Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

21
MAKALAH Larangan Menjadikan Seorang Kafir Sebagai Wali Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam III Disusun oleh: Saiful Hidayat B100136004

description

Studi Islam III

Transcript of Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

Page 1: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

MAKALAH

Larangan Menjadikan Seorang Kafir Sebagai Wali

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam III

Disusun oleh:Saiful Hidayat B100136004

Jurusan Ekonomi ManajemenFakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Page 2: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan makhluk sosial yang tak pernah luput dari membutuhkan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita tak akan pernah bisa menghindar dari muammalah ma’annash baik kepada sesama muslim maupun non muslim. Hal ini merupakan salah satu dari lika-liku duniawi, dimana ketika seorang muslim mampu untuk menjalaninya sesuai dengan syariat islam, maka akan dijamin keselamatan serta kebahagiaannya di dunia maupun akhirat oleh Allah SWT, begitu pula sebaliknya.

Maka demi kemaslahatan kaum muslimin Allah Swt telah menetapkan aturan-aturan dan batasan batasan dalam berhubungan dengan para kafirun. Allah Swt telah begitu keras memberikan peringatan untuk tidak menjadikan orang kafir sebagai pemimpin maupun wali bagi umat islam, dan menjadikan mereka yang mengingkari hal ini termasuk dalam orang-orang yang dzalim dan diazab olehNya.

Dalam makalah ini penulis mencoba untuk memaparkan mengenai larangan Allah Swt untuk menjadikan seorang kafir sebagai wali bagi kaum muslimin. Diulangnya berkali-kali larangan ini dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, menunjukkan bahwa persoalannya sangat penting dan bila dilanggar akan mendatangkan bahaya yang besar.

B. RUMUSAN MASALAH1. Apakah yang dimaksud dengan wali dan kafir ?2. Adakah ayat-ayat Al-Qur’an yang melarang untuk menjadikan seorang

kafir sebagai wali ?3. Apakah akibat yang akan diterima jika kita menjadikan seorang kafir

sebagai wali ?C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian wali dan kafir2. Untuk mengetahui dan memahami beberapa ayat Al-Qur’an yang

melarang bagi seorang muslim untuk menjadikan kafir sebagai wali3. Untuk mengetahui salah satu gambaran mengenai akibat yang akan

diterima oleh kaum muslimin jika menjadikan seorang kafir sebagai wali

Page 3: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WALI DAN KAFIR

Telah banyak diuraikan dalam Al-Qur’an mengenai kekuasaan Allah dan pengaturan-Nya terhadap alam raya dan manusia serta pengaturan-Nya menyangkut rezeki makhluk, maka apakah wajar mengangkat musuh-musuhNya sebagai wali yang diserahi wewenang mengurus urusan kaum muslim ? Tidak wajar ! Tidak wajar mendekat kepada orang-orang yang menolak menjadikan kitab suci sebagai rujukan hukum seperti orang-orang Kafir, Yahudi dan Nasharani yang telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Wali mempunyai banyak arti antara lain yang berwenang menangani urusan (pemimpin), penolong, sahabat kental, dan lain-lain yang mengandung makna kedekatan. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, pemimpin bahkan teman akrab mereka. Karena jika seorang mukmin menjadikan orang-orang kafir itu dekat kepada mereka, maka itu berarti sang mukmin dalam keadaan lemah, padahal Allah enggan melihat orang beriman dalam keadaan lemah.

Larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai wali ini mulai turun tatkala banyak dari kaum muslimin yang masih berhubungan erat terhadap para kafirun. Berbagai alasan dan pandangan yang mereka ungkapkan, mulai dari hubungan keluarga, hubungan akrab dan kerjasama, perniagaan dan lain sebagainya.

Seperti halnya penduduk madinah, baik suku Aus maupun Khazraj yang telah menajalin hubungan akrab dan kerjasama dalam bidang pertahanan dan ekonomi yang kukuh dengan orang-orang Yahudi sebelum datangnya Islam. Sekian lama setelah kedatangan islam pun, jalinan tersebut masih cukup kuat, padahal situasi telah berubah.

