Latar belakang

33
Latar Belakang Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan orang yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian agar lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami peningkatan. Terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis. Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermula dari Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariah yang dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang mengenai perbankan syariah lebih memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008. Akhirnya banyak dari sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan dengan membentuk perbankan syariah demi menjaga kondisi kestabilan keuangan. Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk pembiayaan. Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang dilakukan pihak perbakan konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas barang atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan yang hanya dikehendaki pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan perbankan syariah lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan syariah itu sendiri B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, beberapa rumusan masalah yang penulisan akan uraikan pada bab pembahasan yaitu:

Transcript of Latar belakang

 Latar Belakang

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan

orang yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk

mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian agar

lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami peningkatan.

Terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkurangnya angka pengangguran dengan

luasnya lapangan pekerjaan yang di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para

pebisnis.

Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermula dari

Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariah yang

dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang mengenai

perbankan syariah lebih memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-undang No. 21

Tahun 2008. Akhirnya banyak dari sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan

dengan membentuk perbankan syariah demi menjaga kondisi  kestabilan keuangan.

Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk pembiayaan.

Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang dilakukan pihak perbakan

konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas

barang atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan

yang hanya dikehendaki pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan

perbankan syariah lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan

pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan

syariah itu sendiri

B.       Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, beberapa rumusan masalah yang penulisan

akan uraikan pada bab pembahasan yaitu:

1.      Apa definisi pembiayaan perbankan syariah?

2.      Apa tujuan dari dapa pembiayaan perbankan sayariah?

3.      Apa manfaat dari pembiayaan perbankan syariah? dan

4.      Berapa macam produk pembiayaan perbankan syariah.?

C.      Tujuan

Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu antara lain:

1.      Mengetahui definisi pembiayaan perbankan syariah

2.      Mengetahui tujuan daripada pembiayiaan

3.      Mengetahui manfaat perbankan syariah

4.      Mengetahui macam-macam produk pembiayaan perbankan syariah.

BAB  IIPEMBAHASAN

A.    PENGERTIANBank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada

bunga. Bank islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembagkan berlandaskan pada al-qur’an dan hadits.

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja, bank syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai dengan prinsip-prinsip islam, yakni bank dengan tata cara operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah islam.[1]

Bank sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yag tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan negara). Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya aktiva  produktif[2],dimana perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan. menurut ketentuan bank indonesia adalah peneneman dana bank syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penentapan, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi serta sertifikat wadi’ah bank indonesia.

B.   Tujuan PembiayaanPembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syari’ah. Tujuan

pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syari’ah terkait dengan stake holder, yakni:

1.      Pemilik: dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.

2.      Pegawai: para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bak yang dikelolanya.

3.      Masyarakat:Pemilik dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasi akan diperoleh bagi hasil.Debitur yang bersangkutan, dengan menyediakan dana baginya mereka membantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).Masyarakat umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.

4.      Pemerintah: akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.

5.      Bank: bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.

C.    FUNGSI PEMBIAYAAN

Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah kepada masyarakat penerimaan, diantaranya:

1.      Meningkatkan daya guna uangPara penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan

deposito. Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru. Dengan demikian dana yang mengendap di bank tidak menjadi idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bagi masyarakat.

2.      Meningkatkan daya guna barangDengan bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang

contohnya dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat.

3.      Meningkatkan peredaran uangPembiayaan yag disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan

paertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif.

4.      Menimbulkan kegairahan berusahaSetiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu

berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu berhubungan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.

5.      Stabiltas ekonomiDalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya

diarahkan pada usaha antara lain:

Ø  Pengendalian inflasiØ  Peningkatan eksporØ  Rehabiltasi prasaranaØ  Pemenuh kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat

Untuk menekan arus inflasi  dan berlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan penting.

6.      Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasionalPara usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk

meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatifd dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.

Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Di lain pihak pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa negara. Disamping itu dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan dihemat devisa keuangan negara.

7.      Sebagai alat hubungan ekonomi internasionalBank sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam negeri

tetapi juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat yang ringan yaitu margin (bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu penggunaan yang panjang.

