Latar Belakang

11
A. Latar Belakang Istilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kolot. Namun sebenarnya desa mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

description

latar belakang APBDes

Transcript of Latar Belakang

A. Latar Belakang

Istilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kolot. Namun sebenarnya desa mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam persepktif sosiologis, desa adalah komunitas yang menempati wilayah tertentu dimana warganya saling mengenal satu sama lain dengan baik, bercorak homogen, dan banyak tergantung pada alam.

Menurut kacamata politik, desa dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang memiliki kewenangan tertentu dalam struktur pemerintahan negara (Pratikno, 2000). Kajian-kajian politik juga telah memiliki tradisi membahas desa dalam topik otonomi dan demokrasi. Pembicaraan mengenai desa sebagai komunitas yang otonomi menghasilkan sejumlah gagasan mengenai tipe desa seperti self-governing community (berpemerintahan sendiri), local self government (pemerintahan lokal yang otonom) dan local state government (pemerintahan negara di tingkat lokal). Sutoro, (2007) mengatakan sedangkan pembicaraan yang menghubungkan desa dalam topik demokrasi, umumnya melihat desa sebagai republik mini yang sanggup melangsungkan pengurusan publik dan pergantian kepemimpinan secara demokratis. Desa adalah republik kecil yang self contained. Ukurannya tidak ditekankan pada pemenuhan atas tiga cabang kekuasan yakni legislatif,eksekutif dan yudikatif. Ukurannya dijatuhkan pada kultur berdemokrasi yang disenyalir telah lama ditumbuhkan dan dirawat oleh desa. Karena itu, pelembagaan kultur dan tradisi demokrasi desa dianggap lebih penting ketimbang pengaturan dan penciptaan institusi-institusi formal demokrasi.

Menurut Peraturan, memberikan landasan bagi semakin otonominya desa secara praktik, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya penberian kewenangan pengelolaan keuangan desa (berdasarkan Peremndagri 37/2007) dan adanya alokasi dana desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa semakin terbuka (tranparan) dan responsibilitas terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam Furqoni, (2010) menyebutkan bahwa ketentuan umum Permendagri No.37/2007 juga disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penata-usahaan, pelaporan, pelaporan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran.

Akan tetapi pada kenyataanya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaanya tersebut. Ketergantuangan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) seharusnya diisi dengan kegiatan/programprogram yang dibutuhkan oleh masyarakat, misal: kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum di dalam APBDes, contoh kecurangan terlihat: mulai volome, kualitas, harga dan sebagainya. Dalam pengelolaan APBDes Kepala Desa mempunyai peran kunci yang sangat penting dalam pemanfaatannya, karena biasanya seorang Kepala Desa adalah figur yang kuat dan dominan di Desa. Sehingga Kepala Desa sering diidentikkan dengan bapak bagi masyarakat desa itu sendiri. Dengan adanya APBDes yang telah ada khususnya untuk kemajuan desa yang diserahkan kepada Kepala Desa, maka pengelolaannya merupakan kebijakan politik pemerintah desa dalam mengukur dan meningkatkan kemajuan desa yang efektif dan efisien. Maka dari itu dalam setiap penentuan kebijakan Kepala Desa harus selalu menekankan prinsip-prinsip Good Governance, begitu juga dalam pengelolaan keuangan Desa.

Lembaga Administrasi Negara dan Badam Pengawas Keuangan dan Pembangunan (2000 : 3) adapun prinsip pengelolaan keuanga di Desa dalam rangka Good Governance harus mencangkup beberapa aspek diantaranya adalah :

1. Aspiratif, dalam pengambilan kebijakan tentang pengelolaan keuangan Desa pemerintah Desa harus mendengar aspirasi dari masyarakat.

2. Partisipatif, dalam pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan desa, pemerintah Desa harus melibatkan masyarakat.

3. Transparan, masyarakat memperoleh informasi yang cukup tentang APBDes, termasuk program pembangunan, lelang kas Desa, bantuan pemerintah dan pungutan ke masyarakat.

