Latar belakang

8
Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang. Menuju bali,dimana slogan bertebaran dimana- mana. Ajeg dan shanti menjadi propaganda yang menarik untuk menarik berbagai turis untuk sekadar berkunjung ke bali. Hanya berkunjung saja, bukan untuk tinggal. Kejaran target 3 juta turis pada tahun ini mendorong pemerintah untuk membuat sebuah percepatan di bidang pariwisata. Sehingga terkadang mengorbankan beberapa aspek kehidupan lain. Antara lain sosial budaya masyarakat serta yang paling mengkhawatirkan adalah pertanian dan tata ruang. Perubahan yang besar terjadi dimasyarakat sejak hadirnya sebuah sektor baru bernama pariwisata. Iya lahir karena banyak hal yang dapat dijual dan karena bali ini sangat indah untuk di eksploitasi begitu saja. Payung hukum yang jelas hadir sebagai tuntutan untuk menjaga berbagai perubahan –perubahan yang ada di masyarakat. Dimana didasarkan atas kearifan lokal itu sendiri. Baik Tri Hita Karana, dan anjuran dari berbagai kitab dan sulinggih (tentang radius kesucian pura)yang sesungguhnya mengerem berbagai pelanggaran yang dekstruktif terhadap ruang Bali. yang telah hadir sebagai perda No. 16 tahun 2009 tentang RTRWP Bali. sebelum diimplementasikan telah di gugat berupa Judicial riview ke mahkamah konstitusi, dan belum dijalankan sama sekali sesudah kelahirannya. Perlakuan Belanda pada Bali. Yang menarik untuk dicermati, adalah perlakuan khusus bangsa belanda kepada bali. yang kita ketahui adalah bangsa ini menjajah indonesia selama 3,5 abad. Bali ternyata tidak dijajah oleh belanda. Bali menjadi semacam sebuah permata yang terus di jaga oleh belanda, berbeda dengan berbagai kawasan dan pulau lain di indonesia. Hal ini 1 | Page

Transcript of Latar belakang

Page 1: Latar belakang

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar belakang.

Menuju bali,dimana slogan bertebaran dimana- mana. Ajeg dan shanti menjadi propaganda

yang menarik untuk menarik berbagai turis untuk sekadar berkunjung ke bali. Hanya berkunjung saja,

bukan untuk tinggal. Kejaran target 3 juta turis pada tahun ini mendorong pemerintah untuk membuat

sebuah percepatan di bidang pariwisata. Sehingga terkadang mengorbankan beberapa aspek

kehidupan lain. Antara lain sosial budaya masyarakat serta yang paling mengkhawatirkan adalah

pertanian dan tata ruang.

Perubahan yang besar terjadi dimasyarakat sejak hadirnya sebuah sektor baru bernama

pariwisata. Iya lahir karena banyak hal yang dapat dijual dan karena bali ini sangat indah untuk di

eksploitasi begitu saja. Payung hukum yang jelas hadir sebagai tuntutan untuk menjaga berbagai

perubahan –perubahan yang ada di masyarakat. Dimana didasarkan atas kearifan lokal itu sendiri.

Baik Tri Hita Karana, dan anjuran dari berbagai kitab dan sulinggih (tentang radius kesucian

pura)yang sesungguhnya mengerem berbagai pelanggaran yang dekstruktif terhadap ruang Bali. yang

telah hadir sebagai perda No. 16 tahun 2009 tentang RTRWP Bali. sebelum diimplementasikan telah

di gugat berupa Judicial riview ke mahkamah konstitusi, dan belum dijalankan sama sekali sesudah

kelahirannya.

Perlakuan Belanda pada Bali.

Yang menarik untuk dicermati, adalah perlakuan khusus bangsa belanda kepada bali. yang

kita ketahui adalah bangsa ini menjajah indonesia selama 3,5 abad. Bali ternyata tidak dijajah oleh

belanda. Bali menjadi semacam sebuah permata yang terus di jaga oleh belanda, berbeda dengan

berbagai kawasan dan pulau lain di indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai pemugaran

berbagai situs sejarah dan pura di bali. ketika terjadi bencana di bali sekitar abad ke- 19. Berbagai

pura serta situs ini banyak rusak. Pihak belanda memanggil berbagai Undagi untuk memperbaiki pura

– tersebut. namun karena berbagai pengaruh yang besar dilihat menimbulkan terjadinya penambahan

beberapa unsur eropa. Sehingga adanya kekhwatiran dari pihak gubernur jendral untuk turun sendiri

mengawasi pembangunan pura dan berbagai situs pasca bencana tersebut.

Nilai konservasi serta preservasi akan lokalitas setempat pudar seiring berkembangnya

teknologi pembangunan dan bahan bangunan. Kurang pedulinya masyarakat akan sejarah telah

menimbulkan krisis identitas pada arsitektur lokal. Dimana kita sendiri menampikkan apa yang telah

dibangun leluhur kita, dan perjuangan belanda untuk menjaga bali dari berbagai perubahan, terutama

Globalisasi.

