LATAR BELAKANG

68
1. LATAR BELAKANG Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup dengan orang-orang yang berbeda pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai oleh orang tersebut (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Littlejohn, dalam jurnal yang ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalah fenomena yang wajar ketika orang bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional. Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah dan hendak melanjutkan ke universitas, untuk pertama dia akan bangga dan mempersiapkan dirinya untuk memnghadap lingkungan kuliah yang baru. Dia akan mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk belajar agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada akhirnya siswa tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai ketidaknyamanan hingga membuatnya tidak lagi ingin melanjutkan kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini bisa disimpulkan bahwa setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagai akibat perpindahannya dari lingkungan sekolah menengah yang lama ke lingkungan universitas yang baru. Kebiasaan-kebiasaan di lingkungan baru, seperti yang diungkapkan Balmer, dapat menyebabkan tekanan dan berakibat pada kompetensi akademik siswa tersebut. Akan menjadi negative kalau culture shock tersebut tidak teratasi, dalam hali ini orang gagal untuk meyesuaikan dirinya dengan lingkungan barunya, dan menjadi depresi (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Dalam hal ini si siswa menjadi depresi dan tidak ingin masuk kuliah lagi. Berdasarkan jurnal penelitian yang telah disebutkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa setiap mahasiswa akan mengalami culture shock dalam tahun pertama mahasiswa itu pindah dalam lingkungan universitas yang baru, seiring dengan usaha

Transcript of LATAR BELAKANG

Page 1: LATAR BELAKANG

1. LATAR BELAKANG

Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup dengan orang-orang yang berbeda pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai oleh orang tersebut (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Littlejohn, dalam jurnal yang ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalah fenomena yang wajar ketika orang bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional.

Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah dan hendak melanjutkan ke universitas, untuk pertama dia akan bangga dan mempersiapkan dirinya untuk memnghadap lingkungan kuliah yang baru. Dia akan mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk belajar agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada akhirnya siswa tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai ketidaknyamanan hingga membuatnya tidak lagi ingin melanjutkan kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini bisa disimpulkan bahwa setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagai akibat perpindahannya dari lingkungan sekolah menengah yang lama ke lingkungan universitas yang baru. Kebiasaan-kebiasaan di lingkungan baru, seperti yang diungkapkan Balmer, dapat menyebabkan tekanan dan berakibat pada kompetensi akademik siswa tersebut. Akan menjadi negative kalau culture shock tersebut tidak teratasi, dalam hali ini orang gagal untuk meyesuaikan dirinya dengan lingkungan barunya, dan menjadi depresi (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Dalam hal ini si siswa menjadi depresi dan tidak ingin masuk kuliah lagi.

Berdasarkan jurnal penelitian yang telah disebutkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa setiap mahasiswa akan mengalami culture shock dalam tahun pertama mahasiswa itu pindah dalam lingkungan universitas yang baru, seiring dengan usaha mahasiswa tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungan baru itu. Dalam salah satu jurnal disebutkan bahwa culture shock yang dialami oleh siswa dapat mempengaruhi proses akademik yang ditempuh siswa tersebut. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui dan membuktikan apakah mahasiwa FISIP UAJY angkatan 2008 juga mengalami culture shock dan apakah keadaan tersebut mempengaruhi motivasi belajar mereka. Lebih spesifik lagi, mahasiswa FISIP UAJY angkatan 2008 berasal dari berbagai daerah luar Jogja. Peneliti menganggap potensi culture shock yang akan dialami mahasiswa luar Jogja tersebut lebih besar dan lebih mudah diamati. Oleh karena itu lingkup penelitian dipersempit untuk mahasiswa angkatan 2008 yang berasal dari luar Jogja.

1. RUMUSAN MASALAH

a)      Apakah mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 mengalami culture shock? Seperti apakah bentuk culture yang telah mereka alami?

Page 2: LATAR BELAKANG

b)      Apakah kondisi culture shock tersebut mempengaruhi motivasi kuliah mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008? Seperti apakah pengaruhnya?

c)      Apakah mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 telah mampu beradaptasi terhadap lingkungan baru mereka? Bagaimana motivasi kuliah mahasiswa-mahasiswa tersebut setelah mampu beradaptasi?

1. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena culture shock yang dialami oleh mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 dan pengaruh fenomena tersebut terhadap motivasi belajar mahasiswa.

1. MANFAAT PENELITIAN

a)      Secara praksis dapat dijadikan panduan atau bahan bacaan oleh mahasiswa baru yang akan berpindah dari lingkungan sekolah menengah yang lama ke lingkungan universitas yang baru.

b)      Secara akademis dapat menjadi penelitian awal yang dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Ketika kita masuk dan mengalami kontak dengan budaya lain, dan merasakan ketidaknyamanan psikis dan fisik karena kontak tersebut, kita telah mengalami gegar/ kejutan budaya/ culture shock (Mulyana, 2006; Littlejohn, 2004).

Banyak pengalaman dari orang-orang yang menginjakan kaki pertama kali di lingkungan baru, walaupun sudah siap, tetap merasa terkejut begitu sadar bahwa disekelilingnya begitu berbeda dengan lingkungan lamanya. Orang biasanya akan merasa terkejut atau kaget begitu mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya telah berubah. Orang terbiasa dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya, dan orang cenderung suka dengan familiaritas tersebut. Familiaritas membantu seseorang mengurangi tekanan karena dalam familiaritas, orang tahu apa yang dapat diharapkan dari lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Maka, .ketika seseorang meninggalkan lingkungannya yang nyaman dan masuk dalam suatu lingkungan baru, masalah komunikasi akan dapat terjadi (Mulyana, 2006).

Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diderita orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke lingkungan yang baru. Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan social. Misalnya kapan berjabat tangan dan apa yang harus kita katakan bila bertemu dengan orang, kapan

Page 3: LATAR BELAKANG

dan bagaimana kita memberikan tip, bagaimana berbelanja, kapan menolak dan menerima undangan, dsb. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin berbentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, atau norma-norma, kita peroleh sepanjang perjalanan hidup kita sejak kecil. Bila seseorang memasuki suatu budaya asing, semua atau hampir semua petunjuk ini lenyap. Ia bagaikan ikan yang keluar dari air. Orang akan kehilangan pegangan lalu mengalami frustasi dan kecemasan. Pertama-tama mereka akan menolak lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dan mengecam lingkungan itu dan menganggap kampung halamannya lebih baik dan terasa sangat penting. Orang cenderung mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air, kumpulan yang sering menjadi sumber tuduhan-tuduhan emosional yang disebut stereotip dengan cara negatif (Mulyana, 2006).

Sojourneys dan Settlers

Ada perbedaan antara pengunjung sementara (sojourney) dengan orang yang mengambil tempat tinggal tetap, misalnya di suatu Negara (settler).  Seperti yang dikatakan oleh Bochner: karena respek mereka terhadap pengalaman kontak dengan budaya lain berbweda, maka reaksi mereka pun berbeda. Settlers berada daalm proses membuat komitmen tetap pada masyarakat barunya, sedangkan sojourneys berada dalam landasan sementara, meskipun kesementaraannya bervariasi, antara turis dalam sehari, sampai mahasiswa dalam beberapa tahun (Samovar, 2000).

Definisi Culture Shock

Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh antropologis bernama Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambing dan symbol yang familiar dalam hubungan social, termasuk didalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya: bagaiman untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon (Mulyana, 2008).

Banyak definisi dari para ahli tentang gegar budaya, namun pada initinya, jika kami menyimpulkan, gegar budaya adalah kondisi kecemasan yang dialami seseorang dalam rangka penyesuaiannya dalam lingkungan yang baru di mana nilai budaya yang ada tidak sesuai dengan nilai budaya yang dimilikinya sejak lama. Deddy Mulyana lebih mendasarkan gegar budaya sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan pesepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Lingkungan baru dapat merujuk pada agama baru, sekolah baru, lingkungan kerja baru, dsb.

Reaksi pada culture shock

Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara 1 individu dengan individu lainnya, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Reasi-reaksi yang mungkin terjasi, antara lain:

Page 4: LATAR BELAKANG

1. antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.2. rasa kehilangan arah3. rasa penolakan4. gangguan lambung dan sakit kepala5. homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama6. rindu pada teman dan keluarga7. merasa kehilangan status dan pengaruh8. menarik diri9. menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka

Tingkat-tingkat Culture shock (u-curve)

Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, Samovar, (2000) menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4 tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva u, sehingga disebut u-curve.

Fase optimistic, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru

Masalah cultural, fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru, dll. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis daalm culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.

Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.

Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi, keyakinan, dll). Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda, biasanya uga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa hali menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2 budaya tersebut, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.

Deddy Mulyana menyebut gegar budaya sebagai suatu penyakit yang mempunyai gejala dan pengobatan tersendiri. Beberapa gejala gegar budaya adalah buang air kecil, minum, makan dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang lain, tatapan mata yang kosong, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya, marah karena hal-hal sepele, reaksi yang berlebihan

Page 5: LATAR BELAKANG

terhadap penyakit yang sepele, dan akhirnya, keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman.

Derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang berbeda-beda. Ada beberapa orang yang tidak dapat tinggal di negara asing. Namun, banyak pula yang berhasi menyesuaikan diri dengan lingkunagan barunya. Deddy Mulyana juga memaparkan tahapan-tahapan penyesuaian orang terhadap lingkungan barunya yang hampir mirip dengan tahapan sebelumnya. Tahap pertama yang disebut tahap ‘bulan madu’ berlangsung dalam beberapa minggu sampai 6 bulan dimana kebanyakan orang senang melihat hal-hal baru. Orang masih bersemangat dan beritikad baik dalam menjalin persahabatan antarbangsa. Tahap kedua dimulai ketika orang mulai menghadapi kondisi nyata dalam hidupnya, ditandai dan dimulai dengan suatu sikap memusuhi dan agresif terhadap negeri pribumi yang berasal dari kesulitan pendatang dalam menyesuaikan diri. Misalnya kesulitan rumah tangga, kesulitan transportasi dan fakta bahwa kaum pribumi tak menghiraukan kesulitan mereka. Pendatang menjadi agresif kemudian bergerombol dengan teman-teman sebangsa dan mulai mengkritik negeri pribumi, adat-istidatnya, dan orang-orangnya. Tahap ketiga pendatang mulai menuju ke kesembuhan dengan bersikap positif terhadap penduduk pribumi. Tidak lagi menimpakan kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai salah penduduk pribumu atas ketidanyamanan yang dialaminya tetapi mulai menanggulanginya, “ini masalahku dan aku harus menyelesaikannya”. Pada tahap keempat, penyesuaian diri hampir lengkap. Pendatang sudah mulai menerima adat-istiadat itu sebagai cara hidup yang lain. Bergaul dalam lingkungan-lingkungan baru tanpa merasa cemas, walau kadang masih ada ketegangan sosial yang nantinya seiring dalam pergaulan sosialnya ketegangan ini akan lenyap. Akhirnya pendatang telah memahami negeri pribumi dan menyesuaikannya, hingga akhirnya, ketika pulang ke kampung halaman pun kebiasaan di negeri pribumi tersebut akan dibawa-bawa dan dirindukan.

Menanggulangi Culture Shock

Beberapa cara yang ditawarkan untuk menanggulangi culture shock, antara lain:

1. berteman dengan orang-orang dari budaya baru, dan dengan sesame pendatang.2. belajar mengenai budaya baru, hal ini bias dilakukan sebagai antisipasi

cultureshock, misalnya dengan mempelajari komunikasi lintas budaya, dan mempelajari bahasa-bahasa asing.

3. lebih sabar, dengan mengingat bahwa akan ada tahappenyesuaian, dan saat-saat krisis akan segera berlalu.

4. ambil bagian dalam kegiatan kultural, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Deengan berpartisipasi, kita dapat belajar banyak tentang kebudayaan tersebut.

Gegar budaya adalah fenomena yang alamiah. Intesitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor, baik internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) maupun eksternal (kerumitas budaya baru atau lingkungan baru yang dimasuki). Gegar budaya sebenarnya merupakan titik pangkal untuk mengembangkan keprbadian dan wawasan budaya kita,

Page 6: LATAR BELAKANG

sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelian kuantitatif yaitu penelitian yang berusaha mencari hubungan antara dua variable dan menggunakan data statistic dalam menjawab pertanyaan penelitian (Dorsten and Hotchkiss, 2004). Hubungan variable yang ingin diketahui adalah pengaruh culture shock terhadap motivasi belajar mahasiswa. Sementara data yang ada akan diekspresikan secara stastistic untuk mengetahui tingkat presentase culture shock yang dialami oleh mahasiswa. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi. Data atau informasi yang didapat akan diolah dan ditranskip untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dikarenakan sebagian kebenaran yang akan diteliti mungkin hanya bisa diperoleh secara probabilistic, realitas yang ada adalah realitas objektif, sebagai realitas yang berada di luar diri peneliti. Dengan demikian, untuk sebagian observasi dan pengumpulan data, peneliti akan mengambil jarak dengan objek yang ditelitinya.

1. Sumber Data

Responden yang dipilih adalah mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008. Sample data diambil secara acak atau random. Selain itu peneliti dalam mengumpulkan data juga melakukan studi pustaka baik dari media cetak maupun dari internet.

1. Teknik Pengumpulan data

a)      Survei lapangan dengan kuesioner sebagai alat bantu.

b)      Studi pustaka dilakukan untuk menunjang pengumpulan informasi atau data untuk menjawab masalah-masalah yang sudah dirumuskan. Di samping itu studi pustaka juga dilakukan untuk mendapatkan kerangka dasar teoritis dalam penelitian.

1. Teknik analisis

Teknik analisi data melalui pengkategorisasian data yang telah ditranskip untuk kemudian dilakukan juga reduksi data. Data diperoleh adalah data kuantitatif. Data-data tersebut dianalisis berdasarkan kerangka teori yang ada untuk memperoleh kesimpulan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Page 7: LATAR BELAKANG

Sebagian besar mahasiswa mengaku mengalami fase optimistic baik yang mengalami culture shock maupun yang tidak merasakan culture shock yang cukup berarti. 16 orang responden merasakannya. Fase ini adalah fase di mana mahasiswa merasa senang dan tertantang ketika pertama kali pindah ke Jogja. 12 orang merasa biasa saja sementara seorang lagi merasa sedih dan tertekan. Seorang yang merasa sedih dan tertekan tersebut sebenarnya telah mengalami masalah kultural dalam culture shock.

