latar belakang

22
Kemajuan di bidang industri dimasa ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia yang menyebabkan dampak pencemaran lingkungan di sekitarnya meningkat. Industri elektroplating merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah berupa logam berat. Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Logam berat banyak digunakan karena sifatnya yang dapat menghantarkan listrik dan panas serta dapat membentuk logam paduan dengan logam lain (Darmayanti, 2012). Pada industri elektroplating, salah satu limbah logam beratnya adalah Khrom (Cr) dan Tembaga (Cu). Menururt Das 2008 dalam Kurniasari 2012, beberapa proses pengambilan logam berat yang telah ada adalah pengendapansecara kimia, ion exchange, pemisahan dengan membran, elektrolisa dan ekstraksi dengan solvent. Tetapi, proses-proses tersebut memeiliki beberapa kekurangan seperti sulitnya proses pembuangannya, memerlukan biaya yang tinggi dan kurang efektifnya bila diaplikasikan pada konsentrasi limbah yang rendah. Salah satu alternatif lain dalam pengolahan limbah yang mengandung logam berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben. Proses ini kemudian disebut sebagai biosorption. Biosorption menunjukkan kemampuan biomass untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui langkah-langkah metabolisme atau kimia- fisika. Keuntungan penggunaan proses biosorption diantaranya adalah biaya yang relatif murah, efisiensi tinggi pada larutan encer, minimalisasi pembentukan lumpur, serta kemudahan proses regenerasinya (Ashraf, 2010; Kurniasari 2014)

description

adsorpsi

Transcript of latar belakang

Kemajuan di bidang industri dimasa ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia yang menyebabkan dampak pencemaran lingkungan di sekitarnya meningkat. Industri elektroplating merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah berupa logam berat. Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Logam berat banyak digunakan karena sifatnya yang dapat menghantarkan listrik dan panas serta dapat membentuk logam paduan dengan logam lain (Darmayanti, 2012).Pada industri elektroplating, salah satu limbah logam beratnya adalah Khrom (Cr) dan Tembaga (Cu). Menururt Das 2008 dalam Kurniasari 2012, beberapa proses pengambilan logam berat yang telah ada adalah pengendapansecara kimia, ion exchange, pemisahan dengan membran, elektrolisa dan ekstraksi dengan solvent. Tetapi, proses-proses tersebut memeiliki beberapa kekurangan seperti sulitnya proses pembuangannya, memerlukan biaya yang tinggi dan kurang efektifnya bila diaplikasikan pada konsentrasi limbah yang rendah. Salah satu alternatif lain dalam pengolahan limbah yang mengandung logam berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben. Proses ini kemudian disebut sebagai biosorption. Biosorption menunjukkan kemampuan biomass untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui langkah-langkah metabolisme atau kimia-fisika. Keuntungan penggunaan proses biosorption diantaranya adalah biaya yang relatif murah, efisiensi tinggi pada larutan encer, minimalisasi pembentukan lumpur, serta kemudahan proses regenerasinya (Ashraf, 2010; Kurniasari 2014)Limbah produk pertanian merupakan limbah organik yang tentunya akan sangat mudah ditemukan dalam jumlah besar. Pemanfaatan dan penggunaan limbah pertanian sebagai bahan baku biosorben selain dapat membantu mengurangi volume limbah juga dapat memberdayakan limbah menjadi suatu produk yang mempunyai nilai jual. Oleh karena itu, potensi limbah pertanian sangat besar untuk digunakan sebagai bahan baku biosorben logam berat (Kurniasari, 2010). Dalam penelitian ini, adsorben yang akan digunakan adalah adsorben dengan metode karbon aktif yang terbuat dari limbah kulit pisang. Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi logam berat dengan adsorben bahan-bahan biologis adalah keberadaan gugus aktif yang ada di bahan tersebut. Gugus-gugus itu diantaranya adalah gugus acetamido pada kitin, gugus amino dan posphat pada asam nukleat, gugus amido, amino, sulphydryl dan karboksil pada protein dan gugus hidroksil pada polisakarida. Gugus-gugus inilah yang akan menarik dan mengikat logam pada biomass (Ahalya dkk., 2003; Kurniasari 2014). Menurut Wong dkk., 2008 dalam Kurniasari 2014, pektin merupakan salah satu struktur komponen yang mengandung gugus aktif, maka pektin juga dapat digunakan sebagai salah satu sumber biosorben. (Wong dkk., 2008; Kurniasari 2014). Kulit buah pisang mengandung pektin dalam jumlah yang cukup banyak, sekitar 10-21% (Mohapatra dkk, 2010). Selain itu, pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia dimana luas panen dan produksinya selalu menempati posisi pertama. Dalam Nilaning 2008, Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan memilih jenis pisang komersial yang dibutuhkan oleh konsumen pisang. Luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi pertama. Dari rata-rata produksi nasional pisang, sekitar 63% berasal dari pulau Jawa,Sumatera 18%, Kalimantan 6%, Sulawesi 6%, Bali dan Nusa Tenggara8%. Menurut penelitian Ina dkk., 2013, kemampuan jeruk siam dalam menyerap logam tembaga (Cu) memiliki kemampuan hingga 26,61 %. Dan dalam Ghifari, 2011, aktivitas biosorpsi sekam padi terhadap beberapa kation logam berat seperti seng Zn2+ dan ion Kadmium Cd2+ menghasilkan nilai presentase adsorpsi maksimum 85% untuk larutan Zn2+ 200 mg/l dan 98.92% untuk larutan Cd2+ 20 mg/l.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka pada penelitian ini akan dilakukan penurunan konsentrasi logam berat Timbal (Pb) dan Krom (Cr) pada limbah cair elektroplating menggunakan limbah dari kulit pisang. Dengan pengaplikasian variasi yang berbeda dapat memberikan nilai efisiensi yang berbeda pula pada nilai efisiensi dalam penurunan kadar logam berat.

