latar belakang

26
A. JUDUL ISOLASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ENDOFIT Staphylococcus sp. (C 1 ) YANG BERASAL DARI SPONS LAUT Haliclona fascigera B. LATAR BELAKANG Peningkatan terapi antimikroba dan penemuan senyawa baru golongan antimikroba melalui cara penapisan kimia sintetik atau fermentasi, memacu perkembangan produksi senyawa antimikroba selama dasawarsa terakhir. Di sisi lain permasalahan resistensi antimikroba juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan penggunaannya. Hal ini memicu dilakukannya eksplorasi dan kajian potensi terhadap sumber daya alam sebagai upaya mengatasi masalah resistensi ini (Rante, 2012). Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan flora dan fauna. Banyak tumbuhan dan hewan yang di jadikan sumber bahan baku untuk berbagai produk. Menurut (Achmad, 2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik yang melimpah yang sebagian besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh karena itu, Indonesia 1

description

latar belakang

Transcript of latar belakang

Page 1: latar belakang

A. JUDUL

ISOLASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ENDOFIT

Staphylococcus sp. (C1) YANG BERASAL DARI SPONS LAUT Haliclona

fascigera

B. LATAR BELAKANG

Peningkatan terapi antimikroba dan penemuan senyawa baru golongan

antimikroba melalui cara penapisan kimia sintetik atau fermentasi, memacu

perkembangan produksi senyawa antimikroba selama dasawarsa terakhir. Di sisi

lain permasalahan resistensi antimikroba juga semakin meningkat seiring dengan

peningkatan penggunaannya. Hal ini memicu dilakukannya eksplorasi dan kajian

potensi terhadap sumber daya alam sebagai upaya mengatasi masalah resistensi

ini (Rante, 2012).

Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan flora dan fauna. Banyak

tumbuhan dan hewan yang di jadikan sumber bahan baku untuk berbagai produk.

Menurut (Achmad, 2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa

kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak

dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam

keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya

organik yang melimpah yang sebagian besar belum diteliti kandungan

kimianya. Oleh karena itu, Indonesia sangat prospektif untuk mengembangkan

kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut (Suriani et al., 2012).

Potensi terhadap bahan-bahan aktif antimikroba diantaranya berasal dari

spons, karang lunak, alga merah, dan lain-lain. Baru-baru ini spons dan karang

lunak banyak menjadi perhatian para peneliti produk alam karena terbukti

mengandung senyawa-senyawa aktif (Murniasih dan Satari, 1998).

Senyawa-senyawa aktif yang dihasilkan oleh mikroba endofit merupakan

metabolit sekunder, terbentuk karena hubungan simbiosis mutualisme antara

mikroba endofit dengan inangnya (Strobel, 2003). Hubungan simbiosis

mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara

mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi

1

Page 2: latar belakang

tumbuhan inang dari serangan mikroba patogen dengan senyawa yang dikeluarkan

oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa

metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk

membunuh mikroba patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang

dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya.

Jenis senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari bakteri yang

bersimbiosis dengan spons memperlihatkan kuantitas yang lebih banyak dari

mikroorganisme laut lainnya. Hal ini terutama dikarenakan kemudahan dalam

kultur massalnya. Jenis senyawa metabolit sekunder dari bakteri yang

bersimbiosis dengan spons sangat bervariasi yaitu dari golongan terpenoid,

alkaloid, poliketida, peptida siklik, derivat dari asam lemak dengan berat molekul

kecil, heterosiklik, hingga brominated pyrroles (Taylor et al., 2007).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah didapatkan 23 isolat bakteri

endofit dari spons Haliclona fascigera. Dari 23 isolat bakteri endofit yang

diisolasi dari spons Haliclona fascigera, 17 isolat bakteri memiliki aktivitas

terhadap bakteri Gram positif S. aureus, 1 isolat bakteri memiliki aktivitas

terhadap bakteri Gram negatif E. coli dan 3 isolat aktivitas terhadap jamur uji C.

albicans. Empat isolat yang diidentifikasi adalah isolat bakteri A1 yang aktif

terhadap S. aureus dan E. coli, isolat bakteri C1 yang aktif terhadap bakteri uji S.

aureus dan jamur uji C. albicans dan bakteri HA1 dan H1RE1 yang memiliki

aktifitas yang baik terhadap bakteri uji S. aureus (Febrianto, 2014).