Kata “kafir’” biasa dipahami dalam arti siapa yang tidak memeluk agama Islam. Makna ini tidaklah keliru, tetapi perlu diingat bahwa Al-Qur’an menggunakan kata “kafir” dalam berbagai bentuknya untuk banyak arti yang puncaknya dalah pengingkaran terhadap wujud atau keesaan Allah, disusul dengan keengganan melaksanakan perintah atau menjauhi laranganNya walau tidak mengingkari wujud dan keesaanNya, sampai pada tidak mensyukuri nikmatNya, yakni kikir.

Maka dalam penjelasan kafir kali ini bukan saja dalam konteks melarang orang-orang beriman menjadikan orang Yahudi atau Nasharani sebagai wali, tetapi larangan itu mencakup juga orang yang dinamai muslim yang melaksanakan aktivitas bertentangan dengan tujuan ajaran islam.

Page 4: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

B. DALIL-DALIL AL-QUR’AN

Adapun beberapa ayat Al-Qur’an yang melarang kita untuk menjadikan orang kafir sebagai wali adalah sebagai berikut:

1. QS: At-Taubah ayat 23 (Bahaya Penguasaan Orang Kafir Terhadap Islam)

Tidaknya sempurna amal kebaikan kaum muslimin, kecuali jika mereka telah melepaskan diri dari kekuasaan orang-orang musyrik, dan lebih mengutamakan cinta kepada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalan Allah dari pada cinta kepada ibu, bapak, anak, saudara, suami, istri, keluarga, harta dan tempat tinggal.

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” (Ali Imran : 31)

La yukminu ahadukum hatta akuuna ahabba ilaihi min waalidihi wawaladihi wannaasi ajma’iin

أجمعين والناس ووالده والده من إليه أحب أكون حتى أحدكم اليؤمن

Artinya:“Tidaklah sempurna iman salah seorang kamu sebelum ia

mencintai aku lebih dari mencintai orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya”. (HR: Bukhori Muslim)

23. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Ayat ini diturunkan sehubungan dengan sikap sebagian kaum muslimin yang sewaktu mereka diperintah untuk hijrah ke Madinah, mereka menjawab : “Jika kami hijrah, putuslah hubungan kami dengan orang-orang tua kami, anak-anak dan famili-famili kami, hancurlah perdagangan kami dan akhirnya kami menjadi orang yang sia-sia.

Di dalam ayat ini Allah SWT melarang orang yang beriman menjadikan ibu bapak dan saudara-saudara mereka yang masih mengutamakan kekafiran atas keimanan, menjadi pemimpin. Jika larangan itu dilanggar, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.

2. QS: Al-Maidah ayat 5 (Larangan Berteman Dengan Orang-Orang Yahudi dan Nasrani)

Page 5: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

5. Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.

[402] Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka.

Pada ayat ini Allah SWT melarang orang-orang yang beriman, agar jangan menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrab yang akan memnerikan pertolongan dan perlindungan, apalagi untuk dipercayai sebagai pemimpin. Selain dari ayat ini masih banyak-ayat-ayat yang lain dalam Al-Qur’an yang menyatakan larangan seperti ini terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Larangan ini berlaku atas diri pribadi seorang mukmin yang mana dilarang untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali (teman akrab), tempat menumpahkan rahasia dan kepercayaan seperti halnya dengan sesama mukmin. Begitu juga, berlaku bagi jama’ah dan masyarakat mukmin, bahwa mereka dilarang untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu sebagai pembela, pelindung dan penolong, lebih-lebih dalam urusan yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan. Kalau hanya untuk berteman biasa dalam pergaulan, apalagi dalam urusan-urusan keduniaan, Allah tidak melarangnya, asal saja hati-hati dalam pergaulan, sebab bagi mereka sifat melanggar janji dan berbohong untuk mencari keuntungan duniawi adalah biasa saja. Hal yang seperti ini sudah diperlihatkan oleh Rasullullah SAW ketika nabi berada di Madinah, mengadakan hubungan kerjasama dengan orang Yahudi dan Nasrani dan kadang-kadang mengadakan perjanjian-perjanjian dengan mereka, bila dipandang ada maslahatnya bagi orang-orang yang beriman.

