Latar Belakang

10
1 A. PENDAHULUAN Latar Belakang Cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan yang tidak dapat diabaikan. Anak-anak termasuk rentan terkena cacingan. Anak yang mengalami cacingan identik dengan berbadan kurus, perut buncit, wajah pucat dan sebagainya. Cacingan bisa mempengaruhi kondisi gizi pada anak, karena zat-zat gizi pada anak akan digrogoti oleh cacing yang terus berkembang biak. Semakin banyak cacing, semakin banyak pula zat gizi yang diambil sehingga anak mengalami kondisi kurang gizi. Penyakit cacingan juga berdampak buruk terhadap tingkat kecerdasan, perkembangan mental, serta dapat menyebabkan kecacatan (Dewanti, 2008). Untuk memberikan obat cacing pada usia anak-anak 5-14 tahun sedikit mengalami kesulitan, karena mereka masih beranggapan bahwa obat itu rasanya pahit, selain itu orang tua masih merasa khawatir dengan kandungan yang terdapat dalam obat cacing yang mereka berikan untuk anaknya. Menurut survei belum, obat cair atau sirup cocok untuk anak-anak. Selain mudah ditelan, obat ini mudah diserap oleh tubuh. Obat langsung dibawa pembulu darah ke seluruh tubuh. Di Indonesia penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit menular, misalnya cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Data jumlah cacingan di Indonesia masih cukup tinggi terutama penderita cacingan pada anak-anak. Hasil survei pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah Dasar di 10 provinsi menunjukan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3% (Anonim, 2004). Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit masih cukup tinggi. Infeksi parasit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi ini bisa menyebabkan

description

latar belakang

Transcript of Latar Belakang

Page 1: Latar Belakang

1

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan yang tidak dapat diabaikan. Anak-anak termasuk rentan terkena cacingan. Anak yang mengalami cacingan identik dengan berbadan kurus, perut buncit, wajah pucat dan sebagainya. Cacingan bisa mempengaruhi kondisi gizi pada anak, karena zat-zat gizi pada anak akan digrogoti oleh cacing yang terus berkembang biak. Semakin banyak cacing, semakin banyak pula zat gizi yang diambil sehingga anak mengalami kondisi kurang gizi. Penyakit cacingan juga berdampak buruk terhadap tingkat kecerdasan, perkembangan mental, serta dapat menyebabkan kecacatan (Dewanti, 2008). Untuk memberikan obat cacing pada usia anak-anak 5-14 tahun sedikit mengalami kesulitan, karena mereka masih beranggapan bahwa obat itu rasanya pahit, selain itu orang tua masih merasa khawatir dengan kandungan yang terdapat dalam obat cacing yang mereka berikan untuk anaknya. Menurut survei belum, obat cair atau sirup cocok untuk anak-anak. Selain mudah ditelan, obat ini mudah diserap oleh tubuh. Obat langsung dibawa pembulu darah ke seluruh tubuh.

Di Indonesia penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit menular, misalnya cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Data jumlah cacingan di Indonesia masih cukup tinggi terutama penderita cacingan pada anak-anak. Hasil survei pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah Dasar di 10 provinsi menunjukan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3% (Anonim, 2004).

Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit masih cukup tinggi. Infeksi parasit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi ini bisa menyebabkan morbiditas yang banyak terjadi pada anak usia sekolah yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka. Infeksi cacingan yang sering adalah Soil Transmitted Helminths (STH) yang merupakan infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau dikenal sebagai penyakit cacingan. Cacing jenis STH antara lain, karena kebiasaan seperti defekasi sekitar rumah, makan tanpa mencuci tangan, bermain-main di tanah di sekitar rumah, maka khususnya anak balita terus menerus mendapatkan reinfeksi (Gandahusada, 2000). Sedangkan kebiasaan makan tanpa mencuci tangan masih sering diabaikan, sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan terjadinya cacingan.

Selama ini di Indonesia terdapat banyak produk obat cacing yang telah dipasarkan di masyarakat. Akan tetapi tingkat kekhawatiran ibu untuk menggunakan obat tersebut masih sangat tinggi disebabkan karena pengetahuan ibu tentang kandungan yang terdapat dalam obat serta dosis pemberian obat masih rendah.

Oleh karena itu, kami memberikan alternatif solusi pengobatan menggunakan daun srikaya yang dikemas menjadi sirup yang dapat membantu

Page 2: Latar Belakang

2

menurunkan tingkat kekhawatiran ibu dan meningkatkan minat anak untuk mengkonsumsi obat herbal.

