Latar Belakang

26
Sediment Settling Basin, Upaya Pengoptimalan Fungsi Kerja Waduk sebagai PLTA serta Penggunaan Konsep Insentif Warga untuk Mengurangi Permasalahan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Waduk Cirata Diajukan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional PT Pembangkitan Jawa Bali – Badan Pengelola Waduk Cirata Tahun 2012 TIM : Masrun Aditya T.M. Yonathan Sugiarto Martono

Transcript of Latar Belakang

Page 1: Latar Belakang

Sediment Settling Basin, Upaya Pengoptimalan Fungsi Kerja Waduk sebagai

PLTA serta Penggunaan Konsep Insentif Warga untuk Mengurangi

Permasalahan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Waduk Cirata

Diajukan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional

PT Pembangkitan Jawa Bali – Badan Pengelola Waduk Cirata

Tahun 2012

TIM :

Masrun Aditya T.M.

Yonathan Sugiarto Martono

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Latar Belakang

Daftar Isi

Halaman Judul.....................................................................................................I

Abstrak.................................................................................................................II

Kata Pengantar....................................................................................................III

Daftar Isi...............................................................................................................IV

Daftar Lain...........................................................................................................V

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang.......................................................................................

Rumusan Masalah.................................................................................

Tujuan Penulisan...................................................................................

Sistematika Penulisan............................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka.......................................................................................

Bab IV Metode Penulisan

Pendekatan Penulisan...........................................................................

Sumber Penulisan..................................................................................

Sasaran Penulisan.................................................................................

Tahapan Penulisan................................................................................

Bab IV Pembahasan

Pengertian Waduk dan Permasalahannya............................................

Solusi Permasalahan.............................................................................

Bab V Penutup

Kesimpulan............................................................................................

Saran.....................................................................................................

Daftar Pustaka.....................................................................................................

Lampiran..............................................................................................................

Page 3: Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan

Latar Belakang

Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk yang bersumber dari

DAS Citarum selain Waduk Saguling dan Waduk Jatiluhur. Fungsi utama waduk

cirata yang dikelola oleh PT PJB ialah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) untuk daerah Jawa-Bali. Fungsi lainnya adalah sebagai sarana budidaya

perikanan, irigasi pertanian, transportasi air, pengendalian banjir dan pariwisata.

PLTA Cirata dapat memproduksi listrik rata-rata 1428 GWh per tahun. Energi listrik

tersebut kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500

KV ke sistem interkoneksi Jawa-Bali.

PLTA merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan, karena

dibandingkan pembangkit listrik lain seperti PLTG, PLTU, PLTD dan PLTN, PLTA

tidak menghasilkan limbah, justru limbah dari masyarakat yang masuk ke sungai

penggerak PLTA sering menimbulkan masalah atau gangguan pada PLTA. Salah

satu syarat suatu PLTA agar dapat menghasilkan energi listrik secara maksimal

adalah kualitas air yang ideal pada waduk, namun pada saat ini kualitas air pada

Waduk Cirata tidak memenuhi standar mutu. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah

sedimen yang terdapat pada dasar waduk. Sedimen tersebut dapat berasal dari

pakan ikan maupun kotoran (debu, pasir, kerikil) yang terbawa oleh arus sungai

Citarum, yang terakumulasi di dasar Waduk Cirata. Sedimen yang berasal dari sisa-

sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan disebabkan karena banyaknya jumlah

keramba jaring apung (KJA) yang terdapat di Waduk Cirata. Saat ini jumlah KJA

yang ada di Waduk Cirata sebanyak 53.031 KJA, padahal jumlah maksimal KJA

sesuai rencana awal pembangunan Waduk Cirata hanya sebanyak 12.000 KJA

(BPWC, 2011). Melonjaknya jumlah KJA tersebut menyebabkan ledakan sedimen

yang menumpuk di Waduk Cirata. Banyaknya sedimen yang menumpuk di dasar

waduk ini dapat mengganggu kinerja dari mesin PLTA apabila tidak dilakukan

perawatan secara berkala.