Dari 30 sampling mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 yang dipilih secara random atau acak diperoleh data :

Variable Jumlah

Mengalami culture shock 25

Tidak mengalami culture shock 5

Total 30

Presentase pengalaman culture shock : 83,33%

Bisa disimpulkan sebagian besar mahasiwa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 (lebih dari 80%) mengalami culture shock pindah ke Jogja. Sementara, setelah peneliti menganalisis data lebih jauh, ternyata 16,67% mahasiswa yang menyatakan tidak mengalami culture shock dalam bentuk apapun, semuanya berasal dari daerah Jawa Tengah, daerah yang terletak di dekat Jogja dan budayanya tidak berbeda jauh dengan budaya di Jogja. Hal ini menunjukan bahwa semakin mirip dan dekat budaya antara budaya asal dengan budaya baru maka kemungkinan terjadinya culture shock pun semakin kecil.

Bentuk culture shock yang dialami oleh 83, 33% (24 mahasiswa) mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 :

Bentuk Culture Shock yang Dialami Jumlah Respoden

Merasa tidak nyaman dan tidak betah tinggal di Jogja 7 orang

Mengalami kebingungan dan ketidaktahuan ingin berbuat apa di Jogja 9 orang

Kesulitan bergaul dan mencari teman 9 orang

Tertekan dan stress hingga sakit 5 orang

Ingin pergi meninggalkan Jogja 9 orang

Kehilangan jati diri/ merasa bukan siapa-siapa 5 orang

Merasa orang Jogja sangat tidak meyenangkan 3 orang

Mengurung diri dari lingkungan 6 orang

Bermasalah dengan makanan dan pola makanan di Jogja 10 orang

Bentuk-bentuk permasalahan di atas merupakan kondisi seseorang yang mengalami culture shock ketika berpindah ke lingkungan dengan budaya baru. Seseorang mungkin

Page 8: LATAR BELAKANG

mengalami lebih dari satu dari masalah tersebut di atas bahkan mungkin dapat mengalami kesemua bentuk permasalahan akibat culture shock di atas. Permasalahan yang timbul akibat culture shock tersebut tidak hanya bersifat emosional namun juga segi pisik yang dapat menyebabkan apakah seseorang itu mengalami gangguan makan dan sakit. Lebih lanjut lagi, peneliti ingin mengetahui pengaruhnya terhadap motivasi belajar mahasiswa.

Berkaitan dengan 4 tahapan culture shock yang telah diuraikan dalam kajian pustaka, masalah-masalah tersebut di atas adalah masalah-masalah yang dialami mahasiswa ketika dalam fase masalah kultural.

Dari 83,33% yang mengalami culture shock diperoleh data :

Variable Jumlah

Terganggu motivasi belajarnya 13

Tidak terganggu sama sekali 12

Total 25

Presentase yang terganggu motivasi belajar : 52%

Melalui data ini peneliti menyimpulkan bahwa culture shock relative berpengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa. 52% mahasiswa terganggu motivasi belajarnya akibat culture shock sementara yang lain tidak berpengaruh. Culture shock bisa dikatakan berpengaruh terhadap terganggunya motivasi belajar mahasiwa namun effektifitasnya tidak besar. Hasil penelitian menunjukan persentase yang hampir fifti-fifti. Setengah sample dari populasi yang diamati mengaku terganggu motivasi belajarnya karena mengalami culture shock sementara setengahnya tidak. Namun, untuk dijadikan catatan, 12 orang yang mengaku tidak terganggu motivasi kuliahnya mengaku telah beradaptasi dengan budaya di Jogja. Jadi, ketika mahasiswa mulai meyesuaikan dirinya dengan udaya baru di Jogja, maka motivasi kuliah pun tidak menjadi persoalan.

Gangguan terhadap motivasi belajar atau kuliah yang dialami mahasiswa (sekitar 53%)diantaranya adalah :

1. Malas datang kuliah2. Bolos kuliah3. Tidak bisa konsentrasi ketika kuliah4. Merasa tidak nyaman ikut kuliah dan ingin berhenti kuliah5. Nilai atau IP kuliah jeblok

Dari 83,33% yang mengalami culture shock diperoleh data :

Variable Jumlah

Page 9: LATAR BELAKANG

Mampu beradaptasi 23

Belum mampu beradaptasi 2

Total 25

Presentase yang mampu beradaptasi: 92%

Dari 92% (23 orang) yang mengaku telah beradaptasi dengan budaya baru di Jogja mengaku tidak lagi mengalami gangguan motivasi belajar/kuliah. Di sinilah mereka mengalami fase penyesuaian setelah sebelumya mengalami fase recovery. 92% mahasiswa dari mahasiswa yang mengalami culture shock sadar bahwa mereka harus menerima budaya baru di Jogja jika ingin meyelesaikan konflik masalah cultural yang terjadi, apalagi masalah cultural tersebut telah mengganggu motivasi kuliah mereka. Di tahap ini mereka masih berupa kesadaran dan keinginan untuk beradaptasi dan disebut fase recovery. Setelah mereka berhasil beradabtasi, artinya mereka tindak lagi merasa tidak nyaman dan tidak lagi mengalami masalah kultural, di sinilah fase adabtasi telah berhasil mereka lakukan. Sementara 8% (2 orang) dari mahasiswa yang mengalami culture shock yang mengaku belum mampu beradaptasi dengan budaya baru di Jogja mengaku masih mengalami gangguan kuliah dan merasa tidak nyaman hidup di Jogja. Mereka mengaku memilih menghindar dari masalah-masalah kultural yang dialaminya. Hal ini berarti, jika orang ingin hidup nyaman dan berhasil di lingkungan yang baru maka mau tidak mau ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru tersebut. Ada pepatah mengatakan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Untuk komunikasi yang lancar dan effektif perlu adanya usaha untuk menghargai dan memahami serta menerima budaya orang lain. Terlebih, kita akan tinggal di budaya itu.

Namun, yang jelas, dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2 jenis manajemen konflik yang dilakukan mahasiswa yaitu beradaptasi dengan menerima dan memahami budaya di Jogja sedangkan yang satunya lagi menghindar. Dengan beradabtasi dan meyesuaikan diri dengan budaya di Jogja mahasiswa merasa lebih nyaman tinggal di Jogja dan permasalahan motivasi kuliah yang terjadi terselesaikan, sementara usaha menghindar justru tidak membuat persoalan lebih baik bahkan tampak buruk. Sekali lagi, untuk terjalinnya komunikasi yang effektif dan lancar kita harus menerima dan meyesuaikan diri dengan budaya tempat kita berada. Menghargai dan menerima segala keanekaan/ keheterogenan budaya yang ada mempermusdah kita beradabtasi dengan budaya yang baru yang akan memperlancar komunikasi yang terjadi, dan komunikasi itu berlangsung secara nyaman.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk memperinci dan memperjelas hasil yang didapat dari penelitian ini, kesimpulan akan dibuat dalam bentuk pointer.

Page 10: LATAR BELAKANG

1. Sebagian besar mahasiswa perantauan FISIP UAJY angkatan 2008 megalami fase optimistic di mana mereka merasa senang dan tertantang ketika awal berpindah ke Jogja.

2. Sebagian besar mahasiswa, sekitar 83,33%, mengalami culture shock. Mereka mengalami beberapa masalah kultural baik secara fisik maupun emosional. Dari perasaan tidak nyaman ringan hingga depresi. Dari pola makan yang tidak teratur hingga mengalami sakit.

3. 16, 67 mahasiswa yang tidak mengalami masalah kultural (culture shock) yang berarti berasal dari daerah sekitar Jogja yang tidak terlalu berbeda budayanya dengan budaya di Jogja. Sehingga, dapat disimpulkan semakin mirip dan dekat budaya antara budaya asal dengan budaya baru maka kemungkinan terjadinya culture shock pun semakin kecil.

4. Setengah sample dari populasi (52%) yang diamati mengaku terganggu motivasi belajarnya karena mengalami culture shock sementara setengahnya tidak. Data yang fifti-fifti menunjukan bahwa pengaruh terhadap motivasi belajar relatif tidak terlalu besar tetapi juga tidak kecil. Namun, untuk dijadikan catatan, 12 orang yang mengaku tidak terganggu motivasi kuliahnya mengaku telah beradaptasi dengan budaya di Jogja. Jadi, ketika mahasiswa mulai meyesuaikan dirinya dengan udaya baru di Jogja, maka motivasi kuliah pun tidak menjadi persoalan.

5. ganggua motivasi belajar/kuliah mahasiswa ada beberapa macam. Dari malas dan bolos kuliah hingga tidak ingin ikut kuliah lagi. Dari tidak bisa konsentrasi belajar hingga nilai atau IP jeblok.

6. Dari 92% (23 orang) yang mengaku telah beradaptasi dengan budaya baru di Jogja mengaku tidak lagi mengalami gangguan motivasi belajar/kuliah. Sementara 8% (2 orang) yang mengaku belum mampu beradaptasi dengan budaya baru di Jogja mengaku masih mengalami gangguan kuliah dan merasa tidak nyaman hidup di Jogja.

7. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2 jenis manajemen konflik yang dilakukan mahasiswa yaitu beradaptasi dengan menerima dan memahami budaya di Jogja sedangkan yang satunya lagi menghindar. Dengan beradabtasi dan meyesuaikan diri dengan budaya di Jogja mahasiswa merasa lebih nyaman tinggal di Jogja dan permasalahan motivasi kuliah yang terjadi terselesaikan, sementara usaha menghindar justru tidak membuat persoalan lebih baik bahkan tampak buruk.

8. Ada pepatah mengatakan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Untuk komunikasi yang lancar dan effektif perlu adanya usaha untuk menghargai dan memahami serta menerima budaya orang lain. Terlebih, kita akan tinggal di budaya itu. Jika orang ingin hidup nyaman dan berhasil di lingkungan yang baru maka mau tidak mau ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru tersebut.

SARAN

Dikarenakan waktu penelitian yang terlalu singkat, jumlah data yang berhasil diperoleh masih sedikit. Terlebih lagi, banyak data dari responden yang menjawab kuesioner terkesan main-main atau kurang serius dalam menjawabnya menjadikan penelitian ini

Page 11: LATAR BELAKANG

jauh dari sempurna. Untuk itu perlu dilakukan penelitian ulang atau penelitian lanjutan untuk memperbaiki dan melengkapi penelitian ini. Variable dalam penelitian ini dapat diganti maupun ditambah. Atas kekurangan dan kelemahan penelitian ini, peneliti mohon maaf.

DAFTAR PUSTAKA

Dorsten, Linda E. and Lawrence Hotchkiss. 2004. Research Methods and Society.

Foundations of Social Inquiry. USA: Pearson Prentice Hall.

Mulyana, Deddy.2006. Komunikasi AntarBudaya. Paduan Berkomunikasi dengan

Orang- Orang Berbeda Budaya. Bandung : Rosda.

Mulyana, Deddy.2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Edisi Revisi.

Bandung : Rosda.

Samovar, Larry A. & Richard E. Porter. 2000. Intercultural Communication A

Reader, Ninth Edition. Belmont : Wadsworth.

Balmer, Starr. 2009. Experiencing Culture Shock in College. Participation Helps Students Adapt to an Unfamiliar Lifestyle.

(http://campuslife.suite101.com/article.cfm/understanding_and_coping_with_culture_shock )

Littlejohn, Simone. 2004. Culture shock management: when you move to a new place, you are likely to experience a certain degree of culture shock. Though it can be very difficult for some, it is a worthwhile experience.

Publication in Swiss News

(http://www.thefreelibrary.com/Culture+shock+management%3a+when+you+move+to+a+new+place%2c+you+are…-a0119267612)

Kingsley Richard S. and J. Oni Dakhari. 2006. Culture Shock.

Masalah yang Dibahas

Page 12: LATAR BELAKANG

Kasus penggusuran paksa pemukiman atau rumah-rumah penduduk serta kasus penggusuran paksa yang terjadi pada pedagang kaki lima seringkali tidak berkemanusiaan dan tidak adil.

Konteks Pancasila yang Dipermasalahkan

1)      Sila Pancasila yang Diangkat

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

2)      Pembukaan UUD’45 Alinea ke-4

Yang berisikan tujuan Negara untuk menyejahterakan dan menjaga keadilan sosial.

3)      Pasal 40 Undang Undang HAM nomor 39 tahun 1999

Pasal itu mengatur mengenai hak setiap orang untuk memiliki tempat tinggal yang layak

4)      Pasal 34 UUD’45

1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.2. negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat…..3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.

5)      Pasal 28H UUD’45

1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

4. Setiap orang berhak memiliki hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

(UUD’45 dan Amandemennya, 2006)

Latar Belakang Masalah

Pancasila dan UUD’45 menyatakan Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Dalam hal ini kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagai tujuan negara. Kesejahteraan adalah hak rakyat. Kenyataannya, tidak semua rakyat Indonesia sejahtera. Lalu, apakah

Page 13: LATAR BELAKANG

kemiskinan yang terjadi di berbagai daerah di  Indonesia dapat menjadikan Indonesia sebagai negara gagal??(Tim Peneliti PSIK, 2008).

Manusia dan masyarakat tidak hidup hanya dengan perdamaian, melainkan juga dengan terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Papan, sebagai tempat berlindung menjadi kebutuhan hakiki manusia. Manusia menjadi makmur sekurang-kurangnya apabila ketiga kebutuhan tersebut terpenuhi. Pertanyaannya : Apakah kenyataannya semua warga Indonesia telah memperoleh kemakmuran??Masihkan terdapat kemelaratan di dalam negeri kita??Hal ini terkait dengan kehidupan ekonomi di mana pemerintah mengaturnya dengan menerapkan sisitem ekonomi yang ada. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Sistem ekonomi yang ada disusun dengan tujuan tersebut. Bukan hanya teorinya saja tetapi pelaksanaannya pun harus diawasi dan diatur sedemikian rupa agar tidak melenceng dari tujuan tadi. Harus ada keadilan sosial dalam kesejahteraan sosial. Keadilan sosial menjadi maslah di banyak tempat. Ada kesenjangan yang besar antara penduduk yang menikmati kekayaan dan kekuasaan, sementara penduduk lainnya menderita serba kekurangan. Biasanya ketidakadilan sosial itu bersifat struktual, artinya: merupakan kenyataan yang diakibatkan oleh struktur sosial-politik-ekonomi yang berlaku Namun, sebagai warga masyarakat, kita perlu sadar bahwa ekonomi akhirnya menjadi tanggung jawab kita bersama, sebab hal itu menyangkut kebutuhan kita sendiri. Karena itu, apapun sistem ekonomi yang dipilih oleh pemerintah, kita terpanggil untuk ikut mengusahakan kemakmuran, baik bagi keluarga kita sendiri, maupun bagi sesama warga masyarakat lain. Kemakmuran tidak dapat diharapkan dari pemerintah semata-mata. Pemerintah lebih layak dilihat sebagai pelengkap usaha warga masayarakat sendiri. Pemerintah mengatur hal-hal yang belum dapat ditangani oleh warga masyarakat sendiri. Sebagai individu kita mau berusaha mencukupi kebutuhan dengan kemampuan dan jerih payah sendiri, sebagai makhluk sosial kita ikut memperhatikan pula kebutuhan sesama, terutama yang menderita kekurangan dalam hal-hal yang paling mendasar (Hadiwardoyo, 1990: 74-89).