Tujuan dan Manfaat yang Ingin Dicapai

Tujuan

1. Memberikan solusi alternatif dalam upaya mengobati cacingan pada anak-anak.

2. Meningkatkan penggunaan bahan ilmiah atau tumbuhan yang berupa daun srikaya untuk obat cacingan pada anak-anak.

Manfaat

1. Terjadi penurunan prevalensi cacingan pada anak-anak.2. Terdapat solusi alternatif sirup daun srikaya untuk obat cacingan pada

anak.

B. GAGASAN

Penyakit cacingan termasuk dalam infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri baik di luar atau di dalam tubuh dan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Macam-Macam cacing yang menyebabkan cacingan yaitu: cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) dan cacing tambang (Trichuris trichiura), (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat factor utama, yaitu lingkungan, kondisi lingkungan rumah yang kurang bersih, kumuh dan lembab dapat dengan mudah terkena cacingan. Pelayanan kesehatan, rutin memeriksakan kesehatan ke puskesmas atau RS terdekat dapat mencegah tubuh terhindar dari penyakit. Keturunan, apabila ayah atau ibu pernah mengalami penyakit cacingan, kemungkinan anaknya juga mengalami cacingan (Notoatmodjo, 2007).

Gejala pada penyakit cacingan diawali dengan:

1. Rasa gatal di sekitar daerah anus atau vulva (kemaluan wanita)2. Rasa mual3. Lemas4. Hilangnya nafsu makan5. Rasa sakit di bagian perut6. Diare7. Turunnya berat badan karena penyerapan nutrisi yang tidak mencukupi

dari makanan(Medicastore, 2009).

Page 3: Latar Belakang

3

Pada infeksi yang lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah tempat dari usus ke organ lain, sehingga menimbulkan kerusakan organ dan jaringan, dapat timbul gejala :

1. Demam2. Adanya benjolan di organ atau jaringan tersebut3. Dapat timbul reaksi alergi terhadap larva cacing4. Infeksi bakteri5. Kejang atau gejala gangguan syaraf apabila organ otak sudah terkena

(Medicastore, 2009).

Cacing dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar dan juga bisa menempel pada butiran debu yang kemudian menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan, selain itu mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak membentuk koloni dan menyerap habis sari-sari makanan yang ada dalam tubuh manusia. Cacing mencuri zat gizi termasuk protein untuk membangun sel otak. Setiap cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per hari. Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang menghabiskan 0,2 milimeter darah per hari. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasikan 200.000 telur per hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja dalam satu hari sanggup memproduksi 600.000 telur. Cacing hidup dilingkungan kotor dan lembab, itu sebabnya infeksi cacing sering ditemukan pada lingkungan masyrakat yang kumuh dan lembab (1ndo Pos, 2006).

Sekitar 60% orang Indonesia mengalami infeksi cacing. Kelompok umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60% itu, 21% di antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata kandungan cacing per orang enam ekor. Data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2006. Hasil penelitian sebelumnya (2002-2003), pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi antara 2,2% hingga 96,3%. Sekitar 220 juta penduduk Indonesia cacingan, dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau setara dengan 20 juta liter darah per tahun. Penderita tersebar di seluruh daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan (Judarwanto, 2010).

Dalam rangka mengobati penyakit cacingan, pemerintah Indonesia juga telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya adalah :1. Mensosialisasikan gerakan mencuci tangan sebelum makan dan sebelum

tidur (DINKES Jabar).2. Mengkonsumsi obat cacing dua kali dalam satu tahun, yaitu setiap enam

bulan sekali. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS).

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam pedoman pengendalian cacingan. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah meliputi pengobatan dan pembuatan jamban. Upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit cacaingan ini secara nasional dimulai tahun 1975

Page 4: Latar Belakang

4

setelah di bentuk Unit Struktural di Direktoral Jenderal P3M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).

Langkah-langkah lain yang telah dilakukan Pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit cacingan, antara lain:

1. Program pemberantasan yang dilaksankan pada PELITA III (tahun 1979-1984), mengambil prioritas utama yaitu, daerah produksi vital: pertambangan, perkebunan, pertanian, transmigrasi dan industri.

