LARANGAN VISUALISASI DALAM KONTEKS GAMBAR NABI...
Transcript of LARANGAN VISUALISASI DALAM KONTEKS GAMBAR NABI...
LARANGAN VISUALISASI DALAM
KONTEKS GAMBAR NABI MUHAMMAD
SAW
(Studi Analisis Hadis Dan Historis)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Ilmu Agama Islam
Oleh:
FADILAH YUSUF
NIM: 212.4.10.492
KONSENTRASI ULUM AL-QUR’AN DAN ULUM AL-HADIS
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1437 H/2016 M
iv
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fadilah Yusuf
NIM : 212410492
Tempat/Tanggal Lahir: Bekasi, 24 Oktober 1982
Menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Larangan Visualisasi Dalam
Konteks Gambar Nabi Muhammad Saw (Studi Analisis Hadis Dan Historis)”
adalah benar-benar asli karya tulis saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah
disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 14 Shafar 1437 H
26 November 2015 M
Fadilah Yusuf
v
بسم الله الرحن الرحيم KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah Swt, dzat
yang telah memberikan rahmat dan melimpahkan berbagai nikmat dan
karunianya, khususnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
penulisan tesis yang berjudul Larangan Visualisasi Dalam Konteks Gambar
Nabi Muhammad Saw (Studi Analisis Hadis Dan Historis).
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, para keluarga, para sahabat dan umatnya yang selalu setia
mengikutinya hingga akhir masa.
Penulis menyadari adanya banyak sekali bantuan dari berbagai pihak
baik berupa do’a, dukungan, motivasi, kritik dan saran selama menyelesaikan
tesis ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Dengan ini
penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu, baik berupa moril maupun materil,
terutama kepada:
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah
T. Yanggo, MA., sebagai penanggung jawab Program Pascasarjana IIQ
Jakarta.
2. Direktur Program Pascasarjana IIQ Jakarta, Bapak Dr. KH. Ahmad Munif
Suratmaputra, MA., sebagai pelaksana proses Program Pascasarjana IIQ
Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Said Agil Husein al- Munawwar, MA., selaku
pembimbing penulis, yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing, mengarahkan dan memberi motivasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik.
4. Bapak Dr. H. Sahabuddin, MA., selaku pembimbing penulis yang banyak
memberikan arahan khususnya dalam metodologi dan wawasan yang
terkait dengan penulisan tesis ini.
5. Segenap dosen Program Pascasarjana yang telah membaktikan ilmunya,
membimbing dan mengarahkan penulis selama menimba ilmu di IIQ
Jakarta, jasamu sungguh besar semoga Allah selalu memberkahimu dan
semoga ilmu yang telah diajarkan menjadi amal jariyah yang memberikan
manfaat di akhirat kelak.
6. Seluruh staf, karyawan dan pustakawan IIQ, yang telah memberikan
fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk membaca dan melakukan
penelitian dalam rangka menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada kedua orang tua penulis, H. Cecep Sudjaya rahimahullah dan
Mamahku tercinta Hj. Nani Maryanih, serta kedua mertua penulis Drs. H.
vi
Ali Sobari, MN dan Ustadzah Hj. Neneng Yuhana Yunus, S.E., yang
selalu memberikan motivasi dan senantiasa mendo’akan penulis.
8. Kepada istriku tercinta, Bariyah Kusuma Dewi, S. K. M., dan anak-anakku
tersayang Muhammad ayyasya Dhiyaul Haya dan Syamili dhiyaul Hubbi
yang dengan penuh kesabaran, kegigihan, keceriaan dan tawakal dalam
mendampingi penulis. Terima kasih atas motivasi, inspirasi dan do’a-
do’amu sayang.
9. Kepada Yayasan Pendidikan Putradarman Ibu Dr. H. Agustini .SW., M.
Pd., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan study
di Pascasarjana IIQ Jakarta, semoga segala kebaikan beliau akan dibalas
oleh Allah Swt di dunia dan akhirat kelak. Âmîn….
10. Kepada saudara-saudara penulis yang tiada hentinya memotivasi penulis
baik moril maupun materil.
11. Kepada teman-teman dewan guru Putradama Islamic School yang
menjadi inspirasi dan memberi semangat selama dalam menyelesaikan
tesis ini. Antara lain Abi Arya, Abi Jauhar, Abi Dadang, Pak Agi, Pak
Abas, Pak Rendra serta seluruh teman-teman mahasiswa Pascasarjana
Ulum Al-Qur’an dan Ulum Al-Hadis IIQ Jakarta.
Akhirnya, hanya kepada Allah Swt penulis memohon semoga amal
baik dari berbagai pihak diterima dan mendapatkan ganjaran yang berlipat
ganda. Dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya kepada
penulis dan kepada para pembaca umumnya.
Jakarta, Muharram 1437 H
November 2015 M
Penulis
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam tesis ini berpedoman
kepada buku “Pedoman Akademik Program Pascasarjana” yang diterbitkan
oleh Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, 2011:
1. Konsonan
ARAB LATIN ARAB LATIN
th : ط a : أ
zh : ظ b : ب
‘ : ع t : ت
gh : غ ts : ث
f : ف j : ج
q : ق ẖ : ح
k : ك kh : خ
l : ل d : د
m : م dz : ذ
n : ن r : ر
w : و z : ز
viii
h : ه s : س
, : ء sy : ش
y : ي sh : ص
dh : ض
2. Vokal
Vocal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fatẖah : a ا : â ai : ..… ي
Kasrah : I ي : î au : ...... و
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti huruf-huruf al-qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf 1 (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
ة دين ة al-Baqarah : ا لب قر al-Madinah : ا لم
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf al-syamsiyah,
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
ا لشمس ar-rajulu : ا لرجل : asy-syamsu
ix
4. Singkatan-singkatan
Swt. Subẖânahu Wata’âlâ
Saw. Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam
a.s. ‘Alaihissalâm
H. Tahun Hijriyah
M. Tahun Masehi
h. Halaman
cet. Cetakan
tt.p. tanpa tempat penerbit
t.p. tanpa penerbit
t.t. tanpa tahun
HR. hadis riwayat
Q.S. Al-Qur’an surat
x
ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari munculnya beberapa kasus visualisasi
sosok Nabi Muhammad Saw dalam bentuk karikatur, lukisan dan film,
seperti kasus visualisasi sosok Nabi Muhammad Saw yang telah dimuat
dalam buku “Al-Qur’an dan Kehidupan Muhammad”, yang ditulis Kory
Blotikn dan telah memuat dua belas karikatur yang menghina Nabi
Muhammad Saw. Demikian pula dengan kasus diproduksinya sebuah film
amatir berjudul Innocence Of Muslims yang marak beredar di Youtube. Film
Innocence Of Muslim berisi tentang Nabi Muhammad Saw yang
digambarkan sebagai phedofil, homoseksual dan pembunuh, yang
menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat luas, ada yang setuju dan
tidak sedikit pula yang menentang, karena bertentangan dengan akidah Umat
Islam dan Ijma Ulama yang melarang memvisualisasikan Nabi Muhammad
Saw dalam bentuk karikatur, gambar, lukisan, maupun film.
Visualisasi Nabi Muhammad Saw adalah suatu permasalahan yang
terus menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, bukan hanya di
kalangan orang awam, akan tetapi juga sampai kepada akademisi dan ilmuan.
Adanya beberapa kejadian visualisasi Nabi Muhammad Saw yang sering
terjadi di beberapa negara Eropa dan Barat (Denmark, Perancis, Jerman, dan
lain-lain) seperti beberapa kasus di atas semakin membuat masalah ini
menarik untuk dibahas.
Sebagian orang menganggap bahwa visualisasi Nabi Muhammad Saw
adalah hal yang diperbolehkan dalam Syariat Islam, sementara sebagian yang
lain menganggap bahwa hal tersebut bertentangan dengan hadis-hadis sahih
yang melarang tentang menggambar makhluk yang bernyawa. Dalam hal ini
sebagian besar ulama sepakat bahwa menggambar makhluk yang bernyawa,
dalam hal ini sosok Nabi Muhammad Saw dilarang.
Fakta tersebut membuat masalah ini sangat menarik untuk dikaji, hal
tersebut juga mendorong penulis untuk mengungkap faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya visualisasi Nabi Muhammad Saw, bagaimana
otentisitas hadis-hadis yang berbicara tentang masalah ini, dan bagaimana
sosio-historis kondisi masyarakat Arab pada saat hadis-hadis tentang masalah
ini disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan tematik (maudhû’i), yaitu
mengumpulkan data berupa hadis-hadis yang berkaitan dengan topik
larangan memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw untuk di takhrîj terutama
yang terdapat dalam al-kutub at-tis’ah guna mengungkap hadis-hadis dari
sumber aslinya. Kemudian dicari relevansi suatu hadis dengan hadis lainnya
dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Di mana penelitian ini
berusaha menggambarkan secara utuh konsep larangan memvisualisasikan
xi
Nabi Muhammad Saw dalam perspektif hadis-hadisnya. Sebelumnya data
yang diperoleh diproses dan dianalisa secara proporsional. Yakni dengan
memahami hadis-hadis terutama yang berkaitan dengan larangan
memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw dengan memaparkan aspek yang
terkandung di dalam hadis, meliputi pemahaman terhadap kata dan kalimat,
asbâbul al-wurûd dan pemahaman yang pernah diberikan oleh nabi, sahabat,
tabi’in, dan pensyarah lainnya dari berbagai disiplin ilmu, seperti Bahasa,
hukum, pendidikan, dan lainnya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah Para ulama
sepakat bahwa membuat ataupun memajang gambar atau lukisan makhluk-
makhluk yang bernyawa, dalam hal ini sosok Nabi Muhammad Saw dengan
tujuan menandingi atau meniru ciptaan Allah Swt, maka hal ini dilarang
secara tegas, sebab dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan, seperti
menyembah gambar atau lukisan tersebut sebagaimana yang terjadi pada
masa jahiliyah. Hadis-hadis tentang masalah ini berderajat shaẖîẖ lizâtih.
Hikmah di balik larangan memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad Saw
dalam bentuk film, foto, gambar bergerak, karikatur dan sejenisnya dapat
menjaga akidah Umat Islam dari kerusakan dan kehancuran, menghormati
dan memuliakan kedudukan beliau sebagai rasul utusan Allah Swt.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 18
C. Pembatasan, dan Perumusan Masalah ....................................................... 18
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitiaan ............................................................ 19
E. Metodologi Penelitian ............................................................................... 19
F. Kajian Pustaka ............................................................................................ 22
G. Sistematika Pembahasan .......................................................................... 24
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SENI LUKIS
A. Pengertian Seni Lukis ............................................................................... 27
B. Persamaan dan Perbedaan antara ) ................................... 31
C. Macam-macam Seni Lukis Berdasarkan Tujuan Pembuatannya ............. 44
D. Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis .................................................... 45
E. Dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Hukum Lukisan Makhluk
Bernyawa ....................................................................................................... 50
1. Dalil Al-Quran .................................................................................. 50
2. Dalil As-Sunnah ................................................................................ 53
F. Pendapat Para Ulama tentang Hukum Lukisan Makhluk Bernyawa ........ 56
xiii
BAB III KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG
LARANGAN MENGGAMBAR MAKHLUK YANG BERNYAWA
A. Takhrij dan Klasifikasi Hadis ................................................................... 61
B. I’tibar dan Pembuatan Skema Hadis ........................................................ 81
C. Naqd as-Sanad (Kritik Sanad) .................................................................. 97
D. Naqd al-Matan (Kritik Matan) ............................................................... 106
E. Natijah (Kesimpulan) .............................................................................. 108
BAB IV MEMAHAMI HADIS-HADIS LARANGAN VISUALISASI
DALAM KONTEKS GAMBAR NABI MUHAMMAD SAW SECARA
KOMPREHENSIF DAN BENAR
A. Hadis-hadis tentang Visualisasi Nabi Muhammad Saw Secara Verbal..111
B. Hikmah di Balik Larangan Memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw..127
C. Pandangan Ulama tentang Larangan Memvisualisasikan Nabi Muhammad
Saw .............................................................................................................. 131
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 149
B. Saran ........................................................................................................ 150
DAFTAR PUSTAKA
BIOGRAFI PENULIS
1
LARANGAN VISUALISASI DALAM KONTEKS GAMBAR NABI
MUHAMMAD SAW
(Studi Analisis Hadis Dan Historis)
A. Latar Belakang Masalah
Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi
terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah,
apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia,
atau fitrah yang dianugrahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya1.