Kita coba mengkaitakannya dengan sisi kemanusiaan. Di mana ada belas kasihan untuk menolong orang-orang yang bermasalah dan berkekurangan. Untuk mewujudkan negara yang adil dan sejahtera akan sangat penting jika pemikiran-pemikiran tentang kemanusiaan ditumbuhkembangkan. Humanitarianisme lahir karena kemiskinan dan konflik yang melanda masyarakat, sedang tujuannya adalah pembangunan dan perdamaian dengan prinsip-prinsip kemanuasiaan. Kita tentu berharap pembangunan yang dideklarasikan menampilkan wajah kemakmuran. Karena berbagai ketimpangan yang terjadi di negeri ini cukup menunjukkan degradasi komitmen keadilan sosial dalam proses pembangunan. (Masruri, 2005:183).

Berbicara soal kasus penggusuran paksa yang terjadi, tentu saja, dalam pelaksanaannya sudah ada prosedure yang jelas dan sah dari pemerintah atau pejabat yang berwenang. Namun, pertanyaannya adalah : Sudah sejahterakah semua pihak?Sudah adilkah bagi semua pihak?Karena terus terang, definisi ’adil’ itu sangat relatif. Benarkah keadilan yang diterapkan pemerintah itu menyejahterakan? Benarkah pembangunan selalu ditujukan bagi kesejahteraan rakyat? Sering kali, berdasarkan studi kasus yang telah kami

Page 14: LATAR BELAKANG

lakukan, kami menemukan kasus pengusuran paksa yang terjadi lebih banyak melanda kaum miskin. Untuk penataan kota yang diharapkan lebih tertata rapi dan tertib, area pemungkiman kumuh dan liar digusur aparat. Contohnya kasus-kasus penggusuran daerah kumuh di sekitar TPS yang terjadi di Jakarta. Namun, yang jadi masalah di sini adalah, biasanya, tidak ada kompensasi yang cukup atau memadai yang diberikan pada korban atau warga yang rumahnya terkena penggusuran. Tidak disediakannya tempat tinggal baru yang lebih layak huni sebagai upaya pemerintah untuk meyejahterakan rakyatnya. Nah, yang dipertanyakan di sini : Adakah sisi kemanusiaan dari kebijakan pemerintah ini? Apakah kebijakan pemerintah yang menggusur lahan atau tanah tersebut mempertimbangkan kesejahteraan masayarakat yang menjadi korban penggusuran? Lebih miris lagi kalau ternyata tanah atau arena hasil penggusuran itu oleh pemerintah malah dibuat proyek-proyek yang memihak pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Definisi penggusuran paksa

Penggusuran paksa (forced eviction) didefinisikan sebagai:

Pemindahan individu, keluarga dan/atau komunitas secara paksa (di luar kehendak)  dari rumah dan/atau tanah yang telah mereka tempati, untuk selamanya atau sementara, tanpa penyediaan atau akses pada prosedur hukum yang benar maupun perlindungan yang diperlukan.

Penggusuran paksa secara langsung melanggar hak tiap orang atas perumahan yang layak. Namun mengingat hak asasi manusia saling terkait, maka penggusuran paksa juga melanggar hak-hak lain, yang meliputi pula hak-hak sipil  dan politik.  Hak-hak tersebut antara lain  hak untuk  hidup, hak atas keamanan pribadi, hak untuk tidak dicampuri urusan pribadi, keluarga dan  rumahnya, serta hak untuk dapat menikmati harta bendanya. Secara tegas Komisi HAM PBB menyatakan bahwa praktek penggusuran paksa merupakan pelanggaran HAM.

Alasan Penggusuran Paksa

adanya proyek pengembangan  dan pembangunan infrastruktur adanya event internasional, seperti konferensi  atau pertandingan olah raga

internasional adanya penataan ulang dan upaya untuk mempercantik daerah perkotaan (sering

terjadi di Indonesia, khusunya di daerah Jakarta) adanya pertikaian politik yang mengakibatkan pembersihan etnis dari keseluruhan

komunitas/kelompok

Posisi Masyarakat yang Digusur

Masyarakat yang tergsusur merupakan Korban Kapitalisme.  Alasan utama Pemda DKI Jakarta melakukan penggusuran adalah untuk menegakkan hukum dan ketertiban. Menurut Pemda, hukum harus ditegakkan karena mereka yang digusur tersebut

Page 15: LATAR BELAKANG

membangun rumahnya secara ilegal dengan menempati tanah negara atau tanah milik orang lain. Untuk merealisasikan penegakkan hukum tersebut, tidak tangung-tanggung Pemda mengerahkan ribuan aparat tramtib, polisi dan tentara.  Kebijakan Pemda tersebut sangat ironi. Banyak sekali pelanggaran hukum di wilayah DKI Jakarta yang dibiarkan begitu saja, misalnya perjudian, miras dan prostitusi. Malah warga yang memberantas sarang maksiat tersebut ditangkap dan dijatuhi hukuman. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika pelanggaran hukum dilakukan oleh orang-orang yang berpunya, maka hukum melempeng, tetapi jika menyangkut orang kecil hukum dibuat tegak, meskipun belum tentu mereka bersalah.  Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Adalah tidak dapat dipungkiri bahwa hukum di Indonesia dibuat oleh DPR bersama dengan pemerintah. Kemudian anggota parlemen yang pemikirannya berbeda-beda, memiliki kecerdasan yang berbeda, dan membawa kepentingan yang berbeda pula hanya akan menghasilkan hukum yang lemah dan tidak konsisten.  Kelemahan hukum itu bisa dilihat dari substansi hukum yang tidak dapat memecahkan problematika kehidupan masyarakat. Misalnya hukum tentang pertanahan yang memberikan kesempatan luas kepada para pemilik modal atau orang-orang kaya untuk memiliki tanah seluas-luasnya meskipun tanah tersebut dibiarkan begitu saja terbengkalai, sehingga terjadi pemusatan pemilikan tanah pada segilintir orang saja. Akibatnya kesempatan sebagian masyarakat memiliki dan memanfaatkan tanah untuk tempat tinggal, tempat usaha dan pertanian menjadi sangat terbatas. Ketidakkonsistenan hukum terjadi karena adanya pertentangan substansi antara satu produk hukum dengan produk hukum lainnya. Misalnya dalam UUD 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Akan tetapi pada tingkatan hukum yang lebih rendah tidak ada pengaturan bagaimana fakir miskin dan anak-anak terlantar tersebut dipelihara oleh negara. Justru sebaliknya undang-undang dan peraturan pemerintah yang lahir meminggirkan masyarakat lemah. Banyak sekali undang-undang dan peraturan pemerintah di bidang ekonomi yang menguntungkan para pemilik modal dan orang-orang kaya. Sehingga yang terjadi bukannya negara mengurusi fakir miskin tetapi mengurusi kepentingan para pemilik modal.

Yang fatal lagi adalah setiap anggota parlemen dan pejabat pemerintah, setiap parta politik memiliki agenda masing-masing yang sangat rawan disusupi oleh kepentingan para pemilik modal. Di era reformasi sekarang, dengan campur tangan IMF dan Bank Dunia, beberapa undang-undang yang berkaitan dengan ekonomi drafnya dibuat oleh para konsultan asing. Maka tidak heran undang-undang dan peraturan yang lahir cenderung merugikan negara dan rakyat banyak. Bahkan dalam tataran aplikasinya, hukum bisa dipermainkan seusai kepentingan. Inilah kondisi sistem hukum di Indonesia yang mudah disetir untuk kepentingan sekelompok orang. Dalam aspek ekonomi, penggusuran terjadi karena adanya kepentingan ekonomi orang-orang kuat terhadap tanah yang digusur.   Perekonomian Indonesia secara konsep dan praktis berkiblat ke Barat. Sehingga kebijakan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sistem ekonomi Kapitalis. Dalam prinsip ekonomi ini, siapa yang kuat dialah yang menang. Artinya di sini berlaku hukum rimba.  Para pemilik modal yang memiliki kekuatan ekonomi dapat mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi pemerintah untuk kepentingan mereka. Mereka juga bisa menyusupkan kepentingannya dalam undang-undang dan peraturan, termasuk mempengaruhi keputusan pengadilan. Melalui proses inilah kemudian kepentingan-kepentingan mereka direalisasikan.  Adapun mengenai

Page 16: LATAR BELAKANG

bagaimana kondisi para korban kepentingan mereka, bukanlah persoalan mereka, tetapi menjadi urusan pemerintah. Masalahnya lagi para pejabat yang berwenang membiarkan keadaan para korban tanpa pertolongan, bahkan mereka dianggap sampah.  Seperti yang dialami oleh ribuan korban penggusuran. Mereka digusur dengan cara yang bengis, harta mereka banyak hilang atau hancur bersama hancurnya rumah mereka. Sesudah itu pemerintah membiarkan mereka begitu saja keadaan mereka. Ke mana mereka tinggal setelah rumahnya digusur, bagaimana mengembalikan harta mereka yang hilang, pekerjaan apa yang dapat mereka lakukan untuk menghidupi keluarganya, bagaimana anak-anak mereka bisa sekolah, dan apakah mereka mendapatkan makanan atau tidak, bukanlah urusan pemerintah.  Mereka dianggap sampah kepentingan ekonomi. Mereka akan diperhatikan penguasa atau elit politik, jika datang masa para penguasa memerlukan dukungan mereka untuk mempertahankan kekuasaannya. Fakta tersebut membuktikan bahwa tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan hidup mereka bagi setiap warga negara indonesia di manapun mereka berada. Mereka yang mendapatkan hidup layak adalah mereka yang dapat membayar. Apakah kenyataannya fakir miskin dilindungi negara??

Analisis sebagai Negara Kesejahteraan, Adil, dan Berkemanusiaan.

Republik Indonesia didirikan dengan menempatkan ideologi keadilan sosial sebagai tujuan akhir setiap proses pembangunan. Dengan demikian, keadilan sosial merupakan filsafat politik yang melandasi berdirinya negara ini.

Namun dalam realitasnya, cita-cita luhur tersebut masih berupa cita-cita dan impian, belum tercipta secara real dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadilan sosial berorientasi pada tujuan negara yang menyejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan yang adil adalah hak setiap warga negara. Orang dikatakan sejahtera apabila telah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Namun, ketidaksejahteraan sebagian besar masyarakat Indonesia di berbagai tempat kiranya cukup menjadi bukti bahwa negara kerap gagal menyelamatkan sendi-sendi sosial kehidupan rakyatnya. Kasus yang kita bahas adalah yang berkaitan dengan ’papan’ sebagai kebutuhan hakiki manusia untuk hidup. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Keberadaan ’papan’ dijamin oleh negara melalui UUD’45 dan Pancasila. Penggusuran paksa yang merampas ’papan’ masyarakat Indonesia tanpa kompensasi yang adil tentu tidak sesuai dengan ideologi bangsa dan jauh dari konsep kesejahteraan yang dijanjikan negara.

Beberapa kasus penggusuran paksa hanyalah contoh kecil poros kesejahteraan sosial dan komitmen keadilan yang sering diabaikan negara dalam setiap pengambilan kebijakan. Ia juga menjadi bukti struktur relasi yang tidak seimbang antara negara, institusi modal, dan komunitas rakyat. Dari situlah, komitmen keadilan dan detak kesejahteraan sosial sebagai filsafat politik yang mendasari berdirinya negara ini perlu terus-menerus diawasi dan diprioritaskan. Negara harus meneguhkan dan mengayunkan kembali cita-cita keadilan sosial terhadap rakyat yang selama ini menjadi bagian dari eksistensinya. Aspek keadilan sosial sebagai ujung proses pembangunan dengan demikian harus menjadi pijakan utama dalam sebuah kebijakan publik dan bukan semata-mata hanya soal kemakmuran ekonomi. Hal ini penting untuk melindungi keberadaan rakyat kecil yang teramat sering

Page 17: LATAR BELAKANG

tersisih dari proses pembangunan. Mereka kerap dipaksa bertarung dengan sebuah sistem yang tidak adil sejak awalnya. Dalam kasus penggusuran paksa, warga dipaksa keluar namun sering kali kesejahteraan terhadapnya diabaikan. Misalnya, tidak ada kompensasi yang cukup, tidak disediakannya tempat tinggal baru yang lebih layak huni. Dalam alur semacam itu, barangkali kita bisa sedikit mencontoh beberapa negara Eropa, misalnya, Jerman dan Prancis. Di negara-negara tersebut, yang ekonominya dipandu garis ekonomi pasar sosial, Di mana konsep negara kesejahteraan tidak hanya sebagai ’pajangan tertulis’ namun betul-betul direalisasikan, ketimpangan tidak akan begitu tampak mencolok. Di Jerman berlaku kebijakan pajak progresif yang sangat merisaukan individu dengan potensi meraup keuntungan ekonomi amat banyak. Pajak yang dikumpulkan akan disebarkan kembali ke rakyat dalam bentuk berbagai kebijakan publik seperti tunjangan pengangguran, pendidikan gratis, ibu melahirkan, dan lain-lain. Kita tentu berharap pembangunan yang digelontorkan menampilkan wajah kemakmuran. Karena berbagai ketimpangan yang terjadi di negeri ini cukup menunjukkan tergerusnya komitmen keadilan sosial dalam proses pembangunan. Harapan rakyat adalah agar pembangunan harus selalu ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan seluruh rakyat bukan untuk kepentingan kesejahteraan suatu kelompok tertentu dengan alasan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam penggusuran tetap saja melekat makna kekerasan. Lebih dari itu, ia juga merupakan cermin kegagalan institusi pengambil kebijakan untuk menjalin dialog yang lebih arif. Politik pembangunan yang mestinya manusiawi pun dalam kasus penggusuran akhirnya dijalankan dengan terlepas dari etika sosial.

Solusi

Meninjau peraturan yang berlaku agar sesuai dengan standar internasional. Negara harus menjamin bahwa peraturan yang ada  memadai untuk mencegah pengusuran paksa dan memberikan  hukuman bagi para pelakunya. Peraturan-peraturan tersebut harus: memberikan jaminan keamanan untuk  menempati rumah dan tanah, selaras dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan, serta dapat berfungsi untuk mengontrol keadaan apabila penggusuran paksa dilakukan.

Menerapkan prosedur perlindungan. Penggusuran harus sebisa mungkin dihindarkan. Apabila terpaksa dilakukan, penggusuran harus menerapkan  prosedur perlindungan bagi warga tergusur, yaitu: menyediakan kesempatan untuk melakukan musyawarah dengan masyarakat tergusur, memberikan informasi yang memadai dan masuk akal bagi setiap orang yang tergusur serta menyediakan waktu yang  cukup masuk akal sebelum tanggal penggusuran yang dijadwalkan, tidak melakukan penggusuran tanpa menunjukan  identitas yang jelas (petugas pemerintah yang bertanggung jawab atas penggusuran tersebut harus hadir di tempat penggusuran, sehingga pelaku teridentifikasi dengan jelas), tidak melakukan penggusuran dalam  cuaca buruk atau di malam hari, menyediakan mekanisme pemulihan secara hukum, dan menyediakan  bantuan  hukum bagi warga tergusur  yang memerlukan untuk menuntut ganti rugi di pengadilan.