D.    Macam-Macam PembiayaanPembiayaan merupakan salah satu tugas pokok, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit[3] pembiayaan perbankan syariah menurut sifat penggunaanya dapat dibagi menjadi dua hal yaitu:

1.      Pembiayaan yang bersifat produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik untuk usaha produksi, perdagangan, maupun investasi, dan

2.      Pembiayaan yang bersifat konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk penggunaan pemenuhan kebutuhan konsumtif, yaitu yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.Sedangkan pembiayaan perbankan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:

1.      Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Sale and Purchase)Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:

a.      Pembiayaan Murabahah (Deferred Payment sale)Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank di tambah keuntungan (margin).Landasan hukum al-Qur’an pembiayaan murabahah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275“….Alllah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275.Kemudian landasan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib radhiyallahu Anhu yaitu:[4]

 “ada tiga perkara yang diberkati, jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majjah)

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. pencantuman dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak berubah selama berlakunya akad, cara pembayaran pada akad murabahah dilakukan dengan cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Barang akan diserahkan segera setelah terjadinya akad.

b.      Pembiayaan Salam (In Font Payment sale)

Pembiayaan salam dilakukan pada akad jual beli yang mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Sehingga pembayaran dilakukan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sehingga transaksi ini mirip dengan jual beli ijon, namun dalam trankasi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu pembayaran barang ditentukan secara pasti.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, da tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Sehingga pada umumnya akan di diterapkan dalam pebiyaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk dimudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.Al-Qur’an dalam Surah al-Baqarah ayat 288.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak dengan tunai untuk jangka waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah: 282).

dan hardist yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim“dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah, sedang orang-orang biasa melakukan salaf dalam buah-buahan selama setahun, dua tahun dan tiga tahun. Maka beliau bersabda, ‘siapa melakukan salam dalam sesuatu, maka hendaklah dia melakukannya dengan timbangan tertentu, takaran tertentu dan sampai waktu tertentu,(HR Bukhari – Muslim).Begitu jelas bahwa larangan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “ jangan kalian menjual sesuatu yang tidak ada ditanganmu.” Akad untuk salam ini sesuai dengan qiyas. Syarat terpenting sebagai fuqaha ialah ada yang mengetatkan dengan menyebutkan beberapa batasan tertentu, yang sama sekali tidak didukung dalil.[5]

c.       Pembiayaan Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture)Merupakan pembiayaan yang menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna’

pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.Skim Istinhna’ dalam perbankan syariah umumnya pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.

Ketentuan pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jeni, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ tidak berubah selam berlakukan akad, jika terjadi perubahan criteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seleuruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

2.      Pembiayaan dengan prinsip sewa “Ijarah” (Operational Lease and Financial Lease)Prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, akan tetapi memiliki perbedaan yang terletak dari pada objek transaksinya. Pada transaksi ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa.Perinsip pembiayaan ijarah memiliki landasan dalam al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat 233.“dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang paput. Bertaqwalah kamu kepada Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim[6]

“diriwayatkan dari ibu abbas bahwa rasulullah saw. Bersabda, “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”.dan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah[7]

“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”berikanlah upak pekerjaan sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibju Majah).

3.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Profit Sharing)Beberapa produk pembiayaan perbankan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil (profit  sharing) adalah sebagai berikut:

a.      Pembiayaan Musyarakakah (Partnership, Project Financing Participation)Merupakan pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan dengan bekerja sama untuk meningkatkan aset yang mereka miliki. Atau usaha bagi hasil yang melibatkan beberapa atau kedua belah pihak yang sama-sama menggaungkan sumber daya yang mereka miliki baik dalam bentuk berwujud maupun tidak berwujud.Bentuk kontribusi pihak yang bekerja sama dapat berupa  dana, barang dagangan (trading asset), kewirauswastaan (entrepreneur ship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (Equipment), atau intangibel aset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (Credit worthiness) dan barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang.

Ketentuan umum dalam pembiayaan musyarakah dalam perbankan syariah adalah:·         Penyatuan modal proyek musyarakah yang kemudian dikelola bersama. Kedua belah pihak berhak memberikan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana usaha. Pelaksana diberikan kepercayaan (amanah) untuk menjalankan usaha dengan tidak boleh melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:-          Menggabungkan dana usaha dengan harta pribadi-          Menjalankan usaha musyarakah dengan pihak lain tanpa seizin pemilik modal-          Memberikan pinjaman kepada pihak lain-          Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.-          Dianggap tidak bekerja sama atau mengakhiri kerjasama ketika, menarik diri dari kerjasama, meninggal dunia, tidak cakap hukum.·         Pengeluaran biaya dalam menjalan usaha diketahui bersama, keuntungan atau kerugian dibagi sebagaimana porsinya.·         Menyebutkan jenis usaha dalam akad.

b.      Pembiayaan Mudharabah ( Trust Financing, Trust Investement)Pembiayan mudharabah merupakan pembiayaan yang pemilik modalnya (shahib al-mall) memberikan modal secara penuh kepada pengelola (mudharib) dengan perjanjian pembagian keuntungan, sedangkan kerugian di tanggung oleh pemilik modal (shahib al-maal). Pembiayaan mudharabah yang dilakukan pihak bank merupakan pembiayaan yang memberikan kepercayaan penuh kepada pengelola, sehingga perlu adanya prinsip kehati-hatian untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana.