Isolat bakteri C1 sebelumnya telah diidentifikasi secara mikroskopis. Hasil

yang ditunjukkan adalah isolat bakteri C1 berbentuk coccus. Selain itu, telah

dilakukan uji katalase untuk membedakan antara kelompok Staphylococcus

dengan Streptococcus, dimana menurut Lay (1994) uji katalase bisa digunakan

untuk mengidentifikasi bakteri berbentuk coccus, dimana kelompok

Staphylococcus bersifat katalase positif dan Streptococcus bersifat katalase

negativ. Dari hasil uji katalase telah dipastikan isolat bakteri C1 ini bersifat

katalase positif, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa isolat bakteri C1

merupakan kelompok Staphylococcus (Febrianto, 2014).

2

Page 3: latar belakang

Dari hasil uji aktivitas sebelumnya, isolat bakteri C1 memiliki aktivitas

terhadap bakteri uji S. aureus dengan diameter hambat sebesar 10 mm, 12 dan 15

mm pada konsentrasi berturut- turut 0,5%, 1% dan 2% dan memiliki aktivitas

terhadap jamur uji C. albicans dengan diameter hambat 11 mm dan 14 mm pada

konsentrasi berturut-turut 1% (Febrianto, 2014).

Berdasarkan hal diatas, dalam penelitian kali ini akan dilakukan isolasi

senyawa antimikroba dari bakteri endofit Staphylococcus sp. (C1) yang berasal

dari spons laut Haliclona facigera dan penelitian ini merupakan penelitian

lanjutan.

C. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri

Staphylococcus sp. yang berasal spons Haliclona fascigera?

2. Bagaimana aktivitas senyawa antimikroba hasil isolasi?

3. Bagaimana karakter dari senyawa antimikroba hasil isolasi yang

dihasilkan?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengisolasi senyawa antimikroba dari isolat bakteri Staphylococcus

sp. (C1) asal spons Haliclona fascigera

2. Untuk menentukan aktivitas antimikroba senyawa hasil isolasi isolat

bakteri Staphylococcus sp. (C1) asal spons Haliclona fascigera

3. Untuk menentukan karakter senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh

isolate bakteri Staphylococcus sp. (C1)

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

1. Didapatkan senyawa antimikroba dari isolat isolat bakteri

Staphylococcus sp. (C1) asal spons Haliclona fascigera

2. Dihasilkannya jurnal terakreditasi nasional yang bermanfaat.

3

Page 4: latar belakang

F. KEGUNAAN

1. Mendapatkan senyawa antimikroba hasil isolasi dari isolat bakteri

Staphylococcus sp. (C1) asal spons Haliclona fascigera

2. Mengetahui karakter dari senyawa antibakteri yang didapatkan dari

isolasi.

G. TINJAUAN PUSTAKA

I. Spons Laut (Porifera)

I.1 Tinjauan Umum

Porifera berasal dari bahasa latin “porus” yang artinya lubang, “fere”

artinya mengandung/memiliki. Porifera merupakan hewan sederhana, terdapat

sekitar 9000 spesies. Ciri khas porifera adalah tubuhnya berpori seperti busa atau

spons sehingga porifera desebut juda sebagai hewan spons. Bentuk tubuhnya

bervariasi, ada yang seperti vas bunga, bercabang, bulat, kantung, tidak

teratur. Ukuran tubuh porifera antara 1 mm - 2 m (tinggi). Warna tubuhnya

bermacammacam, ada yang merah, orange, kuning, biru, ungu, hitam (Sa‟adah,

2011).