Page 4: Latar Belakang

Jumlah KJA di Waduk Cirata yang meningkat sangat pesat menunjukkan

bahwa budidaya ikan merupakan lapangan kerja utama masyarakat di sekitar

waduk. Padahal ledakan jumlah KJA pada Waduk Cirata selain dapat menurunkan

kualitas air yang difungsikan sebagai penyediaan air Waduk Jatiluhur untuk air

minum dan irigasi, juga kemudian akan menyebabkan turunnya hasil panen oleh

pembudidaya ikan. Biasanya, jika dalam satu kolam dapat menghasilkan satu ton

ikan, saat ini hanya dapat menghasilkan 500 kilogram atau 800 kilogram ikan per

kolamnya (Adiyoto, 2011). Jika dibiarkan terus menerus maka lambat laun akan

banyak pembudidaya ikan yang gulung tikar dan kehilangan mata pencaharian

mereka.

Selain sisa-sisa pakan pada KJA, erosi juga merupakan faktor penting yang

ikut mempengaruhi jumlah sedimen di dasar waduk yang akan mengganggu fungsi

utamanya sebagai PLTA. Kondisi tersebut bisa diatasi dengan metode yang tepat

untuk dapat mengurangi jumlah sedimen di dasar waduk, baik sedimen yang

dihasilkan oleh KJA, maupun erosi lahan. Erosi yang terjadi merupakan akibat dari

berkurangnya greenbelt karena beralih fungsi dari daerah tangkapan air (catchment

area) menjadi pemukiman dan pertanian. Penulis memberikan ide atau gagasan

yang diharapkan dapat membantu pemerintah maupun BPWC dalam mengatasi

persoalan tersebut.

Ide atau gagasan yang kami berikan berupa konsep insentif materiil bagi

warga yang mau ikut bekerja sama dalam menjaga dan memelihara kelestarian

lingkungan disekitar dan Waduk Cirata itu sendiri. Konsep insentif materiil bagi

warga tersebut dipadukan dengan penanaman cocomesh (Jaring Sabut Kelapa)

pada daerah tangkapan air (catchment area) yang telah beralih fungsi menjadi

daerah pemukiman maupun pertanian. Selain itu, terdapat juga cara untuk

mengurangi jumlah sedimen di dasar waduk, yaitu dengan menggunakan Sediment

Settling Basil. Kami berharap konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan

dengan penanaman cocomesh serta penggunaan Sediment Settling Basil oleh pihak

terkait dapat membantu mengurangi erosi serta jumlah sedimen yang masuk ke

waduk dan menolong perekonomian masyarakat sekitar yang menggantungkan

hidupnya pada KJA.

Page 5: Latar Belakang

Rumusan Masalah

1. Banyaknya masyarakat sekitar Waduk Cirata yang menggantungkan

kehidupan pada KJA di Waduk Cirata.

2. Banyaknya jumlah sedimen yang terdapat pada dasar Waduk Cirata.

3. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terbentuknya sedimen pada

dasar Waduk Cirata.

4. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi sedimen pada dasar Waduk

Cirata.

Tujuan Penulisan

Manfaat dai penulisan karya ilmiah ini antara lain:

a. Bagi Penulis

Penulisan Karya ilmiah ini bermanfaat untuk menambah wawasan,

pengalaman, dan mengolah kemampuan berpikir untuk dapat mencari

serta menciptakan penyelesaian masalah yang kreatif.

b. Bagi Masyarakat

Penulisan Karya Ilmiah ini bermanfaat untuk memberikan masyarakat

informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya merawat dan menjaga

kelestarian lingkungan di sekitar waduk serta waduk itu sendiri. Sehingga

masyarakat tidak merusak dan mengeksploitasi waduk secara

berlebihan.

c. Bagi Pemerintah

Penulisan Karya Ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah

sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi

pada Waduk Cirata serta pada lingkungan sekitar waduk. Selain itu juga

dapat memberikan gagasan lapangan pekerjaan baru.