4.      Pembiayaan dengan akad pelengkapAkad pelengkap pembiayaan perbankan syariah yang ditunjukkan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah.

a.      Pembiayaan Hawalah (Tranfer Service)Pembiayaan hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang ditunjukkan untuk membantu perusahan untuk kelanjutan usaha produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.  Untuk mengurangi resiko terjadinya kecurangan nasabah dan laporan palsu atau wanprestasi yang merupakan kewajiban hawalah ke bank perlu adanya penelitian atas kemampuan pihak berutang dan kebenaran transaksi antara memindahkan piutang dengan yang berutang.

b.      Rahn (Mortage)Pembiayaan dengan memberikan jaminan atas pinjaman pinjaman yang telah diterimanya dari pihak perbankan. Barang yang digadai harus memiliki nilai yang sebanding dengan besarnya pinjaman, kepemilikan sendiri dan merupakan sector rill, serta dapat dikuasai oleh pihak bank, namun tidak untuk dimanfaatkan. Sebatas sebagai jaminan atas pembiayaan.Dalam surat al-Baqarah ayat 283“jika kamu dalam perjalanna (dan bermuamalah tidak secara tunai) sednagkan kamu tidak memperoleh seraogn penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283).Dan dipertegas dengan  beberapa hadis perihal gadai rahn (Mortage) yaitu sebagai berikut:[8] “Aisya r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. membeli makan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu, dan Muslim).“Anas ra. Berkata, “Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no. 1927, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah)“Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “apabila ada ternah digadaikan, punggunya boleh dinaiki (oleh orang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternah itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.”(HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’I, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn).“Abu Hurairah ra. Berkata bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “barang yang digadai itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).Resiko wanprestasi yang terjadi dalam pembiayaan dengan gadai diatasi dengan penjualan barang jaminan atas perintah hakim. Dengan ketentuan ketika telah melakukan peneguran secara berkala minimal 3 kali, dan ditambah dengan melakukan negosiasi kembali oleh pihak perbankan kepada nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk menutupi kekurangan daripada pengganti atas pembiayaan yang didapat. Ketika terjadi kelebihan atas penjualan maka dikembalikan kepada si pemilik barang jaminan tersebut.

c.       Qarrd (Soft and Benevolent Loan)Merupakan transaksi pembiayaan yang diberikan perbankan kepada nasabah dengan tanpa mengharapkan imbalan. Dikategorikan sebagai aqd tathawwui atau akan saling membantu dan bukan komersial[9]

Aplikasi pembiayaan qard dalam perbankan meliputi:1.      Pinjaman talangan haji.2.      Jaminan tunai (cash advanced)3.      Jaminan kepada pengusaha kecil4.      Pinjaman kepada pengurus bank,

Landasan hokum pembiayaan qard (soft and benevolent loan) terdapat dalam al-quran dan beberapa hadis yaitu:[10]

“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasa) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”(QS. Al-Hadid: 11)“Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi).“Anas Bin malik berkata bahwa rasulullah berkata, “aku melihat kepada waktu malam di Isra’-kan, pada pintu surge tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan belas kali, aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah?” ia menjawab, karena peminta-minta suatu dan ia punya, sedangkan yang meminjamkan tidka akan meminjam kecuali karena keperluan”(HR. Ibnu Majah no. 2422, kitab ahkam, dan baihaqi).    

d.      WakalahWakalah juga  merupakan salah satu pembiayaan perbankan atas  perwakilan melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Khusus L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka pembiayaan dilakukan dengan pembiayaan lain seperti, pembiayaan mudharabah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.Landasan hokum pemberlakuaannya transaksi pembiayaa wakalah adalah seperti yang terdapat dalam Qur’an dan Hadis[11]

“dan demikian kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antra mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada di sini? Merek menjawab, ‘ kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi), ‘tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamnya kamu berada (di sini), maka, suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untuk mu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.”(QS. Al-Hafi: 19).”jadikanlah aku bendaharawan Negara mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (QS. Yusuf: 55).Dan dalam beberapa hadis.Yang diriwayatkan oleh malik.[12]

