Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

39
Sistemic Lupus Erithematosus Pemicu Seorang wanita, 25 tahun, datang ke rumah sakit dengan demam disertai nyeri sendi. Demam terus menerus terutama dalam 2 minggu ini, demam tidak tinggi dan turun dengan obat penurun demam. Pasien jga mengeluhkan rasa sakit pada sendi-sendi kedua tangan dan kaki disertai bengkak sendi yang hilang timbul, hilang terutama bila os memakan obat dari puskesmas. Status presens: sensorium CM, TD: 130/80 mmHg, nadi: 90x/menit, pernapasan: 20x/menit. Dari pemeriksaan fisik dijumpai kepala: wajah terdapat bercak meninggi yg tidak khas berupa pigmentasi berlebih, leher: TVJ normal, abdomen: normal, ekstremitas superior: interphalanx joint digiti 2,3 dan 4 swelling, ekstremitas inferior: bengkak pada daerah wrist joint kanan dan kiri. More Info Hasil pemeriksaan darah: anemia (+), leucopenia (+), trombositopenia (+), LED meningkat. Pemeriksaan laboratorium apa lagikah yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Unfamilliar Terms (-) Masalah 1. Demam disertai rasa nyeri. 2. Sakit pada sendi-sendi kedua tangan dan kaki,disertai bengkak sendi yang hilang timbul. Kelompok 5 | Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 1

Transcript of Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Page 1: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Pemicu

Seorang wanita, 25 tahun, datang ke rumah sakit dengan demam disertai nyeri sendi. Demam terus menerus terutama dalam 2 minggu ini, demam tidak tinggi dan turun dengan obat penurun demam. Pasien jga mengeluhkan rasa sakit pada sendi-sendi kedua tangan dan kaki disertai bengkak sendi yang hilang timbul, hilang terutama bila os memakan obat dari puskesmas. Status presens: sensorium CM, TD: 130/80 mmHg, nadi: 90x/menit, pernapasan: 20x/menit.

Dari pemeriksaan fisik dijumpai kepala: wajah terdapat bercak meninggi yg tidak khas berupa pigmentasi berlebih, leher: TVJ normal, abdomen: normal, ekstremitas superior: interphalanx joint digiti 2,3 dan 4 swelling, ekstremitas inferior: bengkak pada daerah wrist joint kanan dan kiri.

More Info

Hasil pemeriksaan darah: anemia (+), leucopenia (+), trombositopenia (+), LED meningkat.

Pemeriksaan laboratorium apa lagikah yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

Unfamilliar Terms

(-)

Masalah

1. Demam disertai rasa nyeri.2. Sakit pada sendi-sendi kedua tangan dan kaki,disertai bengkak sendi yang hilang

timbul.3. Pada kepala: wajah terdapat bercak meninggi yang tidak khas,berupa pigmentasi

berlebih.4. Pada ekstremitas superior: interphalanx joint digiti 2,3,4 swelling.5. Pada ekstremitas inferior; bengkak pada wrist joint kanan dan kiri.6. Adanya anemia,leucopenia,trombositopenia,dan LED meningkat

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 1

Page 2: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Analisa Masalah

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 2

Wanita

Hormon Estrogen dan Prolaktin

AUTOIMUN

Menumpuk kompleks Antibodi Antigen

Kulit DarahMenyerang organ persendian

Inflamasi

Wrist joint interphalanx

Bengkak

Hiperpigmentasi

Bercak merah

Wajah

Anemia

Leukopenia

Trombositopenia

LED meningkat

Page 3: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Hipotesa: SISTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS (SLE)

Learning Issues

1. Differential Diagnosis Demam dan Nyeri Sendi.2. Patofisiologi Demam dan Nyeri Sendi.3. Reaksi Imun yang Normal dan Reaksi Autoimun.4. Jenis-jenis Penyakit Autoimun.5. Sindrom Lupus Eritematosus (SLE).

a) Definisi.b) Klasifikasi.c) Etiopatogenesis (faktor pencetus).d) Penegakkan Diagnosa (gambaran klinis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang).e) Penatalaksanaan.f) Komplikasi.g) Prognosis

Pembagian Learning Issues

1. Differential Diagnosis Demam dan Nyeri Sendi.Persentator Liza Marnella Marpaung dan gabungan diskusi kelompok 5.

2. Patofisiologi Demam dan Nyeri Sendi.Persentator Agnes Debora Siburian dan gabungan diskusi kelompok 5.

3. Reaksi Imun yang Normal dan Reaksi Autoimun.Persentator Sartika Napitupulu,Martua Santoso Sitompul dan gabungan diskusi kelompok 5.

4. Jenis-Jenis Penyakit AutoimunPersentator Mateus Trio Saputra Pakpahan dan gabungan diskusi kelompok 5.

5. Sindrom Lupus Eritematosus (SLE) Defenisi dan Klasifikasi

Persentator Praya Sari Pangaribuan dan gabungan diskusi kelompok 5. Etiopatogenesis (faktor pencetus)

Persentator Katrin Marcelina Sihombing dan gabungan diskusi kelompok 5.