Page 6: Latar Belakang

Sistematika Penulisan

a. Halaman Judul

b. Abstrak

c. Kata Pengantar

d. Daftar Isi

e. DaftarLain

f. Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah

3. Tujuan Penulisan

4. Sistematika Penulisan

g. Bab II Tinjauan Pustaka

h. Bab III Metode Penulisan

1. Pendekatan Penulisan

2. Sumber Penulisan

3. Sasaran Penulisan

4. Tahapan Penulisan

i. Bab IV Pembahasan

1. Permasalahan yang Sedang Dihadapi

2. Solusi Permasalahan

j. Bab V Penutup

1. Kesimpulan

2. Saran

k. Daftar Pustaka

l. Lampiran-lampiran

Page 7: Latar Belakang

BAB II. Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman

hayati yang tinggi. Indonesia terletak di dekat garis ekuator, sehingga menyebabkan

Indonesia menjadi negara beriklim tropis. Salah satu ciri utama dari negara beriklim

tropis adalah curah hujan yang tinggi. Kandungan air yang tinggi menyebabkan

banyak makhluk hidup, baik flora maupun fauna yang hidup di berbagai tempat di

Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, sumber daya alam hayati

adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati

(tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non

hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Selain sumber daya alam, juga terdapat sumber daya buatan yang ditujukan

untuk mengoptimalkan fungsi dari sumber daya alam tertentu. Waduk merupakan

salah satu sumber daya buatan. Waduk sering disebut sebagai danau buatan yang

besar. Menurut Komisi DAM dunia, waduk atau bendungan besar adalah bendungan

yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Waduk Cirata memiliki tinggi 34,9 m, sehingga

dapat digolongkan kedalam waduk besar. Sistem tata air pada waduk berbeda

dengan danau alami. Waduk memiliki beberapa komponen seperti bendungan

(DAM), pelimpah (Spillway), pintu keluaran saluran akhir (trailrace outlate) serta

pembangkit listrik (power house).

Waduk Cirata merupakan waduk terbesar di Jawa Barat yang menjadi asset

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan memiliki fungsi utama sebagai pembangkit

listrik tenaga air (PLTA) untuk daerah Jawa-Bali. Berdasarkan SK Gubernur Nomor

41 Tahun 2002 Pasal 2 Ayat 1, pengaturan secara terkoordinasi dan terpadu

mengenai pengembangan, pemanfaatan perairan umum, lahan pertanian, dan

kawasan Waduk Cirata dalam Keputusan ini, dimaksudkan untuk tercapainya

peningkatan fungsi dan daya guna waduk secara optimal bagi berbagai kepentingan

yang dimungkinkan secara teknis tanpa mengganggu fungsi utama waduk. Jumlah

Keramba Jaring Apung yang tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan saat

ini telah mengganggu fungsi utama dari Waduk Cirata, yaitu sebagai PLTA.

Page 8: Latar Belakang

Berdasarkan uji kadar polutan yang dilakukan oleh BPWC, kualitas air Cirata

baik untuk KJA maupun PLTA sudah tidak menyehatkan. Status ini ditambah

dengan laju sedimentasi yang melewati batas angka desain Waduk Cirata pada saat

dibuat tahun 1987. Pada tahun 2007, rata-rata laju sedimentasinya 7,28 juta meter

kubik, melewati desain awal waduk yaitu sebesar 5,67 meter kubik (menurut Yaya

Hudaya, Staff ahli ekologi dan lingkungan BPWC dalam Majalah Gatra, 12-18 Mei

2011). Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000, PP Nomor 82

tahun 2001 dan PP Nomor 27 Tahun 2002, Status Baku Mutu Air Waduk Cirata

Buruk (Gol C) dan Kualitas Air Waduk Cirata masih baik untuk operational PLTA

(Gol D). Namun, ketika dilakukan inspeksi bendungan pada tahun 2005-2006,

indeks korosi mencapai 0,955, padahal batas normalnya adalah 0,75. Parameter

korosi bendungan ini dilihat dari kadar Nitrogen, Sulfat, dan Keasaman.

Sedimen yaitu lepasnya puing-puing endapan padat pada permukaan bumi

yang dapat terkandung dalam udara, air, dan es dibawah kondisi normal.