ELEKTROPLATINGSalah satu industri yang dapat menimbulkan pencemaran adalah industri pelapisan logam (electroplating) yang menghasilkan limbah B3. Logam berat yang terkandung dalam limbah industri electroplating diantaranya adalah Cu, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb Sifat dari limbah B3 antara lain adalah mudah terbakar, mudah meledak, dan bersifat karsinogenik (penyebab kanker). (Hakim, 2008)Proses elektroplating pada saat ini berkembang semakin pesat seiring dengan kebutuhan masyarakat. Elektroplating diaplikasikan antara lain dalam industri elektronika, konstruksi pabrik, peralatan rumah tangga, otomotif dan lain-lain. Proses elektroplating bertujuan untuk memberikan perlindungan dari karat dan memberikan efek mengkilap pada besi dan baja. Meningkatnya kebutuhan akan produk yang menggunakan proses elektroplating mendorong berkembangnya industri elektroplating yang berada di Indonesia. Perkembangan industri yang semakin pesat selain memberikan manfaat, juga menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah dari proses elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) (Purwanto,2005; Nurhasni 2013). Beberapa unsur logam yang terdapat dalam limbah cair elektroplating antara lain besi, krom, seng, nikel, mangan, dan tembaga. Kuantitas limbah yang dihasilkan dalam proses elektroplating tidak terlampau besar, tetapi tingkat toksisitasnya sangat berbahaya, terutama krom, nikel dan seng (Roekmijati, 2002; Nurhasni, 2013). Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang dilakukan (Palar,1994; Nurhasni 2013).Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan terlebih dahulu ke lingkungan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Cemaran tersebut dapat mencemari mikroorganisme dan lingkungannya baik dalam bentuk larutan, koloid, maupun bentuk partikel lainnya. Apalagi dalam limbah tersebut terdapat kandungan krom (VI) yang bersifat lebih toksik karena sifatnya yang lebih stabil dibandingkan krom (III). Krom (VI) terlebih dahulu direduksi menjadi krom (III) untuk menurunkan toksisitasnya dalam limbah. (Nurhasni, 2013)

