Latar belakang

19
Latar belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. 1 Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. 2 Jenis fraktur dapat dilihat dari segi kedudukan, segi konfigurasi, segi adanya luka,fraktur tertutup serta juga fraktur terbuka. Pertama dari segi kedudukan, fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasimisalnya terjadi fraktur acetabulum dan dislokasi pada caput femur. Kedua dari enjadi transversal(mendatar), oblik (miring), atau spiral. Jika terdapsegikonfigurasi dengan melihat dari garis frakturnya, dapat dibagi mat lebih dari satu garis fraktur, makadinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick (fraktur dahan muda/hijau pada anak-anak). Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut

description

fsfzfzgz

Transcript of Latar belakang

Latar belakangFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.1 Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkanpatah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuhbertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.2Jenis fraktur dapat dilihat dari segi kedudukan, segi konfigurasi, segi adanya luka,fraktur tertutup serta juga fraktur terbuka. Pertama dari segi kedudukan, fraktur dapat terjadipada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasimisalnya terjadi fraktur acetabulum dan dislokasi pada caput femur. Kedua dari enjadi transversal(mendatar), oblik (miring), atau spiral. Jika terdapsegikonfigurasi dengan melihat dari garis frakturnya, dapat dibagi mat lebih dari satu garis fraktur, makadinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick (fraktur dahan muda/hijau pada anak-anak). Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, frakturdimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi. Ketiga fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar ataupermukaan kulit. Terakhir adalah fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmentulang dengan dunia luar atau permukaan kulit karena adanya perlukaan di kulit. Frakturterbuka menurut Ramon Gustillo dibagi menjadi tiga derajat yaitu derajat 1, bila luka kurangdari 1 cm, derajat kerusakan jaringan ringan dan tidak ada tanda remuk, serta juga terjadiwith out-in dan with in-out. Derajat 2, bila laserasi lebih dari 1 cm, derajat kerusakan jaringansedang dan tidak luas. Derajat 3, bila terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputistruktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat 3dibagi atas 3A, 3B dan 3C. Fraktur derajat 3A, bila jaringan lunak yang menutupi frakturtulang adekuat atau luka kulit masih dapat ditutup. Fraktur derajat 3B (tulang terbuka/boneexpose), bila kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar. Fraktur derajat3C, bila terdapat luka pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihatkerusakan jaringan lunak atau dapat diamputasi primer.2,3

Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan adalah komplitatau tidak komplit, bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, jumlahgaris patah, bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau tertutup serta komplikasi atau tanpakomplikasi. Fraktur komplit, bila garis fraktur melalui seluruh penampang tulang ataumelalui kedua korteks tulang, sedangkan fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melaluiseluruh penampang tulang, seperti hairline fracture (patah retak rambut), buckle fracture atautorus fracture bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosadibawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak. Serta juga greenstick fracture yangmengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjanganak. Bentuk garis fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma yang meliputi garispatah melintang (trauma angulasi atau langsung), garis patah oblik (trauma angulasi), garispatah spiral (trauma rotasi), fraktur kompresi (trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa)dan fraktur avulsi (trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya frakturpatela. Jumlah garis patah meliputi fraktur kominutif bila garis patah lebih dari satu dansaling berhubungan, fraktur segmental bila garis patah lebih dari satu tetapi tidakberhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal. Fraktur multiple bila garispatah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur,fraktur kruris dan fraktur tulang belakang. Deskripsi fraktur berikutnya adalah bergeser atautidak. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidakbergeser, periosteumnya masih utuh, sedangkan fraktur displaced (bergeser) bila terjadipergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen. Berikutnya adanyakomplikasi atau tanpa komplikasi yang akan penulis bahas pada bagian yang selanjutnya.4TujuanDalam makalah ini penulis ingin memberikan pemikiran yang luas untuk mengetahuianamnesis dari pasien, pemeriksaan terhadap pasien dengan gejala fraktur, workingdiagnosis, differential diagnosis dari pasien, patofisiologi, etiologi, penatalaksanaan untukpasien, komplikasi, prognosis dari pasien, epidemologi dari pasien dengan cara pencegahandari pasien