Seni dalam pengertiannya yang paling universal selalu
diidentifikasikan sebagai sebuah keindahan karena keindahan di sini
merupakan unsur yang sangat urgen dalam seni. Herber Read menyebutkan
bahwa seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk
yang menyenangkan. Bentuk yang menyenangkan di sini diartikan sebagai
bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan2.
Dalam klasifikasi yang banyak diterima, seni juga merupakan salah
satu dari tujuh aspek integral penyusun suatu kebudayaan, disamping sistem
religi, sistem pengetahuan, sistem bahasa, sistem ekonomi, sistem teknologi
dan sistem sosial. Ia berkembang secara simultan dengan keseluruhan
kebudayaan yang bersangkutan3.
Dalam dustur agama Islam sendiri, hampir semua gologan dipastikan
sepakat bahwa seni merupakan fitrah dan tidak bertentangan dengan ajaran
agama, bahkan bentuk personifikasi pengajaran terdalam dari agama selain
selalu muncul dalam bentuk metafora, logika, juga kerap kali muncul dalam
bentuk simbol-simbol yang bersifat estetik4.
1Shidarta Auctioneer, Islamic Art, (Jakarta : PT Balai Lelang Horizon, 2007), h. 8.
2 Herbert Read , The Meaning of Art, (New York : Pinguin Book, 1959), h. 1.
3Ismail Raji’ al-Faruqy, Cultural Atlas of Islam. Terj. Hartono Hadi Kusumo,
(Yogyakarta :Yayasan Bentang Budaya, 1999), h. vi. 4 Hamdy Salad, Agama Seni, “Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik”,
(Yogyakarta : Semesta, 2000), Cet. Ke-1, h. 25. Lihat Yusuf al-Qardawi, al-Islam wa al-
Fann (Islam dan Seni), Alih bahasa : Zuhairi Misrawi, (Bandung : Pustaka Hidayah, 2000),
h. 13.
2
Hal ini didasarkan pada dalil bahwa Nabi Saw menjelaskan dalam
sabdanya:
يعا عن يي ار وإب راهيمح بنح دينار ج دح بنح بش ث ن ومحم دح بنح المح ث نا محم حدعبةح عن أبان بن ثن يي بنح حاد أخب رنا شح ث ن حد بن حاد قال ابنح المح
قيمي عن إب راهيم النخعي عن علقمة عن عبد الله بن ت غلب ع ن فحضيل الفحلح النة من كان ف ق لبه مسعحودعن النب صلى اللهح عليه وسلم قال ل يدخح
ل إ ون ث وبحهح حسنا ون علحهح مث قالح ذرة من كب قال رجح ب أن يكح ل يح ن الرجحرح بطرح الق وغمطح الناس ب المال الكب يل يح 5.حسنة قال إن الله ج
مسلم(رواه )
Artinya: “telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-
Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar serta Ibrahim bin Dinar
semuanya dari Yahya bin Hammad, Ibnu al-Mutsanna berkata, telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad telah mengabarkan
kepada kami Syu'bah dari Aban bin Taghlib dari Fudlail al-Fuqaimi
dari Ibrahim an-Nakha'i dari Alqamah dari Abdullah bin Mas'ud dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak akan
masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi
dari kesombongan." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya laki-
laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk
kesombongan)?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan, kesombongan itu menolak kebenaran dan
meremehkan manusia”. (HR. Muslim)
dan bahkan Al-Qur’an sendiri dipandang mengandung nilai artistik yang
sangat tinggi6.
5 Muslim ibn Hajjaj, Shaẖîẖ Muslim, no. 147, Kitâb al-Imân, Bâb Tahrîm al-Kibr
wa Bayânihi, (Beirut: Dâr Ibn Hajm, 1416 H), Cet. Ke-1, h. 93. 6 Yusuf al-Qardawi, al-Islam wa al-Fann (Islam dan Seni), h. 29.
3
Islam sendiri pernah melahirkan berbagai macam karya seni yang
mampu mencerahkan peradaban yang unik, yang berbeda dengan peradaban
lain; seperti kaligrafi, ornamen dan ukiran yang banyak menghiasi masjid,
rumah, gagang pedang, bejana-bejana yang terbuat dari kuningan, kayu,
tembikar dan lain sebagainya7.
Namun di sisi lain, dalam kajian keislaman, dialektika tentang seni
selalu saja seperti tertumbuk pada sebuah jalan buntu. Kesan tersebut muncul
akibat adanya sikap ambivalensi (pertentangan) kaum muslim sendiri dalam
menghadapi persoalan seni, sehingga para seniman muslim lebih memilih
bersikap menghindar dari kemungkinan menuangkan ide-ide seninya8.
Dari sekian banyak jenis seni, seni lukis yang merupakan salah satu cabang
seni yang menginduk pada cabang seni rupa adalah salah satu disiplin yang
paling banyak mendapatkan sorotan oleh kaum muslim9.
Tidak semudah seperti ketika membicarakan seni rupa lainnya, seperti
halnya arsitektur, kerajinan, dan kaligrafi, seni lukis dalam kesenian Islam
lebih banyak mendapat sorotan dan pembahasan dari para ahli hukum Islam.
Dalam hal ini terjadi ambivalensi dikalangan para ahli hukum Islam
mengenai persoalan boleh atau tidaknya atau bahkan halal dan haramnya
melukiskan makhluk-makhluk bernyawa, seperti manusia dan binatang.
Berbagai macam pendapat dan pembahasan bermunculan dari para ulama dan
pakar Islam, baik klasik maupun modern, tentang boleh tidaknya melukis
atau menggambar makhluk bernyawa10
.
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Islam, bahwa pada awal-awal kelahiran Islam Rasulullah Saw
melarang terhadap seni lukis yang mengarah pada penggambaran makhluk-
makhluk hidup, baik manusia maupun binatang.
7 Yusuf al-Qardawi, al-Islam wa al-Fann (Islam dan Seni), h. 12.
8 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam : Pertumbuhan dan perkembangannya,
(Bandung : Angkasa, 1993), h. 132, lihat Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), Cet. I, Jilid 3, h. 1016, lihat juga ShiDârta
Auctioneer, Islamic Art, h. 9. 9 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam : Pertumbuhan dan perkembangannya, h.
131. 10
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam : Pertumbuhan dan perkembangannya,h.
132.
4
Sebagaimana yang pernah beliau nyatakan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhârî: نا مع ث نا العمشح عن محسلم قال كح فيانح حد ث نا سح ث نا الحميدي حد حدعتح عبد الله ته تاثيل ف قال س ي ف رأى ف صحف مسرحوق ف دار يسار بن نح
عتح النب صلى اللهح عليه وسلم ي قحولح إن أشد الناس عذابا عند الله قال س صورحون البخارى(رواه ) .11ي وم القيامة المح
Artinya: “Al-Humaidî menceritakan kepada kami, ia berkata:”Sufyan
menceritakan kepada kami,” ia berkata: “al-A’masy menceritakan
kepada kami dari Muslim”, ia berkata kami pernah bersama Masruq di
rumah Yasar bin Numair ketika ia (Masruq) melihat beberapa lukisan
di dinding rumah tersebut ia berkata: aku pernah mendengar Abdullah
berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling pedih siksaanya dari Allah pada
hari kiamat kelak adalah para pelukis” (HR. al-Bukhârî)12
.
Mayoritas ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan hadis di atas
adalah para pelukis yang melukis makhluk hidup atau bernyawa, seperti
manusia dan binatang13
.
Akhir-akhir ini muncul beberapa kasus visualisasi sosok Nabi
Muhammad Saw dalam bentuk karikatur, lukisan bahkan film. Read Holihul,
seorang tokoh Islam Denmark, mengatakan bahwa kisah pelecehan itu
bermula dari buku yang melecehkan Islam, Al-Qur’an dan Kehidupan
Muhammad, yang ditulis Kory Blotikn dan telah memuat dua belas karikatur
yang menghina Nabi Muhammad Saw. Dalam salah satu karikatur itu, Nabi
Muhammad Saw digambarkan sebagai lelaki yang menggunakan sorban
berbentuk bom. Melalui karikatur-karikatur itu, Nabi Muhammad Saw dan
11 Muhammad ibn Ismail, Shaẖîẖ Al-Bukhârî , Kîtab al-Libâs, Bâb ‘Adzâb al-
Mushowwirîn Yaum al-Qiyâmah, Jilid 7, no. 5950, (Damaskus : Dâr Thuq an-Najah, 1422
H), h. 167. 12
Semua terjemah pada teks hadis penulis kutip dari Lidwa Pusaka i-Software
- Kitab 9 Imâm Hadîtst : 2010. 13
Majlis Ulama Afrika Selatan, Fotografi Mengikut Hukum Islam, Alih Bahasa :
Siti Rabi’ah Sarnap dan Hamizan Hussin, (Johor : Daiwal Corp. Printers & Book Ibnders), h.
78.
5
Islam dilecehkan sebagai penebar bom dan teroris. Penulis itu kemudian
menyampaikan idenya kepada Jylland Posten pada 30 September 2005
meminta para kartunis dan karikaturis untuk membuat gambar (kartun) yang
melecehkan pribadi Nabi Muhammad Saw untuk kemudian dijadikan
lampiran bukunya yang terbit pada 24 Januari 200614
.
Penggambaran sosok Nabi Muhammad Saw pun berlanjut pada
tahun-tahun berikutnya dengan diproduksinya sebuah film amatir berjudul
Innocence Of Muslims yang marak beredar di Youtube. Film Innocence Of
Muslim berisi tentang Nabi Muhammad Saw yang digambarkan sebagai
phedofil, homoseksual dan pembunuh15
.
Dalam Al-Qur’an dan Hadis tidak ada satupun ayat atau riwayat yang
secara eksplisit melarangan untuk memvisualisasi16
kan Nabi Muhammad
Saw dalam bentuk karikatur, lukisan, foto atau pun film. Tetapi masalah
larangan memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad Saw dalam bentuk
gambar baik bergerak atau tidak bergerak, adalah perkara yang sudah
dihukumi sebagai sesuatu yang haram. Zarkasih Ahmad, Lc. MA salah
seorang pengasuh LDK SALIM UNJ mengatakan Bahkan keharamannya
sudah menjadi ijma’ di kalangan ulama sejak dulu sampai sekarang ini,
walaupun ini tidak sampai pada sesuatu yang ma’lum min al-Dîn bi al-
Dharûrah17
. Dan hal ini lebih terkait dengan keharusan menjaga kemurnian
akidah kaum muslimin.