1 | P a g e

Page 2: Latar belakang

Beberapa minggu yang lalu saya tertarik akan esay yang ditulis ahmad sabari. Tentang apa

yang terjadi pada penglipuran. Penglipuran sebagai salah satu desa tua di Bali (baliaga). Memiliki

keterkaitan dengan masyarakat asli bali non majapahit. Yang menginvasi bali pasca kepemimpinan

Gajah mada, dan eksodus masyarakat hindu jawa (pasca invasi gajah mada, perang saudara, dan

islamisasi ). Penduduk bali asli ini, memilih untuk hidup di daerah pegunungan, termasuk masyarakat

penglipuran itu sendiri. Penglipuran menjadi salah satu proyek percontohan pengembangan daerah

sata pada tahun 1992. Pemerintah ternyata melakuakan perubahan yang besar pada berbagai aspek

terutama fasilitas umum serta tampilan angkul- angkul yang dibuat seragam di sekitar jalan utama.

Dan aspek tadi diantaranya memang tidak ada di desa tersebut, nanum terserap dari masyarakat bali

selatan (bali majapahit).

Hal ini membuat saya tetarik untuk membuat kajian yang lebih dalam tentang hal ini. alih-

alih konservasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dan tidak mengindahkan berbagai aspek sejarah desa

penglipuran. Dimana penelitian ini berjudul “ Identifikasi Perubahan di Desa Penglipuran Bangli.

(Pasca Pengembangan Desa Wisata Tahun 1992)”

1.2 Rumusan Masalah

1. Aspek apa saja yang menjadi fokus proyek pengembangan desa wisata tahun 1992 ?

2. Bagaimana mekanisme dan proses pengembangan desa wisata wisata pada tahun 1992 ?

3. Perubahan apa yang terjadi pasca pengembangan desa wisata?

4. Bagaimana arsitektur penglipuran sebelum pengembangan desa wisata (melalui telaah desa

bayung gede)?

2 | P a g e

Page 3: Latar belakang

5. Bangunan apa saja yang hadir pasca pengembangan desa wisata (Identifikasi perubahan

dengan tinjauan bangunan sejenis) ?

1.3 Tujuan penelitian.

1. Mengetahui fokus proyek pengembangan desa wisata tahun 1992 didesa Penglipuran.

2. Mengetahui mekanisme dan proses pengembangan desa wisata wisata pada tahun 1992.

3. Mengetahui perubahan yang terjadi pada pasca pengembangan desa wisata di desa

penglipuran.

4. Bagaimana arsitektur yang ada di desa penglipuran pra pengembangan desa wisata tahun

1992?

1.4 Manfaat penelitian.

Manfaat bagi peneliti

1. Meningkatkan pemahaman penulis tentang penglipuran dan sekitar perubahan

yang terjadi pasca pengembangan desa wisata 1992.

2. Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.

Manfaat bagi pembaca

1. Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang penglipuran dan sekitar perubahan

yang terjadi pasca pengembangan desa wisata 1992.

3 | P a g e

Page 4: Latar belakang

Bab 2. Metode Penelitian

2.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:

1. Observasi langsung.

Dimana peneliti malakukan penelitian langsung ke tempat penelitian

mengadakan pencatatan dan pengambilan data bangunan yang berada di desa

penglipuran, serta data pembandingnya antara lain desa bayung gede sebagai

“asal” masyarakat penglipuran. Serta komparasi aspek bangunan yang ada

dengan bangunan yang sejenis.

2. Wawancara, merupakan bertanya langsung pada orang yang akan diteliti.

Wawancara ini terdiri dari 3 bagian antara lain:

a. Penduduk desa penglipuran, terutama tetua atau pemangku adat

tentang proyek pengembangan desa wisatadi penglipuran.

b. Pada pemerintah terutama Dinas Pekerjaan umum, Dinas

Pariwisata dan kebudayaan, dan dinas yang memiliki

kewenangan terhadap pengembangan desa penglipuran.

Terutama terkait proses pembangunan, serta tujuan dari proyek

tersebut.

c. Praktisi arsitektur, baik dalam hal ini dosen maupun arsitek.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebi banyak

tentang aplikasi elemen arsitektur ini. terutama buku-buku arsitektur Bali.

Ditambah data yang di peroleh dari sumber baik internet maupun yang lain.

2.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dan analisis data menggunakan pendekatan historis. Dimana peneliti

mencari data –data tentang sejarah desa, kemudian latar belakang proyek pengembangan

desa tersebut. dari hal tersebut di komparasikan dengan data yang ada dari observasi desa

bayung gede. Dimana data tersebut, merupakan data primer dan merupakan asal dari

masyarakat penglipuran. Serta beberapa komparasi dengan bangunan yang dianggap sejenis.

Beberapa hal yang perlu di kaji adalah menegenai tampilan bentuk, morfologis bangunan,

serta ornamen yang terdapat di bangunan. Baru nantinya menemukan apakah bangunan

tersebut identik dengan yang ada di bali selatan semisal gianyar dan denpasar.

4 | P a g e

Page 5: Latar belakang

Dan data kuantititif, dianalisis dengan menggabungkan pendapat para ahli, dan

menggabungkan dengan tinjuan pustaka dari sumber yang baik. Dan kemudian

dibandingkan dengan keadaan yang ada di lapangan. Sehingga di dapat suatu kesimpulan

dari pembandingan antara data ini.

2.3 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian bertempat di desa penglipuran bangli. Serta beberapa data diperoleh

dari desa bayung gede. Serta beberapa sampel bangunan yang ada di wilayah gianyar dan

denpasar.

5 | P a g e

Page 6: Latar belakang

Daftar pustaka

- Nas, Peter J.M. dkk, 2009, Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia,

gramedia pustaka, Jakarta.

6 | P a g e