Laringitis TB

50
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut, sub akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis sub akut. Bila gejala lebih dari kurang lebih 3 bulan dinamakan laringitis kronis. Laringitis kronis dibagi menjadi dua bagian menurut sebabnya yaitu laringitis akut non spesifik dan laringitis kronik spesifik. 1 Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2 Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun. Namun dalam 20 tahun belakangan ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien 1

description

ujhyy

Transcript of Laringitis TB

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat

terjadi, baik akut, sub akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi

mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala

telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis sub akut. Bila gejala lebih dari

kurang lebih 3 bulan dinamakan laringitis kronis. Laringitis kronis dibagi menjadi

dua bagian menurut sebabnya yaitu laringitis akut non spesifik dan laringitis

kronik spesifik.1

Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis.

Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring

yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosa.1,2

Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat

tuberkulosis paru aktif. Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada

kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun. Namun dalam 20 tahun belakangan

ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun dan

lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien dengan keadaan

ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol.1

Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis

tuberkulosis yang mencakup skala nasional. Penelitian di RSUP Dr. Sarjito

Yogyakarta menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (Januari 2000-

Desember 2004) didapatkan 15 pasien dengan diagnosis laringitis tuberkulosis.

Insidensi terbanyak adalah pada kelompok umur 60-69 tahun (30%).2

Deteksi dini laringitis tuberkulosis sangat mempengaruhi prognosis pasien,

oleh sebab itu tenaga kesehatan diharapkan dapat memiliki pengetahuan mengenai

penyakit ini.

1

Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi laring, fisiologi laring, defenisi

laringitis tuberkulosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis,

diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosisnya.

Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang

laringitis tuberkulosis.

Metode Penulisan

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai

literatur.

2

BAB II

Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring

EMBRIOLOGI4

Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya

terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk - petunjuk pertama sistem

pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar

hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial

paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua

lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan

menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari

ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3

- 4 minggu berikutnya.

Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.

Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.

ANATOMI4

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6,

bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas

segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti

sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan

beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan

atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan

otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini

akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-

otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.

3

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,

aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan

tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian

depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti

kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”  dan

di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago

krikoid oleh ligamentum krikotiroid.

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah

kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago

krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak

setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih

kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti

piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang

laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi

krikoaritenoid

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini

melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan

ariepiglotik.Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg

terdapat di dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis

berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea

terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas

dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago

thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis

menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

4

Gambar anatomi laring

Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel

respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh

epitel skuamosa. Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang

terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian

dalam kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian

belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas

plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalam produksi suara.

Gambar pita suara

5

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,

ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum

hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica,

ligamentum ventricularis, ligamentum vocale yang menghubungkan

kartilagoaritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot - otot ekstrinsik dan otot-

otot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara

keseluruhan, sedangkan otot - otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian

laring sendiri. Otot - otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid

(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot

ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid,

dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid.Otot-

otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah,

sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas. Otot - otot intrinsik laring ialah

M.Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica, M.vocalis, M.Tiroaritenoid,

M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.

Otot - otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid

transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Rongga laring4

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas

bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas

depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum

tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago

krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,

konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah

M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

6

Gambar otot pada laring

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica

ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut

rima glottis, sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian,

yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.

7

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica

ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic.Antara plica vocalis dan pita

ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni.

Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan

terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua

puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir.Daerah subglotic

adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).

Persyarafan4

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus

superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran

saraf motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi

m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita

suara. Saraf ini mula - mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah

medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan

setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri

dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring

inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh

m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran

hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa

laring.

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf

itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren

merupakan lanjutan dari n.vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,

sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan

diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal

8

kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah

posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior

dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring

bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring

superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar persarafan laring

Pendarahan4

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior

dan a.laringitis inferior.

Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri

laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran

tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian

menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding

lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot

laring.

9

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan

bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,

masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di

dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta

beranastomosis dengan a.laringis superior.

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga

memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai

mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil

melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus

superior.

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar

dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena

tiroid superior dan inferior.

Pembuluh Limfe4

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.

Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah

lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus

piriformis dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan

kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari

golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung

dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh

kelenjar supraklavikular.

10

FISIOLOGI4

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi

serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis

secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena

pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal

ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan

m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan

rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid kiridan kanan

mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam

trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang

berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.

11

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-

bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga

sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.

Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh

peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid

akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago

aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan

atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan

yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan

mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.

Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya

nada.

12

LARINGITIS

Laringitis

A. Definisi2

Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh

virus dan dapat pula disebabkan oleh bakteri.

B. Kalsifikasi Laringitis2

Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi

laringitis akut dan kronis.

1. Laringitis Akut

a. Definisi

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh

virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan

pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A

dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus .

b. Etiologi

Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan

perluasan radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri

Haemophilus Influenzae, Staphylococcus, streptococcus, atau

pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan

dengan perubahan cuaca atau suhu, gizi yang kurang/malnutrisi,

imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang

berlebihan.

etiologi dari laringitis akut adalah :

1) Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasan atas)

oRhinovirus

oParainfluenza virus

13

oRespiratory syncytial virus

oAdenovirus

oInfluenza virus

oMeasles virus

oMumps virus

oBordetella pertusis

oVaricella-zozter virus

2) Gastroesophageal reflukx disease

3) Environmental insults (polusi)

4) Vocal trauma

5) Komsumsi alkohol berlebihan

6) Alergi

7) Penggunaan suara yang berlebihan

8) Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

c. Patofisiologi5

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi

bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau

nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan

pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet,

malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi

pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring

dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi

virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya di dahului oleh

faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini

akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan

merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara

berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut

14

akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan

iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring

tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat

pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan

merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Gejala Klinis5

Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien

sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau

suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal

dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam

pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga

menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak

bersuara sama sekali (afoni).

Sesak nafas dan stridor.

Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau

berbicara.

Gejala radang umum seperti demam, malaise.

Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak

kental

Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok

hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion),

nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak

mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.

e. Pemeriksaan Fisik5

Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang

hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita

suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau

sinus paranasal atau paru. Pada pemeriksaan laringoskopi

indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab,

15

hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan

subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus

elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.

Gambar Laringitis Akut.

Gambar Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring daerah-daerah

eritem dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga

ditandai irregularitas pada kontur lipatam-lipatan vocal.

f. Pemeriksaan Penunjang5

Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan

subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

16

Gambar Gambaran rontgen laringitis akut, gambaran steeple sign (panah)

Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika

disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.

g. Diagnosis Banding5

Benda asing pada laring

Faringitis

Bronkiolitis

Bronkitis

Pnemonia

h. Penatalaksanaan5

Terapi:

Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 liter/ menit

Menghirup udara lembab

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari

iritasi faring dan laring, misalnya merokok , makanan pedas,

atau minum es.

17

Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika

pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan

obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan

dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin,

pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral

ataupun spray. Pemberian antibiotika apabila perdangan

berasal dari paru . Antibiotika golongan penisilin anak 50

mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, dewasa 3 x 500 mg perhari.

Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.

Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila

penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan

endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan

nafas.

i. Prognosis5

Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik

dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak

khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan

oedem laring dan oedem subglotis sehingga dapat menimbulkan

obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan

pemasangan endotrakeal atau trakeostomi.

LARINGITIS KRONIS

Terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.

Non-Spesifik laringitis kronis

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada

saluran pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat

paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan,

18

asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja. Terlalu banyak

menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau

menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,

permukaan yang tidak rata dan menebal.8

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan

tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat

berfariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak

hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit

tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala

berlangsung beberapa minggu sampai bulan.8

Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak

rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka

perlu dilakukan biopsi.8

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya

laryngitis dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan

oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara

sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila

penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut.

Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa

membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita mengalami langiritis

yang berindikasi karahcroup, bisa digunakan kortikosteroid seperti

dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi

lain seperti rasa terbakar di uluh hati, merokok atau alkoholik, harus dihentikan.9

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara6 :

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok

tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan

mengakibatkan iritasi pada pita suara.