14
Republika, 13 Februari 2006. Buletin Dakwah ASH-SHAF, Edisi 96/Tahun
III/Muharram 1427 H. Diunduh 27 Desember 2014. 15
http://hukum.kompasiana.com/2012/09/15/amerika-harus-bertanggung-jawab-
atas-film innocence-of-muslims-487123.html. Diunduh 27 Desember 2014 16
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti visualisasi adalah 1) pengungkapan
suatu gagasan atau pesanan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (katadan angka),
peta juga grafik. 2) proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk disajikan lewat televisi
oleh produser. Lihat. DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka,
1990), Cet. Ke-3. Lihat juga JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994), Cet. Ke-3. 17
Lembaga Dakwah Kampus Sahabat Muslim Universitas Negeri Jakarta (LDK
SALIM UNJ), http://salimunj.com/s2/2015/01/13/inilah-hukum-menggambar-wajah-nabi.
Diunduh 28 Januari 2015.
6
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut yang melarang melukis
makhluk hidup:
ث نا أنسح بنح عياض عن عحب يد الله عن نافع أن نذر حد ث نا إب راهيمح بنح المح حدما أخب رهح هح ول الله صلى اللهح عليه عبد الله بن عحمر رضي اللهح عن أن رسح
بحون ي وم القيامة ي حقالح لحم وسلم قال إن الذين ي صن عحون هذه الصور ي حعذ البخارى(رواه .)18 أحيحوا ما خلقتحم
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir
telah menceritakan kepada kami Anas bin Iyadl dari 'Ubaidullah dari
Nafi' bahwa Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma telah
mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang membuat
gambar-gambar ini akan disiksa di hari Kiamat, di katakan
kepadanya; "Hidupkanlah apa yang telah kamu gambar ini” (HR. al-
Bukhârî ).
Dan beberapa hadis lain yang menyebutkan larangan melukis, secara
redaksional menegaskan larangan berbagai bentuk lukisan dan seni pahat
(patung). Jika kita terburu-buru dan hanya memaknai hadis tersebut secara
tekstual, maka larangan lukisan dan patung akan menjadi sebuah keharaman
mutlak yang berlaku kapan dan dimanapun itu. Akan tetapi, untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif alangkah baiknya jika
kita menelisik kembali sejarah dan dalam konteks bagaimana hadis itu
disabdakan.
Beranjak dari setting sosio-historis kondisi masyarakat Arab pada
waktu itu, ternyata umat Islam belum lama sembuh dari penyakit-penyakit
syirik yakni menyekutukan Allah dengan menyembah berhala, patung dan
sebagainya. Sejarah menyebutkan bahwa awal mula penyembahan patung
sebenarnya bermula dari sikap orang-orang pada zaman Nabi Nuh a.s yang
berlebihan dalam mengagungkan orang saleh. Setelah meninggal, mereka
kemudian membuat patung orang-orang saleh tersebut. Karena semasa
18
Muhammad ibn Ismail, Shaẖîẖ Al-Bukhârî , Kîtab al-Libâs, Bâb‘Adzâb al-
Mushowwirîn Yaum al-Qiyâmah, Jilid 7, no. 5951 (Damaskus : Dâr Thuq an-Najâh, 1422
H), h. 167.
7
hidupnya diagung-agungkan oleh masyarakat, maka setelah meninggal,
patung-patung orang salih tersebut lama-kelamaan dijadikan sebagai sesuatu
yang suci bahkan sebagai sesembahan. Dalam kapasitasnya sebagai rasul.
Nabi Muhammad Saw berusaha keras agar masyarakat umat Islam waktu itu
benar-benar sembuh dari kemusyrikan tersebut. Salah satu cara yang
ditempuh adalah dengan mengeluarkan fatwa larangan melukis,
memproduksi, atau memajang lukisan atau berhala (patung). Bahkan disertai
dengan ancaman yang sangat keras. Imam al-Thabarî mengatakan: yang
dimaksud dengan pelukis pada hadis ini adalah orang yang melukis segala
sesuatu yang diciptakan untuk disembah19
. Dengan demikian, larangan
adanya lukisan atau patung tidak terlepas dari wujud penghambaan dan
pengkultusan terhadapnya.
Meski umat Islam telah mendapatkan ajaran tauhîd, Nabi tetap
merasa khawatir terhadap umatnya jika dibiarkan membuat dan memampang
patung. kondisi semacam ini sesuai dengan sabâb wurûd hadîts ini20
.
19
Al-Asqallanî, Fatẖ al-Bârî fî Syarẖ Shaẖîẖ al-Bukhârî , Juz 10, (Beirut: Dâr al-
Ma’rifah, 1379 H), h. 383. 20
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
ور عن مح ث نا منصح مد حد ث نا عبدح العزيز بنح عبد الص ث نا نصرح بنح علي الهضمي حد نتح مع مسرحوق ف ب يت فيه تاثيلح مري حد سلم بن صحب يح قال كحعتح عبد الله بن مسعحود ي قحو ف قال مسرحوق هذا تاثي ولح الله صلى اللهح عليه وسلم لح كسرى ف قحلتح ل هذا تاثيلح مري ف قال مسرحوق أما إن س قال رسح لح
صورحون (ممسلرواه ) .أشد الناس عذابا ي وم القيامة المحArtinya: “Telah menceritakan kepada kami Nashr bin 'Ali Al Jahdhami; Telah
menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdush Shamad; Telah
menceritakan kepada kami Manshur dari Muslim bin Shubaih dia berkata;
"Aku pernah bersama Masruq di sebuah rumah yang di dalamnya ada patung
Maryam. Masruq berkata; 'Ini adalah patung raja Kisra, aku katakan;
'Bukan, tapi ini adalah patung Maryam. Masruq berkata; 'Aku mendengar
Abdullah bin Mas'ud berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat kelak
adalah orang yang suka menggambar”. (HR. Muslim)
Pada hadis di atas diceritakan bahwa suatu saat Ibn Shubaih bersama Masruq
memasuki rumah yang didalamnya terdapat patung Maryam. Maka Masruq pun
mengingatkan bahwa Ibn Mas’ud telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw telah
mengancam orang-orang pembuat patung. lihat: Ibrahim ibn Muhammad Kamaluddin yang
terkenal dengan Ibnu Hamzah al-Dimsyaqi al-Husaini, al-Bayân wa al-Ta’rîf fî Asbâb
Wurûd al-Hadîts al-Syarîf. (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyyah, tt), juz II, hlm. 40. Lihat Juga
Muslim ibn Hajjaj, Shaẖîẖ Muslim, no. 147, Kitâb al-Libâs wa Zînah, Bâb Lâ Tadkhul al-
Malâikah Baytan fîhi Kalbun wa lâ Shûroh, h. 1670.
8
Pendapat hukum gambar atau secara khusus visualisasi Nabi
Muhammad Saw secara garis besar dapat dibagi menjadi empat (4)
kelompok, yaitu:
pertama, mereka yang melarang keras segala rupa patung, gambar,
karikatur dan foto dengan alasan patung dan gambar dapat menjadi sarana
kesyirikan, karena awal mula dari kesyirikan dan kekufuran adalah adanya
pemujaan terhadap patung dan berhala. Selain itu terdapat hadis yang
menyatakan dengan jelas larangan menciptakan sesuatu yang menyerupai
ciptaan Allah.
Kedua, mereka yang membolehkan pembuatan lukisan, karikatur, foto
dan patung karena di masa sekarang tauhîd telah melekat dalam jiwa umat
Islam dan tidak dikhawatirkan lagi terjadi syirik disebabkan lukisan,
karikatur, foto dan patung-patung tersebut21
. Mereka berdalil dengan apa
yang disabdakan Rasulullah Saw, yaitu :
ث يم عن شهر بن حوشب عن ث نا عبدح الرزاق أخب رنا معمر عن ابن خح حدم قالحوا أساء بنت يزيد ياركح م ب أن النب صلى اللهح عليه وسلم قال أل أحخبحكح
و م ب لى يا رسح ل الله قال الذين إذا رحءحوا ذحكر اللهح ت عال ثح قال أل أحخبحكحون ب ي الحبة الباغحون للب حرآء فسدح اءحون بالنميمة المح م المش بشراركح
(رواه أحد) .22العنت Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ibnu Khutsaim dari Syahr bin
Ḫausyab dari Asma' binti Yazid dia berkata, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Maukah aku kabarkan kepada kalian
orang yang paling baik di antara kalian?" mereka menjawab, "Tentu
wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "mereka yang jika dipandang
wajahnya akan membuat orang ingat kepada Allah Ta'ala." Kemudian
beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kalian orang yang
21
Pendapat ini disampaikan oleh salah seorang habib yang bernama Munzir ibn
Fuad Almusawa dalam rubrik tanya-jawab di website http://www.majelisrasulullah.org/. 22
Aẖmad ibn Muhammad ibn Ḫanbal, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn Ḫanbal, Bâb
Asma’ binti Yazîd, Jilid 45, no. 27599 (Damaskus : Mu’assasah ar-Risalah, 1421 H/2001),
h. 575.
9
paling jelek di antara kalian? Yaitu orang orang yang suka menebar
fitnah, yang merusak hubungan di antara dua orang bersaudara dan
menganiaya terhadap orang yang tidak disukai dengan
menyengsarakannya." (HR. Aẖmad).
Ketiga, Mereka yang membolehkannya secara mutlaq lukisan,
karikatur, foto dan patung hanya pada benda-benda tertentu dengan
memperhatikan zhohirnya hadis dan dibolehkan juga selama gambar tersebut
tidak di agungkan. Namun bagi kelompok ketiga ini tentunya berdalil
dengan apa yang pernah disabdakan juga Nabi Saw.
Di antara hadis tersebut adalah sebagai berikut:
ر عن بحسر بن ثن بحكي ث نا الليثح قال حد أخب رنا عيسى بنح حاد قال حدول الله صلى اللهح عليه وسلم سعيد عن زيد بن خالد ع ن أب طلحة أن رسح
لح الملئكةح ب يتا فيه صحورة قال بحسر ثح اشتكى زيد ف عحدناهح فإذا قال ل تدخحر فيه صحورة ق حلتح لعحب يد الله الول حبنا زيد عن الصورة على بابه ست ن أ
تسمعهح ي قحولح إل رقما ف ث وب رواه ) .23ي وم الول قال قال عحب يدح الله أ (أحد
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami ‘Isa bin Ḫammâd ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Laits ia berkata; telah
menceritakan kepadaku Bukair dari Busr bin Sa'id dari Zaid bin
Khalid dari Abu Thalẖah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang
di dalamnya terdapat gambar." Busr berkata, "telah sakit Zaid, maka
kami pun menjenguknya, dan ternyata di atas pintunya terdapat
gambar. Aku lalu berkata kepada ‘Ubaidillah Al Khaulani, "Bukankah
sejak hari pertama Zaid mengabarkan kepada kita?" Busr berkata,
‘Ubaidullah berkata, "Tidakkah engkau telah mendengarnya
mengatakan, kecuali gambar pada kain?" (HR. Aẖmad).
23
Aẖmad ibn Muhammad ibn Ḫanbal, Musnad al- Imâm Aẖmad ibn Ḫanbal, Bâb
Abî Thalhah Zaid bin Sahl, Jilid 26, no. 16345, h. 264.