4. Akuntabilitas, dalam mengelola keuangan desa harus berdasarkan kepala aturan yang berlaku.

Dalam proses pengelolaan APBDes harus menekankan pada prinsip Good Governance, baik dari proses perencanaan, pembuatan sampai pada proses pembuatannya. Sehingga APBDes tidak terjebak dalam fenomena proseduralisme atau formalisme yang menyebabkan APBDes berlangsung secara tidak bermakna, karena tidak berbasis kepada kebutuhan masyarakat dan rencana berbasis Desa, melainkan hanya sebagai prosedur yang harus dilewati.

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan di Desa semakin banyak dan komplek maka urusan pemerintahan dan pembangunan memerlukan disiplin dan efektivitas dari pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya yang dapat melayani bagian-bagian yang lebih khusus, yaitu pengolahan Anggaran Pendapatan Belanja Desa. Pembangunan dan administrasi pemerintahan pada tingkat pedesaan.

Bahwa esensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara susunan pemerintahan dan antara pemerintahan, daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memeberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban penyelenggaraan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Hal ini diperlukan lagi dengan adanya peraturan Menteri No 4 Tahun 2007, tentang pedoman pengelolaan Alokasi Dana Desa. Sehingga pada tahun 2007 awal yang lalu, dana yang diberikan kepada desa secara bertahap sudah dialokasikan oleh pemerintahan pusat, melalui pemerintahan yang ada di daerah.

Adapun unit analisis, seluruh desa yang ada di Kecamatan Ngaglik-sleman yogyakarta. Alasan Kecamatan Ngaglik sebagai objek penelitian, karena: daerah tersebut sangat membutuhkan pertimbangan dan masukan terkait perencanaan, program dan juga evaluasi terkait perkembangan daerah. Adapun Kecamatan Ngaglik memiliki enam desa yaitu: Desa Sariharjo, Desa Minomartani, Desa Sinduharjo, Desa Sukoharjo, Desa Sardonoharjo, dan Desa Donoharjo. Secara prinsip masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana,2005). Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga: rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat: bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya dikelola oleh dinas.

Anthony dan Dearden (1998) menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana yang disajikan secara kuantitatif, dan biasanya dinyatakan dalam sesuatu untuk periode tertentu. Sedangkan Atkinson dan Kaplan (1995) menyatakan bahwa anggaran negara merupakan suatu pernyataan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode waktu di masa yang akan datang, yang meliputi informasi pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa kini dan masa lalu. Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher (2007) menyatakan bahwa adanya partisipasi penyusunan anggaran dapat meningkatkan kualitas dari anggaran tersebut. Menurut Azhar (2007) sumberdaya manusia merupakan pilar terpenting dalam penyusunan anggaran, sedangkan menurut Ghozali dan Putra (2002) menyatakan bahwa motivasi pihak pihak yang terkait mempengaruhi kualitas dari anggran yang disusun. Krisler Bornadi Omposunggu dan Icuk Rangga Bawono (2006) menyatakan bahwa job relevant information (JRI) yang diterima para pihak pihak yang terkait dapat mempengaruhi kualitas anggaranBerdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Dampak Sosialisasi Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Survey Pada Desa di Kecamatan Ngaglik Sleman)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas, dapat di rumuskan bahwa : a. Apakah partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap APBDes ketika informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi? b. Apakah Kualitas Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap APBDes ketika informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi?

c. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap APBDes ketika informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi?d. Apakah partisipasi, sumber daya manusia dan motivasi secara simultan berpengaruh terhadap APBDes ketika informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap APBDes pada saat informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi.b. Untuk mengetahui pengaruh sumber daya manusia terhadap APBDes pada saat informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi.c. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap APBDes pada saat informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi.d. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi, sumber daya manusia dan motivasi secara simultan berpengaruh terhadap APBDes ketika informasi relevan mengenai pekerjaan tinggi.