Habitat porifera sebagian besar di laut, sebagian kecil di air tawar

(satu familia). Semua sesil tidak bergerak dan menempel pada substrat yang

terdapat di air, seperti bebatuan. Porifera laut mempunyai warna yang cerah.

Porifera air tawar ukuran kecil warna biasanya hijau (Sa‟adah, 2011).

II. Spon Laut Haliclona fascigera

2.1 Klasifikasi (Mayers, et al., 2008)

Spon laut Haliclona fascigera diklasifikasikan sebagai :

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongea

Ordo : Haplosclerida

Famili : Chalinidae

Genus : Haliclona

Spesies : Haliclona fascigera

4

Page 5: latar belakang

2.2 Morfologi

Spon laut Haliclona fascigera merupakan hewan metazoa sederhana,

berbentuk pipa, bewarna ungu, pada tubuhya terdapat banyak pori dengan

diameter 56-72 µm dan memiliki skeleton spikula satu yang diperkuat dengan

adanya saluran spikula dan spongin. Spon ini tumbuh melekat pada permukaan

karang pada kedalaman ± 15 m. Tinggi tubuhnya sekitar 5-14 cm. Biasa

ditemukan pada perairan Indonesia (Weerdt and Van Soest, 2001).

`

2.3 Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Spon Laut Genus Haliclona

Dari penelusuran literatur terhadap genus Haliclona di laporkan memiliki

beberapa kandungan kimia yang menarik adalah haliclotriol A dan B (triterpen

ketida), papuamine, dan haliclonadiamine A (alkaloid) yang memiliki aktivitas

sebagai antimikroba (Ely, et al., 2004), manazamines (Kobayashi, et al., 1995),

dan haliclamine A (Arai, et al., 2008).

Bioaktifitas senyawa-senyawa yang berasal dari genus Haliclona telah

banyak diketahui diantaranya adalah haliclotriol A dan B (triterpen ketida),

papuamine, dan haliclonadiamine A, (alkaloid) aktif antimikroba, adociasulfate,

10 (triterpen hidroquinon sulfat) aktif sebagai rotein kinase, haliclonacyamine

A, haliclonacyamine B dan halitulin (alkaloid) bersifat sitotoksik, dan

halicyclamine A (alkaloid) sebagai anti TBC.

2.4 Asosiasi Spon dengan Bakteri Endofit

Interaksi antara spon dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Untuk spon,

mikroba yang berbeda dapat diartikan sebagai sumber makanan, patogen/parasit

atau sebagai simbion mutualisme. Bakteri yang berasosiasi dengan spons dapat

mencapai 40% dari jaringan spons dengan kepadatan 109sel bakteri per mm

jaringan spons (Hofman et al., 2005).

Untuk spons laut genus haliclona telah banyak diteliti dan setidaknya

terdapat 190 metabolit sekunder yang menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba,

antifungi, antimalarial, dan sitotoksik yang berhasil diisolasi. (Yu et al, 2006).

Salah satu spons genus Haliclona yang menunjukkan hubungan asosiasi

dengan bakteri yaitu Haliclona simulans yang diperoleh dari pesisir barat Ireland,

5

Page 6: latar belakang

terdapat 52 isolat bakteri yang termasuk dalam genus Pseudoalteromonas,

Pseudomonas, halomonas, Psychrobacter, Marinobacter, Sulfitobacter,

Pseudovibrio, Salegentibacter, Bacillus, Cytophaga, Rhodococcus dan

Streptomyces (Li et al, 2007).

III. Bakteri

3.1 Tinjauan Umum

Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relative sederhana. Karena

materi genetik tidak diselimuti oleh selaput membrane inti, sel bakteri disebut

dengan sel prokariot. Secara umum, sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu

bentuk basil/batang, bulat atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks

karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan. Bakteri umumnya

bereproduksi dengan cara membelah dan mencari diri menjadi dua sel yang

berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri

umumnya menggunakan bahan kimia organic yang dapat diperoleh secara alami

dengan membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis ataupun memperoleh

nutrisi dari substansi organik (Radji, 2011).