“bahwasannya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti-Harits” (Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’, bab haji)“dari Jabir ra. ia berkata: aku keluar pergi ke Khaibar, lalau aku dating kepada Rasulullah saw. Maka beliau bersabda, “bila engkau dating pada wakilku di khaibar, maka ambilah darinya 15 wasaq.”(HR Abu Dawud)[13]

“dari Jabir ra. bahwa Rasulullah saw. Menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra. disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih.”(HR. Muslim).[14]

Bank yang ditunjuk oleh nasabah tidak diperbolehkan melakukan tindakan sendiri tanpa adanya musyawarah dari pihak nasabah. Setiap tugas wewenang, dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai dengan kehendak nasabah dan mengatasnamakan nasabah dalam pelaksanaan tugas.. Maka dalam hal pelaksanaan tugas tersebut bank dapat mengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama.

e.       Kafalah (Guaranty)Merupakan pembiayaan dengan pengalihan tanggung jawab kewajiban pembayaran orang kedua dalam hal ini nasabah atas orang ketiga (jasa atau objek) dengan jaminan pelaksanaan yang akan dilakukan oleh orang pertama (bank). Dan dalam pelaksanaan kegiatan ini si  pemberi jasa berhak mendapatkan ganti rugi atas biaya jasa yang dikeluarkan atau diberikan.Landasan pembiayaan kafalah ini yaitu berdasarkan al-quran dan hadis.”penyebu-penyebu itu berseru, “kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikkannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan akan menjamin terhadapnya”(QS. Yusuf: 72).Bentuk jaminan atas kafalah dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari[15]

“telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dihalatkan)… Rasulullah bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah.

Beberapa macam kafalah yang dilakukan oleh perbankan yaitu meliputi:1.      Kafalah bin Nafs

Merupakan pemberian jaminan atas diri (personal2.      Kafalah bil Mal

Merupakan jaminan pembayaran atas perlunasan utang atau barang3.      Kafalah bit-Taslim

Merupakan penjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.

4.      Kafalah al-MunjazahMerupakan jaminan mut lak yang tidak adanya batas jangka waktu dan kepengingan/tujuan tertentu

5.      Kafalah al-MuallaqahMerupakan jaminan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah diuraikan penulis diatas beberapa kesimpulan diambil

oleh penulis terkait daripada rumusan masalah dan tujuan yaitu:

1.      Maskud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana

perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang

dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.

2.      Beberapa tujuan daripada pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah

berdasarkan penempatan (stakeholder) yaitu ditujukan kepada pemilik, pegawai,

masyarakat, pemerintah, bank

3.      Manfaat daripada perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk

meningkatkan pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan

masyarakat

4.      Produk pembiayaan perbankan  meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif atau

pembiayaan yang bersifat produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan

syariah yaitu:

1.      Pembiayaan berprinsip jual beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’

2.      Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik

3.      Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah

4.      dan beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan

wakalah

B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi

Indonesia

Karim A. Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analis Fiqih dan Keuangan: edisi 3. Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani

Pers. Jakarta.

Karnaen Perwataatmadja. 1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam,: PT. Dana Bhakta

wakaf, Yogyakarta

Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada.

Jakarta

Nurhayati Sri dan Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat.

Jarkata

Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003

www.mandirisyariah.com

                                                                                                           

[1] Karnaen Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakta wakaf, 1997

[2] Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003

[3] Rifat Ahamd Abdul Karim. “The Impact of the Basie Capital Adequacy Ratio Regulation on the Financial Strategy of Islamic Banks” dalam Proceeding of the 9th Expert level Conference on Islamic Banking, disponsori

oleh Bank Indonesia dan Internasional Association of Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.

[4] Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta., hlm. 194

[5] Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi Indonesiahlm. 629

[6] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118

[7] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118

[8] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129

[9] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129

[10] Opcit Hlm. 132

[11] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 121

[12]  opcit

[13] Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta., hlm. 196

[14] Ibid

[15]  Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 124

Jenis-Jenis Akad Pembiayaan Bank Syariah (Oleh Riki abdul Rahman UIN Badung

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam lembaga perbankan baik itu perbankan konvensional ataupun syariah dalam

operasionalnya meliputi 3 aspek pokok, yaitu penghimpunan dana (funding), pembiayaan

(financing) dan jasa (service). Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, bank umum syariah dalam usaha untuk menghimpun dana dapat

melakukan usaha dalam bentuk simpanan berupa tabungan, giro atau bentuk lainnya baik

berdasarkan akad wadi’ah, mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan.