2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang

terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

19

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan

kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan

berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi

abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem

juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir

dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset

bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi

mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai

sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan

edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.6,7

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada

pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau

fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus

yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.8,9

Tabel perbedaan etiologi yang mendasari terjadinya laringitis akut dan kronis7

Common Causes of

Laryngitis

Type of Laryngitis

Acute (Short-lived) Chronic (longer term)

Infectious

Bacterial X

Viral X

Fungal X X

Contact

Reflux X X

Pollutants X X

Smoking X

Inhaled Medications X

20

Caustic Ingestions X X

Medical

Vocal misuse X X

Vocal abuse X

Trauma X X

Allergic

Allergies X X

Dryness (Laryngitis Sicca)

Dehydration X X

Dry Atmosphere X X

Mouth Breathing X X

Medications X X

Thermal

Closed-Space Fire X X

Crack Pipe X X

Laringitis kronis spesifik

Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis.

Laringitis tuberkulosis adalah penyakit granulomatosa yang paling umum dari

laring dan sering kali dihubungkan dengan tuberkulosis paru aktif. Laringitis

tuberkulosis merupakan salah satu komplikasi dari tuberkulosis paru. Pada awal

abad ke-20, laringitis tuberkulosis mengenai 25-30% pasien tuberkulosis paru.

Sedangkan sekarang hanya 1% kasus laringitis tuberkulosis. Penurunan kejadiaan

laringitis tuberkulosis ini terjadi sebagai akibat dari peningkatan perawatan

kesehatan masyarakat dan perkembangan antituberkulosis yang efektif. Penderita

dengan laringitis tuberkulosis biasanya datang dengan gejala, seperti disfonia,

odynophagia, dyspnea, odynophonia, dan batuk. Obstruksi pernafasan bisa terjadi

pada stadium lanjut penyakit. Pemahaman bahwa karsinoma laring juga sering

menunjukkan gejala serupa merupakan keharusan untuk mengevaluasi laringitis.2

21

Gejala pada saluran pernapasan seperti batuk kronis, hemoptisis dan gejala

sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan merupakan

gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien dengan tuberkulosis. Pada

laringitis tuberkulosis proses inflamasi akan berlangsung secara progresif dan

dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Kesulitan bernafas ini dapat disertai

stridor, baik pada periode inspirasi, ekspirasi atau keduanya. Jika tidak segera

diobati, stenosis dapat berkembang, sehingga diperlukan trakeostomi. Akan tetapi,

sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi

laringitis tuberkulosisnya menetap.10,11

Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada

kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik di paru, sehingga bila sudah

mengeni kartilago, pengobatannya lebih lama. Oleh karena itu, pembahasan

mengenai laringitis tuberculosis lebih lanjut diperlukan agar dapat memberi

pengetahuan mengenai cara diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat guna

mencegah komplikasi yang akan terjadi.10,11

LARINGITIS TUBERKULOSA

Definisi

Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan

laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosa.12

Epidemiologi13

Sebagaimana insidensi dan prevalensi tuberkulosis paru yang mengalami

penurunan, kejadian laringitis tuberkulosis juga mengalami penurunan, meskipun

kecenderungan peningkatan kejadian laringitis tuberkulosis dalam beberapa tahun

terakhir.

Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok usia

muda yaitu 20 – 40 tahun. Dalam 20 tahun belakangan, insidens penyakit ini pada

penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun jelas meningkat. Saat ini tuberkulosis

dalam semua bentuk dua kali lebih sering pada laki-laki dibanding dengan

22

perempuan. Tuberkulosis laring juga lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut,

terutama pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan kesehatan yang buruk,

banyak diantaranya adalah peminum alkohol.

Etiologi2

Hampir selalu disebabkan tuberkulosis paru. Setelah diobati biasanya

tuberkulosis paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya menetap, karena

struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik

paru. Infeksi laring oleh Mycobacterium tuberculosa hampir selalu sebagai

komplikasi tuberkulosis paru aktif, dan ini merupakan penyakit granulomatosis

laring yang paling sering.