3.2 Fase Pertumbuhan

(Kar, 2008)

Keterangan (Radji, 2011)

A. Fase Lag

Fase ini merupakan fase awal, yaitu jumlah sel sangat sedikit karena

6

Page 7: latar belakang

sel belum mengalami pembelahan sel dalam media baru. Fase lag ini

dapat berlangsung selama 1 jam atau beberapa hari.

B. Fase Log

Pada fase ini, sel mulai membelah dan memasuki masa pertumbuhan

atau penambahan jumlah sel secara logaritmik dan disebut dengan

fase eksponensial. Metabolism sel paling aktif pada fase ini.

C. Fase Stasioner

Pada fase ini tingkat pertumbuhan melambat, jumlah sel yang mati

mengimbangi jumlah sel baru dan populasi menjadi stabil. Aktivitas

metabolisme juga melambat pada fase ini.

D. Fase Kematian

Jumlah kematian sel pada akhirnya akan melampaui jumlah sel baru

yang terbentuk dan populasi sel mulai memasuki fase kemaian. Fase

ini berlanjut sampai populasi menyusut menjadi fraksi kecil atau

seluruh populasi mati.

IV.Bakteri Staphylococcus

IV.1 Morfologi

Bakteri Staphylococcus termasuk dalam famili Micrococcaceae. Bakteri

ini berbentuk bulat. Koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah

anggur. Menurut bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti

bulat atau bola.

V. Metode

5.1 Ekstraksi dan Fraksinasi

5.1.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan senyawa-senyawa kimia dari

tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya menggunakan pelarut tertentu. Teknik

yang umum digunakan dalam proses ekstraksi adalah maserasi, perkolasi,

sokletasi, perebusan, dan lain-lain (Departemen Kesehatan RI, 2000).

7

Page 8: latar belakang

5.1.2 Fraksinasi

Fraksinasi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa bahan alam

berdasarkan perbedaan sifat kelarutannya dalam kondisi tertentu. Pada prinsipnya

proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan dua pelarut yang tidak

bercampur (Departemen kesehatan RI, 2000).

5.2 Pemisahan dan Pemurnian

5.2.1 Kromatografi

Metode yang umum digunakan untuk memisahkan komponen – komponen

senyawa hasil ekstraksi dan fraksinasi menjadi komponen senyawa sederhana atau

tunggal yaitu dengan metode kromatografi. Kromatografi Lapis Tipis adalah

teknik analisa untuk tujuan kualitatif, Sedangkan untuk pemisahan dalam jumlah

besar dapat digunakan kromatografi kolom (Jeffery, 1989).

5.2.2 Pemurnian

Senyawa hasil isolasi jarang didapatkan senyawa murni, biasanya dicemari

oleh senyawa lain selama isolasi. Salah satu pemurniannya adalah dengan

rekristalisasi yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan zat utama yang akan

dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran

pelarut yang cocok (Harborne, 1987).

5.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri (Reeves, 1978 ; Berghe dan Vlietinck,

1991)

5.3.1 Metoda Difusi

Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian

aktivitas antibakteri. Pada metoda ini, pencadang (reservoir) yang mengandung

sampel uji ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan

bakteri uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang diukur.

Prinsip metoda difusi yaitu uji potensi ekstrak berdasarkan luas daerah hambatan

pertumbuhan bakteri karena berdifusinya ekstrak dari titik awal pemberian ke

daerah difusi.

8

Page 9: latar belakang

5.3.2 Metoda Dilusi

Metoda dilusi merupakan metoda yang paling sederhana dibandingkan

metoda pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan

medium cair yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metoda ini

adalah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu

masing-masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media. Setelah

inkubasi, diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan

dari masing-masing konsentrasi ekstrak yang dibandingkan dengan kontrol.

Konsentrasi ekstrak terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan

dengan tidak adanya kekeruhan, disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC).