Mencegah terjadinya tuna wisma. Penggusuran tidak boleh menyebabkan seseorang  atau sebuah keluarga menjadi tidak memiliki tempat tinggal (tuna wisma). Apabila  mereka yang terkena dampak penggusuran tidak mampu

Page 18: LATAR BELAKANG

memenuhi kebutuhan diri sendiri, petugas pemerintah harus mengambil seluruh langkah yang sesuai untuk memastikan tersedianya alternatif yang memadai. Dalam hal ini, pemerintah wajib memberikan area pengganti baik untuk tempat tinggal maupun untuk lahan usaha.

Merubah Paradigma. Tentu permasalahan di atas terjadi sebagai akibat kesalahan sistemik. Kekeliruan sistemik tersebut antara lain mengenai hukum tanah, tidak adanya jaminan hidup dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap angota masyarakat, tidak adanya jaminan pekerjaan dari negara bagi warga negara, dibiarkannya distribusi kekayaan pada pada mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran yang tidak seimbang.  Karena itulah menghilangkan permasalahan yang sangat tidak adil di atas haruslah dengan menghapus kesalahan-kesalahan sistemik.

Literature Review

1. UUD’45 dan Amandemennya. 2006. Diterbitkan oleh penerbitan Srikandi.2. Hadiwardoyo, Al. Purwa. 1990. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius.3. Tim Riset PSIK. 2008. Negara Kesejahteraan dan Globalisasi. Pengemabangan  

Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman. Jakarta Selata: Universitas Paramadina.

4. Masruri, Siswanto. 2005. Humanitarianisme soedjatmoko; Visi Kemanusiaan kotemporer. Yogyakarta: Pilar Media.

5. Anas, Abdullah Azwar (Ketua PP GP Ansor dan anggota Komisi V DPR) . 2007. Meneguhkan komitmen keadilan.

(http://www.gp-ansor.org/opini/meneguhkan-komitmen-keadilan.html )

1. Palupi, Sri. Penggusuran dan Krisis Orientasi Kota.

(http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0312/04/opini/716690.htm)

1. Tata, Elisabet. Penggusuran, Menyoal Akses Sumber Daya Lahan.

(http://korantempo.com/korantempo/2008/02/21/Opini/krn,20080221,70.id.html)

Lampiran Contoh Kasus Penggusuran

Penggusuran Pedagang Kaki Lima di Tebingtinggi Nyaris Bentrok

Posted in Daerah by Redaksi on Juni 21st, 2007

Tebingtinggi (SIB)Penggusuran pedagang kaki lima dari sekitar Pajak Hangkang, Pasar Gambir dan Pajak Bunga Jalan Iskandar Muda Tebingtinggi, Rabu (20/6) nyaris bentrok

Page 19: LATAR BELAKANG

Dari pantuan SIB, saat puluhan petugas Satpol PP turun bersama anggota Brimob sebagian para pedagang yang berjualan di kaki lima langsung hengkang mengangkat barang dagangannya. Petugas Satpol PP melalui pengeras suara meminta para pedagang jangan berjualan di tempat yang dilarang dan sekitar kaki lima.Akan tetapi beberapa dari pedagang tersebut khususnya yang mendirikan tempat dagangan menempel dengan dinding ruko dengan tegas menolak dipindah sesuai perintah petugas Satpol PP. Akibat pedagang tidak bersedia digusur, nyaris terjadi bentrok. Pedagang menilai ada beberapa oknum petugas melakukan pengutipan liar namun mengapa mereka tetap digusur.Pedagang sayur mayur M Siringoringo dan S br Simbolon tidak bersedia membongkar kiosnya dengan alasan petugas Satpol PP pilih kasih dalam menertibkan pedagang. Mereka menuding ada oknum petugas Satpol PP melakukan kutipan melalui pedagang liar agar tetap aman berjualan di kaki lima.Mendengar ucapan tersebut, petugas Satpol PP meminta agar Simbolon secara pasti menunjuk siapa oknum petugas Satpol PP yang melakukan pengutipan. â€Kami tidak �perlu beritahu orangnya namun ia menyuruh pedagang yang tidak jelas untuk mengutip uang keamanan berjualan di kaki lima,†tegas Siringoringo menantang petugas.�Melihat sikap pedagang S br Simbolon dan M Siringoringo yang bersikeras mempertahankan tempatnya berjualan dan tidak bersedia membongkar kiosnya sebelum yang lain ditertibkan, akhirnya petugas Satpol PP dan Brimob meninggalkannya.Ketika diwawancarai SIB, baik M Siringoringo maupun br Simbolon mengatakan sebenarnya mereka mendukung dilakukan penertiban akan tetapi jangan pilih kasih. Sebagian ada yang digusur dan sebagian lain karena memberikan uang keamanan tidak digusur. â€Setiap hari kami selalu diuber-uber petugas padahal retribusi tetap dibayar,†� �ungkapnya.Menurut Siringoringo, sebenarnya ia memiliki kios di gedung Pasar Gambir akan tetapi jualannya tidak pernah laku. â€Sejak pembangunan Pasar Gambir kami hidup melarat �dan berjualan di dalam gedung tidak laku. Jika semua ditertibkan pasti gedung Pasar Gambir ramai namun saat ini hanya berkisar 3 persen yang berjualan di dalam,†jelas �Siringoringo. (S10/t)

(http://hariansib.com/)

Derita Rakyat Miskin, WC Umum Pun Digusur

Andi Saputra – detikNews

Jakarta – Deretan panjang WC umum di tepi Kali Item, Jakarta Barat, kini telah rata dengan tanah. Warga sekitar pun bingung ketika ingin melakukan aktivitas mandi, mencuci dan buang hajat.

Sedikitnya 100 petugas satpol PP menggusur 32 WC yang berdiri di atas 8 bangunan. WC umum itu dipergunakan oleh 400 KK atau 1.000 orang.

Page 20: LATAR BELAKANG

WC yang terletak di Jalan Padamulya Raya dari RT 08 hingga RT 10 Kelurahan Angke, Tambora, Jakbar telah berusia puluhan tahun. WC umum itu disebut-sebut dibangun oleh ibu-ibu Dharma Wanita era Orde Baru.

“Warga di sini memanfaatkan WC umum ini untuk semua hal. Dari mandi, masak, mencuci hingga buang air besar,” kata Laman (51), Ketua RW 9, Angke, Tambora, Jakarta Barat, Rabu, (11/2/2009).

Warga mengeluhkan penggusuran WC umum itu. “Bisa-bisa besok pagi buang air besar di kali,” kata Warjan (32).

Protes yang sama dilontarkan Saodah (29). “Kita nanti nyuci dan mandi di mana?,” ujar Saodah dengan mimik wajah sedih.

Sekretaris Camat Tambora, Imran, mengatakan di lokasi itu rencananya akan dibangun taman kota.

“Buat ruang terbuka hijau. Sekarang, satu rumah harus punya MCK masing-masing,” kata Imran.

(asp/aan)

(http://www.detiknews.com/read/2009/02/11/164151/1083343/10/derita-rakyat-miskin-wc-umum-pun-digusur)

Siswa Korban Penggusuran Pantai Laguna Putus Sekolah

Gunawan Mashar – detikNews

Makassar – Penggusuran rumah nelayan di atas pantai Laguna, Kel. Panambungan, Kec. Mariso, Makassar bukan hanya menyebabkan sekitar 18 kepala rumah tangga harus kehilangan tempat tinggal. Para anak juga harus menanggung derita. Mereka tidak lagi bisa melanjutkan sekolahnya. Selain karena kekurangan biaya, juga karena perlengkapan sekolah mereka hanyut di laut saat penggusuran terjadi. Dari pengamatan detikcom, sebagian besar korban penggusuran kini mendirikan tenda-tenda di pinggir pantai. Triplek dan papan sisa-sisa bongkaran rumah mereka dijadikan dinding tenda. “Ya, kami terpaksa begini. Karena kami tidak tahu mau ke mana lagi,” ujar ibu Hajjiah, salah seorang warga ketika ditemui di lokasi penggusuran, Jum’at pagi (23/7/2004). “Baju dan buku saya ikut hanyut di laut, saat rumah saya dibongkar,” ujar Nanna (10), yang telah duduk di bangku SD kelas tiga. Karena perlengkapan sekolah tidak ada lagi, Nanna tidak lagi pergi ke sekolah sejak rumahnya digusur. Hal yang sama juga menimpa Ilham Baddora. Saat penggusuran terjadi, Ilham lupa mengambil ijazah SMP-nya. Sehingga buldoser yang menghancurkan rumahnya ikut pula menghilangkan tanda lulus sekolah itu. “Sebenarnya saya mau melanjutkan ke SMU, tapi ijazah saya hilang,” keluh Ilham. Penggusuran di Pantai Laguna ini terjadi Kamis lalu, 15 Juli 2004. Sekitar 8 dari 16 rumah yang berdiri di atas laut itu dihancurkan oleh petugas tramtib. Hal ini berkaitan

Page 21: LATAR BELAKANG

dengan instruksi Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin, yang melarang bangunan di atas laut. (nrl/)

(http://www.detiknews.com/read/2004/07/23/093432/180576/10/siswa-korban-penggusuran-pantai-laguna-putus-sekolah)

Penggusuran di Pisangan Timur Banyak Kejanggalan

Nurfajri Budi Nugroho – detikNews

Jakarta – Ratusan warga di Pisangan Timur, Jakarta Timur, tidak terima rumah tinggal mereka digusur paksa. Mereka juga geram karena diperlakukan kasar. Tapi, di balik penggusuran itu ternyata banyak hal yang janggal. Koordinator LSM Solidaritas Rakyat untuk Otonomi Daerah (SOROD) Ellyus I. Singkoh yang mengadvokasi warga korban penggusuran di RW 9 Kelurahan Pisangan Timur, Jakarta Timur, mengungkapkan adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi seputar penggusuran rumah-rumah warga, terutama berkaitan dengan santunan yang diberikan. Kejanggalan-kejanggalan tersebut berawal dari bulan Oktober 2004 silam, ketika warga mendapatkan undangan untuk menghadiri rapat di kelurahan untuk membahas rencana pelaksanaan pembangunan rel double-track yang melewati wilayah pemukiman warga. Rapat tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Pemkot Jakarta Timur dan Direktorat Perhubungan Darat. “Tapi pada waktu itu warga diarahkan untuk menandatangani blangko kosong dan dipaksa menerima sejumlah uang santunan. Warga dikatakan menempati tanah yang bukan haknya dan juga diancam berhadapan dengan pengadilan kalau tidak mau terima uang tersebut,” ungkap Ellyus kepada detikcom, Jumat (6/1/2006). Kejanggalan yang ditemukan adalah adanya mark-up atas dana santunan yang diberikan kepada warga pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005, yang besarnya mencapai miliaran rupiah. “Kami punya bukti yang valid terjadinya mark-up tersebut. Sebagai contoh, ada warga yang mendapat uang Rp 67.500.000, namun dalam blangko kosong tersebut ditulis oleh petugas menjadi Rp 103.437.180. Dan itu terjadi pada semua warga,” ujar Ellyus dengan nada geram. Selain itu, warga seharusnya sudah berhak menempati wilayah tersebut karena warga telah menempati daerah tersebut semenjak tahun 1950-an. Sehingga berdasar PP No. 24/1997 Pasal 24 warga sudah berhak menempati wilayah tersebut. “Dalam PP tersebut disebut kalau masyarakat menempati suatu wilayah lebih dari 20 tahun dengan penuh tanggung jawab, maka tanah itu sudah menjadi milik warga,” imbuhnya. Ia juga mengungkapkan hak relokasi yang diterima warga, berdasar Kepres No. 55/1993 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum. “Seandainya warga pun terpaksa digusur, seharusnya ada relokasi terhadap warga ke tempat lain yang layak. Sekarang kita kebingungan kayak kena tsunami,” ucapnya. Keluarnya Surat Perintah Bongkar (SPB) pun memiliki kejanggalan. Menurut Ellyus, SPB seharusnya tidak boleh dikeluarkan karena warga telah mengadukan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi kepada Mabes Polri yang telah meminta kepada Kapolda DKI Jakarta untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan serta untuk melakukan perlindungan kepada warga. “Tapi ternyata SPB keluar juga, bahkan sampai tiga kali. Imbauan kepolisian diabaikan,” tandasnya. Selain melaporkan kepada kepolisian, warga juga telah mengadukan dugaan korupsi yang terjadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan saat ini masih menunggu proses hukum

Page 22: LATAR BELAKANG

selanjutnya. “Bahkan Pimpronya sudah pernah dipanggil. Yang jelas kami masih berharap ada keadilan di negeri ini,” pinta Ellyus. (san/)