Sedangkan dari sisi pembiayaan, perbankan syariah dapat menyalurkan pembiayaan

berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, qardh, atau akad

lain yang sesuai dengan syariah. Sedangkan kegiatan jasa yang dapat dilakukan oleh bank

umum syariah berdasarkan Undang-Undang tersebut diantaranya berupa akad hiwalah,

kafalah, ijarah, dan lain-lain.

Namun pada kenyataannya yang terjadi di masyarakat, justru sangat mengkhwatirkan

dalam pengetahuan perbankan syari’ah, terutama dalam jenis pembiayaan di bank syari’ah.

Maka berangkat dari permasalahan tersebut maka penulis membuat makalah dengan judul

“JENIS-JENIS PEMBIAYAAN BANK SYARI’AH”.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Pembiayaan Bank Syari’ah?

2.      Bagaimana Pembiayaan Bank Syari’ah, dan Apa saja Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syari’ah!

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk Menjelaskan Pengertian Pembiayaan

2.      Untuk Memaparkan Bagaimana Pembiayaan Bank Syari’ah, dan Memaparkan Jenis-Jenis

Pembiayaan Bank Syari’ah

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pembiayaan

Pada dasarnya fungsi utama Bank Syariah tidak jauh beda dengan bank konvensional

yaitu menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali atau lebih

dikenal sebagai fungsi intermediasi. Dalam prakteknya bank syariah menyalurkan dana yang

diperolehnya dalam bentuk pemberian pembiayaan, baik itu pembiayaan modal usaha

maupun untuk komsumsi.

Adapun pengertian pembiayaan menurut berbagai litertur yang ada sebagai berikut,

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pembiayaan adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai untuk mengembalikan

uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Menurut M. Syafii Antonio. (2001;160), Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Pembiayaan

adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang

merupakan defisit unit.

Menurut Muhammad (2002;260), Manajemen Bank Syariah. Pembiayaan dalam

secara luas diartikan sebagai pendanaan yang di keluarkan untuk mendukung investasi yang

telah direncanakan baik  dilakukan sendiri maupun dijalankan  oleh orang lain.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan adalah

pemberian fasilitas penyediaan dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan

berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang

dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.

B.       Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah

Menurut Muhammad (2002;91), Manajemen Bank Syariah. Penyaluran dananya pada

nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang

dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:

1.      Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli ( Ba’i )

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan

barang atau benda (Transfer Of Property) Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan

menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu

penyerahan yakni sebagai berikut:

a.    Pembiayaan Murabahah

Menurut definisi Ulama Fiqh Murobahah adalah akad jual beli atas barang tertentu.

Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan

dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.

Dalam perbankan Islam, Murobahah merupakan akad jual beli antara bank selaku

penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi

tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu

murobahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan

nasabah dengan cara cicilan.

Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah

dengan membeli  barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan

menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan

terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.

Pemilikan barang akan dialihkan kepada nasabah secara propisional sesuai dengan

cicilan yang sudah dibayar. Dengan demikian barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan

sampai seluruh biaya dilunasi.

Rukun dan Syarat Murabahah:

1.    Rukun

a.       Ada penjual.

b.      Ada pembeli.

c.        Ada obyek yg akan dijual-belikan (tangible)

d.      Ada harga jual yg disepakati kedua belah pihak.

e.       Akad jual beli.

2.    Syarat

a.       Pembeli dan penjual dlm keadaan cakap hukum.

b.       Barang yg dijual tidak termasuk kategori yg diharamkan.

c.        Barang yg dijual sesuai dgn spesifikasi pembeli.

d.       Barang yg dijual secarahukum syah dimiliki penjual.

Contoh:

MURABAHAH DGN PELUNASAN PADA AKHIR PERIODE

Harga beli  : Rp. 50.000.000,-

Harga jual  : Rp. 62.000.000,-

Laba                      : Rp. 12.000.000,-

Jangka waktu        : 3 bulan

Cicilan                   : Rp. 4.000.000,-/bln (labanya saja)

Pelunasan  : Rp. 54.000.000,-/bln (di akhir bulan ke 3)

MURABAHAH DGN PELUNASAN DIANGSUR

Harga beli  : Rp. 50.000.000,-

Harga jual  : Rp. 60.000.000,-

Laba                      : Rp. 10.000.000,-

Jangka waktu        : 12 bulan

Cicilan                   : Rp. 5.000.000,-/bln (pokok + laba)

b.    Pembiayaan Salam

Yaitu pembiayaan jual-beli di mana barang yang diperjual-belikan belum ada.