2. Pada PELITA IV (tahun 1984-1989) kebijakan pemerintah dibidang pembangunan kesehatan terutama ditujukan pada program-program yang menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, maka pemberantasan penyakit cacingan kurang mendapat prioritas.

3. Pada PELITA V (tahun 1989-1994) dan PELITA VI (tahun 1994-1999) program pemberantasan penyakit cacingan meningkat kembali prioritasnya karena pada periode ini lebih memperhatikan peningkatan perkembangan dan kualitas hidup anak. Pelaksanaan pemberantasan cacingan dilaksanakan oleh berbagai pihak sebagai riset operasional oleh para ilmuan, LSM dan Donatur baik dalam maupun luar negeri dengan kemitraan dan peran serta masyaraktifat, sedangakan pemerintah lebih bersifat koordinatif dan fasilitasi.

Selama ini sudah banyak obat-obat cacingan yang beredar dimasyarakat. Tetapi banyaknya obat misalnya, kelompok broad spectrum dan narrow spectrum tidak diimbangi dengan pengetahuan orang tua terhadap penggunaan obat tersebut (Pusatmedis, 2008). Terutama obat–obat dari bahan kimia yang memiliki efek negatif tertentu terhadap tubuh. Sehingga orang tua merasa khawatir untuk menggunakannya.

Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ialah suatu upaya untuk meningkatkan ketahanan fisik bagi anak Sekolah Dasar di seluruh Indonesia. Melalui perbaikan gizi dan kesehatan diharapkan dapat mendorong minat dan kemampuan anak untuk belajar. Sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan efektivitas asupan gizi yang diberikan, para pakar gizi dan kesehatan menyarankan agar PMT-AS diberikan dengan pemberian obat cacing. Pemikiran ini didasarkan pada kajian teknis medis dampak cacingan terhadap keadaan zat gizi anak. Berkaitan dengan pemikiran diatas PMT-AS yang dimulai pada tahun anggaran 1996/1997 sampai dengan tahun 1999/2000 menjadikan pemberian obat cacing sebagai salah satu kegiatannya.

Obyektif dari tindakan ini adalah untuk pemberantasan dan pencegahan penyakit cacingan pada anak. Pegendalian terhadap cacingan mungkin tidak dapat dikerjakan dengan mudah apabila Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum diterapkan dengan baik. Rasa dan jenis obat (tablet atau cair) yang membuat seorang anak tertarik untuk meminumnya. Beberapa obat cacing anak yang sudah dipasarkan di masyarakat seperti Mebendazole, Pirantel pamoat masih kurang diminati olah anak-anak karena kemasan yang terlalu elit dan warna dari obat tersebut yang kurang menarik, hal ini memberikan

Page 5: Latar Belakang

5

respon kepada anak-anak bahwa warna yang tidak menarik pasti rasa obatnya tidak enak. Dari beberapa survei diketahui seorang anak yang sedang sakit dan ketika harus meminum obat, anak akan meminum obatnya apabila obatnya berbentuk sirup dan memiliki rasa yang manis.

Sirup merupakan minuman yang sangat disukai oleh anak-anak. Warna dan rasa yang manis itulah yang membuat anak-anak suka sekali dengan sirup. Obat yang dikemas dalam bentuk sirup dapat menjadi salah satu alternatif agar anak tertarik dan mau untuk meminum obatnya. Obat cacingan pada anak yang kurang diminati dan anak enggan untuk meminumnya dapat diganti dengan sirup daun srikaya. Daun srikaya mengandung alkaloid tetrahidro isokinolin, p-hidroksibenzil-6,7-dihidroksi- 1,2,3,4-Tetrahidroisokinolin (demetilkoklaurin = higenamin). Ekstrak daun srikaya (Squamosae Folium) mampu membunuh Ascaridia galli (Hariana, 2005).

Cara pembuatan Sirup Daun Srikaya untuk obat cacingan pada anak adalah:

1. Menyiapkan 34 lembar daun srikaya dan cuci bersih.

2. Merebus daun srikaya dengan air 10 gelas sampai tersisa 6 gelas.

3. Mendiamkannya hingga dingin, kemudian disaring untuk memisahkan sari dan ampasnya.

4. menyimpan sirup didalam botol yang telah disiapkan.