Dalam dua bulan terakhir kita dicekoki media cetak dan elektronik dgn istilah release and discharge . Memang istilah ini sangat asing termasuk bagi penulis sendiri. Bahkan Kwik Kian Gie menyebutnya sangat ruwet dan runyam . Namun setelah mengikuti dgn seksama pemberitaan media tentang dikeluarkannya R & D ini oleh pemerintah dan BPPN penulis merasa sangat geram dan sedih. Karena utk ke sekiankalinya pemerintah melakukan tindakan yg sangat tidak adil. Untuk itu melalui tulisan ini penulis berusaha menjelaskan fakta serta sebab mendasar terjadinya kebijakan tersebut sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar. Release and discharge berarti “pembebasan dari proses dan tuntutan hukum”. Dikeluarkannya surat jaminan R & D kepada beberapa konglomerat yg mengikat perjanjian dgn pemerintah dalam MSAA berakibat pada dibebaskannya mereka dari tuntutan pidana atas pelanggaran pidana terhadap undang-undang perbankan. Mereka diberikan surat jaminan R & D krn sikap kooperatif mereka dalam menyelesaikan kewajibannya sebagaimana yg tertuang dalam MSAA. Perjanjian MSAA sendiri merupakan permasalahan perdata sedangkan pelanggaran pidana yg dilakukan para konglomerat adl permasalahan yg lain. Artinya dalam perjanjian MSAA konglomerat berkewajiban menyerahkan aset-aset perusahaan mereka kepada pemerintah senilai dgn utang mereka kepada pemerintah. Para konglomerat tersebut berutang kepada pemerintah krn pemerintah mengambilalih seluruh kewajiban konglomerat pada bank-bank mereka sendiri dgn menyuntikkan ratusan trilyun dana BLBI. Jika mereka memang benar memenuhi perjanjian MSAA maka itu sudah menjadi suatu keharusan utk melunasi utang mereka sendiri. Sangat aneh bila satu kewajiban yg sifatnya perdata terpenuhi dapat menghapus pelanggaran lain yg mereka lakukan. Perumpamaannya seseorang yg merampok orang lain kemudian membunuh korbannya. Setelah pelaku perampokan ditangkap di pengadilan perampok mengikat perjajian dgn jaksa dan hakim bahwa ia akan mengganti seluruh harta yg telah dirampok. Lantas apakah anda menerima jika perampok mengganti harta korban tuntutan hukum pelanggaran pidana berupa pembunuhan dibebaskan oleh jaksa dan hakim dgn mengeluarkan surat jaminan semacam release and discharge? Logika mana yg menerima permainan hukum seperti ini kecuali sistem hukum yg korup? Fakta perjanjian MSAA menunjukkan para konglomerat tidak menunjukkan itikad baiknya. Kwik Kian Gie menilai adanya penggelembungan nilai aset-aset perusahaan para konglomerat sehingga nilainya setara dgn nilai utang konglomerat kepada pemerintah . Akibatnya nilai aset yg dijaminkan para konglomerat tersebut sekarang nilainya turun drastis jauh dari nilai yg mereka ajukan saat menandatangani perjanjian MSAA. Misalnya saat Salim Group menyerahkan aset mereka kepada pemerintah senilai Rp 51 trilyun namun aset Salim Group yg dikelola PT Holdiko Perkasa ternyata hanya Rp 20 trilyun . Dengan demikian negara mengalami kerugian dalam perjanjian MSAA dgn Salim Group sebesar Rp 31 trilyun. Hal ini terjadi krn jika nilai aset konglomerat tersebut dijual dgn harga di bawah kewajiban utang mereka maka kerugian tersebut ditanggung BPPN dan negara. Perlu diketahui para konglomerat tersebut melakukan pelanggaran pidana terhadap undang-undang perbankan yakni mereka mendirikan bank kemudian dana masyarakat yg dihimpun bank sebagian besar

Page 23: LATAR BELAKANG

disalurkan kepada kelompok usaha mereka sendiri sehingga pemilik dan pengelola bank telah melanggar batas maksimal penyaluran kredit . Dengan dana masyarakat inilah mereka membangun perusahaan dari industri hulu sampai hilir tentu disertai dgn legitimasi pemerintah dgn mengatasnamakan pembangunan plus katabelece sehingga mereka diperbolehkan melakukan monopoli yg membuat usaha mereka berkembang menjadi konglomerasi. Kemudian kredit yg mereka salurkan ke kelompok mereka sendiri banyak yg macet. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan bank yg salah satu dampak negatifnya adl ketika masyarakat menarik dana mereka dari bank tersebut pemilik dan pengelola bank tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat yg menjadi nasabahnya. Nah pelanggaran inilah yg tidak akan dituntut lagi terhadap para konglomerat dgn dikeluarkannya surat jaminan R & D. Berdasarkan hal tersebut adl tindakan yg sangat tidak adil yg dilakukan oleh pemerintah dan BPPN dgn memberikan surat jaminan R & D krn kerugian besar yg harus ditanggung negara dan rakyat serta terjadinya pilih kasih dalam penegakan hukum. Terhadap pengusaha besar hukum diabaikan maka terhadap orang-orang kecil hukum dgn tegas ditegakkan. Misalnya sering terjadi penggusuran pedagang kaki lima yg sering dilakukan dgn cara tidak berprikemanusiaan dgn alasan mereka melanggar peraturan pemerintah daerah. Kejadian di Jakarta satu hari setelah Idul Fitri menggambarkan perilaku ini. Para pedagang kaki lima yg sedang mudik sehingga lapak-lapak dan barang dagangan yg mereka tinggalkan yg memang tidak tertib dihancurkan aparat dgn mudahnya. Padahal ulah pedagang kaki lima yg tidak tertib bahkan menjual barang-barang haram pada dasarnya disebabkan oleh kelalain negara yg tidak mampu menjamin kehidupan dan memberikan pekerjaan terhadap rakyatnya sendiri. Sangat bertolak belakang dgn kebijakan ekonomi pemerintah yg selalu berpihak terhadap para konglomerat yg dekat dgn kekuasaan. Pelanggaran berat yg dilakukan oleh para penjahat ekonomi cenderung dibiarkan bahkan dibebaskan. Kebijakan pemerintah yg pilih kasih dalam penegakkan hukum dan cenderung merugikan negara dan rakyat tidak mungkin terjadi kecuali pejabat serta aparatnya tidak bermoral yg diwadahi oleh sistem yg korup. Hal demikian bisa terjadi krn nilai-nilai hidup yg dianut adl semata-mata krn mengejar materi perilaku hidup individualistik hedonistik konsumtif dan jauh dari nilai-nilai ruhiyah. Jauhnya perilaku pejabat dan aparat dari nilai-nilai ruhiyah yaitu nilai-nilai yg menjadikan hubungan dgn Allah sebagai landasan tiap perbuatannya disebabkan sistem yg berlaku adl sistem sekuler . Sistem negara yg sekuler saat ini menjadi sistem yg dominan di dunia. Sekularisme merupakan dasar pemikiran dalam ideologi kapitalisme yg kemudian dalam bidang ekonomi mewujud dalam sistem ekonomi kapitalis di bidang politik jadilah sistem demokrasi di bidang hukum meletakkan manusia sebagai pembuat hukum. Meskipun di dalam Pancasila dicantumkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berarti sistem di Indonesia hanya mengakui sebatas keberadaan agama saja dan tidak mengakui peranan pandangan dan kewajiban agama dalam mengatur kehidupan dan negara sehingga sistem dan perilaku yg dicerminkan aparat negara Indonesia adl sekularisme. Seandainya Indonesia bukanlah negara sekuler maka tidak mungkin penegakkan hukum dilakukan dgn jalan pilih kasih. Tentu aparat negara akan mengingat hadis Nabi Muhammad saw hancurnya umat-umat terdahulu adl tatkala kalangan rakyat jelata melakukan pelanggaran mereka menerapkan hukum dgn tegas tetapi manakala pelanggar itu dari kalangan bangsawan mereka tidak melaksanakan hukum sepenuhnya. Oleh krn itu sekiranya Fathimah putri Rasulullah mencuri pasti dipotong tangannya. Bahkan kebijakan aparat yg mengeluarkan surat

Page 24: LATAR BELAKANG

jaminan R & D dilegitimasi oleh Tap MPR No. X/ dan Undang-Undang No. 25 tentang Propenas. Menurut ketua TPBH Hierawati Diah dikeluarkannya R & D merupakan suatu keharusan utk menjamin adanya kepastian hukum sehingga jika tidak dilaksanakan maka tidak ada kepastian hukum dan pemerintah dapat dianggap melanggar Tap MPR dan Propenas . Ini berarti para penjahat ekonomi yg telah merugikan negara ratusan trilyun rupiah dilindungi undang-undang dalam negara sekuler. Berdasarkan undang-undang perbankan telah terjadi pelanggaran pidana oleh para konglomerat sementara berdasarkan Tap MPR dan undang-undang Propenas para penjahat ekonomi yg telah mematuhi perjanjian MSAA harus dibebaskan dari tuntutan pidana berarti telah terjadi hukum yg saling bertolak belakang dari ketiga perangkat hukum tersebut. Kwik Kian Gie berpendapat bahwa adanya pasal-pasal yg disusupkan ke dalam Tap MPR dan undang-undang Propenas bersifat kolutif dan koruptif . Apa artinya jika undang-undang negara dgn begitu mudahnya dikeluarkan pemerintah dan DPR utk melindungi kejahatan ekonomi yg oleh Kwik pasal-pasal yg dijadikan landasan dikeluarkannya R & D bersifat kolutif dan koruptif? Berarti dalam pembahasan hingga disahkan menjadi undang-undang terjadi kolusi korupsi dan suap sehingga anggota DPR dan MPR memilih kepentingan penjahat ekonomi daripada kepentingan rakyatnya sendiri. Isu suap dan kolusi di dalam parlemen bukanlah barang baru dan sudah menjadi rahasia umum. Misalnya dalam tiap kali rapat RUU Migas dan Kelistrikan antara anggota DPR dgn pemerintah anggota DPR selalu dihadiahi uang berkisar 1 juta - 5 juta rupiah sedangkan rapatnya berlangsung selama 60 kali dalam tiga bulan . Benarlah pendapat Huey Newton bahwa kekuasaan diperuntukkan bagi siapa saja yg mampu membayar utk itu . Seandainya Indonesia bukan negara sekuler tentu tidak akan terjadi suap yg mempengaruhi udang-undang kebijakan negara serta keputusan pengadilan. Tentu aparat negara dan masyarakat akan benar-benar mencamkan peringatan Rasulullah saw. “Laknat Allah atas pemberi dan penerima suap di dalam kekuasaan.” “Hai kaum muslimin barangsiapa di antara kalian melakukan pekerjaan utk kami kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walau sekecil jarum berarti ia telah berbuat curang dan kecurangan itu akan dibawanya sampai hari kiamat.” Kemudian dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 188 Allah berfirman yg artinya “Dan janganlah ada sebagian kalian makan harta benda sebagian yg lain dgn jalan yg bathil dan janganlah menggunakannya sebagai umpan para hakim dgn maksud agar kalian dapat makan harta orang lain dgn jalan dosa padahal kalian mengetahui .” Seandainya Indonesia bukan negara sekuler maka pemerintah dan wakil rakyat tidak perlu cape-cape membuat undang-undang ataupun sistem hukum yg pada akhirnya saling bertentangan dan banyak mengandung kelemahan serta merugikan orang banyak. Karena Allah SWT sudah menurunkan kitab Alquran dan Sunnah Rasullah sebagai sumber hukum dan menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yg harus diterapkan manusia. Ingatlah firman Allah “Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab utk menjelaskan segala sesuatu.” . “Apa saja yg diberikan Rasul kepada kalian terimalah. Apa saja yg dilarangnya atas kalian tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” . “Tidaklah patut bagi pria Mukmin dan tidak pula bagi wanita Mukmin jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan ada pilihan yg lain tentang urusan mereka. Barang siapa yg mendurhakai Allah dan Rasul-Nya sesungguhnya dia telah benar-benar tersesat.” . Demikianlah bagaimana wajah buruk negara sekuler yg secara sistematis akan selalu melindungi

Page 25: LATAR BELAKANG

orang-orang besar seperti para penjahat ekonomi dan menzhalimi orang-orang lemah yg notabene rakyatnya sendiri. Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.

Pedagang kaki lima sering ditengarai sebagai penyebab kemacetan lalu lintas atau merusak keindahan kota. Upaya penertiban oleh pemerintah kota sering kali melalui bentrokan dan perlawanan fisik dari PKL. Harian ini memuat deretan peristiwa bentrokan antara anggota satuan polisi pamong praja dan PKL di berbagai kota sepanjang tahun 2008 dan 2009, termasuk yang memakan korban jiwa seorang anak penjaja bakso di Kota Surabaya (1 Juni 2009).

Apakah pedagang kaki lima memiliki hak terhadap ruang kota? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya kemukakan konsep informalitas perkotaan (urban informality) sebagai kerangka pikir untuk memahami fenomena PKL yang terjadi di kawasan perkotaan.

Konsep informalitas perkotaan ini tak terlepas dari dikotomi sektor formal dan sektor informal yang mulai dibicarakan pada awal tahun 1970. Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut data dari Badan Pusat Statistik pada Februari 2008, 73,53 juta orang dari 102,05 pekerja Indonesia (72 persen) bekerja di sektor informal.

Meskipun pembahasannya telah dilakukan lebih dari tiga puluh tahun, tidak ada konsensus mengenai definisi pasti dari sektor informal. Pembahasan dikotomi tersebut acapkali mengabaikan keterkaitan sektor informal dengan aspek ruang dalam proses urbanisasi. Padahal, seperti dapat kita amati di Indonesia, perkembangan sektor informal seiring dengan urbanisasi dan perubahan ruang perkotaan.

Ananya Roy dan Nezar Alsayyad (2004) mengenalkan konsep informalitas perkotaan sebagai logika yang menjelaskan proses transformasi perkotaan. Mereka tidak menekankan dikotomi sektor formal dan informal, tetapi pada pengertian bahwa informalitas sebagai sektor yang tidak terpisah dalam struktur ekonomi masyarakat. Menurut mereka, informalitas ini adalah suatu moda urbanisasi yang menghubungkan berbagai kegiatan ekonomi dan ruang di kawasan perkotaan.

Terdapat dua teori perkotaan yang dikenal saat ini: Sekolah Chicago Sosiologi Perkotaan (The Chicago School of Urban Sociology) dan Sekolah Los Angeles Geografi Perkotaan (The Los Angeles School of Urban Geography) yang telah mendominasi wacana dalam perkotaan dan urbanisasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sekolah Chicago Sosiologi Perkotaan yang dikembangkan pada awal tahun 1920 menjelaskan, perkembangan perkotaan dikendalikan oleh migrasi yang menghasilkan pola-pola ekologis, seperti invasi, survival, asimilasi, adaptasi, dan kerja sama. Sekolah Los Angeles Geografi Perkotaan digagaskan pada akhir tahun 1990 untuk menjelaskan perkembangan metropolitan Los Angeles di era postmodern yang menekankan pentingnya peran ekonomi kapitalis dan globalisasi ekonomi politis.

Wacana perkembangan

Dominasi kedua sekolah perkotaan tersebut dalam wacana perkembangan perkotaan di negara-negara berkembang berpengaruh terhadap perencanaan tata ruang perkotaan di

Page 26: LATAR BELAKANG

negara-negara tersebut. Praktik-praktik perencanaan yang direplikasi melewati dikotomi negara maju dan berkembang adalah hal lumrah terjadi. Hal ini menjadi masalah ketika replikasi tersebut tidak lagi relevan dengan kondisi yang terjadi di negara-negara berkembang, seperti halnya fenomena sektor informal.

Masalah yang muncul berkenaan dengan PKL ini adalah banyak disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan PKL di perkotaan. Konsep perencanaan ruang perkotaan yang tidak didasari oleh pemahaman informalitas perkotaan sebagai bagian yang menyatu dengan sistem perkotaan akan cenderung mengabaikan tuntutan ruang untuk sektor informal, termasuk PKL.

Dominasi Sekolah Chicago dan Los Angeles dalam praktik perencanaan kota di Indonesia menyebabkan banyaknya produk tata ruang perkotaan yang tidak mewadahi sektor informal. Kegiatan-kegiatan perkotaan didominasi sektor-sektor formal yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Memakai konsep informalitas perkotaan dalam mencermati fenomena PKL di perkotaan mengubah perspektif terhadap keberadaan mereka di perkotaan. Mereka bukanlah kelompok yang gagal masuk dalam sistem ekonomi perkotaan. Mereka bukanlah komponen ekonomi perkotaan yang menjadi beban bagi perkembangan perkotaan. PKL adalah salah satu moda dalam transformasi perkotaan yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi perkotaan.

