Latar belakang

6
Latar belakang: Menurut WHO, 80% le bih penduduk dunia masih menggantungkan diri terhadap pengobatan tradisional yang berasal dari tanaman. Salah sat u penghasil tanaman rempah-rempah terbesar di dunia adalah Indonesia. Tanaman rempah-rempah mempunyai  banyak khasiat, salah satunya sebagai obat-obatan. Namun, p engelolaan dan pembudidayaan tanaman rempah ini masih sangat minim. Terbukti, Berdasarkan hasil penelitian, hanya 20- 22% tanaman obat yang telah dibudidayakan padahal potensi tanaman obat di Indonesia sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan. Salah satu tanaman obat-obatan potensial di Indonesia adalah mahkota dewa (  Phaleria macrocarpa), Dahulu, masyarakat belum mengetahui manfaat tanaman mahkota dewa ini sehingga tanaman ini dibiarkan tumbuh liar di perkarangan rumah maupun di kebun. Namun sekarang masyarakat mulai menyadari dan mengetahui manfaat yang terkandung di dalam tanaman mahkota dewa sehingga tanaman ini terus dibudidayakan. Dapat dilihat dari tahun ke tahun  perkembangan produksi tanaman MD terus meningkat Tetapi satu permasalahan lagi muncul disebabkan oleh minimnya pengetahuan mengenai teknologi dan pengetahuan ilmiah yang dimiliki untuk mengolah serta mengisolasi kandungan zat aktif dalam tanaman mahkota dewa. Sehingga nantinya diharapkan dapat diperoleh produk pengawet makanan alami yang berkualitas dan berkhasiat. Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia, paling banyak ditemui di daerah Papua, Mahkota dewa dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda di beberapa daerah, antara lain makuto dewo, makuto rojo, atau makuto ratu (Jawa Tengah), buah simalakama (Jawa Barat), raja obat  (Banten), pau (Cina), The Crown of God  (Inggris). Istilah-istilah ini diberikan sebagian besar beralasan pada khasiat dari tanaman ini, misalnya di Banten, tanaman ini disebut raja obat karena khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit begitu juga di Cina, tanaman ini disebut pau yang artinya obat pusaka. Mahkota dewa dapat tumbuh subur di daerah tropis dengan ketinggian 10-1200 meter di atas  permukaan laut namun area yang paling baik tanaman ini tumbuh pada 100 0 meter di atas  permukaan laut. Mahkota dewa dapat berumu r sampai puluhan tahun dengan tingk at  produktivitas mampu dipertahankan sampai usia 10-20 tahun. .Di samping itu, tanaman ini  juga dapat dipanen sepanjang tahun selama 6 kali. Dalam satu kali panen, dapat mencapai 4 kuintal. Buah ini jangan terlalu lama matang di pohonnya karena dapat membusuk dan menurunkan khasiat dalam buah tersebut. Mahkota dewa dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit berat seperti kanker, tumor, diabetes (kencing manis) dan penyakit ringan seperti eksim, jerawat, diare dan luka gigitan serangga. pada mahkota dewa telah terbukti mengandung zat antihistamin dan dapat  berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga  persalinan berlangsung lancar. Pengetahuan secara empirik, (makan buah ini efek nya apaa), tapi pengetahuan secara eksak/ teroritis belum banyak dilakukan. Sehingga pada penelitian kali ini akan dilakukan isolasi terhadap komponen bioaktif yang terkandung dalam buah mahkota dewa. Nantinya diharapkan dapat