Orang Yahudi dan Nasrani itu rasa golongan mereka sangat tebal. Karena itu walau bagaimanapun baiknya hubungan mereka dengan orang mukmin, sehingga suka mengadakan perjanjian untuk kerjasama dengan mereka tapi kalau akan merugikan golongan dan bangsanya, mereka tidak akan segan-segan berbalik kebelakang, menghianati janji, dan memusuhi orang mukmin. Mereka sesama mereka senantiasa tolong menolong, bersatu dalam menghadapi orang mukmin. Lahirnya baik, tapi batinnya selalu mencari kesempatan untuk mengahncurkan orang-orang mukmin.

Page 6: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

Karena itu Allah begitu menegaskan, bahwa barang siapa diantara orang-orang mukmin menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrabnya, maka orang itu telah termasuk golongan mereka, tanpa sadar, lambat laun orang itu akan terpengaruh, bukan akan membantu islam melainkan akan menjadi musuh islam. Kalau dia telah menjadi musuh islam, berarti dia telah menganiaya dirinya sendiri. Ketauhilah, bahwa Allah tidak akan menunjuki orang-orang yang aniaya, kepada jalan yang benar untuk mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat.

3. QS: Al-Maidah ayat 57 (Larangan Mengambil Orang Kafir Sebagai Pelindung dan Penolong)

Setelah pada ayat yang diatas, Allah melarang orang-orang mukmin mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman akrab, pelindung dan penolong dengan menerangkan sebab-sebabnya, kemudian menyatakan bahwa pelindung dan penolong mereka hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman, maka pada ayat ini Allah melarang pula orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir pada umumnya menjadi pelindung dan penolong, baik kafir asli, seperti penyembah api dan sebagainya, maupun kafir yang berasal dari ahli kitab dan lain-lainnya.

57. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.

Pada ayat ini Allah melarang orang-orang yang beriman untuk mengambil orang-orang kafir yang suka mengejek dan mempermainkan agama islam, untuk menjadi teman akrab, pelindung dan penolong, baik orang-orang kafir asli, penyembah api, berhala dsb, maupun kafir yang tidak asli seperti ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Ahli kitab adalah suatu sebutan bagi penganut-penganut agama Yahudi dan Nasrani, sedang kata-kata Musyrik (bentuk tunggal), dan Musyrikin (bentuk jamak) adalah sebutan bagi kafir asli.

Adapun sebagian dari ejekan dan permainan orang-orang kafir terhadap islam, yaitu apabila orang-orang islam mengajak mereka untuk shalat maka orang-orang kafir itu menjadikan ajakan itu sebagai bahan ejekan dan permainan sambil mentertawakan mereka.

4. QS: Ali Imran ayat 28 (Larangan Berpihak Kepada Orang Kafir)

Page 7: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

28. Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.

Telah diterangkan oleh para ahli sejarah, bahwa diantara orang-orang yang telah masuk islam terperdaya oleh kemuliaan orang-orang kafir lalu mereka mengadakan hubungan persaudaraan dan persahabatan yang akrab sampai menjadikan orang-orang kafir itu sebagai orang-orang yang dipercayai.

Di dalam ayat ini Allah melarang kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir sebagai kawan yang akrab, pemimpin atau penolong, jika hal yang demikian ini akan merugikan mereka sendiri baik dalam urusan agama maupun dalam kepentingan umat, atau jika dalam hal ini kepentingan orang kafir akan lebih didahulukan daripada kepentingan kaum muslimin sendiri. Apalagi jika hal ini ternyata akan membantu tersebar luasnya kekafiran. Hal yang demikian ini sangat dilarang oleh agama.