Pembahasan

AnamnesisAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapatdilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadaporang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagaialoanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yangmerujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennyasendiri. Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut. PertamaIdentitas yang meliputi Nama ( serta nama keluarga), umur/ usia, jenis kelamin, nama orangtua, alamat, umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua serta juga agama dan suku bangsa.Berikutnya menanyakan riwayat penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan/ gejala yangmenyebabkan pasien dibawa berobat dan tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.Selanjutnya riwayat perjalanan penyakit yang terdiri dari cerita kronologis, rinci, jelastentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat, pengobatan sebelumnyadan hasilnya (macam obat dll), tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi,perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga,tetangga dan riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya. Terakhir menannyakanhal-hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala yang meliputi lama keluhan, keluhanlokal (lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar), bertambah berat/ berkurang serta upayayang dilakukan dan hasilnya.3,4Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik kita lakukan dengan primary survey dan secondery survey. Primarysurvey dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien,sedangkan secondery surveyuntuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Keduapemeriksaan diatas dapat kita lakukan dengan look (inspeksi), feel (palpasi) dan move(gerakan). Perlu untuk diketahui bahwa auskultasi tidak dapat dilakukan dalam pemeriksaanfisik tulang karena keras. Melihat dan bandingkan cukup dengan deskripsi yang terlihat.Misalnya dengan berpatokan pada sisi yang kontralateral, dimana kita menganggap bahwasisi kontralateral adalah normal. Pada inspeksi kita dapat melihat deformitas yaitu angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan),bengkak atau kebiruan dan fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak). Berikutnya kita merabauntuk mengukur selisih panjang ekstremitas kiri dan kanan serta juga untuk mengetahuikeadaan neurovaskular bagian distal pasien dengan meraba arteri paling distal, misalnya padaekstremitas bawah pasien yaitu arteri dorsalis pedis dan ekstremitas atas pasien yaitu arteriradialis. Terakhir dari pemeriksaan fisik yaitu dengan gerakan sendi proksimal dan distal daritulang yang patah. Misalnya terjadi fraktur pada antebrachii yaitu dengan melakukan gerakanaktif pada siku yang meliputi fleksi-hiperekstensi dan supinasi-pronasi. Berikutnya kita moveuntuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baikdan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Selanjutnyakita memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampudilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihatapakah ada gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yangtidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah buktipaling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitaspemeriksaan rontgen.2Pemeriksaan RadiologisUntuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinissedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dandasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tandaklasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologi baik rontgen atau pundengan melakukan pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang belakangdengan komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral.AP dan lateral harus benar-benar AP dan lateral, jika ada posisi yang salah akan memberikaninterprestasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan posisi axialpengganti lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator.Pemeriksaan radiologis dapat menggunakan bantuan x-ray image yang berdasarkan rules oftwo yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2 sendi (sendi atas dan bawah tulang yang patah)dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri) seperti pada gambar 1 dan terutama pemeriksaan padaanak yang lempeng pertumbuhan masih aktif. Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2

kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pada pemeriksaan radiologis ini denganpembuatan foto rontgen 90 derajat didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yangfragmennya mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas.4,6Gambar 1 : Hasil rontgen dari pemeriksaan radiologis. Tampak greenstick pada anak. Difotodengan mengambil 2 sendi distal dan proksimal.Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologi tidak dimaksudkan untuk diagnostik karenapemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat danoptimal. Foto tontgen juga harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harusdipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus karena fotorontgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara miring, gambarmenjadi samar, kuarang jelas, dan lain kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto denganarah yang saling tegak lurus. Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun distal harusturut difoto seperti yang saya jelaskan diatas. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulangatau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang sehat untukperbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya fotodiulang setelah satu minggu dimana retak akan menjadi nyata karena hiperemia setempatsekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi.1