Penegakkan Diagnosa (gambaran klinis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)Persentator Desi Natalia Simbolon dan gabungan diskusi kelompok 5.

PenatalaksanaanPersentator Melora Virginia Sembiring dan gabungan diskusi kelompok 5.

Komplikasi dan PrognosisPersentator Andar Samuel Lumban Tobing dan gabungan diskusi kelompok 5.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 3

Page 4: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Learning Issues

1. Differential Diagnosis Demam dan Nyeri Sendi Akut Perikarditis. Antiphospolipid Syndrome. Fibromyalgia. Autoimun Hepatobilliary Disease. Hepatitis C. Infeksious Mononukleasis. Infektif Endokarditis. Lyme Disease. Limphoma,B-Cell. Mixed Connective Tissue Disease. Polimiositis. Reumatoid Artritis. Scleroderma. Sjogren Syndrome.

Kriteria diagnosis menurut ARA (AMERICAN RHEUMATISEM ASOCIATION)

1. Arthritis.2. Eritema (bercak malar).3. Fotosensitif (bercak reaksi matahari).4. Bercak Diskoid.5. Ulcerasi Mukokutaneus Oral-Anal.6. Salah satu kelainan darah: Anemia Hemolitik,Leukosit < 4.000/mm3.7. Nefritis (Proteinuria > 0,5 g/ 24 jam.8. Ensefalopati.9. Pleuritis/Perikarditis.10. Sitopenia.11. Salah satu kelainan imunologi: Anti SM (Smith) diatas titer

normal,Anti dsDNA diatas titer normal.

NB: Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi 4 dari 11 kriteria.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 4

Page 5: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

2. Patofisiologi Pucat,Lemah,Perut Membesar,dan Tumbuh Kembang

3.4.

5.6. &

7.8.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 5

autoantigen

Antigen diproses oleh APC

Pelepasan berbagai sitokin (IL-1 dan IL-2)

Diikat oleh sel T

Membentuk kompleks imun mengendap di organ target

Produksi Antibodi

Merangsang makrofag aktivitas fagositiknya

Sel T teraktivasi dan proliferasi

Sel T Limfokin dan mediator inflamasi

malaise

Merangasang aktvasi dan proliferasi sel B

1.Mengaktifkan sel radang fagositosis, dan diikuti dengan pembebasan:

>asam arakidonat

> radikal O2 bebas

> protease

mengaktivasiCOX-1 COX-2

PGE2Kerusakan pada organ

target

nyeri

Histamin dan Bradikinin

Prostaglandin proinflamasi

DEMAM

Page 6: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

9. &

10.11.12.

13. B 14.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 6

2.Mengaktivasi sistem komplemen, dan membebaskan komponen aktif, seperti :

- C3a- C5a

(+) sifat kemotaktik

Panas ( kalor )

Vasodilatasi dan permeabilitas kapiler meningkat

Membebaskan amina vasoaktif

Merangsang sel mast dan trombosit

Sel PMN dan MN ke daerah inflamasi

Edema ( bengkak )

Page 7: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

3. Reaksi Imun Normal dan Reaksi Autoimun

I.PEMBAGIAN SISTEM IMUN

Sistem imun dapat dibagi menjadi system imun alamiah atau nonspesifik/natural/innate/native/non adaptif dan didapat atau spesifik/adaptif/acquired. Dalam buku ini selanjutnya akan disebut sistem imun nonspesifik dan spesifik.pembagian system imun dalam system imun nonspesifik dan spesifik hanya dimaksudkan untuk memudahkan pengertian saja.sebnarnya antara kedua system tersebut terjadi kerja sama yang erat,yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 7

SISTEM IMUN

SELULAR :

a. Fagosit>mononuclear>polimorfonuklear

b. Sel NKc. Sel mastd. Basofile. Eosinofilf. SD

SELULAR :

Sel T-Th1-Th2-Ts /Tr/ Th3-Tdth-CTL /tc-NKT

HUMORAL :

a. Sel B -IgG-IgA-IgM-IgE-IgE-IgD

b. sitokin

LARUT :

Biokimia- Lisozim- Sekresi

sebaseus- Asam lambung- Laktoferin- Asam

neuraminik Humoral

- Komplemen - APP- Mediator asal

FISIK :

a. KULITb. SELAPUT

LENDIRc. SILIAd. BATUKe. BERSIN

SPESIFIKNONSPESIFIK

Page 8: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 8

Page 9: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

II.SISTEM IMUN NONSPESIFIK

Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh.selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi,misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap banyak patogen potensial.sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung.

A.Pertahanan fisik/mekanik

Dalam system pertahanan fisik atau mekanik kulit ,selaput lender,silia saluran napas,batuk dan bersin,merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yangh rusak akibat luka bakar dan selaput lender saluran napas yang rusak oleh asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi. Tekanan oksigen yang tinggi di paru bagian atas membantu hidup kuman obligat aerob seperti tuberculosis.