10
Dalam redaksi hadis yang lain menyebutkan bahwa:
ث نا مالك عن أب النضر ث نا معن حد ث نا إسحقح بنح محوسى النصاري حد حدلنصاري أنهح دخل على أب طلحة ا عن عحب يد الله بن عبد الله بن عحتبة
ن يف قال فدعا أبحو طلحة إنسانا ي نزعح ي عحودحهح قال ف وجدتح عندهح سهل بن حح ت نزعحهح ف قال لن فيه تصاوير وقد قال فيه النب نطا تتهح ف قال لهح سهل
ي قحل إل ما كان رقما ف صلى اللهح عل يه وسلم ما قد علمت قال سهل أو (رواه الترمذي) .24ث وب ف قال ب لى ولكنهح أطيبح لن فسي
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Musa Al-Anshari
berkata, telah menceritakan kepada kami Ma'n berkata, telah
menceritakan kepada kami Malik dari Abu An-Nadhr dari Ubaidillah
bin Abdullah bin Utbah Bahwasanya ia pernah menjenguk Abu
Thalhah Al-Anshari. Ubaidullah berkata, "Aku melihat Sahl bin Ḫuanif
berada di sisinya." Ubaidullah melanjutkan, "Abu Thalhah lantas
memanggil seseorang agar mengambil permadani yang ada di
bawahnya. Sahl lalu bertanya, "Kenapa harus diambil?" Abu Thalhah
menjawab, "Sebab di dalamnya terdapat gambar. Dan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam juga telah bersabda mengenai hal itu
sebagaimana yang engkau ketahui." Sahl bertanya lagi, "Bukankah
Nabi mengatakan 'kecuali gambar yang ada pada kain? ' Thalhah
menjawab, "Benar, tetapi hal itu menjadikan hatiku lebih nyaman"
(HR. Tirmidzî).
Keempat, mereka tidak membolehkan menggambar sesuatu yang
bernyawa dan membolehkan yang tidak bernyawa. Dengan berdasarkan dari
hadis-hadis Nabi Saw, yang mengisyaratkan akan pelarangan pelukisan
makhluk hidup banyak dari para ulama klasik menyatakan pandangannya
bahwa syara telah mengharamkan yang demikian itu. Sedangkan hal yang
diperbolehkan untuk dijadikan obyek gambaran adalah sesuatu yang tidak
24
Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî, Kitâb al-Libâs,
Bâb Mâ Jâa fis shûroh, Jilid 4, (Mesir: Mathba’ah Musthofa al-Babiy al-Halabi, 1975), h.
230.
11
memiliki ruh atau nyawa, seperti bunga, tumbuhan, gunung dan
pemandangan alam25
.
Kelompok keempat ini berdalil dengan sabda Rasulullah Saw, sebagai
berikut:
ث نا يزيدح بنح زحريع أخب رنا عوف عن اب حد ث نا عبدح الله بنح عبد الوه حدل ماإذ أتاهح رجح هح نتح عند ابن عباس رضي اللهح عن سعيد بن أب السن قال كح
عة يدي وإن أصنعح هذه ف قال يا أبا عب ا معيشت من صن اس إن إنسان إنول الله صلى اللهح عتح رسح ثحك إل ما س التصاوير ف قال ابنح عباس ل أححد
عتحهح ي قحولح من صور صحور خ عليه وسلم ي قحولح س فح بحهح حت ي ن ة فإن الله محعذهح لح رب وة شديدة واصفر وجهح فيها الروح وليس بنافخ فيها أبدا ف ربا الرجح
ل شيء ليس ف جر كح يه ف قال ويك إن أب يت إل أن تصنع ف عليك بذا الشع سعيدح بنح أب عرحوبة من النضر بن أنس هذا رحوح قال أبحو عبد الله س
البخارى(رواه .)26الواحد Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin 'Abdul
Wahhab telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' telah
mengabarkan kepada kami 'Auf dari Sa'id bin Abi Al Hasan berkata;
Aku pernah bersama Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhu ketika datang
seorang kepadanya seraya berkata; "Wahai Abu 'Abbas, aku adalah
seorang yang mata pencaharianku adalah dengan keahlian tanganku
yaitu membuat lukisan seperti ini". Maka Ibnu 'Abbas berkata: "Aku
tidaklah menyampaikan kepadamu perkataan melainkan dari apa yang
pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang
25
Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhsiyah al-Islamiyah, Jilid 2, (Beirut : Dâr al-
Ummah, 1994), h. 363. 26
Muhammad ibn Ismail, shâẖîẖ Al-Bukhârî , Kitâb al-Buyû’, Bâb Bai’i at-
Tashôwîr al-latî laisa fîhâ Rûẖ, Jilid 3, no. 2225, h. 82.
12
Beliau bersabda: "Siapa yang membuat gambar lukisan, Allah akan
menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu
dan sekali-kali dian tidak akan bisa mendatangkanhya selamanya".
Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi
lalu berkata: "Bagaimana pendapatmu kalau aku tidak bisa
meninggalkannya kecuali tetap menggambar?" Dia (Ibnu 'Abbas)
berkata: "Gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak
memiliki nyawa". Berkata, Abu 'Abdullah Al Al-Al-Bukhârîy: Said bin
Abi 'Arubah mendengar dari An-Nadhar bin Anas sendirian.” (HR. Al-
Bukhârî).
Salah seorang ulama yang membolehkan memvisualisasikan Nabi
Saw adalah Habib Munzir bin Fuad Al-musawa,27
beliau berpendapat bahwa
mengkhayalkan atau menggambarkan wajah Rasulullah Saw adalah dari
kesucian hati, demikian penjelasan Guru Mulia kita, dan telah banyak sekali
riwayat shahih dan tsiqah bahwa para tabi’in bertanya tentang wajah
Rasulullah Saw, yang kemudian diriwayatkan oleh para sahabat, maka
mustahil mereka bertanya tentang wajah Nabi Saw yg kemudian mereka
mendapat jawabannya kecuali pastilah mereka mengkhayalkan wajah sang
Nabi Saw28
. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa mengenai foto orang-
27
http://www.majelisrasulullah.org/forums/search/menggambar+nabi/ Diunduh 28
Januari 2015. 28
Di antara dalil yang menggambarkankan bentuk fisik Nabi Muhammad Saw
adalah hadis yang diriwayatkan Imâm at-Tirmidzî dan Imâm Aẖmad di bawah ini:
دح بن الحسي م ث نا أبحو جعفر مح جر المعن واحد حد ب وعلي بنح حح ث نا عيسى بنح يحونحس بن أب حليمة من قصر الحنف وأحدح بنح عبدة الض قالحوا حدم ثن إب راهيمح بنح مح ث نا عحمرح بنح عبد الله مول غحفرة حد كان علي رضي اللهح عنهح إذا وصف النب صلى اللهح عليه د من ولد علي بن أب طالب قال حد
د وكان رب عة من القوم و ت رد غط ول بالقصي المح م ن بالطويل المح يكح م وسلم قال طه ن بالمح يكح بط كان جعدا رجل و ن بالعد القطط ول بالس يكحن ي أهدبح الشفار جليلح كلثم وكان ف الوجه تدوير أب يضح محشرب أدعجح العي شاش والكتد أجر ول بالمح ي والقدمي إذا المح دح ذحو مسرحبة شثنح الكف
و وة وهح ا يشي ف صبب وإذا الت فت الت فت معا ب ي كتفيه خاتح النب ح م صدرا مشى ت قلع كأن هح ا وأشرحح وأصدقح الناس لجة خاتح النبيي أجودح الناس كفم عشرة من رآهح بديهة هابهح ومن خالطهح معرفة أحبهح ي قحولح ن هح م عريكة وأكرمح لهح ول ب عدهح مث لهح وألي ن حهح أر ق ب (رواه الترمذي) .اعتحهح
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhammad ibn Al Husain ibn
Abu Halimah Dâri daerah Qahsril Ahnaf, dan Aẖmad ibn 'Abdah Adl Dlabbi serta Ali
ibn Hujr sedangkan (riwayatnya) semakna, mereka berkata; telah menceritakan
kepada kami Isa ibn Yunus telah menceritakan kepada kami Umar ibn Abdullah
bekas budak (yang telah dimerdekakan oleh) Ghufrah, telah menceritakan kepadaku
Ibrahim ibn Muhammad -salah seorang anak Ali ibn Abu Thalib- dia berkata;
Apabila Ali radliallahu 'anhu menshifati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dia
berkata; Beliau adalah sosok orang yang berpawakan tidak terlalu tinggi dan tidak
13
pula terlalu pendek, orang yang berpawakan sedang-sedang, rambutnya tidak kaku
dan tidak pula keriting, rambutnya lebat, tidak gemuk dan tidak pula kurus, wajahnya
sedikit bulat, kedua biji matanya sangat hitam, bulu matanya panjang, persendian-
persendiannya yang pokok besar, bahunya bidang, bulu dadanya lembut, tidak ada
bulu-bulu di badan, telapak kakinya tebal, jika berjalan seakan-akan sedang berjalan
di jalanan yang menurun, jika menoleh seluruh badannya ikut menoleh, di antara
kedua bahunya ada stempel kenabian yaitu stempel para Nabi, telapak tangannya
bagus, dadanya bidang, yang paling jujur bicaranya, yang lembut perangainya, yang
paling mulia pergaulannya, siapa pun yang tiba-tiba memandangnya tentu menaruh
hormat kepadanya, siapa yang bergaul dengannya tentu akan mencintainya." Dia
melanjutkan; "Aku tidak pernah melihat orang yang seperti beliau sebelum maupun
sesudahnya “(HR. Tirmidzî). Lihat Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmidzî, Sunan
at-Tirmidzî, Kitâb al-Manâqib, Bâb Mâ Jâa fî Shifatin Nabî Saw, no. 3638, Jilid 5, h.
599.
ث نا أبحو خالد ال ليمان حد عثاء علي بنح السن بن سح ثن أبحو الش ث نا عبد الله حد اج عن عحثمان عن أب عبد الله حد ليمانح بنح حيان عن حج حرح سحب ي بن ي عن نافع بن جح ئل علي رضي اللهح عنهح عن صفة النب صلى اللهح عليه وسلم ف قال ل قص المك ي ول طويل محشربا لونحهح ححرة حسن محطعم قال سح
ي ضخم الامة عر رجلهح ضخم الكراديس شثن الكف لهح ول ب عدهح صل الش أر مث لهح ق ب ا ي نحدرح من صبب أ كأن ى اللهح عليه طويل المسرحبة إذا مشى تكف (رواه أحد) .وسلم
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku
Abu Sya'tsa` Ali ibn Al Hasan ibn Sulaiman telah menceritakan kepada kami Abu
Khalid Al Ahmar, Sulaiman ibn Hayyan Dâri Hajjaj Dâri Utsman Dâri Abu Abdullah
Al Maki Dâri Nafi' ibn Jubair ibn Muth'im berkata; Ali Radhiallah 'anhu ditanya
tentang ciri-ciri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; "Tidak
pendek dan tidak terlalu tinggi, warna kulitnya putih kemerah-merahan, rambutnya
bagus dan bergelombang, tulang pngkalnya besar, Jari-jari tangannya kasar,
kepalanya besar dan rambut dadanya panjang. Jika beliau berjalan tegak seolah-
olah sedang turun ketempat yang rendah. Saya belum pernah menjumpai orang
seperti beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebelum dan sesudahnya "(HR. Aẖmad).
Lihat Aẖmad ibn Muhammad ibn Ḫanbal, Musnad al- Imâm Aẖmad ibn Ḫanbal,
Bâb Ali bin Abi Tholib, Jilid 2, no. 947, h. 258.