Working Diagnosis Diagnosis fraktur antebrachii ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesisdimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan,perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perluditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bilatidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis. Pada fraktur antebrachii kitadapat menduga apakah anak tersebut terkena fraktur monteggia ataukah fraktur galeazzi.Fraktur monteggia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior,lateral dan juga posterior dari kapitulum radius (pada gambar 2). Penyebabnya biasanyatrauma langsung terhadap ulna. Pengobatan dengan cara konservatif biasanya berhasil padaanak, tetapi metode operatif sering men jadi pilihan pada orang dewasa.Gambar : fraktur ulna dengan luksasi kaput radiusSedangkan fraktur galeazzi merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasisendi radioulnar distal (gambar 3). Terjadinya fraktur ini biasanya aklibat trauma langsung sislateral letika jatuh. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur.Bila ringan, nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur dan bila berat biasanyaterjadi pemendekan lengan bawah. Pengobatan secara konservatif mungkin kurangmemuaskan, dan bila demikian, terapi bedah menjadi pilihan.

Gambar 3 : Fraktur galeazzi pada patah tulang radius dan dislokasi sendi ulnar distal.KomplikasiKomplikasi dapat berupa komplikasi umum, lokal atau sistemik meliputi komplikasi dini ataulambat, oleh trauma atau akibat pengobatan. Komplikasi umum meliputi crush syndrome,deep venous thrombosis, gas gangrene dan emboli lemak. Crush syndrome terjadi karenatrauma keras yang menyebabkan otot hancur. Penderita yang terkena crush syndrome dapatmenderita kontinensia urin akibat dari otot yang hancur mengeluarkan acid myohaetaminyang akan menyebabkan kebuntuan pada tubulus sehingga penderita dapat menderita acutetubular necrosis. Untuk terapi kita harus melakukan amputasi atau rena dialysis untukmenyelamatkan nyawa penderita. Gas gangrene dapat terjadi karena infeksi dari clostridiumperfringens yang terpaksa bagian tubuh orang yang terkena infeksi ini harus diamputasi.Berikutnya emboli lemak yang timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang.Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasisistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelahtrauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkutdisirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembaliterhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikut serertakanlemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Berikutnya, komplikasi lokalyang meliputi komplikasi dini dan lambat. Komplikasi dini meliputi komplikasi dini tulang,dini jaringan lunak dan dini sendi. Komplikasi dini tulang misalnya dapat terjadi infeksi padatulang. Komplikasi dini jaringan lunak misalnya adanya kelepuhan pada kulit, luka akibatplester, terjadi robekan pada otot serta tendon dan sindrom kompartemen yang ditandai olehkerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan danedema di daerah fraktur. Komplikasi dini sendi misalnya terjadi haemarthrosis dan infeksi.Sedangkan komplikasi lambat meliputi lambat tulang, lambat jaringan lunak dan lambatsendi. Komplikasi lambat tulang misalnya terjadi avaskular nekrosis, non-union, delayedunion, atau mal-union yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi. Komplikasilambat jaringan lunak misalnya terjadi bed sores karena tidur lama yang menyebabkan lukaulkus pada bagian gluteus, myositis ossifikasi dimana otot mengalami perkapuran, tendinitis(iritasi dan pembengkakan) serta juga ruptur tendon (tendon pecah), penyempitan sarafmisalnya nervus ulnaris akibat terjadi fraktur pada daerah siku dan juga dapat terjadivolkmans contracture yaitu terjadi pelisutan otot jari sehingga terjadi kontraktur pada jari-jari. Terakhir dapat terjadi komplikasi lambat pada sendi misalnya ketidakstabilan pada sendi,kekakuan pada sendi, dan algodistrofi (nyeri pada sendi).1,3Komplikasi lambat yang tersering adalah salah-taut dan apabila salah-tautnya berupaangulasi disertai dengan ketidaksejajaran radius dan ulna, akan terjadi gangguan gerakpronasi dan supinasi. Komplikasi lain adalah terbentuknya sinostosis atau jembatan kalusyaitu kalus antara radius dan ulna sehingga kemungkinan supinasi dan pronasi hilang. Perludiketahui bahwa kalus merupakan hiperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kuranglebih bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas penonjolan tulangdan akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi dihentikan. Pada anak, dengan timbulnyakalus ini akan disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga sudutpatahan akan pulih sampai derajat tertentu.2Patofisiologia. PatogenesisTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahantekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besardari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkanrusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadifraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringanlunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut danterbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya responinflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi seldarah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya(Black, J.M, et al, 1993).2,4b. Proses penyembuhanTulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuhuntuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujungpatahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. 4 :stadium penyembuhan tulang1.Kerusakan jaringan dan pembentukan hematomaPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darahmembentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnyakapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhentisama sekali.32.Inflamasi dan proliferasi selulerPada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi sertadifferensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bonemarrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masukke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadiproses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkankedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktursampai selesai, tergantung frakturnya.33.Pembentukan Kallus (tulang muda)Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, biladiberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsidengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yangimatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal danperiosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehinggagerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.34.KonsolidasiBila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadilamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobosmelalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yanglambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa bebanyang normal.35.RemodellingFraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulanatau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukantulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yangtekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsumdibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al,1993 dan Apley, A.Graham,1993).3EtiologiFraktur dapat disebabkan karena oleh trauma, non trauma dan stress. Trauma dapat dibagimenjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan padatulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bila titiktumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian. Non Trauma fraktur terjadi karenakelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karenakelainan metabolik atau infeksi. Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus padasuatu tempat tertentu.4Gejala KlinisFraktur antebrakius pada anak paling sering berupa patah dahan hijau/muda (pada gambar 3).Biasanya tampak angulasi anterior dan biasanya kedua ujung tulang yang patah masihberhubungan satu sama lain. Secara klinis anak mengeluh sakit pada lengan bawahnyasehingga tidak mau menggerakkan tangannya.1