Fenomena PKL yang muncul di perkotaan di Indonesia seyogianya dipahami dalam konteks transformasi perkotaan. Aplikasi konsep informalitas perkotaan dalam praktik perencanaan kota akan mengalokasikan lebih banyak ruang bagi PKL dan mengintegrasikannya dengan sektor formal.

Perencanaan kota di Indonesia tidak mesti mengikuti Sekolah Chicago ataupun Los Angeles, tetapi mesti memodifikasinya dan mempertimbangkan keunikan fenomena perkotaan, termasuk pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima memiliki hak terhadap ruang kota untuk mewadahi kegiatan mereka yang merupakan bagian penting dalam sistem ekonomi kota.

Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 telah memasukkan pentingnya sektor informal di perkotaan, tetapi implementasi produk hukum ini masih lemah. Penegakan yang lebih tegas dari undang-undang ini dan pemahaman yang lebih baik dari konsep informalitas perkotaan sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan ruang kota bagi PKL.

Deden Rukmana Assistant Professor dan Koordinator Program Pascasarjana Studi dan Perencanaan Kota di Savannah State University, AS

about 12 months ago · Report

Dedi E Kusmayadi

Page 27: LATAR BELAKANG

IMPLEMENTASI PERDA NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PKL DALAM PENINGKATAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PKL DI KOTA MALANG (Case Studi Kota Malang)

Pemerintah daerah wajib mengatur dan menangani pedagang kaki lima (PKL), dengan melaksanakan kewenangan untuk mengatur dan mengelola keamanan dan ketertiban, serta keindahan kota. Maka pemerintah daerah harus memikirkan dampak baik dan buruknya kebijaksanaan/kebijakan yang akan ditempuhnya dan dilakukan. Proses penggusuran atau pengusiran terhadap keberadaan dari pedagang kaki lima dan memindahkan pedagang kaki lima ke lokasi lain yang lebih strategis merupakan kebijakan yang baik. Karena didasarkan atas pemenuhan kebutuhan hidup yang saling menguntungkan antara pedagang kaki lima dan Pemerintah Daerah, maka upaya untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran tentulah akan semakin mudah.Sehingga dengan adanya latar belakang diatas, dan pentingnya penelitian ini yaitu “Pengaruh pelaksanaan Perda no. 1 tahun 2000 tentang pengaturan dan pembinaan PKL terhadap tingkat kesejahteraan PKL di kota Malang” maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :1.Bagaimanakah pelaksanaan Perda No. 1 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan pedagang kaki lima ?Tujuan dari skripsi ini adalah selain untuk mengetahui pelaksanaan Perda No. 1 tentang Pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima terhadap tingkat kesejahteraan PKL di kota Malang, untuk mengetahui jenis kebijakan yang mendukung pelaksanaan Perda No. 1 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL di wilayah kota Malang dan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh kebijakan Pemda Kota Malang tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima terhadap tingkat kesejahteraan PKL. Teknik Analisa Data yang digunakan adalah Analisa Diskriptif Kualitatif, yaitu tehnik analisa data yang dilakukan dengan cara sistematis, faktual dan akurat mengenai situasi atau daerah tertentu sehingga data-data yang ada dapat disimpulkan setelah dianalisa. Untuk lebih memudahkan dalam pelukisan atau penuturan dalam melakukan penelitian ini, maka penulis menggambarkan hasil penelitiannya berupa deskripsi atau gambaran mengenai variabel-variabel tertentu, dengan menyajikan frekwensi, angka rata-rata, atau kualifikasi lainnya untuk masing-masing kategori di suatu variabel.Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah Diskriptif yakni suatu analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan/menggambarkan apa yang saat ini berlaku dan kondisi yang sekarang ini sedang terjadi. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanggapan mereka, baik pihak PKL maupun masyarakat atas diberlakukannya perda no. 1 tahun 2000 sangat baik. Karena sebagian besar menyetujui bahkan mendukung pelaksanaan perda tersebut. Tujuan pemerintah dengan mengalokasian PKL di wilayah lokasi PKL tidak hanya semata-mata untuk membersihkan kota dari masyarakat yang tidak tertib, melainkan mereka mengarahkan PKL untuk memiliki lokasi sendiri yang mudah dijangkau masyarakat dalam memperjual belikan barang dagangannya. Dari kesimpulan penelitian pelaksanaan dari kebijakan pemerintah daerah kota Malang tentang pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima yang diatur di Perda no. 1 tahun 2000, sudah cukup baik dengan upaya : Mengatur lokasi pedagang kaki lima di tempat-tempat yang telah ditentukan; Mengarahkan PKL untuk mengetahui dan memperhatikan kawasan bebas PKL; Mengadakan pembinaan yang berkesinambungan. Penertiban juga dilaksanakan dengan cara menindak tegas PKL yang melanggar ketertiban umum. Dengan adanya kebijakan pemda ini, lokasi yang digunakan untuk alternatif berjualan PKL dianggap tepat dan strategis sehingga pengunjungpun banyak yang berdatangan kesana. Sehingga hal itu juga membantu meningkatkan kesejahteraan

Page 28: LATAR BELAKANG

masyarakat terutama kesejahteraan pedagang kaki lima di wilayah pemerintah daerah kota Malang.Saran yang dapat peneliti berikan untuk para peneliti lain yang mengambil bahan tentang PKL dan yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah, hendaknya mereka mempelajari dahulu latar belakang dari kedua belah pihak, baik dari pihak PKL maupun dari pemerintah daerah yang bertanggung jawab dalam pembuatan kebijakan. Selain itu para peneliti hendaknya mengetahui dahulu misi atau sasaran dari pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan tertentu dalam suatu kota, sehingga masyarakat awam dapat menerima bahkan mendukung program pemerintah daerah yang diberlakukan di masing-masing daerah mereka. Khususnya peneliti lain dapat mendiskripsikan dari hasil pendapatan para PKL setelah adanya pengalokasian oleh pemerintah daerah di tempat atau lokasi PKL yang telah ditentukan

Menghitung Untung Daripada Buntung

(tentang UU Pemerintahan Daerah dan UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah)

Oleh :Arimbi Heroepoetri

Pengantar

Selama dua dekade lebih , lewat UU no. 5 thn 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no. 5 thn 1979 tentang Pemerintahan Desa, kekuatan organisasi rakyat secara sistematis dan represif dihancurkan oleh negara dengan perangkatnya. Sistem pemerintahan desa yang seragam, dengan hanya mengakui satu sistem perangkat desa seperti Kepala Desa , Lurah dan Camat. Sangat menihilkan kenyataan keragaman organisasi rakyat Indonesia. Semisal Nagari di Sumatera Barat, Huria di Batak- Sumatera Utara, dan Marga di Sumatera Selatan, adalah sistem pemerintahan lokal yang turut dihancurkan. Penyeragaman di atas membuat rakyat mengalami kebingungan dan konflik sosial berkepanjangan, selain kehilangan akses serta kontrol ke sumber daya alamnya. Satu daerah kekerabatan, lewat UU Pemda, bisa saja dipecah menjadi beberapa Desa, sehingga menimbulkan konflik antara warga satu desa dengan warga desa lainnya, padahal mereka merupakan satu garis keturunan. Rakyat terus diadu domba…

Pengelolaan Hutan Marga, pemanfaatan sumber daya kelautan, dan pengelolaan pertambangan oleh rakyat diharamkan. Sering kali tuntutan rakyat dan daerah untuk mendapatkan pembagian yang lebih adil, malah mendapat represi lebih keras lewat tangan-tangan -apa yang dinamakan - oknum ABRI (sekarang TNI dan Kepolisian). Sehingga rakyat menjadi dilemahkan dan sangat tergantung pada 'kebaikan' pemerintah pusat.Ketidak-adilan berkepanjangan ini menggemakan tuntutan untuk pembagian yang lebih adil atas sumber-sumber daya alam antara daerah dan pusat, yang di beberapa bagian (seperti Papua) malah ada seruan pemisahan diri dari negara kesatuan RI. Atau gerakan anarkis rakyat, seperti pembakaran base camp perusahaan HPH, dan perkebunan besar lainnya. Sudah menjadi praktik keseharian bahwa keuntungan dari segala eksploitasi sumber daya alam di daerah mengalir ke pemerintah pusat, sementara daerah disisakan pencemaran dan kerusakan sumber daya alam, termasuk konflik di tingkat rakyat yang tidak pernah terselesaikan.

Karena itu, kami memandang penting diterbitkannya buku tentang UU ini agar rakyat mampu mengkritisi upaya pemerintah untuk mengganti UU no. 5 thn 1974 dan UU no. 5 thn. 1979 di atas dengan paket Undang-undang Pemerintahan Daerah dan UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah (PKPD). Kedua UU tersebut dibuat ditengah kesibukan masyarakat luas terlibat dalam peyelenggaraan Pemilu 1999 dan kepanikan rakyat akibat lilitan masalah ekonomi.

Page 29: LATAR BELAKANG

Parahnya lagi, kedua UU di atas bukanlah satu-satunya UU yang diajukan oleh Pemerintah ke DPR. Diluar itu masih ada sekitar 23 RUU yang dipaksakan pemerintah untuk mendapatkan pengesahan DPR yang masa jabatannya akan habis dalam kurun waktu empat bulan ini. Fenomena di atas membuktikan bahwa pemerintah Habibie masih mengabaikan eksistensi dan peran serta politik rakyat dalam pembuatan kebijakan di negeri ini. Semangat pemaksaan kehendak dan penyederhanaan persoalan masih mengental meniru rezim -yang konon-digantikannya. Sementara memasuki era 100 hari pemerintahan Gus Dur, masih terlalu dini untuk memberi penilaian kinerja pemerintahan Gus Dur. Sembari berharap pemerintahan sekarang akan jauh lebih bersih dan pro-rakyat, bukan berarti rakyat harus diam berpangku tangan. Justru, semangat dan daya kritis rakyat harus ditingkatkan.

UU Pemda dan UU PKPD yang disetujui DPR akhir April 1999, telah diundangkan lewat UU No. 22 dan No. 25 thn. 1999 dan akan diberlakukan paling lambat tahun anggaran 2000/2001. Kedua UU ini merupakan amanat Ketetapan MPR XV hasil Sidang Istimewa MPR 1998. Kelak, lewat kedua UU ini Bupati dan Wali Kota akan mempunyai kewenangan mengendalikan kekuasaan dan kekayaan hasil daerahnya sendiri.Namun, jangan berbesar hati dulu. Keberadaan dua UU ini tidaklah serta-merta menyembuhkan kesengsaraan yang dialami rakyat selama ini, Jika kontrol rakyat tidak dipasang sejak sekarang, bukan mustahil represi yang semula berasal dari Pemerintah Pusat akan bergeser ke Pemerintah Daerah. Masih segar dalam ingatan kita -bahkan sampai sekarang-kesewenang-wenangan dan penindasan juga dilakukan di tingkat daerah oleh para pejabatnya.Karena permintaan akan buku ini masih tinggi, maka buku ini diterbitkan kembali dengan perbaikan di sana-sini. Sebagai salah satu sumbangan E-law Indonesia akan pemenuhan kebutuhan informasi bagi rakyat, maka kembali E-law Indonesia mendukung penerbitan cetakan ke-tiga buku ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat…

Demi keadilan…

Arimbi Heroepoetri,S.H.,LL.M

YANG DIMAKSUD DENGAN :

Pemerintahan Pusatperangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri

Pemerintah DaerahKepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

Pemerintahan Daerahpenyelenggaraan Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintahan Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi

DesentralisasiPenyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah (pusat) kepada Daerah Otonom dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

DekonsentrasiProses pembentukan Daerah administrasi dan/atau pelimpahan wewenang dari Pemerintah (pusat) kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan/atau perangkat pusat di Daerah

Tugas PembantuanPenugasan dari Pemerintah pusat kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang menugaskan

Otonomi DaerahKewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

Page 30: LATAR BELAKANG

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Daerah OtonomKesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia

Wilayah AdministrasiWilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat

DesaKesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Perimbangan Keuangan (antara Pemerintah Pusat dan Daerah)Adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar-Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)Suatu rancangan keuangan Pusat tahunan berdasarkan UU tentang APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)Rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD

Dana PerimbanganDana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi

Anggaran DekonsentrasiPelaksanaan APBN di Daerah Propinsi, yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan dekonsentrasi

KEWENANGAN DAERAH

Mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Pemerintahan, kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter/fiskal, dan agama. Serta kewenangan bidang lain. Ini meliputi :

o Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro;

o Dana perimbangan keuangan;o Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;o Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;o Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,

konservasi, dan standarisasi nasional (Pasal 7)

Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan di atas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Hati-hati...

Bidang-bidang ini merupakan dasar sengketa antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah

Walaupun sudah dibagi kewenangan antara pusat dan daerah. Namun ada bidang lain yang masih memerlukan identifikasi lebih lanjut lewat Peraturan Pemerintah. Begitu juga tata cara pembagian kewenangan tersebut, ditentukan lewat Peraturan Pemerintah

Page 31: LATAR BELAKANG

Padahal membuat Peraturan Pemerintah adalah wewenang Pemerintah pusat

Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan

Kewenangan daerah di wilayah laut (sejauh 12 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan) meliputi :1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;2. Pengaturan kepentingan administratif;3. Pengaturan tata ruang;4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah pusat;5. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

PROPINSI sebagai daerah otonom Mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Termasuk kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota (Pasal 9)

Kewenangan bidang Pemerintah pusat yang bersifat lintas kabupaten dan kota seperti kewenangan di bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan. Sementara kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya adalah :a. Perencanaan pembangunan regional secara makrob. Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya manusia potensial, dan penelitian yang mencakup wilayah Propinsic. Pengelolaan pelabuhan regionald. Pengendalian lingkungan hidupe. Promosi dagang dan budaya/pariwisataf. Penanganan penyakit menular dan hama tanaman, dang. Perencanaan tata ruang propinsi. (Penjelasan Pasal 9).

PROPINSI sebagai daerah administrasi Mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah (pusat) dalam rangka dekonsentrasi.

Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan di atas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Daerah KABUPATEN dan Daerah KOTA Di wilayah laut adalah sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi (4 Mil)

Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, meliputi :- pekerjaan umum;- kesehatan;- pendidikan dan kebudayaan;- pertanian;- perhubungan ;- industri dan perdagangan;- penanaman modal;- lingkungan hidup;

Page 32: LATAR BELAKANG

- pertanahan;- koperasi; dan- tenaga kerja.

Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan di atas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BENTUK dan SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH

DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah, dan Pemerintah Daerah sebagai sebagai Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah lainnya.

Kepala Daerah Propinsi adalah Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah pusat.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi

Dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Walikota adalah Kepala Daerah Kota 4Waspadai..