description

latar belakang masalah

Transcript of Latar belakang

Latar belakang: Menurut WHO, 80% lebih penduduk dunia masih menggantungkan diri terhadap pengobatan tradisional yang berasal dari tanaman. Salah satu penghasil tanaman rempah-rempah terbesar di dunia adalah Indonesia. Tanaman rempah-rempah mempunyai banyak khasiat, salah satunya sebagai obat-obatan. Namun, pengelolaan dan pembudidayaan tanaman rempah ini masih sangat minim. Terbukti, Berdasarkan hasil penelitian, hanya 20-22% tanaman obat yang telah dibudidayakan padahal potensi tanaman obat di Indonesia sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan. Salah satu tanaman obat-obatan potensial di Indonesia adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa),Dahulu, masyarakat belum mengetahui manfaat tanaman mahkota dewa ini sehingga tanaman ini dibiarkan tumbuh liar di perkarangan rumah maupun di kebun. Namun sekarang masyarakat mulai menyadari dan mengetahui manfaat yang terkandung di dalam tanaman mahkota dewa sehingga tanaman ini terus dibudidayakan. Dapat dilihat dari tahun ke tahun perkembangan produksi tanaman MD terus meningkat Tetapi satu permasalahan lagi muncul disebabkan oleh minimnya pengetahuan mengenai teknologi dan pengetahuan ilmiah yang dimiliki untuk mengolah serta mengisolasi kandungan zat aktif dalam tanaman mahkota dewa. Sehingga nantinya diharapkan dapat diperoleh produk pengawet makanan alami yang berkualitas dan berkhasiat.Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia, paling banyak ditemui di daerah Papua, Mahkota dewa dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda di beberapa daerah, antara lain makuto dewo, makuto rojo, atau makuto ratu (Jawa Tengah), buah simalakama (Jawa Barat), raja obat (Banten), pau (Cina), The Crown of God (Inggris). Istilah-istilah ini diberikan sebagian besar beralasan pada khasiat dari tanaman ini, misalnya di Banten, tanaman ini disebut raja obat karena khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit begitu juga di Cina, tanaman ini disebut pau yang artinya obat pusaka. Mahkota dewa dapat tumbuh subur di daerah tropis dengan ketinggian 10-1200 meter di atas permukaan laut namun area yang paling baik tanaman ini tumbuh pada 1000 meter di atas permukaan laut. Mahkota dewa dapat berumur sampai puluhan tahun dengan tingkat produktivitas mampu dipertahankan sampai usia 10-20 tahun. .Di samping itu, tanaman ini juga dapat dipanen sepanjang tahun selama 6 kali. Dalam satu kali panen, dapat mencapai 4 kuintal. Buah ini jangan terlalu lama matang di pohonnya karena dapat membusuk dan menurunkan khasiat dalam buah tersebut.

Mahkota dewa dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit berat seperti kanker, tumor, diabetes (kencing manis) dan penyakit ringan seperti eksim, jerawat, diare dan luka gigitan serangga. pada mahkota dewa telah terbukti mengandung zat antihistamin dan dapat berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga persalinan berlangsung lancar.Pengetahuan secara empirik, (makan buah ini efek nya apaa), tapi pengetahuan secara eksak/ teroritis belum banyak dilakukan. Sehingga pada penelitian kali ini akan dilakukan isolasi terhadap komponen bioaktif yang terkandung dalam buah mahkota dewa. Nantinya diharapkan dapat diperoleh isolate murni dari masing-masing komponen bioaktif dalam buah mahkota dewa sehingga dapat diketahui komponen mana yang menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi dan juga dapat mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung dalam komponen tersebut nantinya dengan menggunakan kromatografiKomponen bioaktif dalam buah mahkota dewa yang dipercaya menpunyai daya antioksidan yang cukup tinggi adalah golongan alkaloid, golongan terpenoid, golongan fenol merupakan golongan yang telah banyak diidentifikasi keberadaaannya dalam buah mahkota dewa. Golongan ini terdiri dari flavonoid, tanin, dan benzofenon. Senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksil lebih dari satu dalam cincin aromatiknya disebut polifenol

Golongan flavonoid, telah banyak diidentifikasi dalam buah mahkota dewa ini, senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya antara lain; Pada bagian pericarp terdapat senyawa flavonoid seperti kaempferol, myricetin, naringin, dan rutin. Sementara, pada bagian mesocarp terdapat senyawa naringin dan quercetin dan quercetin pada bagian bijiSenyawa-senyawa tersebut mudah larut dalam air (semakin banyak gugus hidroksil di dalamnya maka senyawa ini semakin mudah larut dalam air);

Tanin ditemukan hampir pada semua tanaman, khususnya tanaman berpembuluh pada bagian batang pohon. Pada dasarnya tanin memiliki efek antioksidan biologis dan dapat digunakan sebagai zat antiseptic. Menurut., Dr. Julie Wangsa tanin pada dasarnya tidak berguna dan harus dipisahkan untuk mengambil sari murni pada tanaman. Tanin juga dapat menyebabkan alergi dan beracun. Selain itu, tanin dapat menyumbat kolom kromatografi, oleh karena itu proses pemisahan tanin dari ekstrak kasar perlu dilakukan.Golongan tanin yang telah teridentifikasi dalam buah mahkota dewa adalah tanin terhidrolisis. Tanin ini merupakan polimer, tetapi senyawa ini merupakan campuran yang lebih heterogen antara asam fenolat (asam galat) dengan gula sederhana. Salah satu contoh senyawa tanin terhidreolisis..dapat larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut non polar.

