latar belakang

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan energi yang banyak untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari. Beberapa diantaranya adalah karbohidrat, protein, minyak dan lemak. Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Selain itu Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Minyak atau lemak khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak essensial seperti asam linoleat, linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat pengumpulan kolesterol. Minyak dan lemak juga befungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Minyak dan lemak atau lipida pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah menentukan derajat polaritasnya.

description

bab 1

Transcript of latar belakang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia membutuhkan energi yang banyak untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari. Beberapa diantaranya adalah karbohidrat, protein, minyak dan lemak. Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Selain itu Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Minyak atau lemak khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak essensial seperti asam linoleat, linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat pengumpulan kolesterol. Minyak dan lemak juga befungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K.

Minyak dan lemak atau lipida pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut karena derajat polaritas lipida berbeda-beda, maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida. Begitupun dengan pelarut, memiliki kepolaran yang berbeda sehingga dengan demikian pelarut memiliki kemampuan yang berbeda dalam melarutkan minyak.

Minyak dan lemak dapat diperoleh dengan tiga cara ekstraksi jaringan hewan atau tumbuhan yaitu rendering, pengepresan, dan ekstraksi pelarut, tergantung pada sumber, jumlah dan jenis minyak/lemak tersebut. Pengekstraksian minyak dan lemak bergantung pada pelarut yang digunakan. Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengaplikasikan, membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar dapat lebih mudah untuk dipahami dan dipelajari.1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mempelajari dan memahami prosedur ekstraksi minyak/lemak dengan menggunakan berbagai macam pelarut.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. Dapat memilih pelarut yang baik untuk ekstraksi minyak/lemak dalam suatu bahan.

2. Mengekstraksi campuran minyak dan air dengan menggunakan pelarut organik (n-heksana dan kloroform).

1.3 Prinsip Percobaan

1. 3. 1 Kelarutan

Melarutkan minyak/lemak dalam pelarut air, etanol, n-heksana, kloroform dan menghitung diameter noda pada penetesan di atas kertas saring yang dikeringkan.

1. 3. 2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Menambahkan n-heksana dan kloroform pada campuran air dan minyak beberapa kali dan memisahkan larutan yang terbentuk yang kemudian dihitung diameter noda yang terbentuk pada kertas saring yang dikeringkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak dan lemak adalah trigiserida atau triasil gliserol (merupakan ester asam lemak dengan gliserol) dengan rumus (Patong, 2009):

Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organic yang tidak larut/bercampur dalam air. Minyak tumbuhan dan hewan semuanya merupakan lipid. Dari sudut pandang kimia, minyak kelompok ini sama saja dengan lemak. Minyak dibedakan dari lemak berdasarkan sifat fisiknya, pada suhu ruang minyak berwujud cair sedangkan lemak berwujud padat. Jika dilihat dari asalnya terdapat dua golongan besar minyak yaitu minyak yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan (minyak nabati) dan minyak yang dihasilkan oleh hewan (minyak hewani) (Anonim, 2009).

Lemak atau minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Sudarmaji, dkk, 1996).

Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Pada umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair dalam suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida. Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Minyak merupakan bahan cair diantaranya disebabkan karena rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. Lemak banyak digunakan dalam pembuatan roti atau kue dengan tujuan membantu mengempukkan produk akhir. Lemak yang bersifat demikian dikenal dengan istilah shortening. Disebut demikian karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuknya massa serabut-serabut gluten dari gandum yang padat dapat dihalangi (Winarno, 2004).

Lipida yang paling sederhana banyak mengandung asam lemak sebagai unit penyusun adalah triasil gliserol, juga seringkali dinamakan lemak, lemak netral, atau trigliserida. Triasil gliserol adalah ester dari alkohol gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Triasil gliserol adalah komponen umum dari lemak penyimpan atau derivate lemak pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya hidrofobik non polar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau gugus fungsional yang potensialnya tinggi (Lehninger, 1997).

Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa akan menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak. Untuk lemak dengan berat tertentu, jumlah mol asam lemak bergantung dari panjang rantai karbon pada asam lemak tersebut (Poedjiadi, 1994).

Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketengikan lemak (Poedjiadi, 1994).

Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak atau lipida pada umumnya tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua macam lipida. Kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipida sukar diekstraksi dengan pelarut nonpolar karena bahan pelarut sukar masuk ke dalam jaringan yang basah dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk ekstraksi. Pemanasan yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk proses ekstraksi lipida karena sebagian lipida akan terikat dengan protein dan karbohidrat yang ada dalam bahan sehingga sukar diekstraksi (Day dan Underwood, 2001):

a. Senyawa trigliserida yang bersifat nonpolar akan mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut nonpolar misalnya n-heksana atau petroleum ether.

b. Glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar.

c. Lesitin atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline bersifat basis dan akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkohol. Lesitin ini terdapat dalam jaringan tanaman dan jaringan hewan misalnya jaringan saraf dan otak.

d. Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam kloroform yang sedikit polar dan basis. Senyawa ini tidak larut dalam alkohol.Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer diantara berbagai jenis metode pemisahan lainnya. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur, seperti benzen, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisa pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam bidang kimia analitik, kemudian berkembang menjadi metoda yang baik, sederhana, cepat, dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan ion-ion logam dalam jumlah makrologam (Khopkar, 1990).

Bila suatu zat terlarut membagi diri antara cairan-cairan yang tidak dapat campur ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam kedua fase kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur. Transfer semua atau sama sekali tidak semacam itu dari satu ke lain pelarut adalah langka, dan boleh jadi bahwa kita menjumpai campuran zat-zat yang hanya berbeda sedikit dalam kecenderungannya untuk beralih dari satu ke lain pelarut. Jadi satu transfer tidaklah menimbulkan pemisahan yang bersih. Dalam hal semacam ini, haruslah kita pertimbangkan cara terbaik untuk menggabung sejumlah pemisahan parsial yang berurutan sampai akhirnya kita capai derajat kemurnian yang diinginkan (Day dan Underwood, 2001).

Tingkat kemudahan ekstraksi bahan kering juga masih ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Penghancuran merupakan perlakuan pendahuluan yang sangat penting sebelum ekstraksi. Penghancuran bahan dalam jumlah yang sedikit dapat dilakukan dengan bantuan sejumlah pasir kering yang ditambahkan pada bahan. Campuran beberapa bahan pelarut untuk mengekstraksi kelompok lipida yang lebih luas juga dapat digunakan. Misalnya campuran alkohol dan eter yang sering dipakai untuk ekstraksi, namun bahan bukan lipida yang terikut harus segera dipisahkan agar tidak terjadi perubahan atau interaksi lebih lanjut. Contoh di bawah ini menunjukkan beberapa jenis bahan pelarut yang sesuai untuk ekstraksi lipida tertentu (Sudarmadji, dkk., 1996).

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan PercobaanBahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Minyak kelapa, minyak wijen, gliserol, margarin, aquades, etanol, n-heksana, kloroform, kertas saring dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet skala 1 mL, penggaris dan oven.

3.3 Prosedur Kerja

3. 3. 1 Kelarutan

1. Sebanyak 20 buah tabung reaksi disiapkan, masing-masing 5 tabung diisi dengan 5 tetes minyak wijen, minyak kelapa, gliserol dan margarin.2. Pada tabung (1) ditambahkan air, tabung (2) air, tabung (3) etanol, tabung (4) n-heksana, tabung (5) kloroform, masing-masing sebanyak 1 mL.

3. Campuran tersebut dikocok dan kemudian diteteskan (1 tetes) pada kertas saring.

4. Dikeringkan dalam oven selama beberapa menit dan setelah kering diukur diameter masing-masing noda.

3. 3. 2 Ekstraksi minyak dan lemak

1. Dua tabung reaksi yang berisi campuran minyak dan air dari percobaan di atas diambil dan masing-masing ditambahkan 1 mL n-heksana dan kloroform.

2. Larutan tersebut dikocok sampai terbentuk 2 lapisan.

3. Lapisan airnya dipindakan ke tabung reaksi lain dan ditambahkan lagi 1 mL n-heksana atau kloroform. 4. Lapisan organiknya digabungkan dalam satu tabung.

5. Larutan air dan organiknya diteteskan pada kertas saring, lalu dikeringkan dalam oven dan diukur diameter nodanya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KelarutanKelarutan adalahPada percobaan ini diuji kelarutan minyak dan lemak dengan beberapa pelarut (seperti air, n-heksana, etanol dan kloroform) yang memiliki kepolaran berbeda-beda. Air bersifat polar, etanol dan kloroform semipolar sedangkan n-heksana bersifat nonpolar. Zat-zat yang polar akan larut dengan baik dalam pelarut polar dan sebaliknya zat-zat nonpolar akan larut dengan baik dalam pelarut nonpolar. Sampel-sampel yang digunakan yaitu minyak wijen, minyak kelapa, margarin dan gliserol. Masing-masing sampel dimasukkan dalam tabung reaksi lalu dicampur dengan pelarut-pelarut yang digunakan. Campuran dalam tabung reaksi lalu diteteskan satu tetes pada kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Setelah itu diameter noda yang terbentuk pada masing-masing kertas saring diukur. Adapun hasil pengukuran diameter noda yang dihasilkan adalah sebagai berikut:Tabel 1. Kelarutan