Sedimentasi merupakan proses yang meliputi pelapukan, transportasi dan

pengendapan (Bhatt, 1978). Laju sedimentasi yang meningkat tersebut diakibatkan

karena lahan kritis di daerah hulu yang menyebabkan daerah resapan air rusak

berat. Lahan kritis tersebut merupakan akibat dari alih fungsi lahan di kawasan hulu

Citarum, yakni Gunung Wayang, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Berikut

merupakan data tingkat sedimentasi di waduk Cirata sejak tahun 1987 sampai tahun

2001 seperti tabel 1.

Tabel 1. Sedimentasi Waduk Cirata dari Tahun 1987 – 2001

Tahun Pengukuran 1987 1991 1993 1997 2000 2001

Volume sedimen (106) m3 0 10,11 11,27 25,52 15,33 5,87

Kumulatif sedimen (106) m3 0 10,67 21,98 47,45 62,78 68,69

Total Kapasitas (106) m3 1.973 1.962,29 1.951,02 1.925,50 1.1910,17 1.904,31

Kap. Efektifitas Waduk (106) m3 796,00 790,10 782,20 782,89 781,00 778,69

Sumber : BPWC, 2003

Data tersebut menunjukan bahwa laju sedimentasi yang semkin menigkat telah

menyebabkan pendangkalan pada Waduk Cirata. Menurut Undang-Undang Nomor

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, daerah hulu DAS Citarum sebenarnya

Page 9: Latar Belakang

merupakan daerah konservasi yang harus ditanami tanaman keras. Namun saat ini

lahan yang ada dipakai untuk perkebunan sayur mayur.

Erosi merupakan serangkaian proses yang berkaitan dengan proses

pelapukan, pelepasan, pengangkutan dan pengendapan material tanah atau kerak

bumi. Erosi dapat disebabkan oleh angin, air, atau aliran glester (es). Faktor-faktor

yang mempengaruhi erosi antara lain iklim, tanah, topografi, tanaman atau vegetasi,

kegiatan manusia (Baver, 1959 dalam faktoryangmempengaruhierosi.blogspot.com).

Lahan kritis juga menyebabkan tingkat erosi lahan di DAS Citarum hulu tergolong

tinggi. Data Dinas Kehutanan Jawa Barat menunjukan, dari luas lahan 230.802

hektare terjadi erosi sebesar 112.346.477 ton per tahun atau 487 ton per hektare.

Erosi tersebut menghasilkan sedimentasi yang sangat besar pada dasar Waduk

Citarum. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami menuangkan gagasan berupa

konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan penanaman cocomesh

(Jaring Sabut Kelapa) pada daerah tangkapan air yang mengalami alih fungsi lahan

menjadi daerah pemukiman maupun pertanian, serta penggunaan Sediment Settling

Basil untuk menampung sedimen sehingga dapat membuang sedimen yang ada di

dasar waduk.

Page 10: Latar Belakang

BAB III. Metode Penulisan

Pendekatan Penulisan

Penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian normatif. Penelitian

normatif ialah penelitian yang bersumber pada bahan-bahan pustaka seperti buku,

jurnal serta artikel.

Sumber Penulisan

Sesuai dengan metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian

ini, maka data yang dipakai adalah data sekunder. Data sekunder adalah data-data

yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan.

Sumber data sekunder

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

b. SK Gubernur Nomor 41 Tahun 2002 Pasal 2 Ayat 1 tentang Waduk

Cirata.

c. Yaya Hudaya dalam Majalah Gatra, 2011

d. SK Gubernur Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukkan Air dan Baku

Mutu Air Golongan B, C, D.

e. PP Nomor 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radio Aktif.

f. PP Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan

pengendalian pencemaran air.

g. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang

Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) No. 2C Bidang

Perikanan.

h. UU Nomor 41 tahun 1999 pasal 19 tentang Alih Fungsi Hutan.

Page 11: Latar Belakang

Sasaran Penulisan

Karya Tulis ini ditujukan kepada PT PJB-BPWC sebagai pengelola Waduk

Cirata, Pemerintah khususnya Jawa Barat, masyarakat di sekitar Waduk Cirata,

Mahasiswa baik Perguruan Tinggi Nengeri (PTN) maupun Swasta (PTS).

