Latar Belakang

6
A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan kejadian yang masih banyak ditemui di Indonesia. Data survey sosial ekonomi nasional menyatakan adanya masalah dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, yaitu 7,5 juta wanita usia subur menderita kurang gizi, padahal pada usia ini adalah usia yang baik bagi wanita untuk melahirkan. Dan 50% ibu hamil menderita anemia kurang gizi, hal ini akan mengancam kesehatan bayi di dalam kandungan, bahkan bisa sampai terjadi keguguran atau abortus (Kirana, 2005). Abortus merupakan salah satu penyulit yang menyertai suatu kehamilan. Manuaba (1998, p.214) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mencetuskan suatu penyulit pada kehamilan tersebut. Diantaranya, faktor tersebut adalah pengawasan ante natal masih belum memadai sehingga penyakit hamil dan hamil resiko tinggi tidak atau terlambat untuk diketahui. Disamping itu ada pula faktor sosial yaitu faktor gizi masyarakat yang belum memenuhi untuk kesehatan ibu hamil

description

jj

Transcript of Latar Belakang

Page 1: Latar Belakang

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan kejadian

yang masih banyak ditemui di Indonesia. Data survey sosial ekonomi nasional menyatakan

adanya masalah dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, yaitu 7,5 juta wanita usia subur

menderita kurang gizi, padahal pada usia ini adalah usia yang baik bagi wanita untuk

melahirkan. Dan 50% ibu hamil menderita anemia kurang gizi, hal ini akan mengancam

kesehatan bayi di dalam kandungan, bahkan bisa sampai terjadi keguguran atau abortus

(Kirana, 2005).

Abortus merupakan salah satu penyulit yang menyertai suatu kehamilan. Manuaba

(1998, p.214) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mencetuskan suatu penyulit

pada kehamilan tersebut. Diantaranya, faktor tersebut adalah pengawasan ante natal masih

belum memadai sehingga penyakit hamil dan hamil resiko tinggi tidak atau terlambat untuk

diketahui. Disamping itu ada pula faktor sosial yaitu faktor gizi masyarakat yang belum

memenuhi untuk kesehatan ibu hamil dan menyusui, serta faktor pendidikan dari masyarakat

yang tergolong masih rendah.

Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar

kandungan (Manuaba 1998, p.214). Adapun pengeluaran hasil konsepsi tersebut terjadi pada

usia kehamilan kurang dari 20 minggu, atau berat janin kurang dari 600 gram (Mansjoer dkk.

2001, p. 260).

Kejadian abortus sulit untuk diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan

banyak yang dilakukan atas permintaan, keguguran spontan diperkirakan sebesar 10%

sampai 15% (Manuaba 1998, p. 214).

Page 2: Latar Belakang

Data di bangsal kebidanan dan kandungan RSUD Purbalingga menunjukkan bahwa

dari 1.920 pasien yang keluar masuk selama tahun 2005, terdapat kasus abortus sejumlah 231

pasien atau 12,03%, dan pada tahun 2006 dari 1.729 pasien yang keluar masuk, terdapat

kasus abortus sejumlah 218 pasien atau 12,61%, sedangkan dalam satu semester pada tahun

2007 ini dari 934 pasien yang keluar masuk, terdapat kasus abortus sejumlah 97 pasien atau

10,39% dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

Krisis kehidupan situasional dapat dialami pada masa usia subur bila suatu keluarga

mengalami infertilitas, persalinan atau kelahiran prematur, bayi yang meninggal dalam

kandungan atau segera setelah mengandung (abortus). Seluruh situasi ini memiliki

denominator yang sama yaitu mereka kehilangan yang mereka harapkan, impikan atau

rencanakan (Bobak 2005, p. 936-937).

Kehilangan dan kematian adalah suatu peristiwa dari pengalaman manusia yang

bersifat universal dan unik secara individual, sedangkan kehilangan adalah situasi aktual atau

potensial dimana sesuatu yang bernilai bagi seseorang diubah, tidak berlangsung lebih lama

atau hilang (Potter & Perry 2002, p. 585).

Tipe kehilangan ada dua macam yaitu kehilangan aktual dan kehilangan yang

dirasakan (Potter & Perry 2002, p. 585). Pada abortus kehilangan yang terjadi adalah

kehilangan yang aktual, dapat dengan mudah diidentifikasi oleh orang lain dan dapat

berespon atau antisipasi terhadap situasi kehilangan. Namun respon kehilangan individu

adalah sangat variatif, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin,

status sosial ekonomi, dan pendidikan sangat mempengaruhi respon terhadap kehilangan

yang terjadi (Potter & Perry 2002, p. 585).

Page 3: Latar Belakang

Data statistik kehilangan pada usia subur tidak jelas. Setiap tahunnya di Amerika

Serikat hampir sekitar 750.000 bayi meninggal akibat keguguran (kehamilan yang berakhir

sebelum usia gestasi 20 minggu), dan lebih dari 1,4% kehamilan merupakan kehamilan

ektopik atau kehamilan yang berlangsung di luar uterus dan biasanya terjadi di tuba falopi

(Bobak 2005, p. 237).

Respon kehilangan setiap individu didasari pada pola pikir dan kepribadiannya.

Adapun hubungan antara pendidikan dengan pola pikir dan kepribadian seseorang adalah

sebagaimana dikemukakan oleh Dalyono (2005 p.130) bahwa tinggi rendahnya pendidikan

dan jenis sekolah turut menentukan pola pikir serta kepribadian seseorang.

Berdasarkan pengamatan peneliti selama menjalankan tugas di Bangsal Kebidanan

dan Kandungan RSUD Purbalingga, bahwa pasien yamg mengalami abortus tampak tidak

ada masalah terhadap kehilangan yang mereka alami namun secara psikologis belum

dilakukan pengkajian lebih lanjut bagaimanakah perasaan seseorang yang mengalami

abortus, calon anak yang diharapkan ternyata gagal untuk dimiliki.

Penelitian yang menggunakan variabel tingkat pendidikan atau tingkat pengetahuan

yang dihubungkan dengan perilaku ataupun respon terhadap suatu kejadian atau fenomena

jumlahnya tidak sedikit, dan penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi perilaku/respon individu terhadap suatu fenomena. Sebagaimana

penelitian yang dilakukan oleh Lin (2006) yang menyatakan bahwa sejarah kehamilan dan

variabel demografis membantu menjelaskan perbedaan dalam merespon duka cita.

Disamping itu pula Lin mengungkapkan bahwa faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,

dukungan sosial, kepuasan dalam perkawinan, pengalaman kehilangan sebelumnya

mempengaruhi respon terhadap kehilangan dan duka cita.

Page 4: Latar Belakang

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian

mengenai respon terhadap kehilangan yang dialami pasien abortus di rumah sakit yang secara

khusus dikaitkan dengan tingkat pendidikannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut “Adakah hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon

terhadap kehilangan pada pasien abortus ?”