B.Pertahanan biokimia

Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat,namun beberapa dapat masuk tubuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. Ph asam keringat dan sekresi sebaseus,berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membrane sel sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit.

Lisozim dalam keringat,ludh,air mata dan air susu ibu,melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positip oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri.

Asam hidroklorida dalam lambung,enzim proteolitik,antibody dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroba.

Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untiuk hidup bebrapa jenis mikroba seperti pseudomonas.

C.Pertahanan humoral

System imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi ditempat infeksi atau cedera dan berfungsi local.molekul tersebut antara lain adalah peptide antimikroba sepertidefensin,katelisidin dan IFN dengan efek antiviral.faktor larut lainnya diproduksi ditempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalui sirkulasi seperti komplonen dan PFA

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 9

Page 10: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

1. Komplemen Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti lektin,interferon,CRP dan

komplemen berperan dalam pertahanan humoral.Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan

akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons inflamasi.

Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi /lisis bakteri dan parasit

2. Protein fase akutSelama fase akut infeksi,terjadi perubahan pada kadar beberapa protein

dalam serum yang di sebut APP. Yang akhir merupakan bahan antimicrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat setelah system imun nonspesifik diaktifkan.protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga APRP yang berperan dalam pertahanan dini.

APRP diinduksi oleh sinyal induksi olehc sinyal yang berasal dari tempat cedera atau infeksi melalui darah.hati merupakan tempat sintesis APRP.

Sitokin TNF-α, IL-1,IL-6 meruapaka sitokin proinflamasi dan berperan dalam induksi APRP.

A. C-reactive proteinCRP yang merupakan salah satu PFA termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagi respons imunitas nonspesifik.

B. LektinLektin/kolektin merupakan molekul larut dalam plasma yang dapat mengikat manan/manosa dalam polisakarida,(karenanya disebut MBL)yang merupakan banyak bakteri seperti galur pneumokok dan banyak mikroba,tetapi tidak pada sel vertebraata.lektin berperan sebagai opsonin.

C. Protein fase akut lainProtein fase akut lain adalah α1-anti tripsin,amiloid serum A, haptoglobin,C9, faktor B dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endap darah akibat infeksi namun dibentuk jauh lebih lambat disbanding denagn CRP. Secara keseluruhan ,respons fase akut memberikan efek yang menguntungkan melalui peningkatan resistensi pejamu,mengurangi cedera jaringan dan meningkatkan resolusi dan perbaikan cedera inflamasi.

3. Mediator asal fosfolidMetabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR .keduanya meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabilitas vascular dan vasodilatasi.

4. Sitokin IL-1,IL-6,TNF-α

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 10

Page 11: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Selama terjadi infeksi,produk bakteri seperti LBS mengaktifkan makrofag dan sel lain un tuk memproduksi dan melepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan pirogen endogen,TNF-α DAN il-6. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipacu baik oleh faktor eksogen(endoktoksin asal bakteri negating gram) atau endogen seperti IL-1 yang di poroduksi makrofag dan monosit.ketiga sitokin tersebut disebut sitokin proinflamasi,merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah protein plasma seperti protein fse akut anatara lain CRP yang dapat meningkat 100 kali,MBL dan SAP.

D. Pertahanan selularFagosit,sel NK,sel mast dan eosinofil berperan dalam system imun spesifik selular. Sel-sel system imun tersebut dapat ditemukan dalm sirkulasi atau jaringan ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.contoh sel yan gdapat ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrofil,eosinofil,basofil,monosit,sel T,sel B,sel NK,sel darah merah dan trombosit. Sel-sel tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk hidupnya.contoh sel-sel dalam jarinbgan adalah eosinofil,sel mast,makrofag,sel T,sel plasma dan sel NK.

III.SISTEM IMUN SPESIFIK

Sistem Imun Spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya.Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh oleh sistem imun spesifik.Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi,sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan.

Sistem Imun Spesifik terdiri atas Sistem Humoral dan Sistem Selular.Pada Imunitas Humoral,sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular.Pada Imunitas Seluler,sel T mengaktiifkan makrofag sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi.

A. Sistem Imun Spesifik HumoralPemeran utama dal Sistem Imun Spesifik Humoral adalah Limfosit B atau Sel B.Sel B berasal dari multipoten di Sumsum tulang.Sel B dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi,berdifferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi.Fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler,virus bakteri serta mentralkan toksinnya

B. Sistem Imun Spesifik SelularLimfosit T atau Sel T berperan pada Sistem Imun Spesifik Selular.Sel ini

berasal dari sumsum tulang,tetapi berproliferasi dan differensiasinya trjadi di dalam kelenjar timus.90-95 % dari semua sel T dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10 % menjadi matang dan selanjutnya meninggalkan timus untuk msuk ke dalam sirkulasi.