Allah mencegah orang-orang mukmin mengdakan hubungan akrab dengan orang-orang kafir, baik disebabkan oleh kekerabatan, kawan lama waktu zaman jahiliyah, ataupu bertetangga. Larangan itu tidak lain hanyalah untuk menjaga dan memelihara kemaslahatan agama, serta agar kaum muslimin tidak terganggu dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh agamanya.

Orang-orang mukmin boleh mengadakan hubungan akrab dengan orang-orang kafir, dalam keadaan takut mendapat kemudharatan atau untuk memberikan kemanfaatan bagi orang-orang islam. Juga tidak terlarang bagi suatu pemerintah islam, untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan pemerintah yang bukan islam, dengan maksud untuk menolak kemudhoratan, atau untuk mendapatkan kemanfaatan. Kebolehan mengadakan persahabatan ini tidak khusus dalam keadaan lemah saja tetapi boleh juga dalam sembarang waktu, sesuai dengan kaidah :

المصالح جلب على مقدم المفاسد درءArtinya:

Page 8: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

“Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan”

Berdasarkan kaidah ini para ulama membolehkan “taqiyah”, yaitu mengatakan atau mengerjakan sesuatu berlawanan dengan kebenaran untuk menolak bencana dari musuh atau untuk keselamatan jiwa atau untuk memelihara kehormatan dan harta benda.

Maka barangsiapa mengucapkan kata-kata kufur karena dipaksa, sedang hati (jiwanya) tetap beriman, karena untuk memelihara diri dari kebinasaan, maka dia tidak menjadi kafir, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ‘Ammar bin Yasir yang dipaksa oleh orang-orang Quraisy untuk menjadi kafir, sedang hatinya tetap beriman.

Allah berfirman :

106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS: An-Nahl 106)

Kelonggaran-kelonggaran itu disebabkan keadaan darurat yang mendatang, bukan menyangkut poko-pokok agama yang selalu ditaati. Dalam hal ini diwajibkan bagi orang islam berhijrah dari tempat dimana ia tidak dapat menjalankan perintah agama dan terpaksa ditempat itu melakukan taqiyyah. Adalah termasuk tanda kesempurnaan iman bila seseorang tidak merasa takut kepada cercaan di dalam menjalankan agama Allah.

Allah berfirman :

Artinya :

“Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS: Ali Imran 175)

Dan firmanNya :

Artinya :

Page 9: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

“Karena itu janganlah takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada Ku” (QS: Al-Maidah 44)

Termasuk dalam taqiyyah, berlaku baik, lemah lembut kepada orang-orang kafir, orang-orang zalim, orang-orang fasik dan memberi harta kepada mereka untuk menolak gangguan-gangguan mereka. Hal ini tidak dipandang bersahabat akrab yang dilarang tetapi adalah pekerjaan yang menurut peraturan.

Orang-orang islam dilarang menjadikan orang kafir sebagai teman akrab dalam urusan yang memungkinkan kerusakan agama ataupun kerusakan umat.

5. QS: Ali Imran ayat 118-120 (Larangan Mengambil Orang Kafir Sebagai Teman Kepercayaan)

118. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.119. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, Padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada Kitab-Kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.120. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.

Pada ayat-ayat sebelumnya Allah telah menerangkan sifat-sifat orang kafir dan tindakan mereka dalam menghalangi manusia untuk mengukuti jalan Allah dan dalam menerima kebenaran. Merekan tidak segan membunuh nabi-nabi, pembawa kebenaran dan melarang manusia mengikutinya dengan berbagai cara yang licik dan beraneka ragam tipu

Page 10: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

daya. Disamping itu Allah telah menerangkan pula bagaimana sifat-sifat orang mukmin. Mereka cepat menerima kebenaran, selalu berusaha mengerjakan kebaikan dan selalu menyeru kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.

Pada ayat 118 Allah memperingatkan orang-orang mukmin agara jangan bergaul dengan orang-orang kafir yang telah nyata sifat-sifatnya yang buruk itu, jangan mempercayai mereka dan jangan menyerahkan urusan-urusan kaum muslimin kepada mereka. Menurut Ibnu Abbas ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan sebagian kaum muslimin yang berhubungan rapat dengan orang-orang Yahudi Madinah karena bertetangga dan adanya perjanjian damai antara mereka.

