamilah,
muajssimah, dan syiah. Sehingga ia mendapatkan tekanan sangat keras
23 Ibid hal 6324 Ibid hal 6425 Abu Wafa’ al-ghanimi al-Taftazani. 2008. Tasawuf Islam Telaah Historis dan Perkembangannya. Jakarta : Gaya Media Permata hal 17626 Ibid 176
9
hingga dipenjara selama lebih dari satu bulan. Orang yang membaca
risalah qusyairiyah akan melihat dengan sangat jelas kecenderungan
qusyairi dalam membenarkan tasawuf sesuai dengan akidah dan ahli
sunnah. 27
Qusyairi juga mengkritisi sufi-sufi semasa dengannya yang
senantiasa mengenakan pakaian-pakaian orang miskin dan pakaian-
pakaian bulu, sedangkan perbutaannya dengan pakaian yang
dikenakannya itu. Oleh karena itu, qusyairi menekankan adanya perbaikan
batin dengan berpegang teguh pada al kitab dan sunnah.28
Qusyairi juga memberikan gambaran lain tentang penyelewangan
para sufi tentang orientasi awalnya. Sehingga menurutnya tasawuf perlu
diperbaiki, yaitu dengan mengembalikannya kembali pada akidah ahli
sunnah wal jama’ah dan mensuritauladani sufi-sufi sunni yang telah
disebutkannya dalam risalahnya itu.29
2. Abu Ismail Abdullah bin Muhammad al Ansari (al Harowi)
Salah satu sufi yang menyandarkan tasawufnya dengan sangat jelas
pada akidah Ahli sunnah, dan termasuk para pembaharu tasawuf pada
kurun kelima hijrah adalah al-Harowi. Ia termasuk orang orang-orang yang
menentangkeras mereka yang bersyatahat semisal Bustami dan Halaj.30
Al-harowi dari tinjauan dirinya sebagai penganut pahan Sunni yang
mengkritisi sufi-sufi yang mengungkapkan sebuah syatahat. Ia berkata :
“Salah dari meraka (sufi-sufi yang menyeleweng) ada orang yang
membedakan tingkatan-tingkatan khusus, dan orang-orang umum.
Sebagian dari mereka adalah seseorang yang menganggap syatahat sebagai
sebuah tingkatan (maqam), dan menyamakan antara pemilik eforia dengan
sufi-sufi yang kokoh. Mayoritas dari mereka tidak mengatakan tentang
tingkatan-tingkatan.”31
Al-Harowi sangat respek terhadap tingkatan ketentrama hati yang
muncul dari sebuah kerelaan terhadap Allah. Yaitu sebuah tingkatan yang
27 Ibid hal 17728 Ibid hal 17829 Ibid hal 178-17930 Ibid hal 179-18031 Ibid hal 180
10
tercegah dari syatahat. Dalam hal ini, ia berkata : “Derajat yang keempat
(dari tiga tingkatan pertama) adalah ketentraman yang muncul dari sebuah
kerelaan (ridha) dan tercegah dari syathahat yang menjijikkan, dan
pemiliknya berhenti pada batasan sebuah derajat.”32
Yang dimaksudnya dengan syathahat yang menjijikkan adalah
seperti yang dikatan oleh Abu Yazid dan semisalnya, berbeda dengan
Junaid, Sahal al-Tustari, dan orang-orang yang seperti keduanya. Sebab
ketentraman yang telah mereka peroleh, telah mencegah diri mereka
mengeluarkan perkataan-perkataan syathahat. Itu semua karena syathahat
disebabkan oleh tidak adanya sebuah ketentraman. Sehingga disaat
ketentraman tersebut bersemayam dalam hati, maka akan mencegahnya
untuk mengeluarkan syathahat, atau penyebab-penyebabnya.33
Sedangkan yang dimaksud dengan batasan sebuah derajat adalah
berhentinya sufi pada tingkatan penyembahan dan tidak melampaui
tingkatan penyembahan tersebut. Disaat ketentraman tersebut tidak
bersemayam selain dalam hati seorang wali atau nabi, maka ia
mengingkari dengan sangat jelas akan kewalian al-Bustami dan al-Halaj
karena syathahat yang keluar dari dirinya tersebut.34
3. Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al Ghazali (al Ghazali)
Imam al Ghazali dianggap sebagai pembela tasawuf Sunni
terdepan dalam Islam. Yaitusebuah tasawuf yang didirikan di atas akidah
ahli sunnah wal jama’ah, zuhud, kesederhanaan pendidikan jiwa dan
perbaikannya. Dalam hal ini, Imam Ghazali sepakat dengan mainstream
tasawuf al Qusyairi, al Harowi, dan orang-orang sebelumnya yang
mempunyai mainstream yang sama. Namun demikian, al Ghazali lebih
besar ketimbang mereka secra keskuruhan dari tinjauan kepribadian,
intelektualitas, tasawuf, dan keilmuannya. Maka tepat sekali jika al ghazali
dianggap sebagai sufi terbesar dalam islam. Kontribusinya dalam tasawuf
terhadap orang-orang setelahnya sangatlah besar.35
32 Ibid hal 18333 Ibid hal 18234 Ibid hal 182-18335 Ibid hal 183
11
Dalam bidang tasawuf, al ghazali membawa paham al Ma’rifah.