5.3.3 Metoda Bioautografi

Bioautografi adalah metoda untuk mengetahui lokasi aktivitas antibakteri

pada kromatogram. Metoda ini berdasarkan pada metoda difusi, dimana sampel

akan berdifusi dari kromatogram ke medium yang telah diinokulasi dengan

bakteri uji dan daerah hambat dapat terlihat tepat pada bercak kromatogram.

Metoda ini sangat membutuhkan perlengkapan mikrobiologi yang kompleks,

masalah perbedaan difusi senyawa dari kromatogram ke medium agar,

konsentrasi bercak pada kromatogram yang tidak terukur dan mudahnya

kontaminasi oleh mikroba udara, membuat metoda ini agak rumit dalam

pengerjaannya. Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspense

bakteri, kemudian diinkubasi selama beberapa hari. Daerah hambatan

divisualisasikan dengan penampak noda, seperti garam tetrazolium (Betina,

1973).

5.4 Karakteristik Senyawa Hasil Isolasi

5.4.1 Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi

senyawa yang terdapat pada senyawa organik, tapi penggunaanya dalam

penentuan senyawa organik masih terbatas. Setiap frekuensi sinar (termasuk infra-

9

Page 10: latar belakang

merah) mempunyai energi tertentu, apabila frekuensi tertentu diserap ketika

melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut di

transfer ke saenyawa tersebut. Energi pada radiasi infra-merah sebanding dengan

energi yang timbul pada getaran – getaran ikatan (Sastrohamidjojo, 1991;

Dachriyanus, 2004).

H. METODE PELAKSANAAN

1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014

di Laboratorium Biota Sumatera dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi,

Universitas Andalas.

1.2 Alat dan Bahan

1.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, pipet mikro,

tabung reaksi, tabung sentrifus, rak tabung reaksi, cawan petri steril, pipet

volumetrik, laminar air flow, lemari aseptik, timbangan, hotplate, jangka sorong

(mm), kapas, kain kasa, lampu spiritus, beaker glass, gelas ukur, jarum ose,

incubator, vortex, bunsen, shaker, sentrifus, autoklaf, Spektrofotometer IR dan

kamera.

1.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel isolat bakteri

Staphylococcus sp. (C1), air laut steril, aquades, medium Nutrient Broth (NB)

(Merck®), medium Nutrient Agar (NA) (Merck®), NaCl fisiologis, plat KLT,

KOH 15%, tisu, kertas cakram steril, pot steril, antibiotik oksitetrasiklin, dan

bakteri uji yang terdiri dari: Escherichia coli dan Staphylcoccus aureus.

1.3 Cara Kerja

1.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan (Hadioetomo, 1990)

Alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeringkan.

10

Page 11: latar belakang

Vial, pipet, gelas ukur, tabung reaksi dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan

kapas dan kain kassa, kemudian dibungkus dengan kertas aluminium foil.

Kertas cakram dimasukan ke dalam salah satu cawan petri dan semua cawan

petri dibungkus secara terpisah dengan kertas aluminium foil. Kemudian

semua alat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs

selama 15 menit. Pinset dan jarum ose disterilkan dengan cara flambier pada

lampu spiritus. Laminar Air Flow (LAF) disterilkan dengan cara menyalakan

lampu UV-nya selama 5 menit. Air laut steril didapatkan dengan cara

mensterilkan air laut dengan autoklaf pada suhu 121 ºC dengan tekanan 15 lbs

selama 15 menit.

1.3.2 Pembuatan Media Pembenihan

1. Nutrient Broth (NB) (Merck®)

Sebanyak 8 gram serbuk Nutrient Broth dilarutkan dengan 1 liter air

suling dalam Erlenmeyer dan dipanaskan diatas hotplate menggunakan magnetic

stirrer sampai terbentuk larutan jernih. Kemudian disterilkan didalam autoklaf

pada suhu 1210C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit.

2. Nutrient Agar (NA) (Merck®)

Sebanyak 20 gram serbuk Nutrient Agar dilarutkan dengan 1 liter air

suling dalam erlenmeyer dan dipanaskan diatas hotplate menggunakan

magnetic stirrer sampai terbentuk larutan jernih. Kemudian disterilkan di

dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit.