5. Sirup dapat diminum 3 kali sehari, masing-masing 1 gelas dan menambahkan gula untuk rasa manis pada sirup.

Sirup tersebut aman dikonsumsi oleh anak karena tidak mengandung bahan pengawet, sirup daun srikaya bisa bertahan selama 2-3 hari. Dengan adanya upaya ini diharapkan dapat memberantas dan mencegah cacingan tanpa menunggu penyakit ini menjadi lebih parah. Pihak-pihak yang dipertimbangkan dalam membantu mengimplementasikan sirup daun srikaya sebagai obat cacingan pada anak, antara lain:

1. Orang Tua Anak

Orang Tua Anak adalah target utama dalam program ini. Diharapkan kepada orang tua dapat menerapkan program ini dalam upaya menangani cacingan pada anak.

2. Guru di sekolah

Lingkungan sekolah merupakan tempat anak-anak mencari dan menambah pengetahuan mereka. Pola hidup bersih dan sehat terhindar dari cacingan dapat diberikan guru dalam sistem pengajaran pada siswa-siswinya.

Page 6: Latar Belakang

6

3. Petugas daerah/desa (RW/RT)

RT atau Rukun tetangga adalah tingkatan terkecil sebelum warga yang terdapat didesa. Melalui komunitas ini, diharapkan upaya pengobatan terhadap penyakit cacingan dapat berjalan efektif. Misalnya dengan dilakukannya penyuluhan manfaat daun srikaya untuk obat cacingan pada setiap pertemuan RT. Rukun Warga (RW) setingkat lebih tinggi dari RT dan lingkupnya lebih luas. Peran yang diharapkan hampir sama dengan tingkat RT.

4. Pemerintah

Dalam hal ini, pemerintah dapat memberikan panduan atau pedoman program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang harus dilaksanakan oleh setiap masyarakat.

Langkah-langkah yang akan diambil dalam mewujudkan gagasan pembuatan sirup daun srikaya untuk obat cacingan pada anak yaitu memberi penyuluhan kepada orang tua tentang pola hidup bersih dan sehat, bahaya cacingan, serta menyebarkan leaflet yang berisi tentang jenis-jenis cacing, penyebab, gejala dan cara pengobatan menggunakan sirup daun srikaya. Memberikan follow up dan reward pola hidup bersih dan sehat yaitu dengan melombakan setiap anak-anak dan memberikan penghargaan kepada anak-anak yang telah mengerti dan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat. Dengan demikian mereka termotivasi untuk hidup sehat dan bebas dari cacingan.

C. KESIMPULAN

Cacingan bisa memengaruhi kondisi gizi pada anak. Karena zat-zat gizi pada tubuh anak akan digrogoti oleh cacing yang terus berkembang biak. Semakin banyak cacing, semakin banyak pula zat gizi yang diambil sehingga anak mengalami kondisi kurang gizi. Penyakit cacingan juga berdampak buruk terhadap tingkat kecerdasan, perkembangan mental, serta dapat menyebabkan kecacatan. Untuk memberikan obat cacing pada usia anak-anak sedikit mengalami kesulitan, karena mereka masih beranggapan bahwa obat itu rasanya pahit, selain itu orang tua masih merasa khawatir dengan kandungan di dalam obat dan dosis obat yang mereka berikan untuk anaknya. Sirup merupakan minuman yang sangat disukai oleh anak-anak. Warna dan rasa yang manis itulah yang membuat anak-anak suka sekali dengan sirup. Obat yang dikemas dalam bentuk sirup dapat menjadi salah satu alternatif agar anak tertarik dan mau untuk meminum obatnya. Obat cacingan pada anak yang kurang diminati dan anak enggan untuk meminumnya dapat diganti dengan sirup daun srikaya. Daun srikaya mengandung alkaloid tetrahidro isokinolin, p-hidroksibenzil - 6,7-dihidroksi -1,2,3,4 – Tetrahidroisokinolin - (demetilkoklaurin = higenamin). Ekstrak daun srikaya (Squamosae Folium)

Page 7: Latar Belakang

7

mampu membunuh Ascaridia galli. Cara mengimplementasikan sirup daun srikaya dilakukan dengan cara melakukan kerjasama dengan pemerintah, petugas daerah/desa (RW/RT) dan orang tua anak, sehingga pihak terkait dapat mendukung upaya ini dengan menerapkannya untuk mengobati cacingan pada anak. Dengan dibuatnya sirup dengan daun srikaya untuk obat cacingan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita cacingan pada anak usia 5-14 tahun. Selain itu, orang tua yang memiliki anak yang terkena cacingan tidak merasa khawatir lagi untuk memberikan obat pada anaknya.