PelarutDiameter noda (cm)

Minyak WijenMinyak KelapaMargarinGliserol

Air 1Air 2

Etanol

n-heksanaKloroform3,1-

2,12,62,52,7-

2,22,42,41,31,92,22,82,9--

-

-

-

Pada uji kelarutan, diameter noda menandakan kelarutan minyak/lemak dalam bahan pelarut. Semakin besar noda yang dihasilkan, maka minyak atau lemak semakin larut, begitupun sebaliknya. Pada percobaan kelarutan, minyak dengan pelarut air tidak dapat bercampur jika dilihat pada saat pencampuran. Namun pada saat uji kelarutan dengan menggunakan media kertas saring timbul noda setelah pengeringan dalam oven. Dimana timbulnya noda menandakan minyak larut pada pelarut. Timbulnya noda pada air merupakan kesalahan karena seharusnya minyak tidak larut daam air karena air bersifat polar sedangkan minyak bersifat nonpolar. Sebaliknya, minyak/lemak dapat larut dalam pelarut nonpolar seperti n-heksana, etanol, dan kloroform, hal ini karena minyak/lemak dan pelarut-pelarut tersebut sama-sama bersifat nonpolar.Setelah mengukur diameter noda pada masing-masing jenis bahan (minyak wijen, minyak kelapa, margarin dan gliserol) dengan beberapa pelarut (air, etanol, n-heksana dan kloroform) diperoleh data seperti di atas, dimana kelarutan air relatif besar yaitu 3,1 cm pada minyak wijen; 2,7 cm pada minyak kelapa serta 1,3 cm dan 1,9 cm pada margarin, ini menandakan pelarut yang paling baik untuk minyak/lemak adalah air walau pada kenyataannya hal ini tidak sesuai dengan teori. Kelarutan selanjutnya adalah dengan etanol yaitu diameter pada minyak wijen adalah 2,5 cm; pada minyak kelapa adalah 2,2 cm dan pada margarin adalah 2,2 cm. Kemudian n-heksana, pada minyak wijen diameternya adalah 2,6 cm; pada minyak kelapa 2,4 cm dan margarin 2,8 cm. Adapun untuk kloroform adalah pada minyak wijen diameter nodanya sebesar 2,5 cm; pada minyak kelapa 2,4 cm dan pada margarin, 2,9 cm. Data yang didapatkan sangat menyimpang dari teori yaitu pelarut yang baik adalah air kloroform n-heksana etanol dimana menurut teori pelarut yang baik adalah n-heksana kloroform etanol air. n-heksana memiliki kepolaran yang paling kecil lalu kloroform, etanol dan terakhir adalah air sehingga minyak lebih mudah larut dalam n-heksana jika dibandingkan dengan pelarut yang lainnya karena minyak/lemak bersifat nonpolar begitupun dengan n-heksana. Adapun pada gliserol yang tidak menghasilkan noda pada semua pelarut adalah karena gliserol merupakan senyawa folatil yaitu mudah menguap, sehingga sebelum dimasukkan ke dalam oven, gliserol telah menguap membawa serta sampel dan pelarutnya sehingga tidak menghasilkan noda. Kesalahan yang terjadi mungkin terjadi karena alat-alat yang digunakan tidak steril, kelalaian praktikan atau bahan yang kurang bagus dan kuantitas larutan yang ditotolkan pada kertas saring berbeda sehingga menghasilkan perbedaan diameter noda yang berbeda pula.4.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Pada percobaan ekstraksi, minyak/lemak diuji dengan cara diekstraksi dengan berbagai pelarut. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut organik kloroform dan n-heksana. Pada saat dicampurkan terdapat dua lapisan. Pada campuran kloroform dan air, larutan kloroform di bawah dan air di atas karena berat jenis air lebih kecil daripada kloroform, sedangkan pada pencamuran air dan n-heksana, larutan n-heksana berada di atas dan air di bawah. Hal ini terjadi karena berat jenis air lebih besar daripada berat jenis n-heksana. Pada percobaan ini, larutan air dan organik yang telah tercampur dipisahkan dengan cara dipipet karena lapisan air (polar) tidak bercampur dengan lapisan larutan organik, sehingga keduanya mudah dipisahkan, kemudian lapisan air dicampur kembali dengan larutan organik sementara larutan organik yang telah dipipet tadi digabungkan kemudian dilakukan pemisahan lagi untuk kemudian larutan diteteskan pada kertas saring dan dikeringkan dalam oven, kemudian diukur diameter noda yang dihasilkan, yaitu seperti yang terdapat dalam tabel di bawah:Tabel 2. Hasil pengamatan Ekstraksi minyak dan lemak