عاذ ث نا أب حد عاذ بن مح يدح الله بنح مح ثن أبحو عمرو العنبي عحب ث نا عبد الله حد عبةح عن ساك قال سألتح جابر بن سحرة عن صفة حد النب صلى اللهح ث نا شحوس العقب هح (رواه أحد) .عليه وسلم ف قال كان أشكل العي ضليع الفم من
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku
Abu Amru Al 'Anbari Ubaidullah ibn Mu'adz ibn Mu'adz telah menceritakan kepada
kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Syu'bah Dâri Simak berkata; Aku
bertanya pada Jabir ibn Samurah tentang sifat Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, ia
14
orang saleh maka tidak ada larangannya bahkan hal yang mulia, memajang
foto guru mulia dan orang saleh adalah hal mulia, sebagaimana sabda Nabi
Saw:
ث نا عبدح الله بنح فضل قال: حد ث نا بشرح بنح المح د قال: حد ث نا محسد حدث يم، عن شهر بن حوشب، عن أساء بنت يزيد قالت: قال عحثمان بن خح
م أل أحخبح »النب صلى اللهح عليه وسلم: م بياركح قالحوا: ب لى، قال: « كحم » م بشراركح قالحوا: ب لى، قال: « الذين إذا رحؤحوا ذحكر اللهح، أفل أحخبحكحون ب ي الحبة، الباغحون الب حرآء العنت » فسدح اؤحون بالنميمة، المح . 29«المش
البخارى(رواه )Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah
menceritakan kepada kami Bisyr bin al-Mufadhdhol berkata dari
Abdullah bin Utsmân bin Khutsaim dari Syahr bin Ḫausyab dari Asma'
binti Yazid dia berkata, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Maukah aku kabarkan kepada kalian orang yang paling
baik di antara kalian?" mereka menjawab, "Tentu wahai Rasulullah."
Beliau bersabda: "mereka yang jika dipandang wajahnya akan
membuat orang ingat kepada Allah Ta'ala." Kemudian beliau
bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kalian orang yang paling
jelek di antara kalian? Yaitu orang orang yang suka menebar fitnah,
yang merusak hubungan di antara dua orang bersaudara dan
menganiaya terhadap orang yang tidak disukai dengan
menyengsarakannya." (HR. al-Bukhârî).
Mengenai larangan memasang lukisan di masa Nabi Saw, yang
dilakukan sebagaimana para kuffar menggambar orang-orang saleh dan nabi
di masanya dahulu hal tersebut dilarang oleh Nabi Saw, karena disembah,
lalu menjawab, "Beliau bermata lentik, berbibir luas dan bertumit tipis"(HR.
Aẖmad). Lihat Aẖmad ibn Muhammad ibn Ḫanbal, Musnad al- Imâm Aẖmad ibn
Ḫanbal, Bâb Jabir ibn Samurah, Jilid 34, no. 20912, h. 464. 29
Muhammad ibn Ismail, al-Adab al-Mufrad , Bâb an-Namâm, Jilid 1, no. 323, h.
119.
15
namun jika justru untuk menambah ketakwaan kita pada Allah Swt maka hal
itu baik30
.
Adapun kelompok yang menolak visualisasi Nabi Muhammad Saw
berpendapat dengan menukil sabda Nabi Muhammad Saw, yaitu:
ث نا أبحو عوانة عن أب حصي عن أب صالح عن أب ث نا محوسى قال حد حدري رة يت هح ن ي ول تكت نحوا بكح وا باس عن النب صلى اللهح عليه وسلم قال تسم
يطان ل ي تمثلح ف صحور ومن كذب ومن رآن ف المنام ف قد رآن فإن الشدا ف ليتب وأ مقعدهح من النار البخارى(رواه .)31علي محت عم
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Musa telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Abu Hushain dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah ia berkata, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Berikanlah nama dengan namaku dan jangan
dengan julukanku. Karena barangsiapa melihatku dalam mimpinya
sungguh dia benar-benar telah melihatku, karena setan tidak sanggup
menyerupai bentukku. Dan barangsiapa berdusta terhadapku, maka
hendaklah ia persiapkan tempat duduknya dalam neraka.”(HR. Al-
Bukhârî).
Dalam hadis disebutkan larangan berbohong atas Nabi Saw dalam
bentuk umum, baik perkataan atau juga perbuatan. Dan memvisualisasikan
Nabi dalam sebuah gambar, atau pun karikatur tentu tidak akan pernah sama
dan sesuai dengan bentuk aslinya; karena tidak akan sesuai dan terlalu
banyak peran atau insting si artis (tukang seni) dalam karya tersebut. Tentu
ini sebuah kebohongan dalam bentuk perbuatan yang memang dilarang
dalam Islam32
.
30
http://www.majelisrasulullah.org/forums/search/menggambar+nabi/ Diunduh 28
Januari 2015. 31
Muhammad ibn Ismail, Shaẖîẖ Al-Bukhârî , Kitâb al-‘Ilm, Bâb Ism Man Kadzaba
‘alan Nabî Saw, Jilid 1, no. 110, h. 33. 32
Zakasih Ahmad, http://www.fimadani.com/hukum-memvisualisasikan-nabi-
dalam-gambar/ Diunduh 28 Januari 2015.
16
Pendapat senada juga dilontarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada tahun 1976. Menurutnya penggambaran Nabi Muhammad Saw dalam
bentuk apa pun, termasuk film, adalah dilarang oleh Islam. Fatwa itu
meminta kepada pemerintah untuk melarang setiap bentuk gambar Nabi Saw
di impor ke Indonesia dan dipertunjukkan kepada umum di Indonesia33
.
Pendapat yang sama juga dinyatakan al-Lajnah ad-Dâimah
menyatakan keharaman visualisasi Nabi Muhammad Saw, para sahabat dan
tabi’in dalam bentuk gambar bergerak atau tidak bergerak, sebab ditakutkan
adanya kebohongan-kebohongan dalam memvisualisasikan mereka34
.
Pandangan yang sama tentang haramnya memvisualisasikan Nabi
Muhammad Saw juga disampaikan oleh Ulama-ulama Timur Tengah,
diantaranya: Syaikh Mahmud Ansyur, yang merupakan mantan anggota
Lembaga Riset Islam Al-Azhar menyatakan bahwa sejak dahulu Al-Azhar
menolak untuk memvisualisasikan para nabi, termasuk sahabat nabi
Muhammad Saw dan haram hukumnya melakukan hal tersebut. Majma’ al-
Fiqh al-Islamiy (Komite Fiqh Islam, Saudi), Majma’ al-Buhûts al-Islamiyah
(Saudi) di fatwanya tahun 1972, begitu juga lembaga fatwa Mesir Dâr al-
Ifta’ al-Mishriyah di tahun 1980, serta lembaga fatwanya al-Azhar Mesir di
tahun 1968 menyatakan keharaman visualisasi Nabi Muhammad saw dalam
bentuk gambar bergerak atau tidak bergerak disimpulkan dari beberapa dalil
dan argument35
.
Jika memperhatikan beberapa teks hadis di atas yang dijadikan
pegangan para ulama, maka terlihat adanya perbedaan redaksi, sehingga
kemungkinan hal inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
memahami hadis-hadis nabi yang dilakukan oleh masyarakat.
Melacak autentisitas hadis yang bersumber dari Nabi tidaklah
mudah, karena hadis yang merupakan hasil reportasi dan
pengkodifikasiannya jauh sepeninggalan nabi. Oleh karena itu, untuk
medeteksi keaslian hadis tersebut digunakan metode sistem isnâd, yaitu
setiap hadis yang disandarkan kepada Nabi harus mempunyai serangkaian
33
Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa- fatwaMajelis Ulama Indonesia ( MUI):
Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta: INIS
1993), h. 108. 34
Al-Lajnah ad-Dâimah lil Buhûts al-‘ilmiyyah wal Ifta’, Fatawa al-Lajnah ad-
Dâimah, juz 26, (Riyad : al-IDâroh al-‘ammah ), h. 269. 35
Haiah Kibâril ‘ulama bil Mamlakah al-Arabiyyah as-Sa’ûdiyyah, Abhâts Haiah
Kibâril ‘ulamâ, Jilid 3, h.328. lihat Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz, Majmû’ Fatawâ,
(Riyadh : Muhammad ibn Saud), h. 413-417. lihat jugaMuhammad ibn Abdul Aziz al-
Musnad, Fatâwâ Islamiyah : Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, Jilid 4, h. 371-372.
17
sanad yang sampai kepada Nabi, untuk membuktikan validitas sebuah
hadis36
.
Para ulama dalam upaya memahami hadis lebih cenderung
memfokuskan pada riwayat dengan menekankan kepuasan dari sudut
gramatika, dengan pola episteme bayân37
. Kondisi ini akan menimbulkan
kendala, bila pemikiran-pemikiran yang dicetuskan oleh ulama terdahulu
dipahami sebagai status yang final dan dogmatis.
Oleh karena itu, untuk memahami status hadis, apakah ia adalah
hadîts shâẖiẖ38
, ẖasan39
, atau dha’îf40
, maka hadis tersebut perlu di takhrîj41
kemudian dilakukan kritik sanad dan kritik matan terhadap hadis tersebut
sehingga kita dapat mengambil kesimpulan (natijah) terhadap hadis yang
diteliti.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian
terhadap “Larangan Visualisasi dalam Konteks Gambar Nabi
Muhammad Saw (Studi Analisis Hadis dan Historis)” baik untuk
dilakukan, selanjutnya penulis mengangkatnya sebagai judul tesis.
36
Teori Validitas hadîts ini kemudian dikenal dengan istilah Ilmu Musthalah al-
Hadîts Dirayah Ulum al-Hadîts, lihat, Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts,
(Beirut: Dar al-Quran al-Karim,1979), Cet. Ke-2, h. 12. 37
Fazlur Rahman, Wacana Studi Hadîts Kontemporer (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2002), Cet. Ke-1, h. 141. 38
Hadîts Shaẖîẖ adalah hadis yang bersambung sanadnya, dinukil oleh orang yang
‘adil, dhabit, tanpa ada syadz dan ‘illat. Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts,
h. 33. 39
Hadîts hasan adalah setiap hadis yang diriwayatkan yang perawinya tidak
tertuduh berdusta dan hadîts tersebut tidak ada syadz. Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr
Musthalah al-Hadîts, h. 33. 40
Hadîts dhaif adalah hadis yang tidak mengumpulkan sifat-sifat hadîts Shaẖîẖ dan
hadîts hasan. Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts, h. 62. 41
Takhrîj secara Bahasa berasal Dâri kata: ج ج –خر تخريجا –يخر artinya
mengeluarkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah Takhrîj adalah menunjukkan asal usul
hadîts pada kitab sumbernya berdasarkan sanad-sanadnya. Maẖmûd Thaẖẖân, Ushûl at-
Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd (Maktabah al-Qahirah, 2005), h. 14-17.
18
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka
identifikasi masalah yang penulis teliti dalam tesis ini adalah:
1. Apakah larangan melukis dan menggambar dalam Islam hanya
dikhususkan untuk sosok Nabi Muhammad Saw atau untuk semua
makhluk yang bernyawa?
2. Mengapa Islam melarang umatnya untuk melukis dan
menggambar makhluk yang bernyawa?
3. Apakah visualisasi sosok Nabi Muhammad Saw yang terjadi
akhir-akhir ini dikarenakan faktor kesengangajaan atau faktor
ketidaktahuan?
4. Apa hikmah adanya larangan memvisualisasikan sosok Nabi
Muhammad Saw?