Pembayaran barang dilakukan di depaqn oleh bank namun penyerahan barang dilakukan

secara tangguh karena memerlukan proses pengadaannya. Setelah barang diserahkankepada

bank maka bank akan menjualnya epada pembeli yang telah nenesan sebelumnya. Hal ini

disebut salam paralel karena melibatkan pemesan dan bank, serta bank dan pelaksana yang

bertanggung jawab atas realisasipesanan tersebut.

Rukun dan Syarat Salam:

1.      Rukun

a.       Muslam (pembeli)

b.      Muslam ilaih (penjual)

c.       Modal/ Uang

d.      Muslam Fiihi atau barang

e.       Shigat

2.      Syarat

a.       Modal harus diketahui

b.      Penerimaan pembayaran salam harus di temapat kontrak

c.       Barang harus jelas, bisa diidentifikasi, penyerahan barang dikemudian hari, dan sebagainya

Contoh:

Biasa dipraktekkan bagi pembiayaan produk pertanian. Sebagai contoh seorang

pedagang besar sembako melakukan pemesanan 1000 ton beras yang tipe, kualitas, kuantitas

dan harganya sudah ditentukan kepada seorang petani. Karena petani tersebut tidak memiliki

modal kerja , maka bank akan membiayai modal kerja petani. Petani menerima dana di awal

akad dari bank yang akan digunakan untuk kebutuhan pengadaan sarana produksi maupun

kebutuhan proses penanaman hingga panen . Setelah panen, hasil beras sesuai spesifikasi

yang petani.diminta akan diserahkan kepada bank. Selanjutnya bank akan menjual kepada

pemesannya yaitu si pedagang besar dan bank akan menerima pembayaran sebagai sumber

pelunasan pembayaran.

c.    Pembiayaan Istisna

Istishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni’ (pemesan) dengan shani’i

(produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan harus dipesan terlebih dahulu dengan 

kriteria yang jelas.

Secara etimologis, istishna itu adalah minta dibuatkan. Dengan demikian menurut

jumhur ulama istishna sama dengan salam, karena dari objek/barang yang dipesannya harus

dibuat terlebih dahulu dengan ciri-ciri tertentu seperti halnya salam. Bedanya terletak pada

sistem pembayarannya, kalau salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima,

sedang istishna boleh di awal, di tengah atau diakhir setelah pesanan diterima.

Rukun dan Syarat Istishna:

1.    Rukun

a.       Ada pembuat/produsen

b.      Ada pemesan/pembeli.

c.       Ada barang/proyek yang dipesan.

d.      Ada kesepakatan harga jual.

e.       Ada pengikatan.

2.    Syarat

a.         Pihak yg berakad hrs cakap hukum.

b.        Produsen sanggup memenuhi persyaratan pemesanan

c.         Obyek yg dipesan jelas spesifikasinya.

d.        Harga jual adalah harga pesanan ditambah keuntungan.

e.         Harga jual tetap selama jangka waktu pemesanan

f.         Jangka waktu pembuatan disepakati bersama

Contoh Soal:

UIN berkeinginan untuk menambah sarana pendidikan berupa Laboratorium Audio

Visual senilai Rp. 3 M. UIN  kemudian menghubungi BRI Syariah untuk membiayai proyek

tersebut. Kontraktor yang sudah dikenal dalam pembuatan Laboratorium Audio Visual adalah

PT. Sony.

     Harga Pesanan Proyek            : Rp. 3 Milyard.

     Jangka waktu pembangunan    : 1 tahun.

     Kontraktor                              : PT. Sony.

     Nasabah                                  : UIN

     Harga Jual pada UMY            : Rp. 4,8 Milyard.

     Cara Pelunasan                        : Cicilan selama 1 th (setelah                                        

proyek selesai dibangun)

UIN akan membayar Hamisy Jidiyah (fee) sebagai uang tanda keseriusan pada waktu

melakukan transaksi Istishna ini.

Besarnya Hamisy Jidiyah ini tidak ditentukan dan sepenuhnya menjadi wewenang

BRI Syariah dan kesepakatan bersama dengan UIN.

     Hamisy Jidiyah bisa dibayar setiap bulan, 3 bulan, atau 6 bulan tergantung

kesepakatan bersama antara BRI Syariah dengan UIN.