Patogenesis14-18

Laringitis tuberkulosis umumnya merupakan sekunder dari lesi

tuberkulosis paru aktif, jarang merupakan infeksi primer dari inhalasi basil

tuberkel secara langsung. Secara umum, infeksi kuman ke laring dapat terjadi

melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran

melalui darah atau limfe. Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis

tuberkulosis dikategorikan menjadi 2 mekanisme, yaitu:

- Laringitis Tuberkulosis Primer

Laringitis tuberkulosis primer jarang dilaporkan dalam literatur medis.

Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi Mycobacterium

tuberculosa pada laring, tanpa disertai adanya keterlibatan paru. Rute penyebaran

infeksi pada laringitis tuberkulosis primer yang saat ini diterima adalah invasi

langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan, menyatakan bahwa sebanyak 40,6% pasien dengan laringitis

tuberkulosis memiliki paru yang normal.

- Laringitis Tuberkulosis Sekunder

Laringitis tuberkulosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi laring akibat

Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan paru. Laringitis

tuberkulosis sekunder merupakan komplikasi dari lesi tuberkulosis paru aktif.

23

Mekanisme penyebaran infeksi ke laring dapat berupa penyebaran langsung di

sepanjang saluran pernapasan dari infeksi paru primer berupa sputum yang

mengandung kuman maupun penyebaran melalui sistem darah ataupun limfatik.

- Penyebaran Lewat Sputum (Bronkogen)

Penyebaran infeksi basil tuberkel ke laring melalui mekanisme

bronkogenik merupakan teori yang lazim dipahami. Adanya bronkogen dalam hal

ini, sputum yang mengandung bakteri M. tuberculosis mendasari patogenesis

terjadinya laringitis tuberkulosis. Terjadinya laringitis tuberkulosis dapat

disebabkan oleh tersangkutnya sputum yang mengandung basil tuberkulosis di

laring, terutama pada struktur posterior laring termasuk aritenoid, ruang

interaritenoid, pita suara bagian posterior dan permukaan epiglotis yang

menghadap ke laring.

Antigen dari basil TB yang berada di laring dicerna sel dendritik lalu

dibawa ke kelenjar limfe regional dan mempresentasikan antigen M. Tuberculosis

ke sel Th1. Th1 kemudian berproliferasi dan dapat kembali ke tempat awal

infeksi. Restimulasi oleh sel penyaji setempat menghasilkan produksi IFN g dan

mengaktifasi makrofag. Bila eliminasi mikroorganisme ini gagal akan berlanjut

pada inflamasi kronik terjadi dimana patogen persisten di dalam tubuh, maka

terjadi pengalihan respon imun berupa reaksi hipersensitifitas tipe lambat

membentuk granuloma. Setelah kontak awal dengan antigen, sel Th disensitisasi,

berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel DTH (delayed type hypersensitivity)

dimana pengerahan makrofag yang berkelanjutan akan membentuk sel-sel epitloid

berupa sel datia dalam granuloma. Tuberkel yang avaskular berisikan daerah

perkijuan di tengah dikelilingi oleh sel epiteloid dan di bagian perifer oleh sel-sel

mononukleus. Kemudian tuberkel-tuberkel ini bersatu membentuk nodul. Karena

letaknya di subepitel, epitel yang melampisinya mungkin hilang dan sering terjadi

ulserasi dengan infeksi sekunder.

Proses ini pertama kali cenderung akan mengenai prosesus vokalis dan

epiglotis. Adanya tuberkel mungkin akan merangsang terjadinya hiperplasia epitel

dan jaringan fibrosis subepitel. Hal ini mungkin bermanifestasi pada daerah

interaritenoid berupa penebalan yang menyerupai pakiderma. Prosesus vokalis

24

mungkin di tutupi oleh nodul yang menyerupai morbili. Hal ini merupakan

manifestasi dari proses perbaikan karena hanya ditemukan sedikit perkijuan pada

lesi. Edema jelas pada keadaan lebih lanjut dan mungkin terjadi sebagai akibat

obstruksi jaringan limfe oleh granuloma. Edema dapat timbul di fossa

interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglottis

serta terakhir ialah subglotik. Epiglotis dan jaringan ikat di atas aritenoid

merupakan tempat yang paling tampak edema. Penyembuhan tuberkulosis laring

disertai oleh pembentukan kapsul jaringan fibrosa dan jaringan menggantikan

tuberkel.