1.3.3 Identifikasi isolat bakteri endofit Staphylococcus sp. (C1)

Isolat bakteri C1 diidentifikasi dengan pewarnaan gram dan dilihat bentuk

mikroskopisnya dibawah mikroskop.

1.3.4 Penentuan waktu fermentasi optimum isolat bakteri endofit

Staphylococcus sp. (C1)

Koloni bakteri endofit yang telah diinkubasi pada medium NA selama 24

jam pada suhu 37oC, diambil 1 ose dan dipindahkan kedalam 10 mL medium NB

dan dihomogenkan. Media diinkubasi selama 24 jam, suhu 37oC kemudian

11

Page 12: latar belakang

digunakan sebagai starter inokulum.

Sebanyak 10 mL starter inokulum koloni bakteri endofit diinokulasi

kedalam 100 mL media fermentasi NB, dan diinkubasi pada temperatur ruang

dengan rotary shaker kecepatan 150 rpm selama 96 jam. Pada waktu 0, 24, 30,

48, 72, dan 96 jam waktu inkubasi produksi metabolit antimikroba, pengukuran

bakteri endofitik ini diukur ODnya dengan menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 600 nm.

1.3.5 Fermentasi isolat bakteri Staphylococcus sp. (C1)

Fermentasi isolat bakteri Staphylococcus sp. (C1) dilakukan dengan

fermentasi cair menggunakan media NB. Koloni isolat bakteri Staphylococcus. sp

(C1) pada cawan petri yang telah diinkubasi selama 1-2 hari diambil, kemudian

biakan bakteri tersebut diinokulasikan ke dalam media NB sebanyak 5000 ml

dalam 20 labu Erlenmeyer ukuran 500 mL yang berisi 250 mL medium.

Selanjutnya dirotary shaker 150 rpm dan diinkubasi pada suhu kamar.

1.3.6 Ekstraksi senyawa metabolit sekunder

Kultur dari isolat bakteri disaring terlebih dahulu, kemudian filtrat yang

didapat diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dengan perbandingan volume 2 : 1

(pelarut : filtrat) tiga kali pengulangan tiap-tiap 12 jam. Ekstrak organik yang

didapat kemudian di uapkan pelarutnya dengan rotary evaporator sehingga

didapat ekstrak kering.

1.3.7 Pemisahan dan Pemurnian senyawa hasil isolasi

Pemisahan senyawa hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan

kromatografi kolom. Fraksi yang keluar dari kolom kromatografi ditampung dan

dimonitor dengan Kromatografi Lapis Tipis.

1.3.8 Persiapan Bakteri Uji

Bakteri uji dari stok kultur murni ditanam pada agar miring NA, lalu

diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C.

12

Page 13: latar belakang

Koloni bakteri uji diambil dari agar miring 1-2 ose lalu disuspensikan

dalam NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi steril. Kemudian dihomogenkan

dengan vortex. Konsentrasi atau kekeruhan diukur dengan spektrofotometer UV-

Vis sehingga diperoleh suspensi dengan transmitan 25% pada λ 580 nm.

1.3.9 Uji Aktifitas Antibakteri

Sebanyak 0,1 ml (100 µl) suspensi bakteri dipipet dengan pipet mikro

dimasukkan kedalam cawan petri steril kemudian dimasukkan media NA dalam

kondisi cair (± 50°C) sebanyak 12 ml, dihomogenkan dengan cara cawan petri

digoyang hingga homogen kemudian dibiarkan memadat. Selanjutnya

diletakkan kertas cakram steril yang telah ditetesi 10 µl suspensi isolat bakteri

yang akan diuji diatas permukaan medium. Inkubasi pada suhu 37°C selama 18-

24 jam. Setelah diinkubasi dilihat apakah terdapat zona bening disekitar kertas

cakram. Jika terdapat zona bening maka jamur tersebut menghasilkan senyawa

bioaktif sebagai antibakteri. Sebagai kontrol negatif digunakan kertas cakram

kosong steril dan sebagai kontrol positif digunakan larutan kloramfenikol 0,3%

untuk bakteri sebanyak 10 µl.