Tahap Penulisan

a. Persiapan

Tahap ini merupakan tahap dimana penulis melakukan persiapan,

merumuskan masalah, mencari informasi, menentukan fokus, membaca,

berdiskusi, mengolah informasi, mengolah materi untuk dapat diproses pada

tahap berikutnya.

b. Inkubasi

Pada tahap ini penulis memproses informasi yang telah didapat,

sehingga dapat menemukan pemecahan masalah atau solusi dari

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya.

c. Iluminasi

Iluminasi merupakan tahap dimana penulis mendapatkan inspirasi

ataupun ide mengenai pemecahan masalah yang telah ditentukan.

d. Verifikasi

Tahap ini merupakan tahap akhir dimana konsep yang telah

didapatkan pada tahap iluminasi dikumpulkan, diperiksa kembali, diseleksi,

serta disusun sesuai dengan fokus tulisan yang telah ditentukan pada tahap

persiapan. Pada tahap ini penulis membagi dan memilah bagian-bagian

tertentu yang akan dihilangkan maupun ditambahkan. Selain itu penulis juga

memilih dan mengolah kata-kata yang sesuai agar pembaca tidak salah

mengerti ketika membaca karya tulis ini.

Page 12: Latar Belakang

BAB IV. Pembahasan

IV.1. Permasalahan yang Sedang Dihadapi

Waduk Cirata merupakan sumber daya buatan yang memiliki fungsi utama

sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sejak tahun 1988 telah

dioperasikan, saat ini dikelola oleh PT PJB-Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC).

Akan tetapi, Waduk Cirata memiliki fungsi lain seperti budidaya perikanan, irigasi

pertanian, transportasi air, pengendalian banjir dan pariwisata. Apabila tidak di

kontrol dengan baik, maka fungsi-fungsi lain tersebut dapat mengganggu fungsi

utama waduk sebagai PLTA. Berikut adalah permasalahan yang dialami Waduk

Cirata sebagai akibat dari fungsi-fungsi lain selain fungsi utama:

a. Sektor Perikanan

Budidaya perikanan di waduk cirata mengandalkan sistem Keramba

Jaring Apung (KJA). Berkembangnya aktivitas pembudidayaan ikan

menggunakan jaring apung memberi dampak positif terhadap peningkatan

produksi ikan, peluang usaha, kesempatan bekerja, serta peningkatan

pendapatan petani ikan. Akan tetapi perkembangan aktivitas jaring apung

yang melampaui daya dukung waduk dapat menimbulkan dampak negatif

yang dapat menimbulkan permasalahan sehingga menyebabkan

terganggunya pelestarian sumber daya air (SDA) di waduk maupun pada

usaha perikanan itu sendiri (Indra, 2007). Jumlah maksimal KJA sesuai

rencana awal pembangunan adalah 12.000, tetapi saat ini terdapat 53.031

KJA. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun

2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi

dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) No. 2C Bidang

Perikanan, usaha budidaya perikanan terapung (jaring apung dan pen

sistem) di air tawar (danau) dengan luas > 2.5 ha atau jumlah >500 petak

wajib melakukan AMDAL karena alasan ilmiah khusus yaitu perubahan

Page 13: Latar Belakang

kualitas perairan, pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang perairan

serta pengaruh terhadap estetika perairan.

Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh KJA antara lain

jumlah sedimen hasil sisa pakan ikan yang mengendap di dasar waduk,

penggunaan styrofoam yang merupakan bahan sulit terurai sebagai

pelampung jala ikan, serta kontaminasi limbah padat akibat penggunaan

drum besi sebagai pelampung jala ikan yang telah rusak tetapi tidak segera

dibenahi oleh pembudidaya ikan (Suhata E. Putra dalam Majalah Gatra, 12-

18 Mei 2011). Apabila dibiarkan terus menerus tanpa adanya upaya yang

dilakukan maka KJA akan mempercepat pendangkalan waduk.

b. Sektor Pertanian

Pembukaan lahan oleh masyarakat di sekitar waduk untuk digunakan

sebagai lahan pertanian telah menyebabkan berkurangnya green belt

maupun catchment area, sehingga tingkat erosi menjadi tinggi. Hal ini dapat

menyebabkan kenaikan laju sedimentasi pada Waduk Cirata sehingga terjadi

pendangkalan. Selain meningkatkan laju sedimentasi, penggunaan pupuk

dan pestisida oleh petani juga dapat mempengaruhi kualitas air pada waduk.