5. Bagaimanakah penafsiran ulama pada hadis-hadis larangan
menggambar dan melukis makhluk yang bernyawa?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka yang menjadi titik sentral dari kajian ini paling sedikit ada tiga
pokok pembahasan baik ynag menyangkut status Hadis-Hadis tentang
Larangan memvisualisasikan makhluk yang bernyawa dalam hal ini sosok
Rasulullah Saw, pandangan para ulama fiqih dan ulama Hadis baik yang
klasik maupun kontemporer tentang masalah ini serta kaitannya dengan
kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat pada masa kini.
Dengan demikian, penulis berharap kajian ini dapat mengarah pada
inti permasalahan yang menjadi topik pembahasan sehingga dapat menjawab
segala permasalahan untuk mendekatkan kita kepada pemahaman yang
benar.
Dengan adanya pembatasan masalah tersebut, penulis dapat
merumuskan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pentanyaan sebagai
berikut?
1. Bagaimana status hadis-hadis tentang larangan memvisualisasikan
makhluk yang bernyawa dalam hal ini sosok Nabi Muhammad
Saw?
2. Bagaimana pemahaman para ulama tentang hadis-hadis yang
berkaitan dengan larangan memvisualisasikan makhluk yang
bernyawa dalam hal ini sosok Nabi Muhammad Saw?
19
3. Apa hikmah adanya larangan memvisualisasikan sosok Nabi
Muhammad Saw?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sebagaimana diketahui bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh
seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu, maka demikian juga dengan
penulisan tesis ini mempunyai tujuan tertentu. Di antaranya adalah:
1. Untuk mengetahui status hadis-hadis yang berkaitan dengan
larangan memvisualisasikan makhluk yang bernyawa dalam hal
ini sosok Nabi Muhammad Saw dan mengungkap pemahaman
yang benar tentang larangan memvisualisasikan makhluk yang
bernyawa dalam hal ini sosok Nabi Muhammad Saw.
2. Untuk mengetahui peran dan fungsi adanya larangan
memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad Saw.
3. Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi S 2 di Pascasarjana IIQ
Jakarta.
Selanjutnya dari hasil penelitian ini, diharapkan berguna bagi para
pengkaji Islam, para cendikiawan dan umat Islam secara umum untuk
memiliki pengetahuan tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan
Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dan juga
untuk membuka wawasan kita dalam memahami hadis-hadis nabi.
Selain itu, penulis juga dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
dorongan untuk mencari minat peneliti lain khususnya di kalangan akademisi
dalam mengakaji ajaran-ajaran Islam secara Kâffah. Dan sebagai sumbangan
keilmuan dalam bidang hadis yang merupakan bagian dari hasanah keilmuan
Islam.
E. Metodologi Penelitian
Sebagaimana karya-karya ilmiah, setiap pembahasan masalah tentu
menggunakan metode untuk menganalisis permasalahan tersebut. Penelitian
ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu sebuah penelitian,
di mana data atau bahan-bahan rujukannya berasal dari buku-buku yang
berhubungan dengan tema.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis. Di mana
penelitian ini berusaha menggambarkan secara utuh konsep larangan
memvisualisasikan Nabi Muhammad dalam perspektif hadis-hadis Rasulullah
20
Saw. Sebelumnya data yang diperoleh diproses dan dianalisa secara
proporsional. Yakni dengan memahami hadis-hadis Rasulullah Saw terutama
yang berkaitan dengan larangan memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw
dengan memaparkan aspek yang terkandung di dalam hadis, meliputi
pemahaman terhadap kata dan kalimat, asbâbul al-wurûd dan pemahaman
yang pernah diberikan oleh nabi, sahabat, tabi’in, dan pensyarah lainnya dari
berbagai disiplin ilmu, seperti Bahasa, hukum, pendidikan, dan lainnya.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan tematik (maudhu’i), yaitu
menghimpun seluruh atau sebagian hadis yang berbicara mengenai topik,
dalam hal ini larangan memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw. Kemudian
dicari relevansi suatu hadis dengan hadis lainnya dengan menggunakan
berbagai metode dan pendekatan untuk mengungkap makna yang terkandung
sehingga dapat ditarik kesimpulan menyeluruh mengenai topik yang dikaji42
.
Penelitian dengan metode di atas dilakukan melalui beberapa langkah:
1. Mengumpulkan data berupa hadis-hadis yang berkaitan untuk di
takhrîj terutama yang terdapat dalam al-kutub at-tis’ah guna
mengungkap hadis-hadis dari sumber aslinya.
2. Melakukan kritik hadis (naqd as-Sanad dan naqd al-Matan) dan
penentuan kualitas hadis, termasuk sanad dan derajat kualitas
hadis atau hukum hadis bersangkutan43
. Jika hadis tersebut
terdapat dalam shaẖîẖ al-Bukhârî dan Muslim, maka penulis tidak
melakukan kajian yang mendalam mengenai kualitas hadis.
Penulis juga menggunakan pendapat ulama dalam memberikan
penilaian terhadap hadis-hadis tersebut.
3. Pemahaman dan analisis terhadap kandungan hadis dengan
memanfaatkan kitab-kitab syarah dan literatur yang relevan.
4. Membuat konstruksi dan deskripsi kandungan hadis berdasarkan
topik dan pembagiannya.
5. Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif.
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, dilakukan penelitian
terhadap sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
terdiri dari kitab-kitab Hadis induk, dalam hal ini penulis akan menggunakan
al-kutub as-sittah, seperti Shaẖîẖ al-Bukhârî , Shaẖîẖ al-Muslim, Sunan at-
42
Yusuf al-Qardhawi, al-Madkhal li Dirâsah as-Sunnah an-Nabawiyah, (kairo :
Maktabah Wahbah, 1412 H/1992 M), h. 128. 43
Maẖmûd Thaẖẖân, Ushûl at-Takhrîj wa Dirâsat al-Asânid (Kairo : Dâr al-Kutub
as-Salafiyah, 1982), h. 10. Dan Aẖmad Ibn Muhammad as-Shiddiq al-Ghimari, Ushûl at-
Tafrij bi Ushûl at-Takhrîj, (Riyadh : Maktabah Thabariyah, 1994), h. 13.
21
Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasâ’i, Sunan Ibn Mâjah. Sedangkan
sumber data sekunder adalah kitab-kitab syarah seperti Fatẖ al-Bârî karya
Ibn Hajar al-Atsqalanî, Syarah an-Nawawi ‘alâ Shaẖîẖ Muslim, dan juga
buku-buku fiqih yang terkait dengan masalah visualisasi (fiqih empat
mazhab), dan bahan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan
visualisasi Rasulullah Saw.
a. Metode Pengumpulan Data
Langkah awal penulis akan mengumpulkan data dari berbagai
literatur Hadis yang berkaitan dengan riwayat yang sedang
dibahas, yakni seluruh Hadis yang berkaitan dengan larangan
memvisualisasikan Rasulullah Saw dan sub bahasan yang
berkaitan dengan topik dalam enam kitab Hadis (al-Kutub at-
Tis’ah) sebagi rujukan utama sesuai dengan petunjuk kitab al-
Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadis an-Nabawi yang
memudahkan penulis dalam melacak Hadis-Hadis tersebut dan
mengklasifikasikan dalam tema dan sub tema. Kemudian merujuk
kepada kitab-kitab yang diarahkan oleh Mu’jam tersebut.
b. Analisis Kualitatif dan Hukum Hadis
Setelah data dikumpulkan kemudian dianalisis secara kritis
dengan menggunakan pendekatan kritik sanad Hadis yang
mengacu pada kaidah keshahihan sanad Hadis yaitu Hadis yang
bersambung sanadnya (muttashil)44
sampai kepada Rasulullah
44
Yang dimaksud dengan muttashil adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad
menerima riwayat dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan tersebut berlangsung sampai
akhir sanad. Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts, h. 33.
22
saw, kemudian perawinya tsiqah (‘adil45
dan dhâbith46
), serta
terhindar dari syadz47
dan ‘illat48
.
Sementara sanad yang akan dipilih dalam penelitian sanad Hadis-
Hadis yang termasuk dalam klasifikasi tema adalah sanad yang dianggap
sesuai menurut penulis. Kemudian meneliti seluruh perawi terkait sampai
sahabat jalur sanad tersebut kecuali mukharrij. Dalam penelitian sanad ini,
melihat komentar ulama baik mutaqoddimîn maupun muta’akhirîn.
F. Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai Rasulullah Saw secara umum sudah banyak
penulis temukan dalam berbagai literatur, baik dalam bentuk buku, maupun
skripsi. Namun penulis belum mendapatkan kajian khusus berupa buku,
skripsi, tesis maupun disertasi yang membahas khusus yang berkaitan dengan
visualisasi Rasulullah Saw dalam perspektif Hadis.
Di antara penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. “Islam dan Seni” ., sebuah buku karya Yusuf al-Qardawi, al-Islâm
wa al-Fann (Islam dan Seni), Alih bahasa : Zuhairi Misrawi, Bandung
: Pustaka Hidayah, 2000. Buku tersebut membahas tentang beberapa
jenis seni dalam pandangan Islam. Beliau mengatakan bahwa seni
merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka hukumnya sejalan
dengan hukum tujuannya. Kalau digunakan untuk tujuan yang halal,
maka hukumnya adalah halal. Kalau digunakan untuk tujuan yang
45
‘Adil adalah seorang perawi muslim, baligh, berakal sehat, tidak berbuat fasiq,
dan menjaga kehormatan. Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts, h. 33. 46
Dhâbith adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang didengarnya dan
mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia kehendakinya. Lihat Abu Abdillah
Muhammad ibn Abdurrahman as-Syakhawi, Fatẖ al-Mugits, Juz I (Kairo : Maktabah as-
Sunnah, 1995), h. 15. 47
Menurut asy-Syafi’i, suatu hadis mengandung syadz, bila hadis itu hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya
tidak meriwayatkan hadis itu, dan terdapat pertentangan dengan hadis yang diriwayatkan
banyak orang. Muhammad Syuhudi Ismail, Kaedah KeShaẖîẖan Hadîts (Jakarta : Bulan
Bintang, 1995), h. 139. 48
‘Illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadis.
Keberadaannya menyebabkan hadis yang zhahirnya tampak Shaẖîẖ menjadi tidak Shaẖîẖ.
Lihat Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts, h. 34.
23
haram maka hukumnya juga haram. Di dalam buku ini juga dibahas
tentang seni lukis dengan mengetengahkan ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadis-Hadis shahih Nabi Saw yang melarang dan mengharamkan
lukisan makhluk yang bernyawa dengan sangat keras dan bahkan
mengancamnya.
2. “Islam dan Seni Lukis (Studi Analisis Pendapat Imam an-
Nawawi Tentang Hukum Lukisan Makhluk Bernyawa)”., sebuah
skripsi yang di tulis oleh Sokhibun Ni’am, pada program S 1 al-
Ahwal al-Syahsiyah UIN Fakultas Syari’ah IAIN Wali Songo
Semarang , tahun 2006. Skripsi tersebut membahas tentang
Pandangan Imam Nawawi terhadap Hadis-Hadis Nabi yang
menunjukkan haramnya menyimpan atau membuat lukisan dengan
mengambil obyek makhluk bernyawa, yaitu gambar dalam bentuk
lukisan yang biasa dibuat oleh orang-orang jahiliyah untuk dipuja dan
diagungkan. Imam Nawawi berpandapat bahwa pekerjaan membuat
gambar atau lukisan dengan obyek makhluk bernyawa seperti
manusia dan binatang, baik dengan bentuk tiga dimensi (patung)
ataupun dua dimensi (lukisan) yang dipergunakan atau tidak
dipergunakan hukumnya adalah haram. Sedangkan membuat gambar
atau lukisan dengan obyek makhluk yang tidak bernyawa seperti
pohon, biji-bijian. dan pegunungan adalah halal hukumnya.