LOGAM BERATLogam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatandan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa (Hg), Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Khrom (Cr). Namun demikian, meski semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sangat sedikit (Palar, 2004).Umumnya logam-logam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida, senyawa karbonat dan senyawa sulfida. Senyawa-senyawa itu sangat mudah larut dalam air. Namun demikian pada bahan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal atau pada daerah kisaran pH 7-8, kelarutan dari senyawa-senyawa ini cenderung untuk stabil. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawa-senyawa logam tersebut. Perubahan tingkat stabil dari kelarutan tersebut biasanya terlihat dalam bentuk pergeseran persenyawaan (Palar, 2004). Umumnya pada pH yang semakin tinggi, maka kestabilan akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida-hidroksida ini mudah sekali membentuk ikatan permukaan dengan partikel-partikel yang terdapat pada badan perairan. Lama-kelamaan persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel-partikel yang ada dibadan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur. Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menimbulkan terputusnya satu mata lantai kehidupan (Palar, 2004). TEMBAGA (Cu)Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagi senyawa padat dalam bentuk mineral. Secara alamiah, Cu dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari berbagai peristiwa alam.unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral, partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara. Melalui jalur non-alamiah, Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia (Palar, 2004). Senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan pada bilangan valensi yang dibawanya, logam Cu dinamakan juga Cuppro untuk yang bervalensi +1 dan cuppry untuk yang bervalensi +2. Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaannya seperti CuCO3, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2 tidak dapat larut dalam air dingin ataupun panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam asam. Logam Cu itu sendiri dapat dilarutkan dalam senyawa asam sulfat (H2SO4) panas dan dalam larutan basa NH4OH. Senyawa CuO dapat larut dalam NH4Cl dan KCN (Palar, 2004).Secara fisika, logam Cu(Tembaga) digolongkan ke dalam kelompok logam-logam penghantar listrik yang baik. Sesuai dengan sifat kelogamannya, Cu dapat membentuk alloy dengan bermaam-macam logam. Alloy-alloy yang dibentuk dengan logam-logam lain itu digunkan secara luas sesuai dengan sifat alloy yang membentuknya. Alloy lain adalah bentuk logam yang dikenal dengan kuningan (Palar, 2004). Dalam bidang industri lainnya, senyawa Cu banyak digunakan. Sebagai contoh adalah industri cat sebagai antifoling, industri insektisida, dll. CuO banyak digunakan sebagai katalis, baterai, elektroda, penarik sulfur atau belerang dan sebagai pigmen serta pencegah pertumbuhan lumut (Palar, 2004). Cu termasuk ke dalam logam-logam esensial bagi manusia. Kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi. Konsumsi tembaga yang baik bagi manusia adalah 2,5 mg/kg berat tubuh/hari bagi orang dewasa dan 0.05 mg/kg berat tubuh/hari untuk anak-anak dan bayi. Selain manusia, organisme hidup lainnya juga membutuhkan Cu untuk kehidupannya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan darat ataupun biota perairan (Palar, 2004). Secara alamiah, Cu masuk ke dalam badan perairan sebagai akibat dari peristiwa erosi atau pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Aktifitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industri galangan kapal dan bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion CuCO3+, CuOH+, dll. Biasanya jumlah Cu yang terlarut dalam badan perairan laut adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila terjadi peningkatan kelarutan Cu, sehingga melebihi ambang yang seharusnya, maka akan terjadi biomagnifikasi terhadap biota-biota perairan (Palar, 2004).KHROMIUM (Cr)Logam Cr murni tidak pernah ditemukan di alam. Logam ini di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain. Sebagai bahan mineral, Cr paling banyak ditemukan dalam bentuk Chromite (FeOCr2O3). Berdasarkan pada sifat-sifat kimianya, logam Cr dalam persenyawaannya mempunyai bilangan oksidasi 2+, 3+ dan 6+. Cr tidak dapat teroksidasi oleh udara yang lembab, bahkan pada proses pemanasan cairan logam Cr. Tetapi dalam udara yang mengandung CO2 dalam konsentrasi tinggi, logam Cr dapat mengalami peristiwa oksidasi dan membentuk Cr2O3. Sedangkan pada larutan HCl akan membentuk CrCl2. Khromium merupakan logam yang sangat mudah bereaksi. Logam ini secara langsung dapat bereaksi dengan nitrogen, karbon, silika dan boron (Palar, 2004).Sesuai dengan tingkat valensi yang dimiliki, logam khromium yang telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr2+ akan bersifat basa, dari ion logam Cr3+ bersifat ampoter, dari ion logam Cr6+ bersifat asam (Palar, 2004).Khromium telah dimanfaatkan secara luas dalam kehidupan manusia. Logam ini banyak digunakan sebagai bahan pelapis pada bermacam-macam peralatan mulai dari peralatan rumah tangga sampai ke mobil. Persenyawaan yang dapat dibentuk dengan menggunakan logam Cr seperti senyawa-senyawa khromat dan dikhromat, sangat banyaj digunakan oleh perindustrian. Kegunaan yang umum dikenal dari senyawa tersebut adalah dalam bidang litigrafi, tekstil,penyamakan, pencelupan, fotografi,zat pewarna, bahan peledak, dll (Palar, 2004).Khromium yang masuk ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber. Sumber-sumber masukan logam Cr kedalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatana-kegiatan perindustrian, rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan-bahan bakar. Dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan nonalamiah. Secara alamiah dapat disebabkan dari erosi pada batuan mineral, debu dan partikel Cr diudara yang terbawa turun oleh air hujan. Secara nonalamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia.Proses kimia yang terjadi di perairan pada logam khromium seperi pengompleksan dan sistem reaksi redoks dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan dan atau sedimentasi logam Cr didasar perairan. Preoses kimiawi juga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa reduksi dari senyawa-senyawa Cr6+ yang sangat beracun menjadi Cr3+ yang kurang beracun jika lingkungannya bersifat asam. Untuk perairan yang berlingkungan basa, ion-ion Cr3+ dapat diendapkan didasr perairan. Sebagai logam berat, Cr termasuk logam yang mempunyai daya racun yang tinggi yang ditentukan oleh valensi ion-nya. Sifat racun yang dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis (Palar, 2004).KULIT PISANGIndonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan memilih jenis pisang komersial yang dibutuhkan oleh konsumen pisang. Luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi pertama. Dari rata-rata produksi nasional pisang, sekitar 63% berasal dari pulau Jawa,Sumatera 18%, Kalimantan 6%, Sulawesi 6%, Bali dan Nusa Tenggara8% (Anonim, 2003; Tyas 2008)Menurut Hanifah dalam Tyas 2008, pisang (Musa paradisiaca L) merupakan tanaman buah-buahan yang tumbuh dan tersebar di seluruh Indonesia. Negara Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar di Asia. Pisang dapat dikonsumsi secara langsung dan ada yang diolah dulu, jika diolah menghasilkan limbah padat berupa kulit pisang. Sisa pengolahan ini masih dapat diekstrak dan dimanfaatkan untuk menghasilkan produk-produk yang berguna. Kulit pisang selain digunakan sebagai pakan ternak, dapat diekstrak kandungan pektin di dalamnya. Pektin merupakan senyawa hidrokoloid karbohidrat yang terdapat pada jaringan tanaman muda dan buah. Selain itu pektin dapat menyerap air 40-100 kali volumenya. Berikut adalah kandungan senyawa dalam kulit pisang pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kandungan Senyawa dalam Kulit PisangNoSenyawaKandungan (g/100g berat kering)