Struktur Pemeerintahan Daerah

Waspadai

Jabatan rangkap Gubernur sebagai Kepala Eksekutif Daerah, dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat akan membuat konflik kepentingan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)

Page 33: LATAR BELAKANG

DPRD dipimpin oleh seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang bersifat kolektif, dipilih dari dan oleh anggota DPRD

Hak DPRD :

Meminta pertanggung-jawaban Gubernur, bupati dan Walikota; Meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah; Mengadakan penyelidikan; Mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah; Mengajukan pernyataan pendapat; Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; Menentukan anggaran Belanja DPRD; Menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Kewajiban DPRD :

Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, serta menaati segala peraturan perundang-

undangan yang berlaku; Membina kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi; dan Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan

masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.

Aktiflah !!Anda sebagai warga negara di daerah yang bersangkutan dapat --bahkan harus-- terlibat dalam proses pengambilan keputusan di daerah Anda. Apalagi jika keputusan tersebut menyangkut kehidupan anda.Aktiflah, dengan selalu membuka komunikasi dengan DPRD. Kemukakan pendapat dan masalah anda. Anda dapat mendesak DPRD untuk menjalankan fungsinya, seperti:

meminta keterangan dari Pemerintah Daerah, jika kebijakan mereka anda rasakan tidak sejalan dengan perasaan keadilan anda

meminta atau meninjau kembali suatu Peraturan Daerah Ditangan anda sebenarnya akan tumbuh DPRD yang berwibawa.

Tugas dan Wewenang DPRD :

memilih Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/Wakil bupati, dan Walikota/Wakil Walikota; memilih anggota MPR dari Utusan golongan; mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil

bupati, dan Walikota/Wakil Walikota; bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah; bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan APBD; melaksanakan pengawasan terhadap : pelaksaanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lain; pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati dan Walikota; pelaksanaan APBD; kebijakan Pemerintah Daerah; dan pelaksanaan kerja sama internasional di daerah. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah pusat terhadap rencana

perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan

Page 34: LATAR BELAKANG

Menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat.

DPR dapat membela kepentingan Daerah dan penduduknya di hadapan Pemerintah Pusat dan memperjuangkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Rapat-Rapat DPRDRapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan di antara pimpinan DPRD.

Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali untuk :

Pemilihan Ketua/Wakil Ketua Dewan Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Pemilihan anggota MPR Utusan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Penetapan perubahan dan penghapusan pajak dan retribusi Utang - piutang, pinjaman, dan pembebanan kepada Daerah Badan Usaha Milik Daerah Penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya Persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai Kebijakan Tata Ruang.

Anggota DPRD tidak dapat dituntut karena pembicaraannya dalam persidangan.

Anggota DPRD dapat dituntut di Pengadilan karena membocorkan apa yang disepakati untuk dirahasiakan dalam rapat tertutup atau melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pengumuman rahasia Negara dalam peraturan perundang-undangan.

KEPALA DAERAH

Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah.

Syarat-syarat menjadi Kepala Daerah :

Warganegara Indonesia Setia dan taat kepada Negara dan Pemerintah yang sah Tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang ditetapkan dengan Keputusan Pengadilan

Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti

Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya Berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun Berpendidikan sekurang-kurangnya SLTA dan/atau sederajat Bersedia dicalonkan sebagai Kepala Daerah Berdomisili dalam wilayah Republik Indonesia sekurang-kurangnya selama 1 (satu)

tahun terakhir sebelum diajukan sebagai bakal calon Gubernur Berdomisili di Daerah Propinsi yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 1 (satu)

tahun terakhir sebelum diajukan sebagai bakal calon Bupati atau Walikota.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Page 35: LATAR BELAKANG

Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan

Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dibentuk Panitia Pemilihan

Tugas Panitia Pemilihan :

Melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakal calon Melakukan kegiatan teknis pemilihan calon Menjadi penanggung jawab penyelenggaraan pemilihan.

Proses Pencalonan :

Masing-masing fraksi di DPRD melakukan kegiatan penyaringan bakal calon Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil

Kepala Daerah dan menyampaikan pada Pimpinan DPRD pada Rapat Paripurna Khusus Dua atau lebih fraksi dapat secara bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon

Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah Dalam Rapat Paripurna khusus DPRD, masing-masing Fraksi atau beberapa Fraksi

menjelaskan alasan-alasan yang mendasari bakal calonnya Pimpinan DPRD mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta

rencana-rencana kebijakan apabila bakal calon dimaksud dipilih sebagai Kepala Daerah Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab dengan para bakal calon Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi-fraksi melakukan penilaian atas kemampuan dan

kepribadian pada bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya dua calon Kepala Daerah dan dua calon Wakil Kepala Daerah yang akan dipilih satu diantaranya oleh DPRD dalam pemilihan

Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh Pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan Presiden untuk memperoleh persetujuan

Dengan keputusan Pimpinan DPRD ditetapkan nama-nama calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan dipilih oleh DPRD

Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD.

Setiap anggota DPRD dapat memberikan suaranya kepada 1 (satu) calon Kepala Daerah dan 1 (satu) calon Wakil Kepala Daerah, dari calon yang telah ditetapkan oleh Pimpinan DPRD

Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan ditetapkan sebagai Kepala D aerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan diresmikan oleh Presiden.

Kepala Daerah mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden

Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji sbb :

"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur/Bupati/ Walikota dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya;Bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara; dan

Page 36: LATAR BELAKANG

Bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kewajiban Kepala Daerah

Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945 Menghormati kedaulatan rakyat Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat Menjaga dan memelihara ketentraman serta ketertiban masyarakat, dan Mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai Peraturan

Daerah bersama dengan DPRD Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama DPRD Wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada

Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah, atau apabila diminta oleh Presiden.

Menyampaikan pertanggungjawaban kepada DRD pada setiap akhir tahun anggaran Memberi pertanggungjawaban kepada DPRD. Kepala Daerah yang ditolak pertanggung-jawabnnya oleh DPRD agar melengkapi

dan/atau menyempurnakannya dalam jangka waktu 14 hari Kepala Daerah yang pertanggungjawabannya ditolak untuk kedua kalinya oleh DPRD,

dapat diusulkan pemberhentiannya ke Presiden.

Kepala Daerah Dilarang Untuk :

Turut serta dalam suatu perusahaan baik milik swasta ataupun milik negara, atau dalam yayasan yang berbentuk apapun juga

Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain

Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan Daerah yang bersangkutan

Menerima uang dan atau barang dan atau jasa dari pihak lain yang dapat diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; dan

Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di muka pengadilan.

Berperanlah !!

Anda sebagai warga negara di daerah yang bersangkutan dapat melakukan pemantauan apakah Kepala Daerah melanggar laarangan-larangan di samping ini.Temuan anda dapat anda sampaikan ke DPRD, dan anda dapat mendesak DPRD untuk mengambil tindakan atas pelanggaran yang dilakukan Kepala Daerah.Pengawasan langsung yang dilakukan oleh rakyat sangat penting, demi tegaknya peraturan dan mencegah penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara.

Ditangan anda akan tumbuh pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Kepala Daerah Diberhentikan Karena :

Meninggal dunia

Page 37: LATAR BELAKANG

Mengajukan permintaan sendiri Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru Tidak lagi memenuhi sesuatu syarat-syarat di atas Melanggar ketentuan di atas Mengalami krisis kepercayan publik yang luas akibat dari suatu kasus yang melibatkan

tanggungjawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak anggota DPRD. Terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman setinggi-

tingginya lima tahun. Diduga melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang dinyatakan dengan keputusan pengadilan

Wakil Kepala Daerah

Disetiap Daerah terdapat seorang Wakil Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan

dengan pelantikan Kepala Daerah Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji

sebagai berikut :

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji :Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnyaBahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara; danBahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundng-undangan yang berlaku bagi Daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia"

Perangkat Daerah

Perangkat Daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan Daerah

Sekretariat Daerah

Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD

dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat. Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau

Walikota atas persetujuan DPRD dari pegawai pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat

Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

Dinas

Dinas adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Sekretaris Daerah dari

Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah

sesuai dengan bidang tugasnya Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan Pemerintah pusat kepada Gubernur

sebagai Wakil Pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan oleh Dinas Propinsi.

Page 38: LATAR BELAKANG

Kecamatan

Merupakan perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh kepala Kecamatan, yaitu Camat.

Camat diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat

Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota Camat bertanggung jawab kepada Bupati atau Walikota Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Kelurahan

Merupakan perangkat Kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan, yaitu Lurah. Lurah diangkat oleh Sekretaris Daerah Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi

syarat Lurah menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Camat Lurah bertanggung jawab kepada Camat Pembentukan Kelurahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

PERATURAN DAERAH dan KEPUTUSAN KEPALA DAERAH

DPRD bersama dengan Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaaraan Otonomi Daerah.

Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain dan perundangan yang lebih tinggi

Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.

Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Negara

Untuk melaksanakan Peraturan Daerah, Kepala Daerah menetapkan Keputusan Kepala Daerah

Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan umum diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.

KEUANGAN DAERAH

Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)

Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Dana perimbangan di atas terdiri atas :

Dana Alokasi umum Dana Alokasi khusus Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan, dan penerimaan sumber daya alam sebagai berikut : Bidang Pusat (%) Daerah (%)

MINYAK 85 15

Propinsi 3

Kab/Kota Penghasil 6

Page 39: LATAR BELAKANG

Kab/Kota Lain 6

GAS ALAM 70 30

Propinsi 6

Kab/Kota Penghasil 12

Kab/Kota Lain 12

PERTAMBANGAN 20 80

UMUM Iuran tetap

Propinsi 16

Kab/Kota Penghasil 64

Iuran eksplorasi &

eksploitasi (royalti)

Propinsi 63

Kab/Kota Penghasil 32

Kab/Kota Lain 32

HUTAN 20 80

IHPH

Propinsi 16

Kab/Kota Penghasil 64

Provinsi SDH

Propinsi 16

Kab/Kota Penghasil 32

Kab/Kota Lain 32

ALOKASI 75 25

UMUM Propinsi 2.5

Daerah Kab/Kota 22.5

REBOISASI 60 40

PERIKANAN 20 80

PBB 10 90

BPHTB 20 80

Pinjaman

Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan Pemerintahan dengan persetujuan DPRD

Sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri harus mendapatkan persetujuan pemerintah pusat

Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat digadaikan dan dipindahtangankan.

APBD

APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah ditetapkannya APBN

Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya APBD untuk tahun anggaran berjalan.

Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD, dapat menetapkan Keputusan tentang :

Page 40: LATAR BELAKANG

Penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya Persetujuan penyeleseaian sengketa perdata secara damai Tindakan hukum lain mengenai barang dan milik Daerah

Sumber pendapatan Daerah terdiri atas :1. Pendapatan asli daerah yaitu :

Hasil pajak Daerah Hasil retribusi Daerah Hasil perusahaan milik Daerah Pendapatan lain-lain yang sah

2. Dana perimbangan3. Pinjaman Daerah, dan4. Lain-lain pendapatan yang sah

Daerah dan Hutang…

Hutang luar negeri Indonesia sampai tahun 1999 mencapai US$ 150 Milyar. Ini membuat setiap warga negara Indonesia --tidak peduli orang tua maupun anak kecil-- menanggung beban hutang sampai Rp. 7 juta. Lebih dari setengah APBN terpakai untuk membayar cicilan hutang luar negeri. Belum lagi hutang dalam negeri lewat obligasi. Jika ditotal maka hutang negara (dalam dan luar negeri) mencapai US$ 220 Milyar. Kesemua itu menjadi faktor kunci krisis moneter di Indonesia.UU no. 22 dan 25 thn. 1999 ini memberi peluang bagi Daerah untuk melakukan pinjaman ke luar negeri. Jika perilaku berhutang yang dilakukan pejabat negara tidak mendapat pengawasan ketat. Maka tidak akan mustahil krisis moneter yang dilakukan pemerintah pusat akan bergeser ke tingkat daerah.

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi

Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi disalurkan melalui Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen yang bersangkutan

Pertanggungjawaban atas pembaiyaan pelaksanaan asas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud di atas oleh Perangkat Daerah Propinsi dilakukan langsung kepada Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen yang bersangkutan

Administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pembiayaan asas desentralisasi

Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan asas dekonsentrasi diadministrasikan dalam Anggaran Dekonsentrasi

Dalam hal terdapat sisa lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana dekonsentrasi, maka sisa lebih dana tersebut disetor ke Kas Negara.

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Desentralisasi

Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD

Semua penerimaan dan pengeluaran Daerah yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

Anggaran pengeluaran dalam APBD tidak boleh melebihi anggaran penerimaan Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu dari

sumber penerimaan Daerah

Page 41: LATAR BELAKANG

Semua sumber penerimaan dana cadangan dan semua pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan

Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan disalurkan kepada Daerah dan Desa melalui Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen yang menugaskannya

Pertanggungjawaban atas pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan oleh Daerah/Desa kepada Pemerintah pusat melalui Departemen/ Lembaga Pemerintah non Departemen yang menugaskannya

Pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Desemtralisasi

Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan diadministrasikan dalam Anggaran Tugas Pembantuan

Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan, maka sisa anggaran lebih tersebut disetor ke Kas Negara.

KAWASAN PERKOTAAN

Pemerintah Daerah Kota dan/atau Pemerintah Darah Kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan

Dalam kawasan pedesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan di Daerah Kabupaten, dapat dibentuk badan pengelolaan pembangunan

Desa

Desa dapat dibentuk, dihapus, dan digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah Daerah Kabupaten

Pembentukan, penghapusan dan penggabungan Desa sebagaimana yang dimaksud di atas ditetapkan dalam Perda

Pemerintahan Desa

Di Desa dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan Perwakilan Desa Pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan

perangkat desa Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa dan calon yang memenuhi syarat Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak,

ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan diresmikan oleh Bupati

Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dibiayai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Ingatlah !

Kritik terhadap UU Pemerintahan di Desa (UU No. 5 thn. 1979) adalah penyeragaman pemerintahan di tingkat lokal. Ini jelas mengingkari fakta historis bahwa struktur pemerintahan tingkat lokal di seluruh Indonesia tidaklah seragam.UU Pemda yang baru ini (No. 22 thn. 1999) ternyata masih mengingkari

Page 42: LATAR BELAKANG

keberagaman struktur pemerintahan lokal tersebut dengan menyeragamkan sistem pemerintahan Desa. Termasuk mengingkari hak-hak masyarakat adat untuk mengorganisir dirinya, mengurus rumah tangganya sendiri dan kontrol mereka atas sumber daya alam.

Kewenangan Desa mencakup

Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa tersebut Kewenangan yang oleh peraturan perundangan yangberlaku belum dilaksanakan oleh

daerah dan Pemerintah Tugas-tugas Pemerintahan yangditugaskan oleh Pemerintah pusat dan atau Pemerintah

Kabupaten

Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah :

Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Membina kehidupan masyarakat Membina perekonomian desa Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat Mendamaikan perselisihan Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa. Dan menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati.