Apabila air di waduk sedang pasang, maka pupuk dan pestisida yang

digunakan oleh petani akan terbawa ke waduk dan mengkontaminasi air.

Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan

gulma air seperti ganggang dan eceng gondok, sedangkan limbah pestisida

memiliki sifat tidak mudah larut dalam air tetapi relatif mudah larut dalam

lemak. Sehingga akan membahayakan manusia jika mengkonsumsi ikan

yang tinggal di air yang telah terkontaminasi pestisida (Anonym, 2009).

Kualitas air yang buruk tersebut dapat menyebabkan kematian pada ikan-

ikan yang dibudidayakan, sehingga akan menyebabkan kerugian bagi

pembudidaya ikan.

Page 14: Latar Belakang

c. Sektor Pariwisata

Tingginya kesibukan yang dialami oleh manusia menyebabkan tingkat

kebutuhan untuk rekreasi menjadi tinggi. Hal inilah yang menyebabkan

beralih fungsinya Waduk Cirata menjadi sarana rekreasi, sehingga

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat sekitar

meningkat (Utami, 2000). Akan tetapi hal ini juga berakibat buruk bagi kondisi

waduk. Sektor pariwisata telah meningkatkan jumlah warung disekitar waduk

yang sebenarnya merupakan area terlarang karena masih berada di

kawasan milik pemerintah yang dikelola oleh PT PJB. Seiring dengan

banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Waduk Cirata, jumlah

sampah padat dan cair yang ada di lingkungan waduk juga ikut meningkat.

Dampak negatif dengan adanya pariwisata adalah pencemaran terhadap

tanah yang ditimbulkan oleh sampah padat berbau busuk dan nampak kotor

seperti sisa-sisa makanan bentuk bungkus makanan dan film yang berupa

plastik, kertas, daun pisang dan sebagainya yang dilakukan oleh pengunjung

yang tidak mengindahkan kebersihan, serta pencemaran terhadap perairan

yang disebabkan oleh limbah cair kamar mandi dan sampah padat ke

perairan (Wibowo, 1987). Pencemaran ini menyebabkan naiknya populasi

bakteri dan tingkat kesuburan badan air yang menerima limbah, dan pada

akhirnya akan membahayakan kesehatan dan memacu pertumbuhan gulma

air yang merusak keindahan, mengurangi kapasitas waduk untuk menyimpan

air, dan mempercepat pendangkalan waduk.

d. Alih Fungi Hutan

Menurut UU No. 41 tahun 1999 pasal 19, alih fungsi hutan

didefinisikan sebagai perubahan peruntukan kawasan hutan terfokus untuk

mendukung kepentingan di luar kehutanan (pertanian, perkebunan,

transmigrasi, pengembangan wilayah dan non kehutanan lainnya).

Pembukaan lahan yang dilakukan warga disekitar waduk untuk menjadi

lahan pertanian menyebabkan tingkat erosi menigkat. Selain itu, daerah

tangkapan air (catchment area) yang ada di hulu DAS Citarum juga rusak

Page 15: Latar Belakang

berat karena alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian maupun pemukiman

penduduk. Sehingga menyebabkan banjir apabila musim hujan tiba dan

kekeringan ketika musim kemarau tiba (Hillal, 2011). Erosi yang ditimbulkan

juga akan mengendap dalam waduk sehingga menyebabkan pendangkalan.