1Protein8,6

2Lemak13,1

3Pati12,1

4Abu15,3

5Serat Total50,3

(Sumber: Yosephine, dkk,2012; Rofikah 2013)

-ADSORPSISalah satu metode yang ampuh digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari air limbah adalah adsorpsi. Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya gaya van der Waals. Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins 1999; Sukarta, 2008).Dalam adsorpsi fisik kekuatan ikatan antara molekul yang diadsorpsi dan permukaan sangat lemah, atau tipe Van der Waals. Energi yang berasosiasi dengan ikatan tersebut relatif lemah. Sebaliknya dalam adsorpsi kimia ikatan sangat berperan dan merupakan resultan dari suatu transfer atau suatu penempatan elektron dalam reaksi antara adsorbat dan adsorben . Kekuatan ikatan dalam khemisorpsi menjadi lebih penting dibandingkan pada phisisorpsi. Keadaan molekul dari adsorbat akan berbeda dari keadaan awalnya. Atom permukaan mempunyai suatu karakter elektronik tidak jenuh dengan kehadiran beberapa kekosongan (valensi bebas). Pembentukan lapisan sempurna dari molekul yang diadsorpsi secara kimia memungkinkan menjenuhkan secara sempurna pada daerah kekosongan. Adsorpsi antara gas oksigen dan permukaan logam merupakan contoh dari peristiwa khemisorpsi, pada contoh ini ikatan yang terbentuk adalah ikatan kovalen (Laksono,2002). Jika fenomena adsorpsi disebabkan terutama oleh gaya Van der Waals dan gaya hidrostatik antara molekul adsorbant, maka atom yang membentuk permukaan adsorben tanpa adanya ikatan kimia disebut adsorpsi fisika. Dan jika terjadi interaksi secara kimia antara adsorbat dan adsorben, maka fenomenanya disebut adsorpsi kimia. Pada dasarnya adsorben dibagi menjadi tiga, yaitu (Ginting, 2008):1. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon aktif, silika gel dan zeolit)2. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (calsium cholide, metal hydride dan complex salts)3. Composite adsorbent adsorben yang mengadsorpsi secara kimia dan fisik. FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI ADSORPSIDaya adsorpsi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu (Ginting, 2008):1. Tekanan (P), tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikan jumlah yang diadsorpsi.2. Temperatur absolut (T), temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis. Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi, demikian juga untuk peristiwa sebaliknya. 3. Interaksi potensial (E), interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.4. Jenis adsorbata. Ukuran molekul adsorbatUkuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.b. Kepolaran zatApabila diameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih dahulu teradsorpsi. 5. Karakteristik adsorbena. Kemurnian adsorbenSebagai zat untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih murni diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik.b. Luas permukaan dan volume pori adsorbenJumlah molekul adsorbat yang teradsorpsi meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben. ISOTERM ADSORPSIProses adsorpsi dinyatakan sebagai isoterm adsorpsi . Dan dikenal beberapa teori adsorpsi yaitu tipe isoterm Langmuir, isoterm BET, isoterm Freundlich, isoterm Temkin dan isoterm Fowler. Masing- masing isoterm adsorpsi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, setiap konsep mengemukakan persamaannya sendiri yang dirangkum dalam tabel di bawah ini (Laksono, 2002):Tabel 2.4Persamaan dan Aplikasi Beberapa Teori IsotermTeori IsotermPersamaanAplikasi