Kepala Desa berhenti karena :

Meninggal dunia Megnajukan permintaan berhenti sendiri Tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji Berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan/atau norma yang hidup dan berkemang dalam masyarakat desaPemberhentian Kepala Desa dilakukan oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan Desa.

Badan Perwakilan Desa

Berfungsi membina adat istiadat, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan desa

Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan

Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa

Pendapatan Desa terdiri atas :1. Pendapatan asli Desa, meliputi :

Retribusi Desa Hasil Usaha Desa Hasil Kekayaan Desa

Page 43: LATAR BELAKANG

Hasil Swadaya dan Partisipasi Hasil Gotong Royong, dan Pungutan Desa

2. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Pusat, meliputi :

Bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah Bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh

Pemerintah Kabupaten

3. Pendapatan lain-lain yang sah4. Sumbangan dari pihak ketiga5. Pinjaman Desa

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Pemerintah pusat dapat menangguhkan dan atau membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Keputusan pembatalan atau penangguhan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah ini diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-alasannya.

Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah keputusan pembatalan atau penangguhan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daeah, peraturan tersebut ditangguhkan pelaksanaannya.

Daerah yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan atau penangguhan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah ini, dapat mengajukan keberatannya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara setelah terlebih dahulu mengajukan keberatan kepada Pejabat yang berwenang.

DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri atas :

Menteri Dalam Negeri Menteri Keuangan Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri lain sesuai dengan kebutuhan Pimpinan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi Pemerintahan dalam

negeri , dan Perwakilan asosiasi Pemerintah Daerah

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertugas :

Memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, penghapusan, penggabungan dan pemekaran Daerah Otonom

Memberikan rekomendasi mengenai perimbangan keuangan pusat dan Daerah Memberikan rekomendasi mengenai kemampuan Daerah Otonom untuk menjalankan

kewenangan-kewenangan tertentu Dewan bertanggung jawab kepada Presiden.

KETENTUAN LAIN-LAIN

Page 44: LATAR BELAKANG

Dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja, sebagai perangkat Pemerintah Daerah

Apa yang dapat Anda Lakukan ?Polisi Pamong Praja, yang lebih dikenal sebagai petugas ketertiban dengan kesan penuh kekerasan, seperti penggusuran paksa pedagang kaki lima. Rakyat di daerah tersebut mempunyai hak untuk memberi masukan ke DPRD atau Kepala Daerah agar perilaku polisi pamong praja lebih bersahabat dan mengayomi rakyat.

Matriks Perbandingan antara UU No. 5/1974 dengan UU 22/1999

UU No. 5/1974

1. Kepala Daerah menurut hierarki bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD 3. Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Perda

sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri 4. - Desa adalah suatu wilayah dengan sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat

- Organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat- Kepala Desa menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa, dan merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

5. - Kepala Daerah menurut hierarki bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mendagri- Kepala Daerah wajib memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD

6. Mendagri (untuk TK. I) dan Gubernur (untuk TK.II) berwenang untuk mensahkan, membatalkan dan menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah

UU No. 22/1999

1. Daerah Otonom masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Lainnya, sebagai Badan Eksekutif Daerah. Sedangkan DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah.

3. Perangkat Daerah dibentuk sesuai dengan kebutuhan Daerah, berdasarkan pedoman dari Pusat untuk susunan organisasi, formasi dan persyaratan jabatan.

4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat.

5. - Kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD.

- Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah Daerah kepada Presiden melalui Mendagri.

6. Peraturan Daerah yang ditetapkan Daerah Otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang.

Dapatkah UU Otonomi Daerah segera dilaksanakan ?

Pertanyaan di atas menjadi sangat penting mengingat baik UU no 22 maupun UU no. 25 thn. 1999 akan segera diberlakukan di tahun 2000 ini. Sementara sosialisasi materi kedua UU di atas masihlah belum dijalankan dengan mulus. Banyak pejabat di daerah --

Page 45: LATAR BELAKANG

bahkan di pusat-- yang masih belum memahami substansi yang terkandung dalam kedua UU tersebut. Lebih parah lagi, tidak ada usaha nyata untuk 'menterjemahkan' substansi dan makna kedua UU tersebut sampai ke tingkat rakyat. Sehingga dapatlah segera dibayangkan bagaimana rakyat makin tertepikan dalam wacana perdebatan mengenai otonomi daerah.Faktor berikutnya adalah kedua UU tersebut mensyaratkan banyak aturan pelaksanaan agar mandat dalam UU tersebut dapat dijalankan. Untuk UU no. 22 thn. 1999 saja setidaknya diperlukan 27 Aturan Pelaksanaan dimulai dari setingkat Undang-undang sampai ke tingkat Peraturan Daerah. Sementara UU no. 25 thn. 1999 memerlukan 35 Aturan Pelaksanaan. Berikut materi penting yang masih memerlukan aturan pelaksanaan lebih lanjut dalam kedua UU tersebut.

UU no. 22/1999 UU no. 25/1999

Tingkat Peraturan Materi yang perlu diatur Materi yang perlu diatur

UU

- Penghapusan, penggabungan dan pemekaran daerah

-Tentang Dana Perimbangan

- Ketentuan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah

- Pembentukan, nama batas dan Ibu kota

- Pengaturan tentang kawasan Otorita, Kawasan Industri, Kawasan Wisata dan kawasan-kawasan lainnya

Ketentuan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah

PP - Pedoman mengenai Pembinaan dan Pengawasan atas penyelenggaraan Otonomi Daerah

- Pengaturan kewenangan daerah di wilayah laut

- Kewenangan daerah dan kewenangan propinsi

- Kewenangan daerah Kabupaten dan daerah kota di wilayah laut

- Insentif fiskal dan non fiskal tertentu

- Pedoman tentang penyusunan, perubahan dan perhitungan APBD

- Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan penyaluran atas bagian Daerah dari Penerimaan Negara

- Pelaksanaan Pinjaman Daerah

- Pelaksanaan pembiayaan Dekonsentrasi

- Pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan

- Pembentukan dana cadangan

- Ketentuan Pokok-pokok pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

- Pelaksanaan ketentuan tentang informasi yg berkaitan

Page 46: LATAR BELAKANG

dng keuangan Daerah

KEPPRESPenetapan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah

Ketentuan mengenai Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

PERDA

- Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan

- Ketentuan mengenai pengelolaan Kawasan Perkotaan

- Tentang pembentukanBadan Usaha Milik Daerah

- Pembentukan, penghapusan dan penggabungan Desa " APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD

- APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD

- Ketentuan mengenai Pokok-pokok Pengelolaan keuangan Daerah

Wewenang Pengelolaan Laut dan Otonomi Pemerintahan Daerah

Salah satu dampak Keberadaan UU No. 22 Thn. 1999 tentang Pemerintah Daerah adalah pada pengaturan kewenangan di wilayah laut. Substansi kewenangan di wilayah laut dalam UU ini termasuk yang sepi dari perdebatan sebelum disahkan. Selain karena ketergesaan dan kurang publikasi, perhatian dan pemahaman terhadap wilayah laut memang minim pada pihak eksekutif maupun legislatif. Setidaknya ada empat area utama yang perlu diwaspadai dalam kewenangan di wilayah laut, yang berpotensi membawa konflik, yaitu

1. Kewenangan LembagaKehadiran UU ini pada pelaksanaannya akan membawa perubahan wewenang kelembagaan/ instansi di daerah. Instansi vertikal di Propinsi dan Kabupaten/ Kotamadya, selain menangani kewenangan bidang-bidang pemerintahan, akan menjadi perangkat daerah di bawah Gubernur. Ini artinya dinas-dinas terkait --yang mengurus konservasi, perikanan, pariwisata, pertambangan, kehutanan, dan beberapa bidang lainnya menjadi Perangkat Daerah, yang kekayaannya menjadi milik Daerah. Kanwil-kanwil akan dihilangkan dan melebur menjadi Dinas-dinas. Perubahan mendasar dalam hal pengalihan wewenang kelembagaan, pada awalnya akan menimbulkan kegamangan aparat pemerintah, swasta dan masyarakat dalam menyikapi diterapkannya UU ini. Kegamangan ini akan menjadi serius, terutama dikaitkan pada saat merumuskan kebijakan daerah sebagai konsekuensi otonomi daerah.Pasal 10 ayat 2 UU No. 22 ini mengatur tentang bidang-bidang yang selama ini secara tumpang tindih ditangani oleh beberapa instansi/ departemen, menjadi wewenang Kepala Daerah. Kewenangan daerah di wilayah laut meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; pengaturan kepentingan administratif; pengaturan tata ruang; penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah pusat; dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Namun, kesemua itu memerlukan peraturan lebih lanjut lewat Peraturan Pemerintah, yang --tentu saja-- sampai sekarang belum ada kabar beritanya.

Page 47: LATAR BELAKANG

Sementara bidang - bidang fungsional seperti perikanan, perhubungan, lingkungan hidup, penanaman modal, perdagangan dan industri serta pertanahan kini diselenggarakan oleh Daerah Kabupaten.

2. Perencanaan Tata RuangPotensial konflik antara Pemerintahan Pusat dan Daerah dapat terjadi, karena kewenangan perencanaan tata ruang adalah kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan pengaturan tata ruang menjadi wewenang Daerah Propinsi. Bidang ini dapat dikatakan induk dari kewenangan pengelolaan di wilayah laut, karena selalu bersinggungan dengan bidang-bidang lain seperti bidang pariwisata, konservasi, penanaman modal dan perikanan.Pemberian wewenang di wilayah laut akan berdampak pada wilayah pesisir (pantai) dan perairan didepannya, pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi pesisir dan laut. Perencanaan tata ruang yang menjadi wewenang pemerintah pusat dapat merupakan indikasi tidak adanya perubahan mendasar terhadap wewenang daerah dalam prinsip desentralisasi

3. Tentang Batas 12 MilUndang-undang No. 22 Thn. 1999 telah menetapkan batasan pemberian wewenang di wilayah laut sejauh 12 Mil dari garis pantai terluar kepada Daerah Propinsi. Pemberian batasan wewenang wilayah ini merupakan kebijakan positif, karena menjamin kepastian berusaha. Namun, penyeragaman batas wewenang perlu diwaspadai mengingat kenyataan sumber daya di daerah dan pluralisme sistem pengelolaan laut yang dikelola rakyat (masyarakat adat).Seperti dijelaskan dalam UU ini, wewenang Daerah Kabupaten di wilayah laut ditetapkan sejauh sepertiga wewenang Daerah Propinsi, yakni sejauh 4 Mil. Wilayah sepanjang 4 Mil merupakan cakupan yang sangat kecil, terutama dengan padatnya praktek penangkapan ikan di perairan dekat pantai. Di beberapa daerah tingkat persaingan antar nelayan sangat tinggi, yang seringkali ditimpali oleh masuknya kapal besar milik pengusaha perikanan di wilayah tangkap tradisional.Seharusnya masyarakat pesisir (nelayan tradisional) dilindungi aksesnya terhadap sumber daya perikanan dengan penetapan batas wewenang laut yang lebih luas lagi. Dengan batasan hanya sejauh 4 Mil, maka sumber daya perikanan Indonesia hanya menjadi lahan pengusaha perikanan besar di luar wilayah 12 Mil hingga Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 Mil. Sementara nelayan tradisional yang bersarana tangkap seadanya bersaing ketat di wilayah tangkap yang padat.

Sementara masyarakat adat yang telah turun temurun mengembangkan sistem pengelolaan kelautannya sendiri di beberapa wilayah pesisir Indonesia, juga tidak terakomodir dengan adanya batasan 12 Mil ini. Padahal pengelolaan laut di Indonesia sejak dahulu dilakukan oleh komunitas masyarakat, yang umumnya berdomisili di daerah Kabupaten, maka seharusnya wewenang tersebut lebih didasarkan pada kenyataan asal-usul.Mengenai penangkapan ikan secara tradisional, Penjelasan Pasal 10 ayat 2 UU No. 22 Thn. 1999 ini tidak mendefinisikan secara jelas SIAPA dan APA yang dimaksud dengan "penangkapan ikan tradisional" ini. Karena itu Penjelasan yang berbunyi :"Khusus untuk penangkapan ikan secara tradisional tidak dibatasi wilayah laut" selain akan memberi peluang bagi penanggulangan masalah di atas, tetapi juga dapat menimbulkan kontroversi.

4. Wewenang Kepemilikan LautPengelolaan laut harus memberikan batasan yang jelas antara kepemilikan, wewenang pemanfaatan dan wewenang pengelolaan (antara masyarakat, swasta dan lembaga pemerintah). Selama ini, pemerintah yang menyatakan dirinya sebagai penjelmaan negara, menguasai dan mengelola sumber daya alam sekaligus menegasikan kepemilikan lahan yang menjadi milik masyarakat.

Page 48: LATAR BELAKANG

Substansi terpenting, yakni mengenai tenurial (hak kepemilikan) yang kemudian akan berhubungan dengan kebijakan tata ruang, tidak tersentuh secara transparan dalam UU ini. Tenurial merupakan masalah penting, karena sering tidak diakuinya hak kepemilikan masyarakat pesisir yang telah turun temurun mereka jaga. Kepemilikan tersebut dengan gampang digusur oleh kepentingan investor wisata, budidaya dan kepentingan bisnis lainnya. Bahkan kepentingan konservasi tak jarang juga menggusur masyarakat pesisir dari sumber dayanya. Substansi mengenai tenurial ini akan tetap menjadi ruang gelap pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan.

Ketika Pasal 10 ayat 4 UU ini menyatakan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan wewenang laut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, maka intervensi pemerintah pusat akan semakin nyata. Karena produk hukum Peraturan Pemerintah adalah wewenang penuh pemerintah pusat. Proses produksi kebijakan yang terlalu memusatkan perumusan kebijakan oleh pusat, sama sekali tidak mencerminkan semangat otonomi dan menghargai kemampuan lokal. Intervensi pusat ke daerah dapat pula dilakukan melalui pelimpahan wewenang dan asas dekonsentrasi. Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menurut asas ini, pemerintah pusat --melalui menteri-menteri terkait-- berpeluang untuk melakukan intervensi dalam pengelolaan sumber daya alam yang telah menjadi wewenang daerah.

Pengaruh kewenangan pemerintah pusat dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan wilayah laut akan dilakukan melalui perencanaan pembangunan regional secara makro, lingkungan hidup, dan perencanaan tata ruang propinsi. Untuk bidang ini terbuka kemungkinan friksi dalam mengidentifikasikan batas wewenang, karena pengaturan tata ruang selalu berimplikasi pada bidang-bidang lain, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Ada gambaran bahwa pemberian wewenang kepada Pemerintah Daerah kemungkinan menjadi sebuah kebijakan tarik ulur apabila Daerah dan Pusat mempunyai persepsi yang berbeda mengenai bidang-bidang tertentu yang menjadi wewenang Daerah. [P. Raja Siregar].

E-LAW INDONESIA