Namun, paham al Ma’rifah nya ini berbeda dengan al Ma’rifah yang
dibawa oleh Zunnun al Misri. Bagi al ghazali, Ma’rifah ialah mengetahui
rahasia tuhan dan mengetahui peraturan-peraturan-Nya mengenai segala
yang ada.36
Ma’rifah bagi al ghazali juga mengandung arti memandang kepada
wajah tuhan. Namun, bagi al ghazali ma’rifah itu lebih dahulu urutannya
daripada mahabbah, karena mahabbah timbul dari ma’rifah, dan mahabbah
baginya bukan dalam bentuk cinta yang diucapkan Rabi’ah, tetapi
mahabbahdalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik
kepadanya yaitu cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada
manusia yang member manusia hidup, rezeki, kesenangan dan lain-lain.37
Al Ghazali beranggapan bahwa pencapaian jalan sufi dalam
tasawuf adalah memutuskan diri dari belenggu-belenggu nafsu,
membersihkannya dari akhlak-akhlak yang tercela dari sifat-sifatnya yang
menjijikkan sehingga mampu mengosongkan hati dari segala sesuatu
selain Allah, dan menghiasinya dengan ingatan-ingatan (zikir) kepada-
Nya. Ia beranggapan pula bahwa para sufi adalah orang-orang yang
menempuh perjalanan yang paling baik, jalan mereka adalah jalan yang
paling benar, dan akhlak mereka adalah akhlak yang paling bersih.38
36 Abuddin Nata. 1995. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal 18137 Ibid hal 182 38 Abu Wafa’ al-ghanimi al-Taftazani. 2008. Tasawuf Islam Telaah Historis dan Perkembangannya. Jakarta : Gaya Media Permata hal 194
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tasawuf sunni adalah tasawuf yang konsisten dengan prinsip-
prinsip Islam yang masih dalam timbangan syara’, tasawuf ini kurang
memperhatikan ide-ide spekulatif karena mereka sudah merasa puas dengan
argumentasi yang bersifat naqli samawi.
Tasawuf sunni muncul pada abad ketiga dan keempat hijriah (masa
pengembangan). Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku perkembangan
doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan
moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu,
sehingga di angan mereka tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral
keagamaan. kemudian Pada abad kelima hijriah tasawuf sunni memenangkan
pertarungan dengan tasawuf semi falsafi. Kemenangan ini dikarenakan
menangnya teologi Ahl Sunnah wa al jama’ah yang dipelopori oleh Abu al
Hasan al Asy’ari (w. 324 H).
Tasawuf sunni ada 2 bagian yaitu tasawuf akhlaqi dan tasawuf amali.
Tasawuf akhlaqi (tasawuf akhlak) adalah laku tasawuf yang dihiasi dengan
akhlak yang baik, shat, dan terpuji sedangkan tasawuf amali adalah tasawuf
yang lebih menekankan pada pelaksanaan syari’at islam.
Ciri-ciri dan karakteristik tasawuf sunni yaitu
a) Melandaskan diri pada al-qur’an dan As-Sunnah
b) Tidak menggunakan termiologi-termiologi filsafat
c) Lebih mengajarkan dualism dalam hubungan antara tuhan dan manusia
d) Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at
e) Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan
pengotaban jiwa
Tokoh-tokoh tasawuf sunni adalah Abdul Karim bin hazin (al
Qusyairi), Abu Ismail Abdullah bin Muhammad al Ansari (al Harowi),
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al Ghazali (al Ghazali).
13
3.2 Saran
Penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam makalah ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
isi makalah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Kaf, Idrus. 2003. Bisikan-Bisikan Illah :Pemikiran Sufistik Imam
al Haddad Dalam Diwam Ad-Duri Al-Manzhum. Bandung: Pustaka
Hidayah
Syukur, Amin dan Masyharuddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf Studi
Intelektualisme Tasawuf Al Ghazali. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huda, Sokhi. 2008. Tasawuf Kultural Fenomena Shalawat Wahidiyah.
Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta.
Solihin, M dan Anwar, Rosyid. 2005. Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan
Makna Hidup. Bandung :Nuasa.
Anwar, Rosihon dan Solihin, Mukhtar. 2004. Ilmu Tasawuf,. Bandung, : CV
Pustaka Setia
Wafa’ al-ghanimi al-Taftazani, Abu . 2008. Tasawuf Islam Telaah Historis dan
Perkembangannya. Jakarta : Gaya Media Permata
Nata, Abuddin. 1995. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
15