Faktor tmus yang disenut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi differensiasi Sel T di perifer.Sel T

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 11

Page 12: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

terdiri atas subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu sel CD4+ (Th1,Th2),CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3.Fungsi utama sistem imun spesifik selular adalah Pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler,virus,jamur,parasit dan keganasan.Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba.Sel CD8+ memusnahkan sel terinfeksi.

IV.REAKSI AUTOIMUNITAS

Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self tolerance Sel B,Sel T atau keduanya.Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respons autoimun.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 12

Faktor Imun yang berperan pada Autoimunitas

A.Sequestered antigen

Perubahan anatomik dalam jaringan

Memajankan sequestered antigen dengan sistem imun

yang tidak terjadi pada keadaan normal

Perubahan struktur pada self antigen dan

pembentukan determinan baru

B.Gangguan Persentasi

Kegagalan Sel Ts/Tr

Th dirangsang menimbulkan

AUTOIMUNITAS

C.Ekspresi MHC II yang tidak benar

APC mensensitasi sel Th terhadap peptida

yang berasal dari sel β/ Tc terhadap self

antigen

D.Aktivasi Sel B poliklonal

EBV,LPS dan Parasit malaria

Sel B membentuk

AUTOIMUNITAS

Lanjutan

F.Keseimbangan Th1 dan G.Sitokin pada Imunitas

Page 13: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Gambar :Skema Autoimunitas

4. Jenis-jenis Penyakit Autoimun

Pembagian penyakit Autoimun menurut Organ

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 13

E.Peran CD4 dan reseptor MHC

Th1AutoimunitasTh2progres penyakit

Upregulasi/Produksi sitokin yang tidak benar

Menimbulkan translasi berbagai faktor etiologis ke dalalm kekuatan patogenik dan mempertahankan fase kronis serta destruksi jaringan.

Page 14: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

- Penyakit Autoimun Organ Spesifik

- Penyakit Autoimun non – organ spesifik / sistemik

pembagian penyakit Autoimun menurut Mekanisme

- Penyakit Autoimun melalui Antibodi

- Penyakit Autoimun melalui kompleks imun

- Penyakit Autoimun melalui sel T

- Penyakit Autoimun melalui Faktor humoral & selular

- Penyakit Autoimun melalui Komplemen

Organ spesifik:

1. Tiroiditis Hashimoto→ penyebab utama hipotiroid didaerah yang iodiumnya cukup.karakter klinis berupa kegagalan tiroid yang terjadi akibat kerusakan tiroid yang diperantarai autoimun.

Terdapat 2 bentuk:- Goitrous (90%) : terjadi pembesaran kelenjar tiroid.- Atrofi (10%) : kelenjar tiroid mengecil.

2. Anemia Hemolitik Autoimun→ terdapat antibody terhadap sel-sel eritosit,sehingga umur eritrosit memendek.Etiologi: ganguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.

3. Sindrom Sjogren→ penyakit autoimun yang mengenai kelenjar eksokrin dengan perkembangan penyakit yang melambat.

Dikelompokkan menjadi 2:- Primer : tidak terkait dengan penyakit autoimun lain

(40%).- Sekunder : tidak berkait denga penyakit autoimun yang

mendasari,misalnya; SLE,RA,Sklerodema.

Tanda dan Gejala:

- rasa panas seperti terbakar.- keratokonjungtivitis (mata kering).- Gejala sistemik seperti penyakit autoimun lainnya.

4. Miastenia Gravis→ kelainan neromuskular ditandai oleh kelemahan otot dan cepat lelah,akibat adanya antibody terhadap reseptor asetil kolin (AChR),sehingga jumlah AChR dineuromuscular junction menurun.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 14

Page 15: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Tanda dan Gejala:- kelemahan otot dan cepat lelah.- sulit menguyah (jika otot muka terkena).- sulit bernafas (jika otot pada pernafasan terganggu).

Sistemik

1. Sindrom Lupus Eritematosus (SLE)→ penyakit kronik inflamatif autoimun yang etiologinya belum diketahui.manifestasi klinis beragam serta berbagai prognosisnya.

2. Arthritis Reumatoid (AR)→ penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular.Tanda dan Gejala:

- demam,rasa lelah,anoreksia.- Nyeri sendi (pada pergelangan tangan,lutut,dan kaki).- splenomegali.- limfadenopati.

3. Skleroderma→ penyakit sistemik dengan cirri akumulasi jaringan ikat berlebihan,fibrosis,dan kerusakan degenerative pada kulit dan otot skeletal.Tanda dan Gejala:

- tangan menjadi putih (vasospasme) → membiru (sianosis) → merah(hyperemia reaktif).

- tangan membengkak.

Tambahan:

1. Multiple Sclerosis.→ penyakit autoimun yang menyerang system lapisan saraf.

2. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura.→ penyakit autoimun yang menyerang system kekebalan tubuh yang menghancurkan trombosit darah.

3. Antiphospolipid Syndrome (APS).→ keadaan autoimun yang ditandai dengan produksi antibody antiphospolipid dalam kadar sedang sampai tinggi.