1.3.10 Karakterisasi Struktur Kimia Senyawa Hasil Isolasi

Karakterisasi senyawa hasil isolasi, meliputi pemeriksaan organoleptis,

pemeriksaan kimia, kromatografi dan kemudian dilakukan pemeriksaan

fisikokimia menggunakan spektrofotometer inframerah.

1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan ini meliputi bentuk, warna dan bau senyawa hasil isolasi.

2. Pemeriksaan kimia, meliputi :

a. Uji Alkaloid (Pereaksi Dragendorff dan Pereaksi Meyer’s)

b. Uji Triterpenoid dan Steroid/Uji Liebermann-Burchard

c. Uji Fenol

d. Uji Saponin/Uji Forth

13

Page 14: latar belakang

3. Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis

Pemeriksaan KLT dilakukan untuk menunjukkan kemurnian dan

penentuan Rf dari senyawa hasil isolasi dengan beberapa fasa gerak yang sesuai.

Pada penelitian ini fasa geraknya adalah ekstrak hasil isolasi dan fasa diamnya

adalah silica gel. Sebagai penampak noda digunakan lampu UV 254nm dan UV.

Noda yang terlihat dibawah UV diukur Rf-nya. Untuk senyawa yang tidak

mempunyai gugus kromofor (tidak terlihat dibawah UV), pemeriksaan kemurnian

dilakukan dengan menggunakan penampak bercak H2SO4 365nm 5% dalam

metanol yang disemprotkan pada plat KLT kemudian dipanaskan.

5. Spektrofotometer Inframerah

Spektrum IR diukur dengan menggunakan alat Infrared Spektrofotometer

Perkin Elmer Spectrum One. Kira-kira 1-2 mg sampel digerus homogen dengan

100 mg kalium bromida. Campuran dikempa dengan kekuatan 10 ton/cm,

sehingga terbentuk sebuah pellet yang tipis dan transparan, kemudian diukur

serapannya.

14

Page 15: latar belakang

1.4 Jadwal Kegiatan

Tabel 1. Jadwal Perencanaan Kegiatan Penelitian

No KegiatanBulan Ke

1 2 3 4 5

1 Fermentasi bakteri endofit spon

Haliclona fascigera

2 Ekstraksi dan isolasi senyawa

antibakteri

3 Uji aktivitas antibakteri

senyawa hasil isolasi

4 Identifikasi/karakterisasi

senyawa hasil isolasi

5 Analisis data

6 Penulisan laporan akhir

penelitian

15

Page 16: latar belakang

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 2004. Empat puluh tahun dalam kimia organik bahan alam tumbuh-tumbuhan tropika Indonesia, Rekoleksi dan Prospek. Bulletin of The Indonesian Society of Natural Products Chemistry, 4(2) : 5-54

Arai, M, Sobou, M, Vilcheze, C, Baughn, A, Hashizume, H, Pruksakorn, P, Ishida, S, Matsumoto, M, Jacobs, WR & Kobayashi, M .2008. Halicyclamine A, a marine spongean alkaloid as a lead for antituberculosis agent. Bioorganic & Medical Chemistry, vol.16, pp.6732-6736.

Berghe, D. A. V. and A. J. Vlientinck. 1991. Screening Methods for Antibacterial and Antiviral Agents from Higher Plants. in Hostettmann (Ed). A Methods in Plant Biochemistry, 6, 47-68.

Betina, V. 1973. Bioautography in Paper and Thin Layer Chromatography and Its Scope in The Antibiotik Field. J. Chromatography, 78, 31-34.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri,Cetakan pertama, Padang, CV. Trianda Anugrah Pratama, hal. 1-2.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, hal 82-84.

Ely R, Supriya T, & Naik CG .2004. Antimicrobial activity of marine organisms collected off the coast of south east India , Elsevier Sciences, vol.309, pp.121-127.