PenangananPatah tulang pada anak termasuk dalam golongan Relative Stability yaitu hanya dilakukanpenanganan tindakan pemasangan gips 3-4 minggu atau imobilisasi dari luar karena padaanak epifisis tulang pertumbuhan dan osteoblast masih sangat aktif sehingga memungkinkanterbentuknya kalus. Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gibsdiatas siku selama 3-4 minggu. Pada fraktur yang posisinya berubah harus dilakukan reposisitertutup untuk kemudian dipasang gibs di atas siku. Tindakan reposisi dilakukan untukmengembalikan tulang yang patah kearah/alignment yang benar, pengembalian fragmentdistal terhadap proksimal dan mengembalikan kedudukannya kearah yang benar serta untukmenjamin keadaan neuvaskular terjamin baik kembali. Untuk fraktur radius ulnar proksimal,lengan bawah diimobilisasi dalam gips pada posisi supinasi. Posisi ini dimaksudkan untukmengatasi rotasi radius dan mengendurkan otot supinator. Fraktur bagian distal umumnyadiimobilisasi dalam posisi pronasi dan patah tulang bagian tengah dalam posisi netral. Akantetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit untuk dilakukan reposisitertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi terbuka dan fiksasi internal.Tindakan fiksasi internal dilakukan dengan pemasangan kirschner wire, plate dan screw sertanail. Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasisendi.1,3

PrognosisPada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana daritim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, makaprognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jikafraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepatdengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akanburuk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi.Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di bandingpenderita dengan usia lanjut.

PenutupKesimpulanBerdasarkan hasil pembelajaran yang dikaji, dapat disimpulkan bahwa hasil hipotesis yangdisepakati dapat diterima. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisa terhadap anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis,patofisiologi, etiologi, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, epidemologi, dan pencegahanpada fraktur radius-ulna

Daftar Pustaka1.Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta : EGC; 2006.h.1365-71.2.Gleadle Jonathan. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga;2007.h. 16.3.Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 20094.Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta:FKUI; 2009.h. 210-42.5.Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif Watampone2007.h. 352-489.6.Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edidi ke 5. Jakarta:FKUI;2007.h.210-46.