LangmuirAdsorpsi Fisik Dan Kimia

FreundlichAdsorpsi Fisik Dan Kimia

TemkinAdsorpsi Kimia

FowlerAdsorpsi Fisik Dan Kimia

BetAdsorpsi Fisik

Keterangan:derajat penutupan permukaan oleh adsorbatV= Volume gas yang diadsorpsiVm= Volume gas maksimum yang mungkin teradsorpsiPo= Tekanan uap jenuh gasa,b,c,K,n = konstanta= term interaksi antara partikel adsorpsi lebih lanjutk= tetapan gas BoltzmanTeori adsorpsi dari Langmuir yang berdasarkan teori kinetik gas, lebih membahas adsorpsi gas pada zat padat dan dalam penggunaannya harus berasumsi pada (Laksono, 2002) :1. Partikel yang diadsorpsi terletak pada substrat yang terlokalisir ( pada ketebalan tertentu) dan homogen2. Setiap site hanya mungkin ditempati oleh 1 partikel adsorbat3. Gas yang teradsorpsi bersifat ideal, artinya tidak ada interaksi diantara molekul- molekul adsorbat4. Tidak terjadi antaraksi antara molekul substrat dan partikel adsorbat, atau tidak terjadi pertukaran energi, jika terjadi tumbukan maka tumbukannya elastis sempurna.5. Laju adsorpsi sama dengan laju desorpsiDengan berpedoman pada asumsi tersebut, maka persamaan Langmuir dapat diturunkan sebagai berikut (Laksono, 2002):

Gambar 2.1 Struktur pada Permukaan Adsorbant

Laju adsorpsi = k2 P. SOLaju desorpsi = k1 S1Dengan: S1 = fraksi permukaan yang ditempati adsorbat SO = fraksi permukaan yang terbuka / kosongP= tekananK1, K2 = tetapan lajuS= So+S1-ADSORBENMenurut Ginting 2008, untuk proses adsorpsi ada 3 jenis adsorben yang biasa dipakai, yaitu silika gel, aktif karbon dan zeolit.KARBON AKTIFKarbon aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap karbon aktif tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi (Jayaswabowo, 2008). Karbon aktif merupakan senyawa amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang dapat diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif (Jayaswabowo, 2008).Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu dan tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700-800oC. Hampir semua adsorbant dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air. Aktif karbon dapat ditemukan dalam bentuk bubuk dan granular. Pada umumnya karbon aktif dapat mengadsorpsi metanol atau amonia sampai dengan 30%, bahkan karbon aktif super dapat mengadsorpsi sampai dua kalinya (Ginting, 2008)PROSES PEMBUATAN KARBON AKTIFProses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori, yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap gaya adsorpsi. Mode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah (Jayaswabowo, 2008):1. Aktivasi Kimia: Proses pemutusan rantau karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia. Untuk aktivasi kimia, aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khusunya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H4PO4.2. Aktivasi Fsikia: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Untuk aktivasi fisika, biasanya arang dipanaskan didalam furnace pada temperatur 800-900oC. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah, merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan. Beberapa bahan baku lebih mudah untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi dan akhirnya diaktivasi dengan uap.FAKTOR ADSORPSI KARBON AKTIFSifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu (Jayaswabowo, 2008):1. Sifat AdsorbenKarbon aktif yang merupaka adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari untur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan karbon aktif bersifat nonpolar. Struktur pori karbon aktif berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori karbon aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi akan bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan juga diperhatikan.2. Sifat SerapanBanyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan. 3. TemperaturDalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar.4. Derajat Keasaman (pH)Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meninhkat bila pH diturumkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambah alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.5. Waktu SinggungNila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah karbon yang digunakan. Selain ditentukam oleh dosisi karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikela karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.