IV.2. Solusi Permasalahan

Penigkatan laju sedimentasi pada Waduk Cirata menjadi permasalahan

utama yang dihadapi. Hal ini dikarenakan selain menyebabkan gangguan pada

kinerja Waduk Cirata sebagai PLTA, penigkatan laju sedimentasi juga dapat

mempercepat pendangkalan waduk. Sehingga akan mempengaruhi kualitas air

waduk dan penurunan hasil panen oleh pembudidaya ikan karena kematian massal

ikan. Ketika musim hujan tiba, arus bawah permukaan menjadi deras dan terjadi

upwelling. Alibatnya sedimen dan berbagai polutan yang bersemayam di dasar

waduk akan terangkat. Fenomena ini menyebabkan amonia di dasar waduk naik ke

permukaan sehingga kadar oksigen menjadi kecil. Akibatnya, banyak ikan yang

mati. Menurut catatan BPWC, pada Januari 2009 terjadi kematian massal ikan

hingga mencapai 500.000 ton (Rivki, 2011). Selain merugikan pembudidaya ikan,

laju sedimentasi yang menigkat juga akan berdampak buruk pada mesin pembangkit

PLTA. Korosi telah menyerang infrastruktur PLTA seperti pipa drainase, turbin

hingga radiator pendingin genset. Upaya yang telah dilakukan oleh BPWC dan PJB

Unit Pembangkitan Cirata ialah penigkatan kualitas infrastruktur. Tetapi hal demikian

belumlah cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Apabila tidak segera

ditangani maka infrastruktur yang telah mengalami peningkatan kualitas tetap akan

mengalami gangguan kembali.

Perlunya upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut telah

menarik perhatian penulis untuk ikut mencari solusi yang efektif. Gagasan yang kami

berikan berupa konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan

cocomesh sebagai upaya untuk mencegah bertambahnya jumlah sedimen yang ada

di dasar Waduk Cirata, serta Sediment Settling Basil sebagai upaya untuk

mengurangi dan membuang sedimen yang telah ada di dasar waduk.

Page 16: Latar Belakang

(cari definisi insentif......terhubung berkala jurnal-sdm.blogspot.com)Insentif

merupakan pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena prestasi

yang berbeda (Ranupandojo, 1984). Insentif menurut jenisnya dibedakan menjadi

dua, yaitu finansial insentif dan non-finansial insentif (Manullang, 1981). Insentif

materill diberikan kepada warga yang mau bekerja sama dengan PT PJB-BPWC

untuk menjaga dan merawat kelestarian lingkungan di sekitar waduk, serta waduk itu

sendiri. Upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan gagasan tersebut adalah

dengan menggalakan penanaman pohon di daerah greenbelt serta menanam

cocomesh (Jaring Sabut Kelapa) sebelum ditanami pohon. Cocomesh adalah jaring

yang terbuat dari sabut kelapa dan digunakan untuk membantu proses reklamasi

tambang, pantai dan hutan (Manshur, 2012). Penanaman cocomesh sebelum

ditanami pohon tersebut dikarenakan cocomesh yang terbuat dari sabut kelapa

dapat menyimpan air dalam waktu yang cukup lama, maka kelembaban permukaan

tanah pun terjaga. Sehingga tumbuhan yang akan ditanami di daerah tersebut dapat

tumbuh dengan mudah. Penanaman cocomesh juga diperlukan untuk menghijaukan

kembali di daerah hulu Sungai Citarum yang merupakan penyebab utama

meningkatnya laju sedimentasi di Waduk Cirata. Upaya pelestarian ini tidak terlepas

dari campur tangan masyarakat sekitar dan pihak PJB-BPWC sendiri. Berdasarkan

kegagalan yang dialami oleh PT Semen Gresik dalam melakukan upaya

penghijauan (reboisasi) konventional yang dilakukan sejak tahun 1994, adalah

karena program tersebut brsifat top down atau tanpa melibatkan masyarakat sekitar

(Astri, 2009). Sehingga program yang hendak dilakukan kali ini ialah bersifat bottom

up atau melibatkan masyarakat sekitar untuk turut serta menjaga kelestarian

lingkungan di sekitar waduk serta waduk itu sendiri.

Program insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan penanaman

cocomesh tersebut diharapkan akan membantu menciptakan keharmonisan antara

pihak perusahaan dan masyarakat sekitar, karena selain dapat memelihara

lingkungan hidup, juga dapat menigkatkan kesejahteraan hidup masyarakat disekitar

waduk. Oleh karena itu masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya sebagai

pembudidaya ikan tanpa memiliki izin resmi dari BPWC dapat beralih menjadi agen

lingkungan hidup yang bertugas merawat kelestarian lingkungan di sekitar waduk.

Page 17: Latar Belakang

Hal ini dapat membantu mengurangi jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata,

sehingga peningkatan laju sedimentasi dapat dikurangi.