3. Mengenal Nabi Lebih Dekat Melalui Kitab Hadis al-Syama’il al-
Muhammadiyah, sebuah skripsi yang ditulis oleh Muamar, pada
program S 1 Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010. Skripsi tersebut lebih
cenderung membahas tentang kualitas sanad hadis-hadis Nabi yang
terdapat dalam kitab al-Syamâil al-Muhammadiyah, sementara tesis
ini membahas lebih luas tentang kualitas sanad hadis-hadis yang
terdapat dalam kutub at-Tis’ah yang tidak hanya membahas
visualisasi verbal Nabi Muhammad Saw, tetapi tesis ini juga memuat
tentang hadis-hadis larangan menggambar makhluk yang bernyawa,
lalu menghadirkan dan menghubungkan pandangan para ulama
tentang larangan menggambar makhluk yang bernyawa dengan
larangan menggambar sosok Nabi Muhammad Saw.
24
Selain dari tiga judul di atas, masih terdapat beberapa tulisan karya
ilmiah yang berkaitan dengan sosok Rasulullah saw seperti buku dan
skripsi49
.
Melihat judul-judul yang telah dikaji di atas baik berupa tesis, skripsi,
maupun buku, menunjukkan bahwa belum ada yang membahas secara khusus
kajian tentang larangan memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw (studi
analisis hadis dan historis). Sehingga dalam hal ini penulis akan melihat
hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini serta berbagai macam
pandangan ulama tentang masalah ini dan juga pengaruhnya di masyarakat.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan tesis ini, upaya yang ditempuh untuk
mendapatkan gambaran yang runtut sehingga mudah dipahami oleh pembaca
dengan memberikan sebuah sistematika sebagai berikut :
BAB I : Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah;
identifikasi masalah; pembatasan masalah; perumusan masalah; tujuan dan
kegunaan penelitiaan; sumber penelitian; metodologi penelitian; kajian
pustaka; kerangka teori penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Pada bab dua ini menjelaskan Tinjauan Umum Tentang Seni
Lukis Terdiri dari pengertian seni lukis, sejarah dan perkembangan dari seni
lukis, dalil-dalil normatif, Al-Qur’an dan as-Sunnah yang terkait dengan
hukum lukisan makhluk bernyawa serta pendapat para ulama tentang hukum
lukisan makhluk bernyawa.
BAB III : Bab ini penulis akan melakukan kegiatan takhrîj hadîts,
i’tibâr dan pembuatan skema hadis, kritik sanad dan matan serta meneliti
asbâb al-Wurûd al-Hadîts.
BAB IV : Membahas tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan
visualisasi Nabi Muhammad Saw secara verbal yang dilakukan oleh para
sahabat terhadap fisik beliau, hikmah di balik larangan memvisualisasikan
Nabi Muhammad Saw, serta pandangan para ulama Hadis dan para ulama
fikih tentang larangan memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw,
49
Di antara karya-karya tersebut adalah: al-Syamâil al-Muhammadiyah karya
Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmidzî, al-Anwâr fî Syamâilin Nabî al-Mukhtar karya
al-Baghowî, Syamâilir Rasûl Saw karya Ahmad bin Abdul Fattah az-Zuwawî, al-Syamâil al-
Syarîfah karya Jalaluddin as-suyuthi, Jam’ul Wasâil fi Syarh al-Syamâil karya Ali bin
(Sulthôn) Muhammad, Wasâil al-Wushûl ilâ Syamâil ar-Rasûl Saw karya Yusuf bin Ismail
bin Yusuf an-Nabhanî.
25
BAB V : Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan
saran-saran yang barangkali bisa dijadikan bahan refleksi bagi semua pihak.
Demikianlah gambaran sekilas tentang sistematika penulisan tesis ini,
semoga dalam pembahasannya dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. âmîn.
149
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alhamdulillah, sampailah penulis pada lembar akhir pada penelitian
ini. Sebagaimana yang telah penulis paparkan bahwa dalam Al-Qur’an dan
Hadis tidak sedikitpun ditemukan nash-nash yang secara eksplisit
menerangkan tentang hukum memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad
Saw. Dalam persoalan ini dalil-dalil yang secara implisit menyinggung
persoalan lukisan makhluk bernyawa, salah satu contohnya visualisasi sosok
Nabi Saw hanya ditemukan dalam hadis.
Dari pembahasan mengenai larangan visualisasi dalam konteks
gambar Nabi Muhammad Saw yang telah penulis jabarkan dari bab ke bab
terhadulu, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil, dari penelitian
sederhana yang penulis lakukan terhadap beberapa hadis tentang larangan
melukis makhluk yang bernyawa dan pendapat para ulama tentang hukum
memvisualisasikan Nabi Saw. Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dapat
penulis kemukakan adalah:
1. Jika memperhatikan tentang kapasitas keilmuan, loyalitas dan
kepribadian pada bidang hadis yang dimiliki oleh masing-masing
periwayat yang meriwayatkan hadis-hadis tentang larangan
menggambar makhluk yang bernyawa, maka dapat disimpulkan
bahwa hadis-hadisnya adalah shaẖîẖ lizâtih. Karena semua
periwayatnya dapat diterima sebagaimana penilaian para ulama
yang telah dijelaskan, para kritikus hadis menilai mereka dengan
ta’dîl. Tidak ada satu pun temuan penulis dari kritikus hadis yang
menilai dengan tarjîh. Pada aspek ketersambungan sanad oleh
masing-masing periwayat, ditemukan adanya pengakuan
pertemuan antara guru dan murid dari satu thabaqât ke thabaqât
yang lainnya.
2. Para ulama sepakat bahwa membuat ataupun memajang gambar
atau lukisan makhluk-makhluk yang bernyawa, dalam hal ini
sosok Nabi Muhammad Saw dengan tujuan menandingi atau
meniru ciptaan Allah Swt, maka hal ini dilarang secara tegas,
sebab dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan, seperti
menyembah gambar atau lukisan tersebut sebagaimana yang
terjadi pada masa jahiliyah. Adapun menggambar pepohonan atau
sesuatu yang tidak bernyawa hukumnya mubah.
150
3. Hikmah di balik larangan memvisualisasikan sosok Nabi
Muhammad Saw dalam bentuk film, foto, gambar bergerak,
karikatur dan sejenisnya dapat menjaga akidah Umat Islam dari
kerusakan dan kehancuran, menghormati dan memuliakan
kedudukan beliau sebagai rasul utusan Allah Swt. Kesempurnaan
rupa dan akhlak beliau tidak mungkin untuk divisualisasikankan
secara jelas atau gamblang oleh orang-orang yang datang
kemudian, kecuali hanya dengan membaca riwayat-riwayat yang
sahih yang berkenaan dengan visualisasi beliau secara verbal.
B. Saran-saran
Sehubungan dengan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang hendak
penulis kemukakan, yaitu :
1. Dalam menerima suatu pendapat hendaklah kita terlebih dahulu harus
teliti dan jeli dalam memahaminya.
2. Para civitas elemen yang turut berkiprah dalam seni lukis hendaklah
lebih menumbuh kembangkan seni lukis dengan tidak menyalahi
ajaran aqidah, syari’at atau tata kesopanan Islam.
3. Perlu ditingkatkannya penelitian dalam bidang hadis yang berkaitan
dengan dunia seni, tidak terkecuali hadis-hadis yang menjadi objek
penelitian ini, karena kajian ini tidak menutup kemungkinan adanya
pengujian ulang atau pengembangan lebih lanjut.
Semoga tesis ini dapat menjadi inspirasi, menambah khazanah
keislaman dan memberikan manfaat bagi kita semua. âmîn.
DAFTAR PUSTAKA
‘Atiyyah Saqr , Ahsanul Kalâm fi al-Fatâwâ wal Ahkâm, Jilid 1, Kairo: Dâr
Ghad al-‘Arabî.
A. J. Wiensick, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts an-Nabawi, terj.
Muhammad Fu’ad Abd. Al-Baqî, Juz III dan IV, Leidn: Matba’ah
Brail 1962.
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 1996.
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Majmu’ Fatâwâ, Riyadh : Muhammad bin
Saud.
Abdurrahman bin Sa’ad bin Ali asy-Syatsri, Zajarus Sufahâ ‘an Ibâhati
Tamtsîlis Shahâbah wal Anbiyâ’, Madinah: Dârul Hidayah, 2012.
Abu Hapsin, The Attitude of Islamic Law Toward Painting, Paper The Final
Exam of Islamic Art, Thailand : Mahidol University, 1998, t.d.
Abu Hudzaifah Ibrahim bin Muhammad, Rumah Yang Tidak di Masuki
Malaikat, terj. Kathur Suhardi, Cet. Ke-5, Jakarta: Pustaka Azzam,
2002.
Abu Husain ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Juz II,
Beirut: Dâr al-Jail, 1991.
Abu Jaib Sa’dy, al-Qamus al-Fiqh Lughatan wa Istilahan, Damaskus: Dâr al-
Fikr, 1988.
Abu Muhammad Abd al-Mahdi, Metode Takhrîj Hadis, ter. Said Agil Husein
al-Munawwar, Semarang : Dina Utama, 1994.
Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad Al-‘Ainî, ‘Umdatul-Qôrî Syarh
Shaẖîẖ Al-Bukhârî, jilid 22, Beirut: Dâr Iẖyâ al-Turâts al-‘Arabî.
Achmad Sunarto, Halal dan Haram dalam Islam, Surabaya : Bintang Terang,
1999.
Aẖmad bin Muhammad bin Ḫanbal, Musnad al- Imâm Aẖmad bin Ḫanbal,
Beirut : Dâr al-Fikr, 1991.
Ahmad ibn Abd Razzaq, Fâtâwa al-Lajnah ad-Dâimah li al-Buhûts al-Ilmiah
wa al-Ifta, Cet. Ke-3, Jilid I, Riyadh: Dâr al-Balansyah, 2000.
Aẖmad ibn Ali ibn Syu’aib Abi Abd ar-Rahman an-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i
bi Syarhi as-Suyuthi, Jilid VIII, Beirut: Dâr Fikr, 1995.
Aẖmad ibn Muhammad ibn Ḫanbal, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn Ḫanbal,
Jilid 45, Damaskus : Mu’assasah ar-Risalah, 1421 H/2001 M.
Aẖmad Ibn Muhammad as-Shiddiq al-Ghimari, Ushûl at-Tafrij bi Ushûl at-
Takhrîj, Riyadh : Maktabah Thabariyah, 1994.
Aẖmad Mukhtâr Abdul Hamîd Umar , Mu’jam Al-Luhgah Al-Arabiyah Al-
Mu'âshiroh, jilid 3, Âlim al-kutub, 2008.
Al-Asqallanî, Fatẖ al-Bârî fî Syarẖ Shaẖîẖ al-Bukhârî , Juz 10, Beirut: Dâr
al- Ma’rifah, 1379 H.
Al-Fairûzâbâdî, Al-Qâmûs Al-Muhith, jilid 1, Beirut: Muassasah al-Risâlah,
2005.
Al-Fayûmî, Al-Mishbâh Al-Munîr fî Ghorîb al-Syarh al-Kabîr, jilid 1, Beirut:
al-Maktabah al-‘Ilmiyyah.
Ali bin Nafi al-‘ulyani, al-Tabarruk al-Masyrû’ wa al-Tabarrul al-Mamnû’,
terj. Abdul Rosyad Shiddiq, cet. Ke-3, Jakarta: Putaka al-Kautsar,
2003.