- Penyebaran Melalui Limfohematogen

Selain mekanisme bronkogenik, penyebaran M. tuberculosis pada laring

dapat juga melalui sistem limfohematogen. Penyebaran melalui sistem

limfohematogen biasanya mengenai laring anterior dan epiglotis.

Gambaran Klinis2

Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu:

1. Stadium infiltrasi

2. Stadium ulserasi

3. Stadium perikondritis

4. Stadium pembentukan tumor

Stadium Infiltrasi2

Mukosa laring bagian posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis

pada bagian posterior, kadang-kadang dapat mengenai pita suara. Pada stadium ini

mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk

tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel

makin membesar dan beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga

mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan

pecah dan terbentuk ulkus.

Stadium Ulserasi2

25

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini

dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri oleh pasien.

Stadium Perikondritis2

Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago laring terutama kartilago

aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan,

sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk

sekuester. Pada stadium ini pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila

pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium

terakhir yaitu fibrotuberkulosis.

Stadium Fibrotuberkulosis2

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita

suara dan subglotik.

Temuan Laringoskopi pada Laringitis Tuberkulosis, A. Lesi

Ulseratif (pada seluruh laring), B. Lesi Granuloma (pada glotis

posterior) C. Lesi Polyploid (pada plika vokalis palsu kanan), D.

Lesi Nonspesifik (pada plika vokalis kanan)

Gejala Klinis2

Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut:

- Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring.

- Suara parau yang berlangsung berminggu-miggu, sedangkan pada stadium

lanjut dapat timbul afoni.

26

- Hemoptisis.

- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena

radang lainnya

- Keadaan umum buruk.

- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologis) terdapat proses aktif

(biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne).

Diagnosis16

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesa

Pada anamnesa dapat ditanyakan:

- Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi

gejala.

- Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat

memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.

- Penggunaan suara berlebih.

- Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang

dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.

- Riwayat merokok.

- Riwayat makan.

- Suara parau atau disfonia.

- Batuk kronis terutama pada malam hari.

- Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita

suara.

- Disfagia dan otalgia

2. Gejala dan Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, demam, terdapat stridor

inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau

27

retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang

tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia.

3. Laboratorium

- Pemeriksaan Bakteriologik

Bahan pemeriksaan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan

kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam

menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat

berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,

bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),

urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak

3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- Pagi (keesokan harinya)

- Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari

berturut-turut.

- Kultur kuman

Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan

TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih

peka terhadap OAT yang digunakan.

4. Laringoskopi direk atau indirek

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu

menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan

tampak edema terutama di bagian atas dan bawah glotis.

28

Laringitis Tuberkulosis

5. Foto toraks

Untuk melihat apabila terdapat pembengkakan dan adanya gambaran tuberkulosis

paru. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang

lebih baik. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular.

Foto Toraks Tuberkulosis Paru

29

6. Pemeriksaan patologi anatomi

Pada gambaran makroskopi tampak permukaan selaput lendir kering dan

berbenjol-benjol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebal

dan opaque, pembentukan granuloma, sel besar Langhans, serbukan sel radang

menahun pada lapisan submukosa.

Histopatologi Laringitis Tuberkulosis

Diagnosis Banding1,2,19,20,21

Diagnosis banding laringitis tuberculosis, antara lain

- Laringitis luetika

Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan laringitis

tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang ditemukan. Laringitis luetika

terjadi pada stadium tertier dari sifilis, yaitu stadium pembentukan guma. Apabila

gma pecah, maka timbul ulkus. Ulkus inimempunyai sifat yang khas, yaitu sangat

dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan

eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus tidak menyebabkan nyeri dan menjalar

sangat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.

- Karsinoma laring

Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis

tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun hubungan antara

serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.

30

Penatalaksanaan10,11

- Terapi non medikamentosa

- Mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak berbicara.

- Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk misalnya

goreng-gorengan, makanan pedas.

- Konsumsi cairan yang banyak.

- Berhenti merokok dan konsumsi alkohol.