5. Sindrom Lupus Eritematosus

A.Defenisi

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 15

Page 16: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Penyakit rematik autoimun yang ditansdai adnya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh, penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan  (Albar, 2003).

Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanisme pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).

B.Klasifikasi

Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.

1.Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).

2.Systemic Lupus Erythematosus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).

3.Lupus yang diinduksi oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obatuntuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut

Tabel II.1 Obat yang menginduksi SLE

Definitely Possible Unlikely

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 16

Page 17: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Hidralazin

Prokainamid

Isoniazid

Klorpromazin

Metildopa

Antikonvulsan               Propitiourasil

Fenitoin                         Metimazol

Karbamazepin               Penisilinamin

Asam valproat               Sulfasalazin

Etosuksimid                   Sulfonamid

β-bloker                         Nitrofurantoin

Propranolol                    Levodopa

Metoprolol                     Litium

Labetalol                        Simetidin

Acebutolol                     Takrolimus

Kaptropil

Lisinopril

Enalapril

Kontrasepsi oral

Griseofulvin

Penisilin

Garam emas

C. Etiologi

Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin.

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh.  Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 17

Page 18: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE. Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE.Faktor lain yang mempengaruhi Autoantibodi Hormonal yaitu Estrogen,Progesteron dan Androgen.

D.Patogenesis

Pada pasien SLE terjadi gangguan respon imun yang menyebabkan aktivasi sel B, peningkatan jumlah sel yang menghasilkan antibodi, hipergamaglobulinemia, produksi autoantibodi, dan pembentukan kompleks imun (Mok dan Lau, 2003). Aktivasi sel T dan sel B disebabkan karena adanya stimulasi antigen spesifik baik yang berasal dari luar seperti bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, fosfolipid dinding sel atau yang berasal dari dalam yaitu protein DNA dan RNA. Antigen ini dibawa oleh antigen presenting cells (APCs) atau berikatan dengan antibodi pada permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel B dan APCs menjadi peptida dan dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Sel T akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang dapat merangsang sel B untuk membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi antara sel B dan sel T serta APCs dan sel T terjadi dengan bantuan sitokin, molekul CD 40, CTLA-4  (Epstein, 1998).

Berdasarkan profil sitokin sel T dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2. Sel Th1 berfungsi mendukung cell-mediated immunity, sedangkan Th2 menekan sel tersebut dan membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Pada pasien SLE ditemukan adanya IL-10 yaitu sitokin yang diproduksi oleh sel Th2 yang berfungsi menekan sel Th1 sehingga mengganggu cell-mediated immunity.

Sel T pada SLE juga mengalami gangguan berupa berkurangnya  produksi IL-2 dan hilangnya respon terhadap rangsangan pembentukan IL-2 yang dapat membantu meningkatkan ekspresi sel T  (Mok dan Lau, 2003).

Abnormalitas dan disregulasi sistem imun pada tingkat seluler dapat berupa gangguan fungsi limfosit T dan B, NKC, dan APCs. Hiperaktivitas sel B terjadi seiring dengan limfositopenia sel T karena antibodi antilimfosit T. Peningkatan sel B yang teraktivasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia yang berhubungan dengan reaktivitas self-antigen. Pada sel B, reseptor sitokin, IL-2, mengalami peningkatan sedangkan CR1 menurun (Silvia and Isenberg, 2001). Hal ini juga meningkatkan heat shock protein 90  (hsp 90) pada sel B dan CD4+. Kelebihan hsp 90 akan terlokalisasi pada permukaan sel limfosit dan akan menyebabkan terjadinya respon imun. Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+ (inducer/helper). SLE ditandai dengan peningkatan sel B terutama berhubungan dengan  subset CD4+ dan CD45R+. CD4+ membantu menginduksi terjadinya  supresi  dengan menyediakan signal bagi CD8+ (Isenberg and Horsfall, 1998). Berkurang jumlah total sel T juga menyebabkan berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai ke CD8+ juga berkurang dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya kedua subset sel T ini yang umum disebut double negative (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi (Mok and Lau, 2003). Ciri khas autoantibodi ini adalah bahwa mereka tidak spesifik pada satu jaringan tertentu dan merupakan komponen integral dari semua jenis sel sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan organ secara luas (Albar, 2003) melalui 3 mekanisme yaitu pertama kompleks imun (misalnya DNA-anti DNA) terjebak dalam membran jaringan dan

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 18

Page 19: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

mengaktifkan komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan. Kedua, autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak di dalam jaringan, komplemen akan teraktivasi dan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme yang terakhir adalah autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktivasi komplemen yang berperan dalan kematian sel atau autoantibodi masuk ke dalam sel dan berikatan dengan inti sel dan menyebabkan menurunnya fungsi sel tetapi belum diketahui mekanismenya terhadap kerusakan jaringan (Epstein, 1998).