Laju sedimentasi yang menigkat telah menyebabkan pendangkalan pada

waduk. Pendangkalan pada waduk dapat diatasi dengan menggunakan Kolam

Pengendap Sediment (Sediment Settling Basil). Penggunaan Kolam Pengendap

Sedimen dimaksudkan untuk menghindakan masuknya tanah atau pasir kedalam

saluran air. Pembangunan Kolam Pengendap Sedimen dapat disekitar waduk

maupun sedikit lebih jauh dari waduk sesuai dengan keadaan geografis maupun

sebab-sebab lainnya. Kolam Pengendap Sedimen tersebut harus disertai pipa kuras

dan dipasangi pintu atau balok tahan (stop log) untuk menguras tanah atau sedimen

yang tertimbun di Kolam Pengendap Sedimen (Susilo, 2009). Pengurasan sedimen

secara berkala merupakan kegiatan penting yang harus selalu dilakukan oleh

pengelola waduk. Hal ini dilakukan agar kinerja Waduk Cirata sebagai PLTA selalu

optimal. Perawatan secara berkala juga diperlukan untuk mempertahankan

effisiensi, mempertahankan keunggulan, dan mempertahankan umur ekonomis.

IV.3. Manfaat Insentif Bagi Warga yang Dipadukan dengan Penanaman

Cocomesh terhadap Lingkungan Sekitar Waduk Cirata.

IV.4. Manfaat Kolam Pengendap Sedimen (Sediment Settling Basil).

Page 18: Latar Belakang

Daftar Pustaka

Garno, Y.S. 2000. Status dan karakteristik pencemaran di Waduk Kaskade Citarum.

Jurnal Teknologi Lingkungan, Dit, Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang

Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, BPPT. Jakarta.

Vol.2, Mei 2001.

Indra, S.O. 2007. Kajian Kualitas Air Waduk Cirata Sebaga Area Budidaya Ikan

Menggunakan Kolam Jaring Apung. Jurnal Teknologi Lingkungan, ITB.

Bandung.

Rivki, M. 2011. 1001 Problematika DAS Citarum. [terhubung berkala]

green.kompasiana.com. (23 Juli 2012)

Susilo, Hadi. 2009. Bangunan Pembawa Air (Water Ways). [terhubung berkala]

kk.mercubuana.ac.id. (25 Juli 2012)

Hillal, Hamzah. 2011. Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA). [terhubung berkala]

kk.mercubuana.ac.id. (23 Juli 2012)

Mashuri, Mansur. 2012. Cocomesh Jaring Sabut Kelapa untuk Reklmasi. [terhubung

berkala] green.kompasiana.com. (26 Juli 2012)

Wibowo, S. 1987. Presepsi Pengunjung tentang Lingkungan Rekreasi dari Beberapa

Faktor yang Mempengaruhinya. Studi di Taman Mini Indonesia Indah

dan Kebun Raya Cibodas. Tesis MS. Program PascaSarjana. IPB.

Bogor.

Bhatt, J.J. 1978. Oceanography “Exploring the Planet Ocean”. Litton Educational

Publishing, Inc. 314 p.

Adiyoto. 2011. Kolam Jaring Terapung di Waduk Cirata dan Saguling Lebihi

Kapasitas. [terhubung berkala] www.pikiranrakyatonline.com. (23 Juli

2012)

Utami, E. 2000. Strategi Pengembangan Pariwisata Tirta Berwawasan Lingkungan.

Skripsi Program Sarjana Sosial Ekonomi Perairan, IPB. Bogor.

Anonym. 2009. Dampak Pencemaran Air Bagi Manusia dan Lingkungan. [terhubung

berkala] www.airminumisiulang.com. (25 Juli 2012)

Page 19: Latar Belakang

[BPWC] Badan Pengelola Waduk Cirata. 2003. Laporan Pemantauan Kualitas Air

Waduk Cirata. Bandung : BPWC.

Ranupandojo, Heidjrachman. 1984. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE-

UGM

Manullang, M. 1981. Manajemen Personalia, cetakan ke-6. Ghalia Indonesia:

Jakarta.

Ilyas et al. 1990. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pembangunan

Perikanan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.