2.      Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)

Pengertian pemberian sewa menyewa dapat didefenisikan sebagai transaksi terhadap

penggunaan manfaat suatu barang dan jasa dengan pemberian imbalan,. Apabila obyek

pemanfaatannya berupa barang, maka imbalannya disebut dengan sewa , sedangkan bila

obyeknya berupa tenaga kerja maka imbalannya disebut upah Pada dasarnya ijarah

didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan

tertentu.

Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah

akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu

melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu

sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya

pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.

Ada 2 ( dua ) jenis ijarah yaitu sebagai berikut.

a.       Ijarah Murni

yaitu suatu transaksi sewa-menyewa obyek tanpa adanya perpindahan kepemilikan

yaitu obyek tetap dimiliki oleh si pemilik.

b.      Ijarah Muntahiya Bitamilik

yaitu suatu transaksi sewa menyewa di mana terdapat pilihan bagi si penyewa untuk

memiliki barang yang disewa di akhir masa sewa melalui mekanisme sale and lease

backIjarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa

Iqtina’ yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh

penyewa ( finance lease ).

Oleh karena Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi

pemindahan kepemilikan, maka banyak orang menyamaratakan ijarah dengan leasing. Hal ini

disebabkan karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal – ihwal sewa-

menyewa. Karena aktivitas perbankan umum tidak diperbolehkan melakukan leasing, maka

perbankan Syari’ah hanya mengambil Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik yang artinya perjanjian

untuk memanfaatkan ( sewa ) barang antara Bank dengan nasabah dan pada akhir masa sewa,

maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya.

Rukun dan Syarat Ijarah:

1.      Rukun

a.       Penyewa (musta’ jir)

b.      Pemilik barang (mu’ajjir)

c.       Barang atau obyek sewaan (ma’jur)

d.      Harga sewa/manfaat sewa (ajran/ujran)

e.       Ijab Qabul

2.      Syarat

a.       Pihak yang saling telibat harus saling ridha

b.      Ma’ jur (Barang atau obyek sewa)

a)    Manfaat tersebut dibenarkan agama atau halal.

b)   Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur atau diperhitungkan.

c)    Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa

d)   Ma’ jur wajib dibeli musta’ jir.

3.      Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil

Berdasarkan komposisi share modal bank dalam usaha nasabah, terdapat ( dua ) pola

pembayaran, yaitu :

a.       Mudharabah

Perjanjian pembiayaan/ penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada

pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah,

dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah

disepakati sebelumnya.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib), akad

kemitraan ini dibagi menjadi dua tipe yaitu:

1.      Mudharabah Mutlaqah

Yaitu pemilik modal memberikan kebebasan penuh kepada pengelola untuk

menggunakan modal tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.

2.      Mudharabah Muqayyad

Yaitu pemilik modal menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam

menggunakan modal tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.

Rukun Dan Syarat Sah Akad Mudharabah:

Mudharabah merupakan kontrak yang melibatkan antara dua kelompok, yaitu pemilik

modal (investor) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk

digunakan dalam aktifitas ekonomi. Pembiayaan mudharabah tersebut tidaklah terlepas dari

mekanisme pelaksanaan perjanjian yang telah ditetapkan berdasarkan syarat dan rukun dalam

akad, sesuai dengan yang dikemukakan oleh ulama Fiqhiyah dan juga Dewan Syariah

Nasional MUI tentang mudharabah (qiradh).

Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi sedangkan syarat adalah

sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun. Namun syarat bukanlah rukun, jadi tidak

boleh dicampurkan. Oleh karena itu keabsahan suatu perjanjian pembiayaan mudharabah

tidak terlepas dari pada pemenuhan rukun dan syarat mudharabah itu sendiri.

Menurut ulama Hanafiyah, rukun mudharabah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, sedangkan

menurut ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, rukun mudharabah ada enam yaitu:

1.    Rukun

a.       Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya

b.      Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang

c.        Aqad mudharabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang

d.       Mal, yaitu harta pokok atau modal

e.       Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba atau keuntungan

f.       Keuntungan.