Gangguan sistem imun pada SLE dapat berupa gangguan klirens kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan up-take kompleks imun pada limpa (Albar, 2003). Gangguan klirens kompleks imun dapat disebabkan berkurangnya CR1 dan juga fagositosis yang inadekuat pada IgG2 dan IgG3 karena  lemahnya ikatan reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun  (Mok dan Lau, 2003) pada berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan  mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan sebagainya (Albar, 2003).

Pada pasien SLE, adanya rangsangan berupa UVB (yang dapat menginduksi apoptosis sel keratonosit) atau beberapa obat  (seperti klorpromazin yang menginduksi apoptosis sel limfoblas) dapat meningkatkan jumlah apoptosis sel yang dilakukan oleh makrofag. Sel dapat mengalami apoptosis melalui kondensasi dan fragmentasi inti serta kontraksi sitoplasma. Phosphatidylserine (PS) yang secara normal berada di dalam membran sel, pada saat apoptosis berada di bagian luar membran sel. Selanjutnya terjadi ikatan dengan CRP, TSP, SAP, dan  komponen komplemen yang akan berinteraksi dengan sel fagosit melalui reseptor membran seperti transporter ABC1, complement receptor (CR1, 3, 4), reseptor αVβ3, CD36, CD14, lektin, dan mannose receptor (MR) yang menghasilkan  sitokin  antiinflamasi.  Sedangkan  pada  SLE  yang  terjadi  adalahikatan dengan autoantibodi  yang kemudian akan berinteraksi dengan reseptor FcγR yang akan menghasilkan sitokin proinflamasi. Selain gangguan apoptosis yang dilakukan oleh makrofag, pada pasien SLE juga terjadi gangguan apoptosis yang disebabkan oleh gangguan Fas dan bcl-2 (Bijl et al., 2001).

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 19

Faktor Genetik

Page 20: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 20

HLA dan MHC I,II,IIIHLA DR2,DR3,C2,C4

Anti Sm(Small nuclear ribonuclearmprotein)Anti-RoAnti-LaAnti nRHPAnti ds DNA

Autoantibodi

Pewarisan Gen

Penurunan aktivitas komplemen

Peningkatan Kompleks Imun

Peka terhadap Penyakit sehingga Berkurangnya netralisisr dan pembersihan baik terhadap antigen diri sendiri (self-antigen)

Beban antigen lebih besar Kapasitas Pembersihan Imun

Autoimunitas

Gen Non MHC Manosa Binding Protein (MBP)-Reseptor Sel T-IL-6-Imunogloulin Gm dan Km allel

Faktor Lingkungan-Sinar UV-Faktor Makanan-Agen Infeksi-Environtmental estrogen

Sinar UV

Page 21: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 21

Merubah Struktur DNA Autoantibodi

Memicu Apoptosis Sel Memicu Apoptosis Keratinosit

Kerusakan Jaringan Menghasilkan Belbs Nuclear dan autoantigen sitoplasma pada

permukaan sel

AUTOIMUN

Kemiripan molekul (mimicry molecul)a.Reaksi Silang antigen epitopb.Toleransi terhadap epitop patogen

Tidak mengikat Antigen

Mengikat Kompleks lain dari MHC

Kompleks Imun mengendap di Jaringan

Autoimun

Faktor Hormonal-Estrogen-Prolactin

Estrogen abnormal

Page 22: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

E.Penegakan Diagnosa

Gejala dari penyakit lupus:- demam- lelah- merasa tidak enak badan- penurunan berat badan- ruam kulit- ruam kupu-kupu- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari- sensitif terhadap sinar matahari- pembengkakan dan nyeri persendian- pembengkakan kelenjar- nyeri otot- mual dan muntah- nyeri dada pleuritik- kejang- psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:- hematuria (air kemih mengandung darah)- batuk darah- mimisan- gangguan menelan- bercak kulit- bintik merah di kulit- perubahan warna jari tangan bila ditekan- mati rasa dan kesemutan- luka di mulut- kerontokan rambut- nyeri perut- gangguan penglihatan.

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 22

Supresi Sistem Imun

Toleransi Sistem Imun

Pencetus LSE

Sitokin yang menyerupai endotel parakrin dan Mensisntesis Respon Imun Humoral dan Seluler

Pencetus LSE

Page 23: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

Pemeriksaan darahPemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibody ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam system kekebalan) dan untuk menemukan antibody lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

· Ruam kulit atau lesi yang khas· Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis· Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung· Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein· Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah· Biopsi ginjal· Pemeriksaan saraf.

Pemeriksaan diagnostic

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihans ecara penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan diagnostik.

DNA atau anti-Sm positif atau adanya antibodi antifosfolipid

(11) Antibodi antinukleus : jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan yang ekuivalen pada setiap saat dan tidak ada obat yang menginduksi sindroma lupus (Delafuente, 2002).

2.2.7 Data laboratorium

Anti ds-DNA

Batas normal : 70 – 200 IU/mL

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 23

Page 24: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Negatif          : < 70 IU/mL

Positif             :  > 200 IU/mL

Antibodi ini ditemukan pada 65% – 80% penderita dengan SLE aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat  dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit terutama lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif pada penyakit SLE yang tenang (dorman).

Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada dua tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti ds-DNA) dan yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA kurang sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibodi-antigen pada penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan menginduksi sistem komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal maupun sistemik (Pagana and Pagana, 2002).

.Antinuclear antibodies (ANA)

Harga normal : nol

ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan penyakit reumatik yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes laboratorium yang lain, tetapi jika hasil  tes  positif  maka  sebaiknya  dilakukan  tes serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti-SSA (Ro) atau anti-SSB (La) (Pagana and Pagana, 2002).

Tes Laboratorium lain

Tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P, antikardiolipin, lupus antikoagulan, Coombs test, anti-histon, marker reaksi inflamasi (Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR atau C-Reactive Protein/CRP), kadar komplemen (C3 dan C4), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin kinase (Pagana and Pagana, 2002).

F.Penatalaksanaan

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 24

Page 25: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

TerapiSpesifik SLE bersifat individual danberdasarkanpadatingkatkeparahanpenyakit.

Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)Peranan utama OAINS dalam SLE adalah mengatasi keluhan muskoskletal, seperti myalgia, arthralgia atauartritis. Salisilat cendrung menimbulkan peningkatan kadar

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 25

Tatalaksana SLE

Tabirsurya, profilaksisendokarditis

artritis

AINS

Hidroksilorokuin

Jikaberlanjut

+metroteksat

demam

indometasin

Jikaberlanjut

+ steroid

Kelainankulitdanmukosa

Alopesia

CepatLelah

hidroksiklorokuin

Kelainanprofil lipid

Diet

Olahraga

Minyakikan

Jikaberlanjut

+statin

Proteinuria persisten

Hipertensi

Peningkatan BUN, kreatinin C3 dan C4 tetaprendah

Biopsiginjal

Kelainan SSP

Steroid dosistinggiatausiklofosfamidintravena

Kelas I

steroid

Kelas II dan IV

Steroid dosistinggiatausiklofosfamidintravena

Alternative : MMF, azatiopirin

Kelas V

Steroid, MMF, siklosforin

Kelas VI

Monitoring ketat

Dialysis

Page 26: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

transaminase serum maka fungsi hati harus dipantau secara teratur. Salisilat merupakan indikasi kontra untuk trombositopenia dan gangguan hemostasis.

Hidroksiklorokuin

Hidroksiklorouin sering digunakan sebagai terapi tambahan bersama dengan glukokortikoid atau untuk pengobatan lupus discoid. Pada suatu studi obat ini dapat mengurangi frekuensi dan keparahan episode SLE dibandingkan placebo. Hidrosikloruin juga dapat membuat perubahan lipid plasma yang diinduksi oleh glukokortikoid. Dengan adanya efek samping berupa toksisitas retina, maka pada penggunaan obat ini kesehatan mata harus dipantau.

GlukokortikoidMerupakan terapi farmakologi utama dan sebagian besar anak memerlukan prednisone oral atau prednisolone atau metilprednisolon intravenaPada fase tertentu SLE.Penggunaan obat ini meliputi terapi inisial, taperung off dan pemeliharaan.Dosis dan frekuensi terapi inisial bergantung pada keparahan penyakit dan system organ yang dapat timbul akibat terapi.Pemakaian jangka lama harus diimbangi dengan pemantauan komplikasi yang dapat timbul akibat terapi.Dosis rendah cukup untuk mengatasi anemia hemolitik akut, gangguan SSP, penyakit parudan lupus nefritis.Setelah mengatasi manifestasi akut, dosis glukokortikoid harus diturunkan secara perlahan disertai pemantauan klinis dan laboratorium. Penilaian adekuati terapi berdasarkan pada respon klinis, pemeriksaan sel darah putih, trombosit, hemoglobin, komplemen serum, kadar antibody anti-dsDNA dan urinalisis. Penggunaan terapi tambahan seperti obat sitotoksik berdasarkan pada respon terhada pobat steroid, ketergantungan steroid dan toksisitas steroid.Preparat kostikosteroid dipilih berdasarkan potensi dan waktu paruh yang disesuaikan dengan kondisi dengan kondisi penderita.Pada prinsipnya dipilih jenis obat yang mempunyai efek anti inflamasi kuat dan waktu paruh sependek mungkin, dengan efek samping (retensi cairan dan elektrolit hipertensi) sesedikit mungkin, dalam dosis minimum, dan mudah dipergunakan.Obat yang paling memenuhi kriteria diatas adalah prednisolone, dengan alternative prednisone atau metilprednisolon tergantung dari efek apa yang diinginkan untuk penderita. Obat dengan waktu paruh pendek lebih efektif bila diberikan dalam dosis terbagi, dan bila waktu paruhnya panjang lebih baik diberikan dalam dosis tunggal.