Walau bagaimanapun sebab turunnya ayat ini namun dapat difahami dari padanya bahwa Allah melarang mengambil orang-orang kafir yang telah nyata kejahatan niatnya terhadap orang mukmin sebagai teman akrab, mereka itu adalah orang-orang musyrik, Yahudi, Nasrani, munafik dan lain-lain.

Maka jangan orang mukmin bergaul rapat dengan orang-orang kafir yang mempunyai sifat yang dinyatakan dalam ayat ini yaitu mereka yang :

a. Senantiasa menyakiti dan merugikan kaum muslimin dan berusaha mengahncurkan mereka

b. Menyatakan terang-terangan dengan lisan rasa amarah dan benci terhadap kaum muslimin, mendustakan Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an dan menuduh orang-orang islam sebagai orang-orang yang bodoh dan fanatik

c. Kebencian dan kemarahan yang mereka ucapkan denga lisan itu adalah amat sedikit sekali bila dibandingkan dengan kebencian dan kemarahan yang disembunyikan dalam hati mereka. Tetapi bila sifat-sifat itu telah berubah menjadi sifat yang baik atau mereka tidak lagi mempunyai sifat-sifat buruk itu terhadap kaum muslimin maka Allah tidak melarang untuk bergaul dengan mereka.

Firman Allah :

8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.

Page 11: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS: Al Mumtahanah 8-9)

Dalam ayat 119 ini ditambah lagi penjelasan mengenai sebab-sebab mengapa orang-orang kafir itu tidak boleh dijadikan teman akrab yaitu:

a. Orang-orang kafir itu tidak menyukai kebahagiaan kaum muslimin dan mereka menginginkan supaya kaum muslimin selalu dalam kesulitan dan kesusahan, padahal mereka telah dianggap sebagai saudara dan kepada mereka diberikan hak yang sama dengan hak kaum muslimin sendiri

b. Kaum muslimin mempercayai semua kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk membenci Ahli kitab, itu karena banyak diantara kaum muslimin yang sayang kepada mereka, bergaul secara baik dengan mereka. Tetapi meskipun demikian mereka tidak juga menyenangi kaum muslimin bahkan tetap mempunyai keinginan untuk mencelakakan mereka.

c. Banyak diantara kaum mereka yang munafik, apabila mereka berhadapan dengan kaum muslimin mereka mengucapkan kata-kata manis, seakan-akan mereka benar-benar teman sejati, percaya kepada kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Tetapi bila merekan kembali kepada golongannya, mereka bersikap lain dan mengatakan dengan terang-terangan kebencian dan kemarahan mereka terhadap kaum muslim.

Sebenarnya Allah mengetahui segala niat yang tersimpan dalam hati kaum muslimin yang mencintai orang-orang kafir itu sebagaimana Dia mengetahui pula keburukan hati orang-orang kafir. Maka dia akan membalasi kebaikan hati kaum muslimin dengan balasan yang berlipat ganda dan akan membalasi pula kejahatan orang-orang kafir dengan balasan yang setimpal.

Selain dari sifat-sifat yang tersebut diatas yang menyebabkan timbulnya larangan bagi kaum muslimin mengambil mereka sebagai teman akrab, dalam ayat 120 ini disebutkan lagi suatu sikap yang menggambarkan bagaimana jahatnya hati orang-orang kafir dan hebatnya sifat dengki yang bersemi dalam dada mereka.

Allah berfirman :

Artinya:

Page 12: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

“Jika kamu memperoleh kebaikan niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya”. (QS: Ali Imran 120)

Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada umat Islam dalam menghadapi kelicikan dan niat jahat kaum kafir itu selalu bersifat sabar dan takwa serta penuh tawakkal kepadaNya. Dengan demikian kelicikan mereka itu tidak akan membahayakan sedikitpun. Allah Maha Mengetahui segala tindak tanduk mereka.