Febrianto, R.E. 2014. Penapisan Aktivitas Antimikroba Bakteri Endofit dari Spon Laut Haliclona fascigera Asal Perairan Pulau Mandeh Pesisir Selatan Sumatra Barat. Padang: Skripsi S1 Universitas Andalas.

Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Garamedia.

Harborne, J.B. .1987. Metode Fitokimia. Edisi ke dua. ITB: Bandung.

Hoffmann F, Larsen O, Thiel V, Rapp HT, Pape T, Michaelis W, and Reitner J. 2005.An anaerobic world in sponges. J Geomicrobiol, 22:1–10.

Jeffery G H, Basset J, Mendham J, Denney RC. 1989. Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis 5th Ed. London: Longman Scientific and technical.

16

Page 17: latar belakang

Kar, A. 2008. Pharmacetical Microbiology. New Delhi: New Age International Publisher.

Kobayashi M, Chen YJ, Aoki Y, Ishida T & Kitagawa I .1995. For new and carboline alkaloids isolated from two Okinawa marine sponges of Xestospongia sp. and Haliclona sp. Tetrahedron, vol.51, pp.3727-3736.

Li, Z.; He, L.; Miao, X. Cultivable bacterial community from South China Sea sponge as revealed by DGGE fingerprinting and 16S rDNA phylogenetic analysis. Curr. Microbiol. 2007, 55, 465–472.

Mayers P, Espinosa, Parr CS, Jones, Hammond GS, & Dewey TA .2008. The Animal diversity web, Diakses 3 Februari 2013 dari http://animaldiversity.org.

Murniasih, T dan Satari, R. 1998. Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari /Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia. Laboratorium Produk Alam Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI.

Radji, M. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC.

Rante, H. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Actiomycetes – Asosiasi Spons Penghasil Antibiotik Koleksi Pulau Barrang Lompo Makassar. Yogyakarta: Skripsi S1 Universitas Gajah Mada.

Reeves, D. S., I. Phillips, J.D. Williams and R. Wise. 1978. Laboratory Methods in Antimicrobial Chemoterapy. New York: Churchill Livingstone.

Sa‟adah, Sumiyati. 2011. Porifera. Zoologi Invertebrata. UIN SGD: Bandung.

Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektrosfotokopi, edisi kedua. Jogjakarta: PenerbitLiberty.

Strobel, G.A. 2003. Endophytes as sources of bioactive products. pp.11

Suriani, Hanapi U., Ahyar A.. 2012. Isolasi, karakterisasi dan uji bioaktifitas metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp. Marina Chimica Act, 2-7.

Taylor MW, Radax R, Steger D, and Wagner M. 2007.Sponge-associated microorganisms:evolution, ecology, and biotecnological potential. Microbio Mol Bio Rev, 2:295347.

Weerdt, WH & Van Soest, RWM. 2001. Haliclona (Halichoclona) vanderlandi spec. nov (Porifera: Demospongiae: Haplosclerida) from Indonesia. Zool. Verh. Leiden, vol.334, pp.189-194.

17

Page 18: latar belakang

Yu, S., Deng, Z., Proksch, P., Lin, W. Oculatol, oculatolide and A-nor sterols from the sponge Haliclona oculata. J. Nat. Prod. 2006, 69, 133

Lampiran I. Skema Kerja

18

Isolat Bakteri Endofit

Ekstrak Etil Asetat Ampas

Ekstrak Kental

Fraksi Hasil Kromatogram

- Difermentasi menggunakan media NB- Inkubasi selama 2 hari dengan rotary shaker- Tambahkan Etil Asetat, saring lalu pisahkan

dengan corong pisah

- Uapkan pelarut dan pekatkan dengan rotari evaporator.

- Kromatografi Kolom

- Monitoring Hasil KLT

- Uji Aktivitas Antibakteri

Karakter Senyawa Antimikroba

- Karakterisasi senyawa secara fisika, kimia, dan fisikokimia

Senyawa Isolat Murni