AgenimunosupresifAgenimunosupresif sering diperlukan untuk mengontrol SLE dan memperbaiki kualitas hidup.Pada suatu studi, penggunaan imunosupresif bersama dengan prednisone memberikan hasil yang lebih baik.Azatiopirin merupakana gen lini kedua yang sering digunakan.Peranazatiopirin kemungkinan dalam penatalaksanaan

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 26

Page 27: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

penyakit yang resisten atau tergantung dengan steroid dengan atau tanpa nefritis kelas III atau IV.Siklofosfamid sering digunakan pada SLE yang berat, khususnya Lupus nefritis, penyakit berat dan gangguan SSP. Kombinasi dengan prednisone oral juga efektif dalam mencegah penyakit berkembang dan menjaga fungsi ginjal.

ModulasiBiologiImmunoglobulin intravena (IVIG) telah digunakan secara terbatas pada SLE dewasa yang refakter, namun penggunaannya pada anak belum pernahdilaporkan.Penggunaan IVIG dapat menurunkan kadar antibody anti-dsDNA. Plasma feresis merupakan pilihan lain dalam mengatasi pasien dengan kadar kompleks imun yang beredar di sirkulasi dalam jumlah banyak dan tidak efektif terhadap kortikosteroid atau siklofosfamid. Penggunaan antibody monoclonal sebagaiterapi SLE juga masih dikembangkan.

G.Komplikasi

Komplikasi dari penyakit lupus ini dapat mengenai semua organ, dan semakin memperburuk atau pun semakin menambah manifestasi klinis organ lainya.

Infeksi sekunder Gagal jantung karena miokarditis Efusi pleura Kelainan ginjal Kejang-kejang

H.Prognosis

Secara garis besar penyakit lupus punya 2 akhir kejadian kematian, yaitu kematian akibat komplikasi visceral yang tidak terkontrol, dan kematian akibat komplikasi kortikoterapi.Namun prognosis berbagai bentuk penyakit lupus sekarang telah membaik yaitu dapat bertahan selama 10 tahun dengan angka survival sebesar 90% ,seiring semakin baiknya cara pengobatan, diagnosis yang

lebih dini, dan kemungkinan pengobatan variatif seperti hemodialysis lebih luas.

Kesimpulan

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 27

Page 28: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

Wanita ini menderita SLE. Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan 4 atau lebih dari 11 kriteria yang diterapkan oleh American Rheumatism Association (ARA) atau American College of Rheumatology (ACR), yaitu:

1. ruam malar2. ruam diskoid3. fotosensitivitas 4. ulkus mulut5. artritis non erosif 6. pleuritis/perikarditis 7. gangguan renal8. gangguan neurologis 9. gangguan hematologik 10. gangguan imunologik 11. antibody anti nuclear (ANA) positif

Dengan penatalaksanaan sebagai berikut: Farmaka :

1. Obat anti inflamasi nonsteroid.Untuk mengatasi artritis, arthralgia & mialgia.Perhatikan efek samping

terhadap gastrointestinal, hepar & ginjal.2. Obat antimalaria. Hidroklorokuin 400 mg/hari.

Mempunyai efek sunblocking, antiinflamasi,imunosupresan. Evaluasi ophtalmik, karena efek toksik terhadap retina

3. Glukokortikoid Prednison lebih banyak disukai, hindari pemberian deksametason. Sebaiknya

dosis tunggal pagi hari.Pada LES ringan dosis prednison 0,5 mg/kg BB/hr, pada yang berat pemberian metilprednisolon intravena 1 gr atau 15 mg/kg BB selama 3-5 hari, kemudian dilanjutkan prednison setelah pemberian dosis tinggi selama 6 minggu, dosis diturunkan bertahap.Bila timbul eksaserbasi akut, dosis prednison dinaikkan sampai ke dose efektif. Bila dalam waktu 4 minggu tdk menunjukkan perbaikan, pertimbangkan pemberian imunosupresan

4. Imunosupresan Siklofostamid IV 0,5-1 gr/m2 dlm 250 ml NaCl 0,9% selama 60 menit. Pada

gangguan fungsi ginjal, dose disesuaikan.Azatioprin 1-3 mg/kg BB/hari per oral, dapat diberikan selama 6-12 bulan, dapat

diturunkan perlahan.Siklosporin A dosis rendah (3-6 mg/kgBB/hr) Metotreksat dose rendah (7,5-15

mg/minggu) untuk mengatasi artritis 5. Terapi hormonal

Imunoglobulin dan afaresis dan Danazon (androgen)

Daftar Pustaka

1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27832/4/Chapter%20II.pdf

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 28

Page 29: Lap.tutorial Pemicu III Kel.5 Revisi

Sistemic Lupus Erithematosus

2. Guyton A.C dan Hall J.E.1997.Buku ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9.Jakarta :EGC3. Sudoyo, Aru W,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 2 dan 3.Edisi

V.Jakarta:InternaPublishing4. Price, Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis dan Proses Proses penyakit. Edisi 6. Jakarta :

EGC5. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC

| Fak.Kedokteran Univ.HKBP Nommensen 29