C. GAMBARAN KAUM MUSLIMIN YANG MENJADIKAN SEORANG KAFIR SEBAGAI WALI

Kitab Suci Al-Qur’an seringkali menggambarkan berbagai bentuk penyesalan para penghuni Neraka. Salah satu di antara bentuk penyesalan itu berkaitan dengan urusan ”ketaatan”. Kelak para penghuni Neraka pada saat tengah mengalami penyiksaan yang begitu menyengsarakan berkeluh kesah penuh penyesalan mengapa mereka dahulu sewaktu di dunia tidak mentaati Allah dan RasulNya. Kemudian mereka menyesal karena telah menyerahkan kepatuhan kepada para pembesar, pemimpin, Presiden, Imam, Amir, Qiyadah dan atasan mereka yang ternyata telah menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Akhirnya, karena nasi telah menjadi bubur, mereka hanya bisa mengharapkan agar para mantan pimpinan mereka itu diazab oleh Allah dua kali lipat daripada azab yang mereka terima. Bahkan penghuni Neraka akhirnya mengharapkan agar para mantan pimpinan mereka itu dikutuk dengan kutukan yang sebesar-besarnya.

66. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul".

67. Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar).

68. Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS: Al-Ahzab 66-68)

Gambaran di atas merupakan suatu gambaran yang sungguh mengenaskan. Bagaimana kumpulan manusia yang sewaktu di dunia begitu menghormati dan mempercayai para pembesar dan pemimpin mereka, tiba-tiba setelah sama-sama dimasukkan Allah ke dalam derita Neraka mereka baru sadar ternyata telah ditipu oleh para pemimpin tersebut sehingga berbalik menjadi pembenci dan pengutuk para mantan pembesar dan pemimpin tersebut. Mereka terlambat menyadari jika telah dikelabui dan disesatkan dari jalan yang benar. Mereka terlambat menyadari bahwa sesungguhnya para pemimpin dan pembesar itu tidak pernah benar-benar

Page 13: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

mengajak dan mengarahkan mereka ke jalan yang mendatangkan keridhaan dan rahmat Allah.

Itulah sebabnya tatkala Allah menyuruh orang-orang beriman mentaati Allah dan RasulNya serta ”ulil amri minkum” (para pemimpin di antara orang-orang beriman) saat itu juga Allah menjelaskan kriteria ”ulil amri minkum” yang sejati. Yaitu mereka yang di dalam kepemimpinannya bilamana menghadapi perselisihan pendapat maka Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah/Al-Hadits) menjadi rujukan mereka dalam menyelesaikan dan memutuskan segenap perkara.

Memang benar, Islam sangat menganjurkan kita semua supaya taat kepada pemimpin, namun pemimpin yang seperti apa? Apakah patut kita mentaati para pembesar dan pemimpin bilamana mereka tidak pernah menjadikan AlQur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan untuk menyelesaikan berbagai problema yang muncul? Mereka lebih percaya kepada hukum dan aturan bikinan manusia, bikinan para legislator, daripada meyakini dan mengamalkan ketentuan-ketentuan Allah dan RasulNya. Pantaslah bilamana masyarakat yang sempat menghormati dan mempercayai para pembesar dan pemimpin seperti ini sewaktu di dunia kelak akan menyesal ketika sudah masuk Neraka. Bahkan mereka akan berbalik menyerang dan memohon kepada Allah agar para ulil amri gadungan tersebut diazab dan dikutuk.

Tetapi kesadaran dan penyesalan di saat itu sudah tidak bermanfaat sama sekali untuk memperbaiki keadaan. Sehingga Allah menggambarkan bahwa pada saat mereka semuanya telah divonis menjadi penghuni Neraka lalu para pengikut dan pemimpin berselisih di hadapan Allah sewaktu di Padang Mahsyar. Para pengikut menuntut pertanggungjawaban dari para pembesar, namun para pembesar itupun cuci tangan dan tidak mau disalahkan. Para pemimpin saat itu baru mengakui bahwa mereka sendiri tidak mendapat petunjuk dalam hidupnya sewaktu di dunia, sehingga wajar bila merekapun tidak sanggup memberi petunjuk sebenarnya kepada rakyat yang mereka pimpin. Mereka mengatakan bahwa apakah mau berkeluh kesah ataupun bersabar sama saja bagi mereka. Hal itu tidak akan mengubah keadaan mereka barang sedikitpun. Baik pemimpin maupun rakyat sama-sama dimasukkan ke dalam derita Neraka.