Al-Lajnah ad-Dâimah lil Buhûts al-‘ilmiyyah wal Ifta’, Fatawa al-Lajnah ad-
Dâimah, juz 26, Riyad : al-IDâroh al-‘ammah.
Al-Zamakhsyarî, Al-Fâ’iq fî Gharîbil Ḫadîts wa al-Atsar, jilid 2, Lebanon:
Dâr al-Ma’rifah.
Anwar al-Jundi, Pembaratan di Dunia Islam, Bandung; PT. Remaja
Rosdakarya, 1993.
Arifin Pulungan dkk, Peri Hidup Muhammad Rasulullah SAW, Medan :
Yayasan Persatuan Amal Bakti, 1963.
B. S. Mayers, The History of Art, dalam Humar Sahman, Mengenali Dunia
Seni Rupa, Semarang : IKIP Semarang Press, 1993.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 1997.
Budhi Munawar Rahman, “Dimensi Esoterik dan Estetik Budaya Islam”,
dalam Zakiyuddin Baidhawi dan Mutohharun Jinan (eds.), Agama
dan Pluralitas Budaya Lokal, Surakarta; Penerbit Pusat Studi
Budaya dan Perubahan Sosial UMS, 2003.
Collingwood, R.G., The Principles of Art, New York : Oxford University
Press, 1974.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : CV.
Toha Putra,1996.
DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1990.
Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Jilid 3, Jakarta :
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.
Dharsono Sony Kartika, Seni Rupa Modern, Bandung: Rekayasa Sains, 2004.
Fazlur Rahman, Wacana Studi Hadîts Kontemporer, Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2002.
Hamdy Salad, Agama Seni, “Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik”,
Yogyakarta : Semesta, 2000.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 10, Cet. Ke-3, Jakarta : PT. Pustaka Panjimas,
2004.
Herbert Read , The Meaning of Art, New York : Pinguin Book, 1959.
http://blog-senirupa.blogspot.com/2012/12/seni-lukis.html, Diunduh 17 April
2015.
http://hukum.kompasiana.com/2012/09/15/amerika-harus-bertanggung-
jawab-atas-film innocence-of-muslims-487123.html. Diunduh 27
Desember 2014
http://rindutulisanislam.blogspot.com/2013/03/hukum-menggambar-wajah-
nabi-muhammad saw.html. diakses 1 Juni 2015, pukul 10 : 48.
http://www.fimadani.com/hukum-memvisualisasikan-nabi-dalam-gambar/
Diunduh 28 Januari 2015.
http://www.majelisrasulullah.org/forums/search/menggambar+nabi/ Diunduh
28 Januari 2015.
http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-nuh-ayat-21
28.html#sthash.bcKJbnut.dpuf Diunduh 28 Mei 2015 pukul 11.10
WIB
Ibn Hajar al-Atsqalani, Tahdzîb at-Tahdzîb, Juz X, t.tp: Dâr al-Fikr, tth.
Ibnu ‘Asakir, Tarikh Dimasyq, Juz 71, Beirut: Dâr al-Fikr, 1995 M.
Ibnu Atsîr, An-Nihâyah fî Gharîbil Ḫadîts wa al-Atsar, jilid 3, Beirut: al-
Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1979.
Ibnu Manzhur al-Anshari, Lisân al-Arab, Juz.VI, Beirut: Dâr Shôdir, 1414 H.
Ibnul Jauzî, Ghorîb al-Hadîts, jilid 2, Beirut : Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1985.
Ibrahim bin Muhammad bin Muhammad, al-Bayân wa at-Ta’rîf fî Asbâb
Wurûd al-ẖadîts al-Syarîf, Jilid 1, Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabî.
Ibrahim ibn Muhammad Kamaluddin yang terkenal dengan Ibnu Hamzah al-
Dimsyaqi al-Husaini, al-Bayân wa al-Ta’rîf fî Asbâb Wurûd al-
Hadîts al-Syarîf, Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyyah, tt.
Imâm Nawawî, Shaẖîẖ Muslim bi Syarh al-Imâm an-Nawawî, Beirut : Dâr
al-Fikr, 1981.
Isharul Haque, Menuju Renaisance Islam, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2003.
Ismail Raji’ al-Faruqy, Cultural Atlas of Islam. Terj. Hartono Hadi Kusumo,
Yogyakarta :Yayasan Bentang Budaya, 1999.
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-KamâL fi Asmâ’ ar-
Rijâl, Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1992.
James Hall, Modern Culture and The Art, Santa Cruz : University of
California Press, 1981.
JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Cet. Ke-3, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Kasman K.S., “Kondisi Seni Patung di Mata Masyarakat Islam di Zaman
Modern”, dalam Jabrohim dan Saudi Berlian (eds.), Islam dan
Kesenian, Yogyakarta; PP. Muhammadiyah, 1995.
Kuss Indarto, “Meta-Etalase, Reading Bodies”, dalam Katalog Pameran,
Meta-Etalase, Semarang : Galeri Semarang, 25 Juni – 9 Juli, 2005.
Lembaga Dakwah Kampus Sahabat Muslim Universitas Negeri Jakarta (LDK
SALIM UNJ), http://salimunj.com/s2/2015/01/13/inilah-hukum-
menggambar-wajah-nabi. Diunduh 28 Januari 2015.
Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imâm Hadîtst : 2010.
M. Affandi, Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya Lukis
Kaligrafi, Yogyakarta: FPBS-IKIP, 1994.
M. Quraish Shihab, “Islam dan Kesenian”, dalam Jabrohim dan Saudio
Berlian (eds),Islam dan Kebudayaan, Yogyakarta : PP.
Muhammadiyah, Cet. ke-1, 1995.
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Quran dan Dinamika
Kehidupan Masyarakat, Jakarta : Lentera Hati, 2006.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung : Penerbit Mizan.
M. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadîts IX, Ujung Pandang: Fak. Syariah IAIN
Alauddin, 1989.
M. Syuhudi Ismail, Kaedah KeShaẖîẖan Sanad Hadîts; Telaah Kritik dan
Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang,
1998.
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
Maẖmûd Thaẖẖân, Taisîr Musthalah al-Hadîts, Beirut: Dar al-Quran al-
Karim,1979.
Maẖmûd Thaẖẖân, Ushûl at-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd, Maktabah al-
Qahirah, 2005.
Maẖmûd Thaẖẖân, Ushûl at-Takhrîj wa Dirâsat al-Asânid, Kairo : Dâr al-
Kutub as-Salafiyah, 1982.
Majlis Ulama Afrika Selatan, Fotografi Mengikut Hukum Islam, Alih Bahasa
: Siti Rabi’ah Sarnap dan Hamizan Hussin, Johor : Daiwal Corp.
Printers & Book Ibnders.
Majma’ al-Lughoh al-‘Arobiyyah bi al-Qôhiroh, Al-Mu’jam Al-Wasîth, jilid
1, Kairo: Dâr al-Da’wah.
Mike Susanto, Diksi Rupa : Kumpulan Istilah Seni Rupa, Yogyakarta :
Kanisius, 2002.
Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa- fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI): Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia
1975-1988, Jakarta: INIS 1993.
Muhammad ibn Ismail, Shaẖîẖ Al-Bukhârî , Damaskus : Dâr Thuq an-
Najah, 1422 H.
Muhammad Anshari, Pernikahan Dini Menurut Perspektif Hadîts “Tesis”,
Jakarta: Program Magister Agama pada Konsentrasi Ulumul Quran
dan Hadîts IIQ, 2014.
Muhammad ibn Abdurrahman as-Syakhawi, Fatẖ al-Mugits, Juz I, Kairo :
Maktabah as-Sunnah, 1995.
Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî, Mesir:
Mathba’ah Musthofa al-Babiy al-Halabi, 1975.
Muhammad Isa, Muslims and Tashwir, dalam Kenneth Cragg & Edwin
E.Calverley, The Muslim World, vol. XLV, Hartford : The Hartford
Seminary Foundation, 1995.
Muhammad Quthub, Jahiliyah Abad Dua Puluh, Bandung; Mizan, 1990.
Muhammad Rowâs Qol’ajî, Mu’jam Lughoh al-Fuqohâ, Dâr al-Nafâis,
1988.
Muhammad Syuhudi Ismail, Kaedah KeShaẖîẖan Hadîts, Jakarta : Bulan
Bintang, 1995.
Muhammadiyah Amin., Menembus Lailatul Qadr; Perdebatan Interpretasi
Hadis Tekstual dan Kontektual, Makassar: Melania Press, 2004.
Muin Salim, Konsepsi Politik dalam al-Qur’an, Jakarta: LSIK & Rajawali
Press, 1994.
Muslim ibn Hajjaj, Shaẖîẖ Muslim, Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1416 H.
Mustofa Bisri, Saleh Ritual Saleh Sosial, Bandung : Mizan, 1994.
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam : Pertumbuhan dan perkembangannya,
Bandung : Angkasa, 1993.
Republika, 13 Februari 2006. Buletin Dakwah ASH-SHAF, Edisi 96/Tahun
III/Muharram 1427 H. Diunduh 27 Desember 2014.
Said Agil Husain al-Munawwar , Studi Kritis Hadits Nabi: Pendekatan
Sosio-Historis Kontekstual Asbabul Wurud, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Sanento Yuliman, Dua Seni Rupa, Jakarta : Kalam, 2001.
Shalah ad-Din al-Adabi, Manhaj an-Naqd al-Matan, Beirut: Dâr al-Faq,
1983.
Shidarta Auctioneer, Islamic Art, Jakarta : PT Balai Lelang Horizon, 2007.
Soedarso, Seni Lukis Kaligrafi Islam, Yogyakarta: ISI, 1992.
Soegeng TM. Ed, Pengantar Apresiasi Seni Rupa, Surakarta : ASKI, 1987.
Subhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
Sulebar M. Sukarman, “Berbagai Pengalaman Kreatif”, dalam Katalog
Pameran Tunggal II Ari Setiawan: Berbagai Pengalaman Kreatif ,
Semarang : Museum Ronggowarsito, 28 Nov – 2 Des, 2005.
Syamsuddîn Adz-Dzahabî, al-Kabâir, Beirut: Dâr al-Nadwah al-Jadîdah.
Syamsul Anwar, “Pandangan Islam Terhadap Kesenian”, dalam Jabrohim
dan Saudi Berlian (eds.), Islam dan Kesenian, Yogyakarta : Majelis
Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan dan
Lembaga Litbang PP Muhammadiyah, 1995.
Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhsiyah al-Islamiyah, Jilid 2, Beirut : Dâr al-
Ummah, 1994.
Tharwat ‘Ukashah, Târîkh al-Fan al-Tashwîr al-Islâm, Beirut : al-Muassasah
al- Arabiyah, 1997.
UNESCO, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung;
Penerbut Pustaka, 1997.
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996.
Yusuf al-Qardawi, al-Islam wa al-Fann (Islam dan Seni), Alih bahasa :
Zuhairi Misrawi, Bandung : Pustaka Hidayah, 2000.
Yusuf al-Qardhawi, al-Madkhal li Dirâsah as-Sunnah an-Nabawiyah, Kairo :
Maktabah Wahbah, 1412 H/1992 M.
Yusuf al-Qardlawi, Al-Halâl wa Harâm fi al-Islâm, Beirut : Al-Maktab al-
Islamy, 1994.
Yusuf Qardlawi, Fiqh Musik dan Lagu, Bandung : Mujahid Press, 2002.
Zakasih Ahmad, http://www.fimadani.com/hukum-memvisualisasikan-nabi-
dalam-gambar/ Diunduh 28 Januari 2015.