- Terapi medikamentosa : Obat antituberkulosis (OAT)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu:

Obat sekunder:

- Exionamid

- Paraaminosalisilat

- Sikloserin

- Amikasin

- Kapreomisin

- Kanamisin

- Operatif

Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk pengangkatan

sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.

- Trakeostomi

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior

trakea untuk bernafas. Trakeostomi dilakukan atas indikasi, berikut:

31

- Mengatasi obstruksi laring

- Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas

seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah, dan faring.

- Mempermudah penghisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak

dapat mengeluarkan secret secara fisiologik.

- Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

- Untuk menambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas bronkoskopi.

Trakeostomi pada kasus laringitis tuberkulosis dilakukan atas indikasi yaitu

jika terjadi obstruksi laring dan mengurangi ruang rugi di saluran napas

bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah, dan faring.

Prognosis2

Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat

serta ketekunan berobat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini maka

prognosisnya baik.

Komplikasi2

Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat

terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas.

Kesulitan bernafas ini dapat disertai stridor baik pada periode inspirasi, ekspirasi

atau keduanya. Pada laringitis tuberkulosis dapat terjadi sekuele, di antaranya

stenosis glotis posterior, stenosis subglotis, paralisis plika vokalis, dan persisten

disfonia.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger John. Penyakit Granulomatosa Kronik Laring. Dalam: Penyakit

Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher Jilid 1.Jakarta: Binarupa

Aksara.2013

2. Soepardi AE, Iskandar N, dkk. Kelainan Laring. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Purnanta M. Arief. Laryngitis Tuberculosa in ENT Department Dr. Sujito

Hospital Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen ENT-Head and Neck. Medical

Faculty of GMU-Dr. Sarjito Hospital.

4. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376

5. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton &

Lange Stamfort,Connecticut P.

6. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Available on :

http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm . Diunduh pada tanggal 20 Agustus

2011.

7. Laryngitis. Accessed on 2013 Oct 17. Available from :

http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=11713

8. Banovetz JD.Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396

9. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck

Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.

10. Yvette E Smulders, dkk. Laryngeal tuberculosis presenting as a supraglottic

carcinoma: a case report and review of the literature. Smulders et al; licensee

BioMed Central Ltd. 2009 [Diakses tanggal 28 April 2012]. Didapatkan dari:

http://www.jmedicalcasereports.com/content/3/1/9288

11. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie A. Koufman. Laryngitis. Dalam:

Bailey, Byron, Johnson, Jonas T. editor. Head & Neck Surgery – Otolaryngology,

edisi ke-4. Newlands: Lippincott William & Wilkins; 2006.Hal 831-832.

12. Ballenger John. Penyakit Granulomatosa Kronik Laring. Dalam: Penyakit

Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher Jilid 1.Jakarta: Binarupa

Aksara.2013

33

13. Purnanta M. Arief. Laryngitis Tuberculosa in ENT Department Dr. Sujito

Hospital Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen ENT-Head and Neck. Medical

Faculty of GMU-Dr. Sarjito Hospital.

14. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology :

Infectious Disease of Larynx and Trachea. New York: Thieme; 2006. Hal 354-

361

15. Keyvan Kiakojuri, Mohammad Reza Hasanjani Roushan. Laryngeal tuberculosis

without pulmonary involvement. Caspian J Intern Med 3(1): Winter 2012: 3(1):

397-399.

16. Mehndirattan, Anil, Pravin Bhatn, Lamartine D’Costa. Primary tuberculosis of

Larynx. Ind J tub 1997. 44.211. Didapat dari: http://lrsitbrd.nic.in/IJTB/Year

%201997/Octuber%201997/OCT1997%20J.pdf

17. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim SY. Changing trends in clinical manifestations

of laryngeal tuberculosis. Laryngoscope 2000; 110: 1950-1953s.

18. Baratawijdaja KG. Imunologi Dasar Edisi 7. Balai penerbit FK UI. Jakarta.

2006; h. 145, 170-173.

19. Colman BH. Disease of the Nose Throat Ear Head and Neck, tuberculosis of the

larynx. 2007

20. Hibbert J, Laryngology and Head and Neck Surgery, Atrophic Laryngitis.2004

21. Becker W. Ear, Nose and Throat Disease, Spesific Form of Chronic

Laryngitis.2005

34