SampelDiameter noda (cm)

Minyak WijenMinyak KelapaMargarinGliserol

n-heksanaair1,4-0,8-

organik1,51,92,3-

Kloroformair----

organik-2,31,9-

Dari hasil percobaan yang nampak dengan jelas terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa lapisan organik yang ditambahkan n-heksana menghasilkan diameter noda pada minyak wijen 1,5 cm; pada minyak kelapa 1,9 cm dan pada margarin 2,3 cm. Pada saat ditambahkan kloroform pada kelarutan ini, diameter noda yang didapat pada minyak wijen adalah 0 cm, pada minyak kelapa adalah 2,3 cm dan pada margarin 1,9 cm. Pada pelarut n-heksana diperoleh diameter yang lebih besar jika dibandingkan dengan pelarut kloroform karena n-heksana bersifat nonpolar karena memiliki tetapan dielektrik yang sangat kecil dibandingkan tetapan dielektrik yang dimiliki oleh kloroform. Oleh karena itu, n-heksana merupakan pelarut yang baik dalam ekstraksi minyak dan lemak.

Pada tabel terlihat pada air juga terdapat noda, yaitu pada minyak wijen 1,4 cm dan margarin 0,8 cm. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya pada lapisan air tidak terdapat noda karena air tidak bisa bercampur dengan minyak/lemak disebabkan karena sifat kepolarannya yang berbeda jauh. Adapun gliserol tdak pernah menimbulkan noda baik pada pelarut n-heksana maupun pada kloroform dan air karena gliserol merupakan senyawa folatil yaitu mudah menguap, sehingga sebelum dimasukkan ke dalam oven, gliserol telah menguap membawa serta sampel dan pelarutnya sehingga tidak menghasilkan noda.

Kesalahan yang terjadi mungkin terjadi karena alat-alat yang digunakan tidak steril, kelalaian praktikan atau bahan yang kurang bagus dan kuantitas larutan yang ditotolkan pada kertas saring berbeda sehingga menghasilkan perbedaan diameter noda yang berbeda pula.

4.3 Reaksia. Minyak dengan air

b. Minyak dengan etanol

c. Minyak dengan kloroform

d. Minyak dengan n-heksana

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa minyak dan lemak larut sempurna pada pelarut organik (etanol, n-heksana dan kloroform) dan pelarut yang paling baik untuk ekstraksi minyak dan lemak adalah pelarut n-heksana. Adapun urutan kelarutan yang paling besar dari pelarut yang digunakan adalah n-heksanakloroformetanolair.5.2 Saran

Sebaiknya laboratorium menyediakan bahan yang bagus agar kesalahan yang terjadi pada saat praktikum dapat diminimalisir dan sebaiknya digunakan jenis pelarut yang lain untuk ekstraksi minyak dan lemak agar dapat diketahui bagaimana kelarutan minyak/lemak pada pelarut-pelarut tersebut.DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Minyak dan Lemak, http:/id.wikipedia.org/wiki/MinyakdanLemak (online), diakses tanggal 17 April 2009, 17.30 WITA.Day, R. A., dan Underwood, A. L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Patong, A. R., 2009, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi, 1996, Analisa Bahan makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Winarno, F. G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Kerja Kelarutan Minyak dan Lemak

Lampiran 2. Bagan Kerja Ekstraksi Minyak dan Lemak

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, Mei 2009

Asisten Praktikan

ALFIAN NASIR MAIDIN

TANTI IRYANTILAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA

EKSTRAKSI MINYAK DAN LEMAKNAMA

: TANTI IRYANTI

NIM

: H31107035

KELOMPOK

: III (Tiga)

HARI / TANGGAL: KAMIS, 16 APRIL 2009

ASISTEN

: ALFIAN NASIR MAIDIN

LABORATORIUM BIOKIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

EMBED ChemDraw.Document.6.0

EMBED ChemDraw.Document.6.0

EMBED ChemDraw.Document.6.0

EMBED ChemDraw.Document.6.0

_1301748068.cdx

_1302754766.unknown

_1302754777.unknown

_1455214015.unknown

_1301770178.cdx

_1301768308.unknown

_1301719922.unknown