Allah menggambarkan bahwa kumpulan pengikut taqlid dan pemimpin sesat ini adalah kumpulan orang-orang zalim. Para pemimpin sesat akan berlepas diri dari para pengikut taqlidnya. Sedangkan para pengikut taqlid bakal menyesal dan berandai-andai mereka dapat dihidupkan kembal ke dunia sehingga mereka pasti berlepas diri, tidak mau loyal dan taat kepada para pemimpin sesat tersebut. Tetapi semuanya sudah terlambat.

Page 14: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Al-Qur’an merupakan hukum-hukum dari Allah yang tidak dapat diganggu gugat, maka sebagai seorang muslim kita berkewajiban untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Allah Swt terangkan didalamnya. Karena tidak ada suatu halpun yang Dia perintahkan dan larang untuk kita melainkan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat serta sebagai petunjuk bagi kaum muslimin.

Dalam pembahasan diatas telah bersama-sama kita pelajari mengenai larangan untuk menjadikan seorang kafir sebagai wali, berikut dengan akibat dan azab yang akan diterima oleh mereka yang tidak mematuhi perintahNya. Menjadikan seorang kafir sebagai pemimpin sangatlah dilarang oleh islam dengan berbagai penegasan yang telah termaktub dalam Al-Qur’an, karena merupakan salah satu syarat seorang pemimpin dalam islam adalah ketakwaan dan keimanannya kepada Allah Swt (Islam).

Sedangkan untuk menjadikan mereka sebagai teman adalah boleh-boleh saja dalam islam, tentunya dalam batasan-batasan serta syarat-syarat tertentu. Allah Swt melarang kaum muslimin berteman akrab dengan orang-orang kafir yang memusuhi Islam yang selalu berusaha untuk menghancurkan dan melemahkan kedudukannya. Dalam menghadapi api mereka hendaklah setiap muslim berhati-hati dan jangan terperdaya dengan ucapan-ucapan mereka, serta selalu membentengi diri dengan sabar, tawakkal dan taqwa.

B. SARAN

Sebagai umat muslim, kita harus senantiasa menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup kita. Karena tak ada keraguan didalamnya, Al-Qur’an pun telah memberikan jawaban bagi semua pertanyaan kita baik dari yang dulu, sekarang maupun masa yang akan datang. Maka sebagaimana telah diterangkan olehNya melalui beberapa ayat diatas, marilah kita berusaha sebisa

Page 15: Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Wali

mungkin untuk memilih dan memilah pemimpin kita. Tidak hanya dalam memilih pemimpin sebenarnya, melainkan dalam memilih dan memilah wali kita terutama dari para kafirun, janganlah sampai kita tertipu hanya dengan cover mereka, maka seyogyanya marilah meminta pertolongan serta perlindungan hanya kepadaNya.

DAFTAR PUSTAKA

Katsir, Ibnu. 2011. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4. Edisi 3. Diterjemahkan oleh : M. ‘Abdul Ghoffar E.M. Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Katsir, Ibnu. 2011. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 2. Edisi 3. Diterjemahkan oleh : M. ‘Abdul Ghoffar E.M. Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Katsir, Ibnu. 2011. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 7. Edisi 3. Diterjemahkan oleh : M. ‘Abdul Ghoffar E.M. Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Shihab, M. Quraish. 2003. Tafsir Al Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol 11. Jakarta : Lentera Hati.

Gulen, Fethullah Muhammad. 2011. Cahaya Al-Qur’an Bagi Seluruh Makhluk : Tafsir Ayat-ayat Pilihan Sesuai Dengan Kondisi Dunia Saat Ini. Diterjemahkan oleh : Ismail Ba’adillah. Jakarta : Republika Penerbit.