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan kabul yang

keluar dari orang yang memiliki keahlian, selain itu rukun mudharabah terbagi kepada lima,

yaitu:Pemodal

a.        Pengelola

b.        Modal

c.         Nisbah keuntungan

d.        Sighat atau Akad

2.    Syarat

a.       Modal atau barang yang diserahkan berbentuk uang tunai. Apabila barang berbentuk emas

atau perak batangan (tabar), emas hiasan (imitasi) atau barang dagangan lainnya, maka

mudharabah tersebut batal dengan sendirinya.

b.      Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf. Sedangkan akad

yang dilakukan anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-orang yang berada di

bawah pengampuan, maka akadnya batal atau tidak sah.

c.       Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan

dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua

belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

d.      Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas

persentasenya, seperti setengah, sepertiga atau seperempat.

e.       Melafazdkan ijab dari pemilik modal, misalnya: "Aku serahkan uang ini kepadamu untuk

dagang, jika ada keuntungan akan dibagi dua" dan kata-kata qabul dari pengelola.

f.       Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang

di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu,

sementara di waktu-waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang

dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-

persyaratan, maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat Imam Syafi'i

dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad

b.      Musyarakah

Menurut Hanafiyah syirkah adalah : Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat

mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah :

Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan

pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai

dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.

Macam-macam musyarakah Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama

musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjaIi tanpa adanya akad

antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama

menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti

bersamasama menerima hibah atau menerima wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan

manusia, seperti bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah yang

lahir karena akad atau perjanjian antara pihak-pihak (syirkah al-“uqud). Ini ada beberapa

macam:

a.    Syarikat ‘inan

yaitu syarikat antara dua orang atau beberapa orang mengenai harta, baik mengenai

modalnya, pengelolannya ataupun keuntungannya. Pembagian keuntungan tidak harus

berdasarkan besarnya partisipasi, tetapi adalah berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.

b.    Syarikat mufawadhah

yaitu syarikat antara dua orang atau lebih mengenai harta, baik mengenai modal, pekerjaan

ataupun tanggungjawab, maupun mengenai hasil atau keuntungan.

c.    Syarikat wujuh

yakni syarikat antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan tingkat profesinal yang

baik mengenai sesuatu pekerjaan/bisnis, dimana mereka membeli barang dengan kredit dan

menjualnya secara tunai dengan jaminan reputasi mereka. Musyarakah seperti ini lazim juga

disebut musyarakah piutang.

d.   Syarikat a’maal

yaitu syarikat antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-

sama dan membagi untung bersama berdasarkankesepakatan dalam perjanjian.

Rukun Dan Syarat  Musyarakah:

Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat suatu rukun dan syarat yang harus

dipenuhi. Mengenai rukun perikatan atau sering disebut juga dengan rukun akad dalam

Hukum Islam, terdapat beraneka ragam pendapat dikalangan para ahli fiqh. Dikalangan

mazhab Hanafi menyatakan bahwa rukun aqad hanya sighat al-‘aqad, yaitu ijab dan kabul.

Sedangkan syarat aqad adalah al-‘aqidain (subyek aqad) dan mahallul-‘aqd (obyek

aqad). Alasannya adalah al-‘aqidanin dan mahallul ‘aqd bukan merupakan bagian dari

tasharruf aqad (perbuatan hukum akad). Kedua hal tersebut berbeda diluar perbuatan akad.

Berbeda halnya dengan pendapa dari kalangan Syafi’i termasuk Imam Ghazali dan kalangan

mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi, bahwa al-‘aqidain dan mahallul ‘aqd termasuk

rukun aqad karena hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya aqad.

1.    Rukun dan Syarat  Musyarakah

a.    Shigat (lafal) ijab dan qabul

b.    Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

c.    Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Pembiayan di bank syariah terbagi atas beberapa jenis berdasarkan bentuk akadnya.

Secara umum aqda 3 jenis dasar transaksi pembiayaan di bank syariah yaitu :

1.      Pembiayaan  dengan prinsip  Jual-Beli, yaitu Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan

dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (Transfer Of Property) Tingkat

keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

contohnya adalah murabahah, salam, istishna

2.      Pembiayaan dengan prinsip  Sewa Menyewa, yaitu sebagai transaksi terhadap penggunaan

manfaat suatu barang dan jasa dengan pemberian imbalan,. Apabila obyek pemanfaatannya

berupa barang, maka imbalannya disebut dengan sewa , sedangkan bila obyeknya berupa

tenaga kerja maka imbalannya disebut upah Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak

untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu.

Contoh: adalah ijarah dan ijarah muntahiya bittamilk3.       Pembiayaan dengan prinsip  Bagi hasil, yaitu  Berdasarkan komposisi share modal bank

dalam usaha nasabah.Contoh :musyarakah dan mudharabah

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syafi’I Antonio. 2011. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema InsaniAtang Abdul Hakim. Fiqh Perbankan SyariahProf. Dr. Sutan Remy Sjahdeini. 2011. Perbankan Islam. Jakarta: Grafiti