Golongan flavonoid lain yang telah ditemukan dalam buah mahkota dewa dan memiliki efek antioksidan adalah komponen benzofenon. Senyawa Phalerin, 2,6,4-trihidroksi-4-metoksibenzofenon yang telah terbukti memiliki efek antioksidan yang sangat kuat

Senyawa terpenoid secara biosintesis berasal dari molekul isoprene, bersifat volatil, cenderung tidak larut dalam air dan mudah larut dalam pelarut organik. Secara kimia, terpenoid secara umum larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tanaman. Terpenoid biasanya diekstraksi dari jaringan tanaman menggunakan pelarut petroleum eter, eter atau kloroform

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpena. Saponin terdiri dari Sapogenin yaitu bagian yang bebas dari Glikosida yang disebut juga Aglycone. Sapogenin mengikat sakarida yang panjangnya bervariasi dari monosakarida hingga mencapai 11 unit monosakarida. Struktur saponin mengandung 30 atom karbon yang merupakan gabungan satu gugus gula atau lebih yang bersifat hidrofilik dengan turunan senyawa bukan gula yang bersifat lipofilik. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya: dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi,.

Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolit yang terbesar, sekitar 5.500 senyawa telah teridentifikasi. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa karena mengandung satu atau lebih atom nitrogen, mempunyai struktur molekul yang kompleks dan mempunyai berat molekul yang besar. Selain itu, Alkaloid hanya sedikit larut dalam air tetapi larut dalam etanol, benzena, eter, dan kloroform. Alkaloid tergabung ke dalam satu sistem heterosiklik, sering kali menimbulkan efek beracun bagi manusia walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit, namun di samping efek negatif tersebut alkaloid juga banyak mempunyai efek fisiologis yang menguntungkan dalam bidang pengobatan (antikanker, antimalaria dan melancarkan sirkulasi darah).

Penelitian kali ini merupakan lanjutan dari penelitian berkesinambungan yang telah dilakukan pada penelitian tahun sebelumnya. Dimana di tahun pertama telah dicapai kondisi pelarut, jenis pelarut dan kondisi f:s untuk ekstraksi padat cair yang optimum. Metode yang dipakai pada tahun pertama adalah ekstraksi padat cair dengan teknik disperse dimana pelarut yang paling baik digunakan adalah etanol 70% (v/v), temperature optimum ekstraksi pada 32,7 oC dan rasio f:s pada 1:40. Kondisi tersebut telah memberikan nilai rendemen yang paling optimum sehingga kondisi tersebut akan saya pakai untuk penelitian di tahun kedua pada metode ekstraksi padat cair, disamping itu pelarut etanol juga memberikan hasil yang selektif terhadap komponen-komponen bioaktif yang ada pada buah mahkota dewa. Pada tahun kedua, Metode isolasi yang dipilih adalah pemisahan konvensional non destruktif ekstraksi cair-cair. Untuk dapat memperoleh komponen murni zat aktif dengan kandungan yang tinggi perlu dilakukan variasi terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan harus bersifat selektif terhadap komponen-komponen bioaktif dalam buah mahkota dewa ini sehingga nantinya proses isolasi dapat berlangsung optimal. Tahap fraksionasi (pemisahan) dimulai menggunakan pelarut non polar semi polar (kloroform, etil asetat dan aseton) dan pelarut polar. Dengan begitu proses pengisolasian komponen-komponen bioaktif tersebut di tahun kedua dapat berlangsung dengan maksimal.Berdasarkan kajian literature, pelarut yang sering digunakan untuk proses pengisolasian dan selektif terhadap komponen bioaktif digunakan pelarut sebagai berikut dapat dilihat pelarut yang cenderung polar adalah etanol dan n-butanol sedangakan pelarut yang semi polar adalah aseton, etil asetat dan kloroform. Sementara pelarut yang non polar adalah heksana dan petroleum eter. Spektrum kepolaritasan selain dilihat dari konstanta dielektrik, pada buku smallwood ini diidentifikasi suatu nilai kepolaritasan dalam pelarut. Nilai telah menunjukkan

Perlakuan awal.Untuk mendapatkan hasil ekstrak yang optimal digunakan metode ekstraksi padat-cair yaitu maserasi. Metode ini dilakukan melalui perendaman terhadap solute yang akan diekstrak dengan menggunakan pelarut yang selektif. Metode ini cukup sederhana namun membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kesetimbangan. Pada penelitian ini digunakan magnetic stirrer untuk mempercepat proses ekstraksi sehingga waktu unutk mencapai kesetimbangan lebih singkat. Kondisi ekstraksi dilakukan berdasarkan optimasi pada penelitian tahun sebelumnya yaitu pada temperature 32,7oC dan f:s 1:40. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 70% v/v, karena pelarut ini dapat memberikan hasil yang optimal terhadap komponen bioaktif yang diekstrak. Selain itu menurut Tiwari dan teman-teman, senyawa fitokimia yang terekstrak menggunakan pelarut etanol 70%-v/v (kombinasi antara etanol dengan air) antara lain polifenol, tanin, flavonoid, terpenoid, sterol, alkaloid, dan saponin. Pelarut etanol 70%-v/v terbukti mengandung konsentrasi senyawa flavonoid yang lebih banyak dibandingkan pelarut etanol murni. Hal ini dikarenakan penambahan air sebanyak 30% ke dalam etanol murni akan meningkatkan polaritas pelarut etanol 70%-v/v. Pada proses ekstraksi padat-cair, kontak antara umpan dan pelarut akan mengakibatkan terjadinya proses difusi solute dari umpan (fasa padatan) menuju ke pelarut (fasa cairan). Proses difusi antar fasa ini terjadi karena adanya driving force, yaitu perbedaan konsentrasi solute dalam umpan dengan konsentrasi solute dalam pelarut serta perbedaan kelarutan solute dalam pelarut.

Proses fraksionasi untuk akhirnya diharapkan didapat isolate murni dari masing-masing komponen bioaktif pada buah mahkota dewa, dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Proses ekstraksi ini menggunakan prinsip perbedaan kepolaritasan yang ada pada pelarut. Pertama-tama pelarut yang kaya akan solute dimasukkan ke dalam corong pisah lalu pelarut pengekstrak (solvent) dimasukkan setelahnya. Lalu proses pengocokkan dilakukan selama beberapa saat, pada penelitian ini berdasarkan kajian literature didapatkan waktu ekstraksi sebesar 20-30 menit. Setelah itu akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan aqueous dan lapisan organic. Keberadaan kedua lapisan ini bergantung pada densitas dari pelarut yang digunakan. Lalu lapisan paling bawah dipisahkan dengan lapisan diatasnya. Akhirnya didapatkan pelarut yang kaya akan solute dinamakan ekstrak dan rafinat terdiri dari diluent dan zat-zat inert. Saat pencampuran, akan terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama dan masuk ke dalam pelarut kedua . Untuk mencapai proses perpindahan massa yang baik, maka performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan supaya terjadi bidang kontak yang seluas mungkin diantara kedua cairan tersebut. Proses ekstraksi ini sangat bergantung pada variasi pelarut yang digunakan, waktu ekstraksi dan temperatur, rasio F:S, dan karakteristik dari sampel yang akan digunakan.

Hasil uji fitokimia secara kualitatif ini didukung dengan hasil uji kuantitatif aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Pada prinsipnya, metode DPPH dilakukan hanya untuk mengetahui aktivitas antioksidan secara keseluruhan dari senyawa bioaktif yang terekstrak dengan cara mengukur aktivitas senyawa tersebut dalam menangkap radikal DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil). Uji DPPH dilakukan dengan mencampurkan ekstrak 30 ppm dengan radikal DPPH berkonsentrasi 0,1 mM dengan perbandingan volume 1 : 1 selama 4 jam. Larutan DPPH yang pada awalnya berwarna ungu (violet) akan menghilang warna ungunya secara perlahan-lahan setelah dicampurkan dengan ekstrak dan diinkubasi. Perubahan warna ungu yang terjadi setelah inkubasi bergantung pada konsentrasi ekstrak dan radikal DPPH yang digunakan. Perubahan warna yang terjadi akibat reaksi antara radikal DPPH dengan antioksidan. Radikal DPPH yang memiliki satu elektron yang tidak berpasangan pada atom nitrogen akan menerima elektron dari atom hidrogen yang dimiliki oleh antioksidan sehingga membentuk molekul yang stabil. Jika seluruh elektron pada DPPH sudah berpasangan, larutan pun akan berubah warna menjadi kuning terang. Pada Gambar 4.15, disajikan warna larutan DPPH dan warna larutan DPPH yang sudah bereaksi seluruhnya dengan antioksidan.Kemampuan penghambatan radikal DPPH ini diukur menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum, yaitu 517 nm. Aktivitas antioksidan dari ekstrak dinyatakan sebagai DPPH equivalent per gram oleoresin kering dengan satuan mol DPPH/mg oleoresin kering. Semakin besar nilai DPPH equivalent menunjukkan semakin banyak radikal DPPH yang dibutuhkan untuk 111

dapat menghambat aktivitas antioksidan dalam ekstrak. Dengan kata lain, semakin besar nilai DPPH equivalent berarti semakin tinggi kekuatan antioksidan yang terkandung dalam ekstrak. Namun, aktivitas antioksidan atau DPPH equivalent yang tinggi tidak hanya bergantung pada jumlah antioksidan, tetapi juga pada